Ruptur Uretra
Ruptur Uretra
PENDAHULUAN
Dari semua cedera yang terdapat dalam unit gawat darurat, 10 % diantaranya merupakan
cedera sistem urogenitalia. Kebanyakan dari cedera tersebut terabaikan dan sulit untuk
mendiagnostik dan memerlukan keahlian diagnostik yang baik. Diagnosis awal sangat perlu
untuk mencegah komplikasi lanjut. Cedera uretra merupakan cedera yang jarang dan paling
sering terjadi pada laki-laki, biasanya bersamaan dengan terjadinya fraktur pelvis atau straddle
injury. Cedera uretra jarang terjadi pada wanita. Beberapa bagian dari uretra dapat mengalami
laserasi, terpotong, atau memar. Penatalaksaannya bermacam-macam tergantung pada derajat
cedera. Menurut anatomisnya, uretra dibedakan menjadi dua, uretra posterior terdiri atas pars
prostatika dan pars membranasea dan uretra anterior yang terdiri atas pars bulbosa dan pars
pendulosa. Secara klinis trauma uretra dibedakan menjadi trauma uretra anterior dan trauma
uretra posterior, hal ini karena keduanya menunjukkan perbedaan dalam hal etiologi trauma,
tanda klinis, pengelolaan serta prognosisnya. 1,2,3
ANATOMI
Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urin keluar dari buli-buli melalui proses
miksi. Secara anatomis uretra dibagi menjadi 2 bagian yaitu uretra posterior dan uretra anterior.
Pada pria, organ ini berfungsi juga dalam menyalurkan cairan mani. Uretra dilengkapi dengan
sfingter uretra interna yang terletak pada perbatasan buli-buli dan uretra, serta sfingter uretra
eksterna yang terletak pada perbatasan uretra anterior dan posterior. Sfingter uretra interna terdiri
atas otot polos yang dipersarafi oleh sistem simpatik sehingga pada saat buli-buli penuh, sfingter
ini terbuka. Sfingter uretra eksterna terdiri atas otot lurik dipersarafi oleh sistem somatik yang
dapat diperintah sesuai dengan keinginan seseorang. Pada saat miksi sfingter ini tetap terbuka
dan tetap tertutup pada saat menahan miksi. 3
Panjang uretra laki-laki dewasa sekitar 18 cm, dengan perbandingan uretra posterior 3 cm
dan uretra anterior 15 cm, titik baginya berada antara 2 lokasi pada membran perineal. Uretra
dapat dibedakan ke dalam 5 segmen yaitu :
Uretra posterior
Uretra pars prostatika
Uretra pars membranasea
Uretra anterior
Uretra pars bulbosa
Uretra pars pendulosa
Fossa naviculare 7
Gambar 2.a. Penis potongan frontal b. Penis potongan transversal. Dikutip dari kepustakaan 5
Gambar 3. Cedera pada uretra posterior (membranasea). Prostat mengalami avulsi dari uretra membranasea
akibat fraktur pelvis. Terjadi ekstravasasi di atas ligamentum triangular dan periprostatik dan perivesikal. Dikutip
dari kepustakaan 3
Fraktur pelvis yang menyebabkan gangguan uretra biasanya penyebab sekunder karena
kecelakaan kendaraan bermotor (68%-84%) atau jauh dari ketinggian dan tulang pelvis hancur
(6%-25%). Pejalan kaki lebih beresiko, mengalami cedera uretra karena fraktur pelvis pada
kecelakaan bermotor dari pada pengendara. 4
EPIDEMIOLOGI
Fraktur pelvis merupakan penyebab utama terjadinya ruptur uretra posterior dengan
angka kejadian 20 per 100.000 populasi dan penyebab utama terjadinya fraktur pelvis adalah
kecelakaan bermotor (15,5%), diikuti oleh cedera pejalan kaki (13,8%), jatuh dari ketinggian
lebih dari 15 kaki (13%), kecelakaan pada penumpang mobil (10,2%) dan kecelakaan kerja (6%).
Fraktur pelvis merupakan salah satu tanda bahwa telah terjadi cedera intraabdominal ataupun
cedera urogenitalia yang kira-kira terjadi pada 15-20% pasien. Cedera organ terbanyak pada
fraktur pelvis adalah pada uretra posterior (5,8%-14,6%), diikuti oleh cedera hati (6,1%-10,2%)
dan cedera limpa (5,2%-5,8%). 7
Di Amerika Serikat angka kejadian fraktur pelvis pada laki-laki yang menyebabkan
cedera uretra bervariasi antara 1-25% dengan nilai rata-rata 10%. Cedera uretra pada wanita
dengan fraktur pelvis sebenarnya jarang terjadi, tetapi beberapa kepustakaan melaporkan insiden
kejadiannya sekitar 4-6%. 8
Angka kejadian cedera uretra yang dihubungkan dengan fraktur pelvis kebanyakan
ditemukan pada awal dekade keempat, dengan umur rata-rata 33 tahun. Pada anak (<12 tahun)
angka kejadiannya sekitar 8%. Terdapat perbedaan persentasi angka kejadian fraktur pelvis yang
menyebabkan cedera uretra pada anak dan dewasa. Fraktur pelvis pada anak sekitar 56% kasus
yang merupakan resiko tinggi untuk terjadinya cedera uretra. 7,8
Trauma uretra lebih sering terjadi pada laki-laki dibanding wanita, perbedaan ini
disebabkan karena uretra wanita pendek, lebih mobilitas dan mempunyai ligamentum pubis yang
tidak kaku. 7
MEKANISME TRAUMA
Cedera uretra terjadi sebagai akibat dari adanya gaya geser pada prostatomembranosa
junction sehingga prostat terlepas dari fiksasi pada diafragma urogenitalia. Dengan adanya
pergeseran prostat, maka uretra pars membranasea teregang dengan cepat dan kuat. Uretra
posterior difiksasi pada dua tempat yaitu fiksasi uretra pars membranasea pada ramus ischiopubis
oleh diafragma urogenitalia dan uretra pars prostatika ke simphisis oleh ligamentum
puboprostatikum. 9
KLASIFIKASI
Melalui gambaran uretrogram, Colapinto dan McCollum (1976) membagi derajat cedera
uretra dalam 3 jenis :
1. Uretra posterior masih utuh dan hanya mengalami stretching (perengangan). Foto
uretrogram tidak menunjukkan adanya ekstravasasi, dan uretra hanya tampak memanjang
GAMBARAN KLINIS
Pada ruptur uretra posterior terdapat tanda patah tulang pelvis. Pada daerah suprapubik
dan abdomen bagian bawah, dijumpai jejas hematom, dan nyeri tekan. Bila disertai ruptur
kandung kemih, bisa dijumpai tanda rangsangan peritoneum. Pasien biasanya mengeluh tidak
bisa kencing dan sakit pada daerah perut bagian bawah. 10,11
Kemungkinan terjadinya cedera uretra posterior harus segera dicurigai pada pasien yang
telah didiagnosis fraktur pelvis. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, beberapa jenis
fraktur pelvis lebih sering berhubungan dengan cedera uretra posterior dan terlihat pada 87%
sampai 93% kasus. Akan tetapi, banyaknya darah pada meatus uretra tidak berhubungan dengan
beratnya cedera. Teraba buli-buli yang cembung (distended), urin tidak bisa keluar dari kandung
kemih atau memar pada perineum atau ekimosis perineal merupakan tanda tambahan yang
merujuk pada gangguan uretra. Trias diagnostik dari gangguan uretra prostatomembranosa
adalah fraktur pelvis, darah pada meatus dan urin tidak bisa keluar dari kandung kemih. 4
Keluarnya darah dari ostium uretra eksterna merupakan tanda yang paling penting dari
kerusakan uretra. Pada kerusakan uretra tidak diperbolehkan melakukan pemasangan kateter,
karena dapat menyebabkan infeksi pada periprostatik dan perivesical dan konversi dari
incomplete laserasi menjadi complete laserasi. Cedera uretra karena pemasangan kateter dapat
menyebabkan obstuksi karena edema dan bekuan darah. Abses periuretral atau sepsis dapat
mengakibatkan demam. Ekstravasasi urin dengan atau tanpa darah dapat meluas jauh tergantung
fascia yang rusak. Pada ekstravasasi ini mudah timbul infiltrat urin yang mengakibatkan selulitis
dan septisemia, bila terjadi infeksi. Adanya darah pada ostium uretra eksterna mengindikasikan
pentingnya uretrografi untuk menegakkan diagnosis. 3,10
Pada pemeriksaan rektum bisa didapatkan hematoma pada pelvis dengan pengeseran
prostat ke superior. Bagaimanapun pemeriksaan rektum dapat diinprestasikan salah, karena
hematoma pelvis bisa mirip denagan prostat pada palpasi. Pergeseran prostat ke superior tidak
ditemukan jika ligament puboprostikum tetap utuh. Disrupsi parsial dari uretra membranasea
tidak disertai oleh pergeseran prostat. 3
Prostat dan buli-buli terpisah dengan uretra pars membranasea dan terdorong ke atas oleh
penyebaran dari hematoma pada pelvis. High riding prostat merupakan tanda klasik yang biasa
ditemukan pada ruptur uretra posterior. Hematoma pada pelvis, ditambah dengan fraktur pelvis
kadang-kadang menghalangi palpasi yang adekuat pada prostat yang ukurannya kecil.
Sebaliknya terkadang apa yang dipikirkan sebagai prostat yang normal mungkin adalah
hematoma pada pelvis. Pemeriksaan rektal lebih penting untuk mengetahui ada tidaknya jejas
pada rektal yang dapat dihubungkan dengan fraktur pelvis. Darah yang ditemukan pada jari
pemeriksa menunjukkan adanya suatu jejas pada lokasi yang diperiksa. 12
GAMBARAN RADIOLOGI
Uretrografi retrograde telah menjadi pilihan pemeriksaan untuk mendiagnosis cedera
uretra karena akurat, sederhana dan cepat dilakukan pada keadaan trauma. Sementara CT Scan
merupakan pemeriksaan yang ideal untuk saluran kemih bagian atas dan cedera vesika urinaria
dan terbatas dalam mendiagnosis cedera uretra. Sementara MRI berguna untuk pemeriksaan
pelvis setelah trauma sebelum dilakukan rekonstuksi, pemeriksaan ini tidak berperan dalam
pemeriksaan cadera uretra. Sama halnya dengan USG uretra yang memiliki keterbatasan dalam
pelvis dan vesika urinaria untuk menempatkan kateter suprapubik. 4
Gambar 5. Uretra posterior masih utuh tetapi meregang pada trauma tumpul. Retrograd uretrogram memperlihatkan
peregangan dari uretra posterior dan diastasis dari simphisis pubis. Dikutip dari kepustakaan 13
Gambar 6. Ruptur uretra posterior diatas dari diafragma urogenital yang masih utuh disertai trauma tumpul (cedera
uretra tipe II). Dikutip dari kepustakaan 13
Gambar 7. Ruptur uretra posterior meluas hingga di bawah diafragma urogenitalia, dan uretra pars bulbosa bagian
proksimal ikut rusak (cedera uretra tipe III). Dikutip dari kepustakaan 13
PENATALAKSANAAN
Emergency
Syok dan pendarahan harus diatasi, serta pemberian antibiotik dan obat-obat analgesik.
Pasien dengan kontusio atau laserasi dan masih dapat kencing, tidak perlu menggunakan alat-alat
atau manipulasi tapi jika tidak bisa kencing dan tidak ada ekstravasasi pada uretrosistogram,
pemasangan kateter harus dilakukan dengan lubrikan yang adekuat. 14
Bila ruptur uretra posterior tidak disertai cedera intraabdomen dan organ lain, cukup
dilakukan sistotomi. Reparasi uretra dilakukan 2-3 hari kemudian dengan melakukan
anastomosis ujung ke ujung, dan pemasangan kateter silicon selama 3 minggu. 10
Pembedahan
1. Immediate management
Penanganan awal terdiri dari sistostomi suprapubik untuk drainase urin. Insisi midline
pada abdomen bagian bawah dibuat untuk menghindari pendarahan yang banyak pada pelvis.
Buli-buli dan prostat biasanya elevasi kearah superior oleh pendarahan yang luas pada
periprostatik dan perivesikal. Buli-buli sering distensi oleh akumulasi volume urin yang banyak
selama periode resusitasi dan persiapan operasi. Urin sering bersih dan bebas dari darah, tetapi
mungkin terdapat gross hematuria. Buli-buli harus dibuka pada garis midline dan diinspeksi
untuk laserasi dan jika ada, laserasi harus ditutup dengan benang yang dapat diabsorpsi dan
pemasangan tube sistotomi untuk drainase urin. Sistotomi suprapubik dipertahankan selama 3
bulan. Pemasangan ini membolehkan resolusi dari hematoma pada pelvis, dan prostat & buli-buli
akan kembali secara perlahan ke posisi anatominya. 3
Bila disertai cedera organ lain sehingga tidak mungkin dilakukan reparasi 2- 3 hari
kemudian, sebaiknya dipasang kateter secara langsir (railroading) 10
Gambar 8. Cara langsir (rail roading) pemasangan kateter Foley menetap pada ruptur uretra. Dikutip dari
kepustakaan 10
A. Selang karet atau plastik diikat ketat pada ujung sonde dari meatus uretra
B. Sonde uretra pertama dari meatus eksternus dan sonde kedua melalui sistotomi yang dibuat lebih dahulu saling
bertemu, ditandai bunyi denting yang dirasa di tempat ruptur
C. Selanjutnya sonde dari uretra masuk ke kandung dengan bimbingan sonde dari buli-buli
D. Sonde dicabut dari uretra
E. Sonde dicabut dari kateter Nelaton dan diganti dengan ujung kateter Foley yang dijahit pada kateter Nelaton
F. Ujung kateter ditarik kearah buli-buli
G. Selanjutnya dipasang kantong penampung urin dan traksi ringan sehingga balon kateter Foley tertarik dan
menyebabkan luka ruptur merapat. Insisi di buli-buli ditutup
Beberapa ahli bedah lebih suka untuk langsung memperbaiki uretra. Perdarahan dan
hematoma sekitar ruptur merupakan masalah teknis. Timbulnya striktur, impotensi, dan
inkotinensia lebih tinggi dari immediate cystotomy dan delayed reconstruction. Walaupun
demikian beberapa penulis melaporkan keberhasilan dengan immediate urethral realignment. 3
KOMPLIKASI
Striktur, impotensi, dan inkotinensia urin merupakan komplikasi rupture
prostatomembranosa paling berat yang disebabkan trauma pada sistem urinaria. Striktur yang
mengikuti perbaikan primer dan anastomosis terjadi sekitar 50% dari kasus. Jika dilakukan
sistotomi suprapubik, dengan pendekatan delayed repair maka insidens striktur dapat
dikurangi sampai sekitar 5%. Insidens impotensi setelah primary repair, sekitar 30-80% (rata-
rata sekitar 50%). Hal ini dapat dikurangi hingga 30-35% dengan drainase suprapubik pada
rekontruksi uretra tertunda. Jumlah pasien yang mengalami inkotinensia urin <2 % biasanya
bersamaan dengan fraktur tulang sakrum yang berat dan cedera nervus S2-4. 3
PROGNOSIS
Jika komplikasinya dapat dihindari, prognosisnya sangat baik. Infeksi saluran kemih akan
teratasi dengan penatalaksaan yang sesuai. 14
RUPTUR URETRA ANTERIOR
ETIOLOGI
Uretra anterior adalah bagian distal dari diafragma urogenitalia. Straddle injury dapat
menyebabkan laserasi atau contusion dari uretra. Instrumentasi atau iatrogenik dapat
menyebabkan disrupsi parsial 10
Cedera uretra anterior secara khas disebabkan oleh cedera langsung pada pelvis dan
uretra. Secara klasik, cedera uretra anterior disebabkan oleh straddle injury atau tendangan atau
pukulan pada daerah perineum, dimana uretra pars bulbosa terjepit diantara tulang pubis dan
benda tumpul. Cedera tembus uretra (luka tembak atau luka tusuk) dapat juga menyebabkan
cedera uretra anterior. Penyebab lain dari cedera uretra anterior adalah trauma penis yang berat,
trauma iatrogenic dari kateterisasi, atau masuk benda asing. 9
Gambar 9. Cedera pada uretra pars bulbosa. Kiri : Mekanisme : Biasanya jatuh mengangkang, uretra terjepit diantara
tulang pelvis dan benda tumpul. Kanan: ekstravasasi darah dan urin terbatas dalam fascia Colles.Dikutip dari
kepustakaan 3
MEKANISME TRAUMA
Trauma tumpul atau tembus dapat menyebabkan cedera uretra anterior. Trauma tumpul
adalah diagnosis yang sering dan cedera pada segmen uretra pars bulbosa paling sering (85%),
karena fiksasi uretra pars bulbosa dibawah dari tulang pubis, tidak seperti uretra pars pendulosa
yang mobile. Trauma tumpul pada uretra pars bulbosa biasanya disebabkan oleh straddle injury
atau trauma pada daerah perineum. Uretra pars bulbosa terjepit diantara ramus inferior pubis dan
benda tumpul, menyebabkan memar atau laserasi pada uretra. 4
Tidak seperti cedera pada uretra pars prostatomembranous, Trauma tumpul uretra anterior
jarang berhubungan dengan trauma organ lainnya. Kenyataannya, straddle injury menimbulkan
cedera cukup ringan, membuat pasien tidak mencari penanganan pada saat kejadian. Pasien
biasanya datang dengan striktur uretra setelah kejadian yang intervalnya bulan atau tahun. 4
Cedera uretra anterior dapat juga berhubungan dengan trauma penis (10% sampai 20%
dari kasus). Mekanisme cedera adalah trauma langsung atau cedera pada saat berhubungan intim,
dimana penis yang sementara ereksi menghantam ramus pubis wanita, menyebabkan robeknya
tunika albuginea. 4
KLASIFIKASI
Klasifikasi rupture uretra anterior dideskripsikan oleh McAninch dan Armenakas
berdasarkan atas gambaran radiologi
Kontusio : Gambaran klinis memberi kesan cedera uretra, tetapi uretrografi retrograde
normal
GAMBARAN KLINIS
Pada rupture uretra anterior terdapat memar atau hematom pada penis dan skrotum.
Beberapa tetes darah segar di meatus uretra merupakan tanda klasik cedera uretra. Bila terjadi
rupture uretra total, penderita mengeluh tidak bisa buang air kecil sejak terjadi trauma dan nyeri
perut bagian bawah dan daerah suprapubik. Pada perabaan mungkin ditemukan kandung kemih
yang penuh. 10
Cedera uretra karena kateterisasi dapat menyebabkan obstuksi karena udem atau bekuan
darah. Abses periuretral atau sepsis mengakibatkan demam. Ekstravasasi urin dengan atau tanpa
darah dapat meluas jauh, tergantung fascia yang turut rusak. Pada ekstravasasi ini mudah timbul
infiltrate yang disebut infiltrate urin yang mengakibatkan selulitis dan septisemia, bila terjadi
infeksi. 10
Kecurigaan ruptur uretra anterior timbul bila ada riwayat cedera kangkang atau
instrumentasi dan darah yang menetes dari uretra. 10
Jika terjadi rupture uretra beserta korpus spongiosum, darah dan urin keluar dari uretra
tetapi masih terbatas pada fasia Buck, dan secara klinis terlihat hematoma yang terbatas pada
penis. Namun jika fasia Buck ikut robek, ekstravasai urin dan darah hanya dibatasi oleh fasia
Colles sehingga darah dapat menjalar hingga skrotum atau dinding abdomen. Oleh karena itu
robekan ini memberikan gambaran seperti kupu-kupu sehingga disebut butterfly hematoma atau
hematoma kupu-kupu. 2
GAMBARAN RADIOLOGIS
Pemeriksaan radiologik dengan uretrogram retrograde dapat memberi keterangan letak
dan tipe ruptur uretra. Uretrogram retrograde akan menunjukkan gambaran ekstravasasi, bila
terdapat laserasi uretra, sedangkan kontusio uretra tidak tampak adanya ekstravasasi. Bila tidak
tampak adanya ekstravasasi maka kateter uretra boleh dipasang. 10,11
Gambar 10. Ruptur uretra pars bulbosa akibat straddle injury. Ekstravasasi (tanda panah) pada uretrogram. Dikutip
dari kepustakaan 3
PENATALAKSANAAN
Penanganan Awal
Kehilangan darah yang banyak biasanya tidak ditemukan pada straddle injury. Jika
terdapat pendarahan yang berat dilakukan bebat tekan dan resusitasi. Armenakas dan McAninch
(1996) merencanakan skema klasifikasi praktis yang sederhana yang membagi cedera uretra
anterior berdasarkan penemuan radiografi menjadi kontusio, ruptur inkomplit, dan ruptur
komplit. Kontusio dan cedera inkomplit dapat ditatalaksana hanya dengan diversi kateter uretra.
Tindakan awal sistotomi suprapubik adalah pilihan penanganan pada cedera staddle mayor yang
melibatkan uretra.
Pilihan utama berupa surgical repair direkomendasikan pada luka tembak dengan
kecepatan rendah, Ukuran kateter disesuaikan dengan berat dari striktur uretra. Debridement dari
korpus spongiosum setelah trauma seharusnya dibatasi karena aliran darah korpus dapat
terganggu sehingga menghambat penyembuhan spontan dari area yang mengalami kontusi.
Diversi urin dengan suprapubik direkomendasikan setelah luka tembak uretra dengan kecepatan
tinggi, diikuti dengan rekonstruksi lambat. 3,15
Penanganan Spesifik
Kontusio Uretra
Pasien dengan kontusio uretra tidak ditemukan bukti adanya ekstravasasi dan uretra tetap utuh.
Setelah uretrografi, pasien dibolehkan untuk buang air kecil; dan jika buang air kecil normal,
tanpa nyeri dan pendarahan, tidak dibutuhkan penanganan tambahan. Jika pendarahan menetap,
drainase uretra dapat dilakukan. 3
Laserasi Uretra
Instrumentasi uretra setelah uretrografi harus dihindari. Insisi midline pada suprapubik dapat
membuka kubah dari buli-buli supaya pipa sistotomi suprapubik dapat disisipkan dan
dibolehkan pengalihan urin sampai laserasi uretra sembuh. Jika pada uretrogram terlihat sedikit
ekstravasasi, berkemih dapat dilakukan 7 hari setelah drainase kateter suprapubik untuk
menyelidiki ekstravasasi. Pada kerusakan yang lebih parah, drainase kateter suprapubik harus
menunggu 2 sampai 3 minggu sebelum mencoba berkemih. Penyembuhan pada tempat yang
rusak dapat menyebabkan striktur. Kebanyakan striktur tidak berat dan tidak memerlukan
rekonstuksi bedah. Kateter suprapubik dapat dilepas jika tidak ada ekstravasasi. Tindakan lanjut
dengan melihat laju aliran urin akan memperlihatkan apakah terdapat obstuksi uretra oleh
striktur. 3
Setelah laserasi yang luas, ekstravasasi urin dapat menyebar ke perineum, skrotum, dan abdomen
bagian bawah. Drainase pada area tersebut diindikasikan. Sistotomi suprapubik untuk pengalihan
urin diperlukan. Infeksi dan abses biasa terjadi dan memerlukan terapi antibiotik. 3
Rekonstruksi segera
Perbaikan segera laserasi uretra dapat dilakukan, tetapi prosedurnya sulit dan tingginya resiko
timbulnya striktur. 3
Rekonstruksi lambat
Sebelum semua rencana dilakukan, retrograde uretrogram dan sistouretrogram harus dilakukan
untuk mengetahui tempat dan panjang dari uretra yang mengalami cedera. Pemeriksaan
ultrasound uretra dapat membantu menggambarkan panjang dan derajat keparahan dari striktur.
Injeksi retrograde saline kombinasi dengan antegrade bladder filling akan mengisi uretra bagian
proksimal dan distal, dan sonogram 10-MHz akan mengambarkan dengan jelas bagian yang
tidak bisa terdistensi untuk di eksisi. Jaringan fibrosa padat yang terbentuk karena trauma sering
menjadi significant shadow.
Uretroplasty anastomosis adalah prosedur pilihan pada ruptur total uretra pars bulbosa setelah
straddle injury. Skar tipikal berukuran 1,5 sampai 2 cm dan harus dieksisi komplit. Uretra
proksimal dan distal dapat dimobilisasi untuk anastomosis end-to-end. Tingkat keberhasilan dari
prosedur ini lebih dari 95% dari kasus
Insisi endoskopik melalui jaringan skar dari uretra yang ruptur tidak disarankan dan sering kali
gagal. Penyempitan parsial uretra dapat diterapi awal dengan insisi endoskopi dengan tingkat
keberhasilan tinggi. Saat ini uretrotomi dan dilatasi berulang telah terbukti tidak efektif baik
secara klinis maupun biaya. Lebih lanjut, pasien dengan prosedur endoskopik berulang juga
sering diharuskan untuk dilakukan tindakan rekonstruksi kompleks seperti graft. Open repair
seharusnya ditunda paling tidak beberapa minggu setelah instrumentasi untuk membiarkan uretra
stabil. 3,15
KOMPLIKASI
Komplikasi dini setelah rekontruksi uretra adalah infeksi, hematoma, abses periuretral,
fistel uretrokutan, dan epididimitis. Komplikasi lanjut yang paling sering terjadi adalah striktur
uretra. 10
PROGNOSIS
Striktur uretra adalah komplikasi utama tetapi pada banyak kasus tidak memerlukan
rekonstruksi bedah. Jika, striktur ditetapkan, laju aliran urin kurang baik dan infeksi urinaria dan
terdapat fistel uretra, rekonstruksi dibutuhkan. 3