BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
B. Epidemiologi
C. Etiologi
Virus dengue termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviruses)
yang sekarang dikenal sebagai genus flavivirus, famili Flaviviridae.
Bedasarkan genom yang dimiliki, virus dengue termasuk virus (positive
sense single stranded) RNA. Genom ini dapat ditranslasikan langsung
menghasilkan satu rantai polipeptida berupa tiga protein struktural
( capsid, pre-membrane, envelope )dan tujuh protein non struktural (NS1,
NS2A, NS2B, NS3, NS4A, NS4B, dan NS5). Berdasarkan sifat antigen
dikenal ada empat serotipe virus dengue, yaitu: DEN-1, DEN2, DEN-3,
DEN-4. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap
serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap
serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan
perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut.
Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan
pada seorang pasien, respons antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam
waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit
dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Disamping itu,
replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi
dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan
mengakibatkan terbentuknya virus kompleks antigen-antibodi (virus
antibody complex) yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem
komplemen.
1. Fase
Demam,
ditandai
dengan
dengan
demam
tinggi 2-7
hari
(>38,3 C), kadang dapat disertai kejang demam. Timbul facial flush,
muntah, nyeri kepala, nyeri otot, nyeri sendi, nyeri tenggorok dengan
faring hiperemis, nyeri hipokondrium kanan dan nyeri perut. Pada
pemeriksaan fisik sering didapatkan manifestasi perdarahan: uji
torniquet positif, petekiae, epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan
24
2. Fase Kritis
Fase kritis terjadi pada saat perembesan plasma yang berawal pada
masa transisi dari saat demam ke bebas demam pada hari ke 3-7
(disebut fase time of fever defervescence) ditandai dengan :
Muntah terus menerus, nyeri perut hebat, hepatomegali
Peningkatan hematokrit 10%-20% di atas nilai dasar
Tanda perembesan plasma seperti efusi pleura dan asites, edema
pada dinding kandung empedu. Foto dada (dengan posisi right
lateral decubitus = RLD) dan ultrasonografi dapat mendeteksi
perembesan plasma tersebut.
Terjadi penurunan kadar albumin >0.5g/dL dari nilai dasar / <3.5 g
% yang merupakan bukti tidak langsung dari tanda perembesan
plasma .
Tanda-tanda syok: anak gelisah sampai terjadi penurunan
kesadaran, sianosis, nafas cepat, nadi teraba lembut sampai tidak
teraba. Hipotensi, tekanan nadi 20 mmHg, dengan peningkatan
tekanan diastolik. Akral dingin, capillary refill time memanjang
(>3 detik). Diuresis menurun (< 1ml/kg berat badan/jam), sampai
anuria. Komplikasi berupa asidosis metabolik, hipoksia,
ketidakseimbangan elektrolit, kegagalan multipel organ, dan
perdarahan hebat apabila syok tidak dapat segera diatasi.
3. Fase Penyembuhan, ditandai dengan diuresis membaik dan nafsu
makan kembali. Dua tanda tersebut adalah indikasi untuk
menghentikan infus, dan dapat dipertimbangkan untuk KRS. Kulit
memerah (Confluent petechial rash) dapat terjadi pada fase ini.
4. Expanded Dengue Syndrome, ditambahkan dalam pedoman terbaru
untuk mengakomodasi kondisi pasien dengan manifestasi klinis yang
berat. Manifestasi tersebut meliputi kelainan hati, ginjal, otak dan
jantung. Kelainan tersebut dapat terjadi karena adanya infeksi penyerta
25
Tabel 2. Interpretasi uji serologi IgM dan IgG pada infeksi dengue
Diagnosis Antibodi anti dengue Keterangan
IgM IgG
Infeksi primer positif negatif
Apabila klinis
Infeksi sekunder positif positif
Infeksi lampau negatif positif mengarah ke infeksi
Bukan dengue negatif negatif
dengue, pada fase
penyembuhan: IgM dan
28
IgG diulang
G. Komplikasi
1. Demam Dengue
Perdarahan dapat terjadi pada pasien dengan ulkus peptik,
trombositopenia hebat, dan trauma.
3.7 Tatalaksana
Terapi infeksi virus dengue dibagi menjadi 4 bagian, (1) Tersangka DBD, (2)
Demam Dengue (DD) (3) DBD derajat I dan II (4) DBD derajat III dan IV
(DSS).
Fase Demam
Pada fase demam, dapat diberikan antipiretik + cairan rumatan / atau
cairan oral apabila anak masih mau minum, pemantauan dilakukan
setiap 12-24 jam
a. Medikamentosa
1) Antipiretik dapat diberikan, dianjurkan pemberian parasetamol
apabila suhu 38C dengan interval 4-6 jam bukan aspirin.
2) Diusahakan tidak memberikan obat-obat yang tidak diperlukan
(misalnya antasid, anti emetik) untuk mengurangi beban
detoksifikasi obat dalam hati.
3) Kortikosteroid diberikan pada DBD ensefalopati apabila
terdapat perdarahan saluran cerna kortikosteroid tidak
diberikan.
4) Antibiotik diberikan untuk DBD ensefalopati.
b. Supportif
Cairan: cairan pe oral + cairan intravena rumatan per hari + 5%
defisit Diberikan untuk 48 jam atau lebih. Kecepatan cairan IV
disesuaikan dengan kecepatan kehilangan plasma, sesuai keadaan
klinis, tanda vital, diuresis, dan hematokrit .
Fase Kritis
Pada kondisi syok tak teratasi setelah pemberian cairan inisial, periksa
analisa gas darah, hematokrit, kalsium dan gula darah untuk menilai
kemungkinan A-B-C-S (A=asidosis, B=bleeding/perdarahan,
C=calcium, S=Sugar/gula darah) yang memperberat syok hipovolemik.
Apabila salah satu atau beberapa kelainan tersebut ditemukan, segera
lakukan koreksi.
32
Perdarahan hebat
Apabila sumber perdarahan dapat diidentifikasi, segera
hentikan.Transfusi darah segera adalah darurat tidak dapat ditunda
33
Fase Recovery
Pada fase penyembuhan diperlukan cairan rumatan atau cairan oral,
serta monitor tiap 12-24 jam.
Tanda tanda penyembuhan :
1. Frekuensi nadi, tekanan darah dan frekuensi nafas stabil
2. Suhu badan normal
3. Tidak dijumpai oerdarahn baik eskternal maupun internal
4. Nafsu makan membaik
5. Tidak dijumpai muntah maupun nyeri perut
6. Volume urine cukup
7. Kadar hematocrit stabik pada kadar basal
8. Raum konvalesens, ditemukan 20% - 30% kasus. ( UKK Infeksi dan
Penyakit Tropis IDAI, 2014)
-- Apabila kadar hematokrit tetap > 40 vol%, maka berikan darah dalam
volume kecil.
-- Plasma segar beku dan suspensi trombosit berguna untuk koreksi gangguan
koagulopati atau koagulasi intravaskular desiminata (KID) pada syok berat
yang menimbulkan perdarahan masif.
DBD ensefalopati
Pada ensefalopati cenderung terjadi edema otak dan alkalosis, maka bila syok
telah teratasi, cairan diganti dengan cairan yang tidak mengandung HCO3-
35
dan jumlah cairan segera dikurangi. Larutan ringer laktat segera ditukar
dengan larutan NaCl (0,9%) : glukosa (5%) = 3:1.
Indikasi rawat
(lihat bagan 1)
Pemantauan
- Pasien tidak dapat asupan yang adekuat untuk cairan per oral atau
muntah
- Hematokrit meningkat 10%-20% meskipun dengan rehidrasi oral
- Ancaman syok atau dalam keadaan syok
3.8 Komplikasi
Demam Dengue
Perdarahan dapat terjadi pada pasien dengan ulkus peptik, trombositopenia hebat,
dan trauma.
Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD dengan atau tanpa syok.
Edema paru dan/ atau gagal jantung seringkali terjadi akibat overloading
pemberian cairan pada masa perembesan plasma
Syok yang berkepanjangan mengakibatkan asidosis metabolik &
perdarahan hebat (DIC, kegagalan organ multipel)
Hipoglikemia / hiperglikemia, hiponatremia, hipokalsemia akibat syok
berkepanjangan dan terapi cairan yang tidak sesuai
- Selama fase akut penyakit, sulit untuk membedakan DBD dari demam
dengue dan penyakit virus lain yang ditemukan di daerah tropis. Maka
untuk membedakan dengan campak, rubela, demam chikungunya,
leptospirosis, malaria, demam tifoid, perlu ditanyakan gejala penyerta
lainnya yang terjadi bersama demam. Pemeriksaan laboratorium
diperlukan sesuai indikasi.
- Penyakit darah seperti trombositopenia purpura idiopatik (ITP),
leukemia, atau anemia aplastik, dapat dibedakan dari pemeriksaan
laboratorium darah tepi lengkap disertai pemeriksaan pungsi sumsum
tulang apabila diperlukan.
- Penyakit infeksi lain seperti sepsis, atau meningitis, perlu difikirkan
apabila anak mengalami demam disertai syok.