Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PRAKTIKUM

FARMASI PRAKTIS
KAJIAN FARMASETIKA DAN DOSIS

disusun oleh
Kelompok 2A

Khoirunnisah 11141020000009
Putri Nuzulia Matany 11141020000010
Nabilah Al-Aluf 11141020000012
Muhammad Firmansyah 11141020000017
Sona Ledyna 11141020000081

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
APRIL 2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Resep yang diberikan dokter ke apoteker merupakan suatu kondisi dimana resep tersebut
perlu dilakukan kajian kajian yang bersifat kritis. Dalam kondisi lapangan, apoteker
banyak menemukan resep yang tidak sesuai dengan kondisi pasien dan kadang bersifat
polyfarmasi. Apoteker di lapangan juga banyak menemukan ketidak lengkapannya
informasi obat dalam resep, seperti informasi dosis dan farmasetik.

1.2 Tujuan
1. Mahasiswa dapat melakukan kajian farmaseutika pada resep dan menindaklanjuti
resep tersebut.
2. Mahasiswa mampu menghitung dosis
BAB II
TEORI DASAR

2.1. Kajian Teoritis


Resep obat adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi, kepada
Apoteker, baik dalam bentuk paper maupun electronic untuk menyediakan dan
menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku (PerMenKes No. 35 tahun
2014). Apotek wajib melayani resep dokter dan dokter gigi karena pelayanan resep
sepenuhnya atas tanggung jawab apoteker pengelola apotek (Lestari, 2010)

Menurut Lia (2007), Apoteker wajib memberi informasi yang berkaitan dengan
penggunaan obat yang diserahkan kepada pasien. Informasi meliputi cara penggunaan
obat, dosis dan frekuensi pemakaian, lamanya obat digunakan indikasi, kontra indikasi,
kemungkinan efek samping dan hal-hal lain yang diperhatikan pasien. Apabila apoteker
menganggap dalam resep terdapat kekeliruan atau penulisan resep yang tidak tepat, harus
diberitahukan kepada dokter penulis resep. Bila karena pertimbangannya dokter tetap
pada pendiriannya, dokter wajib membubuhkan tanda tangan atas resep. Salinan resep
harus ditanda tangani oleh apoteker

Pelayanan resep didahului dengan proses skrining resep yang dapat ditinjau dari 3
aspek kelengkapan resep yang mencakup persyaratan administrasi (nama pasien, nama
dokter, alamat, paraf dokter, umur, berat badan, jenis kelamin), persyaratan farmasetik
(bentuk sediaan, kekuatan sediaan, stabilitas dan kompatibilitas) dan persyaratan klinis
(ketepatan indikasi dan dosis obat, aturan, cara dan lama penggunaan obat, duplikasi
dan/atau polifarmasi, reaksi obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping obat,
manifestasi klinis lain), kontraindikasi dan interaksi obat). (Peraturan Menteri Kesehatan
No. 35 tahun 2014).

Resep yang lengkap harus ada nama, alamat dan nomor ijin praktek dokter,
tempat dan tanggal resep, tanda R pada bagian kiri untuk tiap penulisan resep, nama obat
dan jumlahnya, kadang-kadang cara pembuatan atau keterangan lain yang dibutuhkan,
aturan pakai, nama pasien, serta tanda tangan atau paraf dokter (Syamsuni, 2006)
Menurut Lestari (2002) tinjauan kelengkapan obat meliputi :

a. Pemeriksaan dosis
b. Frekuensi pemberian
c. Adanya polifarmasi
d. Interaksi obat yaitu reaksi yang terjadi antara obat dengan senyawa kimia (obat
lain, makanan) di dalam tubuh maupun pada permukaan tubuh yang dapat
mempengaruhi kerja obat sehingga dapat terjadi peningkatan/pengurangan
kerja obat atau bahkan obat sama sekali tidak menimbulkan efek
e. Karakteristik penderita atau kondisi penyakit yang menyebabkan pasien
menjadi kontra indikasi dengan obat yang diberikan.

Peracikan merupakan kegiatan menyiapkan, mencampur, mengemas dan memberi


etiket pada wadah. Pada waktu menyiapkan obat harus melakukan perhitungan dosis,
jumlah obat dan penulisan etiket yang benar. Sebelum obat diserahkan kepada penderita
perlu dilakukan pemeriksaan akhir dari resep meliputi tanggal, kebenaran jumlah obat
dan cara pemakaian. Penyerahan obat disertai pemberian informasi dan konseling untuk
penderita beberapa penyakit tertentu (Lestari, 2002).

Pedoman cara penulisan resep dokter harus menepati ciri-ciri :

1. Ukuran blanko resep (ukuran lebar 10-12 cm, panjang 15-18 cm)
2. Penulisan nama obat (Bagian Inscriptio):
a. Dimulai dengan huruf besar
b. Ditulis secara lengkap atau dengan singkatan resmi (dalam farmakope
Indonesia atau nomenklatur internasional) misal: ac. Salic; acetosal
c. Tidak ditulis dengan nama kimia (misal: kalium chloride dengan KCl)
atau singkatan lain dengan huruf capital (missal clorpromazin dengan
CPZ)
3. Penulisan jumlah obat
a. Satuan berat: mg (milligram), g, G (gram)
b. Sataun volume: ml (mililiter), l (liter)
c. Satuan unit: IU/IU (Internasional Unit)
d. Penulisan jumlah obat dengan satuan biji menggunakan angka Romawi.

Misal: - Tab Novalgin no. XII


- Tab Stesolid 5 mg no. X (decem)
- m.fl.a.pulv. dt.d.no. X
e. Penulisan alat penakar, dalam singkatan bahasa latin dikenal:
- C. = sendok makan (volume 15 ml)
- Cth. = sendok teh (volume 5 ml)
- Gtt. = guttae (1 tetes = 0,05 ml)
Catatan: Hindari penggunaan sendok teh dan senok makan rumah tangga
karena volumenya tidak selalu 15 ml untuk sendok makan dan 5 ml untuk
sendok teh. Gunakan sendok plastik (5 ml) atau alat lain (volume 5, 10, 15
ml) yang disertakan dalam sediaaan cair paten.
f. Arti presentase (%)
- 0,5% (b/b) 0,5 gram dalam 100 gram sediaan
- 0,5% (b/v) 0,5 gram dalam 100 ml sediaan
- 0,5% (v/v) 0,5 ml dalam 100 ml sediaan
g. Hindari penulisan dengan angka desimal (misal: 0,...; 0,0....; 0,00..)
4. Penulisan kekuatan obat dalam sediaan obat jadi (generik/paten) yang beredar
di pasaran dengan beberapa kekuatan, maka kekuatan yang diminta harus
ditulis, misalkan Tab. Primperan 5 mg atau Tab. Primperan 10 mg.
Penulisan volume obat minum dan berat sediaan topikal dalam tube dari
sediaan jadi/paten yang tersedia beberapa kemasan, maka harus ditulis, misal:
- Allerin exp. Yang volume 60 ml atau 120 ml
- Garamycin cream yang 5 mg/tube atau 15mg/tube
5. Penulisan bentuk sediaan obat (merupakan bagian subscriptio) dituliskan tidak
hanya untuk formula magistralis, tetapi juga untuk formula officialis dan
spesialistis.
Misal: m.f.l.a.pulv. No. X
Tab Antangin mg 250 X
Tab Novalgin mg 250 X
6. Penulisan jadwal dosis/aturan pemakaian (bagian signatura)
a. Harus ditulis dengan benar. Misal: s.t.d.d. pulv. I.p.c atau s.p.r.n.t.d.d.tab.I
b. Untuk pemakaian yang rumit seperti pemakaian tapering up/down
gunakan tanda s.u.c (usus cognitus = pemakaian sudah tahu). Penjelasan
kepada pasien ditulis pada kertas dengan bahasa yang dipahami.
7. Setiap selesai menuliskan resep diberi tanda penutup berupa garis penutup
(untuk 1 R/) atau tanda pemisah di antara R/ (untuk > 2R/) dan paraf/tanda
tangan pada setiap R/.
8. Resep ditulis sekali jadi, tidak boleh ragu-ragu, hindari coretan, hapusan dan
tindasan.
9. Penulisan tanda Iter (Itteretur/ harap diulang) dan N.I. (Ne Iterretur/tidak boleh
diulang).

- Resep yang memerlukan pengulanagan dapat diberi tanda: Iter (n)X di


sebelah kanan atas dari resep untuk seluruh resep yang diulang. Bila tidak
semua resep, maka ditulis di bawah setiap resep yang diulang.
- Resep yang tidak boleh diulang, dapat diberi tanda: N.I di sebelah kanan atas
dari resep untuk seluruh resep yang tidak boleh diulang. Bila tidak semua
resep, maka ditulis di bawah setiap resep yang diulang.

10. Penulisan tanda Cito atau PIM. Apabila diperlukan agar resep segera dilayani
karena obat sangat diperlukan bagi penderita, maka resep dapat diberi tanda
Cito atau PIM dan harus ditulis di sebelah kanan atas resep

Penulisan resep yang tepat dan rasional merupakan penerapan berbagai ilmu,
karena begitu banyak variabel-variabel yang harus diperhatikan, maupun
variabel unsur obat dan kemungkinan kombinasi obat, ataupun variabel
penderitanya secara individual. Resep yang jelas adalah tulisannya terbaca.
Misalnya nama obatnya ditulis secara betul dan sempurna/lengkap. Nama obat
harus ditulis dengan betul, hal ini perlu mendapat perhatian karena banyak
obat yang tulisannya atau bunyinya hampir sama, sedangkan khasiatnya
berbeda.

Resep yang tepat, aman dan rasional adalah resep yang memenuhi lima tepat,
ialah sebagai berikut:

1. Tepat obat; obat dipilih dengan mempertimbangkan manfaat dan resiko,


rasio antara manfaat dan harga, dan rasio terapi.
2. Tepat dosis; dosis ditentukan oleh factor obat (sifat kimia, fisika dan
toksisitas), cara pemberian obat (oral, parenteral, rektal, lokal), faktor
penderita (umur, berat badan, jenis kelamin, ras, toleransi, obesitas,
sensitivitas individu dan patofisiologi).
3. Tepat bentuk sediaan obat; menentukan bentuk sediaan berdasarkan efek
terapi maksimal, efek samping minimal, aman dan cocok, mudah, praktis
dan harga murah.
4. Tepat cara dan waktu penggunaan obat; obat dipilih berdasarkan daya
kerja obat, bioavailabilitas, serta pola hidup penderita (pola makan, tidur,
defekasi dan lain-lainnya).
5. Tepat penderita; obat disesuaikan dengan keadaan penderita yaitu bayi,
anakanak, dewasa dan orang tua, ibu menyusui, obesitas, dan malnutrisi.

Beberapa kebiasaan peresepan yang tidak rasional akan mempengaruhi


mutu pengobatan dan pelayanan secara langsung atau tidak langsung.
Secara luas mempunyai pengaruh terhadap upaya penurunan mortalitas
dan morbiditas penyakit-penyakit tertentu, misalnya kebiasaan selalu
memberikan antibiotik dan antidiare terhadap kasus-kasus diare akut,
dengan melupakan pemberian oralit akan meningkatkan mortalitas dan
morbiditas dari setiap kasus diare dengan penanganan tersebut.

Evaluasi penulisan resep bertujuan untuk mencegah kesalahan


penulisan resep dan ketidaksesuaian pemilihan obat bagi individu tertentu.
Kesalahan penulisan dan ketidaksesuaian pemilihan obat untuk penderita
tertentu dapat menimbulkan ketidaktepatan dosis, interaksi obat yang
merugikan, kombinasi antagonis dan duplikasi penggunaan. Penyampaian
obat untuk penderita biasanya dengan cara penulisan resep. Resep atau
order tersebut sebelum disiapkan harus dikaji terlebih dahulu oleh
apoteker. Pengkajian resep obat oleh apoteker sebelum disiapkan
merupakan salah satu kunci keterlibatan apoteker dalam proses
penggunaan obat (Lia, 2007).

Pengkajian ketepatan atau evaluasi penulisan obat dalam resep,


dilakukan dengan mengacu pada kriteria atau standar penggunaan obat
yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Kriteria tersebut pada umumnya
dibuat oleh panitia farmasi dan terapi didasarkan pada pustaka mutakhir
dan refleksi pengalaman klinik dari staf medik di rumah sakit. Kriteria ini
digunakan oleh apoteker untuk mengevaluasi resep atau order dokter.

Resep yang tepat, aman, dan rasional adalah resep yang memenuhi 6
(enam) tepat, ialah setelah diagnosanya tepat maka kemudian :

1. Memilih obatnya tepat sesuai dengan penyakitnya


2. Dosis yang tepat
3. Bentuk sediaan yang tepat
4. Waktu yang tepat
5. Cara yang tepat
6. Penderita yang tepat (Lestari, 2002)

Banyak permasalahan yang timbul dalam penulisan resep, karena hal


ini menyangkut dengan pelayanan kesehatan yang bersifat holistik.
Kesalahan yang dapat timbul berupa :
1. Kesalahan dalam penulisan resep, dimana dokter gagal untuk
mengkomunikasikan info yang penting, seperti :

- Meresepkan obat, dosis atau rute bukan yang sebenarnya


dimaksudkan.

- Menulis resep dengan tidak jelas atau tidak terbaca

- Menulis nama obat dengan menggunakan singkatan atau nomenklatur


yang tidak terstandarisasi

- Menulis instruksi obat yang ambigu

- Meresepkan satu tablet yang tersedia lebih dari satu kekuatan obat
tersebut

- Tidak menuliskan rute pemberian untuk obat yang dapat diberikan


lebih dari satu rute.

- Meresepkan obat untuk diberikan melalui infus intavena intermitten


tanpa menspesifikasi durasi penginfusan.

- Tidak mencantumkan tanda tangan penulis resep.

2. Kesalahan dalam transkripsi

- Saat datang ke rumah sakit, secara tidak sengaja tidak meresepkan


obat yang digunakan pasien sebelum ke rumah sakit.

- Meneruskan kesalahan penulisan resep dari dokter yang sebelumnya


ketika menuliskan resep obat untuk pasien saat datang ke rumah sakit.

- Menyalin instruksi obat dengan tidak benar ketika menulis ulang di


daftar obat pasien.

-Untuk resep yang dibawa pulang tanpa sengaja berbeda dengan daftar
obat yang diresepkan untuk pasien rawat inap (Cahyono, 2008)

Dalam Charles dan Endang, (2006) menyebutkan bahwa medication


error adalah kejadian merugikan pasien akibat penanganan tenaga
kesehatan yang sebetulnya dapat dicegah. Hasil dari medication error ini
biasanya menyebabkan terjadinya pemakaian obat yang tidak tepat.

Kejadian medication error dapat terjadi dalam 4 bentuk yaitu:

1. Prescribing error : Kesalahan yang terjadi selama proses peresepan obat


atau penulisan resep. Dalam penulisan resep yang biasanya terjadi adalah
kesalahan penulisan dosis, lupa menulis kadar obat, tulisan tangan pada
resep yang tidak terbaca, tidak adanya aturan pakai, tidak jelas nama obat
2. Transcribing error : Kesalahan yang terjadi pada saat membaca resep
3. Dispensing error : Kesalahan yang terjadi selama proses peracikan obat
meliputi content errors dan labelling errors. Jenis dispensing error ini
dapat berupa pemberian obat yang tidak tepat dan obat tidak sesuai
dengan resep.
4. Administration error : Kesalahan yang terjadi selama proses pemberian
obat kepada pasien, meliputi kesalahan teknik pemberian, rute, waktu,
salah pasien.
BAB III
METODOLOGI KERJA

3.1 Prosedur Kerja

Mendapatkan resep Membaca resep


yang diberikan oleh yang telah
dosen pembimbing diberikan
praktikum

Melakukan kajian
Melakukan farmasetik dan mencatat
pehitungan dosis masalahyang terdapat
pada resep

Membuat
laporan
BAB IV
HASIL

1 Resep 1

R/ Sanprima forte tab No.X


S 2 dd tab I
R/ Gitas plus kaps No. X
S 3 dd kaps I
R/ Ranitidin tab 300 mg No. VI
S 2 dd tab I ac
R/ New Diatab tab No. X
S 3 dd tab I

Pro` = Rani
Umur = 20 tahun (50kg)
Alamat = Pondok cabe

4.1.2 profil farmakologi obat

1 Sanprima forte

komposisi Cotrimoxazole antibiotik kombinasi trimethoprim dan sulfamethoxazole.


indikasi Infeksi saluran pernapasan : Sebagai obat alternatif untuk mengobati bronchi
akut yang disebabkan oleh pneumoniae atau H. Influenzae. Antibiotik yang m
mengobati otitis media akut yang disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae
influenzae

Infeksi saluran pencernaan : Jika tidak ada obat golongan quinolon, Sanprima
digunakan sebagai pencegahan traveller diare yang disebabkan oleh bakteri E
untuk mengobati disentri

Infeksi saluran kemih : sebagai pengobatan infeksi saluran kemih yang diseba
Enterobacter, P. vulgaris, Proteus mirabilis, Morganella morganii, atau Klebs

Brucellosis dan kolera : sebagai antibiotik alternatif jika obat utama (antibioti
dapat digunakan, misalnya pada anak-anak.

Infeksi Kulit : Sebagai pengobatan infeksi kulit yang diakibatkan oleh bakter
Pertusis : sebagai antibiotik alternatif jika pasienalergi terhadap antibiotik ery

Demam tifus atau penyakit tipes dan infeksi Salmonella lain : sebagai antibio
pasien alergi atau kontraindikasi menggunakan antibiotik golongan quinolon
atau ceftriaxone dan cefotaxime.

Dosis Trimethoprim 80 mg + sulfamethoxazole 400 mg untuk setiap satu tablet


Trimethoprim 80 mg + sulfamethoxazole 400 mg untuk setiap satu kaplet
Trimethoprim 40 mg + sulfamethoxazole 200 mg untuk setiap 5 ml syrup
Efek samping Efek samping yang umum terjadi berupa mual-mual sampai muntah, adanya
kulit, sakit otot dan sendi. Reaksi alergi berat bisa terjadi bagi orang orang
menimbulkan sindrom stevens-johnson, nekrolisis epidermal toksik, kerusaka
pembentukan darah putih, dan anemia aplastik

keamanan Harus digunakan secara hati-hati pada orang yang mempunyai penyakit asma

Harus digunakan sampai dosis yang disarankan habis, jangan menghentikan s


agar terhindar ari resistensi

Harus dikonsusmsi bersamaan dengan cairan yang cukup untuk mencegah pe


saluran kemih
Cara pemberian Sebaiknya diberikan bersama makanan
interaksi + Golongan ACEI = hyperkalemia
+ Anti aritmia = resiko aretmia ventrikel
+ Glibenkamida = meningkatkan hipoglikemia

2 Gitas plus

Bentuk sediaan Kaplet salut gula


kandungan Zat aktif Hyoscine-N-butylbromide 10 mg, paracetamol 500 mg
indikasi Nyeri paroksismal pada lambung atau usus halus, nyeri spastik pada salura
kemih dan organ genital wanita.

dosis Dewasa : 1-2 kaplet 3 kali/hari. Maksimal : 6 kaplet/hari.


Pemberian obat Diberikan sebelum atau sesudah makan
kontraindikasi Takikardia, glaukoma, hipertrofi prostat dengan retensi urin, stenosis meka
megakolon, porfiria, gangguan fungsi hati.
perhatian Hamil, laktasi, usia lanjut, kolitis ulseratif, ileus paralitik, stenosis pilorus
Efek samping Mulut dan kulit kering, konstipasi, palpitasi, rasa panas dan kemerahan pad
paradoksikal, gangguan mata.
kemasan Kaplet salut gula 5 x 10
Interaksi Metoclopramide meningkatkan analgetic paracetamol
Carbamazepine meningkatkan potensi krusakan hati
Kolestiramin menurunkan efek farmakologis parasetamol
Antikoagulan meningkatkan potensi terjadinya perdarahn

3 Rantin

komposisi Kaplet salut gula 5 x 10


dosis - Tukak usus 12 jari aktif: 150 mg, 2 kali sehari (pagi dan malam) atau 300
sesudah makan malam atau sebelum tidur, selama 4-8 minggu
- Tukak lambung aktif: 150 mg, 2 kali sehari (pagi dan malam) selama 2 m
- Terapi pemeliharaan pada penyembuhan tukak 12 jari dan tukak lambung
sebelum tidur.
kontraindikasi Hipersensitif terhadap ranitidine
Bentuk sediaan Tablet (salut selaput), injeksi
Cara pemakaian Oral, parenteral (iv/im)
Efek samping Gangguan GI, konstipasi, pusing, letih, timbul ruam
Inko,patibel Penurunan terhadap bersih warfarin, prokcinamid dan N-asetil prokcinami

4 Lodia tab

Bentuk sediaan tablet


komposisi Loperamide HCl
indikasi Pengobatan diare akut non spesifik dan kronik
dosis Untuk diare non spesifik : awal 2 tablet/hari. Dosis biasa : 2-4 tablet 1-2 kali/
tablet/hari. Untuk diare kronik : 2-4 tablet/hari dalam dosis terbagi. Maksima
Hentikan bila tidak ada perbaikan setelah 48 jam.
Pemberian Obat Diberikan sebelum atau sesudah makan.
Kontra indikasi Konstipasi bayi
perhatian Hentikan bila tidak ada perbaikan setelah 48 jam. Kolitis akut, infeksi bakter
2 tahun. Disfungsi hati.
Efek ssamping Mulut kering, nyeri perut, lelah, ruam kulit, megakolon toksik, pusing.
kemsan Tablet 2 mg x 6 x 10
3 Analisa resep

Nama obat Kekuatan sediaan Dosis Masalah


Sanprima Trim/sulfa 160/800 2x1 kaplet, mas 3x1 Pada resep tidak ada
forte Trim/sulfa 80/400 ( 2x2 tablet 1 hari, kekuatan sediaan
Trim/sulfa 40/200 Max 3x1 tablet 1 hari Harusnya diminum 2x2
tablet sehari
Giras plus 10 mg (hiasin) dan 500 1-2 kaplet 3x sehari, max 6 Karena memang hanya
mg (paracetamol) kaplet ada 1 sediaan giras plus
dg kekuatan sediaan
yang seperti tertera
pada table
Pada resep harus
ditambahkan ket. Prn
( bila perlu diminum)
Ranitidine 150 mg dan 300 mg 150 mg 2x1 tablet, max Dosis ranitidine terlalu
600 mg sehari tinggi dengan
menggunakan kekuatan
sediaan 300mg, maka
diganti dengan kekuatan
sediaan 150 mg
New diatab 600 mg Anak = max 1 hari 2 tablet Tidak boleh diminum
Dewasa =2 tablet setelah bersamaan dengan
buat air besar max 1 hari 2 ranitidine ( meskipun
x 6 (tablet) sama-sama diminum
sebelum makan ,
ranitidine dahulu
diminum.
Dosis yang diberikan
terlalu sering maka
diganti 2 x 2 tablet
sehari
Lodia 2 mg loperamid Max 8 tablet sehari Lodia mempunyai indikasi
Lazim 1-2 tablet sehari yang sama dengan New
Dosis awal 2 tablet Diatab yaitu mengobati
diare dengan memperlambat
mortilitas usus

2 Resep 2

R/ Pepzol 10 mg
m.f pulv dtd No. X
S 2 dd pulv 1 ac
R/ Vometron syr fls No. I
S 3 dd cth I
R/ Mucos 12 mg
Ventolin 0,1 mg
Triamcort tab
Rhinofed 1/6 tab
Intrizin 1 mg
m.f pulv dtd No.XX dain syr fls I
S 3 dd cth I

Pro = desi
Umur = 8 tahun (20 kg)
Alamat = cirendeu

4.2.2 profil farmakologi obat

1. pepzol

komposisi pantoprazol
indikasi Menghilangkan gejala dan terapi jangka pendek gangguan
gaster dan pengurangan asam lambung; ulkus duodenal;
ulkus gaster; refluks esofagitis sedang dan berat
dosis Tablet : 40 mg/hari selama 4-8 minggu IV injeksi : 40
mg/hari selama <= 8 minggu
Pemberian obat Diberikan sebelum atau saat makan pagi. Telan utuh,
jangan dikunyah/dihancurkan
Kontra indikasi Kehamilan, kerusakan fungsi hati
perhatian Penyakit hati berat; terapi jangka panjang. Anak. Hamil dan
laktasi. Pemberian secara IV direkomendasikan jika
pemberian secara oral tidak dimungkinkan. Singkirkan
keganasan dari tukak lambung atau esofagus sebelum
terapi
Efek samping Sakit kepala, diare. Jarang, mual, nyeri perut bagian atas,
kembung, ruam kulit, pruritus, pusing.
Interaksi Obat Dapat mempengaruhi penyerapan obat yang tergantung
pdari pH (ketokonazol)
Kemasan Tablet 20 mg x 7

2. vomentron syr

komposisi Ondansentron
indikasi Mual dan muntah yang diinduksi obat kemoterapi sitotoksik,
radioterapi, atau pasca operasi.
Pemberian Obat Diberikan sebelum atau sesudah makan
perhatian Hamil dan lakstasi
Efek samping Sakit kepala, sensasi hangat dan kemerahan pada wajah,
konstipasi, ruam kulit,peningkatan sementara kadar
transaminase dalam serum
kemasan Sirup 50 Ml x 1

3. komposis pulvers

A. mucos

kemasan
Mucos tablet : dos 10 x 10 tablet 30 mg

Mucos syrup : botol 60 ml syrup

Mucos drops untuk anak dan bayi : botol 20 ml drops

kandungan
Ambroxol HCl setara ambroxol 30 mg / tablet

Ambroxol HCl setara ambroxol 15 mg / 5 ml syrup

Ambroxol HCl setara ambroxol 15 mg / ml drops

indikasi
Sebagai obat penyakit-penyakit pada saluran pernafasan
dimana terjadi banyak lendir atau dahak, seperti : emfisema,
radang paru kronis, bronkiektasis, eksaserbasi bronkitis
kronis dan akut, bronkitis asmatik, asma bronkial yang
disertai kesukaran pengeluaran dahak, serta penyakit radang
rinofaringeal.

Kontra indikasi
jangan menggunakan obat ini untuk pasien yang memiliki
riwayat alergi terhadap ambroxol .

pasien yang menderita ulkus pada lambung penggunaan obat


ini harus dilakukan secara hati-hati.

Efek samping
efek samping yang relatif ringan yaitu gangguan pada saluran
pencernaan misalnya mual, muntah, dan nyeri pada ulu hati.

Efek samping yang lebih serius tetapi kejadiannya jarang


misalnya reaksi alergi seperti kulit kemerahan, bengkak pada
wajah, sesak nafas dan kadang-kadang demam.

Interaksi obat
Jika diberikan bersamaan dengan antibiotik seperti
amoxicillin, cefuroxim, erythromycin, dan doxycycline,
konsentrasi antiobiotik-antibiotik tersebut di dalam jaringan
paru meningkat.

Obat ini juga sering dikombinasikan dengan obat-obat standar


untuk pengobatan bronkitis seperti glikosida jantung,
kortikosteroid dan bronkospasmolitik.

dosis
Dewasa dan anak > 12 tahun : 2-3 x sehari 1 tablet atau 2
sendok takar sirup.

Anak 5-12 tahun : 2-3 x sehari tablet atau 1 sendok takar


sirup.

Anak usia 2-5 tahun : 3 x sehari sendok takar atau 1 ml


drops.

Anak atau bayi usia 1-2 tahun : 2 x sehari 1 ml drops.

Bayi < 1 tahun : 2 x sehari ml drops.


Dosis lazim anak : 1.2-1.5 mg / kg BB / hari dalam dosis bagi.

Penggunaan jangka panjang, dosis dapat dikurangi.

Diminum sesudah makan

B. Ventolin

kemasan
box 3 x 10 tablet 2 mg

botol 100 ml sirup

ventolin nebulizer : dos 20 ampul 2.5 mg

kandungan
Salbutamol sulfat 2 mg / tablet

Salbutamol sulfat 2 mg / 5 ml sirup

Salbutamol 2.5 mg/ 2.5 ml NaCl

indikasi
Ventolin (salbutamol) umumnya digunakan untuk
mengobati bronkospasme (misalnya penyakit asma karena
alergi tertentu, asma bronkial, bronkitis asmatis, emfisema
pulmonum), dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).

Kontra indikasi
Jangan menggunakan obat ini untuk pasien yang memiliki
riwayat hipersensitif pada salbutamol atau obat agonis
adrenoreseptor beta-2 lainnya.

Efek samping
Efek samping yang umum adalah palpitasi, nyeri dada,
denyut jantung cepat, tremor terutama pada tangan, kram
otot, sakit kepala dan gugup.

Interaksi obat Pemberian bersamaan dengan bronkodilatator simpatomimetik


kerja pendek lain tidak boleh dilakukan karena bisa memberikan efek
yang sangat buruk pada sistem kardiovaskular.
Obat-obat beta-2 antagonis menghambat kerja ventolin
(salbutamol).
Obat-obat golongan beta-blocker non-selektif seperti
propranolol, tidak bisa diberikan bersamaan dengan ventolin
(salbutamol), karena obat beta bloker sering menyebabkan
bronkospasme parah pada pasien asma.

dosis Dewasa dan anak > 12 tahun : dosis awal 3-4 x sehari 2-4 mg.
dosis dapat dinaikkan secara bertahap sampai maksimum 4 x sehari 8
mg. dosis maksimal harian : 32 mg /hari (dalam dosis bagi).
Anak 6-12 tahun : 3 x sehari 2 mg. dosis dapat dinaikkan secara
bertahap sampai dosis maksimal harian : 24 mg /hari (dalam dosis
bagi).
Anak 2-6 tahun : 3 x sehari 1 mg.

C. Triamcort

Indikasi perawatan alergi kulit, alergi hidung, alergi saluran pernapasan dan
kondisi lainnya.
Komposisi Triamcinolone
Indikasi Artritis reumatoid, kelainan endokrin, kelainan darah dan kolagen,
penyakit kulit, alergik, neoplastis, keadaan edematosa, eksaserbasi
(kambuhnya penyakit atau gejala penyakit secara mendadak) akut,
meningitis tuberkulosis dengan blok subarakhnoid.
Kemasan Tablet 4 mg x 10 x 10's
Dosis Dewasa dan anak berusia lebih dari 12 tahun : 4-48 mg sehari
sebagai dosis tunggal atau dosis terbagi.
Insufisiensi adrenokortikoid : 4-12 mg sehari sebagai dosis
tunggal atau dosis terbagi.
Lupus eritematosus sistemik, karditis reumatika, gangguan
darah akut atau kronis : diawali dengan 60 mg sehari.

D. Rhinofed

Indikasi - Rinitis alergika


- Rinitis vasomotor
Komposisi Tiap tablet mengandung:
Pseudoephedrine HCL 30 mg
Terfenadine 40 mg
Farmakologi Terfenadine adalah suatu antihistamin baru yang bekerja secara
spesifik dan selektif pada reseptor histamin H1, tanpa menimbulkan
aktivitas depresi pada susunan saraf pusat. Pseudoephedrine (d-
isoefedrin) adalah suatu stereo isomer efedrin. Bekerja sebagai
"sympathomimetic agent" secara langsung merangsang reseptor
adrenergik. Dalam klinis terfenadine menghilangkan gejala rinitis
alergika seperti: bersin, rinore, rasa gatal di sekitar hidung dan mata,
sedangkan gejala hidung tersumbat diatasi oleh pseudoephedrine.
Dosis Dewasa dan anak di atas 12 tahun: 3 x sehari, 1 tablet.
Keamanan dan keefektifan pemberian untuk anak di bawah 12 tahun
belum ditetapkan.
Interaksi obat - Pemberian obat simpatomimetik pada penderita yang menerima
obat penghambat monoamin oksidase dapat menimbulkan krisi
hipertensi.
- Antasida meningkatkan kecepatan absorpsi pseudoephedrinetetapi
sebaliknya kaolin menurunkannya.
- Ketokonazol dan derivat azol yang lain serta antibiotik makrolid
akan menghambat metabolisme terfenadine sehingga tidak boleh
diberikan bersamaan (kontraindikasi).
Kemasan Kotak, 5 blister @ 10 tablet.
Harus dengan resep dokter

E. Intrizin

Kandungan Cetirizine HCl 10 mg


Indikasi Terapi rinitis perinial, rinitis alergi dan urtikaria idopatik kronik.
Kontra indikasi Hamil trimester 1 dan laktasi.
Tidak untuk bayi dan anak usia kurang 2 tahun.
Penyakit ginjal berat dan hipersensitif.
Efek samping Sakit kepala, pusing, mengantuk, agitasi, mulut kering, gangguan
gastro intestinal, reaksi kulit, angioedema.
Dosis Dewasa dan anak usia 12 tahun atau lebih :satu kali sehari 1
kapsul.

Kemasan Tablet Salut Selaput 10 mg x 3 x 10's


4.2.3 Analisa resep

No Nama obat Keterangan


1 Pepzol 10 mg Pepzol terdapat kekuatan sediaan 20 mg dan 40 mg.
maka jika dibuat puyer 10 mg unutk 10 puyer maka
gerus 20 mg sebanyak 5 tablet.
Termasuk tablet salut maka diganti dengan antasida
karna untuk komsumsi anak-anak
2 Vometron Tidak terdapat kekuatan sediaan pda resep
3 Mucos Intrizin merupakan tablet salut maka tidak boleh
Ventolin digerus harusnya
Triamcort Untuk membuat 20 puyer dengan dosis tiap sediaan
Rhinofed sudah ditentukan maka dikalikan jumlah puyer, dan
Intrizin setelah dijadikan puyer maka dijadikan menjadi
suspensi naamun tidak semua obatakan terlarut
maka di jika diminumkan pada anak-anak dapat
dilakukan dengan menambahkan air gula

5 Resep 3

R/ Cefat syr 125 mg/5 ml 60 ml fls No. I


S bdd cth 1

Pro = yulia
Umur = 6 tahun (20kg)

Analisa resep

Diketahui dosis anak dari cefat (Cefadroxil monohydrate) anak adalah 25-50
mg mg/kg BB/hari terbagi dalam 2 dosis, maka :

Dosis ylia 20 kg = 25-50 mg mg/kg BB/hari x 20 kg (BB yulia)

= 500-1000 mg mg/kg BB/hari

Dosis pada resep : 1 hari 2 kali minum,


1 kali minum 125mg/5ml, dengan begitu yulia
meminum dalam sehari 250 mg cefat, maka dosis
yang diberikan kurang dari dosis literature

Maka

1 Pemakaian dapat diminum 2x hari 2 cth agar sekali minum dapat 500 mg

2 Atau kekuatan sediaan cefat diganti menjadi 250 mg/5 ml 2 x sehari.


BAB V
PEMBAHASAN

Pada praktikum ini, dilakukan kajian farmasetik dan dosis pada beberapa resep.
Kajian farmasetik meliputi bentuk sediaan, kekuatan sediaan, dosis obat yang diberikan, dan
aturan, cara serta lama penggunaan obat. Pada resep pertama, ditujukan untuk pasien
bernama Rani umur 30 tahun dengan berat badan 50 kg. Kajian farmasetik untuk resep
pertama, yaitu:
Obat sanprima forte: Bentuk sediaan yang diberikan kaplet. Kata forte
ditujukan untuk pemberian dosis obat yang lebih besar dari biasanya sehingga untuk
pasien tersebut kekuatan sediaan per kaplet yang diberikan yaitu sulfametoksazol 800
mg dan trimethoprim 160 mg. Berdasarkan resep, dosis yang diberikan sudah sesuai
yaitu 2x/hari 1 kaplet karena merupakan dosis lazim. Menurut Mims, 2016, dosis
lazim sanprima forte adalah 1 kaplet 2x/hari dan dosis maksimum 1 kaplet 3x/hari.
Aturan pakai untuk obat ini, yaitu diminum setelah makan. Sanprima forte merupakan
obat antibiotic sehingga dalam penggunaannya, obat ini harus dihabiskan.
Trimethoprim merupakan antibiotik yang bersifat bakterisida sedangkan
sulfamethoxazole merupakan antibiotik yang bersifat bakteriostatik. Kombinasi kedua
antibiotik ini akan bekerja menghambat enzim yang memetabolisme asam folat pada
bakteri yang peka, sehingga dalam bentuk kombinasi, antibiotik ini akan bersifat
bakterisida.

Obat gitas plus kaplet: Bentuk sediaan yang diberikan kaplet. Obat gitas plus
yang beredar dipasaran hanya memiliki satu kekuatan sediaan yaitu tiap kaplet
mengandung Hyoscine-N-butylbromide 10 mg dan paracetamol 500 mg. Berdasarkan
resep, dosis yang diberikan sudah sesuai yaitu 1 kaplet 3x/hari. Dosis dewasa 3x/hari
1-2 kaplet, sedangkan dosis maksimum 6 kaplet sehari. Aturan pakai untuk obat ini,
yaitu diminum setelah makan. Obat ini diindikasikan untuk mengobati nyeri.

Obat rantin: Bentuk sediaan yang diberikan tablet. Kekuatan sediaan obat
rantin yang beredar dipasaran meliputi 150 mg/tab; dan 300 mg/kaplet. Dosis lazim
yang digunakan adalah 150 mg 2x/hari atau 300 mg 1x/hari sebelum tidur.
Sedangkan, berdasarkan resep, obat ini diresepkan 300 mg per tab dengan dosis
2x/hari 1 tab. Dapat disimpulkan bahwa obat yang diresepkan oleh dokter melebihi
dosis lazim sehingga perlu dilakukan konfirmasi ke dokter yang bersangkutan.
Seharusnya jika obat rantin tetap ingin diresepkan 2x/hari maka kekuatan sediaan
harus diturunkan menjadi 150 mg, atau jika tetap ingin diresepkan dengan kekuatan
sediaan 300 mg maka aturan pakainya diubah menjadi 1x/hari. Komposisi obat rantin
ini mengandung ranitidine HCl yang merupakan golongan obat antacid. Antasida
adalah obat yang digunakan untuk menetralkan asam lambung. Dipakai untuk
mengobati penyakit pada saluran pencernaan yang diakibatkan oleh asam lambung,
seperti tukak pada esofagus, lambung atau usus dengan gejala seperti nyeri lambung,
mual, dan muntah. Obat antacid dapat mengganggu penyerapan obat lain di dalam
saluran cerna akibatnya efek terapi dari obat yang dipengaruhinya tersebut dapat
bertambah atau berkurang. Sehingga aturan pakai untuk obat ini tidak boleh diminum
bersamaan dengan obat lain dan diminum 1 jam sebelum makan.

Obat new diatab: Bentuk sediaan yang diberikan tablet. Obat new diatab yang
beredar dipasaran hanya memiliki satu kekuatan sediaan yaitu tiap kaplet
mengandung activated attapulgite 600 mg/tab. Berdasarkan resep, dosis yang
diberikan sudah sesuai yaitu 2 tab 3x/hari. Dosis lazim yang digunakan 2 tablet setiap
setelah BAB, dan dosis maksimum 12 tab/hari. Aturan pakai untuk obat ini, yaitu
diminum setelah BAB. Obat new diatab diindikasikan untuk diare, dan obat ini juga
berfungsi untuk mengentalkan feses. Dalam penggunaannya, jika feses pasien
berbentuk cair maka perlu meminum obat. Namun, jika feses pasien sudah normal
maka penggunaan obat ini dapat dihentikan. Obat ini juga dapat mengganggu
penyerapan obat lain sehingga tidak boleh diminum bersamaan dengan obat lain,
dianjurkan diminum 15-30 menit setelah obat lain.

Obat lodia: Bentuk sediaan yang diberikan tablet salut selaput. Kekuatan
sediaan obat lodia yang beredar dipasaran meliputi 2 mg/filcotab; dan 4 mg/filcotab.
Dalam resep, dokter tidak mencantumkan berapa kekuatan sediaan yang seharusnya
diberikan kepada pasien. Oleh karena itu, perlu dilakukan konfirmasi ke dokter yang
bersangkutan. Berdasarkan resep, dosis yang diberikan sudah sesuai yaitu 1 tab
3x/hari. Dosis lazim untuk diare akut nonspesifik dosis awal 2 tab; dosis lazim 1-2 tab
1-2x/hari; dosis diare kronik 2-4 tab/hari; dosis maksimum 8 tab/hari. Aturan pakai
obat ini, yaitu diminum setelah makan, dan dapat diminum bersamaan dengan obat
lain. Obat ini berfungsi untuk menahan feses untuk keluar.

Pada resep kedua, ditujukan untuk pasien bernama Desi, umur 8 tahun dengan berat
badan 20 kg. Kajian farmasetik untuk resep kedua, yaitu:

Obat pepzol: Bentuk sediaan yang diberikan dalam resep adalah bentuk serbuk
(puyer). Sedangkan menurut literature, obat pepzol merupakan sediaan tablet delay
release dan sebaiknya ditelan utuh dan jangan digerus. Kekuatan sediaan obat pepzol
yang beredar dipasaran meliputi tablet 20 mg; dan 40 mg. Dalam resep, dosis obat
yang diberikan kurang dari dosis lazim dimana dosis lazim anak-anak yaitu 40
mg/hari. Aturan pakai untuk obat ini, yaitu saat perut kosong, 1 jam sebelum makan
atau 2 jam setelah makan. Komposisi obat pepzol yaitu mengandung pantoprazole.
Menurut literature, pantoprazole tidak direkomendasikan untuk anak-anak dan hanya
boleh dikonsumsi oleh orang-orang berusia 12 tahun ke atas. Oleh karena itu, perlu
dilakukan konfirmasi ke dokter yang bersangkutan.

Obat vometron syr: Bentuk sediaan yang diberikan dalam bentuk sirup. Obat
vometron syr yang beredar dipasaran hanya memiliki satu kekuatan sediaan yaitu 4
mg/5 ml dalam botol 60 ml. Berdasarkan resep, dosis yang diberikan sudah sesuai
yaitu 3x/hari 1 sendok teh. Menurut literature, vometron sirup mengandung
ondansetron dan dosis lazim ondansetron yaitu 8 mg 32 mg/ hari. Obat ini
diindikasikan untuk mengatasi mual, muntah akibat sakit magh sehingga aturan pakai
untuk obat ini, yaitu diminum sebelum makan.

Obat selanjutnya adalah obat racikan dimana komposisinya mengandung obat


mucos, ventolin, triamcort, rhinofed, dan intrizin. Dalam resep, obat racikan ini dibuat
dalam bentuk serbuk dan dimasukkan kedalam sirup fls. Untuk menjaga stabilitas
obat-obat tersebut, sebaiknya obat racikan ini dipisah dan tidak dicampurkan kedalam
sirup. Sehingga aturan pemakaiannya, satu puyer tersebut dilarutkan dalam satu
sendok teh sirup fls.
Pada resep ketiga, dilakukan perhitungan dosis untuk pasien yulia, umur 6 tahun
dengan berat badan 20 kg. Hal pertama yang dilakukan yaitu mencari literature dosis
lazim anak untuk obat cefat. Perhitungan dosis untuk anak-anak dalam resep ini dapat
dilakukan berdasarkan umur atau berdasarkan berat badan. Pada praktikum ini, kam
menggunakan perhitungan dosis berdasarkan berat badan. Hasil perhitungan
menunjukkan bahwa dosis yang diresepkan yaitu 125 mg/5 ml 2x/hari kurang dari dosis
lazim dimana berdasarkan perhitungan dosis lazim anak-anak untuk sekali minum 250
mg- 500 mg dan dosis sehari 500 mg- 1000 mg. Sedangkan dosis yang diresepkan untuk
sekali minum 125 mg dan dosis sehari hanya 250 mg. Terdapat 2 pilihan yang dapat
dilakukan yaitu (1) mengubah kekuatan sediaan menjadi 250 mg/5 ml dengan aturan
pakai 2x/hari 1 sendok teh; atau (2) mengubah volume sediaan dan sigma aturan pakai
menjadi 3x/hari dengan tidak mengubah kekuatan sediaan yaitu tetap 125 mg/ 5 ml
namun volume sediaan juga harus diubah menjadi 100 ml karena obat cefat sirup
merupakan obat antibiotic yang dalam pemakaiannya harus diminum selama 5-7 hari.
Dalam hal ini, perlu dilakukan konfirmasi ke dokter yang bersangkutan
BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Cara melakukan kajian farmaseutika pada resep yaitu dengan mengkaji bentuk
sediaan obat yang diberikan, kekuatan sediaan tiap obat, dosis obat yang diberikan, dan
aturan, cara serta lama penggunaan obat. Apabila dalam kajian farmasetika terdapat
permasalahan seperti dosis yang diberikan kurang dari dosis lazim, bentuk sediaan obat yang
tidak boleh digerus dan dijadikan puyer atau permasalahan lainnya, apoteker sebaiknya
melakukan konfirmasi dengan dokter yang bersangkutan.
Perhitungan dosis dapat dilakukan berdasarkan umur, berat badan, dan luas
permukaan tubuh anak. Cara perhitungan dosis yaitu dengan mencari dosis lazim obat untuk
anak-anak, lalu dilakukan perhitungan dosis untuk 1x pakai, dan dosis untuk sehari. Hasil
perhitungan yang didapatkan kemudian dibandingkan dengan dosis yang diresepkan oleh
dokter. Jika dosis yang diresepkan kurang atau melebihi dari dosis lazim, maka apoteker
sebaiknya melakukan konfirmasi dengan dokter yang bersangkutan.
DAFTAR PUSTAKA

Cahyono, J.B.S.B, 2008. Membangun Budaya Keselamatan Pasien dalam


Praktik Kedokteran. Yogyakarta: Kanisius

Charles J. P,. dan Endang Kumolosari. 2006. Farmasi Klinik Teori dan
Penerapan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Dwiprahasto Iwan, Erna Kristin. 2008. Intervensi Pelatihan untuk Meminimalkan Risiko
Medication Error di Pusat Pelayanan Kesehatan Primer. Jurnal Berkala Ilmu
Kedokteran.
Lestari, C. S. 2002. Seni Menulis Resep Teori dan Praktek. Jakarta: PT.
Perca

Lestari, A. 2010. Skripsi: Hubungan Karakteristik dengan Pengetahuan Ibu


Hamil tentang Preeklampsia di RSUD Kota Semarang Tahun 2010.
Semarang

Lia, Amalia. 2007. Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC

Peraturan Menteri Kesehatan No. 35 tahun 2014

Syamsuni, H.A. 2006. Ilmu Resep. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai