Anda di halaman 1dari 13

Dear Olyvia (G1A215018)

GRAVE EYES

Morfologi
Pada kasus Graves disease yang tipikal, kelenjar tiroid membesar secara difus akibat
adanya hipertrofi dan hiperplasia difus sel epitel folikel tiroid. Kelenjar biasanya lunak dan
licin, dan kapsulnya utuh.1,2 Secara mikroskopis, sel epitel folikel pada kasus yang tidak
diobati tampak tinggi dan kolumnar serta lebih ramai daripada biasa. Meningkatnya jumlah
sel ini menyebabkan terbentuknya papila kecil, yang menonjol ke dalam lumen folikular.
Papila ini tidak memiliki inti fibrovaskular, berbeda dengan yang ditemukan pada karsinoma
papilar. Koloid di dalam lumen folikel tampak pucat, dengan tepi berlekuk-lekuk. Infiltrat
limfoid, terutama terdiri atas sel T dengan sedikit sel B dan sel plasma matang, terdapat di
seluruh intersisium, pusat germinativum sering ditemukan. Terapi praoperasi mengubah
morfologi tiroid, sebagai contoh pemberian yodium pascaoperasi menyebabkan involusi
epitel dan akumulasi koloid akibat terhambatnya sekresi tiroglobulin. Jika terapi dilanjutkan,
kelenjar mengalami fibrosis.2
Kelainan di jaringan ekstratiroid adalah hiperplasia limfoid generalisata. Pada pasien
dengan oftalmopati, jaringan orbita tampak edematosa akibat adanya glikosaminoglikan
hidrofilik. Selain itu, terjadi infiltrasi oleh limfosit, terutama sel T. Otot orbita mengalami
edema pada awalnya tetapi kemudian mengalami fibrosis pada perjalanan penyakit tahap
lanjut. Dermopati, jika ada, ditandai dengan menebalnya dermis akibat pengendapan
glikosaminoglikan dan infiltrasi limfosit.2,3

Patogenesis
Melewati dekade terakhir, penelitian invitro telah bergeser dari otot atau miosit
ektraokuler ke fibroblast orbital sebagai target primer dalam proses inflamasi terkait dengan
TED. Dan yang terpenting adalah diakui bahwa fibroblas orbital secara fenotip berbeda dari
fibroblas yang berasal dari bagian lain di dalam tubuh. Fibroblas orbital melalui ekpresi
karakteristik reseptor permukaaan, gangliosides, dan gen proinflamatory-berperan aktif
dalam proses inflamasi ini. Tidak seperti fibroblas dari bagian tubuh lain, fibroblast orbital
mengekspresikan reseptor CD 40, umumnya ditemukan pada limfosit B. Ketika terlibat
dengan sel T terikat CD 154, beberapa gen proinflamasi fibroblas yang teratur naik, termasuk
interleukin-6 (IL-6), 1 L-8, and prostaglandin E, (PGE,). 6
Berikutnya, sinthesis ofhyaluronan and glycosaminoglycan (GAG) meningkat.
Kenaikan dari regulasi sintesis GAG diketahui menjadi penting dalam patologi dari TED, itu
terjadi pada tingkat yang 100 kali lipat lebih besar dalam fibroblas orbital yang berasal dari
Dear Olyvia (G1A215018)

pasien dengan TED dibandingkan fibroblast di perut pasien yang sama. Kaskade kenaikan
regulasi ini berdampak pada penambahan dosis pada terapi kortikosteroid.6
Peradangan otot ekstraokuler yang dikarakteristikan oleh seluler pleomorfik infiltrasi.
Terkait dengan peningkatan sekresi glikosaminoglikan dan imbibisi osmotik air
menyebabkan otot-otot membesar terkadang menyebabkan sampai delapan kali ukuran
normal, dan dapat menekan saraf optik. Degenerasi subseguent serat otot akhirnya
menyebabkan fibrosis, yang memberikan sebuah efek penarikan pada otot yang terlibat,
sehingga menghasilkan restriktif miopati dan diplopia. Inflamasi seluler infiltrasi dengan
limfosit, sel plasma, makrofag, dan sel mast jaringan intersisial, lemak dan kelenjar lakrimal
orbital terkait dengan akumulasi glikosaminoglikan dan retensi cairan. Ini
menyebabkanpeningkatan volume isi orbital dan elevasi sekunder tekanan intraorbital, yang
mungkin sendirinya menyebabkan retensi cairan dalam orbital.5
Fibroblas Orbital secara embriologi berasal dari neural crest dan, seperti memiliki
pembentukan plastisitas. Subpopulasi fibroblas orbital muncul kemampuan mengalami
diferesiasi adiposit. Diyakini bahwa respon ini dengan matriks inflamasi bertanggung jawab
atas hipertropi lemak yang dominan pada pasien , khususnya mereka yang lebih muda dari 40
tahun. Peran reseptor TSH dalam proses ini telah diteliti secara ektensif meskipun penelitian
menunjukan ekspresi reseptor TSH pada hampir semua sel di dalam tubuh, respon unik
fibroblas orbital reseptor TSH dimediasi secara sinyal mungkin karena kenaikan regulasi
mRNA reseptor TSH mensintesis dalam populasi sel. Diperkirakan bahwa peningkatan
fibroblas orbital mungkin meningkatkan pembentukan adipogenesis, dengan merangsang dan
perluasan komparteman lemak orbital terliat pada pasien dengan TED.
Penelitian baru-baru ini juga telah mengidentifikasi sirkulasi imunoglobulin (IgG) yang
menyebabkan dan mengaktifkan reseptor insulin-like growth factor diekspresikan dalam
jumlah yang banyak pada permukaan sel termasuk fibroblas. Autoantibodi ini telah
ditemukan dalam mayoritas pasien dengan penyakit serius dan dapat berkontribusi pada
patogenesis orbital dengan merangsang fibroblas orbilat untuk mengeluarkan
glikosaminiglika, sitokin, dan chemoattractans. Keluarnya sinyal ini juga dapat menyebabkan
peradangan pada orbital dan kemacetan manipulasi jalur ini oleh agen biologis yang tersedia
telah muncul sebagai strategi mengobati pasien berat atau refrater TED.5
Sama halnya dengan hipotiroidisme autoimun, kombinasi dari faktor lingkungan dan
genetik, misalnya polimorfisme gen HLA-DR, CTLA-4, dan PTPN22 (regulator sel T)
berkontribusi terhadap Graves disease. Kejadian penyakit ini pada kembar monozigotik
adalah 20-30%, sedangkan pada kembar dizigotik <5%. Bukti tak langsung menunjukkan
bahwa stress merupakan faktor penting yang memengaruhi sistem neuroendokrin dan sistem
imun. Merokok hanya menimbulkan risiko minor terhadap Graves disease dan risiko mayor
untuk pembentukan opthalmopati. Peningkatan asupan yodium secara cepat akan
memperburuk penyakit ini, dan peluang meningkat tiga kali lipat pada periode post-partum.1,3
Dear Olyvia (G1A215018)

Hipertiroidisme pada Graves disease disebabkan oleh thyroid-stimulating


immunoglobulin (TSI) yang disintesis di kelenjar tiroid, seperti di nodus limpa dan sumsum
tulang. Antibodi tersebut dapat dideteksi dengan bioassay atau TSH-binding inhibitor
immunoglobulins (TBII) assay. Keberadaan TBII pada pasien dengan tirotoksikosis
mengaburkan keberadaan TSI, assay tersebut berguna untuk memantau wanita hamil dengan
Graves disease karena kadar TSI yang tinggi dapat melewati plasenta dan menyebabkan
tirotoksikosis neonatal. Antibodi TPO tampak pada 80% kasus dan merupakan penanda siap
Dear Olyvia (G1A215018)

ukur dari autoimunitas. Untuk jangka panjang, hipotiroidisme autoimun spontan terjadi pada
15% kasus.1,4
Sitokin memegang peranan penting dalam opthalmopati terkait tiroid. Terdapat
infiltrasi otot ekstraokuler akibat aktivasi sel T, pelepasan sitokin (IFN-, TNF, dan IL-1)
menghasilkan aktivasi fibroblas dan peningkatan sintesis glikosaminoglikan yang menangkap
air, sehingga menuju pada bengkak otot. Pada kasus yang berkepanjangan, dapat terbentuk
fibrosis ireversibel pada otot. Fibroblas orbital cukup sensitif terhadap sitokin. Patogenesis
dari opthalmopati terkait tiroid sebenarnya masih belum jelas, namun terdapat bukti TSH-R
yang merupakan autoantigen yang diekspresikan pada orbital dan dapat dikaitkan dengan
penyakit tiroid autoimun. Peningkatan lemak adalah penyebab tambahan dari ekspansi
jaringan retrobulbar. Peningkatan tekanan intraorbital dapat menuju pada proptosis, diplopia,
dan neuropati optik.1

Patofisiologi
- Inflamasi otot ekstraokular, yaitu adanya infiltrasi selular yang pleomorfik, berhubungan
dengan peningkatan sekresi glikosaminoglikan dan imbibisi osmotik air. Otot-otot
tersebut membesar hingga dapat mencapai 8 kali normal, lalu menekan nervus optikus.
Degenerasi dari serat otot menyebabkan fibrosis, sehingga terjadi myopati restriktif dan
diplopia.7
- Infiltrasi sel inflamasi, yaitu limfosit, sel plasma, makrofag, dan sel mast dari jaringan
intersisial, lemak orbital, dan kelenjar lakrimal dengan penumpukan glikosaminoglikan
dan retensi cairan. Hal ini menyebabkan volume orbital meningkat dan secara tidak
langsung meningkatkan tekanan intraorbital yang menyebabkan retensi cairan berlebih.7

Manifestasi Klinis
Kelopak Mata
Pada kelopak mata (palpebra), dapat ditemukan beberapa tanda pada mata penderita
Oftalmopati Graves (Tabel 1).

Tanda Ballet Paralisis satu atau lebih otot ekstraokular


Tanda Boston Spasme dari palpebra superior saat bola mata diarahkan ke bawah
Tanda Cowens Perubahan ukuran pupil yang besar pada reflek cahaya langsung
pupil
Tanda Dalrymple Retraksi palpebra superior
Tanda Enroth Edema palpebra inferior
Tanda Gellinek Pigmentasi abnormal pada palpebra superior
Tanda Gifford Palpebra superior sulit dieversikan
Tanda Griffith Kegagalan palpebra inferior mengikuti pergerakan bola mata saat
pandangan diarahkan ke arah atas
Tanda Joffroy Tidak dapat mengerutkan kening jika melihat ke atas
Tanda Knies Dilatasi pupil yang tidak sama besar pada cahaya redup
Tanda Kocher Retraksi spasmatik palpebra superior selama fiksasi pandangan
Tanda Loewi Dilatasi pupil pada pemberian 1/1000 epinefrin
Tanda Mean Sklera superior lebih banyak terlihat pada saat melihat ke atas
Tanda Mobius Konvergensi berkurang
Tanda Payne Dislokasi bola mata
Tanda Pochin Pengurangan amplitudo berkedip
Tanda Rosenbach Tremor pada saat menutup kelopak mata secara perlahan-lahan
Tanda Suker Tidak dapat mempertahankan fiksasi pandangan ke arah lateral
Tanda Stellwag Jarang berkedip
Tanda Vigouroux Palpebra bengkak
Dear Olyvia (G1A215018)

Tanda Von Graeffe Kegagalan palpebra superior mengikuti pergerakan bola mata saat
pandangan diarahkan ke arah bawah
Tanda Wilder Gerakan menyentak ketika mata bergerak dari abduksi ke adduksi

Gejala yang sering ditemukan pada Oftalmopati Gravess 8


Retraksi kelopak mata dengan/tanpa proptosis atau pembengkakan periorbital (70%)
Iritasi permukaan okular: sensasi berpasir, fotopobia, air mata terlalu banyak
Diplopia, kadang diikuti nyeri (40%)
Penglihatan kabur sebagian atau seluruhnya, atau gangguan presepsi warna (5%)
Subluksasi bola mata (0,1%)

Tanda yang sering ditemukan pada Oftalmopati Graves:8


Retraksi kelopak mata bagian atas dan sering diikuti dengan pandangan mata yang
terfokus (90-98%)
Lateral flare pada kelopak mata atas yang teretraksi
Lid lag (kelopak mata tertinggal ketika bola mata bergerak ke bawah secara vertical)
Tanda-tanda pada jaringan lunak: pembengkakan dan kemerahan di periorbital,
conjunctival swelling and redness, penonjolan glabella
Proptosis (exoftalmus)
Retraksi kelopak mata bagian bawah
Lagoftalmus
Bercak punktata pada kornea inferior pada pemeriksaan dengan fluorescein

Tanda yang jarang ditemukan pada Oftalmopati Graves 8


Keratokonjungtivitis pada limbus superior
Inflamasi pada karunkel dan/atau plika
Optik neuropati
Defek aferen pupil
Ulserasi kornea
Ptosis
Strabismus divergen

Diagnosis
Diagnosis TED ditegakkan jika ditemukan 2 dari 3 tanda berikut6:
1. Baru atau bersamaan dengan perawatan imun karena disfungsi tiroid akibat satu atau
lebih yang penyakit dibawah ini:
a. Graves hipertiroidisme
b. Hashimoto tiroiditis
c. Terdapatnya antibodi tiroid tanpa keadaan distiroid yang bersamaan (pertimbangan
parsial diberikan): antibodi reseptor TSH (TSH-R), imunoglobulin penghambat
pengikatan tiroid (TBll), immunoglobulin stimulasi tiroid (TSI), antibodi
antimikrosomal.
2. Tanda-tanda khas orbital (satu atau lebih dari tanda-tanda berikut):
a. Retraksi kelopak mata unilateral atau bilateral dengan khas kemerahan di sebelah
temporal (dengan atau tanpa lagoftalmus).
b. Proptosis unilateral atau bilateral
c. Strabismus restriktif dengan pola yang khas
d. Neuropati optik kompresif
Dear Olyvia (G1A215018)

e. Edema/eritema kelopak mata flukuatif


f. Kemosis
3. Bukti radiografi TED-- pembesaran fusiform unilateral/bilateral dari satu atau lebih otot
berikut:
a. Otot rektus inferior
b. Otot rektus medial
c. Otot rektus/levator kompleks superior
d. Otot rektus lateral
Jika terdapat tanda-tanda pada orbital, pasien harus diperiksa untuk penyakit orbital
lain atau untuk memantau perkembangan distiroid.

Secara klinis terjadinya eksoftalmus dibagi menjadi 2 tipe yaitu:


a. Thyrotoxic exophthalmus (Exophthalmic goitre)
Terjadinya eksoftalmus pada tipe ini disebabkan karena bertambahnya hormon tiroid
dalam sirkulasi darah sehingga menambah sympathetic tone dan spasme otot polos
mata.9 Pada tipe ini kebanyakan pada kondisi hipertiroid.10
b. Thyrotropic exophthalmus (Exopthalmic ophthalmoplegia)
Terjadinya eksoftalmus pada tipe ini karena bertambahnya stimulasi hormon tiroid pada
sirkulasi darah dan gagalnya efek inhibitor hormon tiroid pada kelenjar pituitari sehingga
menyebabkan reaksi berlebihan pada jaringan orbita.9 tipe ini biasanya terjadi pada status
eutiroid atau hipotiroid.10

Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Eksoftalmus9,10
Metode:

Gambar 9. Pemeriksaan Hertel Eksoftalmometer Hertel

Pilih posisi eksoftalmometer Hertel yang nyaman&tegak lurus dengan rima orbita (a)
Exoftalmometer Hertel dibuka lebih lebar dari yang dibutuhkan
Duduk berhadapan dengan pasien dengan posisi sama tinggi
Pertahankan pasien dalam posisi santai, hindari menarik napas dalam, dan retraksi
kelopak mata yang berlebihan
Dear Olyvia (G1A215018)

Kaki segitiga Hertel terletak tegak lurus terhadap rima orbita, diposisikan di kantus
lateral (b).
Tentukan ukuran baseline yang terlihat di penggaris
Hindari menekan keras Hertel pada pasien karena menyakitkan
Mintalah pasien untuk melihat lurus
Lihat angka yang paling ujung pada bayangan kornea, catat baseline dan hasil
pengukuran kedua mata
Eksoftalmus dinyatakan jika protusio besar dari 18 mm atau perbedaan hasil
pengukuran kedua mata besar dari 2

Gambar 10. Pasien pada pemeriksaan Hertel Eksoftalmometer Hertel

2. Tonometry Posisional3
Peningkatan tekanan intra-okular untuk membantu diagnosis kasus subklinis.

Diagnosis Banding8
Orbital Meningioma, Orbital miositis dan pseudotumor orbita
Caroticocavernous Fistula
Selulitis orbita, miositis orbita hingga tumor atau keganasan. Pada selulitis orbita onset
terjadinya proptosis lebih cepat, terlihat tanda-tanda infeksi, seperti demam dan
leukositosis, dan pada pencitraan ditemukan opak pada sinus-sinus paranasal. Pada
miositis orbita nyeri dirasakan lebih berat, perkembangan penyakit lebih cepat, dan
melibatkan pula tendon. Gejala yang nampak lebih sering adalah proptosis, daripada
retraksi palpebra. Pada pencitraan sering ditemukan keterlibatan satu otot saja pada
musculus rectus lateral.10

Tatalaksana3,7
1. Topikal artifisial tear3
2. Guanetidine 5% tetes mata3
Guanetidine 5% dapat mengurangi retraksi kelopak mata yang disebabkan oleh reaksi
berlebihan otot muller.
3. Steroid7
Pemberian steroid di indikasikan apabila adanya gejala inflamasi akut, wanita muda
dengan onset proptosis yang cepat, edema periorbital, dan ophtalmoplegia. Pemberian
prednison oral 40-80 mg/hari selama 4 minggu, kemudian ditapering off 5 mg/hari selama 1-
2 minggu.
4. Agen sitotoksik dan siklosporin7
Pada pasien yang diindikasikan pemberian steroid juga memperlihatkan respon yang baik
terhadap pemberian agen sitotoksik. Beberapa peneliti juga mendapatkan pemberian
kombinasi antara steroid dengan siklosporin lebih efektif daripada pemberian terapi tunggal.
Dear Olyvia (G1A215018)

Pemberian siklosporin dapat digunakan pada pasien yang tidak respon dengan terapi
nonbedah lain, pada pasien yang diindikasikan untuk radioterapi, pada pasien dengan visual
loss yang tidak respon dengan terapi radiasi atau orbital dekompresi.
5. Radioterapi7
Pasien dengan tanda akut inflamasi, proptosis yang progresif, opthalmoplegia, dan adanya
visual loss biasanya akan diindikasikan untuk radioterapi setelah sebelumnya mendapat
pengobatan dengan steroid sistemik. Radioterapi diberikan selama 10 hari (2000 rad).
6. Tarsorrhaphy lateral3
Tarsorrhaphy lateral dilakukan pada pasien dengan keratopathy (proptosis ringan sampai
sedang) yang tidak respon dengan artifisial tear topikal.
7. Operasi otot ekstraokuler3
Operasi otot ekstraokuler dilakukan pada penderita yang mengalami diplopia.
8. Bedah dekompresi3
Bedah dekompresi dilakukan hanya bila steroid sistemik dan radioterapi telah terbukti
tidak efektif pada pasien yang ditandai dengan proptosis yang berhubungan dengan beratnya
keratopati / neuropati optik dengan bahaya kehilangan penglihatan permanen. Teknik yang
paling umum digunakan adalah dekompresi dua dinding (dinding inferior dan dinding medial
orbita)
9. Bedah kosmetik3
Bedah kosmetik dilakukan untuk retraksi kelopak mata yang persisten dengan cara resesi
otot Muller.
10. Blepharoplasty3
Blepharoplasty dapat dilakukan dengan mengangkat jaringan lemak dan kulit yang
berlebihan di sekitar kelopak mata.

Umum
Secara umum, pasien perlu diinformasikan mengenai perjalan penyakit ini yang lama dan
tidak terdapat cara penyembuhan secara cepat. Pasien juga perlu diedukasi untuk berhenti
merokok untuk menurunkan resiko orbitopati kongestif. Tidur dengan kepala sedikit
terangkat dapat menurukan edema palpebra pada pagi hari.10
European Group on Graves Orbitopathy (EUGOGO) merekomendasikan terapi sebagai
berikut15:
Secara umum untuk meringankan gejala:

Mencapai eutiroid
Berhenti merokok
Penggunaan tetes mata dan salep mata pada malam hari untuk gejala akibat pajanan
kornea
Penggunaan kacamata untuk diplopia simtomatik
Untuk mengurangi retraksi palpebra, dapat diberikan injeksi botulinum toxin tipe A oleh
dokter yang berpengalaman.

- Terapi untuk exopthalmus ringan


Terapi secara umum dan kontrol adanya perubahan gejala
- Terapi untuk exopthalmus sedang berat
Steroid IV secara Pulse Therapy dimana total dosis metilprednisolone < 8 g
Pemeriksaan adanya disfungsi hepar, hipertensi, ulkus peptik, diabetes, infeksi saluran
kemih, dan glaukoma sebelum memulai terapi steroid dosis tinggi.
Apabila terapi steroid > 3 bulan, maka pertimbangkan pemberian biphosphonate.
Dear Olyvia (G1A215018)

Radiasi orbita dapat dipertimbangkan pada pasien dengan diplopia atau adanya
restriksi pergerakan bola mata dengan dosis kumulatif 10 Gy namun metode ini
dihindari pada pasien dengan retinopati diabetik dan hipertensi berat dan hati- hati
pada pasien < 35 tahun. Radiasi orbita dapat diberikan bersamaan dengan terapi
steroid
Analog somatostatin, azathioprine dan IVIG tidak disarankan
Pemberian siklosporin akan menurunkan kebutuhan akan steroid
- Terapi untuk exopthalmus berat
Steroid IV dosis tinggi adalah terapi utama untuk neuropati optik distiroid
Pertimbangkan dekompresi orbita pada pasien dengan neuropati optik distiroid yang
tidak respon dengan terapi steroid dosis tinggi 1-2 minggu, dengan kerusakan kornea,
ataupun pada pasien yang tidak mampu mentoleransi steroid.
Terapi rehabilitatif dilakukan pada pasien dengan penyakit inaktif > 6 bulan dengan
urutan
a. Dekompresi orbita
b. Pembedahan strabismus
c. Pemanjangan palpebra
d. Blepharoplasty

American Thyroid Association / American Association of Clinical Endocrinologists


(ATA/AACE) memberikan beberapa rekomendasi tentang oftalmopati grave:

- Pada pasien hipertiroid dengan oftalmopati Grave ataupun terdapat faktor resiko terjadinya
oftalmopati, maka harus dilakukan tindakan untuk mencapai keadaan eutiroid secepatnya
- Pada pasien non-perokok tanpa gejala klinis oftalmopati, dapat dipikirkan terapi
radioiodine tanpa steroid, methimazole ataupun tiroidektomi.
- Anjurkan pasien untuk berhenti merokok
- Terapi methimazole, radioiodine, dan tiroidektomi merupakan terapi yang bermanfaat
pada pasien dengan hipertiroid grave dengan oftalmopati aktif yang ringan tanpa resiko
perburukan penyakit mata ataupun pasien dengan oftalmopati yang inaktif.
- Apabila pasien Grave dengan oftalmopati aktif ringan memilih untuk terapi radioiodine
maka diberikan terapi steroid secara bersamaan
- Pasien dengan Grave dan oftalmopati sedang hingga berat ataupun oftalmopati yang
mengancam jiwa, maka diberikan terapi dengan methimazole ataupun pembedahan.

Steroid

Terapi dengan steroid digunakan pada pasien dengan inflamasi berat ataupun adanya
neuropati optik akibat kompresi. Steroid dapat menurukan produksi mukopolisakarida oleh
fibroblas. Steroid diberikan melalui intravena secara pulse therapy (mis. Metilprednisolone 1
g 2 hari sekali selama 3-6 kali pemberian). Dosis untuk neuropati optik dapat lebih besar.
Apabila setelah 48 jam tidak terdapat perbaikan, maka perlu dilakukan dekompresi dan
pemberian steroid tetap dilanjutkan. Apabila perlu dapat diberikan penambahan siklosporin,
ocreotide dan IVIG untuk kompresi optik. Apabila respon terhadap steroid baik, maka dapat
dipertimbangkan radiasi orbita. Pada kasus yang berat, terapi kombinasi steroid, radiasi dan
pembedahan dapat dilakukan.
Dear Olyvia (G1A215018)

Radiasi Orbita

Radiasi orbita dilakukan pada pasien dengan gejala sedang hingga berat, adanya
diplopia, dan kehilangan penglihatan. Radiasi 1500-2000 cGy dalam 10 fraksinasi diberikan
dari lateral dengan angulasi posterior. Radiasi akan meruksa fibroblas orbita dan mungkin
juga limfosit. Radiasi membutuhkan beberapa minggu untuk menimbulkan efek dan dapat
menyebabkan inflamasi sementara sehingga pasien perlu tetap diberikan steroid. Terapi
radiasi yang dikombinasi dengan steroid memberikan hasil yang lebih baik. Terapi paling
baik diberikan pada pasien dengan inflamasi aktif dalam 7 bulan sejak onset oftalmopati.

Radiasi dapat menyebabkan katarak, retinopati radiasi, dan neuropati optik apabila
terapi radiasi tidak diberikan secara benar. Diabetes mellitus merupakan kontraindikasi relatif
pada karena dapat terjadi perburukan retinopati. Untuk mencegah progresi orbitopati akibat
iodin radioaktif maka dapat diberikan steroid dosis rendah (0.5-2 mg/kg/hari) sebelum dan
hingga 2 bulan setelah terapi radiasi.

Pembedahan

Pembedahan dilakukan selama masa penyakit tenang, kecuali bila terdapat nuropati
optik kompresi ataupun adanya pajanan kornea yang berat. Dilakukan pengambilan gambar
dan perimetri sebelum pembedahan. Urutan pembedahan juga penting, apabila terdapat
proptosis, strabismus dan kelainan palpebra, maka pembedahan dilakukan dengan urutan
seperti telah dijelaskan sebelumnya.

a. Dekompresi Orbita
Teknik ini dilakukan sebagai terapi awal neuropati optik kompresi atau apabila terapi
medis gagal. Biasanya dekompresi dilakukan pada dinding medial dan lateral.
Dekompresi dasar orbita harus dihindari karena secara teoritis dapat mengurangi resiko
diplopia post-op. Apabila pembesaran dominan terjadi pada jaringan lemak, maka
dilakukan dekompresi jaringan lemak orbita.
b. Pembedahan Strabismus
Tujuan pembedahan ini adalah untuk meminimalisir diplopia dan posisi membaca. Harus
dijelaskan kepada pasien bahwa kadang memerlukan beberapa kali pembedahan untuk
mencapai hasil yang diinginkan. Untuk mencegah sindrom iskemik okular, maka
tindakan pembedahan lebih dari 2 otot per mata dihindari.
c. Pembedahan Pemanjangan palpebra (Lid-Lengthening Surgery)
Tindakan ini dilakukan apabila retraksi tidak membaik setelah keadaan eutiroid.
Tindakan ini bertujuan untuk mengurangi pajanan kornea dan untuk menyamarkan
proptosis. Apabila pasien menolak teknik ini, maka dapat diberikan injeksi toxin
botulinum pada palpebra superior dan triamsinolon subkonjungtiva.
d. Blepharoplasty
Teknik ini adalah fase terakhir dalam pembedahan oftalmopati tiroid. Dapat dilakukan
dacryopexy apabila terjadi prolaps kelenjar lakrimal.

Medikamentosa
a. Glukokortikoid
Pasien dengan neuropati optik yang mengancam membutuhkan terapi segera dengan
glukokortikoid intravena atau oral dosis tinggi. Terapi inisial menggunakan 1 g
metilprednisolon intravena 3 hari bertutut-turut. Dosis selanjutnya tergantung pada
Dear Olyvia (G1A215018)

respon terapi. Jika tidak ada peningkatan setelah 1 sampai 2 minggu pasien
dipertimbangkan dilakukan operasi dekompresi.7 Sumber lain menyebutkan orbitopati
fase akut biasanya dapat ditangani dengan pengobatan oral. Dosis awal 1-1,5 mg/kgBB
prednison. Dosis ini dipertahankan selama 2 sampai 4 minggu sampai respon klinis
dirasakan. Dosis kemudian dikurangi secara bertahap (tapppering off) sesuai respon
klinis dari fungsi saraf optik.2
Sumber lain menyebutkan, bila proses penyakit bertambah berat sehingga mata sukar
untuk menutup dengan sempurna, pergerakan bola mata terhambat, dan terlihat adanya
ancaman terjadinya ulkus kornea dan gangguan visus maka dapat diberikan Prednison
40-80 mg/hari atau Methylprednisolon acetate 16-24 mg diberikan retrobulber.9

b. Penyekat saraf adrenergik


Obat dari golongan ini yang dipakai adalah tetes mata Guanetidin 5%. Obat ini dapat
mengurangi retraksi kelopak mata yang diakibatkan oleh aksi yang berlebihan dari otot
Mullers. Obat diteteskan 4x sehari.

c. Terapi lain
Suatu penelitian tidak menunjukkan keuntungan penggunaan analog somatostatin
(ocreotide dan lantreotide) untuk oftalmopati Graves. Siklosporin meskipun
menunjukkan bahwa obat ini tidak lebih efektif dari glukokortikoid namun dapat
membantu mengurangi dosis glukokortikoid.7 Penggunaan kombinasi siklosporin dan
glukokortikoid juga dilaporkan lebih unggul dibandingkan penggunaan glukokortikoid
tunggal.1

Nonmedikamentosa
a. Terapi radiasi
Dasar penelitian mengenai keuntungan pemakaian terapi radiasi untuk oftalmopati
graves sebenarnya terbatas, namun rasionalitas penggunaan terapi ini berdasarkan pada
efek antiinflamasi non spesifik dan sensitifitas limfosit di orbita yang tinggi. Dengan
kemajuan teknologi teknik ini tidak meningkatkan resiko katarak atau keganasan namun
dapat menimbulkan retinopati. Karena adanya efek samping tersebut sehingga pada
pasien diabetes mellitus penggunaan terapi radiasi merupakan kontraindikasi relatif.1

b. Operasi
Sekitar 20% pasien dengan oftalmopati graves mengalami penanganan bedah. Dari 20%
pasien yang menjalani operasi tersebut, hanya 2,5% yang membutuhkan semua tipe
pembedahan. Pembedahan harus ditunda hingga penyakit telah stabil kecuali jika
intervensi darurat dibutuhkan untuk mengembalikan hilangnya penglihatan akibat
neuropati kompresif. Pembedahan strabismus dan perbaikan kelopak mata tidak
dipertimbangkan hingga keadaan eutiriod telah dipertahankan dan tanda-tanda oftalmik
telah stabil selama 6-9 bulan.

Indikasi operasi pada oftalmopati graves meliputi neuropati, diplopia, kornea yang
terpapar, dan cosmesis. Secara luas tindakan operasi dapat berupa dekompresi orbita
untuk proptosis, perbaikan strabismus untuk memperbaiki adanya diplopia, dan koreksi
kelopak mata yang abnormal untuk kepentingan kosmetik. Secara tradisional,
dekompresi orbita, jika diperlukan, dilakukan paling awal, diikuti operasi perbaikan
strabismus, dan terakhir perbaikan posisi kelopak mata. . Pada suatu tinjauan 7% pasien
Dear Olyvia (G1A215018)

menjalani dekompresi orbital, 9% menjalani pembedahan strabismus, dan 13%


pembedahan keopak mata.2
c. Perubahan pola hidup
Beberapa tindakan pencegahan perlu dilakukan agar oftalmopati graves tidak menjadi
lebih berat. Kontrol penyakit tiroid merupakan langkah pertama, dan kebiasaan merokok
sebaiknya dihentikan. Pada suatu penelitian yang dilakukan oleh Krassas dan Wiersinga,
terdapat hubungan yang positif antara merokok dan penyakit tiroid autoimun sehingga
penghentian kebiasaan merokok sangat penting dalam membantu penanganan penyakit
ini.8 Pada pasien dengan proptosis juga sebaiknya kornea diproteksi dengan
poenggunaan kacamata atau tetes mata (artificial tears) agar kornea selalu basah.

Selain itu pasien dapat dianjurkan melakukan hal-hal di bawah ini untuk mengurangi
keluhan mata merah, lakrimasi, fotofobia:
Kompres dingin pada mata saat pagi hari
Tidur dengan bantal yang lebih tinggi
Kelopak mata diplester sewaktu tidur
Penggunaan kacamata hitam
Dear Olyvia (G1A215018)

Anda mungkin juga menyukai