Anda di halaman 1dari 4

NAMA : ANDI AMALIA YASMIN

NIM : C111 14 042


KELAS : B

Etika, Hukum, Peran, Hak dan Kewajiban Dokter dalam


Kondisi Perang

Dalam menjalankan profesi sebagai dokter, telah diatur dan dirancang sedemikian
rupa dalam hukum tertulis (Undang-undang) dan tidak tertulis (etika). Semua aktivitas
seorang dokter dalam mengemban tugasnya seperti praktik kedokteran telah diatur
oleh hukum negara yang berlaku. Dalam Undang-Undang RI No. 29 Tahun 2004
mengenai Praktik Kedokteran bertujuan untuk memberi perlindungan kepada pasien,
mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, serta memberikan
kepastian hukum kepada masyarakat, dokter, dan dokter gigi di Indonesia.

Selain itu, dalam mengamalkan profesinya, setiap dokter akan selalu berhubungan
dengan manusia yang membutuhkan pertolongan dalam suatu hubungan yang disebut
hubungan kesepakatan terapeutik. Oleh karena itu, maka disusunlah Kode Etik
Kedokteran Indonesia (KODEKI) yang merupakan kesepakatan dokter Indonesia dan
sebagai pedoman pelaksanaan profesi. Hubungan kesepakatan ini dibutuhkan baik
dalam situasi damai maupun situasi perang.

Pada situasi perang, sudah menjadi kewajiban bagi seorang dokter untuk
menyelamatkan pasien-pasien sebagai korban dalam medan pertempuran. Di sisi lain,
seorang dokter juga sepatutnya memikirkan masalah teknis yang berkaitan dengan
nyawa seorang pasien dan harus mengambil tindakan sesegera mungkin dalam situasi
gawat darurat perang. Dalam KODEKI terdapat butir-butir yang berkaitan dengan
kasus-kasus gawat darurat perang yang apabila ditempatkan menurut urutan
relavansinya maka susunannya menjadi sebagai berikut:
1. Seorang dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas
kemanusiaan, kecuali bila yakin ada orang lain bersedia dan mampu
memberikannya (Pasal 13).
2. Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai
dengan standar profesi yang tertinggi (Pasal 2).
3. Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajibannya melindungi hidup
insani (Pasal 7d).
4. Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan ilmu
keterampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal tidak mampu melakukan
suatu pemeriksaan atau pengobatan, atas persetujuan pasien, ia wajib merujuk
pasien kepada doker yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut (Pasal
10).
5. Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh
dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan
kemandirian profesi (Pasal 3).
6. Seorang dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat di bidang kesehatandan
bidang lainnya serta masyarakat harus saling menghormati (Pasal 9).
7. Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat
berhubungan dengan keluarga dan penasihatnya dalam beribadat dan atatu dalam
masalah lainnya (Pasal 11).
8. Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang
seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia (Pasal 12).
9. Setiap dokter harus memelihara kesehatannya supaya dapat bekerja dengan baik
(Pasal 16).

Pada pasien gawat darurat dalam keadaan tidak sadar dan tidak didampingi oleh
keluarga yang membutuhjan tindakan pembedahan segera (cito) untuk
menyelamatkan jiwanya, maka tidak diperlukan Persetujuan Tindakan Medik (PTM)
atau informed consent. Hal ini sesuai dengan KODEKI, yaitu dokter mengutamakan
kesehatan pasien dan melindungi hidup insani serta Permenkes No. 585 Tahun 1989,
pasal 11, yang berbunyi:
Dalam hal pasien tidak sadar/pingsan serta tidak didampingi oleh keluarga terdekat
dan secara medik berada dalam keadaan gawat dan atau darurat yang memerlukan
tindakan medik segera untuk kepentingannya, tidak diperlukan persetujuan dari
apapun.
Di samping itu, dalam situasi perang sudah lumrah bagi seorang dokter untuk
menangani para korban (pasien) yang tidak sedikit jumlahnya atau dengan kata lain
sebagian besar orang mengalami kecelakaan massal sedangkan jumlah tenaga
kesehatan yang bertugas terbatas maka tenaga medis dapat membagi korban menjadi
3 kelompok, yaitu:
1. Kelompok cedera ringan yang dengan tanpa pelayanan kedokteran tidak akan
mengancam jiwanya.
2. Kelompok cedera sedang atau berat yang jika diberi pertolongan medis dapat
menyelamatkan jiwanya. Dalam situasi ini, sebaiknya tenaga kesehatan lebih
mengutamakan pertolongan untuk kelompok 2.
3. Kelompok cederah sangat berat/parah , yang walaupun diberi pertolongan tidak
akan dapat menyelamatkan jiwanya.

Pengelompokan pasien yang telah dijelaskan di atas dalam situasi perang disebut
triase (trier dalam bahasa Perancis yang berarti skrining di medan pertempuran).
Tenaga kesehatan yang sering melakukan skrining ini, biasanya telah terlatih untuk
tindakan tersebut. Dari hasil pemeriksaan tim medis, tenaga kesehatan memberi pita
sebagai tanda skala prioritas terhadap pasien.
Merah, prioritas I, pasien dalam kondisi kritis, tetapi dapat,diselamatkan jika
dilakukan pertolongan yang tidak banyak memerlukan petugas dan
peralatan.

Kuning, prioritas II, kemungkinan besar pasien bertahan hidup beberapa jam
(dapat menunggu), setelah dilakukan stabilisasi.

Hijau, prioritas III, cedera ringan yang dapat ditangani sementara oleh perawat.

Biru, prioritas II atau III, pasien dengan cedera berat yang tidak akan bertahan
hidup jika tidak dilakukan tindakan spesialistik yang memakan waktu
lama.

Hitam, tidak diprioritaskan karena cedera begitu parah sehingga jiwa korban
kiranya tidak mungkin diselamatkan.
KEWAJIBAN DOKTER
Dokter yang membaktikan hidupnya untuk kemanusiaan akan lebih mengutamakan
kewajiban di atas hak-hak dokter. Dalam menjalankan tugasnya, seorang dokter
menerapkan Aegroti Salus Lex Suprema, yang berarti keselamatan pasien adalah
hukum yang tertinggi atau yang utama.

Dalam situasi perang, peranan dokter sangat penting dalam menyelamatkan nyawa
pasien dengan tindakan segera. Dalam undang-undang No. 29 tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran Pasal 51 menyatakan bahwa kewajiban dokter yaitu salah
satunya, melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia
yakin pada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya.

HAK DOKTER
Sebagai manusia biasa, dokter memiliki tanggung jawab terhadap pribadi dan
keluarga, di samping tanggung jawab profesinya terhadap masyarakat. Karena itu,
dokter juga memiliki hak yang harus dihormati dan dipahami oleh masyarakat
sekitarnya. Adapun hak-hak dokter baik dalam situasi damai maupun perang antara
lain:
1. Menolak melakukan tindakan medik yang bertentangan dengan etika, hukum,
agama, dan hati nuraninya. Hak ini dimiliki dokter untuk menjaga martabat
profesinya. Dalam hal ini berlaku Sa science et sa conscience, ya ilmu
pengetahuan, dan ya hati nurani.
2. Menolak pasien yang bukan bidang spesialisasinya, kecuali dalam keadaan daruat
atau tidak ada dokter lain yang mampu menanganinya. Seorang dokter harus
senantiasa melakukan profesinya menurut ukuran tertinggi. Dengan demikian,
seorang dokter yang telah menguasai sesuatu bidang spesialisasi tentunya tidak
mampu memberikan pelayanan kedokteran dengan standar tinggi kepada pasien
yang bukan bidang spesialisasinya. Karena itu, dokter berhak menolak pasien
tersebut. Namun, untuk pertolongan pertama pada kecelakaan ataupun untuk
pasien-pasien gawat darurat, setiap dokter berkewajiban menolongnya apabila
tidak ada dokter lain yang menanganinya.

Anda mungkin juga menyukai