Anda di halaman 1dari 49

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PERATAAN LABA (INCOME SMOOTHING)


(Studi Kasus pada Perusahaan Keuangan yang
Terdaftar di BEI Tahun 2011-2015)

PROPOSAL SKRIPSI S1

Oleh:
Novi Nurkamilah
13061030

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MERCU BUANA
YOGYAKARTA
2017
PROPOSAL SKRIPSI

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI


PERATAAN LABA (INCOME SMOOTHING)
(Studi Kasus pada Perusahaan Keuangan yang
Terdaftar di BEI Tahun 2011-2015)

Oleh:
Novi Nurkamilah
13061030

Proposal skripsi ini telah disetujui oleh Dosen Pembimbing Skripsi


di Yogyakarta tanggal .............................

Dekan Fakultas Ekonomi, Dosen Pembimbing Skripsi,

Drs. Raswan Udjang, M.Si M. Budiantara, SE, M.Si, Ak, CA


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Laporan keuangan merupakan sarana utama untuk

mengkomunikasikan informasi keuangan terhadap pihak-pihak internal dan

eksternal dari perusahaan yang berkepentingan seperti manajemen,

stockholders, kreditur, dan pemerintah. Laporan keuangan yang diterbitkan

oleh perusahaan adalah salah satu sumber informasi mengenai posisi

keuangan perusahaan, kinerja serta perubahan posisi keuangan perusahaan

yang sangat berguna untuk pengambilan keputusan.

Salah satu informasi yang sangat penting untuk pengambilan

keputusan adalah informasi atas laba. Informasi laba merupakan komponen

laporan keuangan perusahaan yang bertujuan untuk menilai kinerja

manajemen, membantu mengestimasi kemampuan laba yang representatif

dalam jangka panjang, menaksir risiko dalam investasi atau meminjamkan

dana (Dwiatmini dan Nurkholis, 2001). Pentingnya informasi laba ini disadari

oleh manajemen sehingga manajemen melakukan disfunctional behavior

(perilaku tidak semestinya) dalam laporan keuangannya (Budiasih, 2009). Hal

lain yang menyebabkan manajemen cenderung melakukan disfunctional

behavior (perilaku tak semestinya) yaitu melakukan praktik perataan laba,

karena laba yang relatif stabil menunjukkan kinerja perusahaan yang bagus

sehingga harga saham akan meningkat.


Tindakan manajemen dalam melakukan manajemen laba ini berkaitan

dengan teori keagenan (agency theory) yang menyatakan bahwa manajemen

memiliki informasi yang lebih banyak mengenai perusahaan dibandingkan

dengan pemilik perusahaan yang sering terdorong untuk melakukan tindakan

yang dapat memaksimalkan keuntungannya sendiri dan atau perusahaannya.

Untuk meratakan laba, manajer mengambil tindakan yang

meningkatkan laba yang dilaporkan ketika laba tersebut rendah dan

mengambil tindakan yang menurunkan laba ketika laba tersebut relatif tinggi.

Manajer perusahaan ingin meratakan laba yang dilaporakan untuk

memberikan persepsi pemegang saham atas variabilitas earnings, karena

tindakan seperti itu dapat memberikan pengaruh yang positif pada nilai pasar

saham. Harga saham ditentukan berdasarkan pada ekspektasi terhadap return

di masa yang akan datang (Sutrisno, 2001). Dalam melakukan investasi,

investor akan memperkirakan jumlah tingkat laba yang diharapkan (expected

return) investasinya untuk suatu periode tertentu di masa yang akan datang.

Namun, setelah periode investasi berlalu, belum tentu tingkat laba yang

terealisasi (realized return) adalah sama dengan laba yang diharapkan.

Ketidakpastian tingkat laba tersebut merupakan risiko yang harus

dipertimbangkan oleh investor. Oleh karena itu, dalam hubungannya dengan

perataan laba, investor akan membayar lebih banyak untuk perusahaan dengan

aliran perataan laba (Michelson et al., 1995). Hal ini disebabkan dengan

adanya tren perataan laba yang dapat menimbulkan penilaian berupa risiko

yang rendah.
Praktik perataan laba tidak akan terjadi jika laba yang diharapkan

tidak terlalu berbeda dengan laba yang sesungguhnya (Prasetio, 2002). Hal ini

menunjukkan bahwa laba adalah sesuatu yang paling dipertimbangkan oleh

investor untuk mengambil keputusan apakah akan melakukan investasi atau

tidak. Oleh karena itu, manajer berusaha memberikan informasi yang akan

meningkatkan nilai perusahaan dan kualitas manajemen di mata investor.

Studi empiris mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap

perataan laba telah banyak dilakukan oleh peneliti dari berbagai pihak.

Penelitian mengenai perataan laba (income smoothing) juga dilakukan oleh

Silviana (2010) yang dilakukan terhadap perusahaan manufaktur sektor

industri dasar dan kimia yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode

2005-2009. Hasil dari penelitian ini hanya ukuran perusahaan yang

berpengaruh positif terhadap praktik perataan laba, sedangkan variabel

profitabilitas (ROI), NPM, Financial Leverage dan DER tidak berpengaruh

signifikan terhadap praktik perataan laba.

Santoso (2010) melakukan penelitian yang menganalisis pengaruh

NPM, ROA, company size, financial leverage dan DER terhadap praktik

perataan laba pada perusahaan property dan real estate yang terdaftar di BEI.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa NPM, financial leverage dan

DER yang mempengaruhi praktik perataan laba dan variabel yang paling

dominan berpengaruh adalah financial leverage, sedangkan ROA dan

company size tidak berpengaruh terhadap praktik perataan laba.


Beberapa penelitian tentang praktik perataan laba tersebut

menunjukkan bahwa terdapat pandangan yang berbeda dan

ketidakkonsistenan hasil penelitian sebelumnya, maka peneliti ingin

melakukan pengujian ulang dari peneliti-peneliti yang sebelumnya untuk

menguji faktor-faktor yang mempengaruhi praktik perataan laba. Pada

penelitian ini digunakan tiga variabel independen yang digunakan, yaitu

ukuran perusahaan, financial leverage dan Net Profit Margin (NPM). Selain

itu, penulis menggunakan industri sektor keuangan untuk memperluas objek

penelitian dan juga untuk mendapatkan hasil yang nantinya dapat

menggeneralisasi ada tidaknya praktik perataan laba oleh perusahaan-

perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul:

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PERATAAN LABA (INCOME SMOOTHING) (Studi Kasus pada

Perusahaan Keuangan yang Terdaftar di BEI Tahun 2011-2015).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka masalah yang akan

diteliti dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Apakah ukuran perusahaan (size) berpengaruh terhadap praktik perataan

laba (income smoothing) pada perusahaan keuangan yang terdaftar di BEI

tahun 2011-2015?
2. Apakah financial leverage berpengaruh terhadap praktik perataan laba

(income smoothing) pada perusahaan keuangan yang terdaftar di BEI

tahun 2011-2015?

3. Apakah Net Profit Margin (NPM) berpengaruh terhadap praktik perataan

laba (income smoothing) pada perusahaan keuangan yang terdaftar di BEI

tahun 2011-2015?

4. Apakah ukuran perusahaan (size), financial leverage dan Net Profit

Margin (NPM) secara serentak berpengaruh terhadap praktik perataan laba

(income smoothing) pada perusahaan keuangan yang terdaftar di BEI

tahun 2011-2015?

1.3 Batasan Masalah

Adapun batasan masalah dalam penelitian ini meliputi :

1. Perusahaan keuangan yang listing di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan

mengeluarkan laporan keuangan secara berturut-turut dari tahun 2011-

2015.

2. Peneliti menggunakan Indeks Eckel untuk menentukan peusahaan

melakukan praktik perataan laba atau tidak.

3. Penelitian ini hanya menguji ukuran perusahaan, financial leverage dan

Net Profit Margin (NPM).


1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui apakah ukuran perusahaan (size) berpengaruh terhadap

praktik perataan laba (income smoothing) pada perusahaan keuangan yang

terdaftar di BEI tahun 2011-2015.

2. Untuk mengetahui apakah financial leverage berpengaruh terhadap praktik

perataan laba (income smoothing) pada perusahaan keuangan yang

terdaftar di BEI tahun 2011-2015.

3. Untuk mengetahui apakah Net Profit Margin (NPM) berpengaruh terhadap

praktik perataan laba (income smoothing) pada perusahaan keuangan yang

terdaftar di BEI tahun 2011-2015.

4. Untuk mengetahui apakah ukuran perusahaan (size), financial leverage

dan Net Profit Margin (NPM) berpengaruh terhadap praktik perataan laba

(income smoothing) pada perusahaan keuangan yang terdaftar di BEI

tahun 2011-2015.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Bagi penulis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan mengenai pasar

modal terutama mengenai income smoothing dan sebagai bahan untuk

menerapkan ilmu yang telah diperoleh serta menjadi media pembanding

untuk membandingkan teori dan fakta.


2. Bagi investor dan calon investor

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang dapat

dijadikan pertimbangan ketika akan melakukan pengambilan keputusan

investasi.

3. Bagi penelitian selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi serta bahan

pertimbangan bagi peneliti selanjutnya khususnya penelitian mengenai

praktik perataan laba (income smoothing).


BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Manajemen Laba

Menurut Assih dan Gudono (2000) mendefinisikan manajemen laba

sebagai suatu proses yang dilakukan dengan sengaja dalam batasan General

Accepted Accounting Principles (GAAP) untuk mengarah pada suatu tingkat

yang diinginkan atas laba yang dilaporkan.

Scott (2000) dalam Kusuma dan Udiana Sari (2003) menjelaskan

definisi manajemen laba merupakan pilihan kebijakan akuntansi manajer

yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Scott menyatakan

bahwa kita dapat memikirkan manajemen laba sebagai sikap oportunistis

manajer untuk memaksimalkan kepuasannya ketika berhadapan dengan

kompetensi dan perjanjian hutang.

Setiawati dan Naim (2000) mendefinisikan manajemen laba sebagai

upaya campur tangan manajemen dalam proses pelaporan keuangan eksternal

dengan tujuan untuk menguntungkan dirinya sendiri.

Dari beberapa definisi diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa

manajemen laba adalah intervensi yang sengaja dilakukan oleh pihak

manajemen dalam proses pelaporan keuangan perusahaan kepada pihak

eksternal perusahaan yang memanfaatkan penilaian mereka untuk

mempengaruhi keputusan para penggunanya serta demi memperoleh

keuntungan pribadi.
Menurut Scott (2000), manajemen laba dipengaruhi oleh beberapa

motivasi, yaitu:

a) Motivasi Bonus Plan, Healy (1985) dalam Scott (1997) menyatakan

bahwa manajer akan mengendalikan atau mengatur penghasilan bersih

untuk memaksimalkan bonus dengan menyesuaikan rencana

kompensasi perusahaan.

b) Motivasi Debt-Convenant, reaksi manajer dalam pengaturan laba

adalah untuk perjanjian hutang kontrak.

c) Motivasi Political Cost, perusahaan besar sangat dipengaruhi oleh

politik.

d) Motivasi Perpajakan, pajak penghasilan adalah motivasi yang paling

signifikan untuk manajemen laba.

e) Motivasi Perubahan CEO, adanya perubahan CEO merupakan bagian

strategis memaksimalkan laba untuk peningkatan bonus.

f) Motivasi Go-Public, dalam upaya go-public informasi laporan

keuangan dan prospektusnya merupakan informasi yang penting.

Beberapa strategi manajemen laba yang dapat dilakukan, antara lain:

1) Increasing Income, yaitu dengan mempercepat pencatatan pendapatan,

menunda biaya dan memindahkan biaya untuk periode lain.

2) Big A Bath, yang dilakukan saat perusahaan mengalami kemunduran

kinerja atau saat ada peristiwa luar biasa.


3) Income Smoothing, yaitu dengan sengaja menurunkan atau meningkatkan

laba untuk menguangi gejolak dalam pelaporan laba sehingga perusahaan

terlihat stabil, Nasser dan Herlina (2003) dalam Ikayanti (2005).

2.2 Perataan Laba (Income Smoothing)

2.2.1 Pengertian Perataan Laba

Perataan laba diartikan sebagai usaha manajemen untuk

mengurangi variabilitas laba selama satu atau beberapa periode

tertentu sehingga laba tidak terlalu berfluktuasi. Praktik perataan laba

ini dapat dianggap sebagai pemberian sinyal kepada pasar.

Definisi terbaik tentang perataan laba yang diberikan oleh

Beidelman (1973) dalam Belkaoui (2001) adalah upaya yang sengaja

dilakukan untuk memperkecil atau fluktuasi pada tingkat laba yang

dianggap normal bagi suatu perusahaan. Dalam pengertian ini perataan

merepresentasi suatu bagian upaya manajemen perusahaan untuk

mngurangi variasi tidak normal dalam laba pada tingkat yang diijinkan

oleh prinsip-prinsip akuntansi dan manajemen yang sehat.

Assih dan Gudono (2000) mendefinisikan perataan laba

sebagai cara pengurangan dalam variabilitas laba sejumlah periode

tertentu atau dalam satu periode yang mengarah pada tingkat yang

diharapkan atas laba yang dilaporkan.

Menurut Sutrisno (2001), perataan laba merupakan suatu

model dalam pembentukan tindakan manajemen laba dua periode,


dimana manajer menggeser laba tahun berjalan dengan kemungkinan

laba di masa mendatang.

Sedangkan menurut Kustono (2009), perataan laba dapat

didefinisi sebagai suatu cara yang dipakai manajemen untuk

mengurangi variabilitas laba di antara deretan jumlah laba yang timbul

karena adanya perbedaan antara jumlah laba yang seharusnya

dilaporkan dengan laba yang diharapkan (laba normal).

2.2.2 Dimensi Perataan Laba

Dimensi perataan laba pada dasarnya adalah cara yang

digunakan untuk melakukan perataan laba. Barnea et al. (1976) dan

Belkaoui (2001) membedakan dimensi perataan laba ke dalam tiga

dimensi, yaitu :

a. Perataan melalui terjadinya peristiwa dan/atau pengakuan

Manajemen dapat menentukan terjadinya transaksi

sedemikian rupa sehingga pengaruhnya terhadap laba yang

dilaporkan akan cenderung memperkecil variasinya antar waktu.

Sebagian besar, penentuan waktu terjadinya peristiwa yang

direncanakan (misalnya: riset dan pengembangan) merupakan

fungsi dari aturan akuntansi yang mengatur tentang pengakuan

akuntansi terhadap peristiwa-peristiwa tersebut.

b. Perataan melalui alokasi antar waktu


Dalam kaitannya dengan terjadinya dan pengakuan

terhadap suatu peristiwa, pihak manajemen memiliki kebebasan

yang lebih untuk mengendalikan penentuan periode-periode yang

akan dipengaruhi oleh kuantifikasi peristiwa-peristiwa tersebut.

c. Perataan melalui klasifikasi (perataan klasifikasi)

Ketika statistik laporan keuangan selain net income (nilai

selisih bersih semua pendapatan dan biaya) merupakan obyek

perataan, manajemen dapat mengklasifikiasi item-item laporan

laba untuk mengurangi variasi antar waktu dalam statistik tersebut.

2.2.3 Tipe Perataan Laba

Menurut Eckel dalam Dwiatmini dan Nurkholis (2001) perataan laba

dapat digolongkan ke dalam dua tipe, yaitu:

1. Perataan alami (natural smoothing)

Perataan alami atau natural smoothing merupakan tipe perataan

yang diakibatkan dari proses menghasilkan laba.

2. Perataan yang disengaja (intentionally smoothing)

Perataan yang disengaja ini dihasikan dari perataan artifisial dan

perataan riil.

a. Perataan artifisial (artificial smoothing)

Perataan artifisial muncul ketika manajemen memanipulasi

waktu pencatatan akuntansi untuk menghasilkan perataan laba.

Tipe perataan ini merupakan implementasi prosedur-prosedur


akuntansi untuk memindahkan beban dan/atau pendapatan dari

suatu periode ke periode yang lain.

b. Perataan riil (real smoothing)

Perataan riil muncul ketika manajemen melakukan tindakan

untuk mengendalikan kejadian ekonomi tertentu yang

mempengaruhi laba yang akan datang.

Dari penjelasan tipe perataan laba tersebut, maka tipe perataan

laba yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tipe perataan yang

disengaja, tanpa membedakan perataan laba artifisial atau perataan

riil, karena peneliti hanya meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi

perataan laba tanpa menguji lebih lanjut bagaimana manajemen

melakukan perataan laba tersebut.

2.2.4 Teknik Perataan Laba

Teknik untuk merekayasa laba dapat dikelompokkan menjadi tiga

kelompok, Irfan (2002) yaitu:

a. Memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi

Cara manajemen untuk mempengaruhi laba melalui

judgement terhadap estimasi akuntansi, antara lain: estimasi tingkat

tidak tertagih, estimasi kurun waktu depresiasi aktiva tetap atau

amortisasi aktiva tidak berwujud dan estimasi biaya garansi.

b. Mengubah metode akuntansi


Perubahan metode akuntansi yang digunakan untuk

mencatat suatu transaksi, contoh: mengubah depresiasi aktiva tetap

dari metode depresiasi angka tahun menjadi depresiasi garis lurus.

c. Menggeser periode biaya atau pendapatan

Beberapa orang menyebut rekayasa jenis ini sebagai

manipulasi keputusan operasional. Contoh rekayasa periode biaya

atau pendapatan, antara lain: mempercepat atau menunda

pengeluaran untuk penelitian sampai periode akuntansi berikutnya,

mempercepat atau menunda pengeluaran promosi sampai periode

akuntansi berikutnya, kerja sama dengan vendor untuk

mempercepat atau menunda pengiriman tagihan sampai periode

akuntansi berikutnya, mempercepat atau menunda pengiriman

produk ke pelanggan, menjual investasi sekuritas untuk

memanipulasi tingkat laba dan mengatur saat penjualan aktiva

tetap yang sudah tidak dipakai. Perusahaan yang mencatat

persediaan menggunakan asumsi LIFO juga dapat merekayasa

peningkatan laba melalui pengaturan saldo persediaan.

2.2.5 Sasaran Perataan Laba

Jin dan Machfoedz (1998), merumuskan beberapa instrumen

yang dapat digunakan dalam perataan laba, yaitu: pendapatan,

perubahan dalam kebijakan akuntansi, biaya pensiun, pos luar biasa,


kredit pajak investasi, depresiasi dan biaya tetap, perbedaan mata uang,

klasifikasi dan pencadangan.

Foster (1986) dalam Ikayanti (2005), mengkalsifikasikan

unsur-unsur laporan keuangan yang dapat dijadikan sebagai sasaran

dalam perataan laba:

a. Unsur penjualan, meliputi:

1) Pembuatan faktur, contohnya: dengan membuat faktur dan

mengakuinya sebagai penjualan periode sekarang

meskipun sebenarnya merupakan penjualan pada masa

mendatang.

2) Pembuatan pesanan atau penjualan fiktif.

3) Downngrading (penurunan) produk, contohnya: dengan

mengklasifikasikan produk yang belum rusak ke dalam

kelompok produk rusak dan dilaporkan dengan harga yang

lebih rendah dari yang sebenarnya.

b. Unsur biaya, meliputi:

1) Memecah-mecah faktur, contohnya: suatu faktur

pembelian dijadikan beberapa faktur dengan tanggal yang

berbeda dan dilaporkan dalam beberapa periode akuntansi.

2) Mencatat prepayment (biaya dibayar di muka sebagai

biaya), contohnya: mengakui suatu biaya dibayar di muka

untuk tahun depan sebagai biaya dalam tahun yang

bersangkutan.
2.2.6 Motivasi Manajemen Melakukan Perataan Laba

Manajemen perusahaan melakukan tindakan perataan laba

sebagai suatu metode untuk meningkatkan kesejahteraan pemegang

saham dan/atau untuk meningkatkan kesejahteraan pribadinya. Hal ini

tergantung pada sisi mana investor memandang tindakan perataan laba.

Hasil dari beberapa pennelitian empiris membuktikan bahwa investor

menggunakan dua perspektif tersebut dalam menilai tindakan perataan

laba (Sandara dan Kusuma, 2004). Brayshaw dan Eldin (1989) dalam

Salno dan Baridwan (2000) menjelaskan bahwa manajer termotivasi

untuk melakukan perataan laba pada dasarnya bertujuan untuk: (1)

mengurangi total pajak, (2) meningkatkan kepercayaan diri manajer,

(3) meningkatkan hubungan antar manajer dan karyawan, serta (4)

siklus peningkatan dan penurunan penghasilan dapat ditandingi serta

gelombang optimisme dapat diperlunak.

Brochet dan Gildao (2004) dalam Merdiastusti dan Suranta

(2004), merumuskan beberapa motivasi yang mendasari manajemen

melakukan perataan laba, yatu:

a. Kompensasi yang diterima manajer tidak sesuai dengan kinerja

yang telah mereka lakukan (job security-hypothesis).

b. Jumlah saham yang dimiliki manajer, seringkali perataan laba

terjadi disebabkan manajer melakukan pensejajaran antara dirinya

dengan shareholders.
c. Tidak adanya mekanisme monitoring yang baik.

d. Persaingan yang sangat kompetitif dalam pasar modal sehingga

manajer cenderung akan menaikkan kinerja ketika perusahaan

mengalami penurunan kinerja poor performance dan melakukan

safety performance pada saat kinerja perusahaan sangat bagus.

e. Masa jabatan CEO (Chief Executive Officers) semakin lama masa

jabatannya maka akan dapat mempengaruhi pengambilan

keputusan dewan direksi dan mempengaruhi mekanisme corporate

governance.

f. CEO berperan dalam pengungkapan dan penyajian laporan

keuagan sehingga mereka dapat lebih berpengaruh dari pada

dewan direksi.

2.2.7 Tujuan Manajemen Melakukan Perataan Laba

Perataan laba merupakan fenomena umum yang bertujuan

mengurangi variabilitas atas laba yang dilaporkan guna mengurangi

risiko pasar atas saham perusahaan yang pada akhirnya dapat

meningkatkan harga pasar saham perusahaan (Assih dan Gudono,

2000). Foster (1986) dalam Ikayanti (2005) telah mengidentifikasikan

beberapa tujuan dari income smoothing, yaitu:

1. Memperbaiki citra perusahaan, dengan menunjukkan bahwa

investasi pada perusahaan tersebut memiliki risiko yang rendah


(hal ini dilakukan jika variabilitas laba diyakini merupakan

faktor penting untuk menilai risiko).

2. Memberikan informasi yang relevan dalam melakukan prediksi

terhadap laba di masa yang akan datang.

3. Meningkatkan keputusan relasi-relasi bisnis.

4. Meningkatkan persepsi pihak eksternal terhadap kemampuan

manajemen.

5. Meningkatkan kompensasi bagi pihak manajemen.

2.3 Pendekatan Teori Perataan Laba

Terdapat beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk menjelaskan

secara teoritis mengenai praktik perataan laba, yaitu:

2.3.1 Teori Sinyal (Signalling Theory)

Teori sinyal ini berkaitan dengan adanya asimetri informasi

yang terjadi dimana salah satu pihak memilki lebih banyak informasi

yang bersifat privat dan penting mengenai keadaan perusahaan.

Gonedes dalam Narsa et al. (2003) mengemukakan bahwa angka-

angka akuntansi yang dilaporkan oleh pihak manajemen dapat

digunakan sebagai sinyal bahwa angka-angka tersebut dapat

mencerminkan informasi mengenai atribut-atribut keputusan

perusahaan yang tidak terpantau. Asimetri informasi terjadi di pasar

modal bila manajemen tidak menyampaikan semua informasi yang

dimiliki secara penuh. Dalam hal ini informasi yang tidak


disampaikan tersebut dapat mempengaruhi nilai pasar saham

perusahaan tersebut, karena pasar akan merespon informasi yang

dimiliki sebagai sinyal, maka nilai saham yang diperdagangkan dapat

overvalued atau undervalued.

2.3.2 Teori Keagenan (Agency Theory)

Jin dan Machfoedz (1998) mengemukakan bahwa terjadinya

praktik perataan laba dipengaruhi oleh konflik kepentingan antara

pihak internal (manajemen) dan pihak eksternal (pemegang saham,

kreditur dan pemerintah), sehingga masing-masing pihak akan

berusaha untuk mengoptimalkan kepentingannya terlebih dahulu.

Pertentangan yang dapat terjadi di antara pihak-pihak tersebut adalah:

Manajer berkepentingan meningkatkan kesejahteraannya,

sedangkan pemegang saham berkeinginan meningkatkan

kekayaannya.

Manajemen berkeinginan memperoleh kredit sebesar mungkin

dengan bunga rendah, sedangkan kreditur hanya ingin memberi

kredit sesuai dengan kemampuan perusahaan.

Manajemen berkeinginan membayar pajak sekecil mungkin,

sedangkan pemerintah ingin memungut pajak setinggi mungkin.

Menurut Presetio (2002) dalam Ikayanti (2005), upaya untuk

mengatasi masalah perbedaan kepentingan tersebut seringkali

mendorong manajer untuk melakukan perataan laba melalui

pemilihan prosedur akuntansi.


2.3.3 Teori Akuntansi Positif (Positive Accounting Theory)

Tiga hipotesis Positive Accounting Theory (PAT) yang dapat

dijadikan dasar pemahaman tindakan perataan laba yang dirumuskan

Watts dan Zimmerma (1990) dalam Aji dan Mita (2010) adalah :

a. Hipotesis rencana bonus (bonus plan hypothesis)

Pada perusahaan yang memiliki rencana pemberian bonus,

manajer perusahaan akan lebih memilih metode akuntansi yang

dapat menggeser laba dari periode mendatang ke periode saat ini

sehingga dapat menaikkan laba saat ini. Hal ini dilakukan karena

manajer lebih menyukai pemberian bonus yang lebih tinggi untuk

masa kini. Dalam kontrak bonus dikenal dua istilah, yaitu bogey

(tingkat laba terendah untuk mendapatkan bonus) dan cap (tingkat

laba tertinggi untuk mendapatkan bonus). Jika laba berada dibawah

(bogey), tidak ada bonus yang diperoleh manajer. Sebaliknya, jika

laba berada diatas (cap), manajer tidak akan mendapat bonus

tambahan. Jadi, jika hanya laba bersih berada diantara bogey dan

cap, manajer akan berusaha menaikkan laba bersih perusahaan.

b. Hipotesis perjanjian utang (debt covenant hypothesis)

Dalam melakukan perjanjian hutang, perusahaan

diharuskan untuk memenuhi beberapa persyaratan yang diajukan

oleh debitur agar dapat mengajukan pinjaman. Beberapa


persyaratan tersebut adalah persyaratan atas kondisi tertentu

mengenai keuangan perusahaan. Kondisi keuangan perusahaan

dapat tercermin dari rasio-rasio keuangannya. Pada perusahaan

yang mempunyai rasio debt to equity tinggi, manajer perusahaan

cenderung menggunakan metode akuntansi yang dapat

meningkatkan laba. Perusahaan dengan rasio debt to equity yang

tinggi akan mengalami kesulitan dalam memperoleh dana

tambahan dari pihak kreditur, bahkan perusahaan terancam

melanggar perjanjian hutang. Kreditor memiliki persepsi bahwa

perusahaan yang memiliki nilai laba yang relatif tinggi dan satabil

merupakan salah satu kriteria perusahaan yang sehat.

c. Hipotesis biaya politik (political cost hypothesis)

Hipotesis ini menjelaskan akibat politis dari pemilihan

kebijakan akuntansi yang dilakukan oleh manajemen. Semakin

besar laba yang diperoleh perusahaan, maka semakin besar

tuntutan masyarakat terhadap perusahaan tersebut. Perusahaan

yang berukuran besar diharapkan akan memberikan perhatian yang

lebih terhadap lingkungan sekitarnya dan terhadap pemenuhan atas

peraturan yang diberlakukan regulator.

2.4 Tinjauan Atas Penelitian Terdahulu

Studi secara empiris mengenai perataan laba telah banyak dilakukan

oleh peneliti baik luar maupun dalam negeri. Sebagian besar penelitian
tersebut terfokus pada terjadinya perataan laba (termasuk instrumen dan

tujuannya) serta faktor-faktor yang terkait dengan terjadinya perataan laba.

Juniarti dan Corolina (2005) melakukan penelitian mengenai analisa

faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perataan laba (income smoothing)

pada perusahaan-perusahaan go public yang menghasilkan bahwa besaran

perusahaan, profitabilitas dan sektor industri perusahaan tidak berpengaruh

terhadap terjadinya tindakan perataan laba.

Suwito dan Herawaty (2005) melakukan penelitian yang berkaitan

dengan pengaruh karakteristik perusahaan terhadap tindakan perataan laba

yang dilakukan oleh perusahaan yang terdaftar di BEJ. Hasil dari

penelitiannya dengan variabel jenis usaha, ukuran perusahaan, profitabilitas,

leverage operasi, dan NPM menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan

terhadap tindakan perataan laba.

Penelitian mengenai perataan laba (income smoothing) juga dilakukan

oleh Silviana (2010) yang dilakukan terhadap perusahaan manufaktur sektor

industri dasar dan kimia yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode

2005-2009. Hasil dari penelitian ini hanya ukuran perusahaan yang

berpengaruh positif terhadap praktik perataan laba, sedangkan variabel

profitabilitas (ROI), NPM, Financial Leverage dan DER tidak berpengaruh

signifikan terhadap praktik perataan laba.

Santoso (2010) melakukan penelitian yang menganalisis pengaruh

NPM, ROA, company size, financial leverage dan DER terhadap praktik

perataan laba pada perusahaan property dan real estate yang terdaftar di BEI.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa NPM, financial leverage dan

DER yang mempengaruhi praktik perataan laba dan variabel yang paling

dominan berpengaruh adalah financial leverage, sedangkan ROA dan

company size tidak berpengaruh terhadap praktik perataan laba.

Tabel 2.4

Ringkasan Penelitian Terdahulu

No Peneliti Judul Variabel Kesimpulan

1. Edy Suwito Analisis Pengaruh Ukuran Ukuran perusahaan tidak

dan Arleen Karakteristik Perusahaan, berpengaruh signifikan

Herawaty Perusahaan Profitabilitas, Profitabilitas tidak

(2005) Terhadap Leverage, NPM berpengaruh signifikan

Tindakan dan Jenis Usaha Leverage operasi tidak

Perataan Laba berpengaruh signifikan

NPM tidak berpengaruh

signifikan

Jenis usaha tidak

berpengaruh signifikan

2. Juniarti dan Analisis Faktor- Ukuran Ukuran perusahaan tidak

Corolina Faktor yang Perusahaan, berpengaruh signifikan

(2005) Berpengaruh Profitabilitas, Profitabilitas tidak

Terhadap Sektor Industri berpengaruh signifikan

Perataan Laba Sektor industri tidak

Pada Perusahaan berpengaruh signifikan

Go Public

3. Silviana Analisis Perataan Ukuran Ukuran perusahaan


(2010) Laba (Income Perusahaan, berpengaruh signifikan

Smoothing): Profitabilitas Profitabilitas (ROI) tidak

Faktor-Faktor (ROI), NPM, berpengaruh signifikan

yang Financial NPM tidak berpengaruh

Mempengaruhi Leverage dan signifikan

Perataan Laba DER Financial leverage tidak

pada Perusahaan berpengaruh signifikan

Manufaktur DER tidak berpengaruh

Sektor Industri signifikan

Dasar dan Kimia

yang Terdaftar di

BEI (2005-2009)

3 Yosika Tri Analisis Pengaruh NPM, ROA, NPM berpengaruh

Santoso NPM, ROA, Company Size, signifikan

(2010) Company Size, Financial ROA tidak berpengaruh

Financial Leverage dan signifikan

Leverage dan DER Company size tidak

DER Terhadap berpengaruh signifikan

Praktik Perataan Financial leverage

Laba pada berpengaruh signifikan

Perusahaan DER berpengaruh signifikan

Property dan Real

Estate yang

Terdaftar di Bursa

Efek Indonesia
2.5 Kerangka Konseptual

Untuk memudahkan pemahaman konseptual dalam penelitian ini, maka

disusun kerangka konseptual sebagai berikut:

Gambar 2.5 Kerangka Konseptual Penelitian

2.6 Hipotesis

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang

dapat dikaitkan dengan adanya praktik perataan laba. Dalam penelitian ini

terdapat tiga hipotesis yang akan diuji, berikut akan disajikan dasar yang

digunakan dalam merumuskan hipotesis.

a. Pengaruh ukuran perusahaan (size) terhadap praktik perataan laba (income

smoothing)

Menurut Juniarti dan Corolina (2005) menyebutkan perusahaan

yang berukuran kecil akan cenderung melakukan praktik perataan laba


dibandingkan perusahaan yang berukuran besar, karena perusahaan besar

cenderung mendapatkan perhatian yang lebih besar dari analis dan

investor dibandingkan perusahaan kecil. Berbeda halnya dengan Budiasih

(2009) mengatakan perusahaan yang berukuran besar biasanya menerima

lebih banyak perhatian dari analisis dan investor dibandingkan dengan

perusahaan yang kecil. Berdasarkan political cost hypotesis dalam teori

akuntansi positif dikemukakan bahwa perusahaan besar cenderung untuk

melakukan pengelolaan atas laba untuk menghindari munculnya peraturan

baru dari pemerintah, pemerintah cenderung membebankan berbagai

biaya yang dianggap sesuai dengan kemampuan perusahaan dimana

perusahaan yang besar akan dibebani biaya yang besar pula, contohnya

pajak (Watts and Zimmerman, 1986). Maka manajemen termotivasi untuk

melakukan praktik perataan laba agar kinerja perusahaan tetap dinilai

baik.

Budiasih (2009) menyatakan bahwa nilai total aktiva digunakan

dengan dasar bahwa besarnya nilai total aktiva mencerminkan harta atau

kekayaan yang dimiliki perusahaan. Jadi, dapat diasumsikan bahwa

semakin besar nilai total aktiva maka semakin besar ukuran perusahaan.

Perusahaan besar diperkirakan akan menghindari fluktuasi laba yang

terlalu drastis sebab kenaikan laba yang terlalu drastis akan menyebabkan

bertambahnya pajak. Sebaliknya, penurunan laba yang drastis akan

merusak citra perusahaan.

Dari uraian tersebut maka hipotesis pertama yang akan diuji adalah:
H1 : Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap praktik perataan

laba (income smoothing)

b. Pengaruh Financial Leverage terhadap Praktik Perataan Laba (Income

Smoothing)

Financial leverage diproksikan dengan debt to total asset yang

diperoleh melalui total utang dibagi dengan total aktiva. Adanya indikasi

perusahaan melakukan perataan laba untuk menghindari pelanggaran

perjanjian hutang dapat dilihat melalui kemampuan perusahaan tersebut

untuk melunasi hutangnya dengan menggunakan aktiva yang dimiliki.

Perusahaan yang mempunyai tingkat leverage tinggi diduga melakukan

perataan laba, karena perusahaan terancam default sehingga manajemen

membuat kebijakan yang dapat meningkatkan pendapatan (Prabayanti dan

Yasa, 2010). Berdasarkan debt covenant hypotesis dalam teori akuntansi

positif, bahwa semakin besar rasio leverage perusahaan maka manajemen

cenderung melakukan praktik perataan laba dengan tujuan agar terhindar

dari perjanjian hutang.

Menurut Sartono dalam Budiasih (2009) financial leverage

menunjukkan proporsi penggunaan hutang untuk membiayai investasinya.

Semakin besar hutang perusahaan maka semakin besar pula risiko yang

dihadapi investor sehingga investor akan meminta tingkat keuntungan

yang semakin tinggi. Akibat kondisi tersebut membuat perusahaan

cenderung untuk melakukan praktik perataan laba.


Berdasarkan hal tersebut, maka hipotesis kedua yang akan diuji

dalam penelitian ini adalah:

H2 : Financial leverage berpengaruh terhadap praktik perataan laba

(income smoothing)

c. Pengaruh Net Profit Margin (NPM) terhadap Praktik Perataan Laba

(Income Smoothing)

Semakin besar NPM, maka kinerja perusahaan akan semakin

produktif, sehingga akan meningkatkan kepercayaan investor untuk

menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut. Rasio ini menunjukkan

berapa besar persentase laba bersih yang diperoleh dari setiap penjualan.

Semakin besar rasio ini, maka dianggap semakin baik kemampuan

perusahaan untuk mendapatkan laba yang tinggi (Santoso, 2010). Teori

keagenan menyatakan bahwa hubungan keagenan merupakan sebuah

persetujuan diantara dua pihak, yaitu principal (pemilik) dan agen

(manajemen) (Jansen dan Meckling, 1976). Dimana principal ( investor )

Pasar modal perlu mengetahui kemampuan perusahaan untuk

menghasilkan laba. Dengan mengetahui hal tersebut investor dapat

menilai apakah perusahaan itu profitable atau tidak.

Santoso (2010) menyatakan pengaruhnya NPM terhadap tindakan

perataan laba diduga karena rata-rata perusahaan belum memiliki kinerja

yang cukup baik, sehingga manajemen melakukan praktik perataan laba

untuk memperbaiki kinerja perusahaan agar terlihat efektif dimata


investor. NPM yang diukur dengan rasio antara laba bersih setelah pajak

sering digunakan oleh investor sebagai dasar pengambilan keputusan

ekonomi yang berhubungan dengan perusahaan sebagai tujuan perataan

laba oleh manajemen untuk mengurangi fluktuasi laba dan menunjukan

kepada pihak luar bahwa kinerja manajemen perusahaan tersebut telah

efektif.

Laba merupakan ukuran penting yang sering digunakan manajer

sebagai dasar pembagian dividen, dengan asumsi bahwa investor tidak

menyukai risiko dan kepuasan investor meningkat dengan adanya laba

perusahaan yang stabil. Jika ada variabilitas laba yang besar manajer akan

cenderung melakukan perataan dengan harapan bahwa profitabilitas yang

tinggi akan menaikkan standar bonus atau laba di masa yang akan datang

dan mengurangi kekhawatiran manajer dalam pencapaian target laba yang

stabil di masa yang akan datang (Septoaji, dalam Dewi dan Prasetiono,

2012).

Dari uraian diatas maka, hipotesis ketiga yang akan diuji dalam

penelitian ini adalah:

H3 : NMP berpengaruh terhadap praktik perataan laba (income

smoothing)
BAB III

METODA PENELITIAN

3.1 Populasi dan Sampel Penelitian

3.1.1 Populasi

Populasi adalah gabungan dari seluruh elemen yang berbentuk

peristiwa, hal atau orang yang memiliki karakteristik yang serupa yang

menjadi pusat perhatian seorang peneliti karena itu dipandang sebagai

sebuah semesta penelitian (Ferdinand, 2006). Populasi juga dapat

diartikan sebagai wilayah generalisasi yang terdiri dari obyek atau

subyek yang memiliki kualitas atau karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulan.

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua

perusahaan keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

selama periode penelitian yaitu dari tahun 2011-2015 yang terdiri dari

91 perusahaan. Dari populasi yang ada nantinya akan diambil sejumlah

sampel untuk digunakan dalam penelitian.

3.1.2 Sampel

Sampel merupakan subset dari populasi dan terdiri dari

beberapa anggota populasi. Subset ini diambil karena dalam banyak


kasus tidak mungkin meneliti seluruh anggota populasi sehingga

dibentuk perwakilan populasi (Ferdinand, 2006).

Teknik pengambilan sampel yang dilakukan dalam penelitian

ini menggunakan metode purposive sampling, yaitu teknik sampling

yang didasarkan dengan pertimbangan tertentu di dalam pengambilan

sampelnya melalui penetapan kriteria-kriteria yang dianggap mewakili

populasi. Kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Perusahaan yang termasuk klasifikasi jenis usaha keuangan yang

listing di Bursa Efek Indonesia (BEI) sejak 2011-2015 secara

terus-menerus (tidak mengalami delisting).

2. Emiten harus menerbitkan laporan keuangan per 31 Desember

dan berurutan untuk lima (5) tahun yaitu tahun 2011 sampai

dengan tahun 2015. Penetapan tahun buku 31 Desember diambil

karena sebagian besar perusahaan di Indonesia menetapkan

laporan keuangannya untuk periode yang berakhir 31 Desember.

3. Emiten tidak melakukan transaksi akuisisi, merger dan perubahan

bidang usaha selama periode 1 Januari 2010 sampai dengan 31

Desember 2015.

3.2 Metode Pengambilan Data

Data dikumpulkan dengan menggunakan metode studi pustaka.

Metode studi pustaka yaitu metode yang digunakan dengan memahami

literature yang membuat pembahasan yang berkaitan dengan melakukan


klasifikasi dan kategori bahan-bahan tertulis yang berhubungan dengan

masalah penelitian dengan mempelajari dokumen-dokumen atau data yang

diperlukan, dilanjutkan dengan pencatatan dan perhitungan.

Sesuai dengan data yang diperlukan yaitu data sekunder, maka

metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan teknik dokumentasi yang berdasarkan laporan keuangan

periode 2011, 2012, 2013, 2014 dan 2015 yang dipublikasikan oleh Bursa

Efek Indonesia (BEI) dan penelusuran di internet (www.idx.co.id),

mengambil dari artikel, jurnal, penelitian terdahulu, mempelajari buku-

buku pustaka yang mendukung penelitian terdahulu dan proses penelitian.

3.3 Variabel Penelitian

Variabel penelitian merupakan suatu atribut atau sifat nilai dari

orang atau kegiatan yang mempunyai varian tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya. Pada umumnya

variabel dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu variabel bebas (independen) dan

variabel terikat (dependen). Berdasarkan tinjauan pustaka dan perumusan

hipotesis, maka variabel-variabel dalam penelitian ini adalah:

3.3.1 Variabel Terikat (Dependen)

Variabel terikat pada penelitian ini adalah perataan laba.

Pengukuran perataan laba menggunakan Indeks Eckel. Indeks

Eckel digunakan untuk mengindikasikan apakah perusahaan

melakukan praktik perataan laba atau tidak.


Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut (Eckel, 1981 dalam

Dewi dan Prasetiono (2012):


Indeks Eckel =

Dimana:

I = Perubahan laba bersih dalam satu periode

S = Perubahan pendapatan/penjualan dalam satu periode

CV = Koefisien variasi dari variabel, yaitu standar deviasi dibagi

dengan nilai yang diharapkan

Syahriana (2006) menyatakan apabila CV S > CV I,

maka perusahaan digolongkan sebagai perusahaan yang melakukan

tindakan perataan laba atau dengan kata lain perusahaan tersebut

memiliki Indeks Perataan Laba lebih dari 1 (IPL > 1).

CV I : Koefisien variasi untuk perubahan laba.

CV S : Koefisien variasi untuk perubahan pendapatan/penjualan.


Dimana CV =
/

Atau

(x )2
CV I atau CV S =
1

Keterangan:

x = Perubahan laba (I) atau penjualan/pendapatan (S) antara tahun

n dengan n 1
= Rata-rata perubahan laba(I) atau penjualan/pendapatan (S)

antara tahun n dengan n-1

n = Banyaknya tahun yang diamati

Kriteria perusahaan yang melakukan tindakan perataan laba adalah:

1. Perusahaan dianggap melakukan praktik perataan laba

apabila indeks perataan laba lebih kecil daripada 1 (CVS >

CV I)

2. Perusahaan dianggap tidak melakukan praktik perataan laba

apabila indeks perataan laba lebih besar sama dengan 1 (CVS

< CV I)

Ashari (1994) dalam She Jin dan Machfoedz (1998)

mengungkapkan kelebihan indeks Eckel sebagai berikut:

a) Obyektif dan berdasarkan pada statistik dengan pemisahan

yang jelas antara perusahaan yang melakukan perataan

penghasilan dan dengan perusahaan yang tidak melakukan

perataan penghasilan.

b) Mengukur terjadinya perataan penghasilan tanpa harus

membuat prediksi pendapatan, model ekspektasi penghasilan,

pengujian biaya atau pertimbangan subyektif lainnya.

c) Mengukur perataan penghasilan dengan menjumlahkan

pengaruh beberapa variabel perata penghasilan yang potensial

dan menyelidiki pola perilaku perataan penghasilan selama

periode waktu tertentu.


3.3.2 Variabel Bebas (Independen)

Variabel bebas dalam penelitian ini antara lain:

1. Ukuran Perusahaan (X1)

Ukuran perusahaan adalah skala untuk menentukan besar

kecilnya perusahaan. Ukuran untuk menentukan ukuran

perusahaan adalah dengan log natural dari total asset (Narsa,

2003). Secara matematis ukuran perusahaan (size) dapat

dirumuskan sebagai berikut:

Size = Ln of Total Asset

2. Financial Leverage (X2)

Financial leverage adalah variabel yang berkaitan

dengan kebijaksanaan perusahaan dalam menggunakan hutang

untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, yang dihitung dengan

rumus, Husnan (1998) dalam Miqdad dan Fauziyah (2007):


Financial Leverage =

3. Net Profit Margin (X3)

Net Profit Margin (NPM) digunakan untuk menunjukkan

kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan

bersih setelah dipotong pajak terhadap pendapatan. Rasio ini

menunjukkan berapa besar presentase laba bersih yang

diperoleh terhadap pendapatan. Semakin besar rasio ini, maka

dianggap semakin baik kemampuan perusahaan untuk


mendapatkan laba yang tinggi. Net Profit Margin (NPM)

diukur dengan menggunakan rumus:


NPM =

3.4 Metode Analisis Data

3.4.1 Statistik Deskriptif

Statistik Diskriptif merupakan alat statistik yang berfungsi

mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap objek yang diteliti

melalui data sampel atau populasi sebagaimana adanya, tanpa

melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku umum dari

data tersebut. Statistik deskriptif digunakan untuk mendiskripsi suatu

data yang dilihat dari mean, median, deviasi standar, nilai minimum,

dan nilai maksimum. Pengujian ini dilakukan untuk mempermudah

memahami variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian.

3.4.2 Uji Asumsi Klasik

Tujuan dari uji asumsi klasik ini adalah untuk mengetahui

apakah penggunaan model analisis regresi berganda dapat dilakukan

dengan pertimbangan tidak ada pelanggaran terhadap asumsi klasik.

Uji asumsi klasik yang harus dipenuhi antara lain:

1. Uji Normalitas

Uji normalitas data digunakan untuk menghindari terjadinya

bias. Oleh karena itu, data yang digunakan harus berdistribusi

normal. Pengujian dilakukan dengan menggunakan uji


Kolmogorov-Smirnov. Analisis ini dilakukan dengan bantuan

program SPSS, dengan kriteria pengujian:

a. Jika nilai signifikan > 0,05 maka data berdistribusi normal

b. Jika nilai signifikan < 0,05 maka data berdistribusi tidak

normal.

2. Uji Muktikolonieritas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah

model regresi ditemukan korelasi antar variabel bebas

(independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi

korelasi diantara vaiabel independen. Jika variabel independen

saling korelasi, maka variabel-variabel ini tidak orthogonal.

Variabel ortogonal adalah variabel independen yang nilai korelasi

antar sesama variabel independen sama dengan nol (Ghozali,

2012).

Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinieritas di

dalam model regresi adalah dengan cara melihat nilai Tolerance

dan nilai Variance Inflation Factor (VIF). Jika nilai Tolerance

lebih dari 0,10 berarti tidak ada kolerasi antar variable independen

yang nilainya lebih dari 95%. Jika nilai Variance Inflation Factor

(VIF) lebih besar dari 10, maka terjadi multikolinieritas (Ghozali,

2012).
3. Uji Autokorelasi

Autokorelasi adalah adanya korelasi antara variabel itu sendiri

pada pengamatan yang berbeda waktu atau individu. Asumsi

korelasi diantara data pengamatan, dimana munculnya suatu data

dipengaruhi oleh data sebelumnya. Jika terjadi autokorelasi, maka

dinamakan problem autokorelasi yang menyebabkan koefisien

korelasi yang diperoleh kurang aktual. Identifikasi secara statistik

ada atau tidaknya gejala autokorelasi dapat dilakukan dengan

menghitung nilai Durbin Watson yaitu nilai d dianggap tidak

berbahaya jika terletak di daerah dU < DW < 4-dU.

4. Uji Heteroskedastisitas

Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi

ketidaksamaan variance dari residual data pengamatan ke

pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan

ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut heteroskedastisitas.

Model regresi yang baik adalah yang tidak terjadi

heteroskedastisitas (Ghozali, 2006). Untuk mendeteksi ada atau

tidaknya heteroskedastisitas digunakan metode grafik Glejser.

Caranya dengan melihat nilai probabilitas > 0,05, sehingga tidak

terkena heteroskedastisitas (Ghozali, 2001:73).


3.4.3 Model Analisis

Dalam penelitian ini, untuk melihat pengaruh variabel bebas

terhadap variabel terikat menggunakan analisis regresi berganda

(Multiple Regression Analysis). Model ini digunakan untuk melihat

pengaruh ukuran perusahaan, financial leverage dan Net Profit Margin

terhadap perataan laba (income smoothing). Persamaan regresi linier

berganda dalam penelitian ini adalah:

Y = a + + + + c

Keterangan:

Y = Perataan Laba (Income Smoothing)

a = Konstanta

b1, b2, b3 = Koefisien regresi

X1 = Ukuran Perusahaan (Size)

X2 = Financial Leverage

X3 = Net Profit Margin (NPM)

e = Standar Error

Tingkat keyakinan yang digunakan dalam pengujian ini adalah

95% (0,95) atau = 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa nilai

probabilitas t lebih kecil dari 0,05, maka dinyatakan signifikan pada

taraf kesalahan 5%. Ini berarti bahwa variabel bebas berpengaruh

terhadap variabel terikat sebesar nilai koefisien regresi masing-masing

variabel bebas (Supranto, 2000)


3.4.4 Teknik Analisis

1. Uji T

Menurut Ghozali (2005) uji statistik t pada dasarnya menunjukkan

seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual

dalam menerangkan variabel dependen. Pengujian dilakukan

dengan menggunakan significance level 0,05 ( = 5%).

Penerimaan atau penolakan hipotesis dilakukan dengan kriteria

sebagai berikut:

a. Jika nilai signifikan > 0,05 maka hipotesis ditolak (koefisien

regresi tidak signifikan).

b. Jika nilai signifikan 0,05 maka hipotesis diterima (koefisien

regresi signifikan). Artinya ada pengaruh secara parsial antara

variabel bebas terhadap variabel terikat.

2. Uji F

Menurut Ghozali (2005) uji statistik F pada dasarnya menujukkan

apakah semua variabel bebas yang dimaksudkan dalam model

mempunyai pengaruh secara simultan terhadap variabel dependen.

Pengujian dilakukan dengan menggunakan significance level 0,05

( = 5%). Ketentuan penerimaan atau penolakan hipotesis adalah

sebagai berikut:

a. Jika nilai signifikan > 0,05 maka hipotesis ditolak (koefisien

regresi tidak signifikan).


b. Jika nilai signifikan 0,05 maka hipotesis diterima (koefisien

regresi signifikan)
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Sampel Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor (ukuran

perusahaan, financial leverage dan Net Profit Margin) secara

signifikan mempengaruhi praktik perataan laba. Populasi yang

digunakan dalam sampel penelitian ini adalah perusahaan

keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama

pada tahun 2011-2015. Jumlah kelompok perusahaan keuangan

yang terdaftar di BEI pada tahun 2011 sampai dengan tahun 2015

adalah sebanyak 91 perusahaan. Dari populasi tersebut kemudian

ditentukan sampel yang didasarkan pada metode purposive

sampling. Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan, maka

diperoleh perusahaan yang memenuhi kriteria.

Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan, diperoleh perusahaan

sampel. Perusahaan tersebut dapat dilihat dalam tabel 4.1 dibawah

ini.

Tabel 4.1

Seleksi Sampel

No. Kriteria Jumlah

1. Perusahaan keuangan 91

yang terdaftar di BEI


sejak tahun 2011-

2015

2. Perusahaan yang

tidak menerbitkan

laporan keuangan per

31 Desember dan

berurutan untuk lima

tahun yaitu 2011-

2015

3. Perusahaan yang

melakukan akuisisi,

merger dan

perubahan bidang

usaha selama periode

1 Januari 2011

sampai dengan 31

Desember 2015

Jumlah perusahaan

yang diamati

4. Perusahaan yang

tidak melakukan

praktik perataan laba

Perusahaan yang
melakukan perataan

laba (total perusahaan

sampel)

4.2 Analisis Data

4.3 Hasil Pembahasan


DAFTAR PUSTAKA

Augusty, Ferdinand. 2006. Metode Penelitian Manajemen: Pedoman Penelitian


untuk Skripsi, Tesis dan Disertasi Ilmu Manajemen. Semarang: Universitas
Diponegoro.

Aji, Dhamar Yudho dan Mita, Aria Farah. 2010. Pengaruh Profitabilitas, Risiko
Keuangan, Nilai Perusahaan dan Struktur Kepemilikan Terhadap Praktik
Perataan Laba: Studi Empiris Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di
BEI. SNA XII Purwokerto, 2010.

Ali Irfan. 2002. Pelaporan Keuangan dan Asimetri dalam Hubungan Agensi.
Lintasan Ekonomi. Vol. XIX, No. 2. Juli 2002.

Ashari, Nasuhiyah, Hian C. Koh, Soh L. Tan, and Wei H. Wong. 1994. Factors
Effecting Income Smoothing Among Listed Companies in Singapore.
Accounting and Business Research, Vol. 24, No. 96. Hal: 291-301.

Assih, Prihat dan M. Gudono. 2000.Hubungan Tindakan Perataan Laba dengan


Reaksi Pasar atas Pengumuman Informasi Laba Perusahaan yang Terdaftar
di Bursa Efek Jakarta. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. Vol. 3. No. 1.
Januari: 35-53.

Belkaoui, A. R. 2001. Teori Akuntansi. Edisi Pertama, Jakarta: Salemba Empat.

Budiasih, Igan. 2009. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perataan Laba. Jurnal


Akuntansi dan Bisnis. Vol. 1 Januari 2009.

Dwiatmini, Sesilia dan Nurkholis. 2001.Analisis Reaksi Pasar Terhadap


Informasi Laba: Kasus Praktik Perataan Laba pada Perusahaan yang
Terdaftar di BEJ. TEMA. Vol. II : No. 1, hal : 35-48.

Dewi K. S. Dan Pratesiono. 2012. Analisis Pengaruh ROA, NPM, DER, dan Size
Terhadap Praktik Perataan Laba. Diponegoro Journal of Management
1(2): 1172-180.

Ghozali, I., Multivariate dengan Program SPSS, Badan Penerbit Universitas


Diponegoro, Semarang, 2001.

Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Ikayanti, Vindy. 2005.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Praktik Perataan Laba


pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Skripsi
yang tidak dipublikasikan. Fakultas Ekonomi. Universitas Brawijaya
Malang.

Jehsen, Michael C. & W. H. Meckling. 1976. Theory of the Firm: Managerial


Behavior, Agency Cost and Ownership Stucture. Journal of Financial
Economics 3. P. 305-360.

Jin, Liauw She dan Masud Machfoedz. 1998.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi


Praktik Perataan Laba pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek
Jakarta. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. Vol. I. No. 2. Juli: 174-191.

Juniarti dan Corolina. 2005.Analisa Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap


Perataan Laba (Income Smoothing) pada Perusahaan Go Public. Jurnal
Akuntansi dan Keuangan. Vol. 7, No. 2, November 2005, hal : 148-162

Kustono, Alwan Sri. 2009.Perataan Laba, Kualitas Laba dan Nilai Perusahaan.
JEAM. Vol. VIII. No. 1/2009, hal 41-57.

Kusuma, Hadri dan Wigina Ayu Udiana Sari. 2003. Manajemen Laba oleh
Perusahaan Pengakuisisi Sebelum Merger dan Akuisisi di Indonesia.
Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia. Vol. 7. No. 1. Juni: 21-36.

Merdistuti, Pranata Puspita dan Suranta Eddy. 2004.Income Smoothing, Tobins


Q, Agency Problem, dan Kinerja Saham Perusahaan. Simposium
Nasional Akuntansi VII. 2-3 Desember: Bali.

Michelson, S.E., J. Jordan-Wagner, and C.W.Wootton. 1995.A Market Based


Analysis of Income Smoothing. Journal of Business, Finance and
Accounting. Desember: 1179-1193.

Miqdad, Muhammad dan Lely Fauziyah. 2007. Faktor-Faktor yang Berpengaruh


Terhadap Praktik Perataan Laba (Income Smoothing) pada Perusahaan
Industri Barang Konsumsi yang Listed di Bursa Efek Jakarta. Jurnal
Akuntansi Universitas Jember. Vol. 5. Hal 51-71.

Narsa, I Made, Bernadetta Diana Nugraheni, Benedikta Maritza. 2003.Faktor-


faktor yang Mempengaruhi Praktik Perataan Laba selama Krisis Moneter
pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Surabaya. Majalah
Ekonomi. Tahun XIII, No. 2, Agustus.

Prasetio. 2002. Pengaruh Tingkat Profitabilitas Perusahaan dan Leverage Operasi


terhadap Tindakan Perataan Laba pada Perusahaan Manufaktur yang
Terdaftar di BEJ Periode 2003-2006. Skripsi. Fakultas Ekonomi
Universitas Udayana.
Salno, Hanna Meilani dan Zaki Baridwan. 2000.Analisis Perataan Penghasilan
(Income Smoothing): Faktor-Faktor yang Mempengaruhi dan Kaitannya
dengan Kinerja Saham Perusahaan Publik di Indonesia. Jurnal Riset
Akuntansi Indonesia. Vol. III. No. 1. Januari: 17-34.

Sandra, Dessy dan Indra Wijaya Kusuma. 2004.Reaksi Pasar Terhadap Tindakan
Perataan Laba dengan Kualitas Auditor dan Kepemilikan Manajerial
sebagai Variabel Pemoderasi. Simposium Nasional Akuntansi VII. 2-3
Desember. Bali.

Santoso, Yusika Tri. 2010. Analisis Pengaruh NPM, ROA, Company Size,
Financial Leverage dan DER Terhadap Praktik Perataan Laba pada
Perusahaan Property dan Real Estate yang Terdaftar di Bursa Efek
Indonesia. Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma.

Scott, William R. 2000. Financial Accounting Theory. Prentice Hall, New Jersey.

Scott, W. R. 1997. Financial Accounting Theory. Upper Saddle River, New


Jersey: Prentice Hall.

Setiawati, Lilis dan Ainun Naim. 2000.Manajemen Laba. Jurnal Ekonomi dan
Bisnis Indonesia. Vol. 15. No. 4. Hal 424-441.

Silviana. 2010. Analisis Perataan Laba (Income Smoothing): Faktor-Faktor yang


Mempengaruhi Perataan Laba Pada Perusahaan Manufaktur Sektor
Industri Dasar dan Kimia yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode
2005-2009. Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma.

Suwito, Edy dan Arleen Herawaty. 2005. Analisis Pengaruh Karakteristik


Perusahaan Terhadap Tindakan Perataan Laba yang Dilakukan oleh
Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Simposium Nasional
Akuntansi VIII. Solo. 15-16 September 2005.

Syahriana, Nani. 2006 Analisis Perataan Laba dan Faktor-Faktor yang


Mempengaruhi pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Jakarta
(2000-2004). Skripsi. Universitas Isalam Indonesia. Yogyakarta.

Supranto, J. 2000. Statistik: Teori dan Aplikasi. Jilid Pertama. Edisi keenam.
Jakarta: Erlangga.

Sutrisno. 2001.Studi Analitikal Pengaruh Bentuk Manajemen Laba (Earnings


Management) Terhadap Hubungan Antara Return-Laba. Jurnal Lintasan
Ekonomi. Vol. XVIII. No. 2. Juli: 13-25.

Watts R. And J. L. Zimmerman. 1986. Positive Accounting Theory. New York:


Prentice Hall.

Anda mungkin juga menyukai