BAB I
PENDAHULUAN
Endometriosis, suatu penyakit yang dewasa ini paling banyak menarik perhatian para
ahli di dunia. Menarik karena penyakit ini dapat menyebabkan seorang perempuan susah
mendapatkan keturunan, bahkan dapat menurunkan kualitas hidupnya. Nyeri haid yang
disebabkan oleh endo-metriosis menyebabkan kaum perempuan sulit melakukan kegiatannya
sehari-hari. Di Amerika Serikat, nyeri haid di-alami oleh 30-50% perempuan usia reproduksi.
Sekitar 15 % di antaranya terpaksa kehilangan kesempatan kerja, bahkan tidak dapat masuk
sekolah berhari-hari. 25-30 % penyebab infertilitas primer adalah endometriosis.1
Endometriosis merupakan jaringan yang menyerupai endometrium baik kelenjar
maupun stroma yang berada d luar kavum uteri dan miometrium. Endometriosis adalah suatu
penyakit yang lazim menyerang wanita di usia reproduksi.1 Penyakit ini merupakan kelainan
ginekologis yang menimbulkan keluhan nyeri haid, nyeri saat senggama, pembesaran
ovarium dan infertilitas.2 Endometriosis terjadi ketika suatu jaringan normal dari lapisan
uterus yaitu endometrium menyerang organ-organ di rongga pelvis dan tumbuh di sana.
Jaringan endometrium yang salah tempat ini menyebabkan iritasi di rongga pelvis dan
menimbulkan gejala nyeri serta infertilitas.1
Jaringan endometriosis memiliki gambaran bercak kecil, datar, gelembung atau flek-
flek yang tumbuh di permukaan organ-organ di rongga pelvis. Flek-flek ini bisa berwarna
bening, putih, coklat, merah, hitam, atau biru. Jaringan endometriosis dapat tumbuh di
permukaan rongga pelvis, peritoneum, dan organ-organ di rongga pelvis, yang kesemuanya
dapat berkembang membentuk nodul-nodul. Endometriosis yang tumbuh di permukaan
ovarium atau menyerang bagian dalam ovarium dan membentuk kista berisi darah disebut
sebagai kista endometriosis atau kista coklat. Kista ini disebut kista coklat karena terdapat
penumpukan darah berwarna merah coklat hingga gelap. Kista ini bisa berukuran kecil
seukuran kacang dan bisa tumbuh lebih besar dari buah anggur. Endometriosis dapat
mengiritasi jaringan di sekitarnya dan dapat menyebabkan perlekatan (adhesi) akibat jaringan
parut yang ditimbulkannya.1
Endometriosis terjadi pada 10-14% wanita usia reproduksi dan mengenai 40-60%
wanita dengan dismenorhea dan 20-30% wanita subfertil. Saudara perempuan dan anak
perempuan dari wanita yang menderita endometriosis berisiko 6-9 kali lebih besar untuk
1
berkembang menjadi endometriosis.3 Endometriosis menyebabkan nyeri panggul kronis
berkisar 70%. Risiko untuk menjadi tumor ovarium adalah 15-20%, angka kejadian
infertilitas berkisar 30-40%, dan risiko berubah menjadi ganas 0,7-1%. Endometriosis
sekalipun sudah mendapat pengobatan yang optimum memiliki angka kekambuhan sesudah
pengobatan berkisar 30%.2
Penanganan endometriosis baik secara medikamentosa maupun operatif tidak
memberikan hasil yang memuaskan disebabkan patogenesis penyakit tersebut belum
terungkap secara tuntas. Keberhasilan penanganan endometriosis hanya dapat dievaluasi saat
ini dengan mempergunakan laparoskopi. Laparoskopi merupakan tindakan yang minimal
invasif tetapi memerlukan keterampilan operator, biaya tinggi dan kemungkinan dapat terjadi
komplikasi dari yang ringan sampai berat. Alasan yang dikemukakan tadi menyebabkan
banyak penderita endometriosis yang tidak mau dilakukan pemeriksaan laparoskopi untuk
mengetahui apakah endometriosis sudah berhasil diobati atau tidak.2
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Endometriosis adalah suatu keadaan dimana jaringan endometrium yang masih
berfungsi terdapat di luar kavum uteri. Jaringan ini terdiri atas kelenjar-kelenjar dan
stroma.4 Kista endometriosis adalah suatu jenis kista yang berasal dari jaringan
endometrium. Ukuran kista bisa bervariasi antara 0.4-4 inchi. Jika kista mengalami ruptur,
isi dari kista akan mengisi ovarium dan rongga pelvis.5
Endometriosis adalah jaringan ektopik (tidak pada permukaan dalam uterus) yang
memiliki susunan histologik/kelenjar, stroma endometrium, atau kedua-duanya dengan
atau tanpa makrofag yang termuati hemosiderin dan fungsinya mirip dengan endometrium
karena berhubungan dengan haid dan bersifat jinak, tetapi dapat menyebar ke organ-organ
dan susunan lainnya.2
2. Klasifikasi
Menurut topografinya endometriosis dapat digolongkan, yaitu sebagai berikut :
1) Pembagian Atas 2 Golongan :
a. Endometriosis Interna
Endometriosis didalam miometrium, lazim disebut dengan adenomiosis.
b. Endometriosis Eksterna
Endometriosis di luar uterus, lazim disebut dengan true endometriosis
2) Pembagian Atas 3 Golongan :
3
a. Endometriosis Genetalia Interna
i. Letaknya di dalam uterus dan disebut adenomiosis
ii. Letaknya didalam tuba seperti adenomiosis ismika nodosa, hematosalping.
b. Endometriosis Eksterna
Letaknya di dinding belakang uterus, dibagian luar tuba dan di ovarium.
c. Endometriosis Eksterna Genitalis
Letaknya di pelvio-peritonium dan di cavum Douglasi, rekto-sigmoid, kandung
kencing, umbilikus sampai pada kulit dan paru paru-paru.
3. Peritoneal endometriosis
4
hitam tipikal dan setelah itu lesi akan berubah menjadi lesi putih yang miskin
vaskularisasi dan ditemukan debris glandular.
Permukaan 1 2 4
2 4 6
Dalam
Ovarium
Kanan Permukaan 1 2 4
4 16 20
Dalam
Kiri Permukaan 1 2 4
Dalam 4 16 20
Perlekatan kavum Douglasi
Sebagian Komplit
4 40
<1/3 1/3-2/3 >2/3
Perlekatan
5
Ovarium
1 2 4
Tipis
Kanan 4 8 16
Tebal
1 2 4
Tipis
Kiri Kiri 4 8 16
Tebal
Tuba
1 2 4
Kanan Tipis
4 8 16
Tebal
1 2 4
Tipis
Kir Kiri 4 8 16
Tebal
Martin pada tahun 2006 mengusulkan sistem kalsifikasi stadium untuk mengetahui
tingkat kepercayaan dari tindakan laparaskopi diagnostik terhadap endometriosis. Tingkat
kepercayaan laparaskopi terdiri atas 4 tingkatan:10
Tingkat 1:
Mungkin endometriosis Vesikel peritoneal, polip merah, polip kuning,
hipervaskularisasi, jaringan parut, adhesi
Tingkat 2:
Diduga endometriosis Kista coklat dengan aliran bebas dari cairan coklat.
Tingkat 3:
Pasti endometriosis Lesi jaringan parut gelap, lesi merah dengan latar belakang jaringan
ikat sebagai jaringan parut, kista coklat dengan area mottle merah dan gelap dengan latar
belakang putih.
Tingkat 4:
6
Endometriosis Lesi gelap dan jaringan parut pada pembedahan pertama.
3. Etiologi
Teori tentang terjadinya endometriosis adalah sebagai berikut:
Teori pertama yaitu teori retrograde menstruasi, juga dikenal sebagai teori
implantasi jaringan endometrium yang viable (hidup) dari Sampson. Teori ini
didasari atas 3 asumsi:
7
Sel-sel endometrium dari darah haid berbalik tersebut diambil dari cairan
peritoneum dan dilakukan kultur sel ternyata ditemukan hidup dan dapat melekat
serta menembus permukaan mesotelial dari peritoneum.
Endometriosis lebih sering timbul pada wanita dengan sumbatan kelainan
mulerian dari pada perempuan dengan malformasi yang tidak menyumbat saluran
keluar dari darah haid.
Insiden endometriosis meningkat pada wanita dengan permulaan menars, siklus
haid yang pendek atau menoragia.6,7
8
wanita yang menderita endometriosis, MMP yang disekresi oleh endometrium luar
biasa resisten (kebal) terhadap penekanan progesteron. Tampilan MMP yang menetap
didalam sel-sel endometrium yang terkelupas dapat mengakibatkan suatu potensi
invasif terhadap endometrium yang berbalik arah sehingga menyebabkan invasi dari
permukaan peritoneum dan selanjutnya terjadi proliferasi sel.6,7
Pada penderita endometriosis terdapat gangguan respon imun yang
menyebabkan pembuangan debris pada darah haid yang membalik tidak efektif.
Makrofag merupakan bahan kunci untuk respon imun alami, bagian sistem imun yang
tidak antigen-spesifik dan tidak mencakup memori imunologik. Makrofag
mempertahankan tuan rumah melalui pengenalan, fagositosis, dan penghancuran
mikroorganisme yang jahat dan juga bertindak sebagai pemakan, membantu untuk
membersihkan sel apoptosis dan sel-sel debris. Makrofag mensekresi berbagai macam
sitokin, faktor pertumbuhan, enzim dan prostaglandin dan membantu fungsi-fungsi
faktor diatas disamping merangsang pertumbuhan dan proliferasi tipe sel yang lain.
Makrofag terdapat dalam cairan peritoneum normal dan jumlah serta aktifitasnya
meningkat pada wanita dengan endometriosis. Pada penderita endometriosis, makrofag
yang terdapat di peritoneum dan monosit yang beredar teraktivasi sehingga
penyakitnya berkembang melalui sekresi faktor pertumbuhan dan sitokin yang
merangsang proliferasi dari endometrium ektopik dan menghambat fungsi
pemakannya. Natural killer juga merupakan komponen lain yang penting dalam proses
terjadinya endometriosis, aktifitas sitotoksik menurun dan lebih jelas terlihat pada
wanita dengan stadium endometriosis yang lanjut.6,7
d. Teori transplantasi langsung
Transplantasi langsung jaringan endometrium pada saat tindakan yang
kurang hati-hati seperti saat seksio sesaria, operasi bedah lain, atau perbaikan
episiotomi, dapat mengakibatkan timbulnya jaringan endometriosis pada bekas parut
operasi dan pada perineum bekas perbaikan episiotomi tersebut.5
e. Faktor endokrin
Perkembangan dan pertumbuhan endometriosis tergantung kepada estrogen
(estrogen-dependent disorder). Penyimpangan sintesa dan metabolisme estrogen telah
diimplikasikan dalam patogenesa endometriosis. Aromatase, suatu enzim yang
merubah androgen, androstenedion dan testosteron menjadi estron dan estradiol.
Aromatase ini ditemukan dalam banyak sel manusia seperti sel granulosa ovarium,
sinsisiotrofoblas di plasenta, sel lemak dan fibroblas kulit.6,7
9
Biosintesa estrogen wanita usia reproduksi
10
kelenjar epitelium, enzim tipe-2 ini sangat banyak ditemukan pada kelenjar endometrium
fase sekresi. Dalam jaringan endometriotik, tipe-1 ditemukan secara normal, tetapi tipe-2
secara bersamaan tidak ditemukan. Progesteron tidak merangsang aktiftas tipe-2 dalam
susukan endometriotik karena tampilan reseptor progesteron juga abnormal. Reseptor
progesteron terdiri dari 2 tipe: PR-A dan PR-B, keduanya ini ditemukan pada
endometrium eutopik normal, sedangkan pada jaringan endometriotik hanya PR-A saja
yang ditemukan.6,7
4. Histogenesis
Teori histogenesis dari endometriosis yang paling banyak dianut adalah teori dari
Sampson. Menurut teori ini, endometriosis terjadi karena darah haid mengalir kembali
(regurgitasi) melalui tuba ke dalam rongga pelvis. Sudah dibuktikan bahwa dalam darah
haid didapati sel-sel endometrium yang masih hidup. Sel-sel endometrium yang masih
hidup ini kemudian dapat mengadakan implantasi di pelvis. 4
Teori lain dikemukakan oleh Robert Meyer bahwa endometriosis terjadi karena
rangsangan pada sel-sel epitel berasal dari selom yang dapat mempertahankan hidupnya di
daerah pelvis. Rangsangan ini akan menyebabkan metaplasia dari sel-sel epitel itu
sehingga terbentuk jaringan endometrium. 4
Teori hormonal bermula dari kenyataan bahwa kehamilan dapat menyembuhkan
endometriosis. Rendahnya kadar FSH, LH dan E2 dapat menghilangkan endometriosis.
Pemberian steroid seks dapat menekan sekresi FSH, LH dan E2. Pendapat yang sudah lama
dianut ini mengemukakan bahwa pertumbuhan endometriosis sangat tergantung dari kadar
estrogen dalam tubuh. Pendapat ini mulai diragukan karena pada tahun 1989 Baziad dan
Jacoeb menemukan kadar E2 yang cukup tinggi pada kasus-kasus endometriosis. Jacoeb
pada tahun 1990 pun menemukan kadar E2 serum pada setiap kelompok derajat
endometriosis hampir semuanya tinggi. Keadaan ini juga tidak bergantung pada beratnya
derajat endometriosis. Kalau memang dianggap perkembangan endometriosis bergantung
pada kadar estrogen dalam tubuh, seharusnya terdapat hubungan bermakna antara beratnya
derajat endometriosis dengan kadar E2 di lain pihak, apabila kadar E2 dalam tubuh maka
senyawa ini akan diubah kembali menjadi androgen melalui proses aromatisasi.
Akibatnya, kadar testosterone pun akan meninggi. Tetapi kenyataannya pada penelitian ini,
kadar T tidak berubah secara bermakna menurut beratnya penyakit. 11
Sedangkan teori terakhir, endometriosis dikaitkan dengan aktivitas imun. Teori
imunologis menerangkan bahwa secara embriologis, sel epitel yang membungkus
11
peritoneum parietal dan permukaan ovarium memiliki asal yang sama, oleh karena itu sel-
sel endometriosis akan sejenis dengan mesotel. Telah diketahui bahwa CA-125 merupakan
suatu antigen permukaan sel yang semula diduga khas untuk ovarium. Karena
endometriosis merupakan proses proliferasi sel yang bersifat destruktif, maka lesi ini tentu
akan meningkatkan kadar CA-125. Banyak yang berpendapat bahwa endometriosis adalah
suatu penyakit autoimun karena memiliki kriteria yang cenderung lebih banyak pada
wanita, bersifat familiar, menimbulkan gejala klinik, melibatkan multiorgan dan
menunjukkan aktivitas sel B-poliklonal.11
5. Patologi
Gambaran mikroskopik dari endometrium sangat variabel. Lokasi yang sering
terdapat ialah pada ovarium dan biasanya bilateral. Pada ovarium tampak kista-kista biru
kecil sampai besar berisi darah tua menyerupai coklat. Darah tua dapat keluar sedikit-
sedikit karena luka pada dinding kista dan dapat menyebabkan perlekatan antara
permukaan ovarium dengan uterus, sigmoid dan dinding pelvis. Kista coklat kadang-
kadang dapat mengalir dalam jumlah banyak ke dalam rongga peritoneum karena robekan
dinding kista dan menyebabkan akut abdomen. Tuba pada endometriosis biasanya normal.4
Pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan ciri-ciri khas bagi endometriosis yakni
kelenjar-kelenjar dan stroma endometrium dan perdarahan bekas dan baru berupa eritrosit,
pigmen hemosiderin dan sel-sel makrofag berisi hemosiderin. Disekitarnya tampak sel-sel
radang dan jaringan ikat sebagai reaksi dari jaringan normal disekelilingnya. Jaringan
endometriosis seperti juga jaringan endometrium di dalam uterus dapat dipengaruhi oleh
estrogen dan progesteron. Sebagai akibat dari pengaruh hormon-hormon tersebut, sebagian
besar sarang endometriosis berdarah secara periodik yang menyebabkan reaksi jaringan
sekelilingnya berupa radang dan perlekatan.4
Pada kehamilan dapat ditemukan reaksi desidual jaringan endometriosis. Apabila
kehamilannya berakhir, reaksi desidual menghilang disertai dengan regresi sarang
endometriosis. Pengaruh baik dari kehamilan kini menjadi dasar pengobatan endometriosis
dengan hormon untuk mengadakan apa yang dinamakan kehamilan semu
(pseudopregnancy).4
12
6. Gejala Klinis
Gejala-gejala yang sering ditemukan pada kista endometriosis adalah:1,4
a. Nyeri perut bawah yang progresif dan dekat paha yang terjadi pada dan selama
haid (dismenore). Sebab dari dismenore ini tidak diketahui tetapi mungkin ada
hubungannya dengan vaskularisasi dan perdarahan dalam sarang endometriosis
pada waktu sebelum dan semasa haid. Nyeri tidak selalu didapatkan pada
endometriosis walaupun kelainan sudah luas sebaliknya kelainan ringan dapat
menimbulkan gejala nyeri yang hebat. Nyeri yang hebat dapat menyebabkan
mual, mntah, dan diare. Dismenore primer terjadi selama tahun-tahun awal
mestruasi, dan semakin meningkat dengan usia saat melahirkan anak, dan
biasanya hal ini tidak berhubungan dengan endometriosis. Dismenore sekunder
terjadi lebih lambat dan akan semakin meningkat dengan pertambahan usia. Hal
ini bisa menjadi tanda peringatan akan terjadinya endometriosis, walaupun
beberapa wanita dengan endometriosis tidak terlalu merasakannya.
13
c. Nyeri waktu defekasi, terjadi karena adanya endometriosis pada dinding
rekstosigmoid. Kadang-kadang bisa terjadi stenosis dari lumen usus besar
tersebut.
d. Poli dan hipermenorea, dapat terjadi pada endometriosis apabila kelainan pada
ovarium sangat luas sehingga fungsi ovarium terganggu.
e. Infertilitas, hal ini disebabkan apabila motilitas tuba terganggu karena fibrosis dan
perlekatan jaringan disekitarnya. Sekitar 30-40% wanita dengan endometriosis
menderita infertilitas.
7. Diagnosis
Perlu dilakukan anamnesis yang cermat. Yang paling khas adalah pasien mengeluh
nyerihaid, yaitu menjelang haid dan puncaknya pada hari pertama dan ke dua siklus haid,
kadang-kadang disertai perdarahan abnormal, mual dan muntah. Pada umumnya pasien
sampai menggunakan obat penghilang rasa sakit. Pasien yang sudah menikah ti-dak jarang
mengeluh nyeri saat sanggama. Pada pasangan suami istri yang sulit mendapatkan anak
(infertilitas) perlu dipikirkan adanya endometriosis. Pada 50 % pasutri infer-til ditemukan
endometriosis dan pada 70-80% perempuan dengan infertilitas tidak terjelaskan,
ditemukan endometriosis.1,8,11
14
Tidak ada pemeriksaan yang sederhana untuk mendiagnosis endometriosis. Dalam
kenyataannya, satu-satunya cara untuk mendiagnosis pasti endometriosis adalah dengan
melakukan laparoskopi dan melakukan biopsi jaringan. Pemeriksaan ini merupakan
standar emas dalam mendiagnosis endometriosis.12
Endometriosis dicurigai bila ditemukan adanya gejala nyeri di daerah pelvis dan
adanya penemuan-penemuan yang bermakna selama pemeriksaan fisik. Melalui
pemeriksaan rektovaginal (satu jari di dalam vagina dan satu jari lagi di dalam rectum)
akan teraba nodul (jaringan endometrium) di belakang uterus dan di sepanjang ligamentum
yang menyerang dinding pelvis. Suatu saat bisa saja nodul tidak teraba, tetapi pemeriksaan
ini sendiri dapat menyebabkan rasa nyeri dan tidak nyaman.13
8. Penatalaksanaan
Pengobatan pada endometriosis pada dasarnya hanyalah untuk mengurangi atau
menghilangkan dampak klinik yang ada, hanya secara simptomatis. Pada dasarnya ada tiga
macam pengobatan endometriosis. Pembedahan yang bertujuan menghilangkan atau
mengurangi jaringan endometriosis yang tampak/ terdiagnosis. Kedua adalah
medikamentosa dengan obat anti estrogen, karena diyakini bahwa pertumbuhan jaringan
endomertriosis ini dipacu oleh hormon estrogen. Pada umumnya pengobatan
mediksamentosa ini tidak bisa berdiri sendiri. Ketiga adalah kombinasi dari keduanaya,
pembedahan dan medikamentosa; pengobatan kombinasi ini merupoakan pengobatan yang
paling sering dilakukan.1,2
Endometriosis bisa diterapi dengan medikamentosa dan/atau pembedahan.
Pengobatan endometriosis juga bertujuan untuk menghilangkan nyeri dan/atau
memperbaiki fertilitas.6,13,14
a. Endometriosis dan subfertilitas
o Adhesi peritubal and periovarian dapat menginterferensi dengan transportasi
ovum secara mekanik dan berperan dalam menyebabkan subfertilitas.
Endometriosis peritoneal telah terbukti berperan dalam menyebabkan
15
subfertilitas dengan cara berinterferensi dengan motilitas tuba,
follikulogenesis, dan fungsi korpus luteum. Aromatase dipercaya dapat
meningkatkan kadar prostaglandin E melalui peningkatan ekspresi COX-2.
Endometriosis juga dapat menyebabkan subfertilitas melalui peningkatan
jumlah sperma yang terikat ke epitel ampulla sehingga mempengaruhi
interaksi sperm-endosalpingeal.
o Pemberian medikamentosa pada endometriosis minimal atau sedang tidak
terbukti meningkatkan angka kehamilan. Endometriosis sedang sampai berat
harus dioperasi.
o Pilihan lainnya untuk mendapatkan kehamilan ialah inseminasi intrauterin,
superovulasi, dan fertilisasi invitro. Pada suatu penelitian case-contol, rata-rata
kehamilan dengan injeksi sperma intrasitoplasmik tidak dipengaruih oleh
kehadiran endometriosis. Lebih jauh, analisi lainnya menunjukkan
peningkatan kejadian kehamilan akibat fertilisasi in vitro dengan preterapi
endometriosis tingkat 3 dan 4 dengan agonis gonadotropin-releasing hormone
(GnRH).
b. Terapi interval
o Beberapa peneliti percaya bahwa endometriosis dapat ditekan dengan
pemberian profilaksis berupa kontrasepsi oral kombinasi berkesinambungan,
analog GnRH, medroksiprogesteron, atau danazol sebagai upaya untuk
meregresi penyakit yang asimtomastik dan mengatasi fertilitas subsekuen.
o Ablasi melalui pembedahan untk endometriosis simptomatik juga dapat
meningkatkan kesuburan dalam 3 tahun setelah follow-up.
c. Tidak ada hubungan antara endometriosis dengan abortus rekuren dan tidak ada
penelitian yang menunjukkan bahwa terapi medikamentosa atau pembedahan dapat
mengurangi angka kejadian abortus.
d. Terapi medis: pil kontrasepsi oral kombinasi, danazol, agen progestational, dan analog
GnRH. Semua obat ini memiliki efek yang sama dalam mengurangi nyeri dan
durasinya.
o Pil kontrasepsioral kombinasi berperan dalam supresi ovarium dan
memperpanjang efek progestin.
o Semua agen progesteron berperan dalam desidualisasi dan atrofi endometrium.
Medroksiprogesteron asetat berperan dalam mengurangi nyeri.
16
Megestrol asetat juga memiliki efek yang sama
The levonorgestrel intrauterine system (LNG-IUS) berguna dalam
mengurangi nyeri akibat endometriosis.
o Analog GnRH berguna untuk menurunkan gejala nyeri, namun tidak berefek
dalam meningkatkan angka fertilitas. Terapi dengan GnRH menurunkan gejala
nyeri pada 85-100% wanita dengan endometriosis.
o Danazol berperan untuk menghambat siklus follicle-stimulating hormone
(FSH) and luteinizing hormone (LH) dan mencegah steroidogenesis di korpus
luteum.
Terapi Bedah
Terapi bedah bisa diklasifikasikan menjadi terapi bedah konservatif jika fungsi reproduksi
berusaha dipertahankan, semikonservatif jika kemampuan reproduksi dikurangi tetapi
fungsi ovarium masih ada, dan radikal jika uterus dan ovarium diangkat secara
keseluruhan. Usia, keinginan untuk memperoleh anak lagi, perubahan kualitas hidup,
adalah hal-hal yang menajdi pertimbangan ketika memutuskan suatu jenis tindakan
operasi.6, 13,14
a. Pembedahan konservatif
o
Tujuannya adalah merusak jaringan endometriosis dan melepaskan
perlengketan perituba dan periovarian yang menjadi sebab timbulnya gejala
nyeri dan mengganggu transportasi ovum. Pendekatan laparoskopi adalah
metode pilihan untuk mengobati endometriosis secara konservatif. Ablasi bisa
dilakukan dengan dengan laser atau elektrodiatermi. Secara keseluruhan,
angka rekurensi adalah 19%. Pembedahan ablasi laparoskopi dengan diatermi
bipolar atau laser efktif dalam menghilangkan gejala nyeri pada 87%. Kista
endometriosis dapat diterapi dengan drainase atau kistektomi. Kistektomi
laparoskopi mengobati keluhan nyeri lebih baik daripada tindakan drainase.
Terapi medis dengan agonis GnRH mengurangi ukuran kista tetapi tidak
berhubungan dengan hilangnya gejala nyeri.
o
Flushing tuba dengan media larut minyak dapat meningkatkan angka
kehamilan pada kasus infertilitas yang berhubungan dengan endometriosis.
17
o
Untuk dismenorhea yang hebat dapat dilakukan neurektomi presakral. Bundel
saraf yang dilakukan transeksi adalah pada vertebra sakral III, dan bagian
distalnya diligasi.
o
Laparoscopic Uterine Nerve Ablation (LUNA) berguna untuk mengurangi
gejala dispareunia dan nyeri punggung bawah.
o
Untuk pasien dengan endometriosis sedang, pengobatan hormonal adjuvant
postoperative efektif untuk mengurangi nyeri tetapi tidak ada berefek pada
fertilitas. Analog GnRH, danazol, dan medroksiprogesteron berguna untuk hal
ini.
b. Pembedahan semikonservatif
o
Indikasi pembedahan jenis ini adalah wanita yang telah melahirkan anak
dengan lengkap, dan terlalu muda untuk menjalani pembedahan radikal, dan
merasa terganggu oleh gejala-gejala endometriosis. Pembedahan yang
dimaksud adalah histerektomi dan sitoreduksi dari jaringan endometriosis
pelvis. Kista endometriosis bisa diangkat karena sepersepuluh dari jaringan
ovarium yang berfungsi diperlukan untuk memproduksi hormon. Pasien yang
dilakukan histerektomi dengan tetap mempertahankan ovarium memiliki
risiko enam kali lipat lebih besar untuk mengalami rekurensi dibandingkan
dengan wanita yang dilakukan histerektomi dan ooforektomi.
o
Terapi medis pada wanita yang telah memiliki cukup anak yang juga memiliki
efek dalam mereduksi gejala.
c. Pembedahan radikal
o
Histerektomi total dengan ooforektomi bilateral dan sitoreduksi dari
endometrium yang terlihat. Adhesiolisis ditujukan untuk memungkinkan
mobilitas dan menormalkan kembali hubungan antara organ-organ di dalam
rongga pelvis.
o
Obstruksi ureter memerlukan tindakan bedah untuk mengeksisi begian yang
mengalami kerusakan. Pada endometriosis dengan obstruksi usus dilakukan
reseksi anastomosis jika obstruksi berada di rektosigmoid anterior.
18
Algoritma Penatalaksanaan Endometriosis
9 Diagnosis Banding
Adenomiosis uteri, radang pelvik, dengan tumor adneksa dapat menimbulkan
kesukaran dalam diagnosis. Pada kelainan di luar endometriosis jarang terdapat
perubahan-perubahan berupa benjolan kecil di kavum Douglasi dan ligamentum
sakrouterina. Kombinasi adenomiosis uteri atau mioma uteri dengan endometriosis dapat
pula ditemukan. Endometriosis ovarii dapat menimbulkan kesukaran diagnosis dengan
19
kista ovarium. Sedangkan endometriosis yang berasal dari rektosigmoid perlu dibedakan
dari karsinoma.4
10 Prognosis
DAFTAR PUSTAKA
20
1. Badziad Ali., 2003. Endometriosis; Endokrinologi Ginekologi, edisi kedua, hal: 1-25,
Media Aesculapius, FK UI, Jakarta.
2. American Society. Endometriosis a guide for patient
http://www.asrm.org/Patients/patientbooklets/endometriosis.pdf [diakses 7 Juni 2009]
3. Oepomo TD. Concentration of TNF- in the peritoneal fluid and serum of
endometrioticpatients. http://www.unsjournals.com/DD0703D070302.pdf [diakses 7
Juni 2009]
4. NHS Evidence, Annual Evidence Update on Endometriosis Epidemiology and
aetiology. http://www.library.nhs.uk/womenshealth/ViewResource.aspx?
resID=258981&tabID=290&catID=11472 [diakses 7 Juni 2009]
5. Prawirohardjo S. Ilmu Kandungan. Jakarta: YBP-SP, 2002. p.314-36
21
22