Anda di halaman 1dari 30

BAB II TINJAUAN

PUSTAKA

2.1 Jamur

2.1.1Definisi Jamur

Mikologi berasal dari bahasa Yunani mykes=jamur dan logos=ilmu.

Menurut Alexopoulos et al. (1996) dalam Gandjar (2006), sebenarnya istilah

mikologi kurang tepat. Istilah yang tepat adalah mycetology, karena mykes

berdasarkan tatabahasa Yunani adalah myceto. Fungi dalam bahasa Latin juga

berarti jamur. Jamur merupakan mikroorganisme eukaryotik dengan tingkat

biologisnya yang lebih tinggi dibandingkan dengan bakteri. Habitat hidupnya

terutama di alam seperti air dan tanah sebagai jamur saprofit. Kehidupan jamur

memerlukan suasana lingkungan dengan kelembapan yang tinggi. Meskipun

demikian jamur dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungan, sehingga jamur dapat

hidup di gurun pasir yang kering dan panas (Kumala, 2006).

2.1.2 Morfologi dan Struktur Jamur

Menurut Brooks dkk (2005), jamur tumbuh dalam dua bentuk dasar, sebagai

yeast/ragi dan molds. Pertumbuhan dalam bentuk mold adalah dengan produksi

koloni filamentosa multiseluler. Koloni ini mengandung tubulus silindris yang

bercabang yang disebut hifa, diameternya bervariasi dari 2-10 m. Massa hifa

yang jalin-menjalin dan berakumulasi selama pertumbuhan aktif adalah miselium.

Beberapa hifa terbagi menjadi sel-sel oleh dinding pemisah atau septa, yang secara

khas terbentuk pada interval yang teratur selama pertumbuhan hifa. Hifa yang

menembus medium penyangga dan mengabsorbsi bahan-bahan

Universitas Sumatera Utara


makanan adalah hifa vegetatif atau hifa substrat. Sebaliknya, hifa aerial

menyembul di atas permukaan miselium dan biasanya membawa struktur

reproduktif dari mold.

Ragi adalah sel tunggal, biasanya berbentuk bulat atau elips dan diameternya

bervariasi dari 3-15 m. Kebanyakan ragi bereproduksi melalui pertunasan.

Beberapa spesies menghasilkan tunas yang mempunyai ciri khas gagal

melepaskan diri dan menjadi memanjang; kesinambungan dari proses pertunasan

kemudian menghasilkan suatu sel ragi panjang yang disebut pseudohifa

(Brooks dkk, 2005).

Semua jamur mempunyai dinding sel kaku yang penting untuk

menentukan bentuknya. Dinding-dinding sel sebagian besar terbentuk oleh lapisan

karbohidrat, rantai-rantai panjang polisakarida, juga glikoprotein dan lipid.

Selama infeksi, dinding sel jamur mempunyai sifat-sifat patobiologi yang penting.

Komponen permukaan dinding memperantai penempelan jamur pada sel inang.

Beberapa ragi dan mold memberi melanin pada dinding sel, memberikan pigmen

coklat atau hitam. Jamur yang demikian adalah dematiaceous. Dalam beberapa

penelitian, melanin berhubungan dengan virulensi (Brooks dkk, 2005).

2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Jamur

Setiap mikroorganisme mempunyai kurva pertumbuhan, begitu pula fungi.

Kurva tersebut diperoleh dari menghitung massa sel pada kapang atau kekeruhan

media pada khamir dalam waktu tertentu. Kurva pertumbuhan mempunyai beberapa

fase (Gandjar, 2006) antara lain :

Universitas Sumatera Utara


1. Fase lag, yaitu fase penyesuaian sel-sel dengan lingkungan, pembentukan

enzim-enzim untuk mengurai substrat;

2. fase akselerasi, yaitu fase mulainya sel-sel membelah dan fase lag menjadi fase

aktif;

3. fase eksponensial, merupakan fase perbanyakan jumlah sel yang sangat

banyak, aktivitas sel sangat meningkat, dan fase ini merupakan fase yang penting

dalam kehidupan fungi. Pada awal dari fase ini kita dapat memanen enzim-enzim

dan pada akhir dari fase ini atau;

4. fase deselerasi (Moore-Landecker, 1996 dalam Gandjar, 2006), yaitu waktu

sel-sel mulai kurang aktif membelah, kita dapat memanen biomassa sel atau

senyawa-senyawa yang tidak lagi diperlukan oleh sel-sel;

5. fase stasioner, yaitu fase jumlah sel yang bertambah dan jumlah sel yang mati

relatif seimbang. Kurva pada fase ini merupakan garis lurus yang horizontal.

Banyak senyawa metabolit sekunder dapat dipanen pada fase stasioner;

6. fase kematian dipercepat, jumlah sel-sel yang mati atau tidak aktif sama sekali

lebih banyak daripada sel-sel yang masih hidup.

Pada umumnya pertumbuhan fungi dipengaruhi oleh (Gandjar, 2006):

1. Substrat

Substrat merupakan sumber nutrien utama bagi fungi. Nutrien-nutrien baru dapat

dimanfaatkan sesudah fungi mengekskresi enzim-enzim ekstraselular yang

dapat mengurai senyawa-senyawa kompleks dari substrat tersebut menjadi

senyawa-senyawa yang lebih sederhana. Misalnya, apabila substratnya nasi,

atau singkong, atau kentang, maka fungi tersebut harus mampu

Universitas Sumatera Utara


mengekskresikan enzim -amilase untuk mengubah amilum menjadi glukosa.

Senyawa glukosa tersebut yang kemudian diserap oleh fungi. Apabila

substratnya daging, maka fungi tersebut harus mengeluarkan enzim yang

proteolitik untuk dapat menyerap senyawa asam-asam amino hasil uraian protein.

Contoh yang lain lagi, misalnya substratnya berkadar lemak tinggi, maka fungi

tersebut harus mampu menghasilkan lipase agar senyawa asam lemak hasil

uraian dapat diserap ke dalam tubuhnya. Fungi yang tidak dapat menghasilkan

enzim sesuai komposisi substrat dengan sendirinya tidak dapat memanfaatkan

nutrien-nutrien dalam substrat tersebut.

2. Kelembapan

Faktor ini sangat penting untuk pertumbuhan fungi. Pada umumnya fungi tingkat

rendah seperti Rhizopus atau Mucor memerlukan lingkungan dengan kelembapan

nisbi 90%, sedangkan kapang Aspergillus, Penicillium, Fusarium, dan banyak

hyphomycetes lainnya dapat hidup pada kelembapan nisbi yang lebih rendah,

yaitu 80%. Fungi yang tergolong xerofilik tahan hidup pada kelembapan

70%, misalnya Wallemia sebi, Aspergillus glaucus, banyak strain Aspergillus

tamarii dan A. Flavus (Santoso et al., 1998 dalam Gandjar, 2006). Dengan

mengetahui sifat-sifat fungi ini penyimpanan bahan pangan dan materi lainnya

dapat dicegah kerusakannya.

3. Suhu

Berdasarkan kisaran suhu lingkungan yang baik untuk pertumbuhan, fungi

dapat dikelompokkan sebagai fungi psikrofil, mesofil, dan termofil. Fungi

psikofril adalah fungi yang dengan kemampuan untuk tumbuh pada atau

Universitas Sumatera Utara


dibawah 00C dan suhu maksimum 200C. Hanya sebagian kecil spesies fungi yang

psikofril. Fungi mesofil adalah fungi yang tumbuh pada suhu 10-350C, suhu

optimal 20-350C. Fungi dapat tumbuh baik pada suhu ruangan (22-250C).

Sebagian besar fungi adalah mesofilik. Fungi termofil adalah fungi yang hidup

pada suhu minimum 200C, suhu optimum 400C dan suhu maksimum 50-600C.

Contohnya Aspergillus fumigatus yang hidup pada suhu 12-550C. Mengetahui

kisaran suhu pertumbuhan suatu fungi adalah sangat penting, terutama bila

isolat-isolat tertentu akan digunakan di industri. Misalnya, fungi yang termofil

atau termotoleran (Candida tropicalis, Paecilomyces variotii, dan Mucor

miehei), dapat memberikan produk yang optimal meskipun terjadi peningkatan

suhu, karena metabolisme funginya, sehingga industri tidak memerlukan

penambahan alat pendingin.

4. Derajat keasaman lingkungan

pH substrat sangat penting untuk pertumbuhan fungi, karena enzim-enzim

tertentu hanya akan mengurai suatu substrat sesuai dengan aktivitasnya pada

pH tertentu. Umumnya fungi menyenangi pH di bawah 7.0. Jenis-jenis khamir

tertentu bahkan tumbuh pada pH yang cukup rendah, yaitu pH 4.5-5.5.

Mengetahui sifat tersebut adalah sangat penting untuk industri agar fungi yang

ditumbuhkan menghasilkan produk yang optimal, misalnya pada produksi

asam sitrat, produksi kefir, produksi enzim protease-asam, produksi antibiotik,

dan juga untuk mencegah pembusukan bahan pangan.

Universitas Sumatera Utara


5. Bahan kimia

Bahan kimia sering digunakan untuk mencegah pertumbuhan fungi. Senyawa

formalin disemprotkan pada tekstil yang akan disimpan untuk waktu tertentu

sebelum dijual. Hal ini terutama untuk mencegah pertumbuhan kapang yang

bersifat selulolitik, seperti Chaetomium globosum, Aspergillus niger, dan

Cladosporium cladosporoides yang dapat merapuhkan tekstil, atau

meninggalkan noda-noda hitam akibat sporulasi yang terjadi, sehingga

menurunkan kualitas bahan tersebut.

Selama pertumbuhannya fungi menghasilkan senyawa-senyawa yang tidak

diperlukannya lagi dan dikeluarkan ke lingkungan. Senyawa-senyawa tersebut

merupakan suatu pengaman pada dirinya terhadap serangan oleh mikroorganisme

lain termasuk terhadap sesama mikroorganisme. Manusia memanfaatkan

senyawa-senyawa tersebut, yang kita kenal sebagai antibiotik, untuk mencegah

berbagai penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme (Gandjar, 2006).

2.1.4 Teori Simpul

Simpul 1 Simpul 2 Simpul 3 Simpul 4


Sumber Media Perilaku Kejadian
penyakit transmisi pemajanan penyakit
penyakit

Candida Udara Pengetahuan Sakit


albicans dan Pakaian Perilaku
Aspergillus Manusia Pekerjaan
Lokasi
spp.

Gambar 1. Teori Simpul Penyakit yang Disebabkan Jamur Candida albicans dan

Aspergillus spp. pada Pakaian Bekas

Universitas Sumatera Utara


Dalam proses kejadian penyakit, termasuk penyakit menular, pada

hakikatnya dapat diuraikan dalam empat simpul (Anies, 2006). Simpul 1 yaitu

sumber penyakit. Sumber penyakit adalah titik yang menyimpan dan/atau

menggandakan agen penyakit serta mengeluarkan atau mengemisikan agen

penyakit. Agen penyakit adalah komponen lingkungan yang dapat menimbulkan

gangguan penyakit melalui media perantara (yang juga komponen lingkungan)

(Achmadi, 2013). Dalam hal ini, simpul 1 berupa jamur yang terdapat pada

pakaian bekas, diantaranya jamur Candida albicans dan Aspergillus spp.

Simpul 2 yaitu media transmisi penyakit. Media transmisi penyakit yaitu

komponen lingkungan yang dapat memindahkan agen penyakit. Media transmisi

tidak akan memiliki potensi penyakit kalau di dalamnya tidak mengandung agen

penyakit (Achmadi, 2013). Dalam hal ini, simpul 2 berupa udara dan pakaian

yang mengandung bakteri yang berasal manusia.

Simpul 3 yaitu perilaku pemajanan. Hubungan interaktif antara komponen

lingkungan dengan penduduk berikut perilakunya, dapat diukur dengan konsep yang

disebut sebagai perilaku pemajanan atau behavioral exposure. Perilaku pemajanan

adalah jumlah kontak antara manusia dengan komponen lingkungan yang

mengandung potensi bahaya penyakit (agen penyakit) (Achmadi, 2013). Dalam

hal ini, simpul 3 berupa pengetahuan, perilaku, pekerjaan, dan lokasi penduduk.

Simpul 4 yaitu kejadian penyakit. Kejadian penyakit merupakan outcome

hubungan interaktif antara penduduk dengan lingkungan yang memiliki potensi

bahaya gangguan kesehatan. Manifestasi dampak akibat hubungan antara

Universitas Sumatera Utara


penduduk dengan lingkungan menghasilkan penyakit pada penduduk (Achmadi,

2013).

2.1.5 Penyakit yang Disebabkan Jamur

Penyakit yang disebabkan jamur pada manusia disebut mikosis. Menurut

Entjang (2003), penyakit-penyakit yang disebabkan jamur yaitu:

1. Tinea versicolor (panu) yaitu mikosis superfisial dengan gejala berupa macula

(bercak) putih kekuning-kuningan disertai rasa gatal, biasanya pada kulit dada,

bahu, punggung, axilla, leher dan perut bagian atas. Pada penyembuhan, daerah

yang terkena biasanya mengalami depigmentasi dalam waktu yang cukup lama.

Penyakit ini disebabkan Malassezia furfur.

2. Tinea cruris yaitu mikosis superfisial yang mengenai paha bagian atas sebelah

dalam. Pada kasus yang berat dapat pula mengenai kulit sekitarnya, daerah

scrotum, perineum, perut dan ketiak. Penyakit ini disebabkan Epidermophyton

floccosum atau Trichophyton sp.

3. Tinea circinata (tinea corporis) yaitu mikosis superfisial berbentuk bulat-bulat

(cincin) dimana terjadinya jaringan granulamatous, pengelupasan lesi kulit

disertai rasa gatal. Gejala penyakitnya bermula berupa papula kemerahan yang

melebar ke arah luar sedang bagian tengahnya membaik, pinggirnya agak

menonjol dan berwarna merah. Penyakit ini disebabkan Mycrosporum sp. dan

Trichophyton sp.

4. Nocardiosis yaitu mikosis yang menyerang jaringan subkutan dimana terjadi

pembengkakan jaringan yang terkena dan terjadinya lubang-lubang yang

Universitas Sumatera Utara


mengeluarkan nanah dan jamurnya berupa granula. Penyakit ini disebabkan

Nocardia asteroides.

5. Candidiasis yaitu mikosis yang menyerang kulit, kuku, selaput lendir mulut,

vagina dan organ tubuh seperti ginjal, jantung dan paru-paru. Penyakit ini

disebabkan Candida albicans.

6. Sporotrichosis yaitu mikosis yang mengenai kulit dan kelenjar lympha

superfisial dengan gejala benjolan (nodul) di bawah kulit kemudian membesar,

merah, meradang, proses nekrosis kemudian terbentuk ulcus. Nodula yang

sama terjadi sepanjang pembuluh lympha regional dan terjadi ulcus-ulcus

berikutnya. Penyakit ini disebabkan Sporotrichum schenckii.

7. Blastomycosis yaitu mikosis yang menyerang kulit, paru-paru, viscera tulang dan

sistem syaraf dengan gejala berupa papula atau pustula yang berkembang

menjadi ulcus kronik dengan jaringan granulasi pada alasnya. Penyakit ini

disebabkan Blastomyces dermatitidis dan Blastomyces brasieliensis.

8. Aspergillosis yaitu infeksi oputunistik yang paling sering terjadi pada paru-

paru dengan gejala yang mirip dengan TB paru. Penyakit ini disebabkan

Aspergillus spp. terutama Aspergillus fumigatus (Rusdi, 2013).

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2. Badan penderita Tinea versicolor (panu) (Sumber: Siregar, 2004)

Gambar 3. Tangan penderita sporotrichosis (Sumber: Siregar, 2004)

Universitas Sumatera Utara


2.2 Candida albicans

2.2.1 Taksonomi

Menurut Lodder (1970) dalam Siregar (2004), taksonomi Candida

albicans adalah :

Kelas : Deutromycota

Famili : Cryptococcaccae

Subfamili : Candidoidea

Genus : Candida

Spesies : Candida albicans

2.2.2 Ciri-Ciri

Sel-sel jamur Candida albicans berbentuk bulat, lonjong, atau bulat

lonjong dengan ukuran 2-5 x 3-6 sampai 2-5,5 x 5-28,5. Berkembang biak

dengan memperbanyak diri dengan spora yang tumbuh dari tunas, disebut

blastospora. Candida albicans dapat mudah tumbuh di dalam media Sabauroud

dengan membentuk koloni ragi dengan sifat-sifat yang khas, yakni: menonjol dari

permukaan medium, permukaan koloni halus, licin, berwarna putih kekuning-

kuningan, dan berbau ragi (Siregar, 2004).

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4. Sel Candida albicans (Sumber: Malik, 2012)

Gambar 5. Koloni Candida albicans (Sumber: Gunawan, 2012)

Universitas Sumatera Utara


2.2.3 Epidemiologi

Candida albicans hidup sebagai saprofit, merupakan flora normal pada

mulut, tenggorokan, saluran pencernaan, vagina, lipatan kulit dan di alam ditemukan

pada tanah, air, serangga dan tumbuh-tumbuhan (KSDMI, 2001). Candida albicans

mudah tumbuh pada suhu 200C-370C, tahan terhadap suhu

dingin, tetapi sensitif terhadap suhu panas 500C-600C (Firda, 2008). Diperkirakan

sekitar 25%-50% individu sehat mengandung jamur kandida di dalam mulut sebagai

flora normal (Kumala, 2006). Pada keadaan tertentu, sifat kandida ini dapat

berubah menjadi patogen dan dapat menyebabkan penyakit yang disebut kandidiasis

atau kandidosis (Siregar, 2004).

2.2.4 Penyakit yang Ditimbulkan

Penyakit yang ditimbulkan oleh jamur Candida albicans yaitu kandidiasis.

Kandidiasis adalah mikosis yang menyerang kulit atau jaringan yang lebih dalam

lagi (Entjang, 2003). Candida albicans dapat menyebabkan kandidiasis mukosa

superfisial dan kandidiasis kulit yang menyebar secara hematogen ke berbagai organ

seperti hepar, lien, ginjal, jantung dan otak dengan kematian sekitar 50%. Candida

albicans akan menyerang organ tubuh (Kumala, 2006) seperti :

a. Kandidiasis kulit, sering mengenai sela-sela jari kaki atau tangan dengan faktor

predisposisi kaki atau tangan yang selalu basah atau lembab. Gejala yang

timbul terutama rasa gatal dan kulit maserasi. Pada bayi yang popoknya selalu

basah karena kurang perawatan akan timbul diaper rash yaitu lesi kemerahan

pada bokong. Pada orang dewasa, infeksi kandida sering pada daerah inguinal

Universitas Sumatera Utara


dan lipatan payudara. Lesi berupa kemerahan disertai rasa gatal, biasanya

sering pada penderita diabetes melitus dan orang gemuk.

b. Kandidiasis mukosa, dikenal sebagai oral thrush yang terbatas pada sekitar

orofaring. Terdapat pseudomembran di lidah yang bila disentuh/dikerok mudah

berdarah. Pada wanita sering menimbulkan kandidiasis vaginitis yang disertai

fluor albus (keputihan).

c. Kandidiasis pada kuku, menyebabkan onychomycosis dan sering disertai

paronychia.

d. Kandidiasis pada saluran kemih, sering tanpa gejala. Penyebaran secara

hematogen sampai ke organ ginjal dapat mengakibatkan abses ginjal, nekrosis

pipilari ginjal dan timbul fungus ball pada ureter atau di pelvis ginjal.

Pemeriksaan urin untuk membantu diagnosisnya.

e. Kandidiasis peritonitis, sering pada penderita peritonial dialisis kronis dan pada

penderita setelah operasi saluran cerna.

f. Hematogen kandidiasis (fungemia), gejalanya bisa akut atau kronis, disertai

demam, peningkatan kadar alkali fosfatase darah dan terjadi lesi yang multipel

pada hepar dan lien.

g. Kandidiasis susunan saraf pusat, terjadi melalui penyebaran secara hematogen,

atau akibat tindakan bedah saraf. Gejalanya seperti meningitis bakterial.

h. Kandidiasis jantung, akibat penyebaran hematogen menyebabkan kelainan

pada katup jantung buatan, katup yang cacat, miokard, ruang perikardial.

Gejala klinis mirip dengan gejala endokarditis bakterialis, terdapat demam,

murmur dan sering terjadi emboli.

Universitas Sumatera Utara


i. Kandidiasis mata, terjadi akibat penyebaran hematogen. Timbul gejala

korioretinitis dan endoptalmitis. Sehingga pada penderita kandidemia harus

memeriksakan matanya secara teratur.

j. Kandidiasis tulang dan sendi, merupakan sequelae dari kandidemia. Seringkali

timbul beberapa bulan setelah berhasilnya pengobatan kandidemia. Keadaan

tersebut dapat terjadi karena seolah-olah kandidemia yang bersifat sementara,

tetapi jamur kandida tersebut sudah masuk ke dalam skeletal dan merupakan

fokus yang akan menimbulkan penyakit di kemudian hari. Meskipun

kandidiasis hematogen merupakan infeksi endogen dari saluran cerna, tetapi

dapat juga disebabkan kontaminasi dari kateter. Jamur masuk ke dalam kuman

kateter dan membentuk biofilm yang dapat menyebar ke dalam sirkulasi darah

sebagai sumber endogen.

Gambar 6. Kandidiasis di ketiak (Sumber: Siregar, 2004)

Universitas Sumatera Utara


Gambar 7. Kandidiasis di vulva sampai daerah inguinal (Sumber: Siregar, 2004)

2.3 Aspergillus spp.

2.3.1 Taksonomi Kingdom

: Myceteae Divisio :

Ascomycota Kelas :

Eurotiomycetes Ordo :

Eurotiales

Famili : Trichocomaceae

Genus : Aspergillus

Species : Aspergillus fumigatus

Aspergillus flavus

Aspergillus niger

Universitas Sumatera Utara


2.3.2 Ciri-Ciri

Jamur Aspergillus rata-rata membutuhkan suhu yang hangat (40-430C),

kelembapan tinggi (80-850C) dan material organik untuk tumbuh dan

berkembangbiak. Pertumbuhan jamur tersebut akan terganggu pada suhu 4,50C

dan bisa dimusnahkan pada suhu 71-1000C (Info Medion Online, 2015). Aspergillus

spp. yang tumbuh pada kultur menghasilkan hifa hialin. Koloni dapat

berwarna coklat, hitam, hijau, kuning, putih atau warna lainnya tergantung dari

masing-masing spesies. Spesies Aspergillus fumigatus memiliki ciri-ciri koloni

saat muda berwarna putih dan dengan cepat berubah menjadi hijau dengan

terbentuknya konidia. Konidiofor pendek dan berwarna hijau (khusus pada bagian

atas). Vesikula berbentuk gada. Konidia bulat hingga semi bulat dan berdinding

kasar (Wangge dkk, 2012). Spesies Aspergillus flavus menghasilkan koloni

berwarna kuning. Spesies Aspergillus niger menghasilkan koloni berwarna hitam.

Gambaran mikroskopik dari Aspergillus memiliki tangkai-tangkai panjang

(conidiophores) yang mendukung kepalanya yang besar (vesicle). Di kepala ini

terdapat spora yang membangkitkan sel hasil dari rantai panjang spora.

Aspergillus mampu tumbuh pada suhu 370C. Pada rumput kering Aspergillus

dapat tumbuh pada suhu di atas 500C (Rusdi, 2013).

Universitas Sumatera Utara


Gambar 8. Sel Aspergillus (1. Konidia; 2. Sterigmata; 3. Vesikel; 4. Konidiophor;

5. Miselium)

Gambar 9. Koloni Aspergillus fumigatus (Sumber: Marvel, 2008)

Universitas Sumatera Utara


Gambar 10. Koloni Aspergillus flavus (Sumber: Ellis, 2015)

Gambar 11. Koloni Aspergillus niger (Sumber: Misdar dkk, 2013)

Universitas Sumatera Utara


2.3.3 Epidemiologi

Jamur Aspergillus tersebar di seluruh dunia. Konidianya dapat hidup di tanah

dan di udara. Sehingga spora jamur ini selalu dapat terhirup oleh manusia.

Terjadinya infeksi Aspergillus pada manusia lebih berperan pada faktor daya

imunitas penderita dibandingkan virulensi jamurnya sendiri. Saluran napas atas

merupakan organ yang paling sering terkena infeksi jamur Aspergillus (Kumala,

2006).

2.3.4 Penyakit yang Ditimbulkan

Jamur Aspergillus menyebabkan penyakit aspergillosis. Aspergillosis

terdiri dari 3 stadium yaitu stadium aspergillosis alergika, kolonisasi sspergillosis

dan invasif aspergillosis. Pada aspergillosis alergika terdapat gejala sesak seperti

asma, infiltrat ke dua paru, eosinofilia dan terjadi peningkatan kadar IgE dalam

darah. Hal tersebut disebabkan tubuh sensitif terhadap antigen Aspergillus (Kumala,

2006).

Stadium aspergillosis kolonisasi ditandai dengan gejala fungus ball

(Aspergilloma) yaitu gumpalan yang berbentuk bola terdiri dari elemen hifa jamur

disertai lendir dari bronkhus. Selain di paru fungus ball dapat terjadi di sinus

paranasal. Aspergilloma dapat dilihat dengan pemeriksaan radiologis. Pada

stadium kolonisasi sering timbul perdarahan. Bila di paru, maka gejalanya mirip

dengan tuberkulosis yang disertai hemoptisis. Stadium aspergillosis invasif sering

terdapat pada penderita penyakit kolagen dan diabetes melitus. Pada stadium ini

dapat menjadi aspergillosis diseminata (Kumala, 2006).

Universitas Sumatera Utara


Gambar 12. Foto thorax aspergillosis paru invasif (Sumber: Putrimaura, 2014)

2.4 Perilaku

Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup)

yang bersangkutan. Dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari

tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka

mempunyai aktivitas masing-masing. Sehingga yang dimaksud dengan perilaku

(manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati

langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo,

2007). Menurut Skiner (1938) dalam Notoatmodjo (2007), perilaku merupakan

respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena

perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan

kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skiner disebut teori S-

Universitas Sumatera Utara


O-R atau Stimulus Organisme Respons. Sedangkan perilaku kesehatan adalah

tindakan/aktivitas/kegiatan baik yang diobservasi secara kasat mata ataupun tidak

terhadap stimulus/rangsangan yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem

pelayanan kesehatan, makanan, minuman dan lingkungan (Setiawati, 2008).

2.4.1 Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini setelah orang melakukan

penginderaan terhadap obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera

manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.

Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga

(Notoadmodjo, 2007). Menurut Notoadmodjo (2010), pengetahuan tentang

kesehatan adalah mencakup apa yang diketahui oleh seseorang terhadap cara-cara

memelihara kesehatan. Pengetahuan tentang cara-cara memlihara kesehatan ini

meliputi:

1. Pengetahuan tentang penyakit menular dan tidak menular (jenis penyakit dan

tanda-tandanya atau gejalanya, penyebabnya, cara penularannya, cara

pencegahannya, cara mengatasi atau menangani sementara).

2. Pengetahuan tentang faktor-faktor yang terkait dan/atau mempengaruhi

kesehatan antara lain: gizi makanan, sarana air bersih, pembuangan air limbah,

pembuangan kotoran manusia, pembuangan sampah, perumahan sehat, polusi

udara, dan sebagainya.

3. Pengetahuan tentang fasilitas pelayanan kesehatan yang profesional maupun

tradisional.

Universitas Sumatera Utara


4. Pengetahuan untuk menghindari kecelakaan baik kecelakaan rumah tangga

maupun kecelakaan lalu lintas dan tempat-tempat umum.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Azwar (2007),

yaitu :

1. Faktor intrinstik / internal

a. Pendidikan

Pendidikan adalah usaha sadar dan terancana untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar tidak mengembangkan potensi dirinya

untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan

dirinya dan masyarakat, pendidikan meliputi pembelajaran keahlian khusus

dan juga sesuatu yang tidak dilihat tetapi lebih mendalam yaitu pemberian

pengetahuan pertimbangan dan kebijakan.

2. Minat

Suatu fungsi jiwa untuk dapat mencapai suatu minat merupakan kekuatan

diri dalam diri sendiri untuk menambah pengetahuan.

3. Intelegensi

Pengetahuan yang dipenuhi intelegensi adalah pengetahuan intelegensi

dimana seseorang dapat brtindak secara tepat, cepat dan mudah dalam

pengambilan keputusan seseorang yang memiliki intelegensi yang rendah

akan bertingkah laku lambat dalam mengambil keputusan.

Universitas Sumatera Utara


b. Faktor Eksternal

1. Media massa

Dengan majunya teknologi akan tersedianya pula dengan bermacam-macam

media massa yang dapat pula mempengaruhi pengetahuan masyarakat.

2. Pengalaman

Pengalaman dari diri sendiri maupun orang lain yang meninggalkan kesan

yang paling dalam akan menambah pengetahuan seseorang.

3. Sosial

Sosial budaya adalah hal hal yang kompleks yang mencakup pengetahuan,

kepercayaan, moral, hukum, adat istiadat, kemampuan-kemampuan serta

kebiasaan berevolusi dimuka bumi ini sehingga hasil karya dan cipta

masyarakat. Masyarakat kurang menyadari bahwa beberapa tradisi dan

sosial budaya yang bertentangan dari segi kesehatan dan dimana hal ini

tentunya berkaitan atau tidak terlepas dari suatu penelitian.

4. Lingkungan

Lingkungan dimana kita hidup mempunyai pengaruh besar terhadap

pengetahuan seseorang,

5. Penyuluhan

Meningkatkan pengetahuan masyarakat juga dapat melaui metode penyuluhan

dan jika pengetahuan bertambah seseorang akan berubah perilakunya.

Universitas Sumatera Utara


6. Informasi

Informasi merupakan pemberitahuan secara kognitif baru bagi penambahan

pengetahuan. Pemberian informasi adalah untuk menggugah kesadaran

seseorang terhadap suatu motivasi yang berpengaruh terhadap pengetahuan.

2.4.2 Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang

terhadap stimulus atau objek. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau

aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap

merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai

suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo, 2007). Menurut Notoatmodjo

(2010), sikap terhadap kesehatan adalah pendapat atau penilaian orang terhadap hal-

hal yang berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan, yang mencakup sekurang-

kurangnya 4 variabel, yaitu:

1. Sikap terhadap penyakit menular dan tidak menular (jenis penyakit dan tanda-

tandanya atau gejalanya, penyebabnya, cara penularannya, cara

pencegahannya, cara mengatasi atau menangani sementara).

2. Sikap terhadap faktor-faktor yang terkait dan/atau mempengaruhi kesehatan

antara lain: gizi makanan, sarana air bersih, pembuangan air limbah, pembuangan

kotoran manusia, pembuangan sampah, perumahan sehat, polusi udara, dan

sebagainya.

3. Sikap tentang fasilitas pelayanan kesehatan yang profesional maupun

tradisional.

Universitas Sumatera Utara


4. Sikap untuk menghindari kecelakaan baik kecelakaan rumah tangga maupun

kecelakaan lalu lintas dan tempat-tempat umum.

Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2007) menjelaskan bahwa sikap

mempunyai 3 komponen pokok, yaitu:

1. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek.

2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.

3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

2.4.3 Tindakan

Tindakan adalah suatu perbuatan nyata yang merupakan hasil dari

perwujudan sikap yang didukung oleh faktor-faktor pendukung atau suatu kondisi

yang memungkinkan, antara lain fasilitas. Setelah seseorang mengetahui stimulus

atau objek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap

apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau

mempratikkan apa yang diketahui atau disikapinya (dinilai baik). Inilah yang

disebut praktik (practice) kesehatan, atau dapat juga dikatakan perilaku kesehatan

(overt behaviour) (Notoatmodjo, 2007). Menurut Notoatmodjo (2010), tindakan

atau praktik kesehatan ini juga meliputi 4 faktor, yaitu:

1. Tindakan atau praktik sehubungan dengan pencegahan penyakit menular dan

tidak menular (jenis penyakit dan tanda-tandanya atau gejalanya, penyebabnya,

cara penularannya, cara pencegahannya, cara mengatasi atau menangani

sementara).

Universitas Sumatera Utara


2. Tindakan atau praktik sehubungan dengan gizi makanan, sarana air bersih,

pembuangan air limbah, pembuangan kotoran manusia, pembuangan sampah,

perumahan sehat, polusi udara, dan sebagainya.

3. Tindakan atau praktik sehubungan dengan penggunaan (utilisasi) fasilitas

pelayanan kesehatan.

4. Tindakan atau praktik untuk menghindari kecelakaan baik kecelakaan rumah

tangga maupun kecelakaan lalu lintas dan tempat-tempat umum.

2.5 Pakaian Bekas

2.5.1 Pengertian

Pakaian bekas adalah pakaian yang telah dikonsumsi oleh masyarakat luar

negeri lalu diimpor untuk diperdagangkan kembali di dalam negeri (Komaria,

2013). Pakaian bekas itu tidak seluruhnya bekas pakai, karena ada sebagian di

antaranya yang merupakan pakaian dari gerai ritel yang sudah ketinggalan mode,

setelah tidak laku dijual walaupun dengan diskon yang cukup besar (Sitorus,

2008). Selanjutnya pakaian ini ditimbun bertahun-tahun di gudang. Pakaian-

pakaian timbunan inilah yang kemudian dijual kembali oleh pihak-pihak tertentu

(Rizky, 2012).

2.5.2 Alur Perjalanan Pakaian Bekas

Pakaian bekas masuk melalui pelabuhan-pelabuhan di Kepulauan Riau,

Aceh (seperti di Lhokseumawe, Sabang dan Langsa), Sumatera Utara (Belawan,

Tanjung Balai Asahan dan Pangkalan Brandan), Sulawesi Utara, Tengah,

Tenggara dan Timur, Maluku, dan daerah-daerah pantai lainnya. Pakaian-pakaian

bekas ini masuk dari Malaysia, Singapura, Jepang, Korea Selatan, dan beberapa

Universitas Sumatera Utara


dari Eropa. Tetapi masyarakat umum hanya mengetahui pakaian bekas tersebut

datang dari Singapura dan Malaysia (Sitorus, 2008).

Pakaian bekas dikapalkan melalui pelabuhan Port Klang Malaysia dan

sampai ke pelabuhan Tanjung Balai. Pakaian-pakaian bekas yang dikirim ini

dikemas dalam bentuk bal. Bal itu sendiri adalah suatu kemasan pakaian bekas

import berbentuk segi empat yang memiliki berbagai merek dan kode tergantung

jenis pakaian yang dikehendaki. Satu bal pakaian bekas rata-rata memuat 250

sampai dengan 300 potong. Bal juga terdiri dari beberapa merk yang menentukan

harga dari suatu bal serta kualitas pakaian di dalamnya. Sejak tahun 1997, para

pedagang sudah memilah-milah bal mana yang mempunyai nilai jual tinggi,

karena barang-barang yang dijual mempunyai kualitas yang baik dan diminati

oleh semua lapisan masyarakat (Aisyah, 2003).

Pakaian bekas yang dikirim ke Tanjung Balai ini telah di pilah-pilah

menurut jenisnya (Aisyah, 2003) antara lain :

1. Bal pakaian wanita dewasa

2. Bal pakaian pria dewasa

3. Bal pakaian dalam wanita

4. Bal pakaian anak-anak

5. Bal kain parasut

6. Bal pakaian rajut

7. Bal pakaian jeans

8. Bal pakaian resmi pria dan wanita

9. Bal bahan bekas tekstil

Universitas Sumatera Utara


10. Bal sepatu bekas

11. Bal tas bekas

12. Bal kaus kaki bekas

13. Bal tali pinggang bekas

14. Bal bahan untuk orden bekas

15. Bal roncah : terdiri dari sarung bantal, penutup untuk TV, kain penutup untuk

kulkas, bantal bayi, celemek, dan lain-lain.

16. Bal khusus celana panjang pria

17. Bal khusus boneka

18. Bal kemeja

Penjual atau pedagang pakaian bekas memesan bal kepada agen-agen bal

di sekitar tempat penjualan yang diperoleh agen-agen tersebut dari agen induk.

Pedagang-pedagang tersebut berjualan dengan sarana kios-kios yang lebarnya

sekitar 3x3 m (Aisyah, 2003).

2.5.3 Penanganan Jamur pada Pakaian Bekas

Pakaian bekas dapat menjadi tempat perkembangbiakan jamur. Jamur

yang terdapat pada pakaian bekas kemungkinan merupakan jamur patogen yang

dapat menimbulkan penyakit kulit dan saluran pernafasan pada konsumennya.

Dalam Sukmasari (2015), ada beberapa penanganan yang tepat sebelum pakaian

bekas digunakan, di antaranya:

1. Memisahkan pakaian bekas dengan pakaian kotor yang lain.

2. Mencuci menggunakan sabun yang kemudian dilanjutkan dengan cairan

antiseptik seperti cairan bleaching (pemutih).

Universitas Sumatera Utara


3. Merebus atau merendam pakaian dengan air panas mendidih (1000C) selama 5

menit.

4. Setelah direbus atau direndam, dicuci dengan sabun, dijemur, dan disetrika

dengan suhu yang disesuaikan dengan bahan.

2.6 Kerangka Konsep

Ada
Jamur Candida albicans
dan Aspergillus spp.
pada pakaian bekas
Tidak
ada

Perilaku penjual
Keluhan kesehatan tentang bahaya
penjual pakaian bekas kesehatan pada pakaian
bekas

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai