Anda di halaman 1dari 11

BAB VI

PEMBAHASAN

A. Analisis Univariat

1. Peran Kelompok Pendukung

Penelitian yang telah dilakukan terhadap 55 orang responden

menunjukkan hasil bahwa lebih dari sebahagian (60%) responden dengan

kategori kelompok pendukung berperan aktif terhadap responden, dimana

responden menyatakan bahwa kelompok mendorongnya untuk berperan

melakukan tugas dalam proses diskusi yaitu sebesar 61,8%, menghargai

pendapat kelompok sebesar 61,8% dan responden juga menyatakan bahwa

kelompok dapat mengarah untuk saling bekerja sama yaitu sebanyak 60%.

Kelompok berfungsi sebagai tempat berbagi pengalaman dan saling

membantu satu sama lain, untuk menemukan cara menyelesaikan masalah.

Kelompok merupakan laboratorium tempat mencoba menemukan hubungan

interpersonal yang baik, serta mengembangkan perilaku yang adaptif. Anggota

kelompok merasa dimiliki, diakui, dan dihargai eksistensinya oleh anggota

kelompok (Keliat 2004,p.3).

Hasil penelitian yangdilakukan di PSTW Kasih Sayang Ibu

Batusangkar sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Siswantari

(2012) tentang Hubungan Peran Kelompokpendukung Terhadap Persepsi

Harga Diri RendahLansiaDi Karang Werda Semeru JayaKabupaten Jember

diketahui bahwa 63,1% responden menyatakan bahwa peran kelompok

pendukung kurang aktif.

55
56

Hasil penelitian ini juga diperkuat oleh penelitian yang telah dilakukan

Meli (2013) hubungan kelompok pendukung dengan tingkat pengetahuan

anggota tentang asi ekslusif di kabupaten brebes diketahui bahwa 55,6% tidak

aktif dalam kelompok pendukung, sedangkan 44,4% aktif dalam kelompok

pendukung.Penelitian ini juga didukung oleh penelitian Nila (2009) tentang

hubungan peran kelompok pendukung terhadap perilaku ibu tentang ASI

ekslusif diketahui bahwa 53,3% berperan aktif dalam kelompok pendukung

dan 20,9% tidak aktif dalam kelompok pendukung.

Menurut asumsi peneliti, pada dasarnya kelompok pendukung

memiliki peran yang baik dan aktif terhadap sesama anggota kelompoknya,

walaupun dalam sebuah kelompok tersebut terbentuk dari berbagai latar

belakang anggota. Namun, pada kelompok lansia yang ada di Panti Sosial

Tersna Werdha Kasih Sayang Ibu berada pada satu wadah dan tempat yang

sama serta menjalani kehidupan secara bersama-sama dalam sebuah kelompok

yang terorganisasi. Kondisi ini secara tidak langsung akan menimbulkan

interaksi antar sesama kelompok, dimana akan terjadi saling berbagi

pengalaman, saling membantu dan menemukan cara menyelesaikan masalah

secara bersama. Hal ini merupakan salah satu bentuk peran kelompok

pendukung terhadap individu dalam kelompok lansia yang ada di Panti Sosial

Tresna Werdha Kasih Sayang Ibu Batusangkar.

Lansia yangberperan kelompok pendukung tidak aktif terhadap

dirinya, kondisi ini dipengaruhi oleh faktor psiko sosial lansia tersebut,

dimana sebagian lansia terlihat kurang aktif, tidak terlalu suka berinteraksi

antar sesama warga binaan di Panti Sosial serta terlihat adanya upaya menutup
57

diri, sehingga sering sebagian lansia terlihat menarik diri walaupun anggota

kelompok lain atau petugas telah berusaha untuk mengajak dan

mengikutsertakannya dalam setiap kegiatan yang ada di panti sosial.

2. Terapi Aktivitas Kelompok

Hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap 55 orang responden di

Panti Sosial Tresna Werdha Batusangkar, didapatkan hasil bahwa lebih dari

sebahagian (52,7%) responden tidak aktif dalam mengikuti kegiatan terapi

aktivitas kelompok, dimana banyak ditemukan responden yang tidak

mengikuti kegiatan terapi aktivitas kelompok sampai akhir yaitu sebanyak

72,1%, responden yang tidak mampu berkomunikasi dengan baik dalam

kegiatan sebanyak 70,9% serta banyaknya responden yang tidak aktif dalam

kegiatan aktivitas kelompok.

Terapi aktivitas kelompok adalah terapi modalitas yang dilakukan

perawat kepada sekelompok klien yang mempunyai masalah keperawatan

yang sama. Aktivitas yang digunakan sebagai terapi, dan kelompok

digunakan sebagai target asuhan. Di dalam kelompok terjadi dinamika

interaksi yang saling bergantung, saling membutuhkan dan menjadi

laboratorium tempat klien berlatih perilaku baru yang adaptif untuk

memperbaiki perilaku lama yang maladaptif (Keliat 2004,p.1).

Penelitian ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan Erwin (2010)

tentang pengaruh terapi aktifitas kelompok stimulasi persepsi terhadap

gangguan fungsi kognitif pada lansia didapatkan bahwa setengah dari

responden yaitu 50 % yang mempunyai hasil evaluasi dengan kriteria cukup,


58

35,7 % yang mempunyai hasilevaluasi dengan kriteria baik, dan 14,3 % yang

mempunyai hasil evaluasi dengan kriteria kurang baik.

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh

Hasriana (2013) tentang pengaruh terapi aktivitas kelompok sosialisasi

terhadap kemampuan sosialisasi pada klien isolasi sosial diketahui bahwa

setelah diberikan terapi aktivitas kelompok sebagian besar responden mampu

besrsosialisasi sebanyak 93,3% dan 6,7% masih dalam kategori kurang

mampu bersosialisasi.Penelitian ini juga didukung oleh hasil penelitian Filda

(2010) tentang pengaruh terapi aktivitas kelompok terhadap peningkatan

harga diri pada lansia diketahui bahwa 73,1% mengalami peningkatan harga

diri setelah dilakukan kegiatan terapi aktivitas kelompok.

Menurut asumsi peneliti, di Panti Sosial Kasih Sayang Ibu Tresna

Werdha banyak ditemukan lansia yang tidak aktif dalam kegiatan Terapi

Aktivitas Kelompok, dimana banyak ditemukan lansia yang vakum dan tidak

aktif dalam kegiatan terapi aktivitas kelompok, banyaknya responden yang

mengalami kesulitan dalam kegiatan kelompok serta banyaknya responden

yang tidak mengikuti kegiatan terapi aktivitas kelompok dari awal sampai

akhir. Selain itu, kurang aktifnya lansia dalam kegiatan terapi aktivitas

kelompok seperti tidak mampu mengemukakan pendapat, tidak mampu

memperkenalkan diri serta tidak mampunya responden dalam berkomunikasi

dengan baik pada kegiatan kelompok juga memperlihatkan kurangnya rasa

percaya diri responden untuk tampil di depan anggota kelompok lainnya.

Lansia yang aktif dalam kegiatan terapi aktivitas kelompok

dikarenakan mereka memiliki harga diri yang tinggi dan percaya terhadap
59

dirinya terhadap kemampuan yang dimiliki. Lansia tersebut mampu

menerima pendapat dari kelompok lain dan senang mengikuti kegiatan terapi

aktivitas kelompok.

3. Harga Diri

Penelitian yang telah dilakukan terhadap 55 orang lansia di Panti

Sosial Tresna Werdha Kasih Sayang Ibu Batusangkar menunjukkan hasil

bahwa lebih dari sebahagian (56,4%) responden dengan kategori harga diri

rendah.

Harga diri adalah evaluasi individu terhadap dirinya sendiri secara

positif dan negatif (Santrick,2002).Pendapat lain menurut branden (2005),

tentang harga diri adalah suatu keyakinan didalam kemampuan individu

untuk berfikir dan menghadapi tuntutan hidup, serta keyakinan hakindividu

untuk bahagian dan diijinkan untuk menikmati hidup. Mengkritik diri sendiri

dan orang lain. Tanda dan gejala harga diri rendah menurut Keliat (2009)

adalah :

a. Perasaan tidak mampu

b. Pandangan hidup yang pesimis

c. Penurunan produktivitas

d. Penolakan terhadap kemampuan diri

e. Perasaan negatif tentang dirinya

f. Menarik diri secara sosial

g. Penolakan terhadap kemampuan personal


60

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan

oleh Akbar (2014) Pengaruh terapi aktivitas kelompok (sosialisasi)

terhadapPeningkatan Konsep Diri Pada Klien Lansia di Panti SosialTresna

Werdha Gau Mabaji Kab. Gowa, diketahui bahwa sebelum intervensi 63,3%

responden dengan konsep diri kurang baik.

Penelitian ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan Wahab

(2014) diperoleh hasil bahwa tingkat harga Diri para lansia yang berada

dipanti Werdha yang semula harga diri tinggi 10% harga diri sedang 40%

dan harga diri rendah 50%, dan setelah diberikan Terapi Aktivitas Kelompok

(TAK), hasilnya sangat signifikan yaitu yang mempunyai harga diri tinggi

mencapai 100%. Jadi dapat disimpulakn bahwa (TAK) mempunyai pengaruh

harga diri yang tinggi pada lansia yang tinggal dipanti Werdha.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitianyang dilakukan oleh Syarnia

(2010), tentangpengaruh terapi kelompok Reminiscenceterhadap depresi pada

lansia di Panti SosialTresna Werhda Budi Sejahtera Provinsi Kalimantan

Selatan, yang menyatakan bahwaterapi kelompok Reminiscence

dapatmeningkatkan harga diri lansia sebesar 47,7 %.

Asumsi peneliti bahwa pada dasarnya lansia yang di titipkan oleh anak

atau keluarga di Panti Sosial cenderung mengalami gangguan harga diri,

karena hampir semua lansia yang dititipkan di panti sosial merasa tidak

dibutuhkan dan kehilangan kasih sayang dari anak atau anggota keluarga

lainnya. Begitu juga di Panti Sosial Tresna Werdha Kasih Sayang Ibu

Batusangkar, dimana lansia merasa kehadirannya tidak diterima dan

mengganggu masa depan anak-anak atau urusan anggota keluarga lainnya,


61

sehingga lansia dititipkan oleh anggota keluarganya ke Panti Sosial. Kondisi

ini akan mengakibatkan gangguan pada diri lansia, dimana kehilangan kasih

sayang, perasaan tidak berharga dan rasa percaya diri yang rendah serta tidak

dibutuhkan lagi oleh anak dan anggota keluarga yang seharusnya menjadi

tumpuan hidup di masa tuanya.

Sebagian lansia yang menunjukkan ciri-ciri harga diri yang masih

kuat, dimana lansia masih mampu melakukan komunikasi yang baik,

menonjolkan keterampilan diri dan mampu mendedikasikan dirinya dalam

kelompok warga binaan di Panti Sosial Tresna Werdha Kasih Sayang Ibu

Batusangkar.Kondisi ini menunjukkan keberhasilan responden dalam

memanajemen mekanisme koping terhadap konflik batin yang dialaminya

sehingga lansia mampu menunjukkan mekanisme koping yang adaptif.

B. Analisis Bivariat

1. Pengaruh Peran Kelompok Pendukung Terhadap Harga Diri Lansia

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari sebahagian yaitu 15

orang (68,2%) responden yang menyatakan bahwa kelompok pendukung

tidak berperan aktif terhadap dirinya memiliki harga diri yang rendah.

Sedangkan pada kelompok responden yang menyatakan bahwa kelompok

pendukung berperan aktif terhadap dirinya, sebagian besar yaitu 24 orang

(72,7%) memiliki tingkat harga diri yang tinggi.

Berdasarkan hasil analisis statistik diketahui bahwa ada pengaruh

antara peran kelompok pendukung terhadap harga diri lansia dengan nilai

p = 0,007 dan nilai OR = 5,714 artinya responden yang dengan peran


62

kelompok pendukung tidak aktif, cenderung 5,7 kali memiliki harga diri yang

rendah dibandingkan responden dengan peran kelompok pendukung aktif.

Dengan adanya kelompok pendukung membuat lansia bisa bertukar

pengalaman dan saling bersosialisasi antara satu sama lain untuk

meningkatkan harga diri dan merubah perilaku lansia dari maladaptif menjadi

adaptif. Peran kelompok pendukung merupakan suatu kelompok yang

memiliki peran dan tanggung jawabnya masing-masing yang harus dijalankan

dan dilakukan dengan baik dalam suatu kegiatan (Bensley, 2009).

Kelompok berfungsi sebagai tempat berbagi pengalaman dan saling

membantu satu sama lain, untuk menemukan cara menyelesaikan masalah.

Kelompok merupakan laboratorium tempat mencoba menemukan hubungan

interpersonal yang baik, serta mengembangkan perilaku yang adaptif.

Anggota kelompok merasa dimiliki, diakui, dan dihargai eksistensinya oleh

anggota kelompok (Keliat 2004,p.3).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan

oleh Siswantari (2012) tentang Hubungan Peran Kelompokpendukung

terhadap Persepsi Harga Diri RendahLansiaDi Karang Werda Semeru

JayaKabupaten Jember diketahui bahwa ada hubungan antara peran

kelompok pendukung dengan harga diri lansia (p = 0,04)

Asumsi peneliti peran kelompok pendukung berhubungan dengan

harga diri lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Kasih Sayang Ibu

Batusangkar.Lansia yang menyatakan bahwa kelompok pendukung berperan

aktif, cenderung memberikan rasa berharga dimana lansia merasa diakui,

diterima serta dibutuhkan oleh anggota kelompoknya sehingga menimbulkan


63

rasa percaya diri, dihargai dan menciptakan rasa harga diri yang tinggi

terhadap lansia tersebut. Begitu pula sebaliknya, lansia yang menyatakan

kelompok pendukung tidak berperan aktif terhadap dirinya, cenderung merasa

tidak diterima dan tidak dibutuhkan oleh kelompoknya sehingga

menyebabkan lansia merasa dikucilkan dan pada akhirnya akan menarik dan

menutup diri dari kelompoknya. Kondisi ini akan menimbulkan rasa tidak

berharga pada diri lansia dan akan menimbulkan perasaan harga diri yang

rendah.

Pada penelitian yang dilakukan di PSTW Kasih Sayang Ibu

Batusangkar juga ditemukan sebagian lansia dengan peran kelompok

pendukung tidak aktif tetapi memiliki harga diri yang tinggi dan lansia

dengan peran kelompok pendukung aktif tetapi memiliki harga diri yang

rendah. Kondisi ini dipengaruhi oleh faktor lain, diantaranya adalah

kemampuan lansia dalam memanajemen mekanisme koping terhadap konflik

diri yang dihadapinya. Apabila lansia berhasil menciptakan mekanisme

koping yang adaptif, cenderung akan memberikan pengaruh yang positif

salah satunya adalah harga diri yang tinggi dan begitu pula sebaliknya.

2. Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Terhadap Harga Diri Lansia

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari sebahagian yaitu 18

orang (62,1%) responden yang tidak mengikuti kegiatan terapi aktivitas

kelompok dengan baik memiliki tingkat harga diri yang rendah. Sedangkan

pada kelompok responden yang mengikuti kegiatan terapi aktivitas kelompok

dengan baik, sebagian besar yaitu 20 orang (76,9%) memiliki harga diri yang

tinggi.
64

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa ada pengaruh antara terapi

aktivitas kelompok terhadap harga diri lansia dengan nilai p = 0,008 dan

nilai OR = 5,455 artinya responden yang tidak mengikuti kegiatan terapi

aktivitas kelompok dengan baik berpeluang 5,45 kali memiliki harga diri

yang rendah jika dibandingkan dengan responden yang mengikuti kegiatan

terapi aktivitas kelompok dengan baik.

Menurut Johnson (2000) dengan adanya kelompok maka orang yang

masuk dalam kelompok di anggap sebagai pesaing dan itu meningkatkan

performa seseorang yaitu meningkatkan optimistis dan peningkatan harga diri

pada lanjut usia. Oleh karena itu terapi aktivitas kelompok adalah salah satu

cara untuk meningkatkan aktualisasi diri seorang lanjut usia. Kekuatan

kelompok ada pada kontribusi dari setiap anggota, dan didalam kelompok

seseorang dapat berbagi pengalaman dan saling menemukan hubungan

interpersonal yang baik dan merasa diakui dan di hargai (Rowlins & Bock,

1993). Apabila tidak ada upaya untuk melakukan terapi aktivitas kelompok

maka lansia akan merasa tidak mempunyai harga diri, yang itu

mengakibatkan lansia sering bergantung, dan kurang percaya diri dan sangat

mudah pesimistis (Keliat & Akemat, 2005).

Hasil penelitian ini diperkuatoleh penelitian yang telah dilakukan

Wahab (2014) tentang Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok (Tak) Terhadap

Peningkatan Harga Diri Dan Motivasi Lansia di Panti Werdha Mojopahit

Mojokerto diketahui bahwa terdapat pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok

(TAK) terhadap harga diri lansia, p = 0,005.


65

Asumsi peneliti setiap lansia yang dititipkan oleh keluarga ke panti

sosial, maka lansia akan merasa tidak berguna dan tidak diinginkan sehingga

membuat banyak lansia akan mengembangkan perasaan rendah diri dan

marah terhadap diri sendiri, orang lain dan juga lingkungannya. Begitu juga

dengan kelompok lansia yang ada di Panti Sosial Tresna Werdha Kasih

Sayang Ibu Batusangkar, hal ini menyebabkan interaksi sosial lansia menurun

serta lansia akan secara perlahan menarik diri dari hubungan dengan

masyarakat sekitar atau lingkungannya.

Terapi aktivitas kelompok dilakukan untuk memperbaiki respon

maladaptif terhadap konflik yang dihadapinya menuju kondisi yang lebih

baik sehingga mampu menunjukkan respon yang adaptif, karena dalam terapi

aktivitas kelompok lansia didukung untuk bisa bertukar pengalaman dan

saling bersosialisasi antara satu sama lain demi meningkatkan harga diri dan

merubah perilaku dari maladaptif menjadi adaptif, dimana dengan terapi

aktivitas kelompok lansia akan merasa berharga dan dihargai di dalam

kelompok sosialnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa terapi aktivitas kelompok

berpengaruhterhadap harga diri lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Kasih

Sayang Ibu Batusangkar.

Anda mungkin juga menyukai