I. Konsep Penyakit
1.1 Definisi
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bila berat badannya kurang dari
2500 gram (sampai dengan 2499 gram). Bayi yang dilahirkan dengan BBLR
umumnya kurang mampu meredam tekanan lingkungan yang baru sehingga
dapat mengakibatkan pada terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan,
bahkan dapat menggangu kelangsungan hidupnya (Prawirohardjo, 2006).
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500
gram tanpa memandang usia gestasi. BBLR dapat terjadi pada bayi kurang
bulan (<37 minggu) atau pada bayi cukup bulan (intrauterine growth restriction)
(Pudjiadi et al., 2010).
- Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), yaitu bayi yang lahir dengan berat lahir
1.500-2.500 gram
- Berat Badan Lahir Sangat Rendah (BBLSR), yaitu bayi yang lahir dengan
berat lahir <1.500 gram.
- Berat Badan Lahir Ekstrem Rendah (BBLER), yaitu bayi yang lahir dengan
berat lahir <1.000 gram (1)
Menurut Ayurai (2009), bayi dengan berat badan lahir rendah dapat dibagi
menjadi dua golongan :
- Pramunitas murni
Prematuritas murni adalah neonatus dengan usia kehamilan kurang dari 37
minggu dan mempunyai berat badan yang sesuai dengan masa kehamilan
atau disebut juga neonatus preterm / BBLR / SMK(sesuai masa kehamilan).
- Dismaturitas
Dismaturitas adalah bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan
seharusnya untuk masa kehamilan, dikarenakan mengalami gangguan
pertumbuhan dalam kandungan.
1.2 Etiologi
Beberapa penyebab dari bayi dengan berat badan lahir rendah (Proverawati dan
Ismawati, 2010), yaitu:
1.2.1. Faktor ibu
1) Penyakit
a) Mengalami komplikasi kehamilan, seperti anemia, perdarahan
antepartum, preekelamsi berat, eklamsia, infeksi kandung
kemih.
b) Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular seksual,
hipertensi, HIV/AIDS, TORCH(Toxoplasma, Rubella,
Cytomegalovirus (CMV) dan Herpes simplex virus),
danpenyakit jantung.
c) Penyalahgunaan obat, merokok, konsumsi alkohol.
2) Ibu
a) Angka kejadian prematuritas tertinggi adalah kehamilan pada
usia < 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
b) Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek (kurang dari 1
tahun).
c) Mempunyai riwayat BBLR sebelumnya.
3) Keadaan sosial ekonomi
a) Kejadian tertinggi pada golongan sosial ekonomi rendah. Hal
ini dikarenakan keadaan gizi dan pengawasan antenatal yang
kurang.
b) Aktivitas fisik yang berlebihan
c) Perkawinan yang tidak sah.
1.2.2. Faktor janin
Faktor janin meliputi : kelainan kromosom, infeksi janin kronik (inklusi
sitomegali, rubella bawaan), gawat janin, dan kehamilan kembar.
1.2.3. Faktor plasenta
Faktor plasenta disebabkan oleh : hidramnion, plasenta previa, solutio
plasenta, sindrom tranfusi bayi kembar (sindrom parabiotik), ketuban
pecah dini.
1.2.4. Faktor lingkungan
Lingkungan yang berpengaruh antara lain : tempat tinggal di dataran
tinggi, terkena radiasi, serta terpapar zat beracun.
Menurut Proverawati (2010), Gambaran Klinis atau ciri- ciri Bayi BBLR :
Berat kurang dari 2500 gram
Panjang kurang dari 45 cm
Lingkar dada kurang dari 30 cm
Lingkar kepala kurang dari 33 cm
Jaringan lemak subkutan tipis atau kurang
Umur kehamilan kurang dari 37 minggu
Kepala lebih besar
Kulit tipis transparan, rambut lanugo banyak, lemak kurang
Tulang rawan daun telinga belum sempurna pertumbuhannya
Otot hipotonik lemah merupakan otot yang tidak ada gerakan aktif pada
lengan dan sikunya
Pernapasan tidak teratur dapat terjadi apnea
Ekstermitas : paha abduksi, sendi lutut/ kaki fleksi-lurus, tumit mengkilap,
telapak kaki halus.
Kepala tidak mampu tegak, fungsi syaraf yang belum atau tidak efektif dan
tangisnya lemah.
Pernapasan 40 50 kali/ menit dan nadi 100-140 kali/ menit
1.4 Patofisiologi
Tingginya morbiditas dan mortalitas bayi berat lahir rendah masih menjadi
masalah utama. Gizi ibu yang jelek sebelum terjadinya kehamilan maupun pada
waktu sedang hamil, lebih sering menghasilkan bayi BBLR. Kurang gizi yang
kronis pada masa anak-anak dengan/tanpa sakit yang berulang akan
menyebabkan bentuk tubuh yang Stunting/Kuntet pada masa dewasa, kondisi
ini sering melahirkan bayi BBLR.
Bayi BBLR akan memiliki alat tubuh yang belum berfungsi dengan baik. Oleh
sebab itu ia akan mengalami kesulitan untuk hidup di luar uterus ibunya. Makin
pendek masa kehamilannya makin kurang sempurna pertumbuhan alat-alat
dalam tubuhnya, dengan akibat makin mudahnya terjadi komplikasi dan makin
tinggi angka kematiannya.
1.6 Komplikasi
1.6.1. Kerusakan bernafas : fungsi organ belum sempurna.
1.6.2. Pneumonia, aspirasi : refleks menelan dan batuk belum sempurna.
1.6.3. Perdarahan intraventrikuler : perdarahan spontan di ventrikel otak
lateral disebabkan anoksia menyebabkan hipoksia otak yang dapat
menimbulkan terjadinya kegagalan peredaran darah sistemik.
1.7 Penatalaksaan
Dengan memperhatikan gambaran klinik diatas dan berbagai kemungkinan
yang dapat terjadi pada bayi BBLR, maka perawatan dan pengawasan bayi
BBLR ditujukan pada pengaturan panas badan , pemberian makanan bayi, dan
menghindari infeksi.
1.7.1. Pengaturan Suhu Tubuh Bayi BBLR
Bayi BBLR mudah dan cepat sekali menderita Hypotermia bila berada
di lingkungan yang dingin. Kehilangan panas disebabkan oleh
permukaan tubuh bayi yang relatif lebih luas bila dibandingkan dengan
berat badan, kurangnya jaringan lemak dibawah kulit dan kekurangan
lemak coklat (brown fat). Untuk mencegah hipotermi, perlu diusahakan
lingkungan yang cukup hangat untuk bayi dan dalam keadaan istirahat
komsumsi oksigen paling sedikit, sehingga suhu tubuh bayi tetap
normal. Bila bayi dirawat dalam inkubator, maka suhunya untuk bayi
dengan berat badan kurang dari 2000 gr adalah 35oC dan untuk bayi
dengan BB 2000 gr sampai 2500 gr 34oC , agar ia dapat
mempertahankan suhu tubuh sekitar 37oC. Kelembaban inkubator
berkisar antara 50%-60%. Kelembaban yang lebih tinggi di perlukan
pada bayi dengan sindroma gangguan pernapasan. Suhu inkubator dapat
di turunkan 1oC per minggu untuk bayi dengan berat badan 2000 gr dan
secara berangsur angsur ia dapat diletakkan di dalam tempat tidur bayi
dengan suhu lingkungan 27oC-29oC. Bila inkubator tidak ada,
pemanasan dapat dilakukan dengan membungkus bayi dan meletakkan
botol-botol hangat di sekitarnya atau dengan memasang lampu
petromaks di dekat tempat tidur bayi atau dengan menggu nakan metode
kangguru.
2) Pemeriksaan Fisik
Menurut Pantiawati (2010), pemeriksaan fisik meliputi:
a) Sistem sirkulasi/kardiovaskular
Frekuensi dan irama jantung rata-rata 120-160x/menit, bunyi
jantung (murmur/gallop), warna kulit bayi sianosis atau pucat,
pengisisan capilary refill (kurang dari 2-3 detik).
b) Sistem pernapasan
Bentuk dada barel atau cembung, penggunaan otot aksesoris,
cuping hidung, interkostal; frekuensi dan keteraturan pernapasan
rata-rata antara 40-60x/menit, bunyi pernapasan adalah stridor,
wheezing atau ronkhi.
c) Sistem gastrointestinal
Distensi abdomen (lingkar perut bertambah, kulit mengkilat),
peristaltik usus, muntah (jumlah, warna, konsistensi dan bau),
BAB (jumlah, warna, karakteristik, konsistensi dan bau), refleks
menelan dan mengisap yang lemah.
d) Sistem genitourinaria
Abnormalitas genitalia, hipospadia, urin (jumlah, warna, berat
jenis, dan PH).
e) Sistem neurologis dan musculoskeletal
Gerakan bayi, refleks moro, menghisap, mengenggam, plantar,
posisi atau sikap bayi fleksi, ekstensi, ukuran lingkar kepala
kurang dari 33 cm, respon pupil, tulang kartilago telinga belum
tumbuh dengan sempurna, lembut dan lunak.
f) Sistem thermogulasi (suhu)
Suhu kulit dan aksila, suhu lingkungan.
g) Sistem kulit
Keadaan kulit (warna, tanda iritasi, tanda lahir, lesi, pemasangan
infus), tekstur dan turgor kulit kering, halus, terkelupas.
h) Pemeriksaan fisik
Berat badan sama dengan atau kurang dari 2500 gram, panjang
badan sama dengan atau kurang dari 46 cm, lingkar kepala sama
dengan atau kurang dari 33 cm, lingkar dada sama dengan atau
kurang dari 30cm, lingkar lengan atas, lingkar perut, keadaan
rambut tipis, halus, lanugo pada punggung dan wajah, pada
wanita klitoris menonjol, sedangkan pada laki-laki skrotum
belum berkembang, tidak menggantung dan testis belum turun.,
nilai APGAR pada menit 1 dan ke 5, kulitkeriput.
3) ADL
a) Pola Nutrisi : reflek sucking lemah, volume lambung kurang,
daya absorbsi kurang atau lemah sehingga kebutuhan nutrisi
terganggu
b) Pola Istirahat tidur: terganggu oleh karena hipotermia
c) Pola Personal hygiene: tahap awal tidak dimandikan
d) Pola Aktivitas : gerakan kaki dan tangan lemas
e) Pola Eliminasi: BAB yang pertama kali keluar adalah
mekonium, produksi urin rendah
4) Pemeriksaan penunjang
Menurut Pantiawati (2010) Pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan antara lain :
a) Pemeriksaan skor ballard merupakan penilaian yang
menggambarkan reflek dan maturitas fisik untuk menilai reflek
pada bayi tersebut untuk mengetahui apakah bayi itu prematuritas
atau maturitas
b) Tes kocok (shake test), dianjurkan untuk bayi kurang bulan
merupakan tes pada ibu yang melahirkan bayi dengan berat
kurang yang lupa mens terakhirnya.
c) Darah rutin, glokoa darah, kalau perlu dan tersedia faslitas
diperiksa kadar elektrolit dan analisa gas darah.
d) Foto dada ataupun babygram merupakan foto rontgen untuk
melihat bayi lahir tersebut diperlukan pada bayi lahir dengan umur
kehamilan kurang bulan dimulai pada umur 8 jam atau dapat atau
diperkirakan akan terjadi sindrom gawat nafas.
Diagnosa 2: Hipotermia
2.2.4 Definisi
Suhu tubuh dibawah rentang normal
2.2.5 Batasan karakteristik
Objektif
Kulit dingin
Bantalan kuku sianosis
Pucat
Hipertensi
Merinding
Penurunan suhu tubuh dibawah rentang normal
Menggigil
Pengisian ulang kapiler lambat
Takikardia
2.2.6 Faktor yang berhubungan
Kerusakan hipotalamus
Penurunan laju metabolik
Penggunaan pakaian tidak mencukupi
Malnutrisi
Terpajan lingkungan yang dingin atau kedinginan
Berat badan lahir rendah
Ketidakmatangan sistem pengaturan suhu neonatus
2.3 Perencanaan
Diagnosa 1: Ketidakefektifan pola napas
2.3.1 Tujuan dan kriteria hasil
Pola napas menjadi efektif
Kriteria hasil:
- RR 30-60 x/mnt
- Sianosis (-)
- Sesak (-)
- Ronchi (-)
- Whezing (-)
2.3.2 Intervensi keperawatan dan rasional
Intervensi Keperawatan Rasional
Observasi pola nafas, frekuensi dan Membantu dalam membedakan periode
bunyi nafas perputaran pernapasan normal dari
serangan apnetik sejati,
Observasi adanya sianosis Sianosis dapat menandakan terjadinya
kekurangan oksigen dalam sel darah
merah
Tempatkan kepala pada posisi Posisi ini memudahkan pernapasan dan
hiperekstensi menurunkan episode apnea, khususnya
bila ditemukan adanya hipoksia,
asidosis metabolik atau hiperkapnea
Ajarkan keluarga tentang pengaturan Posisi ini memudahkan pernapasan dan
posisi untuk bayi yang mengalami menurunkan episode apnea, khususnya
ketidakefektifan pola napas bila ditemukan adanya hipoksia,
asidosis metabolik atau hiperkapnea
Insruksikan keluarga bahwa harus Mencegah terjadinya komplikasi akibat
memberitahukan perawat pada saat ketidakefektifan pola napas
terjadi ketidakefektifan pola napas
Monitor dengan teliti hasil pemeriksaan Hipoksia, asidosis netabolik,
gas darah hiperkapnea, hipoglikemia,
hipokalsemia dan sepsis memperberat
serangan apnetik
Kolaborasi pemberian O2 Perbaikan kadar oksigen dan
karbondioksida dapat meningkatkan
funsi pernapasan
Diagnosa 2: Hipotermia
2.3.3 Tujuan dan kriteria hasil
Suhu tubuh dalam rentang normal
Kriteria hasil:
- Suhu 36-37C.
- Kulit hangat.
- Sianosis (-)
- Ekstremitas hangat
2.3.4 Intervensi keperawatan dan rasional
Intervensi Keperawatan Rasional
Observasi tanda-tanda vital Hipotermia membuat bayi cenderung
merasa stres karena dingin, penggunaan
simpanan lemak tidak dapat diperbaruai
bila ada dan penurunan sensivitas untuk
meningkatkan kadar CO2 atau
penurunan kadar O2.
Tempatkan bayi pada incubator Mempertahankan lingkungan
termonetral, membantu mencegah stres
karena dingin
Awasi dan atur kontrol temperatur Bayi dengan berat badan berbeda
dalam incubator sesuai kebutuhan membutuhkan suhu dalam inkubator
yang berbeda
Monitor tanda-tanda hipertermi Tanda-tanda hipertermi ini dapat
berlanjut pada kerusakan otak bila tidak
teratasi.
Hindari bayi dari pengaruh yang dapat Lingkungan yang dingin dapat
menurunkan suhu tubuh menyebabkan bayi kedinginan
Ganti pakaian setiap basah Pakaian basah dapat menyebabkan bayi
kedinginan
Ajarkan keluarga teknik kangaroo Bayi mendapat kehangatan pada saat
mother care dilakukan KMC serta menjalin bonding
antara ibu dan bayi
III. Daftar Pustaka
Pantiawati, I. (2010). Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Pudjiadi, A. H.et al. (2010). Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak
Indonesia.Jakarta: IDAI.
Prawirohardjo, S. (2006). Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta :
YBP SP.
Prawirohardjo,S. (2008). Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBP SP
Proverawati, A. dan Ismawati, C. (2010). Berat Badan Lahir Rendah. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Wiknjosastro, H. (2006). Ilmu Kebidanan, Edisi Ketiga. Jakarta : YBP-SP.
Wilkinson, J.M. & Ahern, N.R. (2009). Buku Saku Diagnosis Keperawatan.
Jakarta: EGC.
Banjarmasin, Desember 2016
Preseptor akademik Preseptor klinik