Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH PSIKIATRI

GANGGUAN OBSESIF KOMPULSIF

Disusun Oleh:
Meyva Sasmita
120100142

Pembimbing:
Prof. dr. Bahagia Loebis, Sp.KJ(K)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT JIWA PROF. M. ILDREM MEDAN
2016
MAKALAH PSIKIATRI
GANGGUAN OBSESIF KOMPULSIF

Diajukan sebagai salah satu syarat kegiatan Program Pendidikan


Profesi Dokter (P3D) Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Disusun Oleh:
Meyva Sasmita
120100142

Pembimbing:
Prof. dr. Bahagia Loebis, Sp.KJ(K)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT JIWA PROF. M. ILDREM MEDAN
2016
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Meyva Sasmita


NIM : 120100142
Judul : Gangguan Obsesif Kompulsif

Koordinator P3D
Pembimbing Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa
Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara

Prof. dr. Bahagia Loebis, Sp.KJ(K) dr. Vita Camellia, M.Ked(KJ), Sp. KJ
NIP. 130 517 440 NIP. 19780404 200501 2 002

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini
dengan judul Gangguan Obsesif Kompulsif.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dokter
pembimbing, Prof. dr. Bahagia Loebis, Sp.KJ(K), yang telah meluangkan
waktunya dan memberikan masukan dan bimbingan dalam penyusunan makalah
ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai masukan dalam penulisan
makalah selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat, akhir kata penulis
mengucapkan terima kasih.

Medan, 22 November 2016

Penulis

2
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN......................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................. iii
BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang.......................................................................... 1
1.2 Tujuan....................................................................................... 1
1.3 Manfaat..................................................................................... 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA................................................................... 3
2.1. Definisi..................................................................................... 3
2.2. Epidemiologi............................................................................ 3
2.3. Etiologi..................................................................................... 3
2.4. Perjalanan Penyakit.................................................................. 4
2.5. Gambaran Klinis....................................................................... 5
2.6. Diagnosis.................................................................................. 6
2.7. Diagnosis Banding.................................................................... 7
2.8 Terapi........................................................................................ 7
2.9 Prognosis.................................................................................. 8
BAB 3 KESIMPULAN................................................................................ 9
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 10

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Gangguan obsesif kompulsif merupakan gangguan yang relatif sering
terjadi, gangguan ini dapat bersifat kronik jika tidak segera terdeteksi dan
menimbulkan distress dan hendaya yang signifikan. Adanya stigma dan
kurangnya pengetahuan masyarakat membuat pasien dengan gangguan
obsesif kompulsif terlalu lama terdiagnosis dan mendapatkan pengobatan
yang tepat.(1)
Gangguan obsesif kompulsif memiliki potensi keparahan dalam rentang
yang cukup luas. Kebanyakan pasien mengalami gejala yang sedang. Dalam
keadaan penyakit yang berat, gangguan ini dapat menimbulkan disabilitas
yang digambarkan berupa penyakit mental yang persisten dan berat.(1)
Berdasarkan beberapa penelitian, gangguan obsesif kompulsif merupakan
gangguan mental tersering keempat setelah depresi, gangguan penggunaan
zat dan alkohol, dan fobia sosial. Prevalensi penderita gangguan obsesif
kompulsif di dunia yaitu sekitar 2-3% dengan onset usia rata-rata pada masa
remaja untuk laki-laki dan awal usia 20-an pada perempuan. Namun
gangguan ini biasanya menghabiskan waktu 10-15 tahun sampai penderita
mencari pengobatan ke dokter.(2)
Beberapa komorbid yang sering menyertai gangguan ini antara lain;
depresi, ansietas, gangguan penggunaan zat dan alkohol, gangguan dismorfik
tubuh, serta gangguan makan.(2)

1.2 TUJUAN
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk menguraikan penjelasan
mengenai gangguan obsesif kompulsif, dimulai dari pembahasan definisi,
etiologi, diagnosis, dan penatalaksanaannya. Penyusunan makalah ini
sekaligus untuk memenuhi persyaratan kegiatan Program Pendidikan Profesi

1
Dokter (P3D) di Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.

1.3 MANFAAT
Adapun tujuan dari pembuatan makalah mengenai gangguan obsesif
kompulsif ini adalah sebagai berikut :
i. Untuk mengetahui definisi, etiologi dan epidemiologi dari gangguan
obsesif kompulsif

ii. Untuk mengetahui gambaran klinik dan kriteria penegakkan diagnosis


pada gangguan obsesif kompulsif

iii. Untuk mengetahui macam-macam diagnosis banding dari gangguan


obsesif kompulsif

iv. Untuk mengetahui cara pengobatan yang tepat bagi penderita gangguan
obsesif kompulsif sesuai dengan standar kompetensi dokter Indonesia

v. Untuk mengetahui prognosis pada gangguan obsesif kompulsif

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Gangguan obsesif kompulsif digambarkan sebagai pikiran dan tindakan yang
berulang yang menghabiskan waktu atau menyebabkan distress dan hendaya yang
bermakna. (3)
Obsesi adalah pikiran, perasaan, gagasan, atau sensasi yang berulang dan
mengganggu. Kompulsi adalah perilaku yang disadari, standar, dan berulang
seperti menghitung, memeriksa, atau menghindar. Pasien dengan gangguan ini
menyadari ketidakrasionalan obsesi dan merasakan obsesi serta kompulsi sebagai
ego-distonik (4)

2.2 EPIDEMIOLOGI
Prevalensi gangguan obsesi kompulsif di populasi umum diperkirakan
sebesar 2-2,4%. Sebagian besar gangguan dimulai pada saat remaja atau dewasa
muda dengan onset usia 18-24 tahun, tetapi bisa juga terjadi pada usia kanak-
kanak.(3)
Diantara orang dewasa, laki-laki dan perempuan memiliki prevalensi
kecenderungan yang sama untuk terkena, namun diantara remaja, laki-laki lebih
sering terkena dibandingkan perempuan. Onset rerata pada laki-laki yaitu usia 19
tahun sedangkan pada perempuan yaitu usia 22 tahun. (4)

2.3 ETIOLOGI
Penyebab ganggguan obsesif kompulsif bersifat multifaktor, yaitu interaksi
antara faktor biologik, faktor perilaku, dan faktor psikososial.(3,4)
1. Faktor Biologis
Beberapa penelitian menujukkan adanya hubungan antara
neurotransmitter serotonin terhadap terjadinya gangguan obsesif
kompulsif. Percobaan obat klinis yang telah dilakukan mendukung
hipotesis bahwa disregulasi serotonin terlibat dalam pembentukan gejala

3
obsesi dan kompulsi. Data menunjukkan bahwa obat serotonergik lebih
efektif daripada obat yang memengaruhi neurotransmitter lain. Selain itu
data tentang neuroimunologi menyatakan terdapat hubungan positif antara
infeksi SBHA yang menyebabkan demam rematik terhadap kejadian ini.
Sekitar 10-30% pasien demam rematik yang mengalami Sydenham chorea
menunjukkan gejala gangguan obsesif kompulsif.(4)

2. Faktor Perilaku
Obsesi merupakan stimulus yang dipelajari. Stimulus yang relatif
netral menjadi dikaitkan dengan rasa takut atau ansietas melalui suatu
proses pembelajaran sehingga objek dan pikiran yang tadinya netral
menjadi stimulus yang mampu mencetuskan ansietas atau
ketidaknyamanan. Kompulsi dibentuk dengan pemikiran berupa ketika
suatu tindakan tertentu mengurangi ansietas yang timbul akibat pikiran
obsesional, seseorang akan mengembangkan strategi penghindaran aktif
dalam bentuk kompulsi untuk mengendalikan ansietasnya.(4)

3. Faktor Psikososial
Sebagian besar pasien dengan gangguan obsesif kompulsif tidak
memiliki gejala kompulsif pramorbid, hanya sekitar 15-35% pasien yang
memiliki ciri obsesional pramorbid. Faktor psikodinamik menjelaskan
adanya keterlibatan dimensi interpersonal. Seringkali kesulitan
interpersonal meningkatkan ansietas pasien sehingga juga meningkatkan
simtomatologi pasien. Riset mengesankan bahwa gangguan ini dapat
dicetuskan oleh sejumlah stressor lingkungan, khususnya yang melibatkan
kehamilan, kelahiran anak, atau perawatan anak oleh orangtua.(4)

2.4 PERJALANAN PENYAKIT


Lebih dari separuh pasien memiliki onset gejala yang muncul secara
mendadak. Biasanya awitan gejala terjadi setelah peristiwa yang penuh tekanan
seperti kehamilan, masalah seksual, atau kematian keluarga. Perjalanan penyakit

4
bervariasi, sering berlangsung lama. Beberapa pasien mengalami perjalanan
penyakit yang berfluktuasi, beberapa lainnya mengalami perjalanan gangguan
yang konstan.(3,4)
Sekitar 20-30% pasien mengalami perbaikan gejala yang bermakna, 40-50%
pasien mengalami perbaikan sedang, dan sisanya 20-40% gejalanya menetap atau
memburuk. Sepertiga hingga separuh pasien memiliki gangguan depresif berat
dan bunuh diri merupakan resiko untuk semua pasien dengan gangguan ini.(3,4)

2.5 GAMBARAN KLINIS


Gangguan obsesif kompulsif memiliki empat pola gejala utama, yaitu:(4)
1. Kontaminasi
Merupakan pola yang paling lazim ditemukan, diikuti oleh kegiatan
mencuci atau disertai penghindaran kompulsif objek yang diduga
terkontaminasi
2. Keraguan patologis
Merupakan pola gejala yang paling lazim kedua. Suatu obsesi keraguan
akan diikuti kompulsi memeriksa. Obsesi ini sering melibatkan suatu
bahaya kekerasan seperti lupa mematikan kompor atau mengunci pintu,
sehingga penderita akan bolak balik ke rumah untuk memeriksa kompor
atau mengunci pintu.
3. Pikiran yang menggangu.
Merupakan pola yang jarang, pola ini berupa pikiran obsesif yang
mengganggu tanpa suatu kompulsi. Biasanya merupakan pikiran berulang
mengenai tindakan seksual atau agresif yang tercela bagi pasien.
4. Simetri
Merupakan obsesi yang bertema adanya kebutuhan akan simetri atau
ketepatan yang dapat menyebabkan kompulsi mengenai kelambatan,
misalnya makan, mencukur wajah, yang dapat menghabiskan waktu
berjam-jam.

5
2.6 DIAGNOSIS
Diagnosis pasti gangguan obsesif kompulsif berdasarkan PPDGJ III:(5)
i. Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala-gejala obsesif atau tindakan
kompulsif, atau kedua-duanya, harus ada hampir setiap hari selama
sedikitnya dua minggu berturut-turut.
ii. Hal tersebut merupakan sumber penderitaan (distress) atau mengganggu
aktivitas penderita.
iii. Gejala-gejala obsesif harus mencakup hal-hal berikut:
Harus disadari sebagai pikiran atau impuls diri sendiri
Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak berhasil
dilawan, meskipun ada lainnya yang tidak lagi dilawan oleh
penderita
Pikiran untuk melakukan tindakan tersebut diatas bukan merupakan
hal yang memberi kepuasan atau kesenangan (sekedar perasaan
lega atau anxietas, tidak dianggap sebagai kesenangan seperti
dimaksud diatas)
Gagasan, bayangan, pikiran, atau impuls tersebut harus merupakan
pengulangan yang tidak menyenangkan
iv. Ada kaitan erat antara gejala obsesif, terutama pikiran obsesif, dengan
depresi. Penderita gangguan obsesif-kompulsif sering kali juga
menunjukkan gejala depresif, dan sebaliknya penderita gangguan depresi
berulang dapat menunjukkan pikiran-pikiran obsesif selama episode
depresif-nya.
Dalam berbagai situasi dari kedua hal tersebut, meningkat atau
menurunnya gejala depresif umumnya dibarengi secara paralel dengan
perubahan gejala obsesif.
Bila terjadi episode akut dari gangguan tersebut, maka diagnosis
diutamakan dari gejala-gejala yang timbul lebih dahulu.
Diagnosis gangguan obsesif kompulsif ditegakkan hanya bila tidak ada
gangguan depresif pada saat gejala obsesif kompulsif tersebut timbul.

6
Bila dari keduanya tidak ada yang menonjol, maka lebih baik
menganggap depresi sebagai diagnosis yang primer.
Pada gangguan menahun, maka prioritas diberikan pada gejala yang
paling bertahan saat gejala yang lain menghilang.
v. Gejala obsesif sekunder yang terjadi pada gangguan skizofrenia,
sindrom Tourette, atau gangguan mental organik, harus dianggap sebagai
bagian dari kondisi tersebut.

2.7 DIAGNOSIS BANDING(4)


1. Keadaan medis
Gangguan neurologis utama yang perlu dipertimbangkan sebagai
diagnosis banding seperti epilepsi lobus temporalis, trauma, ataupun
komplikasi pascaensefalitis.

2. Gangguan Tourette
Gejala khas gangguan ini adalah tik motorik dan vokal yang sering terjadi
bahkan setiap hari. Gangguan ini memiliki onset dan gejala yang serupa
dengan gangguan obsesif kompulsif.

3. Keadaan Psikiatri lain


Keadaan psikiatri lain yang perlu dipertimbangkan sebagai diagnosis
banding gangguan obsesif kompulsif antara lain; skizofrenia, gangguan
kepribadian obsesif kompulsif, fobia, gangguan depresif, hipokondriasis,
gangguan dismorfik tubuh, dan gangguan pengendalian impuls lain seperti
kleptomania dan judi patologis.

2.8 TERAPI
Pengobatan yang disarankan pada gangguan obsesif kompulsif adalah
pemberian farmakoterapi dan terapi perilaku, hal ini mengingat faktor utama
penyebab gangguan ini adalah faktor biologik. Terapi farmakologis yang dapat
diberikan adalah:(3)
1. SSRI (selective serotonin reuptake inhibitor).

7
Dapat diberikan fluoxetin (2x20 mg), atau sertraline (2x50 mg)
2. Clomipramine
Diberikan dengan dosis 3x25 mg.

Terapi perilaku sama efektifnya dengan farmakoterapi, terapi perilaku dapat


dilakukan di lingkungan rawat inap maupun rawat jalan. Pendekatan perilaku
yang penting adalah pajanan dan pencegahan respons. Di dalam terapi perilaku
pasien harus benar-benar berkomitmen terhadap perbaikan.(4)
Beberapa pasien yang resisten terhadap pengobatan dengan farmakoterapi
maupun terapi perilaku dapat diberikan psikoterapi. Meskipun gangguan ini pada
dasarnya disebabkan oleh faktor biologik, namun gejalanya mungkin memiliki
makna psikologis penting yang membuat pasien menolak pengobatan. Eksplorasi
psikodinamik sering memperbaiki kepatuhan pengobatan.(3)

2.9 PROGNOSIS(4)
Prognosis buruk apabila menyerah pada kompulsi, onset pada masa kanak,
kompulsi yang aneh, kebutuhan akan perawatan di rumah sakit, gangguan depresif
berat yang timbul bersamaan, keyakinan waham, dan adanya gangguan
kepribadian. Prognosis yang baik apabila adanya penyesuaian sosial dan
pekerjaan yang baik, adanya peristiwa yang mencetuskan, dan gejala yang bersifat
episodik.(4)

BAB III

8
KESIMPULAN

Gangguan obsesif kompulsif adalah suatu gangguan yang ditandai dengan


adanya pikiran dan tindakan yang berulang yang menghabiskan waktu atau
menyebabkan distress atau hendaya yang bermakna. Pikiran atau gagasan tersebut
bersifat mengganggu atau menimbulkan ansietas sehingga menimbulkan
dorongan untuk melakukan tindakan yang mampu mengendalikan ansietasnya
yaitu dalam bentuk kompulsi.
Penderita gangguan obsesif kompulsif merasakan obsesi dan kompulsi
sebagai ego-distonik dan mengenalinya sebagai sesuatu yang aneh dan tidak
rasional, serta memiliki keinginan yang kuat untuk menahannya. Pola gejala yang
lazim ditemukan antara lain; kontaminasi, keraguan patologis, pikiran yang
mengganggu, dan simetri.
Faktor biologi merupakan faktor yang paling berperan menyebabkan
terjadinya gangguan obsesif kompulsif selain faktor perilaku dan psikososial,
sehingga terapi utama gangguan ini adalah dengan farmakoterapi dan terapi
perilaku. Obat yang umumnya digunakan adalah SSRI dan clomipramine.
Psikoterapi dapat digunakan untuk pasien yang resisten terhadap farmakoterapi
dan terapi perilaku.

9
DAFTAR PUSTAKA

1. Greenberg WM. Obsessive Compulsive Disorder. Medscape Reference


[Internet]. 2016 [Accessed 13 November 2016]. Available
from:http://emedicine.medscape.com/.
2. National Collaborating Centre for Mental Health. Obsessive Compulsive
Disorder: Core Interventions in the Treatment of Obsessive Compulsive
Disorder and Body Dismorphic Disorder. London: The British Psychological
Society and The Royal College of Psychiatrists; 2006, hal: 20.
3. Noorhana SW. Gangguan obsesif kompulsif. In: Hadisukanto G, Elvira SD,
editors. Buku Ajar Psikiatri. Ed 2. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2013, hal: 273-276.
4. Sadock BJ, Sadock VA, editors. Kaplan & Sadock: Buku Ajar Psikiatri Klinis.
Ed 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2004, hal: 247-252.
5. Maslim, R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari
PPDGJ III. Jakarta: PT Nuh Jaya; 2001, hal:76.

10

Anda mungkin juga menyukai