INFORMASI
MANAJEMEN
PENDIDIKAN
Dr. Efi Rochaety
Ir. Pontjorini Rahayuningsih, M.Pd.
Dra. Prima Gusti Yanti, M.Hum.
SISTEM
INFORMASI
MANAJEMEN
PENDIDIKAN
Penerbit Buku-buku Pelajaran
SLTP,SMU,PT dan Umum
Kantor pemasaran :
Pwk. Padang Sidempuan, A. Bhakti PU No. 13, Telp. (0634) 24244 CABANG RIAU, A a 24 25 Sukal di, Telp.
(0761) 7078605 Pwk. Pekanbaru, A. Gabus No. 24-25 Sukajadi, Telp. (0761) 7078605 Pwk. Dumai, A ~.'im'!elimbing Gg.
S:Hkaya No. 6, Telp. (0762) 32810 Pwk. Tembilahan, A Telaga Biru No. 4, Telp. (0768) 23994 Pwk. Batam 'F,rum
Muka Kuning Indah I (Gents 1) Batu Aji Sekupang Batam Blok A No. 6 CABANG SUMATRA BARAT, JI. Surian No. 2,
olong, Telp. (0751) 50176 Pwk. Padang,A Sudan No. 2, Lolong, Telp. (0751) 50176 Pwk. Bukittinggi, A Dirugo
Puhun., 254, Telp. (0752) 23400 Pwk. Pariaman, J1. M. Jamil No. 42 Kampung Baru Kota Pariaman Depan BPN Kab.
Padang Pariaman, Telp. (0751) 95624 Pwk. Solok, Simpang SGG, A Tandikat NO. 345 D Kel. VI Suku Kee. Lubuk
Sikana, Telp. (0755) 21464 CABANG SUMBAGSEL, A Nurul Iman No. 1839a, RT. 50 Sekip Tengah, Telp. (0711)
364567, Fax. (0711) 364567 Pwk. Palembang, A Proklameal Kampus (POM) Blok K 26 No. 1943 Rt. 32, Telp. (0711)
354564 Pwk. Jambi, A Kees Pining 2 Rt. 30 No. 46 Komp. Teluk Permai, Kel. Simpang IV Sipin, Telp. (0741) 62169, Fax.
(0741) 62169 Pwk. Bengkulu, A. Ratu Agung No. 39 Kel. Anggut Bawsh Kec. Gading Cempaka, Telp. (0736) 26752
Pwk. Lampung, JI. Hayam Wuruk No. 24, Kel. Tanjung Agung, Kec. Tanjung Karang TImur, Bander Lampung, Telp. (0721)
26545I, Fax. (0721) 265451 CABANG JABOTABEK, A Duren III No. 3 Rawamangun, Jakarta Timur, Telp. (021) 4717027
Pwk. Jakarta I, JI. Tebet Band Dalam III D No. 6, Jakarta Selatan Telp. (021) 8297259 Pwk. Jakarta Porti, JI. Duren II No,
3 Rawamangun, Jakarta Timur, Telp. (021) 4717027 Pwk. Jakarta 11, JI. Melati Deism No. 3, Rawamangun, Jakarta
tImur, Telp. (021) 9255672, 4757547 IN Pwk. Bekasi, Perumahan Bekasi Permai Blok BL 2 No. 2, Bekasi TImur, Telp. (021)
8805563 Pwk. Tangerang, JI. Prambanan Rays No. 77, Telp. (021) 5510782 Pwk. Serang, JI. Gandaria Blok E No. 122
B, Telp. (0254) 201319 Pwk. Bogor, A Mendut Blok N3 Perumahan Cimanggu Permai I, Kel. Kedung Badak, Kec.
Tench Boreal, Telp. (0251) 317325, 376680 CABANG JAWA BARAT, JI. Rance Goong No. 19, Telp. (022) 7317825
Pwk. Bandung, JI. Rance Goong No. 19, Telp. (022) 7317825 Pwk. Purwakarta, Komplek Oesman Singawinata Blok D7
No. 6, Telp. (0264) 201832 Pwk, Cirebon, A DR. Cipto Mangunkusumo No. 167, Telp. (0231) 211504 Pwk. Subang,
Komplek BPN Ciheleut A Lembang Blok 132137, Telp. (0260) 412545 Pwk. Sukabumi, A Letda T Asmita Pasir Mulus III
No. 79 Nanggleng, Telp. (0266) 229228 Pwk. Taelkmalays, Komplek Pondok Indah Panglayungan, A Bougenville Blok C2
No. 2, Telp. (0265) 342365 CABANG JAWA TENGAH, A Cormal Rays No. 5A Semarang, Telp. (024) 8444385 Pwk.
Semarang, A Jeruk VIII No. 16 Rt. 10104, Lamperlor, Semarang Belated, Telp. (024) 8317232 Pwk. Purwokerto, A Bobosan
No. 19 Rt./Rw. 04101, Telp. (0281) 625536 Pwk. Kudus, A Genera Timur No. 919 Purwosarl, Telp. (0291) 435747 Pwk.
Tegal, JI. Kutilang No. 49, Kel. Randugunting, Telp. (0283) 320849
CABANG DIY, A Ring Road Barat No. 25D Nogosaren, Nogotirto - Gamping, Sleman, Telp. (0274) 622330, 7485457
Pwk. Yogyakarta. A Ring Road Banal No. 25D Nogosaren, Nogotirto - Gamping, Sleman, Telp. (0274) 622330, 7485457
Pwk. Solo, JI. Joys Wilaym No, 62, Perumnas Mo)osongo, Telp. (0271) 853603 Pwk. Magelang, Perum Griya Asri I No.
D-4, Telp. (0293) 314039
CABANG JAWA TIMUR, JI. Dukuh Kupang XXXI No. 25, Telp. (031) 5671186 Pwk. Surabaya, JI. Dukuh Kupang XXXI
No. 25, Telp. (031) 5671186 Pwk. Malang, A Emas No. 42, Telp. (0341) 413963 Pwk. Kedirl, A Wills Mulya I no. 17,
Telp. (0354) 775841 Pwk, Jamber, Perum. Gunung Batu Blok. GG no. 37, Telp. (0331) 333123 Pwk. Denpasar, Perum.
Unut No. 61 Menguntur Balu Bulan Jimnymr Ball, Telp. (0361) 298983 CABANG KALIMANTAN TIMUR, Komp. Perum.
Sambutan Permai (ARISCO) Blok AF No. 5, RI. 21, Telp. (0541) 240423 Pwk. Somarincla, Komp. Forum. Sambutan Formal
(ARISCO) Blok AF No. 5, Rt. 21, Telp. (0541) 240423 Pwk. Illontang, A. K.H. Dowantara II No. 91 Rawa Indah Rt. 049 Rw.
019, Telp. (0548) 28755 Pwk. Ballkpapan, Komp. Perueds II Buklt Ommal lostarl 2 Slok E No. 3, Telp. (0542) 877495
CABANG SULAWESI SELATAN, JI. Sultan hawanuddin No. 100 Sunggu Mines& Makoser, Talp. (0411) 866710 Pwk.
Mak, Perumahan Burnt Formats Hijau, JI, Sultan Alauddln Blok All No, 0, Telp, (0411) 866811 Pwk. ParePars, JI,
Boumasote Lumpue Kec. Bacuklkl (Samping Jambston Timbong), Tolp (0421) 281510 Pwk, Bulukumba, J) Abdul Karim
No, 32, Tolp. (0413) 82094 Tlmbang), Tolp. (0421) 25151
PERSEMBAHAN
Tulisan ini khusus dipersembahkan untuk kedua orang tua penulis Ayahanda
H. Afifuddin (Alm.), dan Ibunda Hj. Sopiah yang selalu berdoa untuk kesuksesan
penulis dan menekankan kepada penulis untuk terus belaj ar dan memperbaiki diri,
Berta berbuat baik untuk orang lain. Tulisan ini merupakan bush pendidikan kedua
orang tua penulis, semoga Allah selalu memberikan yang terbaik untuk keduanya.
Buat kakak penulis dan semua keponakan yang telah banyak memberikan
dukungan dan doa, inilah salah satu cita-cita yang didambakan selama ini semoga
kalian semua dapat membaca tulisan ini clan mengambil manfaat dari pengorbanan
yang sangat besar. (Eti Rochaety)
Hasil karya ini dipersembahkan untuk suami tercinta, Drs. Hartono Sirkoen,
M.Si, anak-anakku Gilang, Jiwo, Dito, dan Anya, terima kasih alas dukungan
kalian selama ini, semoga hasil karya ini menjadikan motivasi untuk mengukir
prestasi kalian di mass mendatang.
(Pontjorini Rahayuningsih)
Tulisan ini penulis persembahkan bust suami dan anakku tercinta, semoga
kebahagiaan kits akan terus memotivasi untuk terus berprestasi dan berkarya.
(Prima Gusti Yanti)
PRAKATA
Kemajuan ilmu dan teknologi informasi telah banyak mengubah cars pandang dan gays
hidup masyarakat Indonesia dalam menjalankan kegiatannya. Keberadaan dan peranan teknologi
informasi dalam sistem pendidikan telah membawa era bare perkembangan dunia pendidikan
kita, tetapi perkembangan tersebut belum diimbangi dengan peningkatan sumber daya manusia
yang menentukan keberhasilan dunia pendidikan Indonesia pads umumnya. Hal ini lebih
disebabkan masih tertinggalnya sumber daya manusia kita untuk memanfaatkan teknologi
informasi dalam proses pendidikan tersebut.
Peningkatan kinerja pendidikan di mass mendatang diperlukan sistem informasi dan
teknologi informasi yang tidak hanya berfungsi sebagai sarana pendukung, tetapi lebih sebagai
senjata utama untuk mendukung keberhasilan dunia pendidikan sehingga mampubersaing~i astir
global. Sistem penclidikankits telah berusaha untuk melakukan perbaii n yang mendasar,
misalnya melalui tiga bentuk kebijakan pemerintah. Pertama meningkatkan ketentuan wajib
belajar dari 6 ke 9 tahun; kedua, mengarahkan pendidikan kita agar lebih relevan dengan
perkembangan industri dan teknologi informasi atau memiliki keterkaitan dan kesesuaian (link
and match); ketiga, mendorong pendidikan sekolah menengah untuk lebih banyak menyiapkan
tenaga terampil sehingga lulusannya tidak memandang perguruan tinggi sebagai satu-satunya
alternatif pilihan mass depan.
Buku Sistem Informasi Manajemen Pendidikan merupakan kumpulan artikel dari
berbagai sumber tentang sistem informasi dan teknologi informasi terutama yang berkaitan
dengan dunia pendidikan, di samping hasil diskusi penulis dengan mahasiswa pads Program
Pascasarjana UHAMKA. Buku ini jugs diharapkan menjadi salah satu bahan acuan bagi
mahasiswa yang berminat mempelajari sistem informasi manajemen dalam bidang pendidikan.
Penulis berharap isi buku ini dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu manajemen
pendidikan dan dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi pars pengambil kebijakan di bidang
pendidikan.
Dengan terwujudnya tulisan yang sederhana, ini, sepatutnya penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. Thamrin Abdullah, M.M., M.Pd., Guru BesarTetap Fakultas
2. 11mu Sosial Universitas Negeri Jakarta, sekaligus Ketua Program Magister Administrasi
Pendidikan (MAP) Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Prof. Dr.
HAMKA Jakarta, yang telah memberikan pengantar untuk tulisan yang sederhana ini.
3. Bapak Dr. H. Sofyan Sa'ad, M. Pd, Direktur Program Pascasarjana Universitas
Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA Jakarta, yang telah memberikan kepercayaan untuk
membantu proses pembelajaran mats kuliah sistem informasi manajemen pendidikan
(SHM Pendidikan) pads Program Magister Administrasi Pendidikan.
4. Bapak Drs. H. Abdul Madjid Latief, M.M., M.Pd., Dosen Senior Fakultas Keguruan dan
Ilmu. Pendidikan, dan Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Prof. Dr.
HAMKA, yang selalu memberikan bimbingan dan motivasi untuk penulisan karya ilmiah
5. Rekan-rekan dosen dan mahasiswa Program Magister Administrasi Pendidikan, Fakultas
Ekonomi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Prof. Dr.
HAMKA, yang selalu berdiskusi dan memberikan motivasi kepada penulis sehingga
terwujudnya tulisan ini.
6. Saudari Aam Aminah, S.Kom., yang telah sabar mengedit tulisan ini dan memberikan
tambahan penyernpurnaan yang sangat berharga.
7. Khusus kepada Mbak Sukses Hidayati sebagai Editor Penerbit Bumi Aksara yang telah
memberikan masukan dan perbaikan berharga bagi penulis untuk mempercepat terbitnya
buku ini, sehingga penulis memiliki semangat untuk terns berkarya.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih memerlukan perbaikan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan masukan dan saran kepada pihak yang berkompeten untuk menyernpurnakan
tulisan ini di mass mendatang dan semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua pihak.
Penulis
KATA PENGANTAR
Pendidikan saat ini membutuhkan dasar yang harus dibangun, yaitu menyadari posisinya sebagai
penghasil jasa pendidikan (produsen). Lembaga pendidikan harus memahami dengan baik
kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks terutama diikuti oleh perkembangan teknologi
informasi yang sangat pesat. Konsumen lembaga pendidikan yang paling kritis adalah dunia
usaha.
Untuk menghasilkan lulusan lembaga pendidikan yang memiliki kompetensi dan sesuai dengan
kebutuhan dunia kerja saat ini, masalah yang harus ditanggulangi dalam proses pendidikan, yaitu
bagaimana mengelola lembaga pendidikan agar mampu memenuhi tuntutan pasar kerja, dan
tidak menyisakan banyak pengangguran. Solusi yang paling tepat adalah meningkatkan kualitas
pembelajaran yang mengadopsi praktik manajemen yang dipadukan dengan kemajuan teknologi
informasi. Salah satunya adalah memfasilitasi praktik pembelajaran dengan menggunakan
berbagai infrastruktur teknologi, misalnya perpustakaan digital, fasilitas pembelajaran dengan
memadukanpersonal computer/notebook, internet, dan fasilitas teknologi pembelajaran lainnya.
Buku Sistem Informasi Manajemen Pendidikan (SIM Pendidikan) yang ditulis saudara Eti
Rochaety dosen tetap Fakultas Ekonomi dan Program Pascasarjana UHAMKA-Jakarta bersama
teman-temannya, merupakan salah satu rujukan yang cukup representatif bagi mahasiswa,
pemerhati, maupun praktisi bidang pendidikan yang berminat untuk menambah pemahaman
bagaimana membangun dan mengelola lembaga pendidikan yang menghasilkan customize
service, marketable, dan sellable.
Semoga hasil karya ini dapat bermanfaat untuk menambah bahan bacaan buku manajemen
pendidikan, dan memberikan kontribusi yang sangat berharga bagi pengembangan dunia
pendidikan.
KATA PENGANTAR..Vii
DAFTAR ISI. ix
BAB 1 PENDAHULUAN . 1
A. Lingkungan Pendidikan..14
B. Teknologi Informasi untuk Mendorong Keunggulan
Bersaing Lembaga Pendidikan..17
C. Menciptakan Keunggulan Bersaing Lembaga Pendidikan22
D. Teknologi Informasi Sebagai Aset Utama Lembaga Pendidikan
Dalam jangka panjang ..25
DAFTAR PUSTAKA..181
BAB
1 PENDAHULUAN
Era baru dalam dunia pendidikan, yaitu diperkenalkannya reformasi pendidikan yang
berkaitan erat dengan Sistem informasi yang dibutuhkan dalam pengembangan dunia
pendidikan. Konsep ini memiliki nuansa bagaimana dunia pendidikan berusaha menggunakan
perangkat komputer, yang dapat diaplikasikan sebagai sarana komunikasi untuk meningkatkan
kinerja dunia pendidikan secara signifikan.
Informasi merupakan satu-satunya sumber yang dibutuhkan seorang pimpinan lembaga
pendidikan. Informasi dapat diolah dari sumber lain yang dipengaruhi oleh organisasi yang
sangat kompleks dan perangkat komputer yang dimiliki. Informasi dapat memperbaiki kinerja
lembaga pendidikan, layaknya kinerja usaha lembaga bisnis.
Informasi yang diolah dengan menggunakan komputer dapat digunakan oleh seorang
pimpinan organisasi atau perseorangan dengan keahlian yang dimiliki sebagai sarana komunikasi
dan pemecahan masalah, serta informasi yang sangat berharga dalam proses pengambilan
keputusan. Informasi dapat digali melalui sumber-sumber yang tersedia, seperti sumber days
manusia, material, alai, biaya yang dibutuhkan, serta data yang akan diolah.
Ledakan informasi saat ini menimbulkan dampak yang sangat kuat terhadap kompleksitas
manajemen pada umumnya, khususnya manajemen pendidikan. pimpinan sebuah 'lembaga
pendidikan pada dasarnya adalah pengolah informasi. Seorang pimpinan hares memiliki
kapabilitas untuk memperoleh, menyimpan, mengolah, mengambil kembali, serta menyajikan
informasi sebagai bahan-dalam proses pengambilan keputusan bidang pendidikan yang dapat
dipertanggungjawabkan secara moral.
A. KONSEP DASAR SISTEM INFORMASI MANAJEMEN PENDIDIKAN
1. Sistem
a. Sistem adalah seperangkat unsur yang saling berhubungan dan saling memengaruhi dalam
satu lingkungan tertentu (Ludwig, 1997).
b. Sistem adalah sekumpulan elemen yang saling berhubungan untuk mencapai suatu tujuan (A.
Rapoport, 1997).
c. Sistem adalah setiap kesatuan secara konseptual atau fisik yang terdiri dari bagian-bagian
yang saling memengaruhi (L. Ackof, 1997).
d. Sistem merupakan bagian-bagian yang beroperasi secara bersama-sama untuk mencapai
beberapa tujuan (Gordon B. Davis, 1995).
e. Sistem, yaitu sekelompok elemen yang terintegrasi untuk mencapai suatu tujuan (Raymond
McLeod, 2001).
f. Ryans (1968) System is any identifiable assemblage of element (object, person, activities,
information records, etc) which are interrelated by process or structure and which are
presumed to function as an organizational entity generating an observable (or sometimes
merely inferable) product.
g. William A. Shorde (1995) dalam bukunya Organization and Management menyebutkan ada
sekitar enam ciri sebuah sistem, yaitu perilaku berdasarkan tujuan tertentu, keseluruhan,
keterbukaan, terjadi transformasi, terjadi korelasi, memiliki mekanisme kontrol artinya
terdapat kekuatan yang mempersatukan dan mempertahankan sistem yang bersangkutan.
Menurut Budi Sutedjo (2002) sistem adalah kumpulan elemen yang saling berhubungan satu
sama lain yang membentuk satu kesatuan dalam usaha mencapai suatu tujuan.
Sedangkan jenis sistem secara umum terdiri dari sistem terbuka dan sistem tertutup (Open-
Loop and Closed-Loop System). Sistem terbuka adalah sistem yang tidak memiliki sasaran,
pengendalian mekanis, dan umpan balik. Sedangkan sistem yang tertutup, yaitu sebuah sistem
yang memiliki sasaran, pengendalian mekanis, dan umpan balik (Raymond McLeod, Jr., 2001).
Kedua jenis sistem tersebut dapat dilihat dalam gambar di bawah ini:
PROCESS/
INPUT TRANFORMATION
OUTPUT
OBJECTIVES
CONTROL
MECHANISM
2. Informasi
Saat ini kita sedang berada pads era informasi, hal ini berarti bahwa informasi sudah
menyentuh seluruh segi kehidupan baik individual, kelompok, maupun organisasi. Di tingkat
individu aneka ragam informasi dibutuhkan seperti kebutuhan akan pendidikan, kesehatan,
lapangan pekerjaan, maupun jenis produk atau jasa lainnya.
Adapun pengertian tentang informasi, yaitu data yang telah diproses ke dalam suatu bentuk
yang mempunyai arti bagi penerima dan memiliki nilai nyata yang dibutuhkan untuk proses
pengambilan keputusan saat ini maupun saat mendatang (Gordon B. Davis, 1995).
Sedangkan Informasi menurut Budi Sutedjo (2002: 168) merupakan hasil pemrosesan data
yang diperoleh dari setiap elemen sistem tersebut menjadi bentuk yang mudah dipahami dan
merupakan pengetahuan yang relevan dan dibutuhkan dalam pemahaman fakta-fakta yang ada.
Informasi, yaitu sebuah pernyataan yang menjelaskan suatu peristiwa (suatu objek atau
konsep) sehingga manusia dapat membedakan sesuatu dengan yang lainnya (Samuel Elion,
1992).
Informasi merupakan kumpulan data yang telah diolah, baik bersifat kualitatif maupun
kuantitatif dan memiliki arti lebih luas.
c. Manajemen
Secara luas orang sudah banyak mengenal tentang istilah manajemen, hakikat manajemen
secara relatif, yaitu bagaimana sebuah aktivitas bisa berjalan lebih teratur berdasarkan prosedur
dan proses.
Secara umum dikatakan bahwa manajemen merupakan proses yang khas yang terdiri dari
tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumber daya manusia maupun
sumber daya lainnya (George R. Terry, 1997).
Pada dasarnya dalam proses penggunaan sistem informasi, seorang manajer sebelumnya harus
memahami posisi dari hierarki/tingkatan manajemen di mana dia berada, sebagaimana
dikemukakan oleh (Raymond McLeod, Jr., 2001) bahwa tingkatan manajerial terdiri dari
Strategic Planning Level (Top Management), Management Control Level (Middle Management),
dan Operational Control Level (Lower Management). Posisi tersebut sangat berpengaruh
terhadap sumber dan bentuk informasi yang dibutuhkan oleh seorang manajer (pimpinan) sebagai
bahan proses pengambilan keputusan. Sumber informasi yang dibutuhkan oleh seorang manajer
atau pimpinan lembaga pendidikan yang menduduki posisi paling atas cenderung lebih banyak
dari luar organisasi/lembaga pendidikan tersebut. Semakin rendah tingkat manajerial
seseorang maka lebih banyak dibutuhkan sumber informasi dari internal organisasi atau lembaga
pendidikan yang bersangkutan. Dengan demikian, pimpinan lembaga pendidikan yang
menduduki posisi top manajemen semakin banyak untuk mencari sumber informasi dari
eksternal organisasi. Hal ini diperlukan untuk pengembangan organisasi, komparasi dengan
lembaga pendidikan yang ada, mencari strategi barn untuk inovasi demi peningkatan kapabilitas
organisasi. Dengan demikian, lembaga pendidikan yang dipimpinnya memiliki daya saing yang
tinggi untuk mempertahankan eksistensi di masa mendatang.
Adapun bentuk informasi yang dibutuhkan oleh seorang pimpinan lembaga pendidikan yang
menduduki posisi paling atas (manajemen tingkat atas) cenderung bcntuk informasi yang diterima
lebih singkat karena kemampuan pimpinan pads posisi top manajemen diharapkan memiliki
kemampuan yang tinggi dalam menerjemahkan bentuk informasi yang berasal dari eksternal
maupun internal lembaga pendidikan tersebut. Misalnya bcntuk penyampaian informasi antar-
pimpinan cukup membuatkan disposisi. Semakin rendah posisi manajerial seseorang,
bentuk informasi harus lebih terperinci karena kemampuan menerjemahkan informasi
manajemen tingkat menengah maupun tingkat bawah lebih ke arch operasional lembaga
pendidikan tersebut sehingga bentuk informasi harus lebih jelas dan detail misalnya instruksi atau
pemberitahuan kepada para karyawan.
4. Pendidikan
Para ahli sama-sama mengarah pada suatu tujuan tertentu tetapi mereka masih belum seragam
dalam mendefinisikan istilah pendidikan. Driyarkara (1980) mengatakan bahwa pendidikan itu
adalah memanusiakan manusia muda. Pengangkatan manusia muda ke taraf mendidik.
Dalam Good, Carter V (1959) dinyatakan bahwa pendidikan adalah (1) proses seseorang
mengembangkan kemampuan, sikap, dan tingkah laku lainnya dalam masyarakat tempat mereka
hidup; (2) proses sosial yang terjadi pada orang yang dihadapkan pada pengaruh lingkungan
yang terpilih dan terkontrol (khususnya yang datang dari sekolah) sehingga mereka dapat
memperoleh perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang optimal. Pendidikan
dipengaruhi oleh lingkungan atas individu untuk menghasilkan perubahan-perubahan yang
sifatnya pennanen dalam tingkah laku, pikiran, dan sikapnya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989), pendidikan adalah proses mengubah sikap
dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan (proses, perbuatan, dan cara mendidik).
Menurut Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Bab I Pasal 1 ayat (1):
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didiksecara aktifmengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, Berta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Crow and Crow (1960) Modern educational theory and practise not only are aimed at
preparation for future living but also are operative in determining the patern of present, day by-
day attitude and behavior. Pendidikan tidak hanya dipandang sebagai sarana untuk persiapan
hidup yang akan datang tetapi jugs untuk kehidupan sekarang yang dialami individu dalam
perkembangannya menuju ke tingkat kedewasaannya. Berdasarkan pengertian tersebut maka
pendidikan memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
1. Pendidikan mengandung tujuan, yaitu kemampuan untuk berkembang sehingga
bermanfaat untuk kepentingan hidup.
2. Untuk mencapai tujuan tersebut, pendidikan melakukan usaha yang terencana dalam memilih
isi (materi), strategi, dan teknik penilaian yang sesuai.
3. Kegiatan pendidikan dilakukan dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat (formal
dan nonformal).
Oleh karena itu, menurut Sihombing (2002: 10) pendidikan mengandung pokok-pokok
penting sebagai berikut.
Secara total bahwa pendidikan merupakan suatu sistem yang memiliki kegiatan cukup kompleks,
meliputi berbagai komponen yang berkaitan satu sama lain. Jika menginginkan pendidikan
terlaksana secara teratur, berbagai elemen (komponen) yang terlibat dalam kegiatan pendidikan
perlu dikenali terlebih dahulu. Untuk itu diperlukan pengkajian usaha pendidikan sebagai suatu
sistem yang dapat dilihat secara mikro dan makro. Secara mikro pendidikan dapat dilihat dari
hubungan elemen peserta, didik, pendidik, dan interaksi keduanya dalam usaha pendidikan.
Adapun secara makro menjangkau elemen-elemen yang lebih lugs. Tinjauan pendidikan secara
mikro dapat dilihat dalam gambar yang menghubungkan elemen pokok dalam usaha pendidikan
(lihat Gambar 1.5).
Berdasarkan tinjauan mikro peserta didik dan pendidik merupakan elemen central.
Pendidikan untuk kepentingan peserta didik mempunyai tujuan dan untuk mencapai tujuan ini ada
berbagai sumber dan kendala. Dengan memerhatikan berbagai sumber dan kendala, ditetapkan
bahan pengajaran dan diusahakan berlangsungnya proses untuk mencapai tujuan. Proses ini
menampilkan hasil belajar. Hasil belajar perlu dinilai dan dari hasil penilaian dapat merupakan
umpan balik untuk mengkaji kembali berbagai elemen. Keseluruhan elemen ini tidak terlepas dari
pengetahuan, teori, maupun model pendidikan yang telah dimiliki, disusun,
Alternative Penilaian
Usmber
Dan
kendala
Criteria
Riteria penilaian
penilaian
alternatif
4. Kesehatan yang mencakup kesehatan jasmani dan rohani.
Dapat dikatakan bahwa pendidikan adalah proses sosial dalam memanusiakan manusia melalui
pembelajaran yang dilakukan dengan sadar, balk secara terencana maupun tidak. Proses
pendidikan bukan hanya apa yang disebut dengan transfer of knowledge, transfer of value,
transfer of skill, namun totalitas kegiatan yang dapat memanusiakan manusia sehingga mampu
menjadi individu yang mampu mengembangkan dirinya dalam menghadapi dan memecahkan
berbagai permasalahan dalam kehidupan.
Soetedjo Moeljodihardjo, 1992, sistem informasi manajemen, yaitu suatu metode yang
menghasilkan informasi yang tepat waktu (timely) bagi manajemen tentang lingkungan eksternal
dan operasi internal sebuah organisasi, dengan tujuan untuk menunjang pengambilan keputusan
dalam rangka memperbaiki perencanaan dan pengendalian.
Komarudin, 1997, sistem informasi manajemen adalah suatu sistem informasi yang
memungkinkan pimpinan organisasi mendapatkan informasi dengan kuantitas dan kualitas yang
tepat untuk digunakan dalam proses pengambilan keputusan.
Robert W. Holmes, 1992, SIM adalah sistem yang dirancang untuk menyajikan informasi
pilihan yang berorientasi kepada keputusan yang diperlukan oleh manajemen guna merencanakan,
mengawasi, dan menilai aktivitas organisasi yang dirancang dalam kerangka kerja yang
menitikberatkan pada perencanaan keuntungan, perencanaan penampilan, dan pengawasan pada
semua tahap.
Robert G. Murdick,1995, SIM adalah proses komunikasi di mana input direkam, disimpan, dan
diambil kembali untuk menyajikan keputusan yang berbentuk output mengenai perencanaan,
pengoperasian, dan pengendalian.
Joseph F. Kelly, 1990, SIM merupakan perpaduan antara sumber daya manusia dan sumber
daya lainnya yang berlandaskan komputer yang menghasilkan kumpulan penyimpanan,
perolehan kembali, komunikasi, dan penggunaan data untuk tujuan operasi manajemen yang
efisien, dan bagi perencanaan bisnis.
Raymond McLeod, Jr. , 2003 sistem informasi manajemen, yaitu sebuah sistem berbasis
komputer yang menyediakan informasi untuk kebutuhan bagi pemakainya.
James A.F. Stoner, 1992, sistem informasi manajemen, yaitu metode yang formal yang
menyediakan bagi pihak manajemen sebuah informasi yang tepat waktu, dapat dipercaya, untuk
mendukung proses pengambilan keputusan bagi perencanaan, pengawasan, dan fungsi operasi
sebuah organisasi yang lebih efektif.
Dari definisi-definisi di atas, penulis akan mencoba membuat batasan mengenai SIM Pendidikan
sebagai berikut.
Dengan demikian SIM Pendidikan merupakan perpaduan antara sumber daya manusia dan
aplikasi teknologi informasi untuk memilih, menyimpan, mengolah, dan mengambil kembali data
dalam rangka mendukung proses pengambilan keputusan bidang pendidikan.
Pengertian lain SIM Pendidikan adalah suatu sistem yang dirancang untuk menyediakan
informasi guna mendukung pengambilan keputusan pada kegiatan manajemen (perencanaan,
penggerakan, pengorganisasian, dan pengendalian) dalam lembaga pendidikan.
Sistem informasi manajemen pendidikan saat ini barn sebatas wacana, diharapkan pada
waktu yang tidak terlalu lama SIM Pendidikan ini tidak sebatas wacana tetapi sudah mengarah
ke aplikasi yang betul-betul menunjang kegiatan dunia pendidikan pada umumnya. Untuk
menerapkan SIM Pendidikan yang terpadu dan memiliki kapabilitas dalam mendukung
keberhasilan dunia pendidikan yang signifikan, diperlukan keseimbangan sumber daya yang
tersedia antara ketersediaan sumber daya manusia yang memiliki keterampilan dalam
mengoperasikan teknologi informasi seperti komputer dan ketersediaan dana untuk pengadaan
perangkat komputer yang sudah semakin canggih.
Oleh karena itu, dalam penerapan SIM Pendidikan yang memiliki nilai tambah, betul-betul
membutuhkan persiapan yang sangat matang sehingga harapan untuk mengaplikasikan SIM
Pendidikan dapat terwujud sesuai dengan perkembangan dunia pendidikan yang dituntut
masyarakat lebih marketable dan sellable. Di lain pihak informasi yang dapat disajikan oleh SIM
Pendidikan nantinya akan memberikan kontribusi yang sangat berharga dalam proses pengambilan
keputusan bidang pendidikan, seperti informasi kebutuhan tenaga kependidikan, informasi jumlah
lembaga pendidikan dari mulai tingkat dasar, menengah, maupun pendidikan tinggi. SIM
Pendidikan diharapkan sangat bermanfaat tidak hanya bagi para pengambil keputusan bidang
pendidikan, tetapi sangat berguna bagi masyarakat sebagai salah satu subsistem dan control
society, terutama dalam proses operasional lembaga pendidikan dan penyajian kualitas jasa
pendidikan yang bisa dipertang-gungjawabkan.
BAB
A. LINGKUNGAN PENDIDIKAN
Dalam dunia pendidikan, keberadaan sistem informasi merupakan salah sate komponen yang
tidak dapat dipisahkan dari aktivitas pendidikan itu sendiri. Kedua domain ini memiliki tingkat
ketergantungan yang cukup tinggi dalam membentuk karakteristik dunia pendidikan tersebut.
Manajemen dalam menggambarkan hubungan kedua aspek tersebut di mana pendidikan sebagai
penggerak (drive) terhadap sistem informasi pendidikan, sedangkan sistem informasi pendidikan
akan menjadi penentu kinerja pendidikan.
Dalam hal ini terdapat perspektif yang melihat bahwa dunia pendidikan dan sistem
informasi berada dalam lingkungan mikro lembaga-lembaga pendidikan, juga merupakan bagian
makro dunia pendidikan secara keseluruhan. Peranan masyarakat, pemerintah, kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, kebutuhan masyarakat, dan globalisasi merupakan beberapa contoh
komponen makro yang perilakunya tidak dapat dikendalikan oleh sebuah lembaga pendidikan.
Kedua perspektif di atas hares dapat dipelajari dan dianalisis agar dapat memberikan gambaran
mengenai keberadaan lingkungan mikro dan makro tempat beroperasinya sistem informasi
pendidikan. Lebih jauh lagi hal ini dapat membantu para pengambil kebijakan bidang pendidikan
dalam memutuskan strategi apa ygng tepat untuk diterapkan dalam melakukan pengendalian dan
monitoring terhadap komponen-komponen pendidikan. Ada sebuah kerangka pemikiran yang
dapat melihat di mana sebenarnya posisi sistem informasi dalam kerangka mikro dan makro
lembaga pendidikan (Cash, 1992).
Dalam sebuah lembaga pendidikan memiliki komponen-komponen yang diperlukan
untuk menjalankan operasional pendidikan, seperti siswa/mahasiswa, sarana-prasarana, struktur
organisasi, proses, Sumber days manusia (tenaga pendidik), dan biaya organisasi. Adapun sistem
informasi terdiri dari komponenkomponen pendukung lembaga pendidikan untuk menyediakan
informasi yang dibutuhkan pihak pengambil keputusan scat melakukan aktivitas pendidikan.
Sistem informasi terbentuk dari komponen-komponen perangkat keras (hardware), perangkat
lunak (software), dan perangkat manusia (brainware).
Dalam teori manajemen untuk menjalankan sebuah lembaga pendidikan, strategi lembaga
pendidikan dan strategi sistem informasi hares Baling mendukung sehingga dapat menciptakan
keunggulan bersaing (competitive advantage) lembaga pendidikan yang bersangkutan. Jika
dilihat dari perspektif makro, di luar lembaga pendidikan terlihat ada dua domain, yaitu lembaga
pendidikan pesaing dan. sistem informasinya yang memiliki komponen yang sama. Selain itu
terdapat komponen pemerintah sebagai penyusun kebijakan dan peraturan bidang pendidikan,
masyarakat, dan lain sebagainya. Komponen lembaga pendidikan eksternal ini secara langsung
maupun tidak langsung berpengaruh terhadap komponen lembaga pendidikan secara internal.
Dari sisi sistem informasi, faktor eksternal yang ada adalah perkembangan teknologi, balk
perangkat keras maupun perangkat lunaknya.
Beberapa hal yang perlu dianalisis lebih lanjut adalah sebagai berikut.:
c. Dari keempat kuadran yang ada yang paling cepat mengalami perubahan adalah kuadran
sistem informasi pada domain eksternal. Karena hampir semua sistem informasi
menggambarkan pesatnya kemajuan teknologi informasi dengan grafik yang bersifat
eksponensial. Keadaan seperti ini akan mendorong lembaga pendidikan eksternal dan sistem
informasi internal untuk turut berubah walaupun tidak secara eksponensial. Pada abad
informasi ini secara langsung maupun tidak langsung, kemajuan teknologi informasi akan
memberikan dampak yang signifikan terhadap entitas dalam mengoperasikan lembaga
pendidikan.
d.Jika ramalan para ahli di bidang teknologi informasi tentang mass depan yang menyatakan
bahwa revolusi besar-besaran dalam kehidupan manusia akan terjadi. Abad informasi diikuti
oleh abad bioteknologi yang akan menghasilkan lingkungan makro yang sama sekali jauh
berbeda dengan yang ada saat ini. Dan secara mikro dampak tersebut akan berpengaruh
terhadap kehidupan setiap individu dalam bersosialisasi maupun berperilaku.
Banyak pendapat mengatakan bahwa teknologi informasi merupakan salah satu senjata
persaingan. Hal ini tidak perlu diragukan lagi karena saat ini teknologi informasi telah menjadi
salah sate alai untuk meningkatkan efisiensi aktivitas operasional lembaga pendidikan. Hampir di
setiap lembaga pendidikan telah tampak fenomena bahwa yang menjadi kriteria pilihan
masyarakat saat ini adalah lembaga pendidikan yang telah memiliki perangkat teknologi
informasi sangat memadai dalam berbagai aktivitas operasional lembaga pendidikan tersebut.
Hal itu disebabkan oleh salah satu unsur penilaian masyarakat tentang kualitas pendidikan saat
ini dapat dilihat dari kemampuan sebuah lembaga pendidikan dalam menyajikan jasa pendidikan
di antaranya menggunakan teknologi informasi.
Sebagai contoh salah satu perguruan tinggi dalam menyajikan berbagai fasilitas pendukung
kelancaran proses belajar mengajar bekerja sama dengan pihak perbankan untuk menggunakan
sebuah kartu ATM (automatic teller machines) yang pada umumnya digunakan untuk penarikan
uang tunai, tetapi bagi mahasiswa perguruan tinggi tersebut sekaligus dapat digunakan untuk
mengakses kepentingan yang berhubungan dengan perkuliahan seorang mahasiswa, seperti
mengakses mlainilai mata kuliah di mana mahasiswa tidak perlu -datang langsung ke bagian
administrasi akademik untuk menanyakan nilai, mereka hanya cukup sedikit waktu untuk meng-
click file tertentu maka dalam beberapa hitungan menit atau detik data yang dibutuhkan dapat
dilihat secara jelas. Setidak-tidaknya teknologi informasi yang berguna bagi dunia pendidikan
bisa menyajikan aktivitasnya secara lebih c'epat dan memiliki nilai tambah sehingga dunia
pendidikan akan menghasilkan output yang memiliki daya jual (sellable) tinggi.
Untuk mengidentifikasi daya saing lembaga pendidikan yang marketable dan sellable, ada
beberapa kekuatan yang harus menjadi prioritas perhatian para pengambil kebijakan lembaga
pendidikan karena adanya para pesaing lembaga pendidikan yang secara ofensif dan defensif
menggunakan teknologi informasi.
Sebuah lembaga pendidikan yang telah memiliki segmen pasar tertentu tidak henti-
hentinya meningkatkan kualitas pelayanannya agar jasa pendidikan yang disajikan lebih
kompetitif. Tidak dapat dipungkiri bahwa perkembangan teknologi informasi yang sedemikian
cepat tidak saja mengubah cara orang berkomunikasi dan bekerja, namun lebih jauh lagi telah
membuat alam persaingan barn. Michael Porter, 1995, dalam manajemen strategi
memperkenalkan Five Forces (lima kekuatan) yang harus dicermati oleh pihak pimpinan
lembaga pendidikan
1. Persaingan antar lembaga pendidikan yang sudah ada (rivalry among existing institution)
Ancaman pertama biasanya datang dari para pesaing yang lama, yaitu kumpulan lembaga
pendidikan yang menawarkan program pendidikan relatif sama di mats masyarakat pengguna
jasa pendidikan. Secara prinsipil strategi yang dijalankan terhadap program pendidikan yang
sama ini bagaimana menciptakan program pendidikan yang harganya terjangkau, kualitasnya
back, dan disajikan tepat waktu (on time). Yang menjadi ancaman di sini adalah jika para
pesaing telah menggunakan teknologi informasi untuk menyajikan program pendidikan yang
cheaper, better, maupun faster. Lembaga pendidikan yang telah mendayagunakan teknologi
informasi tersebut akan memiliki dua domain kegiatan utama. Pertama front office, di mans
penggunaan teknologi informasi dalam kaitannya dengan proses penyajian dan pelayanan secara
langsung, seperti pendidikan melalui electronic commerce (e-commerce), pembayaran
pendidikan lewat internet banking, permintaan informasi jasa pendidikan melalui call center.
Kedua back office, penggunaan teknologi informasi untuk meningkatkan efisiensi seperti
penggunaan intranet untuk sarana komunikasi dan kolaborasi, pengembangan sistem administrasi
bebas kertas (paperless office), pemakaian sistem informasi eksekutif antarpimpinan lembaga
pendidikan, Berta sistem pendukung keputusan.
Terhadap keadaan seperti ini, setiap lembaga pendidikan yang ingin mempertahankan
eksistensinya harus benar-benar berusaha memenangkan persaingan dengan meraih jumlah
pengguna jasa pendidikan melalui berbagai strategi, seperti meningkatkan kapabilitas
penguasaan teknologi informasi selain syarat cheaper, better, danjaster
Setiap lembaga pendidikan memiliki perencanaan operasional yang disusun dan direvisi
secara berkala. Rencana tersebut dikenal dengan work plan yang secara prinsip menjabarkan
strategi lembaga pendidikan dan keterbatasan sumber daya yang dimiliki dalam proses
pencapaian visi maupun misi lembaga pendidikan yang bersangkutan. Strategi tersebut tidak
hanya mencakup deskripsi global mengenai hal-hal yang ingin dicapai dalam jangka panjang,
namun mencakup ringkasan perencanaan dan pengembangan sumber-sumber daya yang dimiliki
seperti sumber daya modal, dan sumber daya manusia.
Menurut Indrajit (2001) strategi sistem informasi manajemen merupakan subbagian dari
sebuah workplan lembaga pendidikan karena peranan sistem informasi dinilai sangat kritikal
dalam mendorong kelangsungan hidup sebuah lembaga pendidikan. Tiga pilar utama yang harus
diperhatikan dalam menyusun strategi tcrsebut adalah sebagai berikut.
Pertama, strategi sistem informasi (information system strategy/IS strategy). Hal pokok
yang harus dipertimbangkan secara matang, yaitu bagaimana mendefinisikan kebutuhan akan
sistem informasi manajemen pendidikan secara umum karena setiap lembaga pendidikan
memiliki kebutuhan informasi yang unik, yang tidak hanya terbatas pada jenis maupun
karakteristik informasi, namun lebih jauh menyangkut relevansi informasi yang dihasilkan,
kecepatan aliran informasi dari suatu bagian ke bagian lainnya dalam sebuah lembaga
pendidikan, kualitas keakuratan informasi, target nilai ekonomis informasi pendidikan yang
diperoleh, batasan biaya yang harus dikeluarkan dalam pengolahan informasi jasa pendidikan,
dan struktur lembaga pendidikan sebagai pengguna informasi.
Untuk menjamin agar informasi dapat mengalir dengan baik, dalam sebuah lembaga
pendidikan perlu dikembangkan sebuah sistem informasi manajemen pendidikan yang
melibatkan komponen internal dan eksternal lembaga pendidikan untuk menjamin alur informasi
yang efektif dan berkualitas. Komponen utama yang dibutuhkan untuk menghasilkan sistem
informasi manajemen pendidikan yang efektif dan berkualitas, yaitu tersedianya teknologi
informasi yang didukung oleh sumber daya manusia yang inampu mengoperasikannya.
Ketiga, strategi sistem informasi (information system strategy/IS strategy) dan strategi
teknologi informasi (IT strategy) pada lembaga pendidikan sudah dapat disusun dengan baik,
tetapi akan timbul pertanyaan siapa yang akan melaksanakannya. Dalam hal ini akan
membutuhkan strategi manajemen informasi (IM strategy) untuk menjabarkan target
pembentukan sistem informasi manajemen pendidikan yang andal dengan mendayagunakan
teknologi informasi yang dapat dioperasionalkan dalam lembaga pendidikan, baik dalam jangka
panjang maupun jangka pendek, sejalan dengan pertumbuhan lembaga pendidikan di masa
mendatang.
Strategi sistem informasi (IS strategy) lebih menekankan kepada sisi permintaan dari
lembaga pendidikan yang memerlukan sistem informasi manajemen pendidikan untuk dapat
menjamin terciptanya aliran informasi yang efektif dan berkualitas. Di samping itu, harus
menekankan pada hubungan antara informasi dengan kebutuhan operasional lembaga pendidikan
secara menyeluruh. Strategi teknologi informasi (IT strategy) dalam hal ini berada pada sisi
penawaran yang akan menyediakan teknologi informasi yang sesuai dengan kebutuhan lembaga
pendidikan Berta menekankan teknologi yang mampu dimiliki dan dikembangkan oleh setiap
lembaga pendidikan. Sedangkan strategi manajemen informasi (IM strategy) memberikan
gambaran mengenai cars yang harus ditempuh agar target pengembangan dan implementasi
sistem informasi manajemen pendidikan tidak sebatas wacana tetapi menjadi kenyataan dan
berorientasi kepada teknik manajemen yang akan dipergunakan oleh setiap lembaga pendidikan
yang bersangkutan.
C. MENCIPTAKAN KEUNGGULAN BERSAING LEMBAGA PENDIDIKAN
Salah satu fasilitas yang ditawarkan oleh teknologi informasi dalam dunia pendidikan adalah
pembentukan jaringan komunikasi antarlembaga pendidikan untuk meningkatkan efisiensi dan
efektivitas. Fenomena kerja sama antarlembaga pendidikan, yaitu bekerja sama untuk
menghadapi lembaga pendidikan yang lebih baik. Ada tiga jenis jaringan yang bisa dibentuk
dalam jaringan komunikasi antarlembaga pendidikan yaitu intranet, internet, dan ekstranet.
Sistem antarorganisasi (Inter Organizational SystemIlOS) akan terbentuk jika dua atau lebih
organisasi (lembaga pendidikan) bekerja sama dalam pemakaian teknologi informasi. Fenomena
yang muncul belakangan ini tidak terlepas dari kemajuan teknologi informasi yang menawarkan
berbagai jenis pelayanan yang berbasis elektronik. Secara integral ada tiga jenis sistem yang
ditawarkan bagi lembaga pendidikan untuk mengimplementasikan IOS, yaitu sebagai berikut.
1) Intranet, jaringan internal lembaga pendidikan yang menghubungkan antara kantor pusat
dan kantor cabang y4ng terpisah secara geografis, baik lokal maupun regional.
2) Internet, jaringan komputer publik yang berpotensi sebagai penghubung
lembaga pendidikan dengan pars pengguna program pendidikan atau calon siswa atau
mahasiswanya.
3) Ekstranet, jaringan yang dibangun sebagai alai komunikasi antarlembaga pendidikan dan
lembaga pendukungnya, seperti departemen pendidikan, masyarakat, pemerintah, dan
dunia usaha.
Lembaga pendidikan yang tertarik untuk melakukan IOS memiliki alasan populer yang
mendasarinya, yaitu sebagai berikut.
3) Efisiensi
Alasan mengadakan kerja sama antarlembaga pendidikan, yaitu untuk efisiensi (tcrlaksananya
proses yang lebih murah dan cepat). Contoh dalam lembaga pendidikan membiiat program
bersama antarbeberapa lembaga pendidikan, sebab jika program tersebut disediakan secara
sendiri-sendiri oleh masing-masing lembaga pendidikan, biayanya menjadi lebih mahal. Jika
disediakan secara bersama-sama biayanya akan lebih murah dan hasilnya akan lebih optimal.
Sebagai Contoh, sistem informasi manajemen bagi pelayanan lembaga pendidikan kepada siswa
dan mahasiswa dari mulai entry data awal mahasiswa sampai penyediaan kartu mahasiswa, kartu
rencana studi, kartu hasil studi, bahkan fasilitas lain yang dibutuhkan oleh mahasiswa yang
bersangkutan.
4) Hubungan antara Lembaga Pendidikan dan Masyarakat
Bentuk kerja sama lain terjadi antara lembaga pendidikan dan masyarakat, baik sebagai penyedia
calon siswa atau mahasiswa untuk lembaga pendidikan ataupun sebagai pengguna j asa
pendidikan tersebut. Saat ini yang sedang digalakkan, yaitu pendidikan yang berorientasi
masyarakat untuk mendukung program manajemen berbasis sekolah/MBS (School Based
ManagementISBM). Tanpa adanya kerja sama lembaga pendidikan dengan masyarakat, untuk
mewujudkan lembaga pendidikan yang bermutu tidak akan tercapai. Oleh karena itu, kerja sama
seperti ini harus terus dibina dan dikembangkan. Dalam menjalin kerja sama antara masyarakat
dengan lembaga pendidikan harus dibentuk jaringan kerja sama (net working) misalnya kerja
sama dengan orang tua s!swa/mahasiswa, tokoh masyarakat, tokoh agama, badan perwakilan
desa/kelurahan, kantor pemerintahan, maupun lembaga bisnis. Kerja sama ini harus saling
menguntungkan, artinya dari aktivitas yang dilaksanakan secara bersama-sama masing-masing
pihak dapat menikmati kontribusinya setelah sebelumnya membuat kesepakatan bersama.
5) Outsourcing (Menggunakan Jasa Lain untuk Membantu Melakukan Aktivitas
Pendidikan)
Lembaga pendidikan dalam menjalankan aktivitasnya tidak terlepas dari berbagai keterbatasan,
baik keterbatasan sumber daya manusia, modal, maupun sarana prasarana. Jika lembaga
pendidikan tidak memiliki tenaga ahli untuk memperbaiki atau memelihara peralatan kantor,
dapat digunakan perusahaan jasa di bidang pemeliharaan alat-alat kantor, seperti komputer.
Kecepatan perkembangan teknologi informasi sangat tinggi sehingga sangat sulit bagi
lembaga pendidikan untuk menyusun strategi mempertahankan cksistcnsinya dalam jangka
panjang. Ada tiga kunci utama yang mendukung teknologi informasi untuk dijadikan aset
lembaga pendidikan dalam jangka panjang, yaitu sebagai berikut.
2. Teknologi
3. Relasi
Yang dimaksud dalam hal ini adalah hubungan teknologi informasi dengan pihak manajemen
lembaga pendidikan sebagai pengambil keputusan (decision maker). Menjalin suatu relasi berarti
membagi risiko dan tanggung jawab. Dalam mewujudkan relasi ini harus didukung oleh
pimpinan tertinggi dari lembaga pendidikan sehingga akan bertanggung jawab pada aplikasi
teknologi informasi yang berorientasi terhadap proses bukan berdasarkan fungsi organisasi. Di
samping itu, pimpinan tertinggi lembaga pendidikan diharapkan mampu memutuskan skala
prioritas pengembangan dan implementasi dari teknologi informasi berdasarkan skala
kepentingan lembaga pendidikan, serta harus dituangkan dalam cetak biru (blueprint) panduan
perencanaan dan pengembangan sistem informasi manajemen pendidikan.
BAB STRATEGI MANAJEMEN PENDIDIKAN
Lingkungan internal maupun ekstemal lembaga pendidikan selalu berkembang dan bersifat
dinamis sehingga menimbulkan kesempatan atau hambatan bagi pertumbuhan lembaga
pendidikan tersebut. Penyebab lainnya adalah keputusan yang dibuat oleh pihak manajemen.
Manajemen pendidikan mempunyai tugas membuat keputusan, tetapi tugas ini merupakan aspek
kritis yang menuntut kemampuan manajerial untuk mengintegrasikan dan mengembangkan
berbagai elemen yang relevan ke dalam situasi lembaga pendidikan secara keseluruhan. Dalam
menjalankan tugasnya pihak manajemen akan dihadapkan pada terbatasnya waktu, risiko yang
mungkin mengancam stabilitas lembaga pendidikan, dan keputusan yang diambil harus dapat
dikomunikasikan pada pihak pelaksana (petugas operasional), seperti pendidik dan tenaga
kependidikan.
Untuk menghadapi hambatan maupun tantangan lingkungan dan kemampuan dalam membuat
keputusan, pihak manajemen pendidikan memerlukan strategi yang tepat agar tujuan pendidikan
dapat tercapai secara optimal. Dalam menentukan strategi apa yang akan digunakan manajemen
pendidikan, diperlukan pertimbangan yang tepat karena 'akan menyangkut keberadaan lembaga
pendidikan di mass mendatang.
Menurut Glueck (1998: 6), strategi adalah sate kesatuan rencana yang komprehensif dan terpadu
yang menghubungkan kekuatan strategi organisasi dengan lingkungan yang dihadapinya,
kesemuanya menjamin agar tujuan organisasi tercapai.
Menurut Robson (1997: 5), strategi merupakan polo keputusan dari alokasi cumber yang dibuat
untuk mencapai tujuan organisasi.
Selanjutnya menurut Glueck, manajemen strategi adalah sejumlah keputusan dan tindakan yang
mengarah pada penyusunan strategi atau sejumlah strategi Yang efektif untuk membantu
mencapai sasaran organisasi. Manajemen strategi merupakan keputusan memilih strategi dan
bagaimana merencanakan strategi tersebut, agar memberikan dampak pada kemajuan organisasi
melalui aktivitas analisis, pemilihan dan implementasi strategi yang telah ditetapkan (Johnson
and Scholes (1993:153)).
Dari pengertian di atas, dapat ditarik beberapa kesimpulan pokok bahwa strategi
a. pertama, merupakan satu kesatuan rencana organisasi yang komprehensifdan terpadu yang
diperlukan untuk mencapai tujuan organisasi;
c. ketiga, pencapaian tujuan organisasi dihadapkan pada berbagai pilihan alternatif strategi yang
harus dipertimbangkan; keempat, strategi yang telah dipilih akan diimplementasikan oleh
organisasi dan memerlukan evaluasi.
Untuk menggambarkan lebih jelas elemen manajemen strategi, Robson (1997: 10)
memberikan ilustrasi berikut :
model elemen-elemen Budaya
manajemen
strategi Lingkungan Sumber
Daya
ANALISIS
STRATEGI
Alternatif Pencemaran
pilihan Sumber
PEMILIHAN IMPLEMENTASI
STRATEGI STRATEGI
Evaluasi Struktur
Memilih System &
Organisasi
Strategi Manusia
Dari gambar di atas ada tiga tahapan yang harus dilalui dalam melaksanakan suatu strategi
sebelum menetapkan strategi pendidikan yang akan dilakukan. Pimpinan sebuah lembaga pendidikan
diharapkan mampu menganalisis terlebih dahulu strategi yang akan dilaksanakan dengan cara
menganalisis lingkungan, baik internal maupun eksternal lcmbaga pendidikan, kemudian menganalisis
budaya lingkungan dan mempertimbangkan sumber daya yang dimiliki, baik sumber daya alam,
cumber daya manusia, maupun sumber daya lainnya. Setelah melakukan analisis strategi kemudian
melakukan pemilihan strategi yang akan dilaksanakan dengan cara mengidentifikasi alternatif
pilihan yang ada kemudian mempersiapkan evaluasi dan memilih salah satu strategi yang paling
tepat. Tahap befflwtnya adalah implementasi strategi yang telah dipilih dengan menetapkan sistem
dan personel yang akan diberdayakan dalam lembaga tersebut. Selanjutnya, membuat struktur
organisasi untuk kemudian merencanakan dan mengalokasikan sumber-sumber yang telah
tersedia.
Dari tiga elemen strategi yang telah dikemukakan di atas, menurut Mintzberg (1990) dalam
Robson (1997: 16), ada sepuluh ketentuan dalam merencanakan sebuah (sekolah atau
pendidikan) yang dibedakan secara preskriptif, yaitu bagaimana strategi dapat diformulasikan
dan apa yang harus dikerjakan untuk merencanakan sebuah sekolah tersebut. Interpretasi secara
preskriptif akan meliputi merancang, merencanakan, dan memposisikan sekolah. Sedangkan
secara dcskriptif akan menyangkut kepemilikan, kesadaran, proses pembelajaran, kepekaan
politik, budaya, dan lingkungan sekolah.
Kerancuan yang terjadi atas pendidikan nasional dimungkinkan oleh berbagai kebijakan
dasar dan strategi implementasinya kurang didasarkan atas keutuhan konsep dan filosofi. Banyak
pemikiran hanya dicurahkan pads permasalahan mikro, yakni yang terkait langsung dengan
aktivitas pembelajaran. Meskipun demikian, masih banyak permasalahan mikro yang belum
terselesaikan dengan baik, karena kurang jelasnya landasan psikologis dan filosofis pendidikan.
Pendidikan hanya diartikan sempit sebagai pengajaran bahkan lebih sempit lagi hanya sebuah
sistem persekolahan. Dalam hal ini juga tidak kalah pentingnya adalah kurang kokohnya
landasan pendidikan yang dapat dilihat dari perspektif makro, landasan sosial, kultural, ekonomi,
dan politik. Juga tidak adanya konsistensi dan koherensi antara satu landasan pemikiran dengan
landasan lainnya pads tataran mikro dan makro.
Pendidikan dalam makna Was atau tatanan makro perlu dikembangkan dari sifat reaktif
dan proaktif terhadap perkembangan masyarakat menjadi rekonstruksionistik sosial. Menjadi
rekonstruksionistik sosial berarti pendidikan turut secara aktif memberikan corak dan arch
terhadap perkembangan masyarakat yang dicitacitakan. Untuk memiliki kemandirian serta
menjangkau keunggulan, filosofi seperti ini perlu dijabarkan ke dalam strategi pendidikan yang
visioner, lebih memberi nilai tambah yang bersifat strategis, serta dapat meningkatkan harkat dan
martabat manusia. Strategi pendidikan perlu dirancang agar mampu menjangkau alternatif
jangka panjang yang mampu menghasilkan perubahan yang signifikan bagi mass depan bangsa,
memupuk watak yang mandiri, serta tekad peserta didik untuk memiliki keunggulan komparatif
dan kompetitif terhadap bangsa lain.
Strategi pendidikan nasional akan mencakup berbagai aspek sistem pendidikan nasional
dengan landasan yang lebih utuh dan kokoh. Secara makro, demokratisasi, politik, dan
liberalisasi ekonomi global menjadi pertimbangan utama. Secara sosial psikologis, pendekatan
terhadap peserta didik bersifat konstruktif dalam institusi pendidikan yang programnya
berorientasi pads kepentingan perkembangan pribadi peserta didik serta kemajuan dan
kesejahteraan masyarakat, bangsa, dan kemanusiaan.
Dalam hal ini akan dikemukakan beberapa rumusan strategi mengenai substansi dan metodologi
pendidikan serta beberapa rumusan strategi lainnya mengenai organisasi dan manajemen
pendidikan nasional. Aspek organisasi manajemen memang tidak dipisahkan dari rumusan
tentang substansi dan metodologi pendidikan sehingga keduanya tidak dapat dipisahkan.
Strategi pendidikan nasional yang berkaitan dengan usaha mengatasi dampak krisis ekonomi
terhadap pendidikan difokuskan Pada upaya mencegah peserta didik agar tidak putus sekolah,
mempertahankan kelangsungan layanan pendidikan, dan mempertahankan mutu pendidikan agar
tidak semakin menurun. Indikator keberhasilan tersebut adalah
(1) jumlah angka putus sekolah dapat dipertahankan seperti sebelum krisis dan Pada
akhirnya dapat diperkecil;
(2) peserta didik yang kurang beruntung seperti yang mengungsi karena terjadi kerusuhan
sosial, telantar karena kesulitan ekonomi, yang terpaksa bekerja, atau tinggal di daerah
terpencil tetap dapat memperoleh layanan pendidikan minimal tingkat pendidikan dasar;
(3) siswa yang telah telanjur putus sekolah didorong untuk kembali ke sekolah atau
memperoleh layanan pendidikan yang sederajat dengan cara yang lain di luar sekolah;
(4) proses belajar mengajar di sekolah tetap berlangsung meskipun dengan dana yang
terbatas.
1. Pembenahan Struktural
c. Relevansi
Lembaga pendidikan dalam kaitannya dengan relevansi harus melihat peran thin tempat di
lingkungan masyarakat, fungsi pembelajaran, serta kaitannya dengan dunia bisms dalam
pengertian yang lebih lugs. Di camping itu, juga hubungannya dengan sumber dana yang
diperlukan, baik dana yang berasal dari pemerintah maupun masyarakat, dan interaksinya dengan
pendidikan dalam bentuk lain. Kebutuhan akan relevansi telah menclapatkan dimensi baru dan
semakin penting NeJa Ian dengan tuntutan perekonomian modern terhadap tersedianya lulusan
yang mampu secara terns-mencrus memperbarui pengetahuan, mempelajari keterampilan baru,
tidak hanya pencari kerja yang sukses, melainkan mampu menciptakan sendiri pekerjaan
(wirausaha) di tengah-tengah pasar tenaga kerja yang terusinencrus berubah. Isu tentang
relevansi juga sangat berkaitan erat dengan lulusan perguruan tinggi, pendidikan profesional,
pendidikan umum, pendidikan guru, dan kegiatan wirausaha. Partisipasi masyarakat dalam
pendidikan direfleksikan melalui keberadaan dunia pendidikan swasta, partisipasi masyarakat
lokal, Berta jaringan kelembagaan internasional.
d. Penyediaan dan Perluasan Akses ke Pendidikan Tinggi
Tersedianya akses yang luas ke jenjang pendidikan tinggi ditunjukkan dengan meningkatnya
jumlah mahasiswa dan adanya pemerataan akses antarkelompok masyarakat dan lokasi
geografis. Meskipun akses ke pendidikan dijamin oleh UUD 1945, terbatasnya dana yang
dimiliki pemerintah selalu merupakan kendala utama dalam mengimplementasikan amanat
konstitusi tersebut. Kendala lain bagi pendidikan bahwa prioritas harus diberikan kepada jenjang
pendidikan dasar yang sekarang dikenal dengan pendidikan dasar 9 tahun. Selama akses semua
anak yang berusia 7 15 tahun pendidikan dasar belum tercapai, artinya program wajib belajar
pendidikan dasar 9 tahun belum tuntas maka program pendidikan selanjutnya harus menerima
kenyataan untuk tidak mendapatkan prioritas dana dari pemerintah. Lebih lanjut mengenai aspek
kualitas pendidikan akan dibahas secara spesifik pada Bab 5 secara tersendiri.
4.Desentralisasi Pendidikan
` Desentralisasi pendidikan sangat berpengaruh terhadap perkembangan lembaga
pendidikan yang ada di Indonesia. Hal ini akan memacu indikator yang sangat signifikan dalam
memenuhi kebutuhan lulusan yang memiliki kapabilitas sesuai dengan pasar tenaga kerja.
Beberapa indikator yang mendasari desentralisasi pendidikan adalah sebagai berikut.
1. Faktor Internal
Faktor internal yang memengaruhi kondisi pendidikan meliputi hal-hal berikut.
2. Faktor Eksternal
Sedangkan faktor eksternal yang memengaruhi sistem pendidikan nasional adalah sebagai
berikut :
a. Globalisasi
Bersamaan dengan kemajuan teknologi informasi, globalisasi telah membawa paradigma
baru dalam lingkungan pendidikan nasional berkenaan dengan penyelenggaraan proses
pendidikan nasional yang dewasa ini sedang mengalami transformasi menjadi lebih
komprehensif dan multidisipliner. Manakala perubahan terjadi dalam suatu masyarakat,
pimpinan baru muncul di berbagai lembaga pendidikan yang membawa semangat keilmuan yang
mantap. Hal ini menjadi ciri dari pembaharu dunia pendidikan yang muncul saat perubahan besar
sedang, berlangsung.
b. Perkembangan Ekbnomi Nasional
Dalam periode pemulihan ekonomi pascakrisis, strategi perkembangan ekonomi nasional
sangat kuat dikendalikan oleh Lembaga Moneter Internasional, yaitu IMF. Dunia pendidikan
harus tampil cermat mengamati dan memantau perkembangan ekonomi nasional agar secara
terus-menerus dapat meningkatkan relevansinya.
c. Politik
Meskipun sebagian masyarakat meragukan kemampuan pemerintah untuk melakukan
reformasi struktural, pemerintah yang legitimate sekarang mempunyai potensi besar untuk
membawa bangsa melewati periode yang sulit. Memulai suatu arah atau langkah baru, seperti
memperkenalkan paradigma baru dari sistem pendidikan, memerlukan kemampuan untuk
meyakinkan para elite strategic di lingkungan birokrat, kelompok-kelompok yang
berkepentingan, dan masyarakat umum lainnya tentang pentingnya arah baru yang akan
ditempuh. Pendidikan sebagai salah satu alai untuk mempersatukan bangsa ini diharapkan
berkiprah banyak dalam menggalang persatuan terutama dalam mewujudkan tujuannya, yaitu
meningkatkan kecerdasan kehidupan bangsa.
d. Sosial Budaya
Merton memperkenalkan suatu paradigma yang dikenal dengan paradigma Merton untuk
komunitas pendidikan, yang terdiri atas universalisme, komunalisme, tanpa pamrih
(disinterestedness), dan skeptisisme terorganisasi (organized skepticism). Akan tetapi, dengan
terjadinya pergeseran dari ilmu-ilmu dasar ke ilmuilmu terapan atau dari penekanan pada
kegunaan ilmu ke aktivitas perekonomian nasional dewasa ini, paradigma Merton dianggap tidak
lagi memadai.
Norma lain yang baru ditambahkan kepada dunia pendidikan, yaitu spesifisitas,
praktikalitas, dan kepatutan (Slaughter & Lislie, 1997). Strategi pendidikan di Indonesia sudah
sepatutnya mengadopsi dan mengadaptasi konsep tersebut. Akan tetapi, pada saat yang sama
strategi pendidikan jugs harus mampu menghindarkan diri dari sematamata meniru budaya yang
secara historic acing bagi dunia pendidikan di Indonesia.
e. Teknologi
Saat ini kita menyaksikan era kemajuan teknologi yang sangat cepat yang belum pernah
dialami sepanjang sejarah peradaban manusia. Misalnya siklus pendidikan tinggi adalah empat
tahun untuk tingkat strata satu (S-1/undergraduate program). Sementara itu, perubahan teknologi
sangat cepat terjadi selama siklus empat tahun tersebut. Karena siklus waktu teknologi lebih
cepat dari siklus pendidikan, dampak terhadap industri jasa pendidikan berubah dari bentuk
industri jasa pendidikan massal (mass education service).
Jasa pendidikan massal lebih mengandalkan keterampilan standar yang cenderung
seragam dengan model pendidikan yang lebih fleksibel dan menuntut kreativitas, inovasi, dan
kerja sama tim. Model penyiapan lulusan pendidikan yang seragam dan cocok diterapkan pada
lingkungan industri dengan model massal, saat ini tidak sesuai lagi dengan tuntutan lingkungan
industri yang menganut model produksi yang fleksibel. Pluralitas, desentralisasi, serta otonomi
pendidikan merupakan aspek-aspek kritis yang memungkinkan tumbuhnya kreativitas dan
inovasi di lingkungan pendidikan.
Hal ini sesuai dengan tuntutan dunia industri/dunia bisnis yang semakin berkembang
sesuai dengan perkembangan teknologi ter-utama teknologi informasi, yang membawa
masyarakat Indonesia menembus wilayah geografis lokal, nasional, maupun internasional yang
tidak mengenal batas.
Oleh karena itu, lembaga pendidikan harus mempersiapkan diri menghadapi situasi
seperti saat ini. Orang yang terlibat dalam dunia pendidikan harus mulai melirik (melek)
teknologi untuk lebih meningkatkan kapasitas dan kapabilitas dalam mewujudkan dunia
pendidikan yang diharapkan semakin memiliki arti dengan didukung oleh kualitas yang bisa
diandalkan oleh masyarakat pengguna jasa pendidikan.
Hal ini sudah menjadi tuntutan mutlak karena lembaga pendidikan mass yang akan
datang akan lebih memiliki nilai tambah (value added) dan memiliki keunggulan bersaing
(competitive advantage) jika didukung oleh teknologi serta sumber daya manusia yang memadai.
D. MEMBANGUN SISTEM PENDIDIKAN YANG BERBUDAYA
DI ERA GLOBALISASI
Beberapa tahun terakhir masalah sumber daya manusia menjadi isu strategic dalam
pembangunan, sumber daya manusia dianggap sebagai kekuatan utama dalam menjaga
kelangsungan pembangunan nasional. Perhatian khusus pada peningkatan sumber daya manusia
menjadi semakin penting terutama menghadapi era globalisasi. Memasuki abad ke-2 1, bangsa
Indonesia akan menghadapi tantangan yang jauh lebih berat dan sangat kompleks sebagai
dampak dari arus globalisasi yang terus bergulir. Untuk menghadapi tantangan ini diperlukan
upaya yang lebih nyata, terencana, sistematis, dan konsisten untuk membangun sumber daya
manusia yang makin berkualitas. Oleh karena itu, upaya meningkatkan kualitas sumber daya
manusia merupakan agenda pembangunan yang sangat penting dan mendesak.
Dalam konteks tersebut, uraian pada bagian ini ditekankan pada bagaimana membangun
sistem pendidikan yang tangguh agar mampu menghasilkan sumber daya manusia yang siap
memasuki era globalisasi.
Ada dua pengertian dasar yang perlu dicatat dalam memahami konteks ini :
Pertama, sumber daya manusia tidak diartikan sebagai sumber daya dalam konteks ekonomi
tetapi jauh lebih bemilai, yakni sebagai insan dengan segala keutuhannya (human being as a
whole). Dengan pengertian tersebut, sumber daya manusia tidak dipandang sebagai faktor
produksi setara dengan sumber daya lainnya tetapi lebih ke arah sebuah aset yang mesti
dipelihara dengan baik karena manusia adalah makhluk Tuhan yang paling sempurna. Manusia
memiliki daya yang bersumber dari jasmani, akal, kalbu, dan nafsu. Dengan demikian, kualitas
sumber daya manusia adalah kualitas seluruh potensi yang ada dalam diri manusia, yaitu kualitas
akal, kalbu, nafsu, dan jasmani. Kualitas akal, kalbu, dan nafsu tercermin dalam daya pikir, daya
zikir, akhlak, dan moral. Sedangkan kualitas jasmani utamanyadiukur dengan derajat kesehatan
fisik manusia. Kualitas akal, kalbu, dan nafsu diwujudkan dalam kecerdasan emosional
(emotional quotient) dan semuanya tidak dapat dipisahkan.
Kedua, pendidikan tidak dipandang sebagai "ramuan ajaib" yang mampu inemecahkan
segala permasalahan dalam membangun dunia dengan segala bentuk cita-citanya. Akan tetapi,
pendidikan harus dipandang sebagai salah sate wahana utama untuk mengembangkan kualitas
sumber daya manusia. Dengan cara pandang scperti itu kita menyadari bahwa kualitas sumber
daya manusia tidak hanya (litcntukan oleh sistem pendidikan tetapi juga oleh banyak faktor lain
di luar sistem pendidikan. Dengan demikian, jika terjadi kesalahan dalam kehidupan sosial
kemasyarakatan, tidak berarti bahwa sistem pendidikan satu-satunya yang bcrtanggung i awab
terhadap berbagai bentuk kesalahan tersebut.
a. Rendahnya pemerataan kesempatan belajar (equity) disertai banyaknya peserta didik yang
putus sekolah, serta banyaknya lulusan yang tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan yang
lebih tinggi. Hal ini identik dengan ciri-ciri kemiskinan.
b. Rendahnya mutu akademik terutama penguasaan ilmu pengetahuan alam (IPA),
matematika, serta bahasa terutama bahasa Inggris padahal penguasan materi tersebut
merupakan kunci dalam menguasai dan mengembangkan iptek.
c. Rendahnya efisiensi internal karena lamanya mass studi melampaui waktu standar yang
telah ditetapkan.
d. Rendahnya efisiensi ekstemal sistem pendidikan yang disebut dengan relevansi pendidikan,
yang menyebabkan terjadinya pengangguran tenaga terdidik yang cenderung terns
meningkat. Secara empiris kecenderungan meningkatnya pengangguran tenaga terdidik
disebabkan oleh perkembangan dunia usaha yang masih didominasi oleh pengusaha besar
yang jumlahnya terbatas dan sangat mengutamakan efisiensi (padat modal dan padat
teknologi). Dengan demikian pertambahan kebutuhan akan tenaga kerja jauh lebih kecil
dibandingkan pertambahan jumlah lulusan lembaga pendidikan.
e. Terjadi kecenderungan menurunnya akhlak dan moral yang menyebabkan lunturnya
tanggung jawab dan kesetiakawanan sosial, seperti terjadinya tawuran pelajar dan kenakalan
remaja. Dalam hal ini pendidikan agama menjadi sangat penting sebagai landasan akhlak
dan moral serta budi pekerti yang luhur perlu diberikan kepada peserta didik sejak dini.
Dengan demikian, hal itu akan menjadi landasan yang kuat bagi kekokohan moral dan etika
setelah terjun ke dalam masyarakat. Masalah-masalah di atas erat kaitannya dengan kendala
seperti keadaan geografis, demografis, serta sosio-ekonomi. Besamya jumlah penduduk
yang tersebar di seluruh wilayah geografis Indonesia cukup lugs. Kemiskinan juga
merupakan salah satu kendala yang memiliki hubungan erat dengan masalah pendidikan.
Rendahnya mutu kinerja sistem pendidikan ticlak hanya disebabkan oleh adanya kelemahan
manajemen pendidikan tingkat mikro lembaga pendidikan, tetapi juga karena manajemen
pendidikan pada tingkat makro seperti rendahnya efisiensi dan efektivitas pengelolaan
sistem pendidikan. Sistem dan tata kehidupan masyarakat ticlak kondusif yang turut
menentukan rendahnya mutu sistem pendidikan di sekolah yang pada gilirannya
menyebabkan rendahnya mutu peserta didik dan lulusannya. Kebijaksanaan dan program
yang ditujukan untuk mengatasi berbagai permasalahan di atas, hares dirumuskan secara
spesifik karena fenomena dan penyebab timbulnya masalah juga berbedabeda di seluruh
wilayah Indonesia.
2) Menciptakan kelembagaan agar daerah mempunyai peranan clan keterlibatan yang lebih
besar dalam penyelenggaraan pendidikan. Bangsa kita adalah bangsa yang besar dan
jumlah penduduknya sangat banyak. Dengan kondisi seperti itu, manajemen sentralisasi
(terpusat) sudah tidak memungkinkan. Oleh karena itu, manajemen pendidikan nasional
perlu diubah menjadi desentralisasi dengan' tetap memerhatikan wawasan kebangsaan
demi persatuan dan kesatuan bangsa. Desentralisasi pendidikan bukan berarti harus
mengorbankan kepentingan nasional, namun sebaliknya harus memperkokoh sesuai
dengan tujuan pendidikan tersebut.
3) Mendorong peran serta masyarakat termasuk lembaga sosial kemasyarakatan dan dunia
usaha sebagai mitra pemerintah dalam pembangunan dan penyelenggaraan pendidikan.
Sejarah pendidikan di Indonesia menunjukkan betapa besarnya andil masyarakat dalam
pembangunan dan penyelenggaraan pendidikan. Peran yang sangat besar utamanya
ditunjukkan dengan banyaknya siswa sekolah swasta pada pendidikan tingkat dasar
sampai kepada pendidikan tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa dari sekitar 2 juta
mahasiswa, sebanyak 1,3 juta merupakan mahasiswa perguruan tinggi swasta. Oleh
karena itu, lembaga pendidikan swasta harus didukung oleh semua pihak agar mampu
menciptakan suasana dan proses belajar mengajar yang dapat membangkitkan dan
mengembangkan kreativitas, inovasi, minat, dan semangat belajar. Peserta didik harus
diberikan dorongan untuk selalu bertanya dan berani mengemukakan pendapat.
5) Menyediakan fasilitas yang memadai agar peserta didik tumbuh dan berkembang secara
sehat, dinamis, kreatif, dan produktif. Bagi anak-anak sekolah terutama di perkotaan,
yang paling dibutuhkan adalah fasilitas bermain dan olahraga. Idealnya halaman depan
maupun belakang sekolah lugs sehingga energi dan kreativitas anak dapat diekspresikan
secara optimal. Akan tetapi jika fasilitas tersebut tidak tersedia, banyak sekali siswa yang
mencari kompensasi dengan hal-hal yang negatif, seperti tawuran, memakai obat
terlarang, dan bentuk perilaku lain yang membuat mereka merasa senang (fun).
6) Menciptakan sistem pendidikan yang proaktif dan fleksibel. Sistem pendidikan tersebut
dapat mcwujudkan konsep keterkaitan dan kesepadanan (link and match). Dengan konsep
ini peserta didik diberi bekal ilmu pengetahuan, dasardasar keterampilan dan teknologi,
serta manajemen agar mereka siap berkembang dalam waktu relatif singkat. Mereka jugs
diharapkan mampu menyesuaikan diri dengan kebutuhan nyata di lapangan. Link and
match antara dunia pendidikan dan dunia usaha, tidak dapat diartikan sebagai
penyelenggaraan kurikulum industri yang hanya sekadar mengajarkan teknik-teknik yang
ado. Akan tetapi lebih jauh dari itu, dunia usaha diharapkan memberikan kontribusi
berupa panduan dasar praktis operasional dunia usaha. Jika hanya transfer berupa
pengajaran teknis make link and match tidak akan terjadi. Hal ini disebabkan dunia
pendidikan dan dunia usaha memiliki karakteristik yang sangat berbeda. Dunia
pendidikan relatif static sedangkan dunia bisnis bersifat sangat dinamis mengikuti
perubahan-perubahan lingkungan yang sangat cepat.
7) Menciptakan suasana dan proses belajar mengajar yang mampu membangkitkan dan
mengembangkan kreativitas, inovasi, serta minat dan semangat belajar. Peserta didik
harus diberikan dorongan untuk selalu bertanya dan berani mengemukakan pendapat.
Suasana belajar harus menyenangkan sehingga mendorong tumbuhnya motivasi, minat,
semangat belajar, dan berkembangnya kreativitas peserta didik. Proses belajar mengajar
harus mendorong dan membangkitkan kreativitas karena kreativitas merupakan modal
utama untuk melakukan inovasi sedangkan inovasi adalah sumber penguasaan teknologi.
Semangat dan gairah belajar peserta didik harus ditumbuhkan sehingga belajar menjadi
suatu kebutuhan.
8) Menanamkan kecintaan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) sejak diri di
tingkat sekolah dasar dalam rangka menumbuhkan budaya iptek. Budaya iptek harus
menjadi napes kehidupan dan menjadi bagian dari budaya bangsa agar bangsa kita dapat
berhasil melewati era industrialisasi dan globalisasi. Pendidikan sebagai suatu wahana
yang ampuh untuk membudayakan iptek. Penguasaan peserta didik terhadap ilmu
pengetahuan matematika, bahasa acing (Inggris) sangat penting karena merupakan bekal
dasar bagi pengembangan iptek. Kelemahan dalam penguasaan ilmu pengetahuan alam,
matematika, dan bahasa Inggris harus segera diatasi dengan cars menumbuhkan minat
dan gairah untuk mempelajari bidang ihnu yang seringkali dianggap sulit. llmu
pengetahuan alam dan matematika dianggap sulit sehingga metode belajar mengajar
harus dibuat lebih menarik dan menyenangkan. Peserta didik perlu lebih didekatkan
dengan alam dan kehidupan karena semua fenomena yang terkandung di alam merupakan
sumber ilmu. pengetahuan. Kepada peserta didik ditanamkan kesadaran bahwa
sesungguhnya ape yang terkandung dalam ilmu pengetahuan merupakan tanda-tanda
kebesaran Tuhan. Dengan demikian, kecintaan ilmu pengetahuan yang disertai dengan,
keimanan kepada Tuhan Yang Maj a Esa akan menjadi modal dalam pembentukan
manusia iptek yang bermoral.
10) Mengembangkan sikap hidup yang hemat, cermat, teliti, tertib, tekun, dan disiplin. Nilai-
nilai tersebut merupakan nilai dasar yang harus tertanam dalam setiap individu. Sikap
tersebut tidak kalah pentingnya dengan profesionalisme dan budaya iptek yang sangat
diperlukan dalam era modernisasi dan globalisasi seat ini. Penanaman nilai dasar harus
menjadi salah sate misi utama dari proses pendidikan. Namun jika ditinjau dalam bobot
kurikulum dan proses pembelajaran, hal ini kurang mendapat perhatian dan porsi yang
memadai.
11) Menumbuhkan moral dan budi pekerti luhur sebagai pengejawantahan dari keimanan dan
ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Nilai-nilai moral dan budi pekerti ini lebih-
lebih memiliki makna yang sangat lugs dan teramat penting dalam penanaman dasar
moral anak didik menghadapi era globalisasi ini. Aspek moral dan budi pekerti tidak
hanya menyentuh unsur kognitif, namun harus lebih ke aspek afektif dan psikomotor
sehingga keluhuran moral dan budi pekerti menjadi bagian dari watak dan kepribadian
peserta didik di Indonesia. Strategi budaya fondasi perlu digunakan dalam membangun
sistem pendidikan yang tangguh dan dapat menghasilkan manusia yang memiliki daya
saing dan daya juang yang tinggi, yaitu berwawasan iptek, bermoral, dan berbudaya
sebagai prinsip dasar moral dan keadilan. Di etas fondasi itulah sistem pendidikan
dibangun, sedangkan pilar yang akan memperkokoh bangunan sistem pendidikan
menurut Delors (1992) adalah (1) learning how to know, (2) learning how to do, (3)
learning to live together, dan (4) learning how to be.
3) Banyak terjadi guru mengajar tidak sesuai dengan kualifikasi keahlian yang
dimilikinya. Tidak jarang guru yang memiliki Tatar belakang kesenian terpaksa
mengajar matematika atau ilmu pengetahuan alam. Kasus seperti ini banyak terjadi
terutama di daerah pedesaan karena keterbatasan tenaga pengajar. Selain itu,
distribusi guru di setiap wilayah geografis tidak merata. Di suatu daerah terpencil,
sebuah sekolah hanya memiliki seorang guru sedangkan di wilayah perkotaan
kadang satu sekolah memiliki kelebihan jumlah guru.
Artinya, jumlah lulusan IKIP/LPTK dalam bidang studi matematika dan ilmu
pengetahuan alam jauh lebih kecil dibandingkan dengan lulusan ilmu pengetahuan
sosial. Sementara itu, dalam penuntasan program wajib belajar sembilan tahun akan
banyak dibutuhkan guru SUP. Akan tetapi, kebutuhan tersebut masih sulit terpenuhi
antara lain karena keterbatasan dana yang akhirnya dikeluarkan kebijaksanaan Zero
Growth dalam pengangkatan guru pegawai negeri sipil, walaupun terkesan terburu-
buru dan kurang tepat. Kebijakan Zero Growth ini dilakukan dalam rangka efisiensi
dan peningkatan kualitas pegawai negeri. Akan tetapi, pengangkatan tenaga guru
dan dosen serta tenaga sosial lainnya termasuk tenaga kesehatan harus mendapatkan
prioritas yang tinggi.
Pengadaan guru SUP dan SLTA sampai saat ini berpegang pads prinsip guru
bidang studi secara spesifik yang tercermin dalam kurikulum IKIP/LPTK yang
bertujuan meningkatkan kualitas guru. Akan tetapi, yang terjadi di lapangan, guru
dituntut memiliki keterampilan mengajar bidang studi lainnya di luar bidang studi
utamanya.
Pola pembinaan karier guru yang berlaku saat ini, tampaknya belum dapat inembedakan
adanya penghargaan dalam promosi kenaikan pangkat antara yang profesional dan tidak
profesional. Kenyataan lain insentif guru yang berprestasi dengan yang tidak berprestasi tidak
terdapat perbedaan. Persoalan tersebut tampaknya sangat klasik tetapi sampai saat ini belum
terpecahkan secara mendasar.
Lembaga pendidikan seperti IKIP/LPTK diharapkan dapat menemukan terobosan untuk
mengatasi masalah yang sudah semakin kompleks, serta perlu keterlibatan I)ihak lain yang
terkait. Dalam era informasi fungsi guru sebagai pengajar dalam arti menyampaikan informasi
sudah bergeser. Di banyak tempat, informasi dengan mudah dapat diperoleh dari berbagai
sumber, seperti televisi, radio, majalah, koran, maupun internet.
Jadi, saat ini guru bukan satu-satunya penyampai informasi dan perananya juga bergeser
menjadi fasilitator dan motivator. Namun, fungsi guru sampai kapan pun perlu dipertahankan.
Guru hares tetap menjadi idols siswa dan berperan sebagai faktor utama dalam pembentukan
watak dan kepribadian peserta didik. Pergeseran fungsi tersebut menuntut perlunya penyesuaian
dalam sistem pendidikan dan pola pelatihan guru, termasuk sistem pendidikan di IKIP maupun
lembaga pendidikan tenaga kependidikan lainnya.
BAB TEKNOLOGI INFORMASI
Teknologi informasi (TI) merupakan sebutan lain dari teknologi komputer, yang dikhususkan
untuk pengolahan data menjadi informasi yang bermanfaat bagi sebuah organisasi termasuk
organisasi pendidikan. TI ini terns mengalami perkembangan baik dari bentuk, ukuran,
kecepatan, dan kemampuan untuk mengakses multimedia dan jaringan komputer. Perkembangan
itu disebabkan tingginya tingkat persaingan antarprodusen prosesor komputer, seperti Intel,
Motorola, Apple, DEC, clan lainnya.
Perkembangan prosesor tersebut mencapai tingkat kecepatan yang sangat tinggi dalam
sepuluh tahun terakhir. Jika diamati secara rinci perkembangan setiap scri prosesor, hampir
berhimpitan terciptanya prosesor baru dengan spesifikasi yang semakin tinggi.
Persaingan dalam pengembangan prosesor telah mendorong pertumbuhan industri TI karena
setiap prosesor baru diciptakan, dibutuhkan spesifikasi baru, khususnya yang terkait dengan
RAM dan kapasitas pengingat sekunder seperti harddisk. Penciptaan prosesor dengan spesifikasi
baru telah memberi tantangan bagi produsen software untuk mengimbanginya dengan
menciptakan sistem operasi dan aplikasi baru yang mampu mengoptimalkan spesifikasi prosesor
dan perangkat hardware secara keseluruhan.
Lernbaga, pendidikan melihat bahwa TI sebagai alai yang sangat menarik untuk inembuat
operasional organisasi lebih efisien. Tujuannya adalah menghapus posisi pcnyambung
komunikasi dari dua tempat yang berkepentingan, juga menghapuskan hatas waktu untuk operasi
internasional dengan konsep real time. Oleh karena itu, mcbuah lembaga pendidikan dapat
melayani pelanggannya secara efisien. Biaya yang dikorbankan juga akan lebih rendah karena
pengurangan tenaga kerja. Artinya, TI merupakan salah satu fasilitas lembaga pendidikan yang
lebih tepat dalam melayani pelanggan dan memuaskan pemilik lembaga pendidikan tersebut
(share holder). Hubungan antarlembaga pendidikan juga mengalami evolusi ataupun rcvolusi
sejalan dengan munculnya e-learning, e-school. Jadi, proses pembelajaran yang dilaksanakan
melalui TI, hasilnya bisa dipastikan lebih unggul karena 1brmulasi pola pembelajaran sudah
dibuat lebih fleksibel sesuai dengan kebutuhan penyedia maupun pengguna jasa pendidikan. Di
samping itu, muatan mata pelajaran yang diberikan bisa dimodifikasi melalui internet yang
bersumber dari database atau kasus-kasus real, bahkan fenomena-fenomena sosial yang terjadi di
berbagai kota maupun berbagai negara.
IDENTIFIKASI SITUASI
YANG SESUAI DENGAN
ACTION LEARNING
`Sebelum tim bekerja, mereka diberikan pengarahan oleh fasilitator yang inemuat
informasi mengenai isu atau masalah yang dihadapi sesuai pandangan I'asilitator. Pengarahan
tidak harus detail karena yang diperlukan adalah pemahaman tim mengenai apa yang harus
dilakukan dan diputuskan. Selanjutnya tim akan mulai bekerja untuk mengumpulkan informasi,
melakukan diskusi, menyusun strategi solusi, dan mencoba untuk mengimplementasikannya.
Apabila solusi telah ditemukan dan diimplementasikan dalam lembaga pendidikan, hasilnya
harus dievaluasi untuk disempurnakan sebagaimana mestinya.
Action learning tersebut harus mengacu pada konsep belajar karena pada dasamya bagi
seorang manusia belajar adalah proses yang terjadi secara bertahap, sedikit demi sedikit, dan
harus berulang-ulang. Action learning juga terjadi melalui upaya yang bersifat eksperimental
atau simulasi sehingga diperlukan upaya untuk (criadinya alih pembelajaran pada situasi yang
nyata dan berkaitan dengan semua aktivitas lembaga pendidikan Berta semua orang yang terlibat
di dalam lembaga tersebut.
KUADRAN II KUADRAN I
Masih dimungkinkan terjadinya sinergi positif tetapi Sinergi positif, kualitas strategi lembaga pendidikan yang
harus ada upaya keras untuk mencari berbagai sumber dihasilkan sangat baik dan dapat
informasi. konsultan yang dibutuhkan adalah konsultan dipertanggungjawablan. konsultan yang diperluan
informasi sebagai second option
Sinergi positif, kualitas strategi pendidikan yang Masih dimungkinkan terjadinya sinergi positufnisalnya
dihasilkan tidak baik dan tidak dapat dipertanggung dengan meminta jasa konsultan bidsang pendidikan
jawabkan. bantuan konsultan tidak banyak menolong untuk memandu penyusunan strategi lembaga
kecuali untuk pembenahan lembaga pendidikan yang pendidikan.
mendasar
Pada kuadran I, peranan konsultan tidak terlalu besar dan dalam hal ini konsultan
pendidikan hanya sebagai second opinion karena lembaga pendidikan telah berhasil
mengembangkan strategi yang diimplementasikannya.
Pada kuadran II, penggunaan tenaga konsultan pendidikan tidak efektif karena yang
dibutuhkan adalah pencarian sumber-sumber informasi. Yang lebih tepat konsultan yang
dibutuhkan adalah konsultan sistem informasi. Dengan demikian, sistem informasi yang akan
digunakan dapat menemukan strategi yang tepat dalam membenahi lembaga pendidikan.
Pada kuadran III, kondisi lembaga pendidikan cukup parch karena lembaga pendidikan
membutuhkan pembenahan yang mendasar, baik pembenahan sistem informasi maupun
pemahaman terhadap strategi lembaga pendidikan.
Tenaga konsultan pendidikan akan menjadi efektif jika kondisi lembaga pendidikan
berada pada kuadran IV, karena dalam kondisi ini konsultan dapat menjadi pemandu untuk
proses penyusunan perencanaan strategi lembaga pendidikan. Untuk melakukan analisis posisi
lembaga pendidikan pada matriks tersebut, lembaga pendidikan akan membuat keputusan
berbagai langkah ke depan, upakah melakukan pembenahan yang mendasar atau melakukan
perbaikan untuk penyempumaan.
G. PENDEKATAN HUMAN-CENTERED DALAM
MANAJEMEN PENDIDIKAN
Sejalan dengan perkembangan kehidupan manusia, perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam berbagai bidang kehidupan mengalami kemajuan yang sedemikian pesat. Tidak
terkecuali kemajuan ilmu pengetahuan di bidang pendidikan yang telah memunculkan konsep
dan strategi barn. Konsep dan strategi ini kemudian diterapkan dalam praktik oleh beberapa
lembaga pendidikan Yung mempunyai peluang untuk memanfaatkan keampuhan konsep dan
strategi tersebut. Dalam praktiknya penerapan suatu konsep dan strategi lembaga pendidikan
biasanya memerlukan penerapan konsep lainnya, baik karena sifatnya yang inheren maupun
sebagai penunjang konsep strategi utamanya. Selain itu, penerapan salah satu konsep dan strategi
yang ditetapkan dalam lembaga pendidikan akan .berpengaruh pada keseluruhan sistem lembaga
pendidikan lersebut.
Munculnya berbagai konsep dan strategi pada lembaga pendidikan, berkaitan doigan
situasi persaingan antara lembaga pendidikan yang ada. Namun, munculnya fenomena
persaingan tersebut dipicu oleh cepatnya perkembangan dan perubahan teknologi informasi yang
semakin mutakhir. Pesatnya perkembangan teknologi informasi telah menjadikan banyak
lembaga pendidikan menjadi bernilai karena nilai informasi yang dihasilkan memiliki arti
strategis dalam pola pengembangan manajemen lembaga pendidikan. Dengan demikian,
teknologi informasi akan menjadi keharusan dalam mengelola sebuah lembaga pendidikan agar
mampu mengembangkan pola pembelajaran yang lebih berkualitas dan memiliki nilai bagi
pelanggannya.
Untuk mampu menguasai teknologi informasi yang optimal, setidaknya diperlukan
prasyarat umum yang meliputi kesiapan baik sumber daya manusia maupun sumber daya
material. Kesiapan sumber daya bukanlah sesuatu yang mudah untuk dipenuhi karena bagi
lembaga pendidikan harus mencari alternatif tertentu yang paling menguntungkan dan tepat
guna. Salah satu upaya tersebut, yaitu dengan strategi outsourcing teknologi informasi, yang
merupakan strategi penguasaan dan pemanfaatan teknologi informasi oleh lembaga pendidikan
melalui pihak ketiga (Ludigdo, 1997). Akan tetapi, strategi ini tidak selalu memberikan manfaat
yang optimal dan mengandung sejumlah risiko sehingga digunakan strategi insourcing dalam
pemanfaatan teknologi.
Ketiga, pengendalian output dilakukan untuk menjamin bahwa informasi yang dihasilkan
tidak terjadi kesalahan. Hal ini sangat penting artinya, mengingat output sistem informasi akan
digunakan untuk pendukung keputusan. Langkah-langkah pengendalian output secara standar
dilakukan melalui: (1) pengecekan dokumen dan laporan yang dihasilkan, apakah sesuai dengan
hasil perhitungan yang sebenarnya; (2) pengecekan terhadap seluruh output, apakah sudah sesuai
dengan input yang diberikan.
Keempat, pengendalian penyimpanan baik proses maupun peralatan yang digunakan, jenis
pengendalian ini meliputi tiga hal: (1) Kerusakan harddisk bisa berupa kerusakan fisik atau habis
masa pakainya. Oleh karena itu, untuk mengamankan data dilakukan upaya disk mirroring, yaitu
upaya menduplikasikan harddiskpada satu jalur data sehingga pada saat yang sama data langsung
tersimpan dalam dua buah harddisk. Atau dengan disk duplexing, yaitu upaya untuk
menduplikasikan harddisk tetapi pada jalur data yang berbeda. Metode ini mirip dengan metode
disk mirroring, perbedaannya pada metode disk duplexing harddisk pertama dan kedua dibuatkan
jalur yang berbeda sehingga apabila terjadi kerusakan pada satu jalur data harddisk maka server
masih dapat beroperasi. (2) Virus, merupakan problematika yang cukup pelik karena virus
komputer dapat menjalar secara cepat, baik melalui medium disket maupun jaringan komputer
dan internet. Untuk mengatasi virus secara praktis, langkah yang dapat ditempuh dengan cars
memasang dan mengaktifkan program antivirus, seperti McAfee.com Clinic (www.meafee.com),
McAfee VirusScan Asap (www.mcafeeasap.com), dan Symantec Norton Anti Virus 2001
(www.Symantec.com). Program tersebut harus secara terus-menerus diperbarui agar dapat
mengikuti perkembangan jenis virus yang tersebar. (3) Pengendalian sistem informasi yang
berkaitan dengan proses distribusi data dan informasi. Pengendalian terhadap proses distribusi ini
meliputi:
(a) pengecekan terhadap sistem jaringan yang digunakan untuk pcndistribusian data dari
terminal transaksi menuju ke server dan jalur distribusi informasi dari server ke terminal-
terminal yang dituju;
(b) tegangan listrik yang tidak stabil atau padam secara mendadak dapat mengakibatkan
kerusakan pada sejumlah harddisk yang terhubung dalam sistem jaringan;
(c) ancaman kerusakan data dan komputer dari loncatan elektron bebas akibat halilintar,
khususnya bagi lingkungan jaringan dan internet dalam sebuah lembaga/organisasi.
b. Pengendalian Prosedural
Untuk menjaga agar layanan informasi cukup aman, selain pengendalian sistem
informasi, dibutuhkan pengendalian prosedural yang mengatur prosedur pengoperasian
administrasi kepegawaian yang efektif dan efisien. Hal-hal yang harus dirumuskan dalam
menyusun pengendalian prosedural, antara lain:
(1) prosedur backup data dan program yang disesuaikan dengan tingkat urgensinya;
(2) prosedur untuk memasuki lingkungan jaringan komputer yang ada di lingkungan
organisasi dan prosedur apabila akan keluar dan meninggalkannya;
(3) prosedur pcmbagian kerja antara staf pengelola teknologi informasi berdasarkan
keahlian dan kemampuannya.
Hukum merupakan aturan formal tentang perilaku, wewenang, atau kekuasaan, pemerintahan
yang menentukan subjek atau kewarganegaraan.
Beberapa negara telah berhasil secara konkret membuat peraturan untuk, mengatasi tindakan
yang dianggap melanggar etika ke dalam bentuk undangundang atau hukum teknologi informasi,
misalnya sebagai berikut :
a) Kanada dengan jenis undang-undang telecommunication act, broadcasting act,
radiocommunication act, dan criminal code.
b) Amerika Serikat dengan undang-undangfreedom of information act, privacy protection
act, computer security act, electronic communication privacy act, computer fraud and
abuse act, wire fraud act, dan telecommunication act.
c) Indonesia menggagas kerangka etika dan hukum teknologi informasi yang dilakukan oleh
para pakar hukum Indonesia, yang dibahas melalui mailing list, antara lain
telematikaaegroup.com, mastel-e-commerceaegroups.com, doita,tropika.com, dan warta-
e-commerceaegroups.com.
Setelah membahas batasan moral, etika, dan hukum yang dikemukakan oleh McLeod,
kaitannya dengan teknologi informasi yang digunakan dalam tatanan organisasi harus memenuhi
ketiga kriteria tersebut, yaitu secara moral, etika, dan hukum yang berlaku. Teknologi informasi
yang digunakan dalam sebuah organisasi merupakan petunjuk bagi seorang pimpinan dan
bawahannya yang harus memiliki nilai moral, etika, informasi khusus, serta sebagai bentuk
aplikasi penegakan hukum. Oleh karena itu, penggunaan teknologi informasi dalam setiap
aktivitas lembaga, terutama lembaga pendidikan memerlukan budaya etika yang lebih baik
karena lembaga pendidikan merupakan sentral etika yang dijadikan contoh bagi lembaga-
lembaga lain.
Kebutuhan akan budaya etik sangat dibutuhkan terutama dalam poly hubungan antara
pimpinan dengan lembaga pendidikannya. Hal ini merupakan dasar dalam menentukan budaya
etik. Jika dalam sebuah lembaga pendidikan akan mewujudkan etika, terlebih dahulu pimpinan
lembaga pendidikan harus melaksanakan etika baik melalui perkataan maupun perbuatan karena
pimpinan lembaga pendidikan merupakan contoh bagi bawahannya.
Dalam menanamkan budaya etika pada lembaga pendidikan, ada tiga bentuk implementasi yang
harus diperhatikan berikut ini :
a. Membentuk paham etika lembaga pendidian (educational institution credo), merupakan
pernyataan singkat yang menjunjung tinggi nilai lembaga pendidikan, yang dibentuk
melalui komitmen dengan pengguna jasa pendidikan, para pelaku yang terlibat dalam
lembaga pendidikan, serta komitmen dengan masyarakat secara umum.
b. Program etika merupakan sistem yang merancang aktivitas ganda untuk memfasilitasi
pimpinan dan bawahan yang terlibat dalam lembaga pendidikan dalam memahami
organisasi pendidikan tersebut.
c. Membangun kode etik lembaga pendidikan tersendiri atau beradaptasi dengan kode etik
yang dibuat oleh lembaga profesi di bidang pendidikan, misalnya kode etik guru dan
kode etik kepala sekolah.
Ketiga unsur yang membentuk budaya etika dalam lembaga pendidikan dapat digambarkan
dalam diagram sebagai berikut.
Sementara itu menurut James Moor dalam Indrajit (2002: 265) bahwa dalam pembuatan
perangkat lunak yang didasari pads teknik pernrograman terstruktur teknologi informasi, ada tiga
alasan utama diperlukannya etika, yaitu logical malleability (kelenturan logika), transformation
factor (faktor transformasi), dan invisibility factor (faktor yang tidak kasat mata).
1. Kelenturan logika
Perangkat aplikasi teknologi informasi akan melakukan hal-hal yang diinginkan
pembuatnya (programmer). Programer sendiri akan menggunakan analisisnya untuk
menangkap kebutuhan pengguna sebagai landasan dalam merancang aplikasi yang
dibuatnya. Karena bagi pengguna teknologi informasi, komputer merupakan kotak hitam
yang dibuat oleh praktisi teknologi informasi.
2. Faktor transformasi
Kehadiran teknologi informasi dalam dunia pendidikan tidak hanya mampu
meningkatkan efektivitas dan efisiensi pekerjaan, tetapi secara langsung akan mengubah
cars pegawai lembaga pendidikan melakukan aktivitasnya seharihari. Misalnya,
bagaimana Electronic Mail (e-mail) dapat menggantikan komunikasi tradisional surat
menyurat, internet menggantikan pusat informasi, sistem basis data (database system)
menggantikan lemari penyimpanan arsip. Konsep etika berkembang dalam fenomena
transformasi karena telah bergesemya paradigms dan mekanisme aktivitas lembaga
pendidikan seharihari, baik antara komponen internal maupun komponen ekstemal.
Tanga adanya etika dunia teknologi informasi akan dengan mudah memanfaatkan tren
transformasi tersebut.
3. Faktor tidak kasat mata
Komputer sebagai kotak hitam dari teknologi informasi akan bekerja sesuai dengan
aplikasi yang diinstalasi. Faktor tidak kasat mata merupakan peluang yang paling banyak
dipergunakan oleh pars penjahat teknologi informasi karena seringkali pimpinan
organisasi termasuk lembaga pendidikan menyerahkan pengembangan aplikasi
seutuhnya kepada programer yang ditunjuk.
BAB APLIKASI TQM
5 DALAM MANAJEMEN PENDIDIKAN
Banyak orang berpikir bahwa total quality management (TQM) hanya menjadi urusan
dunia bisnis, padahal TQM bisa diterapkan dalam dunia pendidikan yang berkecimpung dalam
proses peningkatan kualitas cumber daya manusia.
Seiring dengan kemajuan dan perkembangan teknologi informasi yang semakin cepat dan
mutakhir, konsep dan strategi barn sangat dimungkinkan terns bermunculan. Akan tetapi, hanya
sedikit konsep yang mampu mendapat perhatian dan terbukti merupakan pendekatan yang
ampuh untuk mengatasi berbagai persoalan manajerial. Satu di antara sedikit konsep yang
berhasil menyita banyak perhatian pars akademisi dan praktisi, yaitu TQM (total quality
management.
PRODUK PROSES
ORGANISASI
KOMITMEN
PEMIMPIN
5 pilar TQM
Sebuah kultur kerja dengan strategi keterlibatan seluruh unsur organisasi, memiliki lima
karakteristik sebagai berikut :
1. Terdapat pendelegasian yang memberikan tanggung jawab untuk melakukan tindakan
pengambilan keputusan kepada individu yang memiliki informasi, relevan dan tepat
waktu serta memiliki keterampilan.
2. Terdapat kerja tim yang melintas batas fungsional dan melibatkan orang yang tepat.
Setiap individu dalam organisasi harus diintegrasikan dalam proses. operasi dan
pelayanan terhadap pelanggan. Dalam organisasi konvensional, fungsi staf membuat
mereka terpisah dan terisolasi oleh batas-batas organisasi.
3. Pemberdayaan sumber daya manusia, yang berarti memberikan peluang dan menghargai
kontribusi sumber daya manusia. Organisasi perlu memberdayakan semua unsur
organisasi tanpa memandang apakah golongan, gender, maupun kelompok
minoritas/mayoritas.
4. Adanya integrasi antara sumber daya manusia dan teknologi informasi sehingga anggota
organisasi harus dapat memberikan inisiatif dan kreativitas'' di bidang operasi,
administrasi, maupun penguasaan teknologi informasi.
5. Rasa kebersamaan dalam mencapai tujuan yang berarti setiap individu dalam organisasi
memiliki visi yang didasarkan atas seperangkat nilai yang dinyatakan secara jells,
mampu mendeskripsikan mist organisasi, serta, memiliki metode untuk
merealisasikannya. Visi harus memberikan arah dan;, energi dan merupakan mercusuar
sehingga setiap individu dapat menyesuaikan dirt ke arah tujuan bersama.
Pada tempat kerja yang memiliki karakteristik di atas, tumbuh sebuah energi
pembelajaran dan kualitas. Dengan demikian, pelanggan lembaga pendidikan akan
menerima kualitas pendidikan secara memuaskan dan tepat waktu.
2. QWL sebagai Model Organisasi
Organisasi dengan karakteristik pendelegasian, kerj a tim yang melintas batas fungsional,
melibatkan orang yang tepat, serta pemberdayaan sumber daya manusia,mengintegrasikan
individu dengan teknologi informasi, serta memiliki tujuan bersama.
Komitmen, kinerja, dan keterlibatan unsur organisasi dapat memberikan kepuasan kepada
pelanggan. Organisasi atau lembaga pendidikan harus membangun lingkungan belajar yang
kontinu yang dapat menciptakan inovasi baru serta membangun kultur dalam mendukung
kemampuan sumber daya manusia. Mutu pendidikan harus secara terus-menerus diperbaiki,
informasi yang diperlukan harus terns mengalir secara bebas antarfungsi sehingga ado kerja
soma sebagai sebuah tim. Organisasi dengan keterlibatan individu yang tinggi memerlukan
pimpinan yang memiliki nilai manajerial dan leadership. Pimpinan lembaga pendidikan harus
memiliki keterampilan yang diperlukan untuk membangun pemahaman dan dukungan atas
keterlibatan individu dalam organisasi.
Model organisasi QWL dimulai dan diakhiri dengan lingkaran kualitas. Dalam hal ini
keterlibatan individu dalam lembaga pendidikan tidak melupakan imbalan (reward) yang
diterima setiap individu karena hal ini akan mewujudkan stabilitas kerja mereka serta akan
membangun model organisasi QWL (organisasi keterlibatan tinggi) yang efektif Sistem karier
dalam model organisasi QWL akan melibatkan sejumlah besar proses belajar, pengembangan
karier, dan konsep berbasis keterampilan.
Dengan demikian, QWL merupakan kultur esensial dan penopang utama keberhasilan
TQM. Kultur QWL bertujuan menciptakan organisasi bebas dari rasa takut dan menciptakan
keterlibatan seluruh unsur organisasi lembaga pendidikan. Kultur QWL menimbulkan komitmen
timbal balik antara, individu dengan sasaran organisasi dan antara organisasi dengan kebutuhan
pengembangan individu. QWL sebagai model organisasi melakukan pendelegasian, kerja tim
yang melintasi batas fungsional, pemberdayaan sumber daya manusia, mengintegrasikan sumber
daya manusia dengan teknologi informasi, dan mencapai tujuan bersama. Efektivitas organisasi
tidak akan tercapai tanpa keterlibatan individu sebagai unsur organisasi yang matang dan
memiliki komitmen penuh terhadap organisasi.
D. PENERAPAN TQM DALAM MANAJEMEN PENDIDIKAN
c. Bervariasi (Variability)
Jasa pendidikan yang diberikan seringkali berubah-ubah. Hal ini akan sangat 1crgantung kepada
siapa yang menyajikannya, kapan, serta di mans disajikan jasa pendidikan tersebut. Oleh karena
itu, jasa pendidikan sulit untuk mencapai kualitas yang sesuai dengan standar. Untuk
mengantisipasi hal tersebut, lembaga pendidikan dapat melakukan beberapa strategi dalam
mengendalikan kualitas jasa yang dihasilkan dengan cara berikut. Pertama, melakukan seleksi
dan mengadakan pelatihan untuk mendapatkan SDM jasa pendidikan yang lebih baik. Kedua,
inembuat standardisasi proses kerja dalam menghasilkan jasa pendidikan dengan baik. Ketiga,
selalu memonitor kepuasan peserta didik melalui sistem kotak saran, kelLihan, maupun survei
pasar.
Menurut Maxwell ada enam dimensi kualitas j asa pendidikan. Pertama, akses yang
berhubungan dengan kemudahan mendapatkan jasa pendidikan yang diperoleh di tempat yang
mudah dijangkau pada waktu yang tepat dan nyaman. Kedua, kecocokan dengan tingkat
kebutuhan pelanggan, yaitu kecocokan akan profil tingkat pendidikan populasi dan kelompok
yang membutuhkannya. Ketiga, eflektivitas yang berhubungan dengan adanya kemampuan
penyaji jasa pendidikan (staf pengajar) untuk melayani atau menciptakan hasil yang diinginkan.
Keempat, ckuitas yang berhubungan dengan distribusi sumber-sumber pelayanan lembaga
pendidikan yang adil dalam suatu sistem yang didukung secara umum. Kelima, diterima secara
sosial yang berhubungan dengan kondisi lingkungan, komunikasi (tan kebebasan, atau
keleluasaan pribadi. Keenam, efisiensi dan ekonomis yang mengacu kepada pengertian layanan
terbaik untuk besarnya biaya yang tepat (diadopsi dari Maxwell, 1992: 275)
Beberapa ahli kualitas jasa mengemukakan pendapat mengenai dimensi kualitas (lihat
Tabel 5.1). Jika diperhatikan dari semua pendapat para ahli mengenai dimensi kualitas pelayanan
hampir semuanya bertitik tolak dari lima dimensi kualitas jasa yang dikemukakan oleh pendapat
Parasuraman. Dengan demikian, dimensi kualitas jasa pada dasarnya mengacu pada bukti fisik,
keandalan, daya tangkap, jaminan, dan empati.
Menurut Berry dan Parasuraman (1997) dalam Rambat (2001: 182) bahwa salah sate
konsep yang memiliki kaftan erat dan memiliki dampak langsung terhadap keberhasilan kualitas
jasa (service quality/SERVQUAL) adalah sistem inf'ormasi. Ada lima petunjuk yang perlu
dilakukan dalam mengembangkan kualitas ja sa pendidikan yang efektif melalui sistem
informasi, yaitu sebagai berikut.
a. Mengukur besarnya, harapan pengguna jasa pendidikan (siswa/mahasiswa)
atas pelayanan yang diberikan lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan harus
dapat mengukur besarnya harapan yang muncul atas pelayanan yang diberikan kepada
pelanggan. Misalnya, berapa besar tingkat kepuasan siswa/mahasiswa atas pelayanan
administrasi, pelayanan staf pengajar atau pimpinan lembaga pendidikan, pelayanan atas
penyediaan fasilitas pembelajaran, dan sebagainya.
Cermat Efektivitas
Kemampuan
Tepat waktu
Estetika Cepat tanggap
Ketersediaan
Kualitas
yang
diterima
PELANGAAN
SISTEM
SUMBER DAYA
LAYANAN MANUSIA
PENYEMPURNAAN DIKLAT
PROSES DAN
KOMUNIKASI
Di antara kelima kesenjangan tersebut, kesenjangan yang paling penting adalah kesenjangan
kelima, dan untuk menghilangkan kesenjangan tersebut dengan caramenghilangkan kesenjangan
1 hingga kesenjangan 4. Untuk menghilangkan kesenjangan 1 sampai kesenjangan 4 Zeithaml
mengusulkan beberapa cara berikut :
a) Menghilangkan kesenjangan 1: memberikan kesempatan kepada para pelanggan untuk
menyampaikan ketidakpuasan mereka kepada lembaga pendidikan, mencari tabu
keinginan dan harapan para pelanggan lembaga pendidikan sejenis, melakukan penelitian
yang mendalam tentang pelanggan, membentuk panel pelanggan, melakukan studi
komprehensif tentang harapan pelanggan, memperbaiki kualitas komunikasi antarsumber
daya manusia dalam lembaga pendidikan, serta mengurangi birokrasi lembaga
pendidikan.
b) Menghilangkan kesenjangan 2: memperbaiki kualitas kepemimpinan lembaga
pendidikan, mempertinggi komitmen sumber daya manusia terhadap mutu layanan,
mendorong sumber daya manusia lebih inovatif dan responsif terhadap ide-ide bare, serta
standardisasi pekerjaan yang ingin dicapai secara efektif.
c) Menghilangkan kesenjangan 3: memperjelas uraian pekerjaan, meningkatkan kesesuaian
antara sumber daya manusia, teknologi dan pekerjaan, mengukur kinerja dan balas jasa
sesuai dengan kinerja, membangun kerja sama antara, sumber daya manusia, serta
memperlakukan pelanggan seperti bagian dari keluarga besar lembaga pendidikan.
d) Menghilangkan kesenjangan 4: memperlancar arcs komunikasi antara unit dalam
organisasi lembaga pendidikan, memberikan pelayanan yang konsisten, memberikan
perhatian yang lebih besar pada aspek vital mutu layanan, menjaga agar pesan yang
disampaikan secara, eksternal tidak membentuk harapan para pelanggan yang melebihi
kemampuan lembaga pendidikan serta mendorong para pelanggan untuk menjadi
pelanggan yang baik dan loyal.
Berry (1995) dalam bukunya on great service memberikan sebuah kerangka yang lebih
komprehensif untuk menghilangkan kesenjangan 1 sampai dengan 4, seperti gambar berikut ini.
2. Kepemimpinan
Kesadaran akan kualitas dalam lembaga pendidikan tergantung kepada faktor,
intangibles, terutama sikap manajemen tingkat atas (pimpinan lembaga pendidikan dasar
menengah, kepala sekolah, dan pimpinan perguruan tinggi/rektorat) terhadap kualitas jasa
pendidikan. Pencapaian tingkat kualitas bukan hasil penerapan jangka pendek untuk
meningkatkan daya saing, melainkan melalui implementasi TQM yang mensyaratkan
kepemimpinan yang kontinu. Puffer dan McCarthy, 1996 telah, mengembangkan kerangka
kepemimpinan transformasional atau visionary, perilaku kepemimpinan kualitas total dari semua
unsur pimpinan, dan pengaruh stakeholder eksternal pada penentuan persyaratan kepemimpinan.
Dalam konteks TQM, pemimpin perlu memiliki karakteristik pribadi yang mencakup
dorongan, motivasi untuk memimpin, kejujuran dan integritas,kepercayaan diri, inisiatif,
kreativitas/originalitas, adaptabilitas/flakiffifial, kemampuan kognitif, serta pengetahuan dan
kharisma. Kualitas mankiwild pimpinan harus dapat memberikan inspirasi pada semua jajaran
maftajenwqv mampu memperagakan kualitas kepemimpinan yang sama, yang diperlukan u"
mengembangkan budaya TQM. Oleh sebab itu, keterlibatan langsung pimpino lembaga
pendidikan sangat penting.
Dengan fondasi berbagai karakteristik pribadi, pimpinan lembaga pendidikan perlu
menciptakan visi untuk mengarahkan lembaga pendidikan dan karyawannys, Dalam konteks
TQM, penciptaan visi yang jelas akan menumbuhkan komitmen karyawan terhadap kualitas,
memfokuskan semua upaya lembaga pendidikan pada pemuasan kebutuhan pengguna jasa
pendidikan, menumbuhkan sense of teamwork dalam pekerjaan, menumbuhkan standard
ofexcellence, dan menjembatani keadaan lembaga pendidikan sekarang dan mass yang akan
datang (Handoko dan Tjiptono, 1997). Visi dirumuskan, diartikulasikan, dan dikomunikasikan ke
seluruh jajaran karyawan pada sebuah lembaga pendidikan untuk mempromosikan perubahan,
inovasi, dan pengambilan keputusan. Kemudian pimpinan mengambil berbagai langkah untuk
menerjemahkan visi menjadi kegiatan spesifik yang dapat dicapai dengan dukungan dan bantuan
para pegawai lembaga pendidikan. Dukungan secara berkesinambungan menuntut pimpinan
lembaga pendidikan menerapkan kepemimpinan transformasional melalui tiga hal berikut.
Pertama, penyampaian inspirasi dalam mengomunikasikan harapan yang tinggi,
memfokuskan upaya dan mengekspresikan tujuan dengan cara yang simpel.
Kedua, menstimulasi intelektual untuk mempromosikan intelegensia, rasionalitas dan
pemecahan masalah secara ilmiah.
Ketiga, pemberian konsiderasi yang bersifat individual untuk memberikan perhatian
secara pribadi dan memberdayakan petugas lembaga pendidikan (Handoko (Ian Tjiptono, 1996).
Kepemimpinan transformasional yang dikembangkan pada tingkat pimpinan sclanjutnya
disebarluaskan ke seluruh jajaran petugas lembaga pendidikan. Hanya melalui difusi ini lembaga
pendidikan dapat menanamkan nilai-nilai TQM yang merembes melewaii batas-batas tradisional
dengan stakeholder eksternal. Kepemimpinan TQM perlu menyadari bahwa stakeholder
eksternal merupakan elci-nen integral lembaga pendidikan. Empat komponen perilaku
kepemimpinan yang dapat diaplikasikan dalam konteks TQM mencakup sharing information,
pengembangan hubungan, pemberdayaan petugas lembaga pendidikan, serta pengambilan
keputusan (Handoko dan Tjiptono, 1997). Gaya kepemimpinan partisipatif dan memberdayakan
seluruh jajaran petugas lembaga pendidikan incrupakan infrastruktur organisasional vital bagi
perkembangan budaya TQM.
4. Manajemen SDM
Selain merupakan aset organisasi yang paling vital, sumber daya manusia merupakan
pelanggan internal yang menentukan kualitas akhir sebuah jasa dan lembaganya. Oleh sebab itu,
sukses tidaknya implementasi TQM sangat ditentukan olch kesiapan, kesediaan, dan kompetensi
sumber daya manusia dalam lembaga pendidikan yang bersangkutan untuk merealisasikannya
secara sungguh-sungguh. Pcralihan dari manajemen tradisional menuntut pergeseran paradigms
dalam praktik MSDM. Kebijakan MSDM tradisional yang menganut budaya 2C (command dan
control) wajib digantikan dengan kebijakan baru berdasarkan budaya 3C (employee
commitment, cooperation, dan communication).
Berdasarkan hasil penelitian terhadap pars profesional, SDM pemenang 1)enghargaan
kualitas Baldrige Award, Blackburn & Rosen (1993) mengajukan 14 komponen strategi sumber
daya manusia yang dapat memfasilitasi penerapan TQM, yaitu sebagai berikut:
a) Manajemen puncak bertanggung jawab untuk memprakarsai dan mendukung visi budaya
TQM.
b) Visi tersebut diklarifikasikan dan dikomunikasikan kepada semua insan organisasi.
c) Berbagai sistem yang memungkinkan terjalinnya komunikasi ke atas dan dikembangkan,
dilaksanakan, serta diperkokoh.
d) Pelatihan TQM disediakan bagi semua karyawan dan manajemen puncak mendukung
secara aktif Pelatihan tersebut.
e) Tersedia program keterlibatan atau partisipasi karyawan.
f) Organisasi wajib mengembangkan proses yang melibatkan berbagai macam perspektif
untuk menangani isu-isu kualitas.
g) Para karyawan diberdayakan gums mengambil keputusan yang berkualitas menurut
kebijakan mereka dan desain pekerjaan harus menyatakan hal ini dengan jelas.
h) Penilaian kinerja difokuskan ulang dari sekadar evaluasi kinerja mass lalu, menjadi
tekanan yang dapat dilakukan manajemen untuk membantu para karyawan melakukan
usaha berkualitas yang berkaitan dengan pekerjaan di mass mendatang.
i) Sistem kompensasi mencerminkan kontribusi kualitas yang berkaitan dengan tim,
termasuk penguasaan keterampilan tambahan.
j) Sistem pengakuan nonfinansial (bagi perseorangan atau kelompok kerja) agar
mendukung upaya pencarian kualitas total.
k) Berbagai sistem yang ada memungkinkan para karyawan di semua jenjang organisasi
untuk menyampaikan perhatian, gagasan, dan reaksi mereka terhadap inisiatif kualitas.
l) Isu-isu keamanan dan kesehatan dikembangkan secara proaktif, bukan secara reaktif.
m) Berbagai program rekrutmen, seleksi, promosi, dan pengembangan karier karyawan
mencerminkan realitas barn dalam mengelola dan bekerja dalam lingkungan TQM.
n) Meskipun membantu pihak lain untuk mengimplementasikan proses yang mendukung
TQM, profesional sumber daya manusia tidak melupakan pentingnya mengelola fungsi
sumber daya manusia dengan pedoman yang sama.
Well-maintained building, outstanding teacher, high moral values, excellent examination results,
specialization, the support of parents, business and local community, plentiful resources, the
applications of the latest technology, strong and purposeful leadership, the care and concern for
pupils and students, a well-balanced curriculum, or some combination of these factors.
Penilaian ini dimaksudkan untuk melihat sejauh mans mutu pendidikan yang bisa dicapai
di sekolah tersebut, dan bagaimana posisinya jika dibandingkan dengan sekolah lain yang ada di
sekitarnya maupun secara nasional. Jadi, secara keseluruhan penilaian pada keempat komponen
tersebut berfungsi sebagai alai kontrol bagi perbaikan dan pengembangan mutu sekolah
selanjutnya.
Mengacu pada Keputusan Menteri Pendidikan Nasional RI No. 053/U/2001, setiap
lembaga penyelenggara pendidikan dituntut untuk senantiasa melaksanakan, manajemen
peningkatan mutu berbasis sekolah. Hal ini dijalankan dengan tetap, berorientasi pada visi, mini,
dan terget peningkatan mutu secara berkelanjutan, sebagaimana diamanatkan oleh pars
stakeholders. Penilaian formal terhadap komponen-komponen di atas dilakukan secara
berjenjang sesuai dengan batas kewenangan masing-masing penilai, seperti guru, kepala sekolah,
penilik, (pengawas), dan aparat struktural maupun fungsional yang terkait.
Hasil penilaian di atas akan menentukan seberapa jauh mutu pendidikan yang bisa dicapai
oleh sebuah sekolah. Sehubungan dengan hal tersebut, apabila kits berbicara tentang manajemen
mutu pendidikan, hal itu tidak akan terlepas dari, permasalahan manajemen pendidikan itu
sendiri.
Manajemen mutu pendidikan pada dasarnya bertujuan untuk mencari perubahan fokus
sekolah, dari kelayakan jangka pendek menuju ke arah perbaikan mutu jangka panjang, serta
dampaknya terhadap perubahan nilai-nilai budaya sekolah.
Selanjutnya dalam realita yang dialami ternyata implementasi manajemen mutu pendidikan
tidak selamanya berjalan mulus dan lancar, seringkali muncul berbagai kendala. Deming
mengelompokkan faktor penyebab kegagalan mutu pendidikan ke dalam dua kriteria, yaitu
penyebab umum dan penyebab khusus. Penyebab umum adalah kegagalan pendidikan yang
berkenaan dengan rendahnya (Icsain kurikulum, gedung tidak memadai, lingkungan kerja tidak
menunjang, sistcm dan prosedur kerja tidak cocok, pengaturan waktu tidak mencukupi,
kurangnya sumber, dan pengembangan staf tidak memadai. Penyebab khusus, kegagalan muncul
karena prosedur dan peraturan tidak dipatuhi, staf tidak memiliki ketcrampilan pengetahuan dan
sikap kerja sebagaimana mestinya, kurangnya motivasi, kegagalan komunikasi, serta
perlengkapan yang tidak memadai.
Untuk mengatasi kendala yang ada dalam implementasi manajemen mutu di ,etas, harus
dilandasi oleh perubahan sikap dan cars kerja semua personel. Pimpinan harus memotivasi
stafnya agar bekerja lebih baik, misalnya dengan jalan menciptakan iklim kerja yang
menyenangkan, menyediakan sarana yang memadai (baik kuantitas maupun kualitas),
menetapkan sistem dan prosedur kerja yang sWerhana, serta memberikan penghargaan atas
keberhasilan dan prestasi staf. Hal ini bukan pekerjaan mudah karena menuntut kerja keras,
disiplin tinggi, dan Imigorbanan semua pihak, terutama mengubah mindset dan paradigms kerja,
yang berorientasi pada kuantitas pelaksanaan tugas menjadi lebih berorientasi pada mutu
pelaksanaan tugas. Dengan demikian, kebutuhan kehadiran pimpinan dan staf yang profesional
menjadi penting karena merekalah yang diharapkan dapat mencapai output yang memiliki mutu.
Menurut A. Muri Yusuf (1995: 280) perbaikan mutu dalam bidang pendidikan bukan
semdta-mats soal physical product seperti yang terjadi dalam bidang industri atau pabrik. Hal ini
disebabkan raw input sekolah adalah manusia clan hasil pendidikan (output-nya) adalah manusia
yang akan diuji lagi kemampuannya pada saat individu itu berinteraksi dengan manusia lainnya.
Oleh karena itu, seluruh komponen dalam sistem sekolah diarahkan secara terpadu untuk
mendukung terciptanya proses transformasi nilai yang sebaik-baiknya. Dengan kata lain, hasil
belajar tidak hanya sekadar mengetahui clan memahami, melainkan harus bisa mencapai
kemampuan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking skills).
Menurut Engkoswara (1987) yang dikutip Tjutju Yuniarsih (1997: 75) bahwa higher order
thinking skills ditandai oleh adanya kemampuan untuk berpikir kritis, analitis, kreatif, reflektif,
dan transformasional.
Dalam bidang persekolahan di Indonesia, sudah ditetapkan adanya standar kompetensi
yang harus dicapai oleh siswa, salah satu indikator minimal bagi keberhasilan pencapaian mutu
pendidikan. Kompetensi dasar yang diharapkan dapat dimiliki siswa berawal dari terbentuknya
akhlak dan budi pekerti luhur yang bisa membentuk perilaku dan bertanggung jawab untuk
mengikuti proses pendidikan pada tingkat sekolah yang sedang dijalaninya. Berbekal perilaku di
atas, diharapkan dapat mengantarkan siswa untuk mengembangkan keterampilan dan
kemampuan, agar dapat memasuki kehidupan pribadi sebagai anggota masyarakat. Kompetensi
berikutnya berkenaan dengan kesiapan dan kemampuan siswa untuk melanjutkan ke jenjang
sekolah yang lebih tinggi ataupun masuk ke dunia kerja sesuai dengan kemampuan dan keahlian
yang dimilikinya.
BAB KERANGKA KERJA TIM
6 DALAM MANAJEMEN
PENDIDIKAN
Lembaga pendidikan merupakan sebuah organisasi, terdiri dari pendidik dan tenaga
kependidikan. Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan,
pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada
satuan pendidikan. pendidik adalah tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan
melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan bimbingan dan
pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi
pendidik pada perguruan tinggi (Bab XI Pasal 39 UU RI No. 20 Tahun 2003). Kedua unsur
lembaga pendidikan tcrsebut bergabung dalam satu kesatuan organisasi satuan kependidikan.
Oleh karena itu, kedua unsur tersebut merupakan sebuah tim kerja yang bekerja sama dalam
mencapai tujuan pendidikan, yaitu mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman clan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, beralchlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab
(Bab III Pasal 4 UU RI No. 20 Tahun 2003).
1. Pembentukan
Pada awalnya, tim dibentuk berdasarkan kebutuhan, keprihatinan, keahlian, jenis
pekerjaan atau bidang yang sama. Kemudian anggota kelompok akan salingmempelajari tingkah
lake masing-masing anggota sebelum secara spesifik menetapkan peraturan tim, baik secara lisan
maupun secara tertulis. Kematangan tim ini sangat tergantung pads keseimbangan yang ada
dalam sebuah lembaga baik dari segi kemampuan, keahlian, maupun segi pembagian hak dan
kewajibannya. Dalam lingkungan teknologi informasi, sebuah tim hares mampu menciptakan
rasa saling tergantung satu sama lain sehingga akan lahir rasa solidaritas yang akan mengikat
setiap individu dalam suatu kelompok yang solid.
2. Konflik
Pada tahap awal pembentukan tim akan menimbulkan konflik yang silih berganti. Hal ini
terjadi karena masing-masing individu dalam kelompok memiliki kepentingan tertentu, yang
intinya ingin memperoleh kesempatan dan perhatian secara khusus. Di camping itu, konflik jugs
dipicu oleh perbedaan cars pandang terhadap permasalahan yang dihadapi. c
4. Berprestasi
Setelah tim mulai bekerja dengan kompak dan semangat kebersamaan yang tinggi maka
tim ini dapat mencapai puncak prestasi khususnya dalam menciptakan inovasi dan kreativitas.
5. Pembubaran
Suatu saat seorang anggota atau beberapa anggota tim mengundurkan diri karena kondisi
kesehatan, mutasi, atau pensiun yang mengakibatkan tim tersebut bubar tetapi sebuah lembaga
akan ter-us hidup. Oleh karena itu, dengan sendirinya akan terbentuk tim kerja baru dengan
berbagai jenis tantangan yang dihadapinya sesual dengan kondisi yang ada.
Kedua gambar ini memiliki perbedaan yang sangat mendasar dan sekaligus menegaskan
betapa sangat kontrasnya struktur masyarakat yang bercorak industri dengan struktur masyarakat
yang bercorak informasi. Gambar tersebut sebagai sketsa tentang masyarakat industri dan
masyarakat informasi, dengan munculnya kebutuhan tim kerja lebih mencirikan kehadiran
masyarakat informasi.
Gambar di atas memperlihatkan bahwa dalam masyarakat industri, pola hubungan
antarmanusia berdasarkan fungsi sistem bersifat hierarkis, kaku, dan rigid. Gerak dinamik
organisasi mengalir dari atas ke bawah, dengan tingkatan yang paling atas tidak bersentuhan atau
sulit bersentuhan dengan tingkatan paling bawah. Max Weber sebagai sosiolog menggambarkan
pola hubungan ini sebagai rasionalitas, ketika hubungan tersebut dibangun berdasarkan tujuan
efisiensi dan efektivitas gerak rods organisasi. Oleh karena itu, hubungan ini bersifat bebas nilai
(free values) dan bebas dari dimensi irasionalitas.
Berbagai kritik terhadap fungsi sistem Weber (1947) tidak dapat dielakkan. Fakta
membuktikan bahwa apa yang disebut dengan hubungan rasionalitas ternyata cenderung
menjebak manusia pada cars kerja mesin. Gerak dinamik organisasi yang menghimpun potensi
kreatif manusia untuk mencapai tujuan tertentu tidak ubahnya berjalan sebagaimana layaknya
robot. Tingkatan paling bawah dalam struktur masyarakat industri sulit dipertemukan dengan
struktur masyarakat paling atas. Jika kajian sosiologis yang dikembangkan oleh Berger (1982)
yang bermuara pada kesimpulan bahwa organisasi yang lahir dari hierarkisme industrial akan
memperteguh tegaknya bangunan organisasi yang bersifat piramida dan sangat refresif terhadap
mereka yang lemah. Munculnya gerakan radikal kaum buruh menuntut kenaikan upah atau
perbaikan kondisi sosial ekonomi merupakan negasi (penolakan) yang sangat keras terhadap
berlakunya struktur organisasi piramida yang tunduk pada rasionalitas industrial dan tidak
manusiawi.
Realitas semacam ini akan melahirkan dua persoalan besar,pertama, rasionalitas
instrumental yaitu rasionalitas yang mempermudah mengalirnya sekian banyak komando dalam
organisasi, dari atas mengalir ke bawah. Rasionalitas di sini bukan rasionalitas substansial yang
dilandaskan pada etika pengaturan hubungan antarmanusia dalam organisasi. Jacques Ellul
(1976) menguatkan kenyataan ini pada munculnya apa yang disebut dengan the dissociation
ofman atau terlepasnya sambungan tali nilai kemanusiaan oleh kekuatan mesin. Ellul
memberikan sebuah wacana munculnya human techniques sebagai kekuatan yang
mengintegrasikan dan sekaligus merestorasikan kembali kemanusiaan untuk menghilangkan
dampak buruk perkembangan organisasi yang dipengaruhi oleh logika mesin. Kedua, i i-nplikasi
dari berlakunya rasionalitas instrumental bahwa struktur organisasi sangat kccil kemungkinan
mampu memberikan peluang timbulnya hubungan kesetaraan antarberbagai elemen organisasi.
Dengan kekuatan komando yang dimiliki oleh jajaran pimpinan (tingkatan atas), tingkatan
bawah anggota organisasi hanya digerakkan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.
Keadaan ini dapat d 1 analogikan dengan berlakunya paradigms yang menegaskan bahwa
pemerintah hares selalu mengawasi rakyat. Inilah situasi yang tidak memungkinkan tim kerja
secara sehat dalam tubuh organisasi. Demikian halnya dengan struktur hubungan dalam dunia
pendidikan hampir bisa dipastikan sama dengan struktur masyarakat industri. Padahal dunia
pendidikan lebih mementingkan sentuhan kemanusiaan dan tidak mengidentikkan dengan
hubungan rasionalitas ketika seorang staf, pengajar (guru/dosen) ibarat mesin yang siap untuk
memproses siswa/mahasiswa menjadi seseorang yang cerdas dan pandai. Padahal dalam
kenyataannya, seorang staf pengajar hanya salah satu elemen yang mampu memproses sesuatu
jika didukung oleh elemen-elemen pimpinan, seperti kepala sekolah, dinar pendidikan, serta
unsur lain yang terkait. Keberhasilan pendidikan merupakan keberhasilan yang harus didukung
oleh tim kerja yang solid antara staf pengajar dengan staf pengajar lainnya, tenaga administrasi,
pejabat struktural, maupun unsur lainnya.
Namun saat ini kenyataan berkata lain. Pentingnya tim kerja (teamwork) dalam sebuah
organisasi terkait dengan penggunaan massal instrumen revolusi informasi seperti pesawat
telepon, faksimili, modem, internet, dan lain-lain. Bersamaan dengan perkembangan instrumen
revolusi informasi tersebut, hubungan antarmanusia menjadi sangat kompleks seperti tcrllhat
dalam Gambar 6.2 di tengahtengah lepasnya kendala kelas, etnis, dan agama. Oleh karena itu,
hubungan kerja berdasarkan fungsi organisasi pun menjadi sangat kompleks. Perkembangan
teknologi informasi dan komunikasi berada dalam satu ruang yang berjauhan ketika
dimanfaatkan dalam waktu yang bersamaan dengan teknologi serupa oleh orang lain untuk saling
berhubungan.
Pada akhirnya, evolusi masyarakat yang telah sampai pada pembentukan masyarakat informasi
mengubah paradigma pengelolaan semua organisasi industri,. politik, hukum, pendidikan,
kebudayaan, dan lain-lain ke arah integrasi atau kerja sama yang saling memberi manfaat. Di
satu pihak informasi semakin penting fungsinya sebagai masukan bagi keseluruhan proses
penciptaan kebijakan organisasi. Konsekuensinya, setiap organisasi baik organisasi bisnis
maupun organisasi lainnya harus semakin sistematis mengadopsi substansi-substansi barn
melekat pada informasi. Adapun substansi-substansi baru yang dimaksudkan tidak lain adalah
kebenaran yang berlaku secara universal meskipun tampil dengan format yang sama sekali baru.
Sementara di lain pihak, cars kerja aktor organisasi harus berubah mengikuti kecenderungan
cepat revolusi informasi. Sebagaimana kits ketahui akibat revolusi informasi itu, data dan
informasi mengalir ke seluruh sudut dunia seperti kecepatan cahaya dan tidak dapat dibendung
oleh kekuatan spa pun. Revolusi itu memperjelas, kenyataan cepatnya waktu yang membuat
setiap organisasi seperti halnya lembaga pendidikan tenggelam ke pusaran samudra informasi.
Oleh karena itu, para pelaku dalam lembaga pendidikan pun tidak bisa tidak, harus bekerja
dengan intensitas yang sangat cepat serta kapasitas yang besar. Untuk menjawab tantangan
tersebut para pelaku dalam lembaga pendidikan harus selalu menemukan pola kerja baru secara
kreatif. Hal itu hanya mungkin dilakukan jika masing-masing individu pelaku lembaga
pendidikan menyadari pentingnya tim kerja untuk membangun dan mengembangkan lembaga
pendidikannya.
Melalui tim kerja, setiap individu yang terlibat dalam lembaga pandidiken berarti turut serta
mengembangkan suatu pemahaman bahwa dalam masyarakat informasi tidak mungkin seorang
individu memiliki kemampuan seperti layahyll superman, sementara guru adalah manusia biasa
yang memiliki banyak keterbatasan. Seperti yang dituntut oleh sementara kelompok bahwa yang
Akan menjadikan lembaga pendidikan bermutu adalah staf pengajar atau guru. TWA adil
rasanya kalau guru dituntut seperti superman. Oleh karena itu, tim kerja harus berperan dalam
menjawab tuntutan tersebut sehingga guru bukan satu-satunya fungsional yang bertanggung
jawab atas keberhasilan dunia pendidikan. Dan guru bukan satu-satunya unsur lembaga
pendidikan yang sanggup memecahkan segala persoalan pendidikan sendirian. Masing-masing
persoalan yang muncul dalam dunia pendidikan harus dipecahkan berdasarkan pendekatan
keilmuan, mengharuskan adanya tim kerja yang bekerja berdasarkan keilmuan, kepakaran, dan
ketelitian yang mendalam.
Oleh karena itu, pada mass yang akan datang tim kerja dibentuk untuk mengatasi berbagai
kesulitan yang akan dihadapi oleh setiap lembaga termasuk lembaga pendidikan. Mara depan
adalah kurun waktu di mans bentuk-bentuk baru kehidupan tidak selalu akrab dengan manusia.
Manusia masih harus melakukan upaya-upaya adaptasi yang tidak mudah. Sementara itu,
lembaga pendidikan masih tunduk di bawah bayang-bayang paradigma konvensional yang akan
mempersulit manusia beradaptasi secara kreatif dengan bentuk baru kehidupan tersebut.
Lembaga pendidikan benar-benar di ujung tanduk apabila para pelaku dalam lembaga
pendidikan tersebut tidak memiliki kemampuan membangun teamwork untuk menjawab tuntutan
persaingan. Di mass depan lembaga pendidikan akan jauh lebih baik apabila dikendalikan oleh
teamwork yang mampu bekerja secara cepat dan tepat.
Uraian tentang proses evolusi masyarakat industri menuju masyarakat informasi memperlihatkan
bahwa mass depan pembentukan tim kerja dalam lembaga pendidikan harus memiliki landasan
sosiologis sekaligus memiliki dasar filosofis yang jelag. pembentukan tim kerja bukan sekadar
tuntutan manajerial lembaga pendidikan, lebih dari itu merupakan pemberdayaan secara
menyeluruh terhadap elemen organisasi lembaga pendidikan yang eksis di tengah-tengah
masyarakat. Oleh karena itu, tim kerja harus memiliki unsur secara spesifik yang membedakan
dengan sekelompok orang yang sedang melakukan sesuatu. Untuk membedakan tim kerja
dengan kelompok lainnya akan digambarkan pada Label di bawah ini.
Berdasarkan matriks di atas bahwa tim kerja memiliki perbedaan yang signifikan dengan
kelompok kerja. Dalam organisasi apa pun kelompok kerja selalu ada, bahkan merupakan
prasyarat minimal terbentuknya sebuah organisasi. Namur dengan menumbuhkan tim kerja,
struktur, dan mekanisme organisasi memasuki proses transformasi untuk merespons tantangan
baru lebih tepat. Artinya, tim kerja merupakan salah sate faktor terjadinya sofistikasi
(pencanggihan) peran sebuah organisasi.
Dalam hal kepemimpinan, kelompok kerja lebih mementingkan peran lapisan elit karena
dimensi kepemimpinan bersifat one man shows dan otoriter. Sementara dalam tim kerja, arti
kepemimpinan bukan identitas tetapi lebih kepada peran. Oleh karena itu, pertama,
kepemimpinan dalam tim kerja dipenuhi oleh orang yang memiliki kemampuan kepemimpinan,
baik kepemimpinan yang dalam membangun visi sosial, manajerial, maupun dalam hal
keilmuan. Kedua, keanggotaan tim kerja tidak pernah bersifat massal tetapi terbatas hingga
pembentukan limited group.
Dalam tim kerja, tujuan kerja tidak selalu mencerminkan tujuan organisasi. Jika ternyata
tujuan organisasi itu sempit dan tidak memiliki jangkauan jauh ke mass depan ketika muncul
tantangan baru, tim kerja merumuskan sendiri tujuan kerja mereka sebagai perluasan atas tujuan
organisasi. Hal ini tidak berarti merupakan penyimpangan tujuan organisasi karena dalam tim
kerja itu tujuan keberadaan organisasi telah diinterpretasikan secara cerdas sesuai dengan
tantangan keadaan. Dengan demikian, anggota tim kerja harus diisi oleh mereka yang memiliki
kemampuan tinggi untuk melakukan prognosis terhadap perkembangan sejarah, masyarakat,
peradaban, dan perkembangan ide-ide. Dengan kata lain, kemampuan melakukan interpretasi dan
reinterpretasi dalam tim kerja lahir sebagaisebuah konsekuensi logis dari adanya visi
intelektualistik anggota tim kerja.
Produk tim kerja baik berupa rekomendasi kebijakan maupun strategi organisasi
merupakan produk kolektif Metode yang diaplikasikan oleh tim kerja dapat diibaratkan sebagai
hasil kerja kelompok yang berusaha memindahkan sebuah beban ke tempat di mana seharusnya
beban itu berada. Apabila dalam sebuah lembaga pendidikan produk kerja masih merupakan
produk kerja individu, dengan sendirinya lembaga pendidikan tersebut belum memiliki tradisi
bekerja menurut logika tim kerja.
Kinerja organisasi yang dihasilkan oleh tim kerja bersifat komprehensif yang
mengharuskan anggota tim memahami dan mengkaji masalah organisasi dari berbagai sudut
pandang. Anggota tim kerj a dengan sendirinya dibentuk dari orangorang yang memiliki latar
belakang keilmuan dan pengalaman melakukan advokasi kemasyarakatan. Bertitik tolak pada
matriks di atas, tim kerja sangat mendesak untuk segera dilahirkan. Hal ini disebabkan mereka
yang tergabung dalam tim kerja adalah mereka yang memiliki kemampuan untuk melakukan
analisis yang tajam terhadap permasalahan yang dihadapi organisasi. Jika sebuah lembaga
pendidikan secara kontinu ingin mempertahankan daya saingnya, sudah saatnya membentuk dan
mengembangkan sebuah tim kerja berdasarkan unsur yang terdapat dalam matriks di atas.
Apabila unsur pembentukan tim kerja ditelaah secara jauh, akan terlihat berlangsungnya
sebuah proses transformasi peran individu dalam organisasi. Individu tidak semata-mata
diposisikan sebagai kuantita yang statis, tetapi diubah menjadi kualita yang dinamis.
Kemungkinan munculnya konflik pada setiap tim kerja seharusnya dimulai dengan pembentukan
tim kerja yang dilandaskan pada matriks dalam pembahasan terdahulu, bagaimana tim kerja
tersebut dibentuk untuk tujuan pemberdayaan organisasi, atau untuk kepentingan para elit
organisasi.
Pimpinan organisasi maupun lembaga pendidikan kadang terperangkap dalam kekeliruan
cara berpikir, ketika kelompok kerja yang dibentuk disamakan dengan tim kerj a. Padahal tim
kerja memiliki beberapa kata kunci vis-d-vis yang berbeda dcngan kenyataan dalam kelompok
kerja. Kuatnya tim kerja dalam organisasi (crsimpul dalam penyelesaian konflik yang
menggunakan kata kunci win-win solution. Konflik dalam tim kerja merupakan tubrukan dari
berbagai pemikiran yang sengaja dilakukan untuk mencapai kebenaran. Jika konflik merupakan
refleksi dari vested interest (kepentingan pribadi) maka konflik itu merupakan ciri khas dari
konflik dalam kelompok kerja bukan pada tim kerja. Karena terjadi tubrukan pemikiran, konflik
dalam tim kerja merupakan sebuah necessary (keniscayaan) yang harus ada untuk menjamin
berlangsungnya dialektika pemikiran.
Jika pada akhirnya konflik dalam lembaga pendidikan mulai menyeret kepentingan
pribadi dan menampilkan bentuk konflik emosional dan irasional, pillak yang berkonflik tidak
berhak berada dalam tim kerja. Untuk menghindari timbulnya konflik seperti ini, pola kerja tim
harus diarahkan ke dalam skenario berikut. Pertama, tim kerja hanya memfokuskan pembahasan
pads fakta objektif yang dirasakan sebagai persoalan yang sangat mendesak dan harus segera
dipecahkan atas nama lembaga pendidikan. Tim kerja tidak perlu terjebak pads rumor atau -isu
yang tidak jelas faktanya. Kedua, alternatif pemecahan masalah diakomodasi sebanyak mungkin
untuk dijadikan masukan dalam menetapkan opsi pemecahan masalah yang paling logis dan
diterima semua anggota tim. Ketiga, perdebatan dalarn tim kerja lebih berftingsi sebagai
intellectual exercise, sehingga pemecahan masalah disertai oleh tujuan yang sama antaranggota
tim. Keempat, perdebatan antaranggota tim harus diselingi oleh humor-humor yang segar.
Kelima, anggota tim kerja harus terbebas dari ketimpangan struktural organisasi. Keenam,
konsensus harus disertai kualifikasi yang jelas dan berpatokan pads kebenaran universal.
Artinya, konsensus dilakukan bukan untuk melanggar ketentuan etis tetapi untuk mencari
kebenaran universal.
3. Knowledge, informasi seseorang dalam lingkup, tertentu. Nilai dari knowledge test
wring gagal untuk memprediksi kinerja karena gagal mengukur pengetahuan dan
kemampuan sesungguhnya yang digunakan dalam pekerjaan.
Karakteristik kompetensi yang pertama dan kedua disebut hidden competency karena sulit
untuk berkembang dan mengukurnya. Karakteristik keempat dan kelima disebut visible
competency cenderung terlihat dan mudah untuk berkembang. Salah satu cara untuk
mengembangkannya melalui pelatihanpelatihan yang diberikan. Adapun karakteristik
kompetensi yang ketiga berada di antara kedua karakteristik kompetensi tersebut.
Dalam pengembangan j enj ang karier individual dalam lembaga pendidikan, pendekatan
kompetensi bisa digunakan untuk menentukan penjenjangan, penilaian, penggajian, atau sistem
kompensasi. pengembangan modelnya melalui beberapa alai ukur, yaitu motive, trait, dan self
concept. Kompetensi motive, trait, dan self concept memprediksi kemampuan sampai kepada
kinerja. Kompetensi juga selalu melibatkan tujuan akan kekuatan motive atau trait yang
menyebabkan suatu kegiatan memberikan hasil.
Pendekatan kompetensi dapat digunakan untuk mengukur karier. Pendekatan kompetensi
dikembangkan oleh Lyle dan Signe Spencer (1995) memiliki 5 skala sebagai berikut.
1. Intensitas atau kelengkapan suatu kegiatan, skala ini menggambarkan intensitas tujuan
yang terlibat dalam kegiatan yang dilakukan dalam merealisasikan tujuan.
2. Ukuran dampak, luasnya dampak menggambarkan jumlah dan posisi orang yang
dipengaruhi. Ukuran pekerjaan secara kuat memengaruhi dimensi ini dan berguna dalam
membandingkan pekerjaan dan kepentingan individu untuk pekerjaan yang sama.
3. Kompleksitas, skala utama pads kompetensi yang berhubungan dengan kemampuan
berpikir.
4. Jumlah usaha, waktu yang digunakan dalam melaksanakan dimensi dan kompetensi.
5. Dimensi unik, dimensi yang membedakan dengan dimensi lainnya dalam skala
kompetensi.
Dalam merancang jalur karier individual di dunia pendidikan, terdapat enam tahap proses
penilaian kompetensi pekerjaan. Pertama, mendefinisikan kriteria kinerja yang efektif bertujuan
untuk mengidentifikasi kriteria pengukuran hasil yang nyata untuk menunjukkan bahwa rating
kelompok mempunyai validitas kriteria yang tinggi sehingga dapat memprediksi kinerja sebuah
pekerjaan secara nyata. Kedua, mengidentifikasi contoh kriteria untuk menentukan tingkat rata-
rata dari kompetensi yang ditunjukkan oleh objek tersebut. Ketiga, mcngumpulkandata yang
berhubungan pola model kompetensi yang digunakan. Keempal, menganalisis data dan
mengembangkan model kompetensi, yang bertujuan mengidentifikasi kemampuan yang
membedakan kinerja superior dari kinerja rataratanya. Kelima, validasi model kompetensi
dengan memprediksi kinerja seseorang dalam kelompok pads waktu yang sama. Keenam,
menyiapkan lembar kerja model kompetensi, seperti merancang interviu dalam proses seleksi,
ujian, seleksi jalur karier, perencanaan karier, serta pelatihan dan pengembangan sistem
informasi manajemen.
Pendekatan kompetensi memberikan penekanan kepada kemampuan individu dalam
mengembangkan karier sehingga perkembangan kariernya tidak dipengaruhi oleh organisasi.
Karier seseorang tidak dibatasi oleh jabatan sehingga kreativitas dan inovasi sebagai ciri
organisasi modern memiliki peran yang sangat penting dalam mengembangkan organisasi
pendidikan. Orgamsasi pendidikan menjadi lebih fleksibel sehingga tidak berpengaruh terhadap
motivasi pegawai. Hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kompetensi dalam karier
seseorang adalah tipe lembaga pendidikan itu sendiri karena metode barn tidak dapat diterapkan
langsung secara frontal, namun memerlukan tahapan yang gradual.
Setiap lembaga mengharapkan tim kerj a yang memiliki kinerj a tinggi meskipun setiap tim
kerja mempunyai cara kerja, kebiasaan, opini, dan kepribadian yang berbeda. Demikian halnya
dengan lembaga pendidikan, tim kerja dapat berjalan dengan baik jika mempunyai tats kerja
yang efektif dan mampu bersinergi dalam mencapai tujuan tim. Sinergi kerja dalam lembaga
pendidikan dapat diwujudkan jika tim kerja dapat menyelaraskan semua perbedaan yang ads
serta sekaligus merelevansikan perbedaan tersebut dalam wadah kepentingan bersama.
Perbedaan profit yang dimiliki setiap individu dalam tim merupakan hat yang alamiah.
Perbedaan profit tidak hanya menjadi warns dalam tim kerja tetapi juga dapat berdaya guns jika
diberdayakan sesuai kapasitas profilnya masing-masing. Adapun perbedaan yang bertentangan
dengan asas kerja sama tim berkaitan dengan tujuan dan sasaran dari kelompok, sebab kedua hat
ini merupakan esensi pembentukan tim. .I
Sinergi merupakan wujud harmonisasi kegiatan untuk mencapai tujuan bersama yang
merupakan gabungan suatu kegiatan mulai dari unit terkecil hingga unit terbesar dengan
mengharapkan hasil akhir jauh lebih besar jika dibandingkan dengan pencapaian kerja oleh
masing-masing unit yang bekerja mandiri. Sinergi kerja akan memberikan pengaruh pads
produktivitas tim kerja dengan hasil akhir yang lebih baik. Produktivitas sendiri secara harfiah
merupakan suatu upaya untuk mencapai hasil yang optimal dengan kontraprestasi yang
minimal.Untuk mencapai produktivitas tim yang tinggi, banyak sekali faktor yang
memengaruhinya tetapi Dada intinya akan bermuara pads kualitas sumber daya manusia.
Faktor SDM dianggap faktor yang paling penting dan faktor lain dianggap i vieris paribus
(diabaikan). Oleh karena itu, kaftan kualitas SDM dengan kinerja tim akan ditunjang dengan tiga
pilar utama, yaitu pertama, sikap yang berkaitan dengan profit kepribadian individu, seperti kerja
keras, ketekunan, ketelitian, kemauan, termasuk orientasi kerja. Misalnya dapat bekerja dengan
cepat atau. lambat, orientasi hasil atau proses kerjanya. Kedua, pengetahuan akan menyangkutj
wawasan tentang sesuatu hal, misalnya pengetahuan yang berhubungan dengart, bidang
pekerjaan, administrasi kantor, dan seluk-beluk organisasi. Ketiga, keterampilan berkenaan
dengan kemampuan individu dalam menguasai suatu. bidang, misalnya keahlian teknis bidang
komputer, administrasi, Surat-menyurat, atau keahlian bukan teknis seperti keterampilan
komunikasi, manajerial, dan kepemimpinan.
Penyangga ketiga pilar utama dalam membangun tim kerja yang berkinerja tinggi dalam
lembaga pendidikan akan sangat tergantung kepada aspek komunikasi. Aspek komunikasi secara
sederhana meliputi kemampuan mendengar ketika, menerima pesan yang disampaikan, menggali
atau menarik pesan agar dapat dikomunikasikan, dan menyampaikan pesan itu sendiri. Dinamika
komunikasi; dalam tim kerja dapat berjalan dengan balk jika seseorang memiliki keterampilan
berkomunikasi intraanggota tim kerja maupun antartim kerja. Di samping itu, seseorang dalam
melakukan komunikasi dituntut mampu berbagi informasi kepada sernua, anggota tim kerja.
Kemudian konsistensi tindakan dengan ucapan, artinya seseorang harus mampu melakukan
komunikasi verbal, termasuk komunikasi non verbal (bahasa tubuh), tindakan yang konsisten
antara ucapan dan tindakan sehingga, mampu membangun kredibilitas. Dalam berkomunikasi
jugs dituntut saling percaya, artinya tim kerj a dapat bekerj a lebih baik jika tingkat kepercayaan
antar-, anggota tim tinggi.
Kerja sama, aktivitas tim kerja yang bersinergi akan mengatur tata hubungan antaranggota
tim, anggota tim dengan pimpinan, maupun anggota tim kerja dengan pihak lain. Kemampuan
bekerja sama yang sinergis dalam tim kerja tidak terlepas, dari kemampuan seseorang dalam
membina hubungan baik antarmanusia (human relations) dalam berinteraksi.
Prinsip kerja sama tim kerja dilandasi dengan care mengusahakan melihat orang lain secara
jujur. Artinya, mulailah bekerja sama dengan baik dimulai pads hal-hal yang dapat disepakati
bersama. Setelah itu tunjukkan respons atas pendapat orang lain, artinya untuk membangun kerja
sama diperlukan kesediaan untuk saling mendukung daripada saling menyalahkan, dan jika
terjadi kesalahan segera diakui secara simpatik. Padahal kultur di masyarakat kits, sulit untuk
mengakui kesalahan dan wring menutupinya dan selanjutnya mencari kambing hitam untuk
dijadikan sumber kesalahan.
Oleh karena itu biasakan setiap individu mengakui kesalahan secara terbuka dan langsung.
Dengan demikian, setiap masalah akan segera dapat diselesaikan Berta akan menarik simpati
orang lain. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam bekerja sama adalah memberikan dorongan
agar kesalahan tidak terulang kembali dan dapat diselesaikan dengan segera. Dengan
memberikan dorongan dan menjadikan kesalahan mudah diperbaiki
kerja sama antaranggota tim kerja (Helmi Manaf, Manajemen, Januari, 2000).
KOMITMENT
TINGKAT KETERLIBATAN
PERUBAHAN
DUKUNGAN
PENGERTIAN
KESADARAN
Tangga komunikasi
2. Menciptakan Sistem Pembangunan SDM Terpadu
Dengan mencipatakan budaya keterlibatan yang tinggi dalam lembaga pendidikan,
diharapkan diperoleh komitment dari bawahan. Buaday keterlibatan membutuhkan komunikasi
dua arah yang intensif. Namun komunikasi saja tidak cukup untuk membina hubungan yang
harmoniss.oleh karena itu bukan berarti dalam lembaga pendidikan tidak terjadi komunikasi
yang efektif akan tetapi karena tidak ada system sumber daya manusia yang terintregasi. Seleksi
dan pengangkatan tenaga pendidik maupun tenaga kependididkan, mutasi, prmosi, dan
sebagainya sering menimbulkan perdebatan karena ketidak jelasan system prosedur yang ada.
Profesional, berprestasi tinggi, kreatif, inovatif, dan memiliki loyalitas. Bagian kedua
sistem ini adalah Strategi budaya, mci-ijawab pertanyaan (how) yaitu bagaimana cara mencapai
sasaran (what). Dari budaya dikcmbangkan nilai-nilai yang berupa sikap, cara pikir, dan
kepercayaan yang menentukan bagaimana pekerjaan diselesaikan clan bagaimana setiap individu
dalam lembaga pendidikan berinteraksi satu sama lain atau berinteraksi dengan individu atau
kelompok di luar lembaga pendidikan. Nilai ini memberikan gambaran mengcnal apa yang
dianggap, menjadi prioritas dalam lembaga pendidikan. Nilai-nilai yang perlu dimiliki untuk
mcnelptakan hubungan yang harmonis dalam lembaga pendidikan adalah keria sama
(teamwork), keterbukaan (openess), kepercayaan (trust), perhatian kepada sesama (concern for
people), keterlibatan (involvement), dan sebagainya.
Nilai inilah yang diturLinkan menjadi kompetensi yang terdiri dari PCIIgetahuan
(knowledge), keahlian (skill), perilaku (behavior), clan motivasi (motivation), unnik mengukur
kinerja sescorang yang langsung dikaitkan dengan perilaku clan kompetensi yang ditunjukkan
dalam pekerjaan. Oleh karena itu, keberhasilan individu dalam lembaga pendidikan tidak hanya
diukur dari tercapainya sasaran tetapi dari bagaimana individu tersebut mencapai sasaran.
Konflik dalam sebuah lembaga wring dilihat sebagai sesuatu yang negatif, termasuk oleh
pimpinan lembaga pendidikan. Ouch karena itu, penanganan yang dilakukan selama ini
cenderung diarahkan untuk meredam konflik. Dalam rcalita, konflik merupakan sesuatu yang
sulit dihindarkan karena berkaitan erat dengan proses interaksi manusia. Dalam lembaga
pendidikan yang dibutuhkan bukan meredam konflik tetapi bagaimana menanganinya sehingga
mampu membawa dampak konstruktif bagi lembaga pendidikan.
Istilah konflik berasal dari bahasa Latin, com yang berarti bersama danfligere berarti
melanggar, menabrak, mencmukan, dan membentur. Dengan demikian, konflik merupakan
ekspresi pertikaian individu dengan individu lain, kelompok dengan kelompok lain karena
bebcrapa alasan. Dalam pandangan ini, pertikaian menunjukkan adanya perbedaan antara dua
atau lebih individu yang diekpresikan, diingat, dan dialami (Pace & Faules, 1994: 249). Konflik
dapat dirasakan, diketahui, dan dickspresikan melalui perilaku-perilaku komunikasi (Folger &
Poole, 1984). Konflik senantiasa berpusat pada bebcrapa sebab utama, yaitu tujuan yang ingin
dicapai, alokasi sumber yang dibagikan, keputusan yang diambil, maupun perilaku semua pihak
yang terlibat (Myers, 1982: 234-237; Kreps, 1986: 185; Stewart, 1993: 341). Interaksi yang
disebut komunikasi antara individu yang satu dengan yang lainnya, tidak dapat disangkal lagi
akan menimbulkan konflik dalam tingkatan manajemen yang berbeda-beda (Devito, 1995: 381).
Berdasarkan pemahaman di atas, ada dua hal penting yang harus diperhatikan dalam
konflik. Pertama, konflik terjadi karena adanya interaksi yang disebut komunikasi. Hal ini berarti
apabila ingin mengetahui konflik berarti kita harus mengetahui kemampuan dan perilaku
komunikasi. Semua konflik mengandung komunikasi tetapi tidak semua bcrakar pada
komunikasi yang buruk. Jika komunikasi adalah suatu proses transaksi yang berupaya
mempertemukan perbedaan individu secara bersama-sama untuk mencari kesamaan makna,
dalam proses itu pasti ada konflik (Myers, 1982: 234). Konflik juga tidak hanya
diUlIgkapkan'secara verbal tetapi juga diungkapkan secara nonverbal seperti dalam bentuk rant
muka atau gerak badan yang mengekspresikan pertentangan (Stewart & Logan, 1993: 341).
Kedua, konflik tidak selamanya berkonotasi buruk tetapi bisa menjadi sumbcr pengalaman
positif (Stewart dan Logan, 1993: 342).
3. Dampak Konflik
Konflik tidak mungkin dihindari sebagai konsekuensi intcraksi individu. Konflik ini bisa
destruktif maupun konstruktif tcrgantung kepada penanganannya. Konflik yang bisa
menimbulkan dampak negatif, misalnya melemahnya hubungan antarpribadi, timbulnya sikap
march, perasaan terluka, scrta keterasingan. Pada tahap dini, konflik ditandai dengan sikap tidak
saling percaya antarindividu yang lambat lawn ditunjukkan secara verbal maupun nonverbal:
rant wajah tidak senang, bersikap dram, atau mungkin menghindari kelompok lain, sehingga
koordinasi menjadi semakin buruk. Sebaliknya apabila konflik dikclola secara tepat akan
membawa dampak yang konstruktif bagi pihak yang terlibat termasuk lembaga pendidikan.
Dampak konstruktif berupa tanda peringatan, sebagai katup pengaman, meningkatkan interaksi,
menumbuhkan kreativitas, menjembatani penyelesaian masalah, mendorong penyampaian
informasi antarindividu, dan menguji kekuatan ide.
4. Menangani Konflik dalam Lembaga Pendidikan
Persoalan yang dihadapi pimpinan organisasi termasuk lembaga pendidikan adalah
bagaimana menangani konflik sehingga tidak menimbulkan dampak negatif terhadap
kelangsungan lembaga pendidikan tersebut. Konflik yang terjadi bisa horizontal maupun
vertikal. Konflik horizontal terjadi di antara tenaga kependidikan, tenaga kependidikan dengan
pendidik, atau di antara pendidik. Menangani konflik horizontal bisa dilakukan dengan upaya
komunikasi yang terns-mencrus, mencari solusi bersama antarkelompok melakukan negosiasi
untuk mencari solusi yang tepat, dan pimpinan harus mensosialisasikan apa yang menjadi tujuan
bersama. Sedangkan dalam menangani konflik vertikal, pimpinan barns lcbih peduli kepada
bawahannya, dan meningkatkan partisipasi seluruh unsur organisasi.
Mensosialisasikan dampak kegagalan lembaga pendidikan akan berakibat buruk terhadap
situasi kerja seluruh unsur organisasi termasuk pimpinan, pendidik, tenaga kependidikan, siswa,
dan masyarakat. Ada tiga cara lain menangani konflik yang terjadi dalam lembaga pendidikan.
Pertama, mediation, cara ini mengembangkan dan rnernperluas proses negosiasi dengan
melibatkan pihak ketiga yang netral, diterima semua pihak yang bcrkonflik, dan pihak ketiga ini
tidak nienuliki kekuatan dalam memengaruhi keputusan yang akan diambil. Kedua, negotiation
biasanya digunakan untuk mengatasi conflict of interest yang melibatkan proses tawar-menawar
yang dipandu oleh pihak ketiga yang ahli dalam bidang yang sedang diperi-nasalahlcan. Pihak
ketiga berkewaj'iban memberikan pengarahan kepada semua pihak tentang kepentingan mereka
dan membantu untuk mernecalikan isu-isu yang bersifat subjektif. Ketiga, arbitration, merupakan
cara penyelesaian konflik yang melibatkan satu badan rcsini bukan perorangan yang tidak
berpihak untuk membantu menyelesaikan konflik. Apa pun jenis konflik yang terjadi dalam
lembaga pendidikan, altematifnya harus bersifat solusi menang-menang (win-win solution)
sehingga tidak menimbulkan konflik baru.
BAB PERANAN SIM
7 DALAM PENGAMBILAN
KEPUTUSAN
Salah satu fungsi yang sangat penting dalam kcpemimpinan, yaitu pengambilan
keputusan, scorang pimpinan sebagian besar waktu, perhatian, maupun pikirannya dipergunakan
untuk mcngkaji proses pengambilan keputusan. Semakin tinggi posisi seseorang dalam
kepemimpinan organisasi maka pengambilan keputusan menjadi (Ugas utama yang harus
dilaksanakan. Perilaku dan cara pimpinan dalam pola pengambilan keputusan sangat
memengaruhi perilaku dan sikap dari para I)cnglkutnya. Hal ini akan menentukan kinerja
organisasi untuk mencapai tujuannya.
A. PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Secara etimologis kata decide berasal dari bahasa Latin prefik de yang berarti ,f, dan kata
caedo yang berarti to cut. Hal ini berarti proses kognitif cut off sebagai tindakan memilih di
antara beberapa alternatif yang mungkin.
Menurut Max (1972), Decision making is commonly defined as choosing from among
alternatives (pengambilan keputusan merupakan pemilihan dari beberapa alternatif).
Sedangkan Shull (1970: 67) mengemukakan bahwa pengambilan keputusan merupakan proses
kesadaran manusia terhadap fenomena individual maupun sosial bcrdasarkan kcj'adian faktual
dan nilai pemikiran, yang mencalcup aktivitas perilaku pemilihan satu atau beberapa alternatif
sebagai jalan keluar untuk mernecahkan masalah yang dihadapi.
Pengambilan keputusan adalah pemilihan alternatif perilaku (kelakuan) (crtentu dari dua
atau lebih alternatif yang ada (George R. Terry dalam lqbal Hasan, 2002: 9). Pengambilan
keputusan adalah suatu pendekatan yang sistematis terhadap I i;ildkat alternatif yang dihadapi
dan mengambil tindakan yang menurut perhitungan merupakan tindakan yang paling tepat (S.P.
Siagian dalam lqbal Hasan, 2002: 10). Pengambilan keputusan adalah proses yang digunakan
untuk memilih suatu tindakan sebagai cara pemecahan masalah.
Sedangkan Shull (1970: 67) mengemukakan bahwa pengambilan keputusan merupakan
proses kesadaran manusia terhadap fenomena individual maupun sosial berdasarkan kejadian
faktual dan nilai peniflkiran, yang mencakup aktivitas perilaku pemilihan satu atau beberapa
alternatif sebagai jalan keluar untuk memecahkan masalah yang dihadapi.
Intisarl pengambilan keputusan, yaitu perumusan beberapa alternatif tindakan dalam
menggarap situasi yang dihadapi serta menctapkan pilihan yang tepat antara beberapa alternatif
yang tersedia sctelah diadakan evaluasi mengenai efektivitas alternatif tersebut untuk mencapai
tujuan para pengambil keputusan.
Dari beberapa pengertian pengambilan keputusan di atas dapat disimpulkan bahwa
keputusan adalah sebuah hasil dari pemccahan masalah, jawaban dari suatu pertanyaan sebagai
hukum situasi, dan merupakan pemilihan dari salah satu alternatif dari alternatif yang ada, serta
pengakhiran dari proses pernikiran tentang masalah atau problema yang dihadapi. Adapun hasil
dari pengambilan keputusan adalah keputusan (decision). Berikut ini akan dijelaskan beberapa
pengertian keputusan.
Keputusan adalah hasil pernecallan masalah yang dihadapi dengan tegas. Suatu
keputusan merupakan jawaban yang pasti terhadap suatu pertanyaan. Keputusan harus dapat
menjawab pertanyaan tcntang apa yang dibicarakan dalam hubungan dengan perencanaan.
Keputusan dapat pula berupa tindakan terhadap pelaksanaan yang sangat menyimpang dari
reneana semula (Ralp C. Davis, 1999: 53).
Keputusan adalah suatu atau sebagai hukum situasi. Apabila semua fakta dari situasi itu
dapat diperoleh dan semua yang terlibat, balk pcngawas maupun pelaksana mau menaati hukum
atau ketentuannya, hal itu tidak sama dengan menaati perintah. Wewenang tinggal dijalankan,
tetapi itu merupakan wewenang dari hukum situasi (Mary Follet).
Keputusan adalah pemilihan di antara alternatif-alternatif Definisi ini mcngandung tiga
pengertian, yaitu (1) ada pilihan atas dasar logika atau pertimbangan; (2) ada beberapa alternatif
yang harus dipilih salah satu yang terbaik; (3) ada tujuan yang ingin dicapai dan keputusan itu
makin mendekat pada tujuan tersebut (James A.F. Stoner, 1998: 132).
Keputusan adalah suatu pengakhiran daripada proses pemikiran tcntang suatu masalah
atau problema untuk menjawab pertanyaan apa yang harus diperbuat guna mengatasi masalah
tersebut dengan menjatuhkan pilihan pada satu alternatif (Prajudi Atmosudirjo, 2002: 9).
Pengambilan keputusan memiliki dua fungsi, yaitu (1) pangkal permulaan dari semua aktivitas
manusia yang sadar dan terarah, balk secara individual maupun secara kelompok, balk secara
institusional maupun secara organisasional; (2) sesuatu yang bersifat futuristik, artinya
bersangkut pant dengan hari depan, masa yang akan datang, di mana efeknya atau pengaruhnya
berlangsung cukup lama.
Adapun tujuan dari pengambilan keputusan, yaitu (1) tujuan yang bersifat tunggal, tcrjadl
apabila keputusan yang dihasilkan hanya menyangkut satu masalah. Artinya, sekali diputuskan
tidak akan ada kaitannya dengan masalah lain; (2) tu_1 Liall yang bersifat ganda terjadi apabila
keputusan yang dihasilkan menyangloit lebihdari satu masalah, artinya bahwa keputusan yang
diambil sckaligus memecahkan dua masalah atau lebih, yang bersifat kontradiktif atau yang tidak
kontradiktil' (Adler, 1991: 10).
Melihat fungsi dari pengambilan keputusan di atas, pengambilan keputusan yang
dilakukan oleh kepala sekolah sebagai pimpinan akan berpengaruh besar terhadap kelangsungan
organisasi sekolah. Oleh karena itu, hal ini akan memiliki dampak terhadap perilaku maupun
sikap bawahannya, seperti wakil kepala sekolah, guru, staf tata usaha, maupun siswa. Ouch
sLbab itu, kepala sekolah sebagai pimpinan harus mampu memilih alternatif-alternatif keputusan
yang tepat sehingga tujuan organisasi sekolah untuk meningkatkan kinerj a pendidikannya dapat
tercapai secara optimal.
Menurut Ibnu Syams 1 (1995: 13) unsur-unsur dalam pengambilan keputusan yang harus
dipertimbangkan adalah sebagai berikut.
1. Tujuan dari pengambilan keputusan, yaitu mengetahui terlebih dahulu tujuan yang ingin
dicapai dari pengambilan keputusan tersebut.
2. Identifikasi alternatif-alternatif keputusan untuk memecahkan masalah dipilih untuk
mencapai tujuan tersebut. Oleh karena itu, perlu dibuat daftar jenisjenis tindakan yang
memungkinkan untuk diadakan pemilihan.
3. Perhitungan mengenai faktor-faktor yang tidak dapat diketahui sebelumnya atau di luar
jangkauan manusia (uncontrollable events).
4. Sarana atau alat untuk mengevaluasi atau mengukur hasil dari suatu pengambilan
keputusan.
Unsur-unsur pengambilan keputusan yang dapat dipergunakan oleh kepala sekolah terlebih
dahulu harus dapat mengkaji dan mempertimbangkan mengenai tujuan pengambilan keputusan,
identifikasi masalah, faktor-faktor intern maupun ekstem sekolah, serta sarana pengambilan
keputusan.
Pengambilan keputusan menurut George R. Terry dalam lqbal Hasan (2002: 16) didasarkan
pada lima hal berikut :
1. Intuisi, pengambilan keputusan yang berdasarkan atas intuisi atau perasaan memiliki
sifat subjektif sehingga mudah terkena pengaruh. Pengambilan keputusan berdasar
intuisi mengandung beberapa kebaikan dan kelemahan. Kebaikannya antara lain: (1)
waktu yan4 digunakan untuk mengambil keputusan relatif lebih pendek; (2) untuk
masalah yang pengaruhnya terbatas, pengambilan keputusan akan memberikan kcpuasan
pada umumnya; (3) kemampuan mengambil keputusan dari pengambil keputusan An
sangat berperan dan perlu dimanfaatkan dengan balk; kclemahannya, antara lain: (1)
keputusan yang dihasilkan relatif kurang balk; (2) sulit mencari alat pembandingnya
sehingga sulit diukur kebenaran dan keabsahannya; (3) dasardasar lain dalam
pengambilan keputusan seringkali diabaikan.
2. Pengalaman, pengambilan keputusan berdasarkan pengalaman memiliki manfaat bagi
pengetahuan praktis karena berdasarkan pengalaman seseorang dapat memperkirakan
keadaan sesuatu Berta dapat memperhitiangkan untung ruginya dan balk buruknya
keputusan yang akan dihasilkan. Karena pengalaman, seseorang dapat menduga
masalahnya walaupun hanya dengan melihat sepintas Baja sudah menemukan cara
penyelesaiannya.
3. Fakta, pengambilan keputusan berdasarkan fakta dapat memberikan keputusan yang
sehat, solid, dan baik. Dengan fakta, tingkat kepercayaan terhadap pengambil keputusan
dapat lebih iinggl sehingga orang dapat menerima keputusan yang dibuat itu dengan rela
dan lapang dada.
4. Wewenang, pengambilan keputusan berdasarkan wewenang biasanya dilakukan oleh
pimpinan terhadap bawahannya atau orang yang lebih rcndah kedudukannya.
Pengambilan keputusan berdasarkan wewenang juga memiliki kelebihan dan kelemahan.
Kelebihannya antara lain:
(1) kebanyakan penerimaannya adalah bawahan, terlepas apakah penerima tersebut
secara sukarela ataukah secara terpaksa;
(2) keputusannya dapat bertahan dalam jangka waktu yang cukup lama;
(3) memiliki otcntisitas (otentik).
Kelemahannya antara lain:
1. dapat menimbulkan sifat rutinitas;
2. mengasosiasikan dengan praktik diktatorial;
3. Bering melewati permasalahan yang seharusnya dipecahkan sehingga dapat
menimbulkan kekaburan.
5. Rasional, pada pengambilan keputusan yang berdasarkan rasional, keputusan yang dihasilkan
bersifat objektif, logis, lebih transparan, konsisten, untuk mcmaksimumkan hasil atau nilai dalam
batas kendala tertentu sehingga dapat dikatakan mendekati kebenaran atau sesuai dengan apa
yang diinginkan. Pada pengambilan keputusan secara rasional ini terdapat beberapa, hal sebagai
berikut.
(1) Kejelasan masalah, tidak ada keraguan dan kekaburan masalah.
(2) Orientasi tujuan dan kesatuan pengertian tujuan yang ingin dicapal.
(3) Pengetahuan alternatif, seluruh alternatif diketahui J'enlsnya dan konsekuensinya.
(4) Preferensi yang jelas, alternatif bisa diurutkan sesuai kriteria.
(5) Hasil maksimal: pemilihan alternatif terbaik didasarkan atas hasil ekonomis yang maksimal.
Pengambilan keputusan secara rasional bcrlaku sepenuhnya dalam keadaan yang ideal.
Semua unsur dan dasar pengambilan keputusan di atas dapat dipergunakan oleh kepala sekolah
sebagai orang yang paling bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan tersebut.
2. Masalah
Masalah atau problem adalah apa yang menjadi penghalang untuk tercapainya tujuan,
yang merupakan penyimpangan dari apa yang diharapkan, direncanakan, dikehendaki, atau harus
diselesaikan. Masalah dapat dibagi dua jenis: (1) masalah tcrstruktur (well structured problems),
yaitu masalah yang logis, dikenal, dan mudah diidentifikasi; (2) masalah tidak terstruktur (will
structured problems), yaltu masalah yang masih barn, tidak biasa, dan informasinya tidak
lengkap. Masalah di atas dapat dibagi menjadi: (1) masalah rutin, yaitu masalah yang sifatnya
sudah tetap, selalu dijumpai dalam hidup sehari-hari; (2) masalah insidentil, yaitu masalah yang
sifatnya tidak tetap, tidak selalu dijumpai dalam hidup sehari-hari.
4. Situasi
Situasi adalah keseluruhan faktor dalam keadaan yang berkaitan satu sama lain, dan yang
secara bersama-sama memancarkan pengaruh terhadap kita beserta apa yang hendak kita
perbuat. Faktor-faktor itu dibedakan atas: (1) faktor-faktor yang konstan (C), yaitu faktor-faktor
yang sifatnya tidak berubah-ubah atau tetap keadaannya; (2) faktor-faktor yang tidak konstan
(V), yaitu faktor-faktor yang sifatnya selalu berubah-ubah atau tidak tetap keadaannya.
5. Kondisi
Kondisi adalah keseluruhan faktor yang secara bersama-sama menentukan daya gcrak,
daya bcrbuat atau kemampuan kita. Sebagian besar faktor tersebut merupakan sumber daya.
6. Tujuan
Tujuan yang hendak dicapai, baik tujuan perorangan, tujuan unit (kesatuan), Tujuan
organisasi, maupun tujuan usaha pada umumnya telah tertentu atau (I i tentukan. Tujuan yang
telah ditentukan dalam pengambilan keputusan merupakan (ujuan antara atau objektif.
Pendapat lain mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan
keputusan adalah sebagai berikut.
Menurut Azhar Kasim (1995: 17) faktor-faktor yang berpengaruh dalam pengambilan keputusan
oleh pemimpin meliputi hal-hal berikut.
1. Pria dan wanita
Pria umumnya bersifat lebih togas atau berani dan cepat mengambil keputusan dan
wanita umumnya relatif lebih lambat dan wring ragu-ragu.
2. Peranan pengambil keputusan
Peranan pengambil keputusan mencakup kemampuan mengumpulkan informasi, kemampuan
menganalisis dan menginterpretasikan, kemampuan menggunakan konsep yang cukup Was
tentang perilaku manusia secara fisik untuk memperkirakan perkembangan hari dcpan yang
lebih balk.
3. Keterbatasan kemampuan
Perlu disadari adanya kemampuan yang terbatas dalam pengambilan keputusan di bidang
manajemen yang bersifat institusional ataupun bersifat pribadi.
Dari uraian sebelumnya dapat diambil kesimpulan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi
pengambilan keputusan oleh kepala sekolah adalah sebagai berikut.
1. Kedudukan kepala sekolah sebagai pimpinan tertinggi di sekolah clan bertanggung
jawab atas jalannya pendidikan.
2. Masalah yang diputuskan apakah masalah di dalam sekolah ataukah masalah di luar
sekolah seperti kebijakan pemerintah.
3. Melihat situasi di dalam clan di luar sekolah sehingga keputusan itu tidak mengakibatkan
hal-hal yang lebih buruk.
4. Kondisi yang memungkinkan keputusan itu clikeluarkan dengan melihat faktorfaktor
yang ada.
5. Tujuan dari pengambilan keputusan diperhitungkan dampak internal dan eksternal
sekolah.
Azhar, Kasim. 1995. Teori Pembuatan Keputusan. Jakarta: Lembaga Penerbit FE-
U1.
Best, J. Roger. 2000. Market-Based Management, Strategies For Growing
Customer Value and Profitability. Second Edition. New York: Prentice Hall Inc.
Daihani Umar, Dadan. 2001. Komputerisasi Pengambilan Keputusan. Jakarta: Elex
Media Komputindo.
Davis, M. Mark & Heineke Janette. 2003. Managing Services, Using Technology to
Create Value. New York: McGraw-Hill.
Fajar, A. Malik. 2004. Renungan Hardiknas 2004. Kompas, Mel hlm. 4-5.
Fitzsimmons, A. James. 2001. Service Management Creating Competitive
Advantage, Operations, Strategy and Information Technology. New York:
McGraw-Hill Book International Edition.
Gaspersz, Vincent. 2002. Manajemen Kualitas dalam Industri Jasa. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Geuens at all, 2001. Marketing Communication. First Published. New York:
Prentice-Hall.
Glueck, William F. 1998. Manajemen Strategic dalam Kebijakan Perusahaon Edisi
Ketiga. Jakarta: Erlangga.
Gordon, Davis. 1999. Management Information System. Seventh Edition
Newyork: McGraw-Hill Book Company.
Gordon, Dryden. & Jeannette Vos. 1999. The Learning Revolution: To Clunii,,c
The Way The World Learns. New Zealand: The Learning Web.
laksever, Cengiz et. al. 2002. Service Management and Operations. Second
Edition. New York: Prentice Hall.
I larnalik, Oemar. 2002. Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompelensl
Jakarta: Bumi Aksara
Han, Flora & Leong Debby. 1998. Productivity and Service Quality. First Published. New
York: Prentice-Hall.
Hasibuan, S.P. Malayu. 1996. Manajemen Pengertian & Masalah Dasar. Jakarta: Ginning
Agung.
Hesskett, James L. et. al. 1999. The Service Profit Chain, How Leading Companies
Link Profit and Growth to Loyalty, Satisfaction and Value. New York: The Free
Press.
Hoffmann, Douglas K. & John, E.G. Batcson. 2002. Essentilas of Services
Marketing; Concept, Strategies and Cases. New York: Harcourt.
Hope, Christine & Alan Muhlemann. 1999. Service Operations management,
Strategy, Design and Delivery. New York: Prentice Hall.
Huges, L. Richard, Ginntt C. Robert, Curphy J. Gordon. 2002. Leadership
Enhancing The Lesson of Experience. New York: McGraw Hill.
Ibnu, Syamsi. 1995. Pengambilan Keputusan dan Sistem Informasi. Jakarta: Bumi Aksara.
Idochi, Moch. Anwar. 2003. Administrasi Pendidikan dan Manajemen Biaya
Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Indrajit Eko, Richardus. 2001. Pengantar Konsep Dasar Manajemen Sistem
Informasi dan Teknologi Informasi. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Iqbal, M. Hasan. 2002. Pokok Materi Pengambilan Keputusan. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Jalal, Fasli. 2001. Reformasi Pendidikan dalam Konteks Otonomi Daerah. Edisi Pertama.
Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.
Jebarus, Felix. 1999. Konflik dalam Organisasi sebagai Perilaku Komunikasi. Manajemen
Usahawan Indonesia, No. 02 Th. XXVIII. Februari, hlm. 28-31.
Johnston, Robert. 2001. Service Operations Management. First Published. New York:
Prentice Hall Inc.
Kartono, Kartini dan Gulo Dali. 2000. Kamus Psikologi. Bandung: Pionir Jaya.
Kotler, Philip et. al. 1995. Strategic Marketing For Educational Institution. Second Edition.
New York: Prentice Hall Inc.
Lovelock, Christopher H & Wright Laurent K. 2003. Principles of Service
Marketing and Management. New York: Prentice Hall.
Lupiyoadi, Rambat. 2001. Manajemen Pemasaran dasa, Teori dan Praktik. Jakarta: Salemba
Empat.
Made, Pidarta. 1997. Landasan Kependidikan. Cetakan Pertama.Jakarta: Rineka Cipta.
Manurung, Adler Haymans. 1991. Pengambilan Keputusan PendekatanKuantilatif.' Jakarta:
Rineka Cipta.
Mardiatmadja, B.S. 2004. Titik-Titik Kritis Sekolah Kita. Kompas (5), hlm. 4.
Marquardt J, Michael. 2000. Building The Learning Organization. New York:
McGraw-Hill.
Milcovich T. George. 1997. Human Resource Management. Eight Edition. Chicago: Irwin.
Murdick, Robert K. 1995. Sistem Informasi untuk Manajemen Modern. Edisi Ketiga.
Jakarta: Erlangga.
Nanang Fatah. 2000. Landasan Manajemen Pendidikan. Cetakan Ketiga. Bandung: Rosda
Karya.
Oetomo, Dharma, Budi Sutedjo. 2002. Perencanaan dan Pembangunan Sistem
Informasi. Yogyakarta: Andi.
Onong, Uchyana Effendy. 1996. Sistem Informasi Manajemen. Cetakan Keempat.
Bandung: CV Mandar Maju.
Pradiansyah, Arvan. 1999. Menciptakan Komunikasi don Sistem SDM Terpadu.
Manajemen Usahawan Indonesia. No. 02 Th. XXVIII. Februari, hlm. 7-16. Pearn,
Michael. 2002. Learning Organizations in Practice. New York: McGraw-
Hill Developing Organizations Series.
Permadi, Dadi. 1998. Kepemimpinan Mandiri (Profesional) Kepala Sekolah, Kiat
Memimpin yang Mengembangkan Partisipasi. Bandung: Sarana Panca Karya. Porter,
Michael E. 1995. Keunggulan Bersaing, Menciptakan dan Mempertahankan
Kineria Unggul. Cetakan Ketiga. Jakarta: Erlangga.
Pring, Richard. 2000. Philosophy of Educational Research. London: Continuum.
Rahardjo, Dawam. 1997. Keluar dari Kemelut Pendidikan Nasional. Cetakan
Pertama. Jakarta: Intermasa.
Raymond, McLeod. 2001. Management Information System. Eighth Edition. New Jersey:
Prentice-Hall International, Inc.
Redford, K.J. 1994. Analisis Keputusan Manajemen (Terjemahan). Jakarta: Erlangga.
Richards, Max D. and Paul S. Greenlaw. 1972. Management Decision Making. Illinois:
Richard D. Irwin, Inc.
Robson, Wendy. 2000. Strategic Management & Information Systems. Thil-d Edition. New
York: Prentice Hall.
Rogers, Robert. W. 1992. Creating a High Involvement Culture Through a Value-
Driven Change Process. Monograph, XVIII ; p. 24.
BIOGRAFI PENULIS
dilaluinya menjadi tenaga pengajar pada SMU Negeri I Batam, Kepala SMU
Negeri I Batam, dan Dosen Universitas Riau.
Prestasi yang telah dicapai di antaranya, tahun 1986 menjadi Dosen Teladan 11
Universitas Riau, tahun 1992 menjadi guru teladan tingkat Kotamadya Batam,
pelatihan, seminar, maupun lokakarya di dalam maupun di luar negeri terutama
bidang pendidikan dan manajemen pemerintahan.
Dra. PRIMA GUSTI YANTI M.Hum. Lahir di Pekanbaru 7 Agustus 1966.
Menyelesaikan Strata Satu (S-1) Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Strata Dua
(S-2) diselesaikan pada Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Tahun 1992 sampai
sekarang bekerja sebagai Dosen Tetap Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
UHAMKA dengan jabatan akademik Lektor.
Lampiran 1
BAB II
KEDUDUKAN, FUNGSI, DAN TUJUAN
Pasal 2
(1) Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pen -
didikan clasar, pendidikan menengah, clan pendidikan anak usia dini pada
jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang -
undangan.
(2) Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dibuktikan dengan sertifikat pendidik.
Pasal 3
(1)Dosen mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang
pendidikan tinggi yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang -
undangan.
(2)Pengakuan kedudukan dosen sebagai tenaga profesional sebagaimana
dimaksud pada ayat 0) dibuktikan dengan sertifikat pendidik.
Pasal 4
Kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2 ayat (1) berfungsi untuk meningkatkan martabat clan peran guru sebagai agen
pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Pasal 5
Kedudukan dosen sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud pada Pasal
3 ayat 0) berfungsi untuk meningkatkan martabat clan peran dosen sebagai
agen pembelajaran, pengembang ilmu pengetahuan, teknologi, clan seni, serta
pengabdi kepada masyarakat berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan
nasional.
Pasal 6
Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk
melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan
nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis
dan bertanggung jawab.
BAB III
PRINSIP PROFESIONALITAS
Pasal 7
(1) Profesi guru dan profesi dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang
dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut:
a. memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisms;
b. memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan,
ketakwaan, dan akhlak mulia;
c. memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai
dengan bidang tugas;
d. memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;
e. memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan;
f. memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja;
g. memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara
berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat;
h. memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan; dan
i. memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-
hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.
(2) Pemberdayaan profesi guru atau pemberdayaan profesi dosen diselenggarakan
melalui pengembangan diri yang dilakukan secara demokratis, berkeadilan,
tidak diskriminatif, dan berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak asasi
manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, kemajemukan bangsa, dan kode
etik profesi.
BAB IV
GURU
Bagian Kesatu
Kualifikasi, Kompetensi, dan Sertifikasi
Pasal 8
Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat
jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional.
Pasal 9
Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diperoleh melalui
pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma empat.
Pasal 10
(1) Kompetensi guru sebagaimanadimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi
pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi social, dan kompetensi
profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kompetensi guru sebagaimana di maksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 11
(1) Sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diberikan kepada
guru yang telah memenuhi persyaratan.
(2) Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki
program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan
oleh Pemerintah.
(3) Sertifikasi pendidik dilaksanakan secara objektif, transparan, dan akuntabel.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 12
Setiap orang yang telah memperoleh sertifikat pendidik memiliki kesempatan
yang sama untuk diangkat menjadi guru pada satuan pendidikan tertentu.
Pasal 13
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menyediakan anggaran untuk
peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik bagi guru dalam jabatan
yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah,
pemerintah daerah, dan masyarakat.
Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban
Pasal 14
(1) Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berhak:
a. memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan
kesejahteraan sosial;
b. menclapatkan promosi clan penghargaan sesuai dengan tugas clan
prestasi kerja;
c. memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas
kekayaan intelektual;
d. memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi;
e. memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran
untuk menunjang kelancaran tugas keprofesionalan;
f. memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan
kelulusan, penghargaan, dan/atau sanksi kepada peserta didik sesuai
dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perunclang-
unclangan;
g. memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan
tugas;
h. memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi;
i. memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pen -
didikan;
J. memperoleh kesempatan untuk mengembangkan clan meningkatkan
kualifikasi akademik clan kompetensi; dan/atau
k. memperoleh pelatihan clan pengembangan profesi dalam bidangnya.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai hak guru sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 15
(1) Penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a meliputi gaji pokok, tunjangan yang
melekat pada gaji, Berta penghasilan lain berupa tunjangan profesi,
tunjangan fungsional, tunjangan khusus, clan maslahat tambahan yang
terkait dengan tugasnya sebagai guru yang ditetapkan dengan prinsip
penghargaan atas clasar prestasi.
(2) Guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah
atau pemerintah daerah diberi gaji sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yan g diselenggarakan oleh
masyarakat diberi gaji berclasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja
bersama.
Pasal 16
(1) Pemerintah memberikan tunjangan profesi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 15 ayat (1) kepada guru yang telah memiliki sertifikat pendidik yang
diangkat oleh penyelenggara pendidikan dan/atau satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh masyarakat.
(2) Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara
dengan 1 (satu) kali gaji pokok guru yang diangkat oleh satuan pendidikan
yang diselenggarakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah pada
tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.
(3) Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan
dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan/atau anggaran
pendapatan dan belanja daerah (APED).
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan profesi guru sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan peraturan
Pemerintah.
Pasal 17
(1) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah memberikan tunjangan fungsional
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) kepada guru yang diangkat
oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah clan
pemerintah daerah.
(2) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah memberikan subsidi tunjangan
fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1 ) kepada guru yang
diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan subsidi
tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dialokasikan dalam
anggaran pendapatan clan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan
belanja daerah.
Pasal 18
(1) Pemerintah memberikan tunjangan khusus sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 15 ayat (1) kepada guru yang bertugas di daerah khusus.
(2) Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara
dengan 1 (satu) kali gaji pokok guru yang diangkat oleh satuan pendidikan
yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah pada
tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.
(3) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah di daerah
khusus, berhak atas rumah din g s yang disediakan oleh pemerintah daerah
sesuai dengan kewenangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan khusus sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2), clan ayat (3) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 19
(1) Maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) merupakan
tambahan kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk tunjangan pendidikan,
asuransi pendidikan, beasiswa, dan penghargaan bagi guru, serta kemudahan
untuk memperoleh pendidikan bagi putra dan putri guru, pelayanan kesehatan,
atau bentuk kesejahteraan lain.
(2) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menjamin terwujudnya maslahat
tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai maslahat tambahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 20
Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban:
a. merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang
bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;
b. meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi
secara berkelanjutan sejalan dengan perkernbangan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni;
c. bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimba ngan jenis
kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang
keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran;
d. menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik
guru, serta nilai-nilai agama dan etika; dan
e. memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
Bagian Ketiga
Wajib Kerja dan 1katan Dings
Pasal 21
(1) Dalam keadaan darurat, pemerintah dapat memberlakukan ketentuan wajib
kerja kepada guru dan/atau warga negara Indonesia lainnya yang memenuhi
kualifikasi akademik dan kompetensi untuk melaksanakan tugas sebagai guru di
daerah khusus di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penugasan warga negara Indonesia
sebagai guru dalam keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 22
(1) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dapat menetapkan pola ikatan
dinas bagi calon guru untuk memenuhi kepentingan pembangunan
pendidikan nasional atau kepentingan pembangunan daerah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pola ikatan dinas bagi calon guru
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 23
(1) Pemerintah mengembangkan sistem pendidikan guru ikatan dinas berasrama
di lembaga pendidikan tenaga kependidikan untuk menjamin efisiensi clan
mutu pendidikan.
(2) Kurikulum pendidikan guru pada lembaga pendidikan tenaga kependidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mengembangkan kompetensi yang
diperlukan untuk mendukung pelaksanaan pendidikan nasional, pendidikan
bertaraf internasional, dan pendidikan berbasis keunggulan lokal.
Bagian Keempat
Pengangkatan, Penempatan, Pemind ahan, dan Pemberhentian
Pasal 24
(1) Pemerintahwajibmemenuhi kebutuhanguru, baikdalamjumlah, kualifikasi
akademik, maupun dalam kompetensi secara merata untuk menjamin
keberlangsungan satuan pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal
Berta untuk menjamin keberlangsungan pendidikan dasar dan menengah
yang diselenggarakan oleh pemerintah.
(2) Pemerintah provinsi wajib memenuhi kebutuhan guru, balk dalam jumlah,
kualifikasi akademik, maupun dalam kompetensi secara merata untuk
menjamin keberlangsungan pendidikan menengah dan pendidikan khusus
sesuai dengan kewenangan.
(3) Pemerintah kabupaten/kota wajib memenuhi kebutuhan guru, baik dalam jumlah,
kualifikasi akademik, maupun dalam kompetensi secara merata untuk
menjamin keberlangsungan pendidikan dasar clan pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal sesuai dengan kewenangan.
(4) Penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar, clan pendidikan menengah yang
diselenggarakan oleh masyarakat wajib memenuhi kebutuhan guru-tetap,
baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun kompetensinya untuk
menjamin keberlangsungan pendidikan.
Pasal 25
(1) Pengangkatan can penempatan guru dilakukan secara objektif dan transparan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Pengangkatan dan penempatan guru pada satuan pendidikan yang diseleng -
garakan Pemerintah atau pemerintah daerah diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(3) Pengan gkatan dan penempatan guru pada s atu an pen didik an yan g
diselenggarakan masyarakat dilakukan oleh penyelenggara pendidikan
atau satuan pendidikan yang bersangkutan berdasarkan perjanjian kerja
atau kesepakatan kerja bersama.
Pasal 26
(1) Guru yang diangkat oleh pemerintah atau pemerintah daerah dapat
ditempatkan pada jabatan struktural.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan guru yang diangkat oleh
Pemerintah atau pemerintah daerah pada jabatan struktural sebagaimana
climaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 27
Tenaga kerja asing yang dipekerjakan sebagai guru pada satuan pendidikan di
Indonesia wajib mematuhi kode etik guru dan peraturan perundang -undangan.
Pasal 28
(1) Guru yangdiangkatoleh pemerintahatau pemerintandaerandapatdipindah -
tugaskan antarprovinsi, antarkabupaten/antarkota, antarkecamatan maupun
antarsatuan pendidikan karena alasan kebutuhan satuan pendidikan dan/
atau promosi.
(2) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah clapat meng -
ajukan permohonan pindah tugas, baik antarprovinsi, antarkabupaten/
antarkota, antarkecamatan maupun antarsatuan pendidikan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(3) Dalam hal permohonan kepindahan dikabulkan, Pemerintah atau pemerintah
daerah memfasilitasi kepindahan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
sesuai dengan kewenangan.
(4) Pemindahan guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
masyarakat diatur oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan
yang bersangkutan berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja
bersama.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemindahan guru sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 29
(1) Guru yang bertugas di daerah khusus memperoleh hak yang meliputi kenaikan
pangkat rutin secara otomatis, kenaikan pangkat istimewa sebanyak 1 (sate)
kali, dan perlindungan dalam pelaksanaan tugas.
(2) Guru yang diangkat oleh pemerintah atau pemerintah daerah wajib menan -
datangani pernyataan kesanggupan untuk ditugaskan di daerah khu sus
paling sedikit selama 2 (dua) tahun.
(3) Guru yang diangkat oleh pemerintah atau pemerintah daerah yang telah
bertugas selama 2 (dua) tahun atau lebih di daerah khusus berhak pindah
tugas setelah tersedia guru pengganti.
(4) Dalam hal terjadi kekosongan guru, pemerintah atau pemerintah daerah
wajib menyediakan guru pengganti untuk menjamin keberlanjutan proses
pembelajaran pada satuan pendidikan yang bersangkutan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai guru yang bertugas di daerah khusus
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), clan ayat (4) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 30
(1) Guru dapat diberhentikan dengan hormat dari jabatannya sebagai guru karena:
a. meninggal dunia;
b. mencapai batas usia pensiun;
C. atas permintaan sendiri;
d. sakit jasmani dan/atau rohani sehingga tidak dapat melaksanakan tugas
secara terus-menerus selama 12 (dua bolas) bulan; atau
e. berakhirnya perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama antara
guru clan penyelenggara pendidikan.
(2) Guru dapat diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatan sebagai guru
karena:
a. melanggar sumpah dan janji jabatan;
b. melanggar perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama; atau
c. melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas selama 1 (satu) bulan
atau lebih secara terus-menerus.
(3) Pemberhentian guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(4) Pemberhentian guru karena batas usia pensiun sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b dilakukan pada usia 60 (enam puluh) tahun.
(5) Guru yang diangkat oleh pemerintah atau pemerintah daerah yang
diberhentikan dari jabatan sebagai guru, kecuali sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a dan huruf b, tidak dengan sendirinya diberhentikan
sebagai pegawai negeri sipil.
Pasal 31
(1) Pemberhentian guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2)
dapat dilakukan setelah guru yang bersangkutan diberi kesempatan untuk
membela diri.
(2) Guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat yang
diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri memperoleh
kompensasi financial sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja
bersama.
Bagian Kelima
Pembinaan dan Pengembangan
Pasal 32
(1) Pembinaan dan pengembangan guru meliputi pembinaan dan pengem -
bangan profesi dan karier.
(2) Pembinaan dan pengembangan profesi guru sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi
social, dan kompetensi profesional.
(3) Pembinaan dan pengembangan profesi guru sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan melalui jabatan fungsional.
(4) Pembinaan dan pengembangan karier guru sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi.
Pasal 33
Kebijakan strategic pembinaan dan pengembangan profesi dan karier guru pada
satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah,
atau masyarakat ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Pasal 34
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membina dan mengembangkan
kualifikasi akademik dan kompetensi guru pada satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau
masyarakat.
(2) Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib
membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi guru.
(3) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan anggaran untuk
meningkatkan profesionalitas dan pengabdian guru pada satuan pendidikan
yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau
masyarakat.
Pasal 35
(1 ) B e b an k e rj a gu ru me n c ak u p k e gi a t a n po k o k , y a it u me re n c an ak a n
pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran,
membimbing, dan melatih peserta didik, Berta melaksanakan tugas
tambahan.
(2 ) Beban kerja guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
sekurangkurangnya 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan sebanyak -
banyaknya 40 (empat puluh) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.
(3 ) Ketentuan lebih lanjut mengenai beban kerja guru sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Keenam
Penghargaan
Pasal 36
(1) Guru yang berprestasi, berdedikasi luar biasa, dan/atau bertugas di
daerah khusus berhak memperoleh penghargaan.
(2) Guru yang gugur dalam melaksanakan tugas di daerah khusus
memperoleh penghargaan dari pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau
masyarakat.
Pasal 37
(1) Penghargaan dapat diberikan oleh pemerintah, pemerintah daerah,
masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan.
(2) Penghargaan dapat diberikan pada tingkat sekolah, tingkat
desa/kelurahan, tingkat kecamatan, tingkat kabupaten/kota, tingkat provinsi,
tingkat nasional, dan/atau tingkat internasional.
(3) Penghargaan kepada guru clapatcliberikan dalam bentuk tandajasa, kenaikan
pangkat istimewa, finansial, piagam, dan/atau bentuk penghargaan lain.
(4) Penghargaan kepada guru dilaksanakan dalam rangka memperingati hari
ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia, hari ulang tahun provinsi, hari
ulang tahun kabupaten/kota, hari ulang tahun satuan pendidikan, hari
pendidikan nasional, hari guru nasional, dan/atau hari besar lain.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian p enghargaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan
peraturan Pemerintah.
Pasal 38
Pemerintah dapat menetapkan hari guru nasional sebagai penghargaan
kepada guru yang diatur dengan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketujuh
Perlindungan
Pasal 39
(1) Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau
satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam
pelaksanaan tugas.
(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan
hukum, perlindungan profesi, Berta perlindungan keselamatan dan
kesehatan kerja.
(3) Perlindungan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup
perlindungan hukum terhadap tindak kekeras an, ancaman, perlakuan
diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik,
prang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain.
(4) Perlindungan p rofesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup
perlindungan terhadap pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai
dengan peraturan perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak
wajar, pembatasan dalam menyampaikan p andangan, p elecehan terhadap
profesi, dan pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat guru
dalam melaksanakan tugas.
(5) Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap risiko gangguan keamanan
kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam,
kesehatan lingkungan kerja, dan/atau risiko lain.
Bagian Kedelapan
cuti
Pasal 40
(1) Guru memperoleh cuti sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Guru dapat memperoleh cuti untuk studi dengan tetap memperoleh hak gaji
penuh.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai cud sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
clan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kesembilan
Organisasi Profesi dan Kode Etik
Pasal 41
(1) Guru membentuk organisasi profesi yang bersifat independen.
(2) Organis asi profesi sebagaiman a dimaksud pada ay at (1) berfungsi
untuk memajukan profesi, meningkatkan kompetensi, karier, wawasan
kependidikan,perlindunganprofesi,kesejahteraan,danpengabdiankepada
masyarakat.
(3) Guru wajib menjadi anggota organisasi profesi.
(4) Pembentukan organ isasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di lakukan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(5) Pemerintandan/atau pemerintah daerah dapat mei-nfasi I itasi organ isasi profesi
guru dalam pelaksanaan pembinaan clan pengembangan profesi guru.
Pasal 42
Organisasi profesi guru mempunyai kewenangan:
a. menetapkan dan menegakkan kode etik guru;
b. memberikan bantuan hukum kepada guru;
c. memberikan perlindungan profesi guru;
d. melakukan pembinaan clan pengembangan profesi guru; clan
e. memajukan pendidikan nasional.
Pasal 43
(1) Untuk menjaga clan meningkatkan kehormatan clan martabat guru dalam
p elaksanaan tugas keprofesionalan, organisasi profesi guru membentuk
kode etik.
(2) Kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat 0) berisi norma clan etika yang
mengikat perilaku guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan.
Pasal 44
(1) Dewan kehormatan guru dibentuk oleh organisasi profesi guru.
(2) Keanggotaan serta mekanisme kerja dewan kehormatan guru sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam anggaran dasar organisasi profesi
guru.
(3) Dewan kehormatan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk
untuk mengawasi pelaksanaan kode etik guru dan memberikan rekomendasi
pemberian sanksi atas pelanggaran kode etik oleh guru.
(4) Rekomendasi dewan kehormatan profesi guru sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) harus objektif, tidak diskriminatif, dan tidak bertentangan dengan
anggaran dasar organisasi profesi serta peraturan perundang-undangan.
(5) Organisasi profesi guru wajib melaksanakan rekomendasi dewan kehor-
matan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
BAB V
DOSEN
Bagian Kesatu
Kualifikasi, Kompetensi, Sertifikasi, dan Jabatan Akademik
Pasal 45
Dosen wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik,
sehat jasmani dan rohani, dan memenuhi kualifikasi lain yang dipersyaratkan
satuan pendidikan tinggi tempat bertugas, serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Pasal 46
(1) Kualifikasi akademik dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 diperoleh
melalui pendidikan tinggi program pascasarjana yang terakreditasi sesuai
dengan bidang keahlian.
(2) Dosen memiliki kualifikasi akademik minimum:
a. lulusan program magister untuk program diploma atau program sarjana;
b. lulusan program doktor untuk program pascasarjana.
(3) Setiap orang yang memiliki keahlian dengan prestasi luar biasa dapat
diangkat menjadi dosen.
(4) Ketentuan lain mengenai kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) dan keahlian dengan prestasi luar biasa sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) ditentukan oleh masing -masing senat akademik
satuan pendidikan tinggi.
Pasal 47
(1) Sertifikat pendidik untuk dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45
diberikan setelah memenuhi syarat sebagai berikut:
a. memiliki pengalaman kerja sebagai pendidik pada perguruan tinggi sekurang-
kurangnya 2 (dua) tahun;
b. memiliki jabatan akademik sekurang-kurangnya asisten ahli; clan
c. lulus sertifikasi yang dilakukan oleh perguruan tinggi yang menye -
lenggarakan program pengadaan tenaga kependidikan pada perguruan
tinggi yang ditetapkan oleh Pemerintah.
(2) Pemerintah menetapkan perguruan tinggi yang terakreditasi untuk
menyelenggarakan program pengadaan tenaga kependidikan sesuai dengan
kebutuhan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikat pendidik untuk dosen sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) clan penetapan perguruan tinggi yang terakreditasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan Pemerintah.
Pasal 48
(1) Status dosen terdiri atas dosen tetap clan dosen tidak tetap.
(2) Jenjang jabatan akademik dosen-tetap terdiri atas asisten ahli, lektor, lektor
kepala, clan profesor.
(3) Persyaratan untuk menduduki jabatan akademik profesor harus memiliki
kualifikasi akademik doktor.
(4) Pengaturan kewenangan jenjang jabatan akademik clan dosen -ticlak tetap
ditetapkan oleh setiap satuan pendidikan tinggi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 49
(1) Profesor merupakan jabatan akademik tertinggi pada satuan pendidikan
tinggi yang mempunyai kewenangan membimbing calon doktor.
(2) Profesor memiliki kewajiban khusus menulis buku dan karya ilmiah serta
menyebarluaskan gagasannya untuk mencerahkan masyarakat.
(3) Profesor yang memiliki karya ilmiah atau karya monumental lainnya yang
sangat istimewa dalam bidangnya dan mendapat pengakuan internasional
dapat diangkat menjadi profesor paripurna.
(4) Pengaturan lebih lanjut mengenai profesor par ipurna sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh setiap perguruan tinggi sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 50
(1) Setiap orang yang memiliki kualifikasi akademik clan kompetensi sebagai -
mana dimaksud dalam Pasal 45 mempunyai kesempatan yang sama untuk
menjadi dosen.
(2) Setiap orang, yang akan diangkat menjadi dosen sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), wajib mengikuti proses seleksi.
(3) Setiap orang clapat diangkat secara langsung menduduki jenja ng jabatan
akademik tertentu berdasarkan hasil penilaian terhadap kualifikasi akademik,
kompetensi, clan pengalaman yang dimiliki.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai seleksi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) clan pengangkatan serta penetapan jenjang jabatan akademik
tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditentukan oleh Setiap satuan
pendidikan tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban
Pasal 51
(1) Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, dosen berhak:
a. memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan
jaminan kesejahteraan social;
b. menclapatkan promosi clan penghargaan sesuai dengan tugas dan
prestasi kerja;
c. memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas
kekayaan intelektual;
d. memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi, akses
cumber belajar, informasi, sarana clan prasarana pembelajaran, serta
penelitian clan pengabdian kepada masyarakat;
e. memiliki kebebasan akademik, mimbar akademik, clan otonomi
keilmuan;
f. memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian clan menentukan
keiulusan peserta didik; dan
g. memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi/
organisasi profesi keilmuan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai hak dosen sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan peraturan Pemerintah.
Pasal 52
(1) Penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 51 ayat (1) huruf a meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat
pada gaji, serta penghasilan lain yang berupa tunjangan profesi, tunjangan
fungsional, tunjangan khusus, tunjangan kehormatan, serta maslahat
tambahan yang terkait dengan tugas sebagai dosen yang ditetapkan dengan
prinsip penghargaan atas dasar prestasi.
(2) Dosen yang diangkat oleh satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan
oleh Pemerintah atau pemerintah daerah diberi gaji sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(3) Dosen yang diangkat oleh satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh
masyarakat diberi gaji berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan
kerja bersama.
Pasal 53
(1) Pemerintah memberikan tunjangan profesi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 52 ayat (1) kepada dosen yang telah memiliki sertifikat pendidik yang
diangkat oleh penyelenggara pendidikan dan/atau satuan pendidikan tinggi
yang diselenggarakan oleh masyarakat.
(2) Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara
dengan 1 (satu) kah gaji pokok dosen yang diangkat oleh Pemerintah pada
tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.
(3) Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam
anggaran pendapatan clan belanja negara.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan profesi sebagaimana dimaksud
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 54
(1) Pemerintah memberikan tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 52 ayat (1) kepada dosen yang diangkat oleh Pemerintah.
(2) Pemerintah memberikan subsidi tunjangan fungsional sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) kepada dosen yang diangkat oleh satuan
pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(3) Tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan
dalam anggaran pendapatan dan belanja negara.
Pasal 55
(1) Pemerintah memberikan tunjangan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52
ayat (1) kepada dosen yang bertugas di daerah khusus.
(2) Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara
dengan 1 (satu) kali gaji pokok dosen yang diangkat oleh Pemerintah atau
pemerintah daerah pada tingkat, masa kerja, clan kualifikasi yang sama.
(3) Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam
anggaran pendapatan clan belanja negara.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan khusus sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2), clan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 56
(1) Pemerintah memberikan tunjangan kehormatan kepada profesor yang
diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan tinggi
setara 2 (du g) kali gaji pokok profesor yang diangkat oleh pemerintah pada
tingkat, masa kerja, clan kualifikasi yang sama.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan kehormatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 57
(1) Maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) merupakan
tambahan kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk tunjangan pendidikan,
asuransi pendidikan, beasiswa, clan penghargaan bagi dosen, serta kernuclahan
untuk memperoleh pendidikan bagi putra clan putri dosen, pelayanan kese-
hatan, atau bentuk kesejahteraan lain.
(2) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menjamin terwujudnya maslahat
tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai maslahat tambahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) clan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 58
Dosen yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan
tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat berhak memperoleh jaminan
sosial tenaga kerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 59
(1) Dosen yang mendalami clan mengembangkan bidang ilmu langka berhak
memperoleh dana clan fasi I itas khusus dari Pemerintah dan/atau pemerintah
daerah.
(2) Dosen yang diangkat oleh Pemerintah di daerah khusus, berhak atas rumah
dinas yang disediakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai
dengan kewenangan.
Pasal 60
Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, dosen berkewajiban:
a. melaksanakan pendidikan, penelitian, clan pengabdian kepada masyarakat;
b. merencanakan, melaksanakan proses pembelajaran, serta menilai
clan mengevaluasi hasil pembelajaran;
C. meningkatkan clan mengembangkan kualifikasi akademik clan
kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan
ilmu pengetahuan, teknologi, clan Beni;
d. bertinclak objektif clan ticlak diskriminatif atas clasar pertimbangan
jenis kelamin, agama, suku, ra y , kondisi fisik tertentu, atau latar
belakang sosioekonomi peserta didik dalam pembelajaran;
e. menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, clan kode
etik, serta nilai-nilai agama clan etika; dan
f. memelihara clan memupuk persatuan clan kesatuan bangsa.
Bagian Ketiga
Wajib Kerja dan Ilkatan Dings
Pasal 61
(1) Dalam keadaan darurat pemerintah clapat memberlakukan ketentuan
wajib kerja kepada dosen dan/atau warga negara Indonesia lain yang
memenuhi kualifikasi akademik clan kompetensi untuk
melaksanakan tugas sebagai dosen di daerah khusus.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penugasan warga negara
Indonesia sebagai dosen dalam keadaan darurat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 62
(1) Pemerintah dapat menetapkan pola ikatan dinas bagi calon dosen
untuk memenuhi kepentingan pembangunan pendidikan nasional,
atau untuk memenuhi kepentingan pembangunan daerah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pola ikatan dinas bagi calon
dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Bagian Keempat
Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan, dan Pemberhentian
Pasal 63
(1) Pengangkatan clan penempatan dosen pada satuan pendidikan tinggi dilakukan
secara objektif clan transparan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Pengangkatan dan penempatan dosen pada satuan pendidikan tinggi yang
diselenggarakan oleh pemerintah diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(3) Pengangkatan dan penempatan dosen pada satuan pendidikan tinggi yang
diselenggarakan oleh masyarakatdilakukan oleh penyelenggara pendidikan
atau satuan pendidikan tinggi yang bersangkutan berdasarkan perjanjian
kerja atau kesepakatan kerja bersama.
(4) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan
tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat untuk menjamin terseleng -
garanya pendidikan yang bermutu.
Pasal 64
(1) Dosen yang diangkat oleh pemerintah dapat ditempatkan pada jabatan
struktural sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan dosen yang diangkat oleh
pemerintah pada jabatan struktural sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 65
Tenaga kerja asing yang dipekerjakan sebagai dosen pada satuan pendidikan
tinggi di Indonesia wajib mematuhi peraturan perundang -undangan.
Pasal 66
Pemindahan dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh
masyarakat diatur oleh penyelenggara pendidikan berdasarkan perjanjian kerja
atau kesepakatan kerja bersama.
Pasal 67
(1) Dosen dapat diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena:
a. meninggal dunia;
b. telah mencapai batas usia pensiun;
C. atas permintaan sendiri;
d. tidak dapat melaksanakan tugas secara terus-menerus selama 12
(dua betas) bulan karena sakit jasmani dan/atau rohani; atau
e. berakhirnya perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama antara
dosen dan penyelenggara pendidikan.
(2) Dosen dapat diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya karena:
a. melanggar sumpah dan janji jabatan;
b. melanggar perjanjian anjian kerja atau kesepakatan kerja bersama; atau
c. melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas selama 1 (satu) bulan
atau lebih secara terus-menerus.
(3) Pemberhentian dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) clan ayat
(2) dilakukan oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan tinggi
yang bersangkutan berclasarkan peraturan perundang-undangan.
(4) Pemberhentian dosen karena batas usia pensiun sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b dilakukan pada usia 65 (enam puluh lima) tahun.
(5) Profesor yang berprestasi dapat cliperpanjang batas usia pensiunnya
sampai 70 (tujuh puluh) tahun.
(6) Dosen yang diangkat oleh pemerintah yang diberhentikan dari
jabatannya, kecuali sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a clan huruf b,
ticlak dengan sendirinya diberhentikan sebagai pegawai negeri sipil.
Pasal 68
(1) Pemberhentian dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (2)
dapat dilakukan setelah dosen yang bersangkutan diberikan
kesempatan untuk membela diri.
(2) Dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh
masyarakat yang diberhentikan dengan hormat ticlak atas permintaan sendiri
memperoleh kompensasi financial sesuai dengan perjanjian kerja atau
kesepakatan kerja bersama.
Bagian Kelima
Pembinaan dan Pengembangan
Pasal 69
(1) Pembinaan clan pengembangan dosen meliputi pembinaan clan
pengembangan profesi dan karier.
(2) Pembinaan clan pengembangan profesi dosen sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian,
kompetensi social, clan kompetensi profesional.
(3) Pembinaan dan pengembangan profesi dosen dilakukan melalui jabatan
fungsional.
(4) Pembinaan clan pengembangan karier dosen sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi penugasan, kenaikan pangkat, clan promosi.
Pasal 70
Kebijakan strategic pembinaan clan pengembangan profesi clan karier dosen
pada satuan pendidikan tinggi yang diselen ggarakan oleh pemerintah atau
masyarakat ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Pasal 71
(1) Pemerintah wajib membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan
kompetensi dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh
pemerintah dan/atau masyarakat.
(2) Satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib
membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi dosen.
(3) Pemerintah wajibmemberikan anggaran untukmeningkatkan profesionalitas
dan pengabdian dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan
oleh Pemerintah dan/atau masyarakat.
Pasal 72
(1) Beban kerja dosen mencakup kegiatan pokok, yaitu merencanakan
pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran, melakukan evaluasi
pembelajaran, membimbing dan melatih, melakukan penelitian, melakukan
tugas tambahan, serta melakukan pengabdian kepada masyarakat.
(2) Beban kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang -kurangnya
sepadan dengan 12 (dua belas) satuan kredit semester (SKS) da n sebanyak-
banyaknya 16 (enam belas) satuan kredit semester.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai beban kerja dosen sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur oleh setiap satuan pendidikan
tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Bagian Keenam
Penghargaan
Pasal 73
(1) Dosen yang berprestasi, berdedikasi luar biasa, dan/atau bertugas di daerah
khusus berhak memperoleh penghargaan.
(2) Dosen yang gugurdalam melaksanakan tugas di daerah khusus memperoleh
penghargaan dari pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
Pasal 74
(1) Penghargaan dapat diberikan pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat,
organisasi profesi keilmuan, dan/atau satuan pendidikan tinggi.
(2) Penghargaan dapat diberikan pada tingkat satuan pendidikan tinggi,
tingkat kabupaten/kota, tingkat provinsi, tingkat nasional, dan/atau tingkat
internasional.
(3) Penghargaan dapat diberikan dalam bentuk tanda jasa, kenaikan pangkat istimewa,
finansial, piagam, dan/atau bentuk penghargaan lain.
(4) Penghargaan kepada dosen dilaksanakan dalam rangka memperingati hari
ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia, hari ulang tahun provinsi, hari
ulang tahun kabupaten/kota, hari ulang tahun satuan pendidikan tinggi, hari
pendidikan nasional, dan/atau hari besar lain.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian penghargaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketujuh
Perlindungan
Pasal 75
(1) Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profe si, dan/atau
satuan pendidikan tinggi wajib memberikan perlindungan terhadap dosen
dalam pelaksanaan tugas.
(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan
hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan
kesehatan kerja.
(3) Perlindungan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup
perlindungan terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan
diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta
didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, dan/atau pihak lain.
(4) Perlindungan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup
perlindungan terhadap pelaksanaan tugas dosen sebagai tenaga
profesional yang meliputi pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan
peraturan perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar,
pembatasan kebebasan akademik, mimbar akademik, dan otonomi keilmuan,
serta pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat dosen dalam
pelaksanaan tugas.
(5) Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) meliputi perlindungan terhadap risiko gangguan
keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja,
bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau risiko lain.
(6) Dalam rangka kegiatan akademik, dosen mendapat perlindungan untuk
menggunakan data dan sumber yang dikategorikan terlarang oleh peraturan
perundang-undangan.
Bagian Kedelapan
c u t i
Pasal 76
(1) Dosen memperoleh cuti sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Dosen memperoleh cuti untuk studi dan penelitian atau untuk
pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dengan
memperoleh hak gaji penuh.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai cuti sebagaimana dimaksud pada
pada ayat 0) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI
SANKSI
Pasal 77
(1) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah yang
tidak menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20
dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. tegu ra n;
b. peringatan tertulis;
c. penundaan pemberian hak guru;
d. penurunan pangkat;
e. pemberhentian dengan hormat; atau
f. pemberhentian tidak dengan hormat.
(3) Guru yang berstatus ikatan dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
yang tidak melaksanakan tugas sesuai dengan perjanjian kerja atau
kesepakatan kerja bersama diberi sanksi sesuai dengan perjanjian ikatan
dinas.
(4) Guru yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat, yang tidak
menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20
dikenai sanksi sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja
bersama.
(5) Guru yang melakukan pelanggaran kode etik dikenai sanksi oleh
organisasi profesi.
(6) Guru yang dikenai sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat
(2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) mempunyai hak membela diri.
Pasal 78
(1) Dosen yang diangkat oleh pemerintah yang tidak menjalankan kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 dikenai sanksi sesuai deng an
peraturan perundang-undangan.
(2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. teguran;
b. peringatan tertulis;
c. penundaan pemberian hak dosen;
d. penurunan pangkat clan jabatan akademik;
e. pemberhentian dengan hormat; atau
f. pemberhentian tidak dengan hormat.
(3) Dosen yang diangkatoleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan
tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat yang tidak menjalankan
kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 dikenai sanksi sesuai
dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
(4) Dosen yang berstatus ikatan dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal
62 yang tidak melaksanakan tugas sesuai dengan perjanjian kerja atau
kesepakatan kerja bersama diberi sanksi sesuai dengan perjanjian ikatan
dinas.
(5) Dosen yang dikenai sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
ayat (3), dan ayat (4) mempunyai hak membela diri.
Pasal 79
(1) Penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang melakukan
pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24,
Pasal 34, Pasa( 39, Pasal 63 ayat (4), Pasal 71, dan Pasal 75 diberi sanksi
sesuai dengan peraturar perundang-undangan.
(2) Sanksi bagi penyelenggara pendidikan berupa:
a. teguran;
b. peringatan tertulis;
c. pembatasan kegiatan penyelenggaraan satuan pendidikan; atau
d. pembekuan kegiatan penyelenggaraan satuan pendidikan.
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 80
(1) Pada saat mulai berlakunya Undang-Undang ini:
a. guru yang belum memiliki sertifikat pendidik memperoleh tunjangan
fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) dan ayat (2) dan
memperoleh maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19
ayat (2) paling lama 10 (sepuluh) tahun, atau gur u yang bersangkutan
telah memenuhi kewajiban memiliki sertifikat pendidik.
b. dosen yang belum memiliki sertifikat pendidik memperoleh tunjangan fungsional
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat 0) clan ayat (2) dan memperoleh
maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) paling lama 10
(sepuluh) tahun, atau dosen yang bersangkutan telah memenuhi kewajiban memiliki
sertifikat pendidik.
(2) Tunjangan fungsional dan maslahat tambahan bagi guru dan dosen
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di alokasikan dalam anggaran
pendapatan clan belanja negara clan anggaran pendapatan clan belanja
daerah.
Pasal 81
Semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan guru dan dosen
tetap berlaku sepanjang ticlak bertentangan atau belum diganti dengan peraturan
barn berclasarkan Undang-Undang ini.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 82
(1) Pemerintah mulai melaksanakan program sertifikasi pendidik paling lama
dalam waktu 12 (dua belas) bulan terhitung sejak berlakunya Undang -
Undang ini.
(2) Guru yang belum memiliki kualifikasi akademik dan sertifikat pendidik
sebagaimana dimaksud pada Undang-Undang ini wajib memenuhi kualifikasi
akademik dan sertifikat pendidik paling lama 10 (sepuluh) tahun sejak
berlakunya Undang-Undang ini.
Pasal 83
Semua peraturan perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan
Undang-Undang ini hares diselesaikan selambat-lambatnya 18 (delapan belas)
bulan sejak berlakunya Undang-Undang ini.
Pasal 94
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang
ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Lampiran 2
Menimbang:
a. bahwa pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
tahun 1945 mengamanatkan Pemerintah Negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia can seluruh tumpah darah
Indonesia clan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, clan ikut melaksanakan ketertiban clunia yang
berclasarkan kemerdekaan, perclamaian abadi clan keadilan sosial;
b. bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
mengamanatkan Pemerintah mengusahakan clan menyelenggarakan
satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan can
ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak mu I ia dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang;
C. bahwa sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin
pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi
clan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan
sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, clan
global sehingga perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana,
terarah, clan berkesinambungan;
d. bahwa Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan
Nasional tidak memadai lagi clan perlu diganti serta perlu
disempurnakan agar sesuai dengan amanat perubahan Undang -
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
e. bahwa berdasarkan per timbangan sebagaimana dimaksud pada
huruf a, b, c, can d perlu membentuk Unclang-Unclang tentang
Sistem Pendidikan Nasional.
Mengingat:
Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28 C ayat (1), Pasal 31, dan Pasal 32 Undang -
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Memutuskan
Menetapkan
Undang-Undang Tentang Sistem Pendidikan Nasional
B A B I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
B A B I I
D ASAR, FUNG SI, D AN TUJUAN
Pasal 2
BAB III
PRINSIP PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN
Pasal 4
BAB IV
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA,
ORANG TUA, MASYARAKAT, DAN PEMERINTAH
Bagian Kesatu
Hak dan Kewajiban Warga Negara
Pasal 5
(1 ) Se ti ap warga n egara mempuny ai h ak y an g s ama un tuk mempe rol eh
pendidikan yang bermutu.
(2) Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual,
dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.
(3) Warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat
y an g terpe n cil be rh ak me mpe role h pe ndidik an lay an an k hus us .
(4 ) Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan clan bakat istimewa
berhak memperoleh pendidikan khusus.
(5) Setiap warga negara berhak mendapat kesempatan meningkatkan pen -
didikan sepanjang hayat.
Pasal 6
(1) Setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima betas tahun
wajib mengikuti pendidikan dasar.
(2) Setiap warga negara bertanggung jawab terhadap keberlangsungan
penyelenggaraan pendidikan.
Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban Orang Tua
Pasal 7
(1) Orang tua berhak berperan serta dalam memilih satuan pendidikan dan
memperoleh inf ormasi tentang perkembangan pendidikan an aknya.
(2) Orang tua dari anak usia wajib belajar, berkewajiban memberikan
pendidikan dasar kepada anaknya.
Bagian Ketiga
Hak dan Kewajiban Masyarakat
Pasal 8
Pasal 11
Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan clan
BAB V
PESERTA DIDIK
Pasal 12
BAB VI
JALUR, JENJANG, DAN JENIS PENDIDIKAN
Bagian Kesatu
UMUM
Pasal 13
(1) jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, clan informal
yang dapat Baling melengkapi dan memperkaya.
(2) Pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselenggarakan dengan
sistem terbuka melalui tatap muka dan/atau melalui jarak jauh.
Pasal 14
Jalur, jenjang, clan jenis pendidikan dapat diwujudkan dalam bentuk satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/
atau masyarakat.
Bagian Kedua
Pendidikan Dasar
Pasal 17
Bagian Ketiga
Pendidikan Menengah
Pasal 18
Bagian Keempat
Pendidikan Tinggi
Pasal 19
(1) Pend id ikan ti nggi meru pakan jenjang pendiclikan setelah pend id i kan menengah
yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan
doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.
(2) Pendidikan tinggi diselenggarakan dengan sistem terbuka.
Pasal 20
(1) Pada universitas, institut, dan sekolah tinggi dapat diangkat guru
besar atau profesor sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
(2) Sebutan guru besar atau profesor hanya dipergunakan selama
yang bersangkutan masih aktif bekerja sebagai pendidik di
perguruan tinggi.
Pasal 24
Bagian Kelima
Pendidikan Nonformal
Pasal 26
Bagian Keenam
Pendidikan Informal
Pasal 27
(1) Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan
berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.
(2) Hasil pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diakui sama dengan
pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai
dengan standar nasional pendidikan.
(3) Ketentuan mengenai pengakuan hasil pendidikan informal sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketujuh
Pendidikan Anak Usia Dini
Pasal 28
Bagian Kedelapan
Pendidikan Kedinasan
Pasal 29
Bagian Kesembilan
Pendidikan Keagamaan
Pasal 30
Bagian Kesepuluh
Pendidikan jarak jauh
Pasal 31
(1) Pendidikan jarak jauh dapat diselenggarakan pada semua jalur, jenjang,
dan jenis pendidikan.
(2) Pendidikan jarak jauh berfungsi memberikan layanan pendidikan kepada
kelompok masyarakat yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap
muka atau reguler.
(3) Pendidikan jarak jauh diselenggarakan dalam berbagai bentuk, modus,
dan cakupan yang didukung oleh sarana dan layanan belajar Berta sistem
penilaian yang menjamin mutu lulusan sesuai dengan standar nasional
pendidikan.
(4) Ketentuan mengenai penyelenggaraan pendidikan jarak jauh sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
Bagian Kesebelas
Pendidikan Khusus dan
Pendidikan Layanan Khusus
Pasal 32
(1) Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki
tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan
fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan
bakat istimewa.
(2) Pendidikan layanan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik di
daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/
atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi
ekonomi.
(3) Ketentuan mengenai pelaksanaan pendidikan khusus dan pendi dikan
layanan khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VII
BAHASA PENGANTAR
Pasal 33
(1) Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara menjadi bahasa pengantar dalam
pendidikan nasional.
(2)Bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar dalam tahap
awal pendidikan apabila diperlukan dalam penyampaian pengetahuan
dan/atau keterampilan tertentu.
(3)Bahasa asing dapat digunakan sebagai bahasa pengantar pada satuan
pendidikan tertentu untuk mendukung kemampuan berbahasa asing peserta
didik.
BAB VIII
WAJIB BELAJAR
Pasal 34
(1) Setiap warga negara yang berusia 6 (enam) tahun dapat mengikuti program
wajib belajar.
(2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terse I enggara nya wajib
belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.
BAB IX
STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN
Pasal 35
(1) Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan,
tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan
penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala.
(2) Standar nasional pendidikan cligunakan sebagai acuan pengembangan
kurikulum, tenaga kependidikan, sarana clan prasarana, pengelolaan, dan
pembiayaan.
(3) Pengembangan standar nasional pendidikan Berta pemantauan dan pelaporan
pencapaiannya secara nasional dilaksanakan oleh suatu badan standardisasi,
penjaminan, dan pengendalian mutu pendidikan.
(4) Ketentuan mengenai standar nasional p endidikan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), ayat (2), clan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
BAB X
KURIKULUM
Pasal 36
(1) Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar
nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
(2) Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan
prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan
peserta didik.
(3) Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidika n dalam kerangka
Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan
a. peningkatan iman dan takwa;
b. peningkatan akhlak mulia;
C. peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik;
d. keragaman potensi daerah dan lingkungan;
e. tuntutan pembangunan daerah dan nasional;
f. tuntutan dunia kerja;
g. perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
h. agama;
i. dinamika perkembangan global; dan
j. persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan
(4) Ketentuan mengenai pengembangan kurikulum sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 37
(1) Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat:
a. pendidikan agama;
b. pendidikan kewarganegaraan;
C. bahasa;
d. matematika;
e. ilmu pengetahuan alam;
f. ilmu pengetahuan sosial;
g. seni dan budaya;
h. pendidikan jasmani dan olahraga;
i. keterampilan/kejuruan; dan
j. muatan lokal
(2) Kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat:
a. pendidikan agama;
b. pendidikan kewarganegaraan; dan
c. bahasa.
(3) Ketentuan mengenai kurikulum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan
ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 38
(1) Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan dasar dan menengah
ditetapkan oleh Pemerintah.
(2) Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan
relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite
sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervise din g s pendidikan atau
kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar dan
Propinsi untuk pendidikan menengah.
(3) Kurikulum pendidikan tinggi dikembangkan oleh perguruan tinggi yang
bersangkutan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk
setiap program studi.
(4) Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan tinggi dikembangkan oleh
perguruan tinggi yang bersangkutan dengan mengacu pada standar nasional
pendidikan untuk setiap program studi.
B A B X I
PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
Pasal 39
(1) Pendidik clan tenaga kependidikan dapat bekerja secara lintas daerah.
(2) Pengangkatan,penempatan,danpenyebaranpendidikdantenagakependidikan
diatur oleh lembaga yang mengangkatnya berdasarkan kebutuhan satuan
pendidikan formal.
(3) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan dengan
pendidik dan tenaga kependidikan yang diperlukan untuk menjamin terse I
enggara nya pendidikan yang bermutu.
Pasal 43
BAB X11
SARANA DAN PRASARANA PENDIDIKAN
Pasal 45
(1) Setiap satuan pendidikan formal clan nonformal menyediakan sarana clan
prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan sesuai dengan pertumbuhan
clan perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional, clan
kejiwaan peserta didik.
(2) Ketentuan mengenai penyediaan sarana clan prasarana pendidikan pada
semua satuan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
B A B X 1 1 1
P E ND AN A AN P E N D ID IK AN
Bagian Kesatu
Tanggung Jawab P endanaan
Pasal 46
(1) Pendanaanpendidikanmenjaditanggungjawabbersamaantarapemerintah,
pemerintah daerah, clan masyarakat.
(2) Pemerintah clan Pemerintah Daerah bertanggungjawab menyediakan
anggaran pendidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 31 ayat (4) Undang -
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
(3) Ketentuan mengenai tanggung jawab penclanaan pendidikan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) clan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
Bagian Kedua
Sumber Pendanaan Pendidikan
Pasal 47
(3) Sumber pendanaan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) clan ayat
(2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga
Pengelolaan Dana Pendidikan
Pasal 48
Bagian Keempat
Pengalokasian Dana Pendidikan
Pasal 49
(1)Dana pendidikan selain gaji pendidik clan biaya pendidi kan kedinasan
dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan clan Belanja
Negara (APBN) pada sektor pendidikan clan minimal 20% dari Anggaran
Pendapatan clan Belanja Daerah (APED).
(2)Gaji guru clan dosen yang diangkat oleh pemerintah dialokasikan dalam
Anggaran Pendapatan clan Belanja Negara (APBN).
(3)Dana pendidikan dari pemerintah clan pemerintah daerah untuk satuan
pendidikan diberikan dalam bentuk hibah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(4)Dana pendidikan dari pemerintah kepada peme rintah daerah diberikan
dalam bentuk hibah sesuai dengan peraturan perundang -undangan yang
berlaku.
(5) Ketentuan mengenai pengalokasian dana pendidikan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) d iatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
B A B X I V
PENGELOLAAN PENDIDIKAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 50
(1) Pengelolaan sistem pendidikan nasional merupakan tanggung jawab Menteri.
(2) Pemerintah menentukan kebijakan nasional dan stanclarnasional pendidikan
untuk menjamin mutu pendidikan nasional.
(3) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah menyelenggarakan sekurang -
kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk
dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional.
(4) Pemerintah Daerah Propinsi melakukan koordinasi atas penyelenggaraan
pendidikan.
(5) pengembangantenagakependidikan,dan penyediaanfasilitaspenyelenggaraan
pendidikan limas daerah Kabupaten/Kota untuk tingkat pendidikan dasar dan
menengah.
(6) Pemerintah Kabupaten/Kota mengelola pendidikan dasar dan pendidikan
menengah, serta satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal.
(7) Perguruan tinggi menentukan kebijakan dan memiliki otonomi dalam me -
ngelola pendidikan di lembaganya.
(8) Ketentuan mengenai pengelolaan pendidikan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 51
(1) Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pen -
didikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal
dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah. (2) Pengelolaan satuan
pendidikan tinggi dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi, akuntabilitas,
jaminan mutu, dan evaluasi yang transparan.
(3) Ketentuan mengenai pengelolaan satuan pendidikan sebagaimana dimaksud
dalam ayat 0) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 52
Bagian Kedua
Badan Hukum Pendidikan
Pasal 53
BAB XV
PERAN SERTA MASYARAKAT
DALAM PENDIDIKAN
Bagian Kesatu
UMUM
Pasal 54
(1) Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perseorangan,
kelompok, kel uarga, organ isasi profesi, pengusaha, clan organ isasi
kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan
pendidikan.
(2) Masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber, pelaksana, clan pengguna
hasil pendidikan.
(3) Ketentuan mengenai peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) clan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua
Pendidikan Berbasis Masyarakat
Pasal 55
(1)Masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat
pada pendidikan formal clan nonformal sesuai dengan kekhasan ag ama,
lingkungan social, clan budaya untuk kepentingan masyarakat.
(2)Penyelenggara pendidikan berbasis masyarakat mengembangkan clan me -
laksanakan kurikulum clan evaluasi pendidikan, serta manajemen clan
pendanaannya sesuai dengan stanclar nasional pendidikan.
(3)Dana penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat dapat bersumber
dari penyelenggara, masyarakat, pemerintah, pemerintah daerah dan/
atau sumber lain yang ticlak bertentangan dengan peraturan perunclang -
unclangan yang berlaku.
(4)Lembaga pendidikan berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis,
subsidi dana, clan sumber daya lain secara adil clan merata dari pemerintah
dan/atau pemerintah daerah.
(5)Ketentuan mengenai peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
Bagian Ketiga
Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah/Madrasah
Pasal 56
(1) Masyarakat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang
meliputi perencanaan, pengawasan, clan evaluasi program pendidikan
melalui dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah.
(2) Dewan pendidikan sebagai lembaga mandiri dibentuk clan berperan dalam
peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan pertimban gan,
arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan
pendidikan pada tingkat Nasional, Provinsi, clan Kabupaten/ Kota yang ticlak
mempunyai hubungan hirarkis.
(3) Kom iteseko I a h/m ad rasa h, sebagai lembaga mandiri, dibentuk d an berperan
calam peningkatan mutu pelayanan dengan memberikan pertimbangan,
arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan
pendidikan pada tingkat satuan pendidikan.
(4) Ketentuan mengenai pembentukan dewan pendidikan dan komite sekolah/
madrasah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
B A B X V I
EVALUASI, AKREDITASI, DAN SERTIFIKASI
Bagian Kesatu
Evaluasi
Pasal 57
(2) Evaluasi dilakukan terhadap p eserta didik, lembaga, dan program pen -
didikan pada jalur formal can nonformal untuk semua jenjang, satuan, dan
jenis pendidikan.
Pasal 58
(1) Evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau
proses, kemajuan, dan p erbaikan hasil belajar peserta didik secara berke -
sinambungan.
(2) Evaluasi peserta didik, satuan pendidikan, dan program pendidikan dilakukan
oleh lembaga mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistemik
untuk menilai pencapaian standar nasional pendidikan.
Pasal 59
Bagian Kedua
Akreditasi
Pasal 60
(1) Akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan
pendidikan pada jalur pendidikan formal dan non formal pada setup jenjang
dan jenis pendidikan. Akreditasi terhadap program clan satuan pendidikan
dilakukan oleh manajemen
pemerintah dan/atau lembaga mandiri yang berwenang sebagai bentuk
akuntabilitas publik.
(2) Akreditasi dilakukan atas clasar kriteria yang bersifat terbuka.
(3) Ketentuan mengenai akreditasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), aya t
(2), clan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga
sertifikasi
Pasal 61
(1) Sertifikat berbentuk ijazah clan Sertifikat kompetensi.
(2) Ijazah diberikan kepada peserta didik sebagai pengakuan terhadap prestasi
belajar dan/atau penyelesaian suatu jenjang pendidikan setelah lulus ujian
yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi.
(3) Sertifikat kompetensi diberikan oleh penyelenggara pendidikan clan
lembaga pelatihan kepada peserta didik dan warga masyarakat sebagai
pengakuan terhadap kompetensi untuk melakukan pekerjaan tertentu setelah lulus
uji kompetensi yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan
yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi.
(4) Ketentuan mengenai sertifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat
(2), clan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
B A B X V I I
PENDIRIAN SATURN PENDIDIKAN
Pasal 62
(1) Setiap satuan pendidikan formal can nonformal yang didirikan wajib
memperoleh izin pemerintah atau pemerintah caerah.
(2) Syarat-syarat untuk memperoleh izin, meliputi isi pendidikan, jumlah
dan kualifikasi pencliclik dan tenaga kependidikan, sarana clan p rasarana
pendidikan, pembiayaan pendidikan, sistem evaluasi dan sertifikasi, serta
manajemen dan proses pendidikan.
(3) Pemerintah atau Pemerintah Daerah memberi atau mencabut izin pendirian
satuan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang -undangan yang
berlaku.
(4) Ketentuan mengenai pendirian satuan pendidikan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), ayat (2), clan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 63
B A B X V I I I
PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN
OLEH LEMBAGA NEGARA LAIN
Pasal 64
BAB XIX
PENGAWASAN
Pasal 66
(1) Pemerintah, Pemerintah Daerah, dewan pendidikan, can komite sekolah/
madrasah melakukan pengawasan atas penyelenggaraan pendidikan pada
semua jenjang clan jenis pendidikan sesuai dengan kewenangan masing -
masing. de
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan
prinsip transparansi clan akuntabilitas publik. l
(3) Ketentuan mengenai pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XX
KETENTUAN PIDANA
Pasal 67
Pasal 70
Lulusan yang karya ilmiah yang digunakannya untuk mendapatkan gelar
akademik, profesi, atau vokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2)
terbukti merupakan jiplakan dipidana dengan pidana penjara paling lama dua
tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah).
Pasal 71
Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan tanpa izin pemerintah atau
Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (1) dipidana
dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan/atau pidana denda
paling banyak Rp 1 .000.000.000,00 (sate miliar rupiah).
BAB XXI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 72
Penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal yang pada saat undang-undang
ini diundangkan belum berbentuk badan hukum pendidikan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 53 tetap berlaku sampai dengan terbentuknya undang -
undang yang mengatur badan hukum pendidikan.
Pasal 73
Pemerintah atau Pemerintah Daerah wajib memberikan izin paling lambat dua
tahun kepada satuan pendidikan formal yang telah berjalan pada saat undang -
undang ini diundangkan belum memiliki izin
Pasal 74
B A B X X I I
KE TE NTUAN PE NUTUP
Pasal 75
Pasal 76