Anda di halaman 1dari 27

TEKNIK PEMBERIAN OBAT

A. PEMBERIAN OBAT PER ORAL

Pemberian obat per oral merupakan cara yang paling banyak dipakai karena ini
merupakan cara yang paling mudah, murah, dan nyaman bagi pasien. Berbagai bentuk obat
dapat diberikan secara oral baik dalam bentuk tablet, sirup, kapsul atau puyer. Untuk
membantu absorbs, maka pemberian obat per oral dapat disertai dengan pemberian setengah
gelas air atau cairan yang lain.

Kelemahan pemberian obat per oral adalah pada aksinya yang lambat sehingga cara
ini tidak dapat dipakai pada keadaan gawat. Obat yang diberikan per oral biasanya
membutuhkan waktu 30-45 menit sebelum diabsorbsi dan efek puncaknya dicapai setelah 1-
1 jam. Rasa atau bau obat yang tidak enak sering mengganggu pasien. Cara per oral tidak
dapat dipakai pada pasien yang mengalami mual-mual, muntah, semi koma, pasien yang akan
menjalani pengisapan cairan lambung serta pada pasien yang mempunyai gangguan menelan.

Beberapa jenis obat dapat mengakibatkan iritasi lambung dan menyebabkan muntah
(misal garam besi dan salisilat). Untuk mencegah hal ini obat dipersiapkan dalam bentuk
kapsul yang diharapkan tetap utuh dalam suasana asam di lambung, tetapi menjadi hancur
pada suasana netral atau basa di usus. Dalam memberikan obat jenis ini, bungkus kapsul tidak
boleh dibuka, obat tidak boleh dikunyah dan pasien diberi tahu untuk tidak minum antacid
atau susu sekurang-kurangnya satu jam setelah minum obat.

Apabila obat dikemas dalam bentuk sirup, maka pemberian harus dilakukan dengan
cara yang paling nyaman khususnya untuk obat yang pahit atau rasanya tidak enak. Pasien
dapat diberi minuman dingin (es) sebelum minum sirup tersebut. Sesudah minum sirup
pasien dapat diberi minum , pencuci mulut atau kembang gula.

1
Persiapan pemberian obat per oral:

A. Kartu pesanan obat harus diperiksa secara hati-hati tentang pesanan obatnya. Sebelum
mengambil/mengeluarkan obat, perawat harus mencocokan kartu pertama obat
dengan tabel pada botol kemasan obat. Setiap label harus dibaca tiga kali untuk
meyakinkan obat yang diberikan.
1. Pada saat botol obat diambil dari almari
2. Pada saat mencocokan dengan kartu pesanan obat
3. Pada saat dikembalikan
B. Obat dalam bentuk cair dituangkan menjauhi sisi label, sejajar dengan mata pada
permukaan yang datar. Sebelum mengembalikan obat ke dalam almari atau lemari es,
perawat harus mengusap bibir botol sehingga obat tidak lengket atau merusak label.
C. Tablet dan kapsul dikeluarkan dari botolnya pada tutupnya kemudian pada mangkok
yang dialasi kertas untuk diberikan pada pasien. Kapsul dan tablet tidak boleh
dipegang.

Cara kerja pemberian obat per oral


Peralatan:
1. Baki berisi obat-obatan atau kereta sorong obat-obatan (tergantung sarana yang ada)
2. Kartu rencana pengobatan
3. Cangkir disposable untuk tempat obat
4. Martil dan lumping penggerus (bila diperlukan)

Tahap Kerja:
1. Siapkan peralatan dan cuci tangan
2. Kaji kemampuan pasien untuk dapat minum obat per oral(kemampuan menelan, mual
dan muntah, akan dilakukan penghisapan cairan lambung atau tidak boleh
makan/minum)
3. Periksa kembali order pengobatan (nama pasien, nama dan dosis obat, waktu dan cara
penmberian). Bila ada keraguan laporkan ke perawat jaga atau dokter)
4. Ambil obat sesuai yang diperlukan (Baca order pengobatan dan ambil obat di almari,
rak atau lemari es sesuai yang diperlukan)
5. Siapkan obat-obatan yang akan diberikan (gunakan teknik aseptic, jangan menyentuh
obat dan cocokan dengan order pengobatan)

2
6. Berikan obat pada waktu dan cara yang benar yaitu dengan cara:
- Yakin bahwa tidak ada pasien yang salah
- Atur posisi pasien duduk bila mungkin
- Kaji tanda-tanda vital pasien
- Berikan cairan/air yang cukup untuk membantu menelan, bila sulit menelan
anjurkan pasien meletakan obat di lidah bagian belakang, kemudian pasien
dianjurkan minum.
- Bila obat mempunyai rasa tidak enak, beri pasien beberapa butir es batu untuk
diisap sebelumnya atau berikan obat dengan menggunakan lumatan apel atau
pisang.
7. Catat tindakan yang telah dilakukan meliputi nama dan dosis obat yang diberikan,
setiap keluhan dan hasil pengkajian pada pasien. Bila obat tidak dapat masuk, catat
secara jelas dan tulis tanda tangan anda dengan jelas.
8. Kembalikan semua peralatan yang dipakai dengan tepat dan benar kemudian cuci
tangan.
9. Lakukan evaluasi mengenai efek obat pada pasien kurang lebih 30 menit setelah
waktu pemberian.

B. PEMBERIAN SECARA SUBLINGUAL

Obat dapat diberikan pada pasien secara sublingual yaitu dengan cara meletakan obat di
bawah lidah. Meskipun cara ini jarang dilakukan, namun perawat harus mampu
melakukannya. Dengan cara ini, aksi kerja obat lebih cepat yaitu setelah hancur dibawah
lidah maka obat segera mengalami absorbs ke dalam pembuluh darah.

Cara ini juga mudah dilakukan dan pasien tidak mengalami kesakitan. Pasien diberitahu
untuk tidak menelan obat karena bila ditelan, obat menjadi tidak aktif oleh adanya proses
kimiawi dengan cairan lambung. Untuk mencegah obat tidak ditelan, maka pasien diberitahu
untuk membiarkan obat tetap di bawah lidah sampai obat menjadi hancur dan terserap. Obat
yang sering diberikan dengan cara ini adalah nitrogliserin yaitu obat vasodilator yang
mempunyai efek vasodilatasi pembuluh darah. Obat ini banyak diberikan pada pasien yang
mengalami nyeri dada akibat angina pectoris. Dengan cara sublingual, obat bereaksi dalam
satu menit dan pasien dapat merasakan efeknya dalam waktu tiga menit.

3
C. PEMBERIAN OBAT SECARA BUKAL

Dalam pemberian obat secara bukal, obat diletakkan antara gigi dengan selaput lendir
pada pipi bagian dalam. Seperti pada pemberian secara sublingual, pasien dianjurkan untuk
membiarkan obat pada selaput lendir pipi bagian dalam sampai obat hancur dan diabsorbsi.
Kerjasama pasien sangat penting dalam pemberian obat cara ini karena biasanya pasien akan
menelan yang akan menyebabkan obat menjadi tidak efektif.

Cara pemberian ini jarang dilakukan dan pada saat ini hanya jenis preparat hormone dan
enzim yang menggunakan metode ini misalnya hormone polipeptida oksitosin pada kasus
obstetric. Hormon oksitosin mempunyai efek meningkatkan tonus serta motalitas otot uterus
dan digunakan untuk memacu kelahiran pada kasus kasus tertentu.

D. PEMBERIAN OBAT SECARA PARENTERAL

Istilah parenteral mempunyai arti setiap jalur pemberian obatselain melalui enteral atau
saluran pencernaan. Lazimnya, istilah parenteral dikaitkan dengan pemberian obat secara
injeksi baik intradermal, subkutan, intramuscular, atau intravena. Pemberian obat secara
parenteral mempunyai aksi kerja lebih cepat disbanding dengan cara oral. Namun, pemberian
secara parenteral mempunyai berbagai resiko antara lain merusak kulit, menyebabkan nyeri
pada pasien, salah tusuk dan lebih mahal. Demi keamanan pasien, perawat harus mempunyai
pengetahuan yang memadai tentang cara pemberian obat secara parenteral termasuk cara
menyiapkan, memberikan obat dan menggunakan teknik steril.

Dalam memberikan obat secara parenteral, perawat harus mengetahui dan dapat
menyiapkan peralatan yang benar yaitu: alat suntik (spuit/syringe), jarum, vial dan ampul).
Menurut bentuknya spuit mempunyai tiga bagian yaitu bagian ujung yang berkaitan dengan
jarum, bagian tabung dan bagian pendorong obat. Dilihat dari bahan pembuatnya spuit dapat
berupa spuit kaca (jarang digunakan) dan spuit plastic (disposable). Ditinjau dari penggunaa
spuit dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu spuit standard hipodermik, spuit insulin dan
spuit tuberculin.

Jarum merupakan alat pelengkap spuit. Jarum injeksi terbuat dari bahan stainless yang
mempunyai ukuran panjang dan besar yang bervariasi. Jarum mempunyai ukuran panjang
berkisar antara 1,27-12,7 cm. Besar jarum dinyatakan dengan satuan gauge antara nomor 14
sampai dengan 28 gauge. Semakin besar ukuran gauge-nya semakin kecil diameternya.
Diameter yang besar dapt menimbulkan rasa sakit saat ditusukkan.

4
Penggunaan ukuran jarum ini disesuaikan dengan keadaan pasien yang meliputi umur,
gemuk/kurus, jalur yang akan dipakai dan obat yang akan dimasukkan. Cairan obat untuk
diberikan secara parenteral, biasanya dikemas dalam ampul atau vial. Ampul biasanya terbuat
dari bahan gelas. Sebagian besar bagian leher ampul mempunyai tanda berwarna melingkar
yang dapat dipatahkan. Bila bagian leher tidak mempunyai tanda berarti bagian pangkal leher
harus digergaji dengan gergaji ampul sebelum dipatahkan. Vial mempunyai ukuran yang
bervariasi. Bagian penutupnya biasanya terbuat dari plastic yang dilindungi dengan logam.

Vial dibuka dengan cara membuka logam tipis penyegel bagian atas vial sehingga bagian
karet akan kelihatan. Cairan obat diambil dengan cara menusukkan jarum spuit pada karet
penutup vial. Untuk lebih jelasnya bacalah cara kerja menyiapkan obat dari ampul dan vial.

Cara menyiapkan obat dari ampul dan vial

1. Siapkan peralatan yang meliputi:


a. Vial atau ampul yang berisi cairan obat steril
b. Kapas alkohol
c. Jarum dan spuit sesuai ukuran yang dibutuhkan
d. Air steril atau normal salin bila diperlukan
e. Kassa penguap
f. Turniket untuk injeksi intravena
g. Kartu obat atau catatan rencana pengobatan
2. Periksa dan yakinkan bahwa order pengobatan dan cara pemberiannya telah akurat.
3. Siapkan ampul atau vial yang berisi obat sesuai yang diperlukan dan kemudian buka
dengan cara berikut:
a. Untuk ampul, pegangampul dan bila cairan obat banyak terletak di bagian kepala,
jentiklah kepala ampul atau putar ampul beberapa kali sehingga obat akan turun
ke bawah. Bila perlu bersihkan bagian leher ampul. Ambil kassa steril letakkan
diantara ampul dan ibu jari dengan jari-jari anda kemudian patahkan leher ampul
ke arah berlawanan dengan anda.
b. Untuk vial, bila perlu campur larutan dengan memutar-mutar vial dalam
genggaman anda (bukan dengan mengocok). Buka logam penyegel kemudian
disinfeksi karet vial dengan kapas alkohol 70%.

5
4. Ambil cairan obat dengan cara sebagai berikut:
a. Untuk obat dalam ampul, sebaiknya gunakan jarum berfilter. Buka penutup jarum
kemudian secara berhati-hati masukkan jarum yang terpasang pada spuit ke dalam
ampul dan hisap cairan sesuai yang dibutuhkan. Bila spuit akan digunakan untuk
injeksi, ganti jarum filter dengan jarum biasa.
b. Untuk obat dalam vial, pasang jarum berfilter pada spuit, buka penutup jarum dan
tarik pengokang spuit agar udara masuk ke tabung spuit. Secara hati-hati tusukkan
jarum di tengah karet penutup vial lalu masukan udara. Pertahankan jarum tidak
menyentuh cairan obat sehingga udara tidak membuat gelembung. Pegang vial
sejajar dengan mata lalu tarik obat secukupnya secara hati-hati. Tarik spuit dari
vial kemudian tutup jarum dengan kap penutup lalu ganti jarum pada spuit dengan
jarum biasa.
c. Bila obat berbentuk bubuk (powder), bacalah cara penggunaanya. Obat injeksi
berbentuk bubuk harus dibuat dalam larutan dulu sebelum diambil. Untuk
membuat larutan obat bubuk maka sebelum dibuat larutan, hisap udara dalam vial
yang berisi obat tersebut dengan spuit (kecuali untuk obat yang tidak
diperbolehkan). Masukkan air steril atau cairan lain sesuai yang dibutuhkan ke
dalamnya, kemudian putar-putar vial sampai obat menjadi larutan. Bila obat
merupakan multidosis, beri label pada vial tersebut tentang tanggal dicampur,
banyaknya obat dalam vial dan tanda tangan anda. Bila perlu disimpan, baca cara
penyimpanannya sesuai yang dianjurkan oleh pabrik farmasi.
d. Bila obat perlu dicampur dari beberapa vial misalnya dua vial, maka perawat
harus berupaya mencegah tercampurnya obat pada kedua vial tersebut. Cara
mencampur obat dari dua vial adalah: Masukkan udara secukupnya pada vial A
dan juga jarum tidak menyentuh cairan. Lalu cabut jarum kemudian hisap udara
secukupnya lalu masukkan pada vial B. Hisap cairan obat dari B sesuai yang
diperlukan kemudian cabut spuit tersebut. Ganti jarum kemudian tusukkan pada
vial A dan hisap cairan obat dari vial A sesuai yang diperlukan berikutnya cabut
spuit dari vial A.

6
E. INJEKSI INTRADERMAL

Injeksi Intradermal atau intrkutan merupakan injeksi yang ditusukkan pada lapisan dermis
atau di bawah epidermis/permukaan kulit. Injeksi ini dilakukan secara terbatas, karena hanya
sejumlah kecil obat yang dapat dimasukkan. Cara ini lazim digunakan untuk test tuberculin
dan test untuk mengetahui reaksi alergi terhadap obat tertentu serta vaksinasi. Kadang-kadang
cara ini digunakan pada anestesi local kemudian dilanjutkan untuk injeksi pada area yang
lebih dalam. Area yang lazim digunakan untuk injeksi intradermal adalah lengan bawah
bagian dalam, dada bagian atas dan punggung pada area scapula.

Cara Kerja:

1. Siapkan peralatan antara lain:


a. Spuit ukuran 1 ml dengan kalibrasi ratusan milliliter
b. Jarum dengan ukuran sesuai kebutuhan, biasanya nomor 25, 26 atau 27 gauge,
panjang sampai dengan 5/8.
c. Kapas alkohol
d. Buku pengobatan dan instruksi pengobatan
2. Beritahu pasien
3. Siapkan area yang akan diinjeksi misalnya lengan kanan dan lakukan desinfeksi
dengan kapas alkohol.
4. Pegang erat lengan pasien dengan tangan kiri anda dan tangan satunya memegang
spuit ke arah pasien.
5. Tusukkan spuit dengan sudut 15o pada epidermis kemudian diteruskan sampai dermis
lalu dorong cairan obat. Obat ini akan menimbulkan tonjolan di bawah permukaan
kulit.
6. Cabut spuit, usap pelan-pelan area penyuntikan dengan kapas antiseptic tanpa
memberikan massage (massage dapat menyebabkan obat masuk ke jaringan atau
keluar melalui lubang injeksi)

7
F. INJEKSI SUBKUTAN
Injeksi subkutan diberikan dengan menusuk area di bawah kulit yaitu pada jaringan
konektif atau lemak di bawah dermis. Setiap jaringan subkutan dapat dipakai untuk area
injeksi ini, yang lazim adalah pada lengan atas bagian luar, pada bagian depan. Area lain
yang lazim digunakan adalah perut, area scapula, ventiogluteal dan dorsogluteal. Injeksi
harus tidak diberikan pada area yang nyeri, merah, pruritis atau edema. Pada pemakaian
injeksi subkutan jangka lama, maka injeksi perlu direncanakan untuk diberikan secara rotasi
pada area yang berbeda. Jenis obat yang lazim diberikan secara subkutan adalah vaksin, obat-
obatan praoperasi, narkotik, insulin dan heparin.

Cara Kerja:
1. Siapkan peralatan yang berupa:
a. Buku catatan rencana/order pengobatan
b. Vial atau ampul berisi obat yang akan diberikan
c. Spuit dan jarum steril ( spuit 2 ml, jarum ukuran 25 gauge, 5/8 1/2 inci)
d. Kapas antiseptic steril
e. Kassa steril untuk membuka ampul (bila diperlukan)
2. Masukkan obat dari vial atau ampul ke dalam lubang spuit dengan cara yang benar.
3. Beritahu pasien dan atur dalam posisi yang nyaman. (Jangan keliru pasien, bantu pasien
pada posisi yang mana lengan, kaki, atau perut yang akan digunakan injeksi dapat rileks)
4. Pilih area tubuh yang tepat, kemudian usap dengan kapas antiseptic dari tengah keluar
secara melingkar sekitar 5 cm menggunakan tangan yang tidak untuk menginjeksi.
5. Siapkan spuit, lepas kap penutup secara tegak lurus sambil menunggu antiseptic kering
dan keluarkan udara dari spuit.
6. Pegang spuit dengan salah satu tangan antara jempol dan jari-jari pada area injeksi
dengan telapak tangan menghadap ke arah samping atau atas untuk kemiringan 45o atau
dengan telapak tangan menghadap ke bawah untuk kemiringan 450. Gunakan tangan yang
tidak memegang spuit untuk mengangkat atau merentangkan kulit, lalu secara hati-hati
dan mantap tangan yang lain menusukkan jarum. Lakukan aspirasi, bila muncul darah
maka segera cabut spuit untuk dibuang dan diganti spuit dan obat baru. Bila tidak muncul
darah, maka pelan-pelan dorong obat ke dalam jaringan.
7. Cabut spuit lalu usap dan massage pada area injeksi. Bila tempat penusukkan
mengeluarkan darah, maka tekan area tusukkan dengan kassa sreril kering sampai
perdarahan berhenti.
8
8. Buang spuit tanpa harus menutup jarum dengan kapnya( mencegah cidera bagi perawat)
pada tempat pembuangan secara benar.
9. Catat tindakan yang telah dilakukan.
10. Kaji keefektifitasan obat.

G. INJEKSI INTRAMUSKULAR
Injeksi intramuscular dilakukan dengan beberapa tujuan yaitu untuk memasukkan obat
dalam jumlah yang lebih besar disbanding obat yang diberikan melalui subkutan. Absorbsi
juga lebih cepat disbanding dengan pemberian secara subkutan karena lebih banyaknya suplai
darah di otot tubuh. Pemberian dengan cara ini dapat pula mencegah/mengurangi iritasi obat.
Namun, perawat harus hati-hati dalam melakukan injeksi secara intramuscular karena cara ini
dapat menyebabkan luka pada kulit dan rasa nyeri serta takut pada pasien.

Beberapa lokasi pada tubuh dapat digunakan untuk injeksi intramuscular. Namun, yang
lazim digunakan adalah deltoid, dorsogluteal, ventrogluteal, vastus lateralis dan rektus
femoris. Area-area di atas digunakan karena berbagai alas an antara lain karena massa otot
yang besar, vaskularisasi baik dan jauh dari syaraf. Dalam pelaksanaannya, perawat harus
mempertimbangkan usia pasien, ukuran dan kondisi dari otot yang akan diinjeksi. Untuk
menghindari obat salah masuk pada jaringan subkutan, maka pada saat menginjeksi jarum
diatur pada posisi tegak lurus 900.

Area Deltoid. Area ini dapat ditemukan pada lengan atas bagian luar. Area ini jarang
digunakan untuk injeksi intramuscular karena mempunyai resiko besar terhadap bahaya
tertusuknya pembuluh darah, mengenai tulang atau serabut saraf. Cra sederhana menentukan
lokasi injeksi pada deltoid adalah dengan cara meletakkan dua jari secara vertical dibawah
acromion, dengan jari yang atas di atas acromion. Lokasi injeksi adalah tiga jari dibawah
acromion.

Area Dorsogluteal. Dalam melakukan injeksi dorsogluteal, perawat harus teliti dan hati-
hati sehingga injeksi tidak mengenai syaraf skiatik dan pembuluh darah. Lokasi ini dapat
digunakan pada orang dewasa dan anak-anak di atas usia 3 tahun, lokasi ini tidak boleh
digunakan pada anak-anak di bawah 3 tahun, karena pada kelompok usia ini otot dorsogluteal
belum berkembang.
9
Salah satu cara menentukan lokasi dorsogluteal adalah dengan cara membagi area gluteal
menjadi kuadran-kuadran. Area gluteal tidak hanya terbatas pada bokong saja, tetapi
memanjang kea rah krista iliaka. Area injeksi dipilih pada area kuadran luar atas. Area injeksi
ventrogluteal dapat pula ditentukan dengan cara menarik garis bayangan dari spina iliaka
posterior superior menuju trokanter besar. Injeksi dilakukan pada area lateral dan superior
terhadap garis bayangan.

Untuk menampakan arean ini dengan jelas, pakaian yang menutupi bokong harus dibuka
secara penuh dan pasien diatur berbaring menghadap ke bawah dalam posisi prone dengan
kedua tangan di atas kedua sisi tempat tidur dan kedua kaki diputar ke dalam. Posisi ini akan
membantu relaksasi otot gluteus dan relaksasi pasien yang diinjeksi. Selain posisi pronasi,
pasien dapat pula diatur dalam posisi miring ke samping dengan kaki yang di atas ditekuk
pada pangkal paha dan lutut serta diletakkan di depan kaki bawah yang di atur lurus.

Area Ventrogluteal. Area ini juga disebut area von Hoehstetter. Area ini paling banyak
dipilih untuk injeksi intramuscular karena pada area ini tidak terdapat pembuluh darah dan
saraf besar. Area ini juga jauh dari anus sehingga tidak atau kurang terkontaminasi. Dalam
melakukan injeksi pada area ini, pasien dapat diatur dalam posisi berbaring terlentang,
tengkurap (pronasi), duduk atau berbaring ke samping. Untuk mendapatkan area ini, misalnya
apabila pasien diatur miring ke samping kanan, perawat meletakkan telapak tangan pada
trokanter mayor dengan jari-jari menghadap kea rah kepala (perhatikan jangan sampai keliru
dengan krista iliaka superior). Jari tengah diletakan pada spina iliaka anterior superior dan
direntangkan menjauh membentuk suatu area berbentuk huruf V. Jarum injeksi ditusukkan di
tengah-tengah area ini.

Area vastus lateralis. Area ini terletak antara sisi median anterior dan sisi midlateral
paha. Otot vastus latelaris biasanya tebal dan tumbuh secara baik pada orang dewasa dan
anak-anak. Bila melakukan injeksi pada bayi, disarankan menggunakan area ini karena pada
area ini tidak terdapat serabut saraf dan pembuluh darah besar. Area injeksi disarankan pada
sepertiga bagian yang tengah. Area ini ditentukan dengan cara membagi area antara trokanter
mayor sampai dengan kondila femur lateral menjadi tiga bagian lalu pilih area tengah untuk
lokasi injeksi. Untuk melakukan injeksi ini, pasien dapat diatur miring atau duduk.

10
Cara Kerja injeksi intramuscular:
1. Pastikan tentang adanya order pengobatan
2. Siapkan peralatan yang terdiri dari:
a. Kartu pengobatan/rencana order pengobatan
b. Obat steril dalam ampul atau vial
c. Spuit beserta jarum steril (ukuran tergantung dengan yang diperlukan)
d. Kapas pengusap dalam larutan antiseptic
e. Kaca steril (bila diperlukan untuk membuka ampul)
3. Siapkan obat dengan mengambil obat dari ampul atau vial sesuai jumlah yang
dikehendaki (baca pada cara kerja menyiapkan obat dari vial atau ampul)
4. Yakinkan bahwa pasien benar dan beritahu pasien tentang tindakan yang akan
dilakukan, kemudian bantu mengatur posisi yang nyaman.
5. Buka pakaian, selimut atau kain yang menutupi area yang akan diinjeksi.
6. Tentukan lokasi penyuntikan, pilihlah area yang bebas dari lesi nyeri tekan, bengkak
dan radang. Bersihkan kulit dengan pengusap antiseptic secara melingkar dari dalam ke
luar.
7. Siapkan spuit yang sudah berisi obat buka penutup jarumnya dengan hati-hati dan
keluarkan udara dalam spuit.
8. Gunakan tangan yang tidak memegang spuit untuk memebentangkan kulit pada area
yang akan ditusuk, pegang spuit antara jempol dan jari-jari kemudian tusukkan jarum
secara tegak lurus pada sudut 900.
9. Lakukan aspirasi untuk mengecek apakah jarum tidak mengenai pembuluh darah
dengan cara menarik pengokang. Bila terhisap darah maka segera spuit, buang dang anti
yang baru. Bila tidak terhisap darah, maka perlahan-lahan masukan obat dengan cara
mendorong pengokang spuit.
10. Bila obat sudah masuk semua maka segera cabut spuit dan lakukan massage pada area
penusukan.
11. Rapikan pasien dan atur dalam posisi yang nyaman.
12. Buang spuit pada tempat yang disediakan, bereskan peralatan.
13. Observasi keadaan pasien dan catat tindakan anda.

11
H. INJEKSI INTRAVENA
Jalur vena dipakai khususnya untuk tujuan agar obat yang diberikan dapat beraksi dengan
cepat misalnya pada situasi gawat darurat, obat dimasukkan ke dalam vena sehingga obat
langsung masuk system sirkulasi yang menyebabkan obat dapat beraksi lebih cepat dibanding
dengan cara enteral atau parenteral yang lain yang memerlukan waktu absorbsi. Pemberian
obat intravena dapat dilakukan dengan berbagai cara. Pada pasien yang tidak dipasang infus,
obat diinjeksikan langsung pada vena. Bila cara ini yang digunakan, maka biasanya dicari
vena besar yaitu vena basilica atau vena sefalika pada lengan. Pada pasien yang dipasang
infus, obat dapat diberikan melalui botol infus atau melalui karet pada selang infus yang
dibuat untuk memasukan obat.

Dinegara maju misalnya Amerika Serikat dan Kanada, tidak semua perawat
diperbolehkan memasukkan obat melalui vena atau memasang infus karena resiko yang dapat
terjadi cukup besar. Untuk dapat memasang infus maka perawat harus mengikuti kursus
ketrampilan dahulu. Untuk memasukkan obat melalui vena, perawat harus mempunyai
pengetahuan dan ketrampilan yang memadai sehingga tidak terjadi kesalahan dalam
pelaksanaan atau menyebabkan berbagai masalah yang fatal bagi pasien misalnya terjadi
emboli udara. Perawat juga harus mampu mencari vena yang tepat untuk penusukan. Jangan
lakukan penusukan sebelum yakin mendapatkan vena yang mudah ditusuk. Pengulangan
tusukan dapat menyebabkan rasa sakit dan rasa takut pada pasien.

Pasien yang terpasang infus seringkali mendapat order obat yang dimasukan secara
intravena. Pada pasien ini, perawat tidak perlu membuat tusukan baru lagi, tetapi dapat
memasukkan obat melalui karet pada pipa infus yang dirancang untuk memasukkan obat atau
melalui botol infus. Dalam melakukan tindakan ini, perawat harus memperhatikan teknik
aseptic yaitu dengan mengusap tempat yang akan ditusuk dengan kapas antiseptic. Klem
infus dimatikan selama obat dimasukkan dan bila sudah selesai, kecepatan tetesan diatur
kembali. Pada setiap penambahan obat melalui pipa atau botol infus, buat label pada botol
infus, angkat dan goyangkan botol agar obat dapat campur, observasi keadaan pasien dan
catat tindakan anda pada buku catatan pengobatan atau status kesehatan pasien.

12
Cara kerja memberikan obat intravena:
1. Pastikan tentang adanya order pengobatan.
2. Siapkan peralatan yang terdiri dari:
a. Kartu pengobatan/rencana order pengobatan
b. Spuit steril yang berisi obat steril
c. Kapas pengusap dalam larutan antiseptic
d. Turniket
3. Yakinkan bahwa pasien benar dan beritahu pasien tentang tindakan yang akan dilakukan,
kemudian bantu mengatur posisi yang nyaman.
4. Tentukan dan cari vena yang akan ditusuk (misalnya vena basilika dan vena sefalika,
buka kain yang menutupi vena.
5. Bila vena sudah ditemukan missal vena basilica, atur lengan lurus dan pasang turniket
sampai vena benar-benar dapat dilihat dan diraba kemudian bersihkan dengan kapas
pengusap antiseptic.
6. Siapkan spuit yang sudah berisi obat. Bila dalam tabung masih terdapat udara, maka
udara harus dikeluarkan.
7. Pelan tusukkan jarum ke dalam vena dengan posisi jarum sejajar dengan vena. Untuk
mencegah vena tidak bergeser tangan yang tidak memegan spuit dapat digunakan untuk
menahan vena sampai jarum masuk vena.
8. Lakukan aspirasi dengan cara menarik pengokang spuit. Bila terhisap darah, lepas
turniket dan dorong obat pelan-pelan ke dalam vena.
9. Setelah obat masuk semua, segera cabut spuit dan buang di tempat pembuangan sesuai
prosedur.
10. Rapikan pasien dan atur dalam posisi yang nyaman.
11. Observasi keadaan pasien dan catat tindakan anda.

Cara kerja memasang infus:


1. Pastikan tentang adanya order pengobatan
2. Siapkan peralatan
a. Cairan intravena sesuai yang dibutuhkan.
b. IV set yang terdiri dari pipa intravena dan jarum
c. Jarum lain (missal: abocath, wing needle atau sesuai yang dibutuhkan dengan ukuran
yang sesuai.
d. Papan spalk (bila diperlukan)
13
e. Baki berisi : bola kapas berakohol, turniket, gunting, plester.
f. Standard infus
g. Kassa steril
h. Larutan antiseptic missal: betadin
i. Sarung tangan disposable
3. Kaji pasien dan pastikan tidak salah pasien yang lain
4. Beritahu pasien tentang tindakan yang akan dilakukan.
5. Siapkan cairan yang akan diberikan, buka botol infus dan pipa infus dari kantongnya,
buka penutup botol infus dan sambungkan dengan pipa infus dengan cara menusukkan
penusuk karet pipa infus pada mulut botol infus. Pasang botol infus pada standard infus.
Pencet drip/penampung pada pipa sehingga cairan infus masuk ke drip sampai tanda batas
lalu buka klem dan alirkan cairan sampai memenuhi pipa. Hilangkan udara pada pipa
dengan cara meluruskan pipa tegak lurus dan menjentik-jentik dengan ujung tengah jari.
Pastikan bahwa dalam pipa dan jarum tidak ada udara.
6. Atur posisi pasien rileks dengan tangan lurus.
7. Pasang turniket di atas vena yang akan ditusuk dan anjurkan pasien untuk menggenggam
erat sampai vena distensi dan tampak dengan jelas. Bila vena belum tampak, perawat
dapat menepuk-nepuk area vena sambil menganjurkan pasien membuka dan menutup
genggaman sampai vena tampak jelas.
8. Bersihkan area yang akan ditusk dengan kapas alkohol.
9. Pegang jarum pada sudut 45o sejajar dengan vena dan tusukkan pada vena. Setelah ujung
jarum masuk dalam vena, rendahkan kesudutan jarum sampai hampir sejajar dengan
vena. Jarum kemudian diteruskan masuk ke vena dan tangan yang tidak memegang jarum
digunakan untuk mengontrol letak jarum dengan palpasi vena dari luar. (Bila
menggunakan abocatch, satu tangan mendorong jarum sementara tangan yang lain
menarik mandarin ke luar, setelah mandarin keluar dan darah keluar sedikit maka jarum
segers dihubungkan dengan pipa infus).
10. Turniket segera dilepas dan cairan segera dialirkan dengan membuka klem.
11. Setelah yakin aliran lancer, tutup area penusukkan dengan kassa betadin dan pasang
plester.
12. Atur kecepatan tetesan infus sesuai pesanan.
13. Atur posisi pasien yang nyaman dan tidak menghambat aliran cairan.
14. Bereskan peralatan dan catat tindakan anda secara singkat dan jelas.

14
I. PEMBERIAN OBAT TOPIKAL
Selain dikemas dalam bentuk untuk diminum atau diinjeksikan, berbagai jenis obat
dikemas dalam bentuk obat luar seperti lotion, liniment, ointment,pasta dan bubuk yang
biasanya dipakai untuk pengobatan gangguan dermatologis misalnya gatal-gatal, kulit kering,
infeksi dan lain-lain. Obat topical juga dikemas dalam obat tetes (instilasi) yang dipakai
untuk tetes mata, telingan atau hidung serta dalam bentuk untuk irigasi baik mata, telinga,
hidung, vagina maupun rectum.

J. PEMBERIAN OBAT KULIT (DERMATOLOGIS)


Obat dapat diberikan pada kulit dengan cara digosokkan, ditepukkan, disemprotkan,
dioleskan dan iontoforesis (pemberian obat pada kulit dengan listrik). Prinsip kerja pemberian
obat pada kulit antara lain meliputi:
a. Gunakan teknik steril bila ada luka pada kulit.
b. Bersihkan kulit sebelum memberikan obat (bahan pembersih ditentukan oleh dokter).
c. Ambil obat kulit dari tempatnya dengan batang spatel lidah dan bukan dengan tangan.
d. Bila obat perlu digosok, gunakan tekanan halus.
e. Oleskan obat tipis-tipis kecuali ada petunjuk lain.
f. Obat dalam bentuk cair harus diberikan dengan aplikator.
g. Bila digunakan kompres atau kapas lembab maka pelembab harus steril.

K. IRIGASI DAN INSTILASI MATA

Irigasi mata merupakan suatu tindakan pencucian kantung konjungtiva mata. Berbagai
bentuk spuit tersedia khusus untuk melakukan irigasi tetapi bila tidak ada dapat digunakan
spuit dengan tabung yang besar. Peralatan yang digunakan harus dalam keadaan steril.

Obat mata biasanya berbentuk cairan (obat tetes mata) dan ointment/obat salep mata yang
dikemas dalam tabung kecil. Karena sifat selaput lendir dan jaringan mata yang lunak dan
responsive terhadap obat, maka obat mata biasanya diramu dengan kekuatan yang rendah
misalnya 2%.

15
Cara irigasi dan instilasi mata:

1. Pastikan tentang adanya order pengobatan.


2. Siapkan peralatan
Untuk irigasi:
a. Tabung steril untuk tempat cairan
b. Cairan irigasi sebanyak 60 sampai denga 240 cc dengan suhu 37oC.
c. Alat irigator mata atau spuit steril
d. Bengkok steril
e. Bola kapas steril
f. Cairan normal salin steril (bila diperlukan)
g. Perlak
h. Sarung tangan steril

Instilasi:

a. Obat yang diperlukan


b. Kapas kering steril
c. Kapas basah (normal saline) steril
d. Kassa/penutup mata dan plester
e. Sarung tangan steril
3. Siapkan pasien yaitu dengan memberitahu pasien tentang irigasi/pengobatan yang akan
diberikan. Bantu pasien mengatur posisi duduk atau berbaring sambil memiringkan
kepala ke arah mata yang sakit. Pasang kain penutup untuk melindungi pasien dan baju
pasien agar tidak basah dan pasang bengkok di bawah mata yang sakit (pada pelaksanaan
irigasi).
4. Kaji mata pasien. Amati adanya gangguan pada mata misalnya warna merah, adanya
kotoran, bengkak, pandangan kabur, mata sering dikucek-kucek dan lain-lain.
5. Bersihkan kelopak mata dan bulu mata dengan bola kapas yang telah dibasahi dengan
cairan irigasi dengan arah dari kantus dalam menuju kantus luar.
6. Masukkan cairan irigasi atau obat mata

16
Untuk irigasi:
Buka mata dengan jari telunjuk dan ibu jari sehingga kantong konjungtiva dapat dilihat.
Pegang irrigator yang telah berisi cairan 2,5 cm di atas mata. Arahkan air pada kantong
konjungtiva bawah dari kantus dalam menuju kantus luar. Lanjutkan irigasi sampai air
yang meninggalkan mata tampak bersih. Anjurkan pasien untuk membuka dan menutup
mata secara teratur. Bila sudah selesai, bersihkan sekitar mata dengan bola kapas.

Untuk instilasi:
Periksa nama, kekuatan dan jenis obat. Anjurkan pasien memandang ke atas dan beri
pasien sebuah bola kapas. Buka mata dengan cara menarik kelopak mata bawah dengan
jempol atau jari-jari tangan yang tidak memegang obat. Pegang obat tetes dengan tangan
satunya. Dekatkan ke mata sampai berjarak 1 sampai dengan 2 cm dari mata lalu teteskan
obat sesuai yang dibutuhkan pada kantong konjungtiva bawah 1/3 dari luar. Bila obat
berupa salep mata, pegang pipa salep di atas kantung konjungtiva atas dan oleskan sekitar
3 cm salep dari kantus dalam ke luar. Lalu anjurkan pasien menutup mata tanpa
mengusap obat keluar. Untuk obat cair, pasien dianjurkan menutup mata selama 30 detik
dan menekan hati-hati duktus nasolakrimalis agar obat tidak masuk ke duktus tersebut.

7. Bersihkan mata dengan cara mengusap dari arah dalam keluar.


8. Tutup mata bila diperlukan dan kaji respon pasien.
9. Bereskan alat yang digunakan dan catat tindakan anda dengan singkat dan jelas.

L. INSTILASI HIDUNG
Obat yang diberikan melalui tetesan hidung (instilasi hidung) diberikan biasanya dengan
maksud menimbulkan astringent efek yang merupakan efek obat dalam mengkerutkan selaput
lendir yang bengkak. Obat tetes hidung diberikan pula dengan tujuan untuk menyembuhkan
infeksi pada rongga atau sinus-sinus hidung.

Cara kerja instilasi hidung:


1. Pastikan tentang adanya order pengobatan
2. Siapkan peralatan:
a. Obat tetes hidung
b. Bola kapas

17
3. Beritahu pasien tentang tindakan yang akan dilakukan dan siapkan pasien. Posisi pasien
diatur berbaring terlentang dengan bagian bahu disokong sebuah bantal sehingga kepala
menengadah. Anjurkan pasien untuk menghembuskan napas sedikit kuat sehingga lubang
hidung akan bersih.
4. Elevasikan lubang hidung dengan cara menekan ujung hidung dengan jempol.
5. Pegang obat tetes hidung di atas lubang hidung dan teteskan obat pada bagian tengah
konka superior tulang etmoidalis (beritahu pasien untuk bernapas melalui mulut sewaktu
obat diteteskan).
6. Anjurkan pasien tetap dalam posisi ini selama 1 menit sehingga obat dapat sampai pada
semua dinding hidung.
7. Atur posisi pasien yang nyaman dan beritahu untuk bernapas melalui hidung kembali.
8. Bereskan peralatan dan catattindakan anda secara jelas dan singkat.

Cara kerja irigasi dan istilasi telinga:


1. Pastikan tentang adanya order pengobatan
2. Siapkan peralatan
Untuk irigasi:
a. Tabung berisi cairan irigasi dengan jumlah dan konsentrasi sesuai yang dikehendaki.
b. Alat suntik/spuit
c. Bengkok
d. Perlak handuk
e. Kapas penguap
f. Bola kapas
g. Sarung tangan (kadang-kadang)

Untuk intilasi:

a. Obat tetes dalam tempatnya


b. Kapas dibungkus dalam kasa
c. Batang karet (tambahan) terutama digunakan untuk tetesan terakhir untuk mencegah
gerakan tiba-tiba anak atau pasien tidak sadar.
d. Bola kapas

18
3. Beritahu dan siapkan pasien.
Untuk Irigasi: beritahu pasien tentang rasa penuh, hangat dan mungkin sakit yang akan
dialami pada saat cairan sampai pada gendering telinga. Bantu pasien duduk atau
berbaring dengan posisi kepala menghadap ke arah telinga yang sakit. Pasang perlak
handuk di bahu pasien dan pegang bengkok di bawah telinga.
Untuk instilasi: bantu pasien berbaring ke samping dengan posisi telinga yang sakit
menghadap ke atas.
4. Kaji keadaan daun telinga dan saluran telinga bagian luar. Lakukan inspeksi untuk
mengetahui adanya kemerah-merahan, lecet dan setiap kotoran yang keluar. Bila
diperlukan gunakan otoskop dan bila ditemukan adanya benda asing atau gendering
telinga (membrane timpani) tidak utuh, jangan lakukan irigasi dan lap[orkan keadaan ini
pada perawat senior.
5. Bersihkan daun telinga dan lubang telinga dengan bola kapas basah.
6. Siapkan peralatan:
Untuk irigasi: isi spuit dengan cairan irigasi atau bila menggunakan tabung irigasi,
angkat tabung ke atas dan alirkan cairan mengisi pipa.
Untuk instilasi: siapkan obat tetes yang diperlukan.
7. Masukkan cairan irigasi atau obat tetes telinga.
Untuk irigasi: buka daun telinga (untuk bayi daun telinga ditarik ke bawah, untuk
dewasa ditarik ke atas belakang), masukkan ujung spuit dan pancarkan cairan pada
dinding atas saluran telinga sesuai yang diperlukan. Bila sudah selesai, keringkan bagian
luar telinga dengan kapas dan bantu berbaring ke samping ke arah telinga yang telah
diirigasi.
Untuk instilasi: hangatkan obat dengan tangan atau masukkan botol dalam cairan hangat
beberapa detik. Buka dan luruskan lubang telinga dan teteskan obat pada sisi telinga.
Tekan tragus secara hati-hati beberapa kali untuk membantuk obat masuk. Anjurkan
pasien tetap berbaring miring lebih kurang selama 5 menit. Pasang kapas pada lubang
telinga (tidak ditekan) selama 15 sampai dengan 20 menit.
8. Kaji respon pasien terhadap adanya rasa nyeri, keadaan saluran telinga, kotoran yang ada
dan pada irigasi amati keadaan dan bau cairan yang keluar.
9. Rapikan pasien dan catat tindakan anda secara singkat dan jelas.

19
M. IRIGASI DAN INSTILASI VAGINA
Irigasi vagina merupakan suatu prosedur membersihkan vagina dengan aliran air yang
pelan. Tindakan ini dilakukan terutama untuk memasukkan larutan antimikrobia guna
mencegah pertumbuhan mikroorganisme penyebab infeksi, mengeluarkan kotoran dalam
vagina dan mencegah perdarahan (dengan cairan dingin atau hangat) dan mengurangi
peradangan.

Peralatan steril digunakanm untuk melakukan irigasi vagina di rumah sakit, terutama bila
terdapat luka terbuka pada vagina. Jenis cairan yang digunakan tergantung pada prosedur
rumah sakit dan tujuan irigasi. Biasanya digunakan cairan normal salin, sodium bikarbonat,
air ledeng dan lain-lain. Jumlah cairan bervariasi antara 1000 sampai dengan 2000 ml dan
cairan dihangatkan pada suhu 50,5 oC.

Instilasi vagina dilakukan berbagai tujuan, antara lain untuk mengobati infeksi atau
menghilangkan rasa nyeri, maupun gatal pada vagina. Obat yang dimasukan melalui vagina
dikemas dalam bentuk yang bervariasi antara lain: Cream. Jelly. Foam atau supositoria.

Cara kerja irigasi dan instilasi vagina:


1. Pastikan tentang adanya order pengobatan
2. Siapkan peralatan
Untuk irigasi vagina:
a. Set irigasi vagina (sering dikemas untuk pemakaian disposable) yang terdiri dari ujung
lancip/corong, pipa, klem dan kantong cairan.
b.Perlak
c. Cairan irigasi
d.Kapas lembab
e. Termometer
f. Bedpan
g.Kertas tissue
h.Sarung tangan
i. Tiang/standar infus

20
Untuk instilasi vagina

a. Obat yang berbentuk supositoria atau krim


b. Sarung tangan disposable
c. Pelumas untuk obat suposituria
d. Aplikator untuk krim vagina
e. Kertas tissue/handuk
f. Kapas pembersih perineum
3. Beritahu pasien tentang tindakan yang akan dilakukan dan jelaskan rasa tidak nyaman
yang mungkin dirasakan selama tindakan. Buka/suruh pasien menanggalkan pakaian
bawah (tetap jaga privacy pasien)
4. Atur posisi pasien dan tutupi tubuh yang tidak digunakan. Pada pelaksanaan irigasi,
pertama-tama pasang perlak di bawah bokong pasien, pasang bedpan, dan atur posisi
pasien di atas bedpan dengan bahu lebih rendah dari pada panggul. Di bawah bagian
lumbal dapat dipasang bantal untuk mengurangi rasa tidak nyaman. Pada tindakan
instilasi obat, pasien diatur dalam posisi berbaring dengan lutut ditekuk dan, direntangkan
ke luar.
5. Atur peralatan yang akan digunakan:
Untuk irigasi: tutup/klem pipa gantung tabuing cairan pada tiang infus setinggi 30 cm
dari vagina. Alirkan/Isi pipa dan corong dengan air.
Untuk instilasi: buka pembungkus obat suposituria dan letakkan di atas pembungkusnya
yang terbuka. Bila menggunakan aplikator, isi aplikator dengan krim, jelly atau foam
sesuai kebutuhan.
6. Kaji keadaan dan bersihkan area perineal dengan cara pakailah sarung tangan, inspeksi
lubang vagina untuk mengetahui setiap peradangan, perhatikan baud an setiap cairan yang
keluar. Lakukan pembersihan perineal untuk menghilangkan mikroorganisme.
7. Masukan cairan irigasi, suposituria, krim, foam atau jelly sesuai dengan kebutuhan.
Untuk irigasi: aliran sedikit cairan di area perineal, pelan-pelan masukkan corong
sedalam antara 7 sampai dengan 10 cm kemudian alirkan cairan pelan-pelan. Setelah
semua cairan masuk dan keluar, ambil corong dan bantu pasien duduk di atas bedpan.
Untuk suposituria: lumasi ujung suposituria dan ujung jari telunjuk anda dengan jelly.
Buka labia sehingga lubang vagina dapat di lihat. Dorong suposituria ke dalam lubang
vagina dengan jari telunjuk sedalam 8-10cm. Setelah suposituria masuk, tarik jari

21
telunjuk anda dan anjurkan pasien tetap dalam posisi supinasi selama 5 sampai dengan 10
menit.
Untuk krim, jelly atau foam : pelan-pelan masukan aplikator ke dalam lubang vagina,
dorong pengokang secara hati-hati sampai obat habis kemudian keluarkan aplikator.
8. Setelah selesai keringkan area perineal, ambil bedpan dan perlak dan atur pasien dalam
posisi yang nyaman.
9. Bereskan peralatan dan catat tindakan anda.
10. Kaji respon pasien antara lain meliputi: rasa sakit dan kotoran atau cairan yang keluar.

N. PEMBERIAN OBAT PER REKTAL DAN SUPOSITURIA


Obat dapat diberikan melalui rektal: Obat dalam bentuk cairan yang banyak diberikan
melalui rektal yang sering disebut enema. Obat tertentu dalam bentuk kapsul yang besardan
panjang (suposituria) juga dikemas untuk diberikan melalui anus/rectum.
Ada beberapa keuntungan penggunaan obat suposituria antara lain:
a. Suposituria tidak menyebabkan iritasi pada saluran pencernaan bagian atas.
b.Beberapa obat tertentu dapat diabsorbsi dengan baik melalui dinding permukaan tubuh.
c. Suposituria rektal diperkirakan mempunyai tingkatan (titrasi) aliran pembuluh darah yang
besar, karena pembuluh darah vena pada rectum tidak ditransportasikan melalui liver.
Ada beberapa prinsip yang harus dipegang oleh perawat dalam memberikan obat dalam
bentuk enema dan suposituria antara lain:
a. Untuk mencegah peristaltic, lakukan enema retensi secara pelan dengan cairan sedikit
(tidak lebih dari 120 ml) dan gunakan rektal tube yang kecil.
b.Selama enema berlangsung, anjurkan pasien berbaring miring ke kiri dan bernapas
melalui mulut untuk merilekskan spingter.
c. Retensi enema dilakukan setelah pasien buang air besar.
d.Anjurkan pasien untuk berbaring terlentang selama 30 menit setelah pemberian enema.
e. Obat suposituria harus disimpan di lemari es karena obat akan meleleh pada suhu kamar.
f. Gunakan pelindung jari atau sarung tangan. Gunakan jari telunjuk untuk pasien dewasa
dan jari ke empat pada pasien bayi. Anjurkan pasien berbaring ke kiri dan bernapas
melalalui mulut agar spingter rileks. Pelan-pelan dorong suposituria ke dalam.
g.Anjurkan pasien tetap miring ke kiri selama 20 menit setelah obat masuk.
h.Bila diperlukan beritahu pasien cara mengerjakan sendiri enema atau memasukan
suposituria.

22
OBAT PERFENAZIN

(Phenazine), Trilafon

Klasifikasi: Antipsikotik, Neuroleptik, Antiemetik, Fenotiazin

Kategori kehamilan C

PROSES KEPERAWATAN

PENGKAJIAN

Kaji hidrasi pada pasien yang mengalami muntah dan mual berat. Catat berat badan,
kondisi membrane mukosa, turgor kulit, warna, jumlah, dan densitas urine serta tanda
vital.
Kaji status mental setiap hari: alam perasaan, penampilan, pola piker dan komunikasi,
tingkat minat terhadap lingkungan dan aktivitas, tingkat asietas atau agitasi, adanya
halusinasi atau delusi, kecurigaan, interaksi dengan orang lain, kemampuan untuk
melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari.
Kaji gejala diskrasia darah: tenggorokan sakit, demam, malaise, perdarahan tidak wajar,
mudah memar.
Kaji gejala ekstrapiramidal: pseudoparkinsonisme (tremor, gaya berjalan kaki dengan
menyeret, meneteskan air liur, rigiditas), akinesia (kelemahan otot), akatisia (terus
menerus resah dan gelisah), dystonia (pergerakan otot wajah, lengan, tungkai dan leher
involunter), krisis okulogirik (perputaran mata tidak tidak terkendali), dyskinesia tardif
(pergerakan wajah dan lidah tidak wajar, kaku kuduk, kesulitan menelan)
Kaji gejala sindrom neuroleptic maligna: hiperpireksia sampai 41,6 0C, peningkatan nadi,
peningkatan atau penurunan tekanan darah, rigiditas otot Parkinson berat, kadar kreatinin
fosfokinase darah meningkat, peningkatan jumlah darah putih, perubahan status mental
(termasuk tanda katatonik atau agitasi), gagal ginjal akut, perubahan tingkat kesadaran
(termasuk stupor dan koma), pucat, diaphoresis, takikardia, aritmia, rabdomialisis.
Kaji tanda vital, berat badan. Catat data dasar untuk perbandingan.
Kaji riwayat alergi terhadap obat ini atau fenotiazin lain.
Kaji tanda dan gejala icterus lestatik: nyeri abdomen, mual, ruam, demam, kulit kuning,
gejala seperti flu,hasil uji lab abnormal (eosinophilia, empedu dalam urin, peningkatan
transaminase serum, bilirubin, alkali fosfatase).
Kaji tanggal menstruasi terakhir (kemungkinan kehamilan) dan penggunaan konstrasepsi.

23
Kaji apakah pasien sedang menyusui anak.
Kaji konsumsi obat dan alkohol pada saat ini dan masa lalu.
Kaji apakah pasien mengoperasikan kendaraan dan/atau mesin berbahaya lain.
Kaji timbulnya reaksi merugikan atau efek samping.
Kaji pengetahuan pasien/keluarga mengenai penyakit dan kebutuhan pengobatan.
Kolaborasi dengan dokter, kaji HSD, uji fungsi hati, pemeriksaan oftalmologis pada
pasien dengan terapi jangka panjang.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Risiko tinggi deficit volume cairan berhubungan dengan muntah berlebihan.
Risiko tinggi kekerasan terhadap orang lain berhubungan dengan ketidakpercayaan dan
ansietas panic.
Risiko tinggi cedera berhubungan dengan gejala putus obat tiba-tiba setelah penggunaan
lama.
Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan ansietas panik, ditandai dengan
halusinasi.
Perubahan proses piker berhubungan dengan ansietas panik, ditandai adanya delusi.
Isolasi sosial berhubungan dengan ketidakmampuan mempercayai orang lain.
Risiko tinggi intoleransi aktivitas berhubungan dengan efek samping perfenazin yaitu
mengantuk, pusing, ataksia, kelemahan.
Ketidakpatuhan terhadap program pengobatan berhubungan dengan kecurigaan dan
ketidakpercayaan terhadap orang lain.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan program pengobatan.

24
RENCANA/IMPLEMENTASI
Pantau tanda vital sebelum dan selama terapi dengan interval teratur (bid atau tid). Ukur
tekanan darah saat berbaring dan berdiri untuk memantau kemungkinan reaksi hipotensif
terutama pasien lansia. Penyesuaian dosis mungkin diperlukan.
Pastikan pasien yang dapat ambulasi terlindung dari sinar matahari saat beraktivitas di
luar rumah.
Timbang pasien 2-3 kali satu minggu, jika mungkin pada waktu dan timbangan yang
sama. Peningkatan berat badan dengan cepat atau edema harus segera diinformasikan
pada dokter. Catat masukan dan keluaran.
Pastikan pasien terlindung dari cedera. Jika pusing dan mengantuk menjadi masalah,
awasi dan bantu ambulasi pasien. Beri bantalan pada pagar dan kepala tempat tidur pasien
yang mengalami kejang.
Jika mulut kering bermasalah, beri pasien permen keras, permen karet, atau anjurkan
sering minum air.
Simpan semua bentuk obat dalam kotaknya sampai isinya digunakan. Tablet dan
konsentrat harus disimpan pada suhu antara 20C-300C.
PO: Berikan obat oral bersama makanan untuk meminimalkan gangguan GI.
Pastikan pasien telah menelan tablet dan tidak menyembunyikan dalam mulut untuk
menghindari pengobatan atau dikumpulkan untuk diminum kemudian.
Jika pasien mengalami kesulitan menelan, haluskan dan campurkan tablet dengan
makanan atau minuman atau gunakan konsentrat oral. Jangan menghaluskan tablet kerja
ulang.
Campur konsentrat dengan air, susu, minuman jeruk berkarbonat atau jus nanas, apricot,
prem, jeruk, tomat atau buah anggur, tepat sebelum pemberian. Jangan mencampur
dengan kopi, teh, kola, atau jus apel karena dapat terjadi inkompatibilitas fisik. Gunakan
kurang lebih 60 Ml pengencer untuk setiap 16 mg konsentrat.
Jika konsentrat tidak sengaja tumpah ke kulit atau pakaian selama penyiapan atau
pemberian, cuci segera area tersebut karena dapat terjadi dermatitis kontak.
IM: Injeksi IM dapat mengiritasi jaringan, hindari injeksi SC.
Hindari kontak dengan cairan injeksi. Dapat terjadi dermatitis kontak.
Injeksikan secara perlahan dan dalam pada kuadran atas terluar bokong. Masase tempat
injeksi dengan saksama setelah injeksi.
Pasien harus tetap dalam posisi rekumben, sedikitnya setengah jam setelah injeksi IM
karena adanya kemungkinan efek hipotensif.
25
Rotasikan tempat injeksi jika diberikan injeksi multiple.
Jangan mencampur dengan agens lain dalam spuit.
Potensi obat tidak berubah jika larutan berwarna sedikit kekuningan. Buang larutan jika
terjadi perubahan warna yang nyata.
Hindari menginjeksi obat yang tidak diencerkan ke dalam vena. Aspirasi dengan seksama
sebelum menginjeksi.
IV: Obat harus diberikan pada pasien dengan posisi rekumben, karena adanya
kemungkinan efek hipotensif.
Pantau tekanan darah setiap 10 menit selama pemberian IV. Dokter mungkin memberikan
vasopressor (bukan epinefrin) jika terjadi hipotensi.
Larutan IV harus diencerkan dengan normal salin sampai konsentrasi 0,5 mg/mL.
Potensi tidak berubah jika larutan berwarna sedikit kuning. Buang larutan jika terjadi
perubahan warna yang nyata.
Berikan IV langsung dengan kecepatan tidak melebihi 0,5 mg/l menit.
Larutan dapat lebih diencerkan lagi dan diberikan dalam bentuk infus di bawah observasi
ahli anestesi.

EVALUASI
Pasien menunjukan penurunan/resolusi gejala setelah penggunaan perfenazin (ansietas
panic, perubahan proses piker, perubahan persepsi, cegukan, mual dan muntah).
Pasien mengungkapkan pemahaman efek samping dan program yang diperlukan dalam
pemberian mandiri perfenazin dengan bijaksana.

26
DAFTAR PUSTAKA

Priharjo, Robert.1995. Teknik Dasar Pemberian Obat Bagi Perawat. Jakarta: EGC
Townsend, Mary C. 2003. Buku Saku Pedoman Obat dalam Keperawatan Psikiatri. Jakarta:
EGC

27

Anda mungkin juga menyukai