Pemberian obat per oral merupakan cara yang paling banyak dipakai karena ini
merupakan cara yang paling mudah, murah, aman, dan nyaman bagi pasien. Berbagai bentuk
obat dapat diberikan secara oral baik dalam bentuk tablet, sirup, kapsul atau puyer. Untuk
membantu absorbsi, maka pemberian obat per oral dapat disertai dengan pemberian setengah
gelas air atau cairan yang lain.
Kelemahan dari pemberian obat per oral adalah pada aksinya yang lambat sehingga
cara ini tidak dapat dipakai pada keadaan gawat. Obat yang diberikan per oral biasanya
membutuhkan waktu 30 sampai dengan 45 menit sebelum diabsorbsi dan efek puncaknya
dicapai setelah 1 sampai dengan 1½ jam. Rasa dan bau obat yang tidak enak sering
mengganggu pasien. Cara per oral tidak dapat dipakai pada pasien yang mengalami mual-
mual, muntah, semi koma, pasien yang akan menjalani pengisapan cairan lambung serta pada
pasien yang mempunyai gangguan menelan.
Beberapa jenis obat dapat mengakibatkan iritasi lambung dan menyebabkan muntah
(missal garam besi dan salisilat). Untuk mencegah hal ini, obat dipersiapkan dalam bentuk
kapsul yang diharapkan tetap utuh dalam suasana asam di lambung, tetapi menjadi hancur
pada suasana netral atau basa di usus. Dalam memberikan obat jenis ini, bungkus kapsul tidak
boleh dibuka, obat tidak boleh dikunyah dan pasien diberi tahu untuk tidak minum antasid
atau susu sekurang-kurangnya satu jam setelah minum obat.
Apabila obat dikemas dalam bentuk sirup, maka pemberian harus dilakukan dengan
cara yang paling aman khususnya untuk obat yang pahit atau rasanya tidak enak. Pasien dapat
diberikan minuman dingin (es) sebelum minum sirup tersebut. Sesudah minum sirup psien
dapat diberi minum, pencuci mulut atau kembang gula.
Peralatan:
1. Baki berisi obat-obatan atau kereta sorong obat-obat (tergantung sarana yang ada)
2. Kartu rencana pengobatan
3. Cangkir disposable untuk tempat obat
4. Martil dan lumpang penggerus (bila diperlukan).
Tahap kerja:
Obat dapat diberikan pada pasien secara sublingual yaitu dengan cara meletakan obat
di bawah lidah. Dengan cara ini, aksi kerja obat lebih cepat yaitu setelah hancur di baah lidah
maka obat segera mengalami absorbs ke dalam pembuluh darah. Pasien diberitahu untuk
tidak menelan obat karena bila ditelan, obat menjadi tidak aktif oleh adanya proses kimiawi
dengan cairan lambung. Obat yang sering diberikan dengan cara ini adalah nitrogliserin yaitu
obat vasodilator yang mempunyai efek vasodilatasi pembuluh darah. Obat ini banyak
diberikan pada pasien yang mengalami nyeri dada akibat angina pectoris. Dengan cara
sublingual, obat bereaksi dalam satu menit dan pasien dapat merasakan efeknya dalam waktu
tiga menit (Roman dan Smith, 1979).
Dalam pemberian obat secara bukal, obat diletakan antara gigi dengan selaput lendir
pada pipi bagian dalam. Pasien dianjurkan untuk membiarkan obat pada selaput lendir pipi
bagian dalam sampai obat hancur dan diabsorbsi. Cara pemberian ini jarang dilakukan dan
pada saat ini hanya jenis preparat hormon dan enzim yang menggunakan metode ini misalnya
hormon polipeptida oksitosin pada kasus obstetrik. Hormon oksitosin mempunyai efek
meningkatkan tonus serta motalitas otot uterus dan digunakan untuk memacu kelahiran pada
kasus-kasus tertentu (Rodman dan Smith, 1979).
Istilah parenteral memiliki arti setiap jalur pemberian obat selain melalui enteral atau
salutan pencernaan. Lazimnya, istilah parenteral dikaitkan dengan pemberian obat secara
injeksi baik intradermal, subkutan, intramuscular, atau intravena. Pemberian obat secara
perenteral mempunyai aksi kerja lebih cepat dibanding dengan secara oral. Namun,
pemberian secara parenteral mempunyai berbagai resiko antara lain merusak kulit,
menyebabkan nyeri pada pasien, salah tusuk dan lebih mahal. Demi keamanan pasien,
perawat harus mempunyai pengetahuan yang memadai tentang cara pemberian obat secara
parenteral termasuk cara menyiapkan, memberikan obat dan menggunakan teknik steril.
Peralatan yang digunakan dalam memberikan obat secara perenteral yaitu : alat suntik
(spuit/syringe), jarum, vial dan ampul). Menurut bentuknya spuit mempunyai tiga bagian
yaitu bagian ujung yang berkaitan dengan jarum, bagian tabung dan bagian pendorong obat.
Dilihat dari bahan pembuatannya spuit dapat berupa spuit kaca (jarang digunakan). Ditinjau
dari penggunaannya spuit dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu spuit standard hipodermik,
spuit insulin dan spuit tuberculin.
Jarum merupakan alat pelengkap spuit. Jarum injeksi terbuat dari bahan stainless yang
mempunyai ukuran panjang dan besar yang bervariasi. Jarum mempunyai ukuran panjang
berkisar antara 1,27 sampai dengan 12,7 cm. Besar jarum dinyatakan dengan satuan gauge
antara nomor 14 sampai dengan 28 gauge. Semakin besar ukuran gaugenya semakin kecil
diameternya. Diameter yang besar dapat menimbulkan rasa sakit saat ditusukkan.
Penggunaan ukuran jarum ini disesuaikan dengan keadaan pasien yang meliputi umur,
gemuk/kurus, jalur yang akan dipakai dan obat yang akan dimasukkan.
Cairan obat untuk diberikn secara parenteral, biasanya dikemas dalam ampul atau
vial. Ampul biasanya terbuat dari bahan gelas. Sebagian bear bagian leher ampul mempunyai
tanda berwarna melingkar yang dapat dipatahkan. Bila bagian leher mempunyai tanda berarti
bagian pangkal leher harus harus digergaji dengan gergaji ampul sebelum dipathkan. Vial
mempunyai ukuran yang bervariasi. Bagian penutupnya biasanya terbuat dari plastic yang
dilindungi dengan logam.
Vial dibuka dengan cara membuka logam tipis penyegel bagian atas vial sehimgga
bagian karet akan kelihatan. Cairan obat diambil dengan cara menusukan jarum spuit pada
karet penutup vial.
Injeksi Intradermal
Injeksi intradermal atau intrakutan merupakan injeksi yang ditusukkan pada lapisan
dermis atau di bawah epidermis/permukaan kulit. Injeksi ini dilakukan secara terbatas, karena
hanya sejumlah kecil obat yang dapat dimasukkan. Cara ini lazim digunakan untuk test
tuberculin dan test untuk mengetahui reaksi alergi terhadap obat tertentu serta vaksinasi.
Kadang-kadang cara ini digunakan pada anestesi local kemudian dilanjutkan untuk injeksi
pada area yang lebih dalam. Area yang lazim digunakan untuk injeksi intradermal adalah
lengan bawah bagian dalam, dada bagian atas dan punggung pada area scapula.
Cara kerja:
Injeksi Subkutan
Injeksi subkutan diberikan dengan menusuk area di bawah kulit yaitu pada jaringan
konektif atau lemak di bawah dermis.
Setiap jaringan subkutan dapat dipakai untuk area injeksi ini, yang lazim adalah pada
lengan atas bagian luar, paha bagian depan. Area lain yang lazim digunakan adalah perut,
area scapula, ventroglutcal dan dorsogluteal. Injeksi harus tidak diberikan pada area yang
nyeri, merah, pruritis atau edema. Pada pemakaian injeksi subkutan jangka lama, maka
injeksi perlu direncanakan untuk diberikan secara rotasi pada area yang berbeda.
Jenis obat yang lazim diberikan secara subkutan adalah vaksin, obat-obatan
preoperasi, narkotik, insulin dan heparin.
Cara kerja:
Ijeksi intramuskular dilakukan dengan beberapa tujuan yaitu untuk memasukan obat
dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan obat yang diberikan melalui subkutan. Absorpsi
juga lebih cepat dibanding dengan pemberian secara subkutan karena lebih banyaknya suplai
darah di otot tubuh. Pemberian dengan cara ini dapat pula mencegah/mengurangi iritasi obat.
Namun, perawat harus hati-hati dalam melakukan injeksi secara intramuskular karena cara ini
dapat menyebabkan luka pada kulit dan rasa nyeri serta takut pada pasien.
Beberapa lokasi pada tubuh dapat digunakan untuk injeksi intramuskular. Namun,
lazim digunakan adalah deltoid, darsogluteal, vastus lateralis, dan raktus femoris.
Area-area di atas digunakan karena berbagai alasan antara lai karena massa otot yang
besar, vaskularisasi baik dan jauh dari syaraf. Dalam pelaksanaannya, perawat harus
mempertimbangkan usia pasien, ukuran dan kondisi dari otot yang akan diinjeksi. Untuk
menghindari obat salah masuk pada jaringan subkutan, maka pada saat menginjeksi, jarum
diatur pada posisi tegak lurus 90.
Area deltoid. Area ini dapat ditemukan pada lengan atas bagian luar. Area ini jarang
digunakan untuk injeksi intramuskular karena mempunyai resiko besar terhadap bahaya
tertusuknya pembuluh darah, mengenai tulang atau serabut saraf. Cara sederhana menentukan
lokasi injeksi pada deltoid adalah dengan cara meletakkan dua jari secara vertikal di bawah
akromion, dengan jari yang atas di atas akromion. Lokasi injeksi adalah tiga jari di bawah
akromion.
Area dorsogluteal. Dalam melakukan injeksi dorsogluteal, perawat harus teliti dan
hati-hati sehingga injeksi tidak mengenai syaraf skiatik dan pembuluh darah. Lokasi ini dapat
digunakan pada orang dewasa dan anak-anak di atas usia 3 tahun karena pada kelompok usia
ini otot dorsogluteal belum berkembang.
Salah satu cara menentukan lokasi dorsogluteal adalah dengan cara membagi area
gluteal menjadi kuadran-kuadran. Area gluteal tidak hanya terbatas pada bokong saja, tetapi
memanjang ke arah krista iliaka. Area injeksi dipilih pada area kuadran luar atas.
Area injeksi ventrogluteal dapat pula ditentukan dengan cara menarik garis bayangan
dari spina iliaka posterior superior menuju trokanter besar. Injeksi dilakukan pada area lateral
dan superior terhadap garis bayangan.
Untuk menampakan area ini dengan jelas, pakaian yang menutupi bokong harus
dibuka secara penuh dan pasien diatur berbaring menghadap ke bawah dalam posisi prone
dengan kedua tangan di atas kedua sisi tempat tidur dan kedua kaki diputar ke dalam. Posisi
ini akan membantu relaksasi otot gluteus dan relaksasi pasien yang diinjeksi. Selain posisi
pronasi, pasien dapat pula diatur dalam posisi miring ke samping dengan kaki yang di atas
ditekuk pada pangkal paha dan lutut serta diletakan di depan kaki bawah yang diatur lurus.
Area ventrogluteal. Area ini juga disebut area von hoehstetter. Area ini paling banyak
dipilih untuk injeksi intramuscular karena pada area ini tidak terdapat pembuluh darah dan
saraf besar. Area ini juga jauh dari anus sehingga tidak atau kurang terkontaminasi. Dalam
melakukan injeksi pada area ini, pasien dapat diatur dalam posisi berbaring terlentang,
tengkurap (pronasi), duduk atau berbaring ke samping. Untuk mendapatkan area ini, misalnya
apabila pasien diatur miring ke samping kanan, perawat meletakan telapak tangan pada
trokanter mayor dengan jari-jari menghadap ke arah kepala (perhatikan jangan sampai keliru
dengan krista iliaka superior). Jari tengah diletakan pada spina iliaka anterior superior dan
direntangkan menjauh membentuk suatu area berbentuk huruf V. jarum injeksi ditusukan di
tengah-tengah area ini.
Area vastus lateralis. Area ini terletak antara sisi median anterior dan sisi midlateral
paha. Otot vastus lateralis biasanya tebal dan tumbuh secara baik pada orang dewasa dan
anak-anak. Bila melakukan injeksi pada bayi, disarankan menggunakan area ini karena pada
area ini tidak terdapat serabut saraf dan pembuluh darah besar. Area injeksi disarankan pada
sepertiga bagian yang tengah. Area ini ditentukan dengan cara membagi area antara trokanter
mayor sampai dengan kondila femur lateral menjadi tiga bagian lalu pilih area tengah untuk
lokasi injeksi. Untuk melakukan injeksi ini, pasien dapat diatur miring atau duduk.
Injeksi Intravena
Jalur vena dipakai khususnya untuk tujuan agar obat yang diberikan dapat bereaksi
dengan cepat misalnya pada situasi gawat darurat, obat dimasukan ke dalam vena sehingga
obat langsung masuk system sirkulasi yang menyebabkan obat dapat bereaksi lebih cepat
dibanding dengan cara enteral atau parental yang lain yang memerlukan waktu absorbsi.
Pemberian obat intravena dapat dilakukan dengan berbagai cara. Pada pasien yang
tidak dipasang infus, obat diinjeksikan langsung pada vena. Bila cara ini yang dilakukan,
maka biasanya dicari vena besar yaitu vena basilika atau vena sefalika pada lengan. Pada
pasien yang dipasang infus, obat dapat diberikan melalui botol infus atau melalui karet pada
selang infus yang dibuat untuk memasukan obat.
Dalam melakukan obat melalui vena atau memasang infus harus hati-hati dan
memiliki ketrampilan khusus karena resiko yang dapat terjadi cukup besar. Untuk
memasukan obat melalui vena, perawat harus mempunyai pengetahuan dan ketrampilan yang
memadai sehingga tidak terjadi kesalahan dalam pelaksanaan atau menyebabkan berbagai
masalah yang fatal bagi pasien misalnya terjadi emboli udara. Perawat juga harus mampu
mencari vena yang tepat untuk penusukan. Jangan lakukan penusukan sebelum yakin
mendapatkan vena yang mudah ditusuk. Pengulangan tusukan dapat menyebabkan rasa sakit
dan rasa takut pada pasien.
Pasien yang terpasang infus seringkali mendapat order obat yang dimasukan secara
intravena. Pada pasien ini, perawat tidak perlu membuat tusukan baru lagi, tetapi dapat
memasukan obat melalui karet pada pipa infus yang dirancang untuk memasukan obat atau
melalui botol infus. Dalam melakukan tindakan ini, perawat harus memperhatikan teknik
aseptik yaitu dengan mengusap tempat yang akan ditusuk dengan kapas antiseptik. Klem
infus dimatikan selama obat dimasukan dan bila sudah selesai, kecepatan tetesan diatur
kembali. Pada setiap penambahan obat melalui pipa atau botol infus, buat label pada botol
infus, angkat dan goyangkan botol agar obat dapat campur, observasi keadaan pasien dan
catat tindakan anda pada buku catatan pengobatan atau status kesehatan pasien.
Selain dikemas dalam bentuk untuk diminum atau diinjeksikan, beberapa jenis obat
dikemas dalam bentuk obat luar seperti lotion, liniment,ointment, pasta dan bubuk yang
biasanya dipakai untuk pengobatan gangguan dermatologis misalnya gatal-gatal, kulit kering,
infeksi dan lain-lain. Obat topical juga dikemas dalam bentuk obat tetes (instilasi) yang
dipakai untuk tetes mata, telinga atau hidung serta dalam bentuk untuk iritasi baik mata,
telinga, hidung,vagina, maupun rectum.
Obat dapat diberikan pada kulit dengan cara digosokkan, ditepukkan, disemprotkan,
dioleskan dan iontoforesis (pemberian obat pada kulit dengan listrik). Prinsip kerja pemberian
obat pada kulit antara lain meliputi:
Irigasi mata merupakan suatu tindakan pencucian kantung konjungtiva mata. Berbagai
bentuk spuit tersedia khusus untuk melakukan irigasi tetapi bila tidak ada dapat digunakan
spuit dengan tabung yang besar. Peralatan yang digunakan harus dalam keadaan steril.
Obat mata biasanya berbentuk cairan (obat tetes mata) dan ointment/obat salep mata
yang dikemas dalam tabung kecil. Karena sifat selaput lender dan jaringan mata yang lunak
dan responsive terhadap obat, maka obat mata biasanya diramu dengan kekuatan yang rendah
misalnya 2%.
Instilasi hidung
Obat yang diberikan melalui tetesan hidung (instilasi hidung) diberikan biasanya
dengan maksud menimbulkan astringent efek yang merupakan efek obat dalam
mengkerutkan selaput lendir yang bengkak. Obat tetes hidung diberikan pula dengan tujuan
untuk menyembuhkan infeksi pada rongga atau sinus-sinus hidung.
Irigasi vagina merupakan suatu prosedur membersihkan vagina dengan aliran air yang
pelan. Tindakan ini dilakukan terutama untuk memasukkan larutan antimikrobia guna
mencegah pertumbuhan mikroorganisme penyebab infeksi, mengeluarkan kotoran dalam
vagina dan mencegah perdarahan (dengan cairan dingin atau hangat) dan mengurangi
peradangan.
Peralatan steril digunakanm untuk melakukan irigasi vagina di rumah sakit, terutama
bila terdapat luka terbuka pada vagina. Jenis cairan yang digunakan tergantung pada prosedur
rumah sakit dan tujuan irigasi. Biasanya digunakan cairan normal salin, sodium bikarbonat,
air ledeng dan lain-lain. Jumlah cairan bervariasi antara 1000 sampai dengan 2000 ml dan
cairan dihangatkan pada suhu 50,5 oC.
Instilasi vagina dilakukan berbagai tujuan, antara lain untuk mengobati infeksi atau
menghilangkan rasa nyeri, maupun gatal pada vagina. Obat yang dimasukan melalui vagina
dikemas dalam bentuk yang bervariasi antara lain: Cream. Jelly. Foam atau supositoria.
Obat dapat diberikan melalui rektal. Obat dalam bemtuk cairan yang banyak diberikan
melalui rektal yang sering disebut enema. Obat tertentu dalam bentuk kapsul yang besar dan
panjang (supositoria) juga dikemas untuk diberikan melalui anus/rectum. 0-Ada beberapa
keuntungan penggunaan obat supositoria antara lain:
Priharjo, Robert.1995. Teknik Dasar Pemberian Obat Bagi Perawat. Jakarta: EGC