Anda di halaman 1dari 29

22

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Aspek Legalitas

Agar Pemahaman terhadap istilah dan pengertian yang digunakan tidak


terjadi suatu kesalahan maka penulis menggunakan batasan batasan
pengertian yang bersumber dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009
tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan Peraturan Pemerintah No
32 Tahun 2011 tentang Manajemen dan Rekayasa, Analisis Dampak,
Serta Manajemen Kebutuhan
1. UU No 22 tahun 2009
A. Batasan Pengertian
Dalam Undang - Undang ini terdapat beberapa batasan pengertian

1. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah satu kesatuan sistem yang
terdiri atas Lalu Lintas, Angkutan Jalan, Jaringan Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan, Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,
Kendaraan, Pengemudi, Pengguna Jalan, serta pengelolaannya.

2. Lalu Lintas adalah gerak Kendaraan dan orang di Ruang Lalu Lintas
Jalan.

3. Angkutan adalah perpindahan orang dan/atau barang dari satu


tempat ke tempat lain dengan menggunakan Kendaraan di Ruang
Lalu Lintas Jalan.

4. Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah serangkaian Simpul


dan/atau ruang kegiatan yang saling terhubungkan untuk
penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

5. Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah Ruang Lalu Lintas,
Terminal, dan Perlengkapan Jalan yang meliputi marka, rambu, Alat

OPTIMALISASI KINERJA SIMPANG BERAPILL DI KOTA SOLOK


23

Pemberi Isyarat Lalu Lintas, alat pengendali dan pengaman


Pengguna Jalan, alat pengawasan dan pengamanan Jalan, serta
fasilitas pendukung.

6. Kendaraan adalah suatu sarana angkut di jalan yang terdiri atas


Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Tidak Bermotor.

7. Kendaraan Bermotor adalah setiap Kendaraan yang digerakkan oleh


peralatan mekanik berupa mesin selain Kendaraan yang berjalan di
atas rel.

8. Kendaraan Tidak Bermotor adalah setiap Kendaraan yang digerakkan


oleh tenaga manusia dan/atau hewan.

9. Kendaraan Bermotor Umum adalah setiap Kendaraan yang digunakan


untuk angkutan barang dan/atau orang dengan dipungut bayaran.

10. Ruang Lalu Lintas Jalan adalah prasarana yang diperuntukkan bagi
gerak pindah Kendaraan, orang, dan/atau barang yang berupa Jalan
dan fasilitas pendukung.

11. Jalan adalah seluruh bagian Jalan, termasuk bangunan pelengkap


dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi Lalu Lintas umum,
yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di
bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air,
kecuali jalan rel dan jalan kabel.

12. Halte adalah tempat pemberhentian Kendaraan Bermotor Umum


untuk menaikkan dan menurunkan penumpang.

13. Berhenti adalah keadaan Kendaraan tidak bergerak untuk sementara


dan tidak ditinggalkan pengemudinya.

14. Rambu Lalu Lintas adalah bagian perlengkapan Jalan yang berupa
lambang, huruf, angka, kalimat, dan/atau perpaduan yang berfungsi
sebagai peringatan, larangan, perintah, atau petunjuk bagi Pengguna
Jalan.

15. Marka Jalan adalah suatu tanda yang berada di permukaan Jalan
atau di atas permukaan Jalan yang meliputi peralatan atau tanda
yang membentuk garis membujur, garis melintang, garis serong,

OPTIMALISASI KINERJA SIMPANG BERAPILL DI KOTA SOLOK


24

serta lambang yang berfungsi untuk mengarahkan arus Lalu Lintas


dan membatasi daerah kepentingan Lalu Lintas.

16. Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas adalah perangkat elektronik yang
menggunakan isyarat lampu yang dapat dilengkapi dengan isyarat
bunyi untuk mengatur Lalu Lintas orang dan/atau Kendaraan di
persimpangan atau pada ruas Jalan.

17. Sepeda Motor adalah Kendaraan Bermotor beroda dua dengan atau
tanpa rumah-rumah dan dengan atau tanpa kereta samping atau
Kendaraan Bermotor beroda tiga tanpa rumah-rumah.

18. Perusahaan Angkutan Umum adalah badan hukum yang


menyediakan jasa angkutan orang dan/atau barang dengan
Kendaraan Bermotor Umum.

19. Pengguna Jasa adalah perseorangan atau badan hukum yang


menggunakan jasa Perusahaan Angkutan Umum.

20. Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas adalah serangkaian usaha dan
kegiatan yang meliputi perencanaan, pengadaan, pemasangan,
pengaturan, dan pemeliharaan fasilitas perlengkapan Jalan dalam
rangka mewujudkan, mendukung dan memelihara keamanan,
keselamatan, ketertiban, dan kelancaran Lalu Lintas.

21. Ketertiban Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah suatu keadaan
berlalu lintas yang berlangsung secara teratur sesuai dengan hak dan
kewajiban setiap Pengguna Jalan.

22. Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah suatu keadaan
berlalu lintas dan penggunaan angkutan yang bebas dari hambatan
dan kemacetan di Jalan.

B. Tujuan Penyelenggaraan LLAJ


Dalam pasal 3, mengatakan bahwa transportasi jalan diselenggarakan
dengan tujuan mewujudkan lalu lintas dan angkutan jalan yang aman,
selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk
mendorong perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum,

OPTIMALISASI KINERJA SIMPANG BERAPILL DI KOTA SOLOK


25

memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu


menjunjung tinggi martabat bangsa.

C. Pembinaan

Dalam Pasal 5 dan Pasal 6 menyatakan bahwa :

a) Negara bertanggung jawab atas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan
pembinaannya dilaksanakan oleh Pemerintah.

b) Pembinaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan meliputi ; perencanaan;


pengaturan; pengendalian; dan pengawasan yang dilaksanakan oleh
instansi pembina sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Untuk
urusan pemerintahan di bidang Jalan, oleh kementerian negara yang
bertanggung jawab di bidang Jalan, kemudiaan untuk urusan
pemerintahan di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan, oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di
bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, juga
untuk urusan pemerintahan di bidang pengembangan industri Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan, oleh kementerian negara yang
bertanggung jawab di bidang industri, kemudian untuk urusan
pemerintahan di bidang pengembangan teknologi Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan, oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di
bidang pengembangan teknologi dan untuk urusan pemerintahan di
bidang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor dan
Pengemudi, Penegakan Hukum, Operasional Manajemen dan
Rekayasa Lalu Lintas, serta pendidikan berlalu lintas, oleh Kepolisian
Negara Republik Indonesia. Pembinaan Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan yang dilakukan oleh instansi pembina meliputi:

1) penetapan sasaran dan arah kebijakan pengembangan sistem


Lalu Lintas dan Angkutan Jalan nasional;

2) penetapan norma, standar, pedoman, kriteria, dan prosedur


penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang berlaku
secara nasional;

OPTIMALISASI KINERJA SIMPANG BERAPILL DI KOTA SOLOK


26

3) penetapan kompetensi pejabat yang melaksanakan fungsi di


bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan secara nasional;
4) pemberian bimbingan, pelatihan, sertifikasi, pemberian izin,
dan bantuan teknis kepada pemerintah provinsi dan
pemerintah kabupaten/kota; dan

5) pengawasan terhadap pelaksanaan norma, standar, pedoman,


kriteria, dan prosedur yang dilakukan oleh Pemerintah
Daerah.

c) Mengingat Kota Solok yang menjadi lokasi penelitian Kertas Kerja


Wajib ini, sesuai dalam Undang Undang No 22 Tahun 2009 maka
yang menjadi urusan pemerintah kabupaten/kota dalam melakukan
pembinaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan meliputi:
1. penetapan sasaran dan arah kebijakan sistem Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan kabupaten/kota yang jaringannya berada di
wilayah kabupaten/kota;

2. pemberian bimbingan, pelatihan, sertifikasi, dan izin kepada


perusahaan angkutan umum di kabupaten/kota; dan

3. pengawasan terhadap pelaksanaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan


kabupaten/kota.
D. Perlengkapan Jalan

Dalam Pasal 25 yang mengatur bahwa setiap Jalan yang digunakan


untuk Lalu Lintas umum wajib dilengkapi dengan perlengkapan Jalan
berupa:
1) Rambu Lalu Lintas;
2) Marka Jalan;
3) Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas;
4) alat penerangan Jalan;
5) alat pengendali dan pengaman Pengguna Jalan;
6) alat pengawasan dan pengamanan Jalan;
7) fasilitas untuk sepeda, Pejalan Kaki, dan penyandang cacat;
dan

OPTIMALISASI KINERJA SIMPANG BERAPILL DI KOTA SOLOK


27

8) fasilitas pendukung kegiatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan


yang berada di Jalan dan di luar badan Jalan.
E. Manajemen Dan Rekayasa Lalu Lintas
a. Dalam Pasal 93 mengatakan bahwa Manajemen dan Rekayasa Lalu
Lintas dilaksanakan untuk mengoptimalkan penggunaan jaringan
Jalan dan gerakan Lalu Lintas dalam rangka menjamin Keamanan,
Keselamatan, Ketertiban, dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan yang dilakukan dengan :
a) penetapan prioritas angkutan massal melalui penyediaan lajur
atau jalur atau jalan khusus;
b) pemberian prioritas keselamatan dan kenyamanan Pejalan Kaki;
c) pemberian kemudahan bagi penyandang cacat;
d) pemisahan atau pemilahan pergerakan arus Lalu Lintas
berdasarkan peruntukan lahan, mobilitas, dan aksesibilitas;
e) pemaduan berbagai moda angkutan;
f) pengendalian Lalu Lintas pada persimpangan;
g) pengendalian Lalu Lintas pada ruas Jalan; dan/atau
h) perlindungan terhadap lingkungan.
b. Dalam Pasal 94 mengatakan bahwa kegiatan perencanaan
sebagaimana dimaksud dalam diatas meliputi:
a. identifikasi masalah Lalu Lintas;
b. inventarisasi dan analisis situasi arus Lalu Lintas;
c. inventarisasi dan analisis kebutuhan angkutan orang dan barang;
d. inventarisasi dan analisis ketersediaan atau daya tampung jalan;
e. inventarisasi dan analisis ketersediaan atau daya tampung
Kendaraan;
f. inventarisasi dan analisis angka pelanggaran dan Kecelakaan
Lalu Lintas;
g. inventarisasi dan analisis dampak Lalu Lintas;
h. penetapan tingkat pelayanan; dan
i. penetapan rencana kebijakan pengaturan penggunaan jaringan
Jalan dan gerakan Lalu Lintas.

OPTIMALISASI KINERJA SIMPANG BERAPILL DI KOTA SOLOK


28

Kegiatan pengaturan yang sebagaimana dimaksud adalah penetapan


kebijakan penggunaan jaringan Jalan dan gerakan Lalu Lintas pada
jaringan Jalan dan perbaikan geometrik ruas Jalan dan/atau
persimpangan serta perlengkapan Jalan yang tidak berkaitan langsung
dengan Pengguna Jalan adalah dengan pengadaan, pemasangan,
perbaikan, dan pemeliharaan perlengkapan Jalan yang berkaitan
langsung dengan Pengguna Jalan dan optimalisasi operasional rekayasa
Lalu Lintas dalam rangka meningkatkan ketertiban, kelancaran, dan
efektivitas penegakan hukum.

Untuk aspek legalitas tentang pengaturan Alat pemberi Isyarat Lalu


lintas penulis mengambil Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993
pasal 28 karena di dalam Peraturan Pemerintah No 32 tahun 2011 tidak
diterang secara terperinci tentang Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas
seperti di bawah ini :
2. Peraturan Pemerintah No 43 Tahun 1993 Tentang Prasarana Dan
Lalu Lintas jalan.

Dalam Pasal 28 diatur mengenai Alat pemberi isyarat lalu lintas yang
berfungsi untuk mengatur kendaraan dan/atau pejalan kaki. Alat
pemberi isyarat lalu lintas terdiri dari :
a. lampu tiga warna, untuk mengatur kendaraan terdiri dari cahaya
berwarna merah, cahaya berwarna kuning dan cahaya berwarna
hijau.
b. lampu dua warna, untuk mengatur kendaraan dan / atau pejalan kaki
yaitu cahaya berwarna merah dan cahaya berwarna hijau.
c. lampu satu warna, untuk memberikan peringatan bahaya kepada
pemakai jalan berupa cahaya berwarna kuning atau merah kelap
kelip.
Dalam Pasal 29 diatur bahwa cahaya berwarna merah dipergunakan
untuk menyatakan kendaraan harus berhenti kemudian cahaya
berwarna hijau dipergunakan untuk menyatakan kendaraan harus
berjalan dan cahaya berwarna kuning menyala sesudah cahaya

OPTIMALISASI KINERJA SIMPANG BERAPILL DI KOTA SOLOK


29

berwarna hijau, menyatakan kendaraan yang belum sampai pada marka


melintang dengan garis utuh bersiap untuk berhenti.

3. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2011 Tentang Manajemen


dan Rekayasa, Analisis Dampak, Serta Manajemen Kebutuhan
Lalu Lintas
Kegiatan rekayasa lalu lintas pada persimpangan menurut Pasal 3
meliputi sebagai berikut :
a. perencanaan;
b. pengaturan;
c. perekayasaan;
d. pemberdayaan; dan
e. pengawasan.
Dalam pasal 4 kegiatan perencanaan manajemen dan rekayasa lalu lintas
meliputi:
a. identifikasi masalah lalu lintas;
b. inventarisasi dan analisis situasi arus lalu lintas;
c. inventarisasi dan analisis kebutuhan angkutan orang dan barang;
d. inventarisasi dan analisis ketersediaan atau daya tampung jalan;
e. inventarisasi dan analisis ketersediaan atau daya tampung
kendaraan;
f. inventarisasi dan analisis angka pelanggaran dan kecelakaan lalu
lintas;
g. inventarisasi dan analisis dampak lalu lintas;
h. penetapan tingkat pelayanan; dan
i. penetapan rencana kebijakan pengaturan penggunaan jaringan
jalan dan gerakan lalu lintas.
Dalam pasal 6 identifikasi masalah lalu lintas bertujuan untuk mengetahui
keadaan keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas
dan angkutan jalan.
Dalam Pasal 8 inventarisasi dan analisis situasi arus lalu lintas bertujuan
untuk mengetahui situasi arus lalu lintas dari aspek kondisi jalan,
perlengkapan jalan, dan budaya pengguna jalan.

OPTIMALISASI KINERJA SIMPANG BERAPILL DI KOTA SOLOK


30

B. Aspek Teknis

1. Batasan Pengertian
Agar Pemahaman terhadap istilah istilah yang digunakan tidak terjadi
suatu kesalahan maka penulis menggunakan batasan batasan
pengertian yang bersumber dari Pedoman Pelaksanaan Praktek Kerja
Lapangan yang diterbitkan oleh Sekolah Tinggi Transportasi Darat (2011)
dan Manual Kapasitas Jalan Indonesia yang diterbitkan oleh Bina Marga
(1997) meliputi :
a. Data Primer adalah data yang diperoleh dengan melakuklan
pengamatan atau survey langsung di lapangan mengenai kondisi
transportasi yang ada
b. Data Sekunder adalah data yang telah tersedia dan didapat dari
instansi instansi yang terkait dalam bidang rekayasa lalu lintas baik
secara langsung maupun tidak langsung
c. Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas (APILL)
Adalah perangkat peralatan lalu lintas yang menggunakan isyarat
lampu untuk mengatur lalu lintas orang dan atau kendaraan di
persimpangan atau ruas jalan.
d. Arus Berangkat terlawan (tipe O)
Adalah keberangkatan dengan konflik antara gerak belok kanan dan
gerak lurus/belok kiri dari bagian pendekat dengan lampu hijau pada
fase yang sama.
e. Arus Berangkat terlindung (tipe P)
Adalah keberangkatan tanpa konflik antara gerakan lalu lintas belok
kanan dan lurus
f. Arus Jenuh (saturation flow)
Adalah jumlah maksimum dari arus lalu lintas pada saat lampu lalu
lintas menunjukkan warna hijau.
g. Belok kiri (LT)
Adalah indeks untuk lalu lintas yang belok kiri.
h. Belok kiri langsung (LTOR)

OPTIMALISASI KINERJA SIMPANG BERAPILL DI KOTA SOLOK


31

Adalah indeks untuk lalu lintas belok kiri yang di ijinkan lewat pada
saat sinyal merah.
i. Fase
Adalah Suatu urutan dari perintah-perintah sinyal pada satu kaki
persimpangan yang dimulai dan diakhiri dengan periode waktu hijau.
j. Kapasitas (C)
Adalah banyaknya kendaraan maksimum yang dapat melewati suatu
ruas jalan dalam periode waktu tertentu.
k.Kecepatan Perjalanan (V)
Adalah kecepatan yang diperlukan untuk menempuh jarak tertentu
dalam waktu tertentu termasuk waktu hambatan yang diakibatkan

oleh adanya tundaan dan hambatan.

l. Persimpangan
Adalah simpul pada jaringan jalan dimana jalan-jalan bertemu dan
lintasan kendaraan berpotongan. (PP No 43, 1993).
m. Satuan mobil penumpang
Adalah satuan untuk arus lalu lintas dimana arus berbagai tipe
kendaraan diubah menjadi arus kendaraan ringan ( termasuk mobil
penumpang ) dengan menggunakan satuan mobil penumpang.
n. Tahap
Adalah bagian dari siklus apabila suatu kombinasi perintah signal
tertentu adalah tetap hal ini dimiliki pada awal periode waktu kuning
dan berakhir pada akhir dari periode hijau yang berikutnya.
o. Titik konflik
Adalah titik pertemuan antara gerakan kendaraan dari kaki
persimpangan yanng satu dengan gerakan kendaraan dari
persimpangan yang lain.
p. Tundaan
Adalah hambatan atau perlambatan yang dialami oleh suatu
kendaraan pada persimpangan yang di sebabkan karena suatu hal
sehingga kecepatan kendaraan menjadi berkurang atau berhenti.
q. Volume lalu Lintas

OPTIMALISASI KINERJA SIMPANG BERAPILL DI KOTA SOLOK


32

Adalah banyaknya kendaraan yang melewati suatu titik yang tetap


dalam satuan waktu tertentu. Volume dihitung dalam kendaraan / hari
atau kendaraan / jam.
r. Waktu Hijau Antara (intergreen)
Adalah waktu antara berakhirnya isyarat hijau pada salah satu tahap
dan dimulainya waktu hijau pada tahap berikutnya, (terdiri dari waktu
kuning ditambah dengan waktu merah bersama ).
s. Waktu Hijau Efektif
Adalah waktu hijau ditambah waktu kuning dikurangi waktu yang
hilang.
t. Waktu Merah Semua (All Red)
Waktu dimana sinyal merah menyala bersamaan dalam pendekat
pendekat yang dilayani oleh dua fase sinyal yang berurutan (det)
u. Waktu Hilang (lost time)
Adalah Jumlah semua periode antar hijau dalam siklus yang lengkap.
Waktu hilang dapat juga diperoleh dari beda antara waktu siklus
dengan jumlah waktu hijau dalam semua fase yang berurutan.
v.Waktu Siklus
Adalah waktu yang dibutuhkan pada suatu fase dari saat lampu lalu
lintas mulai menunjukkan warna hijau sampai kembali warna hijau
lagi.
2. Penempatan Perlengkapan Jalan
a. Penempatan Rambu
Menurut buku Pedoman Penempatan Fasilitas Perlengkapan Jalan yang
diterbitkan oleh Departemen Perhubungan :

(1) Rambu peringatan ditempatkan pada sisi jalan sebelum tempat atau
bagian jalan yang berbahaya dengan jarak sesuai dengan Tabel III.1

OPTIMALISASI KINERJA SIMPANG BERAPILL DI KOTA SOLOK


33

Tabel III. 1 Jarak Penempatan Rambu Peringatan


Kecepatan Rencana
Jarak minimum (x)
(km/jam)
> 100 180 m
81 100 100 m
61 80 80 m
< 60 50 m
Sumber : Pedoman Teknis Penempatan Fasilitas dan Perlengkapan
Jalan,2006

(2) Rambu larangan ditempatkan sedekat mungkin pada awal bagian


jalan dimulainya rambu larangan.
(3) Rambu perintah ditempatkan sedekat mungkin pada awal bagian jalan
dimulainya perintah.
(4) Rambu petunjuk ditempatkan pada sisi jalan, pemisah jalan atau di
atas daerah manfaat jalan sebelum tempat, daerah atau lokasi yang
ditunjuk.
b. Penempatan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas
Menurut buku Pedoman Penempatan Fasilitas Perlengkapan Jalan
yang diterbitkan oleh Departemen Perhubungan :

(1) Penempatan alat pemberi isyarat lalu lintas dilakukan sedemikian


rupa, sehingga mudah dilihat dengan jelas oleh pengemudi, pejalan
kaki dan tidak merintangi lalu lintas kendaraan.
(2) Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas yang ditempatkan pada
persimpangan di sisi jalur lalu lintas, tinggi lampu bagian yang paling
bawah sekurang-kurangnya 3,00 meter dari permukaan jalan.

(3) Alat pemberi isyarat lalu lintas pada persimpangan, ditempatkan pada
sisi kiri jalur lalu lintas menghadap arah datangnya lalu lintas dan
dapat diulangi pada sisi kanan atau di atas jalur lalu lintas.
2. Prinsip Dasar Pengendalian Persimpangan Dengan Alat Pemberi Isyarat
Lalu Lintas
Menurut buku Rekayasa Lalu Lintas penerbit Direktorat Jendral
perhubungan Darat tahun 1999 menurunkan hambatan dan

OPTIMALISASI KINERJA SIMPANG BERAPILL DI KOTA SOLOK


34

meningkatkan kapasitas dipersimpangan yang menggunakan alat pemberi


isyarat lalu lintas dapat dilakukan dengan langkah langkah sebagai
berikut :
(1) Arus yang memasuki persimpangan harus dapat ditampung.
(2) Menggunakan fase sesedikit mungkin.
(3) Waktu yang dialokasikan untuk masing-masing fase harus memenuhi
kebutuhan.
(4) Bila memungkinkan sebaiknya dikoordinasikan pengendalian untuk
simpang yang berdekatan, sehingga dapat meningkatkan efisiensi.

Menurut buku Rekayasa Lalu Lintas penerbit Direktorat Jendral


perhubungan Darat tahun 1999 teknik-teknik yang dapat diterapkan
merupakan salah satu atau kombinasi berikut ini :
(1) Memisahkan pergerakan yang menyebabkan konflik dalam beberapa
tahap.
(2) Membatasi pergerakan, misalnya larangan belok kanan yang
menyebabkan konflik besar.
(3) Mengijinkan pergerakan yang derajat terjadinya konflik masih rendah
dan aman, misalnya antara arus lurus dan belok kanan yang
berlawanan secara bersamaan.
a. Penentuan Tahap

Berdasarkan buku Manual Kapasitas Jalan Indonesia,1997, pada


umumnya pengaturan dua fase dicoba sebagai kejadian dasar, karena
biasanya menghasilkan kapasitas yang lebih besar dan tundaan rata
rata lebih rendah daripada tipe fase sinyal lain dengan pengatur fase
yang biasa dengan pengaturan fase konvensional.

Arus berangkat belok kanan pada fase yang berbeda dari gerakan
lurus langsung memerlukan lajur terpisah. Pengaturan terpisah
gerakan belok kanan bisanya hanya dilakukan berdasarkan
pertimbangan kapasitas jika arus melebihi 200 smp / jam. Walau

OPTIMALISASI KINERJA SIMPANG BERAPILL DI KOTA SOLOK


35

demikian, diperlukan demi keselamaan lalu lintas dalam keadaan


tertentu.

b. Penentuan Pengaturan Persimpangan


Pergerakan lalu lintas di suatu persimpangan dapat dikendalikan
dengan cara menentukan jenis pengaturan persimpangan, dalam
menentukan jenis pengaturan pada persimpangan dapat digunakan
pedoman diagram yang menentukan jenis pengaturan pada
persimpangan. Diagram persimpangan ini digunakan berdasarkan
volume arus lalu lintas pada kaki kaki persimpangan.

Arus lalu intas yang melalui kaki persimpangan mempunyai arus yang
lebih besar dari kaki persimpangan lainnya disebut arus mayor
(utama), sedangkan arus lalu lintas pada kaki persimpangan yang
mempunyai arus lebih kecil disebut arus minor.

Menurut buku Menuju Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang tertib
tahun 1995 kriteria suatu persimpangan sudah harus dipasang alat
pemberi isyarat lalu lintas adalah :

a. arus minimal lalu lintas yang menggunakan persimpangan rata


rata diatas 750 kendaraan/jam selama 8 jam dalam sehari.

b. atau bila waktu menunggu / hambatan rata rata kendaraan di


persimpangan telah melampaui 30 detik.

a. atau persimpangan digunakan oleh rata rata lebih dari 175


pejalan kaki / jam selama 8 jam sehari.
d. atau sering terjadi kecelakaan pada persimpangan yang
bersangkutan.

e. atau merupakan kombinasi dari sebab sebab yang disebutkan


diatas.

f. atau karena pada daerah yang bersangkutan dipasang suatu sistem


pengendalian lalu lintas terpadu (Area Traffic Control /ATC),

OPTIMALISASI KINERJA SIMPANG BERAPILL DI KOTA SOLOK


36

sehingga setiap persimpangan yang termasuk di dalam daerah


yang bersangkutan harus dikendalikan dengan alat pemberi isyarat
lalu lintas.

Syaratsyarat yang disebutakn diatas tidaklah baku, dapat


disesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat.

Dalam sistem pengendalian persimpangan dapat menggunakan


pedoman pada gambar penentuan pengendalian persimpangan yang
digunakan berdasarkan volume lalu lintas pada masing-masing kaki
simpanganya, metode pengendalian pergerakan kendaraan pada
persimpangan diperlukan agar kendaraankendaraan yang melakukan
gerakan tidak akan saling bertabrakan. Berikut gambar penentuan
pengendalian persimpangan:

Sumber : Menuju Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang Tertib,1995

Gambar III.2 Kriteria penentuan pengaturan persimpangan

Penghitungan dilakukan persatuan waktu (jam) untuk satu waktu lebih


periode, misalkan pada arus lalu lintas jam sibuk pagi, siang dan sore.

Jika hanya arus lalu lintas (LHR) saja yang ada tanpa diketahui distribusi
lalu lintas pada setiap jamnya, maka arus rencana per jam dapat
diperkirakan sebagai suatu persentase dari LHR sebagai berikut :

OPTIMALISASI KINERJA SIMPANG BERAPILL DI KOTA SOLOK


37

Tabel III.2 Hubungan LHR dan Volume Jam Tersibuk

Sumber : MKJI, 1997

Jika distribusi gerakan membelok tidak diketahui dan tidak dapat


diperkirakan, 15 % belok kanan dan 15 % belok kiri dari arus pendekat
total dapat dipergunakan (kecuali jika ada gerakan membelok tersebut
yang akan dilarang).

LHR = VJP / K

Sumber: MKJI 1997

3. Teori Penghitungan Persimpangan Bersinyal


Ada beberapa kinerja persimpangan bersinyal antara lain kapasitas,
derajat kejenuhan,jumlah antrian, dan laju henti. Berikut ini akan di
berikan teori penghitungan simpang bersinyal.

OPTIMALISASI KINERJA SIMPANG BERAPILL DI KOTA SOLOK


38

a) Arus Jenuh (S)


Besarnya keberangkatan antrian di dalam suatu pendekat selama
kondisi tertentu.

Untuk penghitungan arus jenuh adalah dengan mengalikan semua


faktor yang mempengaruhi dengan menggunakan rumus berikut

ini :

S = So x Fcs x Fsf x Fg x Fp x Frt x Flt

Sumber : MKJI, 1997


Keterangan :

S = arus jenuh

So = arus jenuh dasar

Fcs = faktor penyesuaian ukuran kota

Fsf = faktor penyesuaian hambatan samping

Fg = faktor penyesuaian kelandaian

Fp = faktor penyesuaian parkir

Frt = faktor penyesuaian kendaraan belok kanan

Flt = faktor penyesuaian kendaraan belok kiri

1) So (Arus Jenuh Dasar)


Untuk menghitung nilai arus jenuh dasar dapat di tentukan
dengan menggunakan rumus berikut ini :

So = 600 x We

Sumber: MKJI, 1997

OPTIMALISASI KINERJA SIMPANG BERAPILL DI KOTA SOLOK


39

Keterangan :

We = Lebar masuk suatu pendekat (meter)

1) Fcs (Faktor penyesuaian ukuran kota)


Untuk faktor penyesuaian ukuran kota pada penghitungan arus
jenuh sama dengan faktor penyesuaian pada penghitungan
kapasitas.

Tabel III.9 Faktor Penyesuaian Ukuran Kota

Sumber : MKJI, 1997

2) Untuk Fsf (faktor penyesuaian gesekan samping)


Untuk faktor penyesuaian gesekan samping pada penghitungan
arus jenuh dapat di lihat pada tabel berikut :

OPTIMALISASI KINERJA SIMPANG BERAPILL DI KOTA SOLOK


40

Tabel III.10 Faktor Penyesuaian Hambatan Samping

Sumber : MKJI, 1997

3) Fg (faktor penyesuaian kelandaian)


Untuk menentukan faktor penyesuaian kelandaian digunakan
gambar grafik yang terdapat pada lampiran

4) Fp (factor penyesuaian parkir)


Faktor penyesuaian parkir disesuaikan dengan menggunakan
gambar grafik sebagai fungsi jarak dari garis henti sampai
kendaraan yang di parkir pertama. Faktor penyesuaian parkir
juga dapat dihitung dengan mengunakan rumus berikut, yang
mencakup pengaruh panjang waktu hijau :

Fp = {[ ( Lp / 3 ( wa 2 ) ) x ( Lp / 3 g ) / wa ] /g }

Sumber : MKJI 1997

OPTIMALISASI KINERJA SIMPANG BERAPILL DI KOTA SOLOK


41

Keterangan :

Lp = jarak antar garis henti dan kendaraan yang


diparkir pertama

Wa = lebar pendekat

g = waktu hijau pada pendekat

5) Flt (faktor penyesuaian belok kiri)


Di tentukan sebagai fungsi dari rasio belok kiri

Flt = 1.0 Plt x 0.16

Sumber : MKJI,1997

Sedangkan dalam pendekat-pendekat terlawan (tipe O) pada


umumnya lebih lambat, maka tidak diperlukan penyesuaian
untuk pengaruh rasio belok kiri.(sumber : MKJI, 1997)

7) Frt ( faktor penyesuaian belok kanan )

Di tentukan sebagai fungsi dari rasio kendaraan belok kanan


(hanya untuk pendekat tipe P, tanpa median, jalan dua arah)

Frt = 1.0 +Prt x 0.26

Sumber : MKJI, 1997

Jadi untuk Frt 4 lengan sama dengan 1 karena Prt sama dengan 0

a) Waktu Siklus (c)


Untuk menentukan besarnya waktu siklus yang diperlukan oleh
suatu persimpangan dapat dihitung dengan menggunakan rumus
berikut ini :

Sumber : MKJI 1997

OPTIMALISASI KINERJA SIMPANG BERAPILL DI KOTA SOLOK


42

Keterangan :

c ua = waktu siklus (detik)

IFR = nisbah arus persimpangan ( FR crit terbesar)

L = waktu hilang per siklus (detik)

= total waktu hilang tiap fase ( li )

li = waktu hilang awal hijau + waktu hilang hijau antara

b) Waktu Hijau (gi)


Kinerja suatu simpang bersinyal pada umunya lebih peka terhadap
kesalahan kesalahan dalam pembagian waktu hijau daripada
terhadap terlalu panjangnya waktu siklus. Penyimpangan kecilpun
dari rasio hijau (g/c) yang ditentukan menghasilkan bertambah
tingginya tundaan rata rata pada simpang tersebut.

Untuk menghitung nilai waktu hijau dapat ditentukan dengan


menggunakan rumus berikut ini

gi = (Cua LTI)*PRi

Sumber :MKJI, 1997

Keterangan :

gi = Tampilan waktu hijau pada fase i (det)

Cua = Waktu siklus sebelum penyesuaian (det)

LTI = Waktu hilang total per silklus

Pri = Rasio fase (Frcrit /Frcrit)

IFR = Rasio arus simpang (Frcrit)

OPTIMALISASI KINERJA SIMPANG BERAPILL DI KOTA SOLOK


43

c) Waktu siklus yang disesuaikan


Dihitung berdasarkan waktu hijau yang diperoleh dan telah
dibulatkan danwaktu hilang(LTI). Dihitung dengan rumus :

c = g + LTI

Sumber :MKJI, 1997

d) Kapasitas (C)
Untuk penghitungan kapasitas pada masing-masing pendekat di
gunakan rumus berikut :

C = S x (g/c)

Sumber : MKJI, 1997

e) Derajat Kejenuhan (DS)


Derajat kejenuhan merupakan rasio dari arus lalu lintas terhadap
kapasitas untuk suatu pendekat. Derajat kejenuhan ini dapat
dihitung dengan menggunakan rumus berikut :

Sumber : MKJI, 1997

f) Jumlah Antrian (NQ)


Hasil perhitungan derajat kejenuhan digunakan untuk menghitung
jumlah antrian smp ( NQ1 ) yang tersisa dari fase hijau sebelumnya.

Untuk derajat kejenuhan, DS > 0,5 maka penghitungan jumlah


antrian menggunakan rumus berikut ini :

OPTIMALISASI KINERJA SIMPANG BERAPILL DI KOTA SOLOK


44

Sumber : MKJI,1997

Sedangkan untuk nilai DS 0,5 NQ1 = 0

NQ1 = jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya

Untuk menentukan jumlah antrian yang datang selama fase merah


digunakan rumus sebagai berikut ini :

Sumber : MKJI, 1997

NQ2 = jumlah smp yang datang selama fase merah

Untuk mendapatkan berapa jumlah antrian total yaitu dihitung


dengan cara menjumlahkan jumlah antrian yang pertama dengan
jumlah antrian yang kedua.

Sumber: MKJI, 1997

g) Panjang Antrian (QL)


Panjang antrian di hitung dengan mengalikan NQ maks dengan luas
rata rata yang dipergunakan per smp. Luas rata rata yang
digunakan adalah 20 m. Rumus yang digunakan untuk
menghitung panjang antrian adalah sebagai berikut :

Sumber : MKJI, 1997

OPTIMALISASI KINERJA SIMPANG BERAPILL DI KOTA SOLOK


45

Keterangan :

QL = Panjang antrian (m)

Menurut MKJI,1997, NQ maks dapat di cari dengan menggunakan


grafik probability over loading (Pol) / peluang pembebanan lebih.

h) Kendaraan Terhenti (NS)


Untuk laju henti masing-masing pendekat yang di definisikan sebagai
jumlah rata-rata berhenti per smp (termasuk berhenti berulang
dalam antrian) dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut
ini :

Sumber : MKJI, 1997

Keterangan :

NS = laju henti (stop/sm)

NQ = jumlah antrian (smp)

Q = arus lalu lintas (smp/jam)

c = waktu siklus (detik)

Setelah menghitung laju henti, untuk menghitung jumlah


kendaraan terhenti (Nsv) masing-masing pendekat dapat di hitung
dengan menggunakan rumus sebagai berikut ini

Sumber: MKJI, 1997

Dimana :

OPTIMALISASI KINERJA SIMPANG BERAPILL DI KOTA SOLOK


46

Nsv : Jumlah kendaraan terhenti pada masing-


masing pendekat (smp/jam)

Kemudian menghitung angka henti seluruh simpang dengan cara


membagi jumlah kendaraan terhenti pada seluruh pendekat
dengan arus total Q dalam kend/jam seperti berikut ini :

Sumber: MKJI, 1997

Dimana :

NStot : Jumlah henti seluruh simpang (smp/jam)

i) Tundaan (D)
Setiap pendekat tundaan lalu lintas rata-rata ditimbulkan akibat
pengaruh timabl balik dengan gerakan-gerakan lainnya pada
simpang.

Untuk menghitung tundaan lalu lintas rata-rata dapat di hitung


dengan menggunakan rumus rumus berikut ini :

Sumber : MKJI,1997

Yang mana

0.5 x ( 1 GR )2
A =
( 1- GR ) x DS

GR = rasio hijau ( g/c )

OPTIMALISASI KINERJA SIMPANG BERAPILL DI KOTA SOLOK


47

Tundaan geometrik pada masing-masing kaki simpang di hitung


dengan menggunakan rumus berikut :

....

Sumber : MKJI, 1997

Dimana :

DG : Tundaan geometrik rata rata untuk pendekat j


(det/jam)

Psv : Rasio kendaraan terhenti pada pendekat = Min


(NS,1)

Pt : Rasio kendaraan berbelok pada pendekat

Tundaan rata rata di hitung dengan menggunakan rumus :

D = DT + DG

Sumber : MKJI, 1997

Keterangan :

D : Tundaan rata rata

DT : Tundaan Lalu Lintas

DG : Tundaan geometrik

Tundaan rata rata untuk seluruh simpang di hitung dengan


menggunakan rumus :

OPTIMALISASI KINERJA SIMPANG BERAPILL DI KOTA SOLOK


48

Sumber : MKJI, 1997

4. Penyesuaian kendaraan dalam Satuan Mobil Penumpang terdapat pada


tabel dibawah ini.

Tabel III.11 Penyesuaian SMP Kendaraan Pada Persimpangan

TIPE KENDARAAN PENDEKAT PENDEKAT


TERLINDUNG TERLAWAN

1 2 3

KENDARAAN RINGAN 1 1

KENDARAAN BERAT 1,3 1,3

SEPEDA MOTOR 0,2 0,4

KEND. TAK BERMOTOR 0,5 1

Sumber : MKJI, 1997

5. Tingkat Pelayanan
Pada tabel berikut ini dapat dilihat tingkat tundaan yang digunakan
sebagai indikator tingkat pelayanan dan lamanya tundaan adalah
sebagai berikut :

OPTIMALISASI KINERJA SIMPANG BERAPILL DI KOTA SOLOK


49

Tabel III.12 Tingkat Pelayanan Pada Persimpangan

TINGKAT TUNDAAN KETERANGAN


PELYANAN
( det / smp )

1 2 3

A <5 BAIK SEKALI

B 5 15 BAIK

C 15 25 SEDANG

D 25 40 KURANG

E 40 60 BURUK

F > 60 BURUK SEKALI

Sumber : Pedoman Teknis Pengaturan Lalin di Persimpangan, Dirjen Hubdat-


1996

BAGAN ALIR

KAJIAN KINERJA PERSIMPANGAN BER APILL

PADA KAWASAN KOTA SOLOK

PENGUMPULAN DATA

OPTIMALISASI KINERJA SIMPANG BERAPILL DI KOTA SOLOK


50

DATA PRIMER DATA SEKUNDER

Survey Inventarisasi Peta Jaringan Jalan


Persimpangan
Survey Gerakan Membelok Data Penduduk
Survey siklus waktu eksisting

IDENTIFIKASI
PERMASALAHAN

ANALISA UNJUK KERJA


KONDIS AWAL

ANALISA KONDISI
SETTING APILL
USULAN

PERBANDINGAN UNJUK KERJA


KONDISI AWAL DENGAN USULAN

KESIMPULAN DAN SARAN

OPTIMALISASI KINERJA SIMPANG BERAPILL DI KOTA SOLOK

Anda mungkin juga menyukai