Anda di halaman 1dari 11

TUGAS POLITIK ENERGI

ANALISIS PERKEMBANGAN TENAGA NULIR DI INDOENSIA

Oleh:
Asih Tri Marini / 120160204004

LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS PERTAHANAN INDONESIA
BOGOR
2017
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Merupakan suatu kenyataan bahwa kebutuhan akan energi, khususnya energi


listrik di Indonesia, makin berkembang menjadi bagian tak terpisahkan dari kebutuhan
hidup masyarakat sehari-hari seiring dengan pesatnya peningkatan pembangunan di
bidang teknologi, industri dan informasi. Namun pelaksanaan penyediaan energi listrik
yang dilakukan oleh PT.PLN (Persero), selaku lembaga resmi yang ditunjuk oleh
pemerintah untuk mengelola masalah kelistrikan di Indonesia, sampai saat ini masih
belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan energi listrik secara keseluruhan.
Kondisi geografis negara Indonesia yang terdiri atas ribuan pulau dan kepulauan, tersebar
dan tidak meratanya pusat-pusat beban listrik, rendahnya tingkat permintaan listrik di
beberapa wilayah, tingginya biaya marginal pembangunan sistem suplai energi listrik
(Ramani, 1992), serta terbatasnya kemampuan finansial, merupakan faktor-faktor
penghambat penyediaan energi listrik dalam skala nasional.

Kementrian ESDM mengakui masih banyak masyarakat yang belum bisa


menikmati listik. Setidaknya ada 7 juta KKK yang belum terlistriki. Raiso elektrifikasi
Indonesia masih tertingga dibandingkannegara-negara di ASEAN. Hingga pertengahan
2016b rasio elektrifikasi Indonesia masih sebesar 89,5%. Dari rasio eletrifikasi (RE%)
sebesar 89,5% 7juta KK masih belum menikmati listrik. Jika diasumsikan 1 KK terdiri
dari 4 naggota keluarga maka kurang leih 28 juta masyarakat Indonesia belum dapat
menikmati listrik. Pemerintah mentargetkan RE% di tahun 2019 akan mencapai 98%.
Untuk mencapai target tersebut merupakan tantangan besar bagi Indonesia. Dan tentunya
dibutuhkan investasi yang besar. (Jannah, 2016)

Dari sisi suplai, ada beragam pilihan energi untuk memenuhinya. Batubara sejauh
ini merupakan energi yang ongkosnya murah, Rp 400-Rp 500 per kilowatt jam (kWh).
Akan tetapi, emisi gas buangnya 1.000 gram per kWh. Energi panas bumi dan tenaga
surya beremisi rendah, tetapi ongkosnya masih tinggi, yakni Rp 2.000 per kWh untuk
tenaga surya dan Rp 1.100-Rp 1.200 per kWh untuk panas bumi. Adapun gas alam
menghasilkan emisi 600 gram per Kwh, ongkosnya Rp 600-Rp 700 per kWh. Cadangan
minyak Indonesia yang sekitar 3,7 miliar barrel cukup untuk 11-12 tahun ke depan.
Perhitungan ini dengan asumsi produksi 700.000-800.000 barrel per hari. Konsumsi
minyak Indonesia saat ini sekitar 1,5 juta barrel per hari. Dengan asumsi pertumbuhan
konsumsi minyak 6 persen per tahun, pada 2025 kebutuhan minyak menjadi 2,7 juta
barrel per hari. Pertumbuhan konsumsi dipengaruhi pertumbuhan ekonomi dan
pertambahan populasi atau jumlah penduduk di Indonesia.

Perihal energi baru terbarukan, pemerintah sudah memberikan perhatian terhadap


pengembangan energi baru terbarukan. Namun, belum padunya antar-kementerian yang
terlibat dalam pengembangan energi baru terbarukan menyebabkan program tersebut
tersendat. Misalnya, pengembangan panas bumi di bawah Kementerian Energi dan
Sumber Daya Mineral terganjal aturan larangan pengembangan di kawasan konservasi
yang diatur undang-undang di bawah Kementerian Kehutanan. Akibatnya,
pengembangannya pun terhambat.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi


Nasional yang dirumuskan DEN, peran energi baru terbarukan dalam bauran energi pada
2025 sedikitnya sebesar 23 persen. Pada 2050, porsinya meningkat menjadi sedikitnya 31
persen. Tugas dari DEN adalah menciptakan sinergi antar-pemangku kepentingan.
Tujuannya, agar semua program pemerintah terkait pengembangan energi baru
terbarukan menjadi tercapai. Menurut Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan
Konservasi Energi pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengatakan,
prioritas pemerintah untuk mengembangkan energi baru terbarukan adalah dari panas
bumi, hidro, dan bioenergi (biomassa). Alasannya, potensi di Indonesia besar.
Berdasarkan data DEN, potensi panas bumi di Indonesia 28.910 megawatt, potensi tenaga
hidro 75.000 megawatt, dan potensi biomassa 32.654 megawatt.

Namun belum terlihat peran energi baru dalam mendukung pemenuhan kebutuhan
energi di Indonesia yang dimaksud adalah dari Nuklir. Tenaga nuklir sangat bermanfaat,
namun juga ada risiko bahaya apabila pemanfaatannya tidak memenuhi ketentuan yang
dipersyaratkan untuk itu. Radiasi tidak terlihat, tidak berwarna dan tidak berbau, dan
hanya dapat dideteksi dengan instrumen, dan mampu menimbulkan ionisasi pada benda
yang dilalui. Berbeda dengan cahaya yang nampak, radiasi mempunyai daya tembus pada
benda yang dilalui. Kementerian Perindustrian memngusulkan pemenuhan kebutuhan
energi menggunakan torium sebagai bahan bakar pembangkit listrik. Torium yang
tersedia di Indonesia dinilai dapat dioptimalkan untuk memenuhi kebutuhan energi secara
mandiri dalam jangka panjang. Sumber daya torium ada di Bangka Belitung sebesar
170.000 ton. Torium sebanyak itu diperkirakan cukup untuk mengoperasikan 170
pembangkit listrik berdaya 1.000 megawatt selama 1.000 tahun.

Dengan potensi yang demikian besar seharusnya nuklir turut berkontriusi dalam
upaya pemenuhan kebutuhan listrik di Indonesia. Saat ini telah undang-undang yang
mengatur tentang ketenaganuliran yaitu UU No 10 tahun 1997. Dalam bidang
ketenaganukliran, Undang Undang yang mengatur adalah Undang Undang No. 10 Tahun
1997 tentang Ketenaganukliran (Lembaran Negara RI Tahun 1997 No. 23) dan
Tambahan Lembaran Negara RI No. 3676 untuk menggantikan Undang undang No. 31
tahun 1964 tentang Ketentuan Ketentuan Pokok Tenaga Atom. UU ini dimaksudkan
agar dapat mengikuti perkembangan pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia diberbagai
bidang sehingga dalam pemanfaatannya dapat menjamin keselamatan pekerja,
masyarakat maupun lingkungan hidup. Namun hingga 20 tahun sejak UU tenaga nuklir
disahkan belum ada RUU yang memperbaharui, justru keluar PP No 79 tahun 2014 yang
menyatakan bahwa Nuklir adalah alternatif terakhir. Hal ini perlu dianalisis apa yang
menjadi permasalah an pembangunan PLTN di Indoneisa sebenarnya.

` Tujuan

Dari makalah ini diharapkan dapat memberikah hasil berupa kajian serta analisis
terkait terhambatnya pembangunan PLTN di Indonesia kemudian juga diharapkan
memberikan rekomendasi yang dapat diimplementasikan.
BAB II

ANALISA DAN PEMBAHASAN

Teori Trias Politica


Teori trias politica adalah teori pemisalahn kekuasaan yang telah sebelumnya
diperkenalkan yang pertama oleh John Locke yang berasal dari Inggris, sementara yang
kedua adalah Montesquieu, dari Perancis. Teori Pembagian Kekuasaan menurut Trias
Politika merupakan konsep yang banyak dianut diberbagai negara di berbagai belahan
dunia. Konsep dasarnya adalah, kekuasaan di suatu negara tidak boleh dilimpahkan
kepada satu struktur kekuasaan politik melainkan harus terpisah di lembaga-lembaga
negara yang berbeda. (anonim, 2015)
Trias Politica memisahkan tiga macam kekuasaan:
1. Kekuasaan Legislatif tugasnya adalah membuat undang-undang.
Dilihat dari kata Legislate yang bermakna lembaga yang bertugas membuat undang-
undang. Namun tidak hanya sebatas membuat undang-undang, melainkan juga
merupakan wakil rakyat atau badan parlemen. Pernyataan ini didasari oleh teori
kedaulatan rakyat yaitu teori yang bertentangan dengan teori monarki dan
absolutisem. Jadi hakikatnya badan legislatif digunakan untuk mencegah terjadinya
tindakan sikap absolut dari pemerintah pusat atau presiden. (Budiarto, 1999)

2. Kekuasaan Eksekutif tugasnya adalah melaksanakan undang-undang


Secara umum arti lembaga eksekutif adalah pelaksanaan pemerintah yang dikepalai
oleh presiden yang dibantu pejabat, pegawai negeri, baik sipil maupun militer.
Sedangkan wewenang menurut Meriam Budiardjo mencangkup beberapa bidang:
[a] Diplomatik: menyelenggarakan hubungan diplomatik dengan negara-negara
lainnya. [b] Administratif: melaksanakan peraturan serta perundang-undangan
dalam administrasi negara. [c] Militer: mengatur angkatan bersenjata, menjaga
keamanan negara dan melakukan perang bila di dalam keadaan yang mendukung.
[d] Legislatif: membuat undang-undang bersama dewan perwakilan. [e] Yudikatif:
memberikan grasi dan amnesti. (Budiarto, 1999)
3. Kekuasaan Yudikatif tugasnya adalah mengadili pelanggaran undang-undang
Lembaga ini merupakan lembaga ketiga dari tatanan politik Trias Politica yang
berfungsi mengontrol seluruh lembaga negara yang menyimpang atas hukum yang
berlaku pada negara tersebut. Fungsi Lembaga Yudikatif adalah sebagai alat
penegakan hukum, penyelesaian penyelisihan, hak menguji apakah peraturan
hukum sesuai atau tudak dengan UUD dan landasan Pancasila, serta sebagai hak
penguji material. (Budiarto, 1999)
Dengan terpisahnya 3 kewenangan di 3 lembaga yang berbeda tersebut,
diharapkan jalannya pemerintahan negara tidak timpang, terhindar dari korupsi
pemerintahan oleh satu lembaga, dan akan memunculkan mekanisme check and balances
(saling koreksi, saling mengimbangi). Kendatipun demikian, jalannya Trias Politika di
tiap negara tidak selamanya serupa, mulus atau tanpa halangan.

Analisa Politisasi Pembangunan PLTN di Indonesia

Politik energi bermakna bagaimana mengolah dan menggunakan kekayaan energi


untuk kepentingan nasional. Muaranya, untuk kesejahteraan rakyat Indonesia dari Sabang
sampai Merauke. Politik energi kita harus kuat demi keamanan nasional. Politik energi
yang tidak kuat akan berimplikasi terhadap independensi bangsa ini. Sebab, kondisi
ekonomi global sebagaimana data Centre for Research and Globalization (CRG) sekitar
60 persen harga minyak dunia ditentukan spekulan. Hal itu sangat berbahaya untuk
negara pengimpor minyak seperti Indonesia. Sehubungan dengan permasalahan upaya
penyediaan energi di Indonesia kurang lengkap jika tidak membahas mengenai tenaga
listrik. Saat ini RE% Indonesia hanya 89,5% angka ini lebih kecil dari negara Vietnam
yang saat ini telah mencapai 92%.

Saat ini Indonesia memiliki target baran energi sebesar 23% EBT di tahun 2025.
Seain itu indonesi juga tekah sepakat untuk menurunkan GRK sebesar 26% ditahun 2030.
Tentu dua keputusan politik tersebut memerlukan upaya tindak lanjut agar dapat tercapai.
Dari dua keputusan politik tersebut tentunya memerlukan upaya yang tidak mudah, oleh
karena itu beberapa pakar energi menyarankan untuk pembangunan PLTN. Permasalah
nuklir di Indonesia sudah menjadi permasalahan yang hampir diabaikan. Karena hingga
saat ini belum ada keputusan mengenai rencana pembangunan PLTN dan pengelolaan
tenaga atom di Indonesia, padahal undang-undang tentang ketenaga nukliran telah ada
sejak 20 tahun silam, selain itu telah ada Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) yang
bertugas sebagai pelaksana kagiatan nuklir dan Bappeten sebagai lembaga pengawas juga
telah dibuat bertahun-tahun silam. Lantas sebenarnya apakah yang menyebabkan
pembangunan PLTN di Indonesia terhambat dan seperti apakah analisis berdasarkan teori
trias politika? Apakah setiap lembaga telah menjalankan tgas dan fungsinya masing-
masing terkait permasalahan nuklir akan dibahas lebih lanjut. Ada banyak ependapat
terkait pembangunan PLTN di Indonesia a.l:

Kontra Nuklir
a. Wapres JK menyatakan dalam seminar diversivikasi energi bahwa nuklir tidak cocok
dibangun di Indonesia karena faktor kondisi geografis Indonesia yang rawan bencana
tidak membuat nuklir aman dibangun. Selain itu wapres juga menyatakan bahwa dampak
terhadap lingkungan akibat nuklir masih jauh lebih tinggi dibandingkan pembangkit
lainnya yang semua memiliki resiko masing-masing. Oelh karena itu penerimaan
masyarakat terhadap PLTN juga masih rendah. Beliau juga masih optimis dengan sumber
energi terbarukan lan yang miliki Indonesia masih cukup memenuhi kebutuhan energi
nasional sehingga Indonesia masih dianggap belum memerlukan PLTN.
b. Pembangunan PLTN merupakan salah satu opsi untuk memenuhi kebutuhan energi
nasional. Memang, pembangunan PLTN di Indonesia beresiko tinggi. Oleh karena itu,
sebelum keputusan diambil pemerintah perlu mempertimbangkan semua aspek secara
komprehensif, bukan hanya aspek teknis tetapi juga aspek sosial ekonomi keamanan
masyarakat, lingkungan strategis dan potensi ancaman teroris serta sabotase.
c. Menurut juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Asia Tenggara Indonesia rentan
terhadap gempa-bumi. Yang kami khawatirkan adalah gempa sekecil apapun dan geliat
gunung berapi dapat mengakibatkan bencana nuklir. Dampaknya adalah kebocoran
radioaktif dapat menjadi malapetaka bagi Pulau Jawa dan sekitar 100 juta penduduknya.
Sebelum uranium bisa dipakai sebagai bahan bakar nuklir, dia perlu melewati beberapa
proses dulu. Untuk pembangkit listrik sipil standar, kandungan uranium harus ditambah
dari 0,7% agar mencapai 3% sampai 5% U-235. Proses ini disebutkan pengayaan
uranium. Kalau Indonesia memakai PLTN, uraniumnya perlu diimpor dari Australia
untuk selanjutnya diperkaya dulu di Jepang atau Russia sebelum bisa dipakai di sini.
Pemancaran radiasi tinggi sangat membahayakan untuk manusia dan lingkungan, bukan
hanya sekarang, tetapi tetap berdampak sampai ratusan ribu tahun mendatang. Teknologi
nulkir sudah aman? Menurut nya kalaupun misalkan teknologi tidak gagal dan para
operator tidak melakukan kesalahan, bencana alam tak boleh diabaikan dan masih
merupakan resiko yang berarti. Terlebih lagi sebagian besar limbah nuklir akan tetap
berbahaya sampai ratusan ribu tahun, meninggalkan warisan yang mematikan bagi
generasi yang akan datang. Biaya pembangunan reaktor nuklir, yang sangat mahal
dibandingkan dengan pembangkit listrik yang lain, secara konsisten selalu pada
kenyataannya dua sampai tiga kali lebih mahal dari yang diperkirakan oleh industri
nuklir.

Pro Nuklir
a. Anggota Komisi Teknis Energi Dewan Riset Nasional Arnold Soetrisnanto menyatakan,
Indonesia memerlukan teknologi pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) untuk
memenuhi kebutuhan energi di seluruh wilayah. Untuk memenuhi kebutuhan listrik satu
tahun bila memanfaatkan energi dari batu bara maka harus ada sekitar 200 juta ton batu
bara per tahun yang harus disuplai ke PLTU (pembangkit listrik tenaga uap). Menurutnya
Nuklir secara ekonomis lebih terjangkau karena biaya pembangkitannya hanya sekitar 10
sen/kwh sedangkan PLTS 25 sen/KWH. Dari sisi lingkungan, tidak seperti penggunaan
batu bara, penggunaan energi nuklir pun tidak menyumbang emisi karbondioksida (CO2),
yang merupakan musuh utama bagi negara kepulauan seperti Indonesia, yang harus
mencegah dampak dari pemanasan global.
b. Menurut Bos S. Efendi Indonesia memang saatnya membuat pembangkit tenaga nuliir
dari sisi penerimaan masyarakat bob telah melakukan survey bahwa penerimaan
masyarakat terhadap PLTN telah meningkat hingga sebesar >70%. Teknologi nya pun
telah aman ditinjau dari pembukuan terhadap cara kerja PLTN jauh lebih terperinci
dibandingpembangkit lainnya hal ini membuat mitigasi terhadap resiko PLTN telah
dipersiapkan dengan matang. NPP generasi terbaru juga tekah memiliki tingkat
keamanan yag sangat tinggi, bahkan telah dilakukan statistic death by tera watt of energy
kecelakaan akibat nulir jauh lebih sedikit dibandung pembangkit lainya karena hanya
sedikit menyebabkan korban jiwa. ehingga menurutnya tidak ada alasan bagi Indonesia
untuk tidak membangun PLTN. Ia bahkan menambahkan bahwa bahan bakar nuklir yang
dapat digunakan adalah Thorium yang memilki densitas energi terpadat sehingga 1 ton
Thorium yang hanya sebesar bola basket dapat menjadi bahan bakar pembangkit listrik
berdaya 1000 MW selama 1 tahun. Bandingkan dengan uranium yang membutuhkan 200
ton atau batubara yang membutuhkan 3,5 juta ton. Dan hasil penlitian menunjukan bahwa
indonesia memilki Cadangan Thorium untuk 1000 tahun. Maka hal ini sangat menjadi
peluang besar bagi Indonesia untuk mencapai ketahaan energi. Menurutnya Pemerintah
mempertanyakan keselamatan dan keamanan PLTN sesungguhnya salah fokus dan tidak
melihat fakta yang benar tetapi lebih di dorong oleh isu dan tekanan masyarakat yang
kurang pengetahuan tentang PLTN.
c. Menurut Bob S. Efendi lagi adalah mengenai penurunan emisi gas rumah kaca dengan
penggunaan renewable energy selain nuklir bersifat intermitten dimana membuat biaya
yang tinggi namun hasilnya tidak signifikan. Ia juga menyampaikan bahwa banyak orang
yang tidak paham langsung berpikir bahwa tambah banyak renewable maka bertambah
kurang emisi C02. Hal itu hanya benar bila renewable dapat bekerja dengan kapasitas
diatas 60% tetapi kenyataan tidak bisa (karenatidak menentu /intermitten) sehingga harus
di backup juga dengan fossil sehingga emisi CO2 pun menjadi tinggi. Menurutnya PLTN
adalah pembangkit Listrik TERAMAN di banding jenis pembangkit lainnya. Bahwa
PLTN menghasilkan Listrik lebih murah dari renewable tanpa emisi CO2. Bahwa untuk
mengurangi emisi CO2 yang paling efektif adalah dengan meningkatkan bauran hydro
dan Nuklir bukan renewable (anginn dan surya). Meningkatkan bauran energi renewable
(angin dan surya) hanya membuat tariif Listrik menjadi mahal. Untuk mencapai
Ketahanan Energi dapat di capai dengan Hydro + Nuklir.
d. Menurut pemaparan LIPI Secara obyektif, PLTN merupakan suatu industri energi yang
relatif paling aman dibandingkan dengan industri energi yang lain. Namun oleh kalangan
masyarakat anti-nuklir PLTN dianggap sebagai industri energi yang paling berbahaya.
Sikap hati-hati tersebut misalnya dengan tidak berlaku gegabah dengan menggangap
bahwa seluruh PLTN itu aman sebagimana 426 Unit PLTN yang sekarang beroperasi di
dunia. Jadi setiap PLTN yang akan dibangun harus selalu diteliti dan diawasi kendalanya
mulai dari sejak tahap persiapan, pengembangan dan pengoperasian.
Pro dan kontra tersebut disampaikan oleh tokoh-tokoh yang cukup berpengaruh terhadap
kebijakan yang dibuat terkait tenaga nuklir. Keduanya memiliki pertimbangan yang beralasan
dan layak untuk dipertimbangkan. Selanjutnya adalah melihat peran masing-masing lembaga
yang dibagi berdasarkan trias politica dalam permasalahan nuklir.

a. Lembaga eksekutif dalam hal ini presiden melalui pemerintah membentuk Badan
Pelaksana yang bertugas melaksanakan pemanfaatan tenaga nuklir dan badan
pengawas yang bertugas melaksanakan pengawasan terhadap segala kegiatan
pemanfaatan nuklir yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung
kepada lembaga eksekkutif membuat keppres dengan pertimbangan dari lembaga
legislative.
b. Lembaga legislative dalam kaitannya dengan pengembangan tenaga nuklir masih
terbatas pada pembuatan regulasi terkait ketenaga nukliran yaitu UU No 10 tahun
1997. Selain itu meberikan pertimbangan kepada lembaga eksekutif.
c. Lebaga Yudikatif berperan dalam upaya pengawasan pelaksanaan dan pembuatan
regulasi terkait ketenaga nukliran. Dalam hal ini terjadi penyimpangan dalam
pembuatan PP 79 tahun 2014 yaitu disebutkan bahwa Nuklir menjadi opsi
terakhir yang akan dikembangkan. Hal ini jelas menyimpang karena dalam
PRJPN (UU No 17 tahun 2007) diputuskan pembangunan PLTN sebelum tahun
2019 serta di UU No 30 tahun 2007 tentang Energi semua jenis energi adalah
setara. Hal ini perlu dikaji ulang sehingga tidak menyebabkan inkonsistensi
kebijakan terkait nuklir.
REKOMENDASI
a. Perlu adanya kesamaan visi misi dalam menanggapi permasalahan krisi energi dan
pembangunan PLTN, karena menurut pendapat saya masalah utama adalah ada pada
Goverment will itu sendiri.
b. Permaslaahan yang menyangkit hajat hidup orang banyak tidak semestinya dipolitisasi
untuk kepentingan beberapa pihak.
c. Lembaga Yudikatif harus kritis dan kuat sehingga dapat memberikan putusan yang tidak
merugikan negara.

Bibliography
anonim. (2015, Oktober 01). Teori Pembagian Kekuasaan Menurut Trias Politika, John Locke,
Montesquieu. Retrieved Juni 2017, from www.landasanteori.com:
http://www.landasanteori.com/2015/09/teori-pembagian-kekuasaan-menurut-trias.html

Budiarto, M. (1999). Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia.

Jannah, K. M. (2016, November 18). Rasio Elektrifikasi Indonesia Baru 89,5% kalah dari Vietnam dan
Thailand. Retrieved Juni 20, 2017, from Okezone.com:
http://economy.okezone.com/read/2016/11/18/320/1544739/rasio-elektrifikasi-indonesia-
baru-89-5-kalah-dari-vietnam-dan-thailand

Ramani. (1992). Rural electnecation and rural development, Rural electrification guide book for Asia &
Pacific. Bangkok.

Anda mungkin juga menyukai