PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Suku kata polisitemia (bahasa Yunani) mengandung arty poly (banyak), cyt (sel),
dan hernia (darah) adalah suatu penyakit kelaianan pada sistem mieloproliferatif
dimana terjadi klon abnormal pada hemopoitik sel induk (hematopoietic stem cells)
dengan peningkatan sensitivitas pada growth factors yang berbeda untuk terjadinya
istilah ini harus digunakan dalam bidang terluas yang berarti sel darah merah yang
berlebihan per unit volume darah, tanpa memandang penyebab dasarnya. Beberapa
klinisi telah membatasi istilah polisitemia terhadap kondisi dimana terlihat peningkatan
massa sel darah merah dan menggunakan istilah polisitemia relative untuk semua
mieloproliferasi endogen. Sifat sel asal dari cacat dikemukakan pada banyak pasien
oleh overproduksi granulosit dan trombosit seperti sel darah merah. Permasalahan
yang ditimbulkan pada polisitemia berkaitan dengan massa eritrosit, basofil dan
trombosit yang betambah, serta perjalanan alamiyah penyakit menuju ke arah fibrosis
sumsum tulang.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Polisitemia vera, merupakan suatu penyakit atau kelainan pada sistem
Mulainya diam-diam tetapi progresif, kronik dan belum diketahui penyebabnya. Seperti
diketahui pada orang dewasa sehat, eritrosit, granulosit, dan trombosit yang beredar
dalam darah tepi diproduksi dalam sumsum tulang. Seorang dewasa yang berbobot 70
B. Epidemiologi
Polisitemia vera biasanya mengenai pasien berumur 40-60 tahun,
Angka kejadian polisitemia vera ialah 7 per satu juta penduduk dalam setahun. Penyakit
ini dapat terjadi pada semua ras/bangsa, walaupun didapatkan angka kejadian yang
lebih tinggi di kalangan bangsa Yahudi. Pada pria didapatkan dua kali lebih banyak
C. Etiologi
Sebagai suatu penyakit neoplastik yang berkembang lambat, policitemia terjadi
karena sebagian populasi eritrosit berasal dari satu klon induk darah yang abnormal.
Berbeda dengan keadaan normalnya, sel induk darah yang abnormal ini tidak
mU/mL). Hal ini jelas membedakannya dari eritrositosis atau polisitemia sekunder
atas kebutuhan oksigen yang menigkat), biasanya pada keadaan dengan saturasi
oksigen arteiral rendah, atau eritropoetin tersebut meningkta secara non fisiologis (tidak
eritropoetin. Di dalam sirkulais darah tepi pasien polisitemia vera didapati peninggian
terhadap plasma, dapat mencapai . 49% pada wanita (kadar Hb . 16 mg/dL) dan . 52%
pada pria (kadar Hb . 17 mg/dL), serta didapati pula peningkatan jumlah total eritrosit
(hitung eritrosit >6 juta/mL). Kelainan ini terjadi pada populasi klonal sel induk darah
(sterm cell) sehingga seringkali terjadi juga produksi leukosit dan trombosit yang
berlebihan.
D. Manifestasi Klinis
trombosit yang bertambah, serta perjalanan alamiah penyakit menuju ke arah fibrosis
sumsum tulang. Fibrosis sumsum tulang yang ditimbulkan bersifat poliklonal dan bukan
akibat dari :
1. Hiperviskositas
Peningkatan jumlah total eritrosit akan meningkatkan viskositas darah yang kemudian
akan menyebabkan :
o penurunan kecepatan aliran darah (shear rate), lebihjauh lagi akan menimbulkan
Penurunan shear rate akan menimbulkan gangguan fungsi hemostasis primer yaitu
perdarahan, walaupun jumlah trombosit >450 ribu/mL. Perdarahan terjadi pada 10-30%
gastrointerstinal.
Lima puluh persen kasus policitemia datang dengan gatal (pruritus) di seluruh tubuh
terutama setelah mandi air panas, dan 10% kasus polisitemia vera datang dengan
urtikaria suatu keadaan yang disebabkan oleh meningkatnya kadar histamin dalam
darah sebagai akibat adanya basofilia. Terjadinya gastritis dan perdarahan lambung
5. Splenomegali
Splenomegali tercatat pada sekitar 75% pasien polisitemia vera. Splenomegali ini
6. Hepatomegali
hemopoesis ekstramedular.
sekuestasi sel darah makin cepat dan banyak dengan demikian produksi asam urat
darah akan meningkat. Di sisi lain laju filtrasi gromerular menurun karena penurunan
shear rate. Artritis Gout dijumpai pada 5-10% kasus polisitemia vera.
8. Difisiensi vitamin B12 dan asam folat.
Laju silkus sel darah yang tinggi dapat mengakibatkan defisinesi asam folat dan vitamin
B12. Hal ini dijumpai pada + 30% kasus policitemia karena penggunaan/ metabolisme
untuk pembuatan sel darah, sedangkan kapasitas protein tidak tersaturasi pengikat
vitamin B12 (UB12 protein binding capacity) dijumpai meningkat pada lebih dari 75%
kasus. Seperti diketahui defisiensi kedua vitamin ini memegang peranan dalam
timbulnya kelainan kulit dan mukosa, neuropati, atrofi N.optikus, serta psikosis.
E. Perjalanan Klinis
a. Fase eritrositik atau fase polisitemia
Fase ini merupakan fase permulaan. Pada fase ini didapatkan peningkatan jumlah
eritrosit yang dapat berlangsung hingga 5-25 tahun. Pada fase ini dibutuhkan flebotomi
b. Fase burn out (terbakar habis ) atau spent out (terpakai habis)
Dalam fase ini kebutuhan flebotomi menurun sangat jauh atau pasien memasuki
periode panjang yang tampaknya seperti remisi, kadang-kadang timbul anemia tetapi
c. Fase mielofibrotik
Jika terjadi sitopenia dan splenomegali progresif, manifestasi klinis dan perjalanan klinis
metaplasia mieloid pada limpa, hati,. kelenjar getah bening dan ginjal.
d. Fase terminal
Pada kenyataannya kematian pasien dengan polisitemia vera diakibatkan oleh
kurang dari 15%. Kelangsungan hidup rerata (median survival) pasien yang diobati
berkisar antara 8 dan 15 tahun, sedangkan pada pasien yang tidak mendapat
pengobatan hanya 18 bulan. Dibandingkan dengan pengobatan flebotoni saja, risko
terjadinya leukimia akut meningkat 5 kali jika pasien diberi pengobatan fosfor P32 dan
F. Penegakkan Diagnosa
Kategori A
1. Meningkatnya massa sel darah merah diukur dengan krom-radioaktif Cr51. Pada pria >
2. Saturasi oksigen arterial > 92%. Eritrositosis yang terjadi sekunder terhadap penyakit
atau keadaan lainnya juga disertai massa sel darah merah yang meningkat. Salah satu
polisitemia vera tidak didapatkan penurunan. Kesulitan ditemui apabila pasien tersebut
o Alkalosis respiratorik, dimana kurva disosiasi pO2 akan bergeser ke kiri, dan
o Hemaglobinopati, dimana afiitas oksigen meningkat sehingga kurva pO2 juga akan
bergeser ke kiri.
3. Splenomegali
Kategori B
3. Leukosit 12alkali fosfatase (LAF) score meningkat dari 100 (tanpa adanya panasa atau
infeksi)
4. Kadar vitamin B12 > 900pg?mL dan atau UB12BC dalam serum > 2200 pg/mL
Pemeriksaan Laboratorium
1. Eritrosit
didemonstrasikan pada saat perjalanan penyakit ini. Pada hitung sel jumlah eritrosit
dijumpai > 6 juta/mL, dan sediaan apus eritrosit biasanya normokrom, normositik
kecuali jika terdapat defisiensi besi. Poikilositosis dan anisositosis menunjukkan adanya
2. Granulosit
Granulosit jumlahnya meningkat terjadi pada 2/3 kasus policitemia, berkisar antara 12-
25 ribu/mL tetap dapat sampai 60 ribu?mL. Pada dua pertiga kasus ini juga terdapat
basofilia.
3. Trombosit
Jumlah trombosit biasanya berkisar antara 450-800 ribu/mL, bahkan dapat > 1 juta/mL.
B12 serum dapat meningkat, hal ini dijumpai pada 35 % kasus, tetapi dapat pula
menurun, yaitu pada + 30% kasus, dan kadar UB12BC meningkat pada > 75% kasus
policitemia.
Pemeriksaan ini tidak diperlukan untuk diagnostik, kecuali bila ada kecurigaan terhadap
penyakit mieloproliferatif lainnya seperti adanya sel blas dalam hitung jenis leukosit.
hiperplasi trilinier seri eritrosit, megakariosit, dan mielosit. Sedangkan dari gambaran
6. Pemeriksaan sitogenetik
Pada pasien policitemia yang belum mendapat pengobatan P53 atau kemoterapi
dapat dijumpai selain bentuk tersebut di atas terutama jika pasien telah mendapatkan
G. Komplikasi
paraplegia yang apabila muncul pada stadium awal disebabkan tekanan ekstradural
oleh pus maupun sequester, atau invasi jaringan granulasi pada medula spinalis dan
bila muncul pada stadium lanjut disebabkan oleh terbentuknya fibrosis dari jaringan
paraplegi ini. Paraplegi yang disebabkan oleh tekanan ekstradural oleh pus ataupun
dan saraf.
Komplikasi lain yang mungkin terjadi adalah ruptur dari abses paravertebra
pada vertebra lumbal maka nanah akan turun ke otot iliopsoas membentuk psoas
H. Diagnosa Banding
sklerosis atau pembentukan tulang baru pada foto rontgenmenunjukkan adanya infeksi
piogenik. Selain itu keterlibatan dua ataulebih corpus vertebra yang berdekatan lebih
tidak adanya penipisan korpus vertebrae kecuali di bagian sudutsuperior dan inferior
I. Penatalaksanaan
A. Prinsip pengobatan
terkendali.
4. Menghindari obat yang mutagenik, teragenik dan berefek sterilisasi pada pasien usia
muda.
- Leukositosis progresif
- Gejala sistemis yang tidak terkendali seperti pruritus yang sukar dikendalikan,
1. Flebotomi
Flebotomi dapat merupakan pengobatan yang adekuat bagi seorang apsien polisitemia
Indikasi flebotomi :
- polisitemia sekunder fisiologis hanya dilakukan jika Ht > 55 % (target Ht < 55%)
pada wanita, dan < 47% pada pria untuk mencegah timbulnya hiperviskositas dan
penurunan shear rate. Indikasi flebotomi terutama pada semua pasien pada permulaan
2. Kemoterapi Sitostatika
Tujuan pengobatan kemoterapi sitostatik adalah sitoreduksi. Saat ini lebih dianjurkan
sedangkan penggunaan golongan obat alkilasi sudah banyak ditinggalkan atau tidak
dianjurkan lagi karena afek leukemogenik, dan mielosupresi yang serius. Walaupun
demikian, FDA masih membenarkan klorambusil dan Busulfan digunakan pada
policitemia.
diberikan sehari 2 kali dengan dosis 10-15 mg/kgBB/kali, jika telah tercapai target dapat
selama 3-6 minggu, dan dosis pemeliharaan 0,4 mg/kgBB tiap 2-4 minggu. o Busulfan
(Myleran 2 mg/tablet) 0,06 mg/kgBB/hari atau 1,8mg/m2/hari, jika telah tercapai target
Pasien dengan pengobatan cara ini harus diperiksa lebih sering (sekitar 2 sampai 3
- Pada pria < 47% dan memberikannya lagi jika > 52%
- Pada wanita < 42% dan memberikannya lagi jika > 49%
3. Fosfor Radiokatif (P32)
Pengobatan ini efektif, mudah dan relatif murah untuk pasien yang tidak kooperatif atau
dengan keadaan sosiekonomi yang tidak memungkinkan untuk berobat secara teratur.
P32 pertama kali diberikan dengan dosis sekitar 2-3mCi/m2 secar intravena, apabila
diberikan per oral maka dosis dinaikkan 25%. Selanjutnya jika setelah 3-4 minggu
- mendapatkan hasil, reevaluasi setelah 10-12 minggu. Jika diperlukan dapat diulang
- tidak mendapatkan hasil, selanjutnya dosis kedua dinaikkan 25% dari dosis pertama,
Panmeiosis dapat dikontrol dengan cara ini pada sekutar 80% pasien untuk jangka
waktu 1-2 bulan dan mungkin berakhir 2 tahun atau lebih lama lagi. Sitopenia yang
serius setelah pengobatan ini jarang terjadi. Pasien diperiksa sekitar 2-3 bulan sekali
dapat terkendali.
Tujuan pengobatan dengan produk biologi pada polisitemia vera terutama untuk
terutama pada keadaan trombositema yang tidak dapat dikendalikan. Dosis yang
mg & 50 mg/tablet) dengan dosis 100mg/m2/hari, selama 10-14 ahri atau target telah
tercapai (hitung trombosit < 800.000/mm3) kemudian dapat dilanjutkan dengan dosis
5. Pengobatan Suportif
a. Hiperurisemia diobati dengan alopurinol 100-600 mg/hari oral pada pasien dengan
b. Pruritus dan urtikaria dapat diberikan anti histamin, ika diperlukan dapat diberikan
menekan trombopoesis.
Pembedahan Darurat
agresif dengan pronsip isovolemik dengan mengganti plasma yang terbuang dengan
plasmafusin 4% atau cairan plasma ekspander lainnya, bukan cairan isotonis/ garam
dihindari karena dalam perjalanan penyakitnya jika terjadi fibrosis sumsum tulang organ
Pembedahan Berencana
Pembedahan berencana dapat dilakukan setelah pasien terkendali dengan baik. Lebih
dari 75% pasien dengan polisitemia vera tidak terkendali atau belum diobati akan
sepertiga dari jumlah pasien tersebut akan meninggal. Angka komplikasi akan menurun
Makin lama telah terkendali, makin kecil kemungkinan terjadinya komplikasi pada
pembedahan. Darah yang didapat dari flebotomi dapat disimpan untuk transfusi
KESIMPULAN
Gambaran klinik yang terjadi biasanya hanya berupa nyeri pinggang atau
punggung. Nyeri ini terjadi akibat reaksi inflamasi di vertebra dan sukar dibedakan
dengan nyeri oleh penyebab lain seperti kelainan degeneratif karena biasanya keadaan
umum penderita masih baik. Pada foto rontgen belum didapatkan kelainan. Bila proses
berlanjut, terjadi destruksi vertebra yang akan terlihat pada foto rontgen.
Diagnosis sedini mungkin, dan dengan pengobatan yang tepat, prognosisnya baik
meskipun tanpa tindakan operatif. Penyakit dapat kambuh jika pengobatan tidak teratur
atau tidak dilanjutkan setelah beberapa saat, yang dapat menyebabkan terjadinya
DAFTAR PUSTAKA
Harsono. Spondilitis Tuberkulosa dalam Kapita Selekta Neurologi. Ed. II. Yogyakarta:
Hidalgo, JA. Pott Disease. [Online]. 2005 Aug 25 [cited 2008 Feb 27];[17 screens].
Tamburaf, V. Spinal Tuberculosis. [Online]. 2006 Oct [cited 2008 Des 27];[4 screens].
Harisinghani, MG. Tuberculosis from Head to Toe. [Online]. 1999 Feb 19 [cited 2008
Sinan, T. Spinal tuberculosis: CT and MRI features. [Online]. 1999 Feb 19 [cited 2008
[Online]. 2007 Feb 19 [cited 2008 Des 27];[5 screens]. Available from:
URL:http://www.medassocthai.org/journal
Wim de Jong, Spondilitis TBC, Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, Jakarta; EGC.