Anda di halaman 1dari 7

PNEUMONIA

Definisi Pneumonia

Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Terjadinya
pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan terjadinya proses infeksi akut pada bronkus
yang disebut bronchopneumonia.

Sedangkan Infeksi Saluran Pernafasan bawah Akut adalah infeksi yang menyerang saluran
pernafasan bawah yang biasa dalam bentuk pneumonia. ISPbA dibagi dalam tiga kelompok yaitu
Pneumonia sangat berat, Pneumonia berat, dan Pneumonia.

1. Pneumonia sangat berat : kesulitan bernafas dengan stridor (ngorok), kejang, adanya
nafas cepat dan penarikan dinding dada ke dalam, anak mengalami mengi, dan sulit
menelan makanan atau minuman.
2. Pneumonia berat : kesulitan bernafas tanpa stridor (ngorok), ada penarikan dinding dada
ke dalam, nafas cepat, mengi, dapat menelan makanan atau minuman.
3. Pneumonia : nafas cepat tanpa penarikan dinding dada ke dalam dan dalam keadaan
mengi (mengeluarkan bunyi saat menarik nafas).

2.3. Epidemiologi Pneumonia


2.3.1. Distribusi Pneumonia
a. Distribusi Pneumonia Berdasarkan Orang (Person)

Data SKRT tahun 1995 menunjukkan bahwa 20,9% kematian bayi disebabkan oleh pneumonia
dan merupakan penyebab kematian nomor dua pada bayi. Sedangkan pada anak balita 21,9%
kematiannya disebabkan oleh pneumonia dan merupakan penyebab kematian nomor satu dari
semua penyebab kematian pada anak balita.

Hasil SDKI tahun 1997 menyebutkan bahwa prevalensi pneumonia menurut jenis kelamin lebih
tinggi terjadi pada anak laki-laki 9,4%, sedangkan pada anak perempuan 8,5%.

Hasil SDKI pada tahun 2001 menunjukkan bahwa prevalensi pneumonia paling tinggi terjadi
pada anak usia 1-4 tahun yaitu 33,76% dan prevalensi pada anak usia < 1 tahun yaitu sebesar
31%.Menurut WHO tahun 2005 proporsi kematian balita dan bayi karena pneumonia di dunia
adalah sebesar 19% dan 26%.

b. Distribusi Pneumonia Berdasarkan Tempat (Place)

Angka kematian balita tahun 1995 di Indonesia masih tinggi mencapai 31% dari seluruh
kematian penduduk Indonesia, dengan perincian 22,4% di Jawa dan Bali dan 43,5% sampai
55,1% di kawasan Timur Indonesia.
Menurut SKRT tahun 1995 di daerah Jawa dan Bali angka kematian akibat sistem pernafasan
sebesar 32,1% pada bayi dan 38,8% pada balita. Sedangkan di luar Jawa dan Bali kematian
akibat sistem pernafasan sebesar 28% pada bayi dan 33,3% pada balita.

Data SDKI tahun 1997 di daerah Jawa dan Bali angka prevalensi pneumonia pada balita sebesar
8 per 100 balita. Sedangkan di luar Jawa dan Bali prevalensi pneumonia pada balita sebesar 10
per 100 balita.

Hasil SDKI pada tahun 1997 menunjukkan bahwa prevalensi pneumonia di daerah perkotaan dan
daerah pedesaan sedikit mengalami penurunan yaitu daerah perkotaan sebesar 8 per 100 balita
dan daerah pedesaan sebesar 9 per 100 balita.

Namun pada hasil SDKI pada tahun 2001 menunjukkan bahwa prevalensi pneumonia di daerah
pedesaan sedikit mengalami kenaikan yaitu sebesar 11 per 100 balita dan di daerah perkotaan
sebesar 8 per 100 balita.

c. Distribusi Pneumonia Berdasarkan Waktu (Time)

Dari data SDKI tahun 1991, 1994, dan 1997 dapat diketahui bahwa prevalensi pneumonia pada
balita telah mengalami sedikit penurunan yaitu dengan prevalensi 10% pada tahun 1991, 10%

untuk tahun 1994, dan 9% untuk tahun 1997.

Klasifikasi Pneumonia

Klasifikasi Pneumonia untuk golongan umur < 2 bulan

i. Pneumonia berat, adanya nafas cepat yaitu frekuensi pernafasan sebanyak 60x per menit
atau lebih.
ii. Bukan Pneumonia, batuk pilek biasa.

Klasifikasi Pneumonia untuk golongan umur 2 bulan < 5 tahun

2.5.

i. Pneumonia berat, adanya nafas sesak atau tarikan dinding dada bagian bawah.
ii. Pneumonia, bila disertai nafas cepat, usia 2 bulan <1 tahun 50 kali

per menit, untuk usia 1 tahun - <5 tahun 40 kali per menit.

iii. Bukan pneumonia, batuk pilek biasa tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah ke

dalam dan tidak ada nafas cepat.

Pencegahan Pneumonia
Pencegahan Primer

Pencegahan primer bertujuan untuk menghilangkan faktor risiko terhadap kejadian pneumonia.
Upaya yang dapat dilakukan antara lain:

1. Memberikan imunisasi campak pada usia 9 bulan dan imunisasi DPT (Diphteri, Pertusis,
Tetanus) sebanyak 3 kali yaitu pada usia 2, 3, dan 4 bulan.
2. Menjaga daya tahan tubuh anak dengan cara memberikan ASI pada bayi neonatal sampai
berumur 2 tahun dan makanan yang bergizi pada balita.Di samping itu, zat-zat gizi yang
dikonsumsi bayi dan anak-anak juga perlu mendapat perhatian.
3. Mengurangi polusi lingkungan seperti polusi udara dalam ruangan dan polusi di luar
ruangan.
4. Mengurangi kepadatan hunian rumah.

Pencegahan Sekunder

Tingkat pencegahan kedua ini merupakan upaya manusia untuk mencegah orang yang telah sakit
agar sembuh, menghambat progresifitas penyakit, menghindari komplikasi, dan mengurangi
ketidakmampuan. Pencegahan sekunder meliputi diagnosis dini dan pengobatan yang tepat
sehingga dapat mencegah meluasnya penyakit dan terjadinya komplikasi. Upaya yang dapat
dilakukan antara lain:

1. Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral dan


penambahan oksigen.
2. Pneumonia : diberikan antibiotik kotrimoksasol oral, ampisilin atau amoksilin.

c. Bukan Pneumonia : perawatan di rumah saja. Tidak diberikan terapi antibiotik. Bila demam
tinggi diberikan parasetamol. Bersihkan hidung pada anak yang mengalami pilek dengan
menggunakan lintingan kapas yang diolesi air garam. Jika anak mengalami nyeri tenggorokan,
beri penisilin dan dipantau selama 10 hari ke depan.

Pencegahan Tertier

Tujuan utama dari pencegahan tertier adalah mencegah agar tidak munculnya penyakit lain atau
kondisi lain yang akan memperburuk kondisi balita, mengurangi kematian serta usaha
rehabilitasinya. Pada pencegahan tingkat ini dilakukan upaya untuk mencegah proses penyakit
lebih lanjut seperti perawatan dan pengobatan.

Upaya yang dilakukan dapat berupa:

1. Melakukan perawatan yang ekstra pada balita di rumah, beri antibiotik selama 5 hari,

anjurkan ibu untuk tetap kontrol bila keadaan anak memburuk.

2. Bila anak bertambah parah, maka segera bawa ke sarana kesehatan terdekat agar
penyakit tidak bertambah berat dan tidak menimbulkan kematian.

Etiologi

a. Bakteri
Pneumonia bakterial dibagi menjadi dua bakteri penyebabnya yaitu

1. Typical organisme
Penyebab pneumonia berasal dari gram positif berupa :
- Streptococcus pneumonia : merupakan bakteri anaerob

facultatif. Bakteri patogen ini di temukan pneumonia komunitas rawat inap di luar ICU sebanyak 20-60%,
sedangkan pada pneumonia komunitas rawat inap di ICU sebanyak 33%.

- Staphylococcus aureus : bakteri anaerob fakultatif. Pada pasien yang diberikan obat secara intravena
(intravena drug abusers) memungkan infeksi kuman ini menyebar secara hematogen dari kontaminasi
injeksi awal menuju ke paru-paru. Kuman ini memiliki daya taman paling kuat, apabila suatu organ telah
terinfeksi kuman ini akan timbul tanda khas, yaitu peradangan, nekrosis dan pembentukan abses.
Methicillin-resistant S. Aureus (MRSA) memiliki dampak yang besar dalam pemilihan

antibiotik dimana kuman ini resisten terhadap beberapa

antibiotik.
- Enterococcus (E. faecalis, E faecium) : organisme

streptococcus grup D yang merupakan flora normal usus.

Penyebab pneumonia berasal dari gram negatif sering menyerang pada pasien defisiensi imun
(immunocompromised) atau pasien yang di rawat di rumah sakit, di rawat di rumah sakit dalam waktu
yang lama dan dilakukan pemasangan endotracheal tube.Contoh akteri gram negatif dibawah adalah :

- Pseudomonas aeruginosa : bakteri anaerob, bentuk batang dan memiliki bau yang sangat khas.
- Klebsiella pneumonia : bakteri anaerob fakultatif, bentuk batang tidak berkapsul. Pada pasien
alkoholisme kronik, diabetes atau PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) dapat meningkatkan
resiko terserang kuman ini.
- Haemophilus influenza : bakteri bentuk batang anaerob dengan berkapsul atau tidak berkapsul.
Jenis kuman ini yang memiliki virulensi tinggu yaitu encapsulated type B (HiB).

2. Atipikal organisme
Bakteri yang termasuk atipikal ada alah Mycoplasma sp. , chlamedia sp. , Legionella sp.

2. Virus
Disebabkan oleh virus influenza yang menyebar melalui droplet, biasanya menyerang pada pasien
dengan imunodefisiensi. Diduga virus penyebabnya adalah cytomegalivirus, herpes simplex virus,
varicella zooster virus.
3. Fungi
Infeksi pneumonia akibat jamur biasanya disebabkan oleh jamur oportunistik, dimana spora
jamur masuk kedalam tubuh saat menghirup udara. Organisme yang menyerang adalah Candida
sp. , Aspergillus sp. , Cryptococcus neoformans.

2.1.3 Patofisiologi

Patogen yang sampai ke trakea berasal dari aspirasi bahan yang ada di orofaring, kebocoran melalui mulut
saluran endotrakeal, inhalasi dan sumber patogen yang mengalami kolonisasi di pipa endotrakeal. Faktor
risiko pada inang dan terapi yaitu pemberian antibiotik, penyakit penyerta yang berat, dan tindakan
invansif pada saluran nafas.Faktor resiko kritis adalah ventilasi mekanik >48jam, lama perawatan di ICU.
Faktor predisposisi lain seperti pada pasien dengan imunodefisien menyebabkan tidak adanya pertahanan
terhadap kuman patogen akibatnya terjadi kolonisasi di paru dan menyebabkan infeksi.Proses infeksi
dimana patogen tersebut masuk ke saluran nafas bagian bawah setelah dapat melewati mekanisme
pertahanan inang berupa daya tahan mekanik ( epitel,cilia, dan mukosa), pertahanan humoral (antibodi
dan komplemen) dan seluler (leukosit,

makrofag, limfosit dan sitokinin). Kemudian infeksi menyebabkan peradangan membran paru ( bagian
dari sawar-udara alveoli) sehingga cairan plasma dan sel darah merah dari kapiler masuk. Hal ini
menyebabkan rasio ventilasi perfusi menurun, saturasi oksigen menurun.Pada pemeriksaan dapat
diketahui bahwa paru-paru akan dipenuhi sel radang dan cairan , dimana sebenarnya merupakan reaksi
tubuh untuk membunuh patogen, akan tetapi dengan adanya dahak dan fungsi paru menurun akan
mengakibatkan kesulitan bernafas dapat terjadi sianosis, asidosis respiratorik dan kematian

2.1.4 Manifestasi Klinik

Gejala khas adalah demam, menggigil, berkeringat, batuk (baik non produktif atau produktif atau
menghasilkan sputum berlendir, purulen, atau bercak darah), sakit dada karena pleuritis dan sesak. Gejala
umum lainnya adalah pasien lebih suka berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri
dada.Pemeriksaan fisik didapatkan retraksi atau penarikan dinding dada bagian bawah saat pernafas,
takipneu, kenaikan atau penurunan taktil fremitus, perkusi redup sampai pekak menggambarkan
konsolidasi atau terdapat cairan pleura, ronki, suara pernafasan bronkial, pleural friction rub.

2.1.5 Klasifikasi

klasifikasi pneumonia berdasar letak terjadinya

1) Community-Acquired Pneumonia
Pneumonia komunitas merupakan salah satu penyakit infeksius ini sering di sebabkan oleh bakteri yaitu
Streptococcus pneumonia (Penicillin sensitive and resistant strains ), Haemophilus influenza (ampicillin
sensitive and resistant strains) and Moraxella catarrhalis (all strains penicillin resistant). Ketiga bakteri
tersebut dijumpai hampir 85% kasus CAP. CAP biasanya menular karena masuk melalui inhalasi atau
aspirasi organisme patogen ke segmen paru atau lobus paru-paru. Pada pemeriksaan fisik sputum yang
purulen merupakan karakteristik penyebab dari tipikal bakteri, jarang terjadi mengenai lobus atau segmen
paru. Tetapi apabila terjadi konsolidasi akan terjadi peningkatan taktil fremitus, nafas bronkial.
Komplikasi berupa efusi pleura yang dapat terjadi akibat infeksi H. Influenza , emphyema terjadi akibat
infeksi Klebsiella , Streptococcus grup A, S. Pneumonia . Angka kesakitan dan kematian infeksi CAP
tertinggi pada lanjut usia dan pasien dengan imunokompromis. Resiko kematian akan meningkat pada
CAP apabila ditemukan faktor komorbid berupa peningkatan respiratory rate, hipotensi, demam,
multilobar involvement, anemia dan hipoksia.
2) Hospital-Acquired Pneumonia

Berdasarkan America Thoracic Society (ATS) , pneumonia nosokomial ( lebih dikenal sebagai Hospital-
acquired pneumonia atau Health care-associated pneumonia ) didefinisikan sebagai pneumonia yang
muncul setelah lebih dari 48 jam di rawat di rumah sakit tanpa pemberian intubasi endotrakeal .
Terjadinya pneumonia nosokomial akibat tidak seimbangnya pertahanan inang dan kemampuan
kolonisasi bakteri sehingga menginvasi traktus respiratorius bagian bawah. Bakteria yang berperan dalam
pneumonia nosokomial adalah P. Aeruginosa , Klebsiella sp, S. Aureus, S.pneumonia. Penyakit ini secara
signifikan akan mempengaruhi biaya rawat di rumah sakit dan lama rawat di rumah sakit. ATS membagi
pneumonia nosokomial menjadi early onset (biasanya muncul selama 4 hari perawatan di rumah sakit)
dan late onset (biasanya muncul setelah lebih dari 5 hari perawatan di rumah sakit). Pada early onset
pneumonia nosokomial memili prognosis baik dibandingkan late onset pneumonia nosokomial; hal ini
dipengaruhi pada multidrug-resistant organism sehingga mempengaruhi peningkatan mortalitas.

Pada banyak kasus, diagnosis pneumonia nosokomial dapat diketahui secara klinis, serta dibantu dengan
kultur bakteri; termasuk kultur semikuantitatif dari sample bronchoalveolar lavange (BAL).

3) Ventilator-Acquired pneumonia

Pneumonia berhubungan dengan ventilator merupakan pneumonia yang terjadi setelah 48-72 jam atau
lebih setelah intubasi trakea. Ventilator adalah alat yang dimasukan melalui mulut atau hidung, atau
melalu lubang di depan leher. Infeksi dapat muncul jika bakteri masuk melalui lubang intubasi dan masuk
ke paru-paru.

2.1.6 Komplikasi

a. Pneumonia ekstrapulmoner, pneumonia pneumokokus dengan bakteriemi.


b. Pneumonia ekstrapulmoner non infeksius gagal ginjal, gagal jantung, emboli paru dan infark miokard
akut.

c. ARDS ( Acute Respiratory Distress Syndrom)


d. Komplikasi lanjut berupa pneumonia nosokomial e. Sepsis
f. Gagal pernafasan, syok, gagal multiorgan
g. Penjalaran infeksi (abses otak, endokarditis)
h. Abses paru
i. Efusi pleura

2.1.7 Terapi

PEMBERIAN ANTIBIOTIK SECARA EMPIRIS PADA CAP


Pasien berobat jalan

Pasien yang sebelumnya sehat dan tidak menggunakan antibiotika pada 3 bulan terakhir

Macrolide [klaritromisin (500mg PO bid) atau azitromisisn (500mg PO sekali, kemudian 250 mg od)]
atau
Doksisiklin (100mg PO bid) Pasien dirawat, non ICU

Fluorokuinolon respirasi [moksifloksasin (400 mg PO atau IV od), gemifloksasin (320mg PO od), levofloksasin
(750 mg PO atau IV od)

Pasien dirawat , ICU

laktam (sefotaksim 1-2 g IV q8h), seftriakson (2 g IV od) plus


Azitromisisn atau fluoroquinolon

Pemberian Antibiotik Secara Empiris Pada Pneumonia Tanpa Faktor Resiko Multi- drug Resistant (MDR)
Seftriakson (2g IV q24h) atau

Moksifloksasin (400mg IV q24h), ciprofloksasin (400mg IV q8h), atau levofloksasin (750 mg IV q24h) atau

Ampisilin/sulbaktam (3 g IV q6h) atau Ertapenem (1 g IV q24h)


Pemberian antibiotik secara empiris pada pneumonia dengan faktor resiko multi- drug resistant (MDR)
1. -laktam : seftazidim (2 g IV q8h) atau sefepim (2 g IV q8-12h) atau Pipersilin (4,5 g IV q6h), imipenem
(500 mg IV q6h)
2. Obat kedua yang aktif terhadap patogen gram negatif
Gentamisin ( 7 mg/kg IV q24h) atau amikasin (20 mg/kg IV q24h) atau siprofloksasin (400 mg IV q8h)
atau levofloksasin (750 mg IV q24h)
3. Obat aktif terhadap bakteri patogen gram positif : Linezolid (600mg IV q12h) atau

Vankomisin (15 mg/kg, sampai 1 g IV, q12h)

Anda mungkin juga menyukai