1. Persamaan Akuntansi
adalah persamaan untuk menggambarkan hubungan antara elemen-elemen dalam laporan
keuangan. Elemen-elemen laporan keuangan yang utama ada 5, yaitu aset, kewajiban, ekuitas,
pendapatan, dan beban. Ketiga elemen laporan keuangan yang pertama (aset, kewajiban ekuitas)
berada di laporan laporan posisi keuangan (dulu dikenal dengan nama "neraca"). Kedua elemen
berikutnya (pendapatan dan beban) berada di laporan laba rugi (dulu dikenal dengan nama "laporan
rugi laba").
Persamaan akuntansi dapat dibedakan menjadi 2, yaitu persamaan akuntansi dasar dan persamaan
akuntansi ekstensi. Persamaan akuntansi dasar sangat sederhana, yaitu "Aset = Liabilitas + Ekuitas".
Sementara itu, persamaan akuntansi ekstensi ada 2, yaitu persamaan akuntansi perspektif sejarah
dan perspektif IFRS. Persamaan akuntansi ekstensi perspektif sejarah adalah "Aset + Beban =
Liabilitas + Ekuitas + Penghasilan". Persamaan akuntansi ekstensi perspektif IFRS adalah "Aset =
Liabilitas + Ekuitas + (Penghasilan - Beban)".
2. Siklus Akuntansi
merupakan proses penyusunan suatu laporan keuangan yang dapat dipertanggungjawabkan dan
serta diterima secara umum prinsip-prinsip dan kaidah akuntansi, prosedur-prosedur, metode-
metode, serta teknik-teknik dari segala sesuatu yang dicakup dalam ruang lingkup akuntansi dalam
suatu periode tertentu.
Siklus akuntansi jika di lihat dari kegiatannya maka akan di peroleh beberapa poin sebaagai berikut
1. Pencatatan
2. Penggolongan
3. Pengiktisaran
4. Laporan Keuangan
Aktiva: Debit
Kewajiban: Kredit
Modal: Kredit
Pendapatan: Kredit
Beban: Debit
Laba ditahan: Kredit
Dividen: Debit
Basis Akrual
Basis ini merupakan dasar pengakuan atas suatu transaksi atau peristiwa ketika ia terjadi
tanpa memperhatikan diterima atau dikeluarkannya kas atau setara kas yang terkait. Dasar
akuntansi ini membenarkan bagi pelaku pembukuan untuk mencatat transaksi yang sebenar
terjadi apabila memiliki kemungkinan atau kepastian akan adanya peristiwa masuk atau
keluarnya kas atau setara kas.
Konsep dasar basis akrual diterapkan dalam dua hal berikut ini:
1. Pengakuan Pendapatan
Hal ini diakui ketika perusahaan memiliki kewenangan untuk melakukan penagihan atas
kegiatan usahanya seperti penjualan jasa/ barang. Pengakuan pendapatan ini tidak menunggu
masa ketika kas/ bank betul-betul diterima sehingga akan mungkin terjadinya piutang tak
tertagih.
2. Pengakuan Beban
Hal ini diakui ketika perusahaan sudah memiliki kewajiban untuk membayar meskipun
perusahaan belum melakukan pembayaran sama sekalipun.
Basis Kas
Basis ini merupakan dasar pengakuan atas suatu transaksi atau peristiwa ketika kas atau
setara kas betul-betul sudah diterima atau dikeluarkan. Basis kas biasanya masih sering
diterapkan oleh usaha-usaha seperti toko kecil, dokter, warung, dsb.
Konsep dasar basis kas diterapkan dalam dua hal berikut ini:
1. Pengakuan Pendapatan
Hal ini diakui ketika perusahaan betul-betul telah menerima kas. Jika transaksi penjualan,
perusahaan tidak perlu melakukan penagihan akan hal ini karena setiap transaksi dilakukan
secara tunai.
2. Pengakuan Beban
Hal ini diakui ketika perusahaan betul-betul telah mengeluarkan kas.
Ciri-ciri aset tetap yaitu digunakan untuk kegiatan operasional perusahaan, bukan
digunakan untuk dijual, masa manfaat lebih dari satu tahun, dan disusutkan tiap tahun.
Karena aset tetap memiliki masa manfaat lebih dari satu tahun maka logikanya nilai
tiap tahunnya pasti akan berkurang sehingga perlu dibuatkan jurnal penyesuaian untuk
mencatat penyusutan pada akhir tahun.
Jurnal Penyesuaian:
Beban dibayar dimuka merupakan pembayaran beban secara tunai untuk jangka
waktu tertentu, misalnya untuk 2 tahun. Nah yang seharusnya diakui sebagai beban
tahun berjalan adalah dari tanggal transaksi sampai akhir tahun berjalan. sedangkan
untuk tahun selanjutnya harus dikeluarkan sebagai beban.(pendekatan beban)
Jurnal ketika mencatat beban dibayar dimuka:
Jurnal Penyesuaian:
Jurnal Penyesuaian:
Beban xxxx*
Beban dibayar dimuka xxxx*
*Nominal sejumlah beban yang terjadi pada tahun berjalan
Pada intinya kita harus mengakui beban yang seharusnya dibayarkan pada tahun
berjalan namun pada hingga akhir tahun belum terbayarkan
Jurnal Penyesuaian:
Beban xxxx
Hutang xxxx
Pada intinya kita harus mencatat pendapatan yang sudah menjadi hak perusahaan
pada akhir tahun.
Jurnal penyesuaian:
Piutang xxxx
Pendapatan xxxx
Jurnal Penyesuaian:
Pendapatan xxxx *
Pendapatan Diterima Dimuka xxxx *
*Nominal sejumlah pendapatan yang seharusnya belum diakui
Jurnal penyesuaian:
Pendapatan Diterima Dimuka xxxx *
Pendapatan xxxx *
*Nominal sejumlah pendapatan yang harus diakui
Barang habis pakai misalnya adalah perlengkapan, jika dicatat sebagai aset berupa
perlengkapan maka ketika barang tersebut habis karena pemakaian maka harus
disesuaikan pada akhir tahun.
Jurnal Penyesuaian:
Perlengkapan xxxx*
Beban Perlengkapan xxxx*
*Nominal sejumlah perlengkapan yang tersisa pada akhir tahun
Perlengkapan xxxx
Kas/Hutang xxxx
Jurnal Penyesuaian:
7. Persediaan
Pada akhir tahun akun persediaan harus menunjukan saldo persedian akhir sehingga perlu
adanya jurnal penyesuaian.
Jurnal Penyesuaian:
Dalam bisnis adanya piutang yang tidak dapat tertagih merupakan suatu resiko yang harus
diterima. Maka dari itu, biasanya pada akhir tahun perusahaan akan mengestimasi berapa
jumlah kemungkinan piutang yang tidak dapat ditagih. Untuk metode pencatatan ada 2
yaitu, metode langsung (writte off) dan metode cadangan (allowance).
Jurnal Penyesuaian:
Metode Langsung:
Metode Cadangan:
Syarat pembayaran:
1. perpetual= metode buku adalah sistem dimana setiap persediaan yang masuk dan
keluar dicatat di pembukuan.
Sistem Perpetual :
Saat terjadi
pembelian :
Persediaan 50.000.000
Utang
Dagang 50.000.000
Saat terjadi
penjualan
Piutang Dagang 30.000.000
Penjualan 30.000.000
HPP 25.000.000
Persediaan 25.000.000
2. periodik= mendebet rekening pembelian dan mengkredit kas atau utang dagang.
Jika terjadi penjualan maka jurnalnya adalah mendebet rekening kas/ piutang dagang dan
mengkredit rekening penjualan. Untuk mengetahui persediaan akhir dilakukan inventarisasi
atau stock opname pada akhir periode.
Sistem Periodik :
Saat terjadi pembelian
Pembelian 50.000.000
Utang
Dagang 50.000.000
HPP 50.000.000
Pembelian 50.000.000
Persediaan 35.000.000
HPP 35.000.000
Suatu transaksi keuangan yang sering terjadi berkaitan dengan penerimaan uang tunai yang
berasal dari berbagai sumber perusahaan, perlu dibuatkan kolom khusus untuk akun Kas
(debit), sehingga pencatatannya dilakukan pada jurnal penerimaan kas. Jurnal penerimaan kas
adalah buku jurnal yang digunakan untuk mencatat semua transaksi penerimaan uang atau
uang tunai.
Transaksi yang dicatat dalam jurnal penerimaan kas antara lain sebagai berikut.
a. Penjualan tunai.
b. Penerimaan pelunasan piutang.
c. Penerimaan pendapatan (Pendapatan bunga, dividen, sewa, dan lain-lain).
d. Retur pembelian secara tunai.
Suatu transaksi keuangan yang sering terjadi berkaitan dengan pengeluaran uang tunai untuk
berbagai kegiatan perusahaan, perlu dibuatkan kolom khusus untuk akun Kas (kredit),
sehingga pencatatannya dilakukan pada jurnal pengeluaran kas. Jurnal pengeluaran kas
adalah jurnal yang digunakan untuk mencatat semua transaksi pengeluaran uang
kas/pembayaran uang tunai.
Transaksi yang dicatat dalam jurnal pengeluaran kas antara lain sebagai berikut.
a. Pembelian secara tunai.
b. Pembayaran atau pelunasan utang dagang.
c. Pembayaran beban-beban.
d. Retur penjualan secara tunai.
e. Pengambilan uang tunai untuk pribadi.
Transaksi yang dicatat dalam jurnal pembelian antara lain sebagai berikut.
a. Pembelian barang dagangan secara kredit
b. Pembelian perlengkapan, peralatan, dan aktiva lain secara kredit.
Suatu perusahaan dagang sering melakukan transaksi penjualan barang dagangan, terutama
penjualan barang dagangan secara kredit. Untuk itulah diperlukan pencatatan khusus atas
transaksi tersebut dalam jurnal penjualan. Jurnal penjualan adalah buku jurnal yang
digunakan untuk mencatat semua transaksi penjualan barang dagangan secara kredit.
Suatu transaksi yang tidak dapat dimasukkan ke dalam jurnal penerimaan kas, jurnal
pengeluaran kas, jurnal pembelian dan jurnal penjualan, akan dicatat dalam jurnal umum.
Jurnal umum (jurnal memorial) adalah buku jurnal yang digunakan untuk mencatat semua
transaksi yang tidak dapat dicatat dalam keempat jurnal khusus di atas,
Transaksi yang dicatat dalam jurnal umum antara lain sebagai berikut.
a. Transaksi lain yang tidak dapat dicatat dalam jurnal khusus, misalnya: retur pembelian
kredit, retur penjualan kredit, perubahan utang atau piutang menjadi wesel, dan lain-lain.
b. Ayat jurnal penyesuaian (adjustment entry)
c. Ayat jurnal koreksi (correcting entry)
d. Ayat jurnal penutup (closing entry)
e. Ayat jurnal pembalikan (reversing entry)
1. Sistem dana tetap adalah sistem yang menetapkan dan menyisihkan dana kas kecil
dengan nilai yang tetap atau tidak berubah tiap periode pengisiannya. Kecuali jika
perusahaan menghendaki perubahan jumlah dana kas kecil. Kondisi tersebut mungkin
terjadi ketika perusahaan merasakan kas kecil yang sudah disisihkan ternyata tidak
dapat memenuhi semua keperluan operasional kecil, sehingga perlu ditambah lagi
nilaiya. Atau bisa juga perusahaan merasa dana kas kecil terlalu besar untuk
operasional kecil perusahaan, sehingga perlu dikurangi jumlahnya.
Dengan adanya perubahan kebijakan atas nilai dana kas kecil tersebut, maka
perusahaan (akuntan) harus melakukan catatan penyesuaian atas penambahan atau
pengurangan nilai tersebut. Yang perlu diingat dalam sistem dana tetap adalah
pencatatan pengeluaran kas kecil tidak dicatat seketika terjadi pengeluaran. Melainkan
dicatat ketika terjadi pengisian kembali kas kecil.
Contoh kasus, pimpinan perusahaan A menetapkan kebijakan membentuk dana kas kecil
untuk keperluan pengeluaran rutin sebesar Rp 1.000.000. Pada akhir bulan, dana tersebut
telah digunakan Rp 750.000. Maka sisa pada akhir bulan (saldo) adalah Rp 250.000. Pada
awal bulan berikutnya, dana yang diterima adalah Rp 750.000. Jadi pada awal bulan jumlah
dana kas kecil yang ada adalah tetap sebesar Rp 1.000.000.
2. Sistem dana fluktuasi adalah sistem yang menetapkan nilai dana kas kecil sesuai
dengan kebutuhan operasional. Artinya, saldo akun kas kecil ini tidak tetap atau
berfluktuasi sesuai dengan jumlah transaksi kas kecil. Jadi nominal saldonya akan
berubah tiap-tiap periode sesuai dengan kebutuhan operasional perusahaan.
Misal, ketika menetapkan kebijakan kas kecil pertama kali, perusahaan menetapkan
jumlah kas kecil sebesar Rp. 1.000.000 (saldo awal). Kemudian kas kecil tersebut
digunakan untuk keperluan operasional perusahaan hingga akhir periode. Pada awal
periode berikutnya, kas kecil diisi kembali dengan jumlah yang sama atau berbeda
dengan saldo awal. Berbeda dalam arti bisa kurang atau lebih dari nilai saldo awalnya.
Hal ini disesuaikan apakah kebutuhan perusahaan memerlukan tambahan dana kas
kecil atau pengurangan atau pun tidak perlu ada keduanya.
Dalam sistem fluktuasi, setiap terjadi perubahan jumlah uang kas kecil harus langsung
dibukukan, baik itu penambahan maupun pengeluaran. Jadi buku pengeluaran kas
kecil memiliki fungsi sebagai buku jurnal dan menjadi dasar untuk proses
pemostingan ke buku besar.
Tujuan rekonsiliasi bank adalah untuk menyesuaikan atau mencocokkan antara catatan transaksi
yang dilakukan oleh perusahaan dengan catatan yang dilakukan oleh bank di rekening koran.
Deposit in transit. Yaitu kas dan atau cek (cheque) yang telah diterima oleh perusahaan
tetapi belum didepositokan dan dicatat oleh bank. Deposit in transit ini biasanya terjadi
pada akhir bulan, baik dikarenakan deposit datang terlambat ke bank karena adanya sistem
cut off di bank atau pun karena perusahaan belum menyerahkan deposit tersebut ke bank.
Outstanding check. Yaitu cek yang sudah dikeluarkan oleh perusahaan kepada pihak ketiga
(misalnya vendor) tetapi belum dikeluarkan pada catatan bank. Hal ini dikarenakan pihak
ketiga belum mencairkan cek tersebut sehingga belum dicatat oleh bank.
NSF (nor sufficient fund) check. Yaitu sebuah cek yang dikeluarkan perusahaan tetapi tidak
diakui oleh bank dikarenakan dana yang ada di rekening bank perusahaan tidak mencukupi.
Dengan demikian, NSF cek ini harus dikoreksi pada catatan perusahaan.
Kasus #1
Bank ARTHA mengeluarkan rekening koran per tanggal 31 Desember 2017 yang dikirim
untuk PT. BIMA menunjukkan saldo sebesar Rp. 1.550.000,- .
Bila dibandingkan dengan saldo kas di bank yang tercatat di buku besar PT. BIMA terdapat
perbedaan saldo yaitu menunjukkan jumlah sebesar Rp. 1.035.000,-.
Setelah dilakukan pemeriksaan ternyata perbedaan saldo tersebut disebabkan karena adanya
transaksi-transaksi berikut:
1. Transfer (kiriman uang) dari langganan untuk pelunasan utangnya sebesar Rp.750.000,-
3. Cek yang ditarik PT. BIMA sebesar Rp. 815.000,- untuk dicairkan ke Bank sudah dicatat
dalam pembukuan perusahaan. Ternyata masih belum diuangkan ke Bank oleh pegawai PT.
BIMA karena terlambat.
4. Wesel tagih yang ditagihkan melalui Bank ARTHA telah dapat tertagih dan dikreditkan
dalam rekening PT BIMA sebesar Rp. 500.000,-
5. Setoran dana dari PT. BIMA ke bank sudah dibukukan sebesar Rp. 1.250.000,-namun
belum disetorkan oleh petugas perusahaan.
6. Cek dari pelanggan yang dikliringkan ke Bank sebesar Rp. 825.000,- ternyata kosong (Non
Sufficient Cheque).
7.Bank ternyata salah mencatat pada pembukuan atas transaksi penarikan dana melalui cek
yang ditarik PT. BNTANG pada rekening PT. BIMA sebesar Rp. 525.000,-
9. Bank telah mendebit rekening PT. BIMA untuk beban cetak buku cek sebesar Rp.
100.000,-
10. Bank mengkredit rekening PT. BIMA atas pendapatan jasa giro bulan Agustus 2017
sebesar Rp. 250.000,-
11. Beban administrasi bank telah dicatat oleh Bank sebesar Rp. 50.000 namun belum dicatat
PT. BIMA.
1. Buatlah laporan rekonsiliasi bank PT. BIMA pada tanggal 31 Desember 2017 untuk
mengetahui saldo yang benar.
2. Buatlah jurnal penyesuaian untuk mencatat transaksi yang terjadi dalam PT. BIMA.
PT. AKUN telah menerima rekening koran dari Bank DEBET per 31 Juli 2016 yang
menunjukkan jumlah saldo sebesar Rp. 1.220.000.
Pada tanggal 1 Juli 2016 perkiraan bank di buku besar PT. AKUN menunjukkan saldo
sebesar Rp. 2.303.000. Pada bulan Juli 2016 buku penerimaan kas menunjukkan jumlah
sebesar Rp. 4.730.000. sedangkan buku pengeluaran kas menunjukkan jumlah sebesar Rp.
6.572.725. Data yang berhubungan rekonsiliasi bank adalah sebagai berikut:
2. Telah dikredit oleh bank, jasa giro bulan Juli 2016 sebesar Rp. 7.425
3. Cek Nomor 10203 sebesar Rp. 157.000 dicatat dalam laporan buku pengeluaran sebesar
Rp.175.000.
4. Sedangkan cek nomor 10217 sebesar Rp. 240.000 dibukukan sebesar Rp.24.000.
Seluruhnya untuk pembelian barang dagangan.
5. Setoran kas sebesar Rp.925.000 pada tanggal 31 Juli 2016 belum dicatat dalam rekening
koran bank karena kas bank sudah tutup.
6. Bank telah membebankan biaya administrasi bulan Juli 2016 sebesar Rp. 1.000 dan ongkos
buku cek sebesar Rp, 650. Jumlah tersebut belum dibukukan oleh PT. AKUN .
7. Bank telah mengkredit rekening PT. AKUN atas kiriman uang sebesar Rp. 199.950 yang
diterima dari pelanggan untuk melunasi hutangnya.
8. Setoran cek yang diterima dari PT. AKUN sebesar Rp. 120.000 pada tanggal 28 Juli 2016
telah ditolak karena saldo tidak mencukupi.
Diminta :
1. Buatlah Bank Rekonsiliasi per 31 Juli 2016 untuk menyesuaikan/ mencocokkan saldo
menurut rekening koran dengan saldo menurut perkiraan bank.
Metode ini langsung menghapus piutang yang dinilai tidak dapat tertagih lagi, yaitu dengan langsung
membebankan piutang yang dihapus dan mengkreditkan Piutang tersebut.
Contoh:
Manajemen Perusahaan menghapus Piutang Usahanya sebesar 1.000.000 karena sudah benar-benar
tidak dapat tertagih lagi. Maka jurnalnya adalah:
Untuk melakukan ini Perusahaan harus memenuhi syarat yang ditentukan oleh undang-undang
Pajak Penghasilan (UU No.36 tahun 2008)
Metode penghapusan langsung piutang tak tertagih dalam Pajak Penghasilan diatur dalam Pasal 6
Ayat (1) huruf h Undang-undang Pajak Penghasilan. Dalam ketentuan tersebut dinyatakan bahwa
besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan
berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan, termasuk di antaranya adalah piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan
syarat:
Sebagai ketentuan pelaksanaan dari Pasal 6 Ayat (1) huruf h ini adalah Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 105/PMK.03/2009 Tentang Piutang Yang Nyata-Nyata Tidak Dapat Ditagih Yang Dapat
Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 57/PMK.03/2010.
Contoh:
Manajemen mencadangkan Piutang Usaha sebesar 1.000.000 atas Piutang Usaha yang kemungkinan
besar tidak dapat tertagih lagi.
Beban cadangan piutang tak tertagih [D] 1.000.000
Dalam menentukan besaran pencadangan piutang, manajemen memiliki beberapa cara antara lain:
Persentase penjualan, dari pengalaman yang dimiliki perusahaan biasanya mereka memiliki
persentase atas piutang usaha yang tidak tertagih.
Analisa Umur, cara ini dilakukan dengan menganalisa umur dari masing-masing Piutang.
Manajemen biasanya membuat batasan untuk umur piutang. Misal: Perusahaan akan
mencadangkan Piutang yang berumur lebih dari 2 tahun.
Penghapusan Piutang yang di cadangkan, Misal dari yang dicadangkan sebesar 1.000.000, ada
piutang sebesar 400.000 yang benar-benar tidak tertagih dan harus dihapus, jurnal yang dibuat:
Cadangan piutang tak tertagih [D] 400.000
Bagaimana jika Piutang yang sudah terhapus ternyata dibayarkan oleh customer? Maka Piutang
harus dimunculkan lagi terlebih dahulu baru kemudian dibuat jurnal pembayaran Piutangnya.
Contoh:
Dari 400.000 Piutang yang telah dihapuskan oleh Perusahaan ternyata dilunasi 200.000, jurnal yang
muncul adalah sebagai berikut:
Metode ini menerapkan bahwa persediaan dengan nilai perolehan awal / pertama masu akan
digunakan / dijual terlebih dahulu, jadi yang tersisa di persediaan akhir dinilai dengan nilai
perolehan persediaan yang terakhir dibeli (masuk). Metode FIFO dianggap berdampak pada
nilai aktiva yang dibeli perusahaan dan cenderung menghasilkan persediaan yag nilainya
tinggi.
Metode ini menerapkan bahwa persediaan dengan nilai perolehan terakhir (masuk) akan
dijual/digunakan lebih dulu, sehingga perolehan persediaan akhir dinilai berdasarkan nilai
perolehan yang pertama (awal) masuk (dibeli). Metode LIFO dianggap berdampak pada nilai
aktiva yang rendah pada perusahaan dan cenderung menghasilkan nilai persediaan akhir yang
rendah.
Contoh Soal I
PT. Saburai melakukan perlakuan (pembelian, penjualan) persediaan pada tahun 2018 adalah
sebagai berikut.
Diminta :
1. Hitunglah nilai persediaan akhir Sistem perpetual dengan metode FIFO, LIFO dan
Average.
2. Hitung Laba Kotor dan Harga Pokok Penjualanya.
1. FIFO (masuk pertama keluar pertama)
1. Sistem Periodik
2. Sistem Perpetual
Laba Kotor
1. Sistem Periodik
2. Sistem Perpetual
Jurnal
1. Periodik (FIFO)
2. Perpetual (FIFO)
Contoh Soal II
Berikut adalah transaksi PT. Dipa Jaya selama Bulan Juli 2017.
Diminta:
1. Tentukan nilai persediaan akhir, harga pokok penjualan (HPP) dan laba kotor, Bila di
asumsikan perusahaan menggunakan Sistem periodik FIFO dan Sistem Perpetual
LIFO.
Jawab:
= Nilai persediaan (harga) yang tersedia untuk dijual nilai persediaan (harga) unit akhir
Laba Kotor:
Melalui metode perpetual LIFO kita dapat mengetahui hal-hal berikut ini :
Metode depresiasi yang paling sederhana dan banyak digunakan. Cara ini membebankan nilai
depresiasi dengan jumlah yang sama untuk tiap periode, tidak menghiraukan kegiatan dalam
periode tersebut.
Misalnya Anda membeli mesin produksi seharga Rp 60.000.000. Taksiran nilai residu
sebesar Rp. 4.000.000. Umur manfaat ditaksir selama 4 tahun. Perhitungan nilai depresiasi
tiap tahunnya adalah ;
Metode ini didasarkan pada anggapan bahwa aktiva (mesin) akan lebih cepat rusak bila
digunakan sepenuhnya (full time) dibanding dengan penggunaan yang tidak sepenuhnya (part
time).
Beban depresiasi dalam metode ini dihitung dengan dasar satuan jam jasa. Beban depresiasi
tiap periode-nya tergantung pada jam jasa yang digunakan.
Misalnya, mesin dengan harga perolehan Rp 60.000.000, nilai sisa Rp 4.000.000 ditaksir
akan dapat digunakan selama 80.000 jam. Cara menghitung nilai depresiasi per jam adalah :
Apabila dalam tahun pertama, mesin tersebut digunakan selama 8000 jam maka beban
depresiasinya adalah :
8.000 x Rp 700 = Rp. 5.600.000
Metode jam jasa paling tepat jika digunakan untuk kendaraan. Dengan anggapan kendaraan
itu lebih banyak aus karena digunakan dibandingkan dengan tua karena waktu.
Umur kegunaan aktiva ditaksir dalam satuan jumlah unit hasil produksi. Beban depresiasi
dihitung dengan dasar satuan hasil produksi, sehingga depresiasi tiap periode akan
berfluktuasi sesuai dengan fluktuasi hasil produksi.
Dasar teori yang digunakan adalah suatu aktiva dimiliki untuk menghasilkan produk sehingga
depresiasi juga didasarkan pada jumlah produk yang dapat dihasilkan.
Untuk dapat menghitung beban depresiasi tiap periode, harus dihitung tarif depresiasi tiap
unit produk. Selanjutnya tarif ini dikalikan dengan jumlah produk yang dihasilkan dalam
periode tersebut.
Misalnya, mesin dengan harga perolehan Rp 60.000.000, nilai sisa Rp 4.000.000 ditaksir
selama umur penggunaannya akan menghasilkan 56.000 unit produk.
.
Apabila dalam tahun penggunaan pertama, mesin tersebut menghasilkan 18.000 unit produk,
maka beban depresiasi untuk tahun itu sebesar:
Metode ini sebaiknya digunakan untuk aktiva-aktiva yang bisa diukur hasil produksinya,
seperti mesin. Beban depresiasi yang dihitung dengan metode hasil produksi, jumlah tiap
periode tergantung pada jumlah produksi.
Sehingga biaya depresiasi yang dihitung dengan cara ini bersifat variabel.
Perhitungan depresiasi dengan menggunakan metode ini beban depresiasi tahun pertama
lebih besar daripada tahun berikutnya.
Metode ini didasarkan pada teori bahwa aktiva yang baru akan dapat digunakan dengan lebih
efisien dibanding aktiva yang tua.
Demikian juga dengan biaya perbaikan dan pemeliharaannya. Aktiva yang baru akan
memerlakukan akan memerlukan biaya pemeliharaan dan perbaikan yang lebih sedikit
dibanding aktiva lama.
Dengan metode ini diharapkan jumlah beban depresiasi dan biaya pemeliharaan serta
perbaikan dari tahun ke tahun akan relatif stabil. Di tahuan pertama, bila depresiasinya besar
maka biaya pemeliharaannya kecil.
Sebaliknya di tahun terakhir beban depresiasi kecil sedangkan biaya pemeliharaannya besar.
Ada 4 cara untuk menghitung beban depresiasi yang menurun dari tahun ke tahun, yaitu :
Persentase ini dikalikan dua dan setiap tahunnya, dilakukan pada nilai buku aktiva tetap.
Karena nilai buku selalu menurun maka beban depresiasi juga selalu menurun.
Penurunan tarif di setiap periode dilakukan tanpa menggunakan dasar yang pasti, tapi
ditentukan berdasarkan kebijaksanaan manajemen perusahaan.
Karena tarifnya selalu menurun dalam setiap periode maka beban depresiasinya juga selalu
menurun.
Pembelian satu unit mesin pada awal tahun dengan harga Rp. 50.000.000 dengan nilai sisa
sebesar Rp. 5.000.000 dan umur ekonomis diperkirakan selama 5 tahun.
Misalnya, pembelian suatu aktiva pada awal tahun seharga Rp 50.000.000,- dengan nilai sisa
Rp 5.000.000,- dan perkiraan umur ekonomis diperkirakan 5 tahun.
Misalnya pembelian suatu aktiva pada awal tahun seharga Rp 50.000.000,- dengan nilai sisa
Rp 5.000.000,- dan taksiran umur ekonomis diperkirakan 5 tahun.
Berdasarkan hasil perhitungan diatas, ada perbedaan selisih sebesar 1.112.000 (5.000.000
3.888.000).
1. Metode Biaya
PT. A (investor) membeli Rp. 150.000.000,- untuk 15.000 lembar saham (15%)
saham berhak suara PT. B (investee). Pada tangal pelaporan keuangan (umumnya
tgl.31 des) PT B memperoleh laba Rp. 50.000.000.- dan PT. B membagikan
dividen sebesar Rp. 40.000.000,-.
Dengan kepemilikan 15% (kurang dari 20%), maka secara akuntansi PT. A wajib
menggunakan metode biaya untuk mempertanggungjawabkan investasinya, jurnal
yang dibuat investor (PT.A) adalah sebagai berikut :
PT. A harus mengakui penghasilan dividen dari PT.B sebesar Rp. 6.000.000,-
dalam laporan laba rugi, Untuk investasi dilaporkan dalam neraca dan disajikan
sebagai aktiva lancar atau aktiva tidak lancar tergantung dari jenis investasinya,
juga perlu diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan tentang investasi
yang dilakukan pada PT.B.
2. Metode Ekuitas
PT. A (investor) membeli Rp. 300.000.000,- untuk 30.000 lembar saham (30%)
saham berhak suara PT. B (investee). Pada tangal pelaporan keuangan (umumnya
tgl.31 des) PT B memperoleh laba Rp. 50.000.000.- dan PT. B membagikan
dividen sebesar Rp. 40.000.000,-.
Dengan kepemilikan 30% (lebih dari 20%), maka secara akuntansi PT. A wajib
menggunakan metode ekuitas untuk mempertanggungjawabkan investasinya.
Jurnal yang dibuat oleh investor (PT.A) adalah sebagai berikut :
a. Pada saat perolehan investasi
(jurnal untuk mengakui bagian PT.A atas laba PT.B (30% X Rp. 50.00.000 = Rp.
15.000.000))