Anda di halaman 1dari 10

PORTOFOLIO

HIPOGLIKEMIA

Oleh:

Dr. Yulianti S. Arey

RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH BABAT

2016
No. ID dan Nama Peserta : dr. Yulianti S. Arey
No. ID dan Nama Wahana : RS Muhammadiyah Babat, Lamongan
Topik : Koma Hipoglikemia (emeregency)
Tanggal (kasus) : 12 April 2016
Nama Pasien : Ny. T / 58th No. RM : 046788
Tanggal Presentasi : Pendamping : dr. Erniek Saptowati
Tempat Presentasi : Ruang Bimbingan Dokter Internship RS Muh Babat
Objektif Presentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Seorang wanita, 58 tahun dibawa keluarganya dalam kondisi tidak sadar. Dari
alloanamnesis didapatkan informasi pasien merupakan penderita sakit diabetes
Deskripsi :
mellitus. Tiga hari sebelumnya, pasien mengalami penurunan nafsu makan dan
demam.
Mampu mendiagnosis dan memberikan penanganan yang tepat, cepat, dan akurat
Tujuan :
pada pasien yang mengalami penurunan kesadaran akibat Hipoglikemia
Bahan
Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Bahasan :
Cara
Diskusi Presentasi dan Diskusi E-mail Pos
Membahas :

Data
Nama : Ny. T No. Registrasi :
Pasien :
Data Utama untuk Bahan Diskusi :
1. Diagnosis / Gambaran Klinis :
Pasien dibawa keluarga dalam kondisi tidak sadar. Kondisi tersebut terjadi + 1 jam SMRS.
Dari alloanamnesis didapatkan keterangan pasien tidak mengalami kejang, muntah-muntah
atau mengeluh nyeri kepala, nyeri dada sebelum tidak sadarkan diri. Pasien mengalami
lemas 3 hari terakhir, nafsu makan menurun. Pasien merupakan penderita diabetes
mellitus. Rutin mengkonsumsi obat Glibenclamid.
2. Riwayat Pengobatan :
Pasien rutin menggunakan obat Glibenclamid.
3. Riwayat Kesehatan / Penyakit :
Pasien merupakan penderita kencing manis.
4. Riwayat Keluarga :
Pasien menyangkal adanya anggota keluarga dengan keluhan yang sama, riwayat penyakit
darah tinggi, kencing manis, jantung, ginjal.
5. Riwayat Pekerjaan :
Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga.
Daftar Pustaka :
1. Carrol, Robert G. 2007. Elseviers Integrated Physiology. Philadelphia: Mosby Elsevier.
2. Longo, Dan L, et al. 2011. Harrisons Principles of Internal Medicine 18th Edition. New York;
McGraw-Hill Medical Publishing Divison.
3. Silbernagl, Stefan, dan Florian Lang. 2010. Color Atlas of Pathophysiology 2nd Ed. New York:
Thieme.Soemadji, DjokoWahono. 2009. BukuAjarIlmuPenyakitDalam. Edisi V. Jakarta:
Interna Publishing.

Hasil Pembelajaran :
1. Diagnosis Koma Hipoglikemia melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang.
2. Penatalaksanaan pada kasus Hipoglikemia (khususnya dalam konteks setting di ruang
gawat darurat/UGD)
3. Edukasi pada pasien dan keluarga mengenai pencegahan Hipoglikemia, dan meningkatkan
kewaspadaan karena hipoglikemia merupakan keadaan gawat darurat di bidang penyakit
dalam, dan harus mendapat pertolongan segera.

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio

1. Subjektif :

Pasien dibawa keluarga dalam kondisi tidak sadar. Kondisi tersebut terjadi + 1 jam
SMRS. Dari alloanamnesis didapatkan keterangan pasien tidak mengalami kejang,
muntah-muntah atau mengeluh nyeri kepala, nyeri dada sebelum tidak sadarkan
diri. Pasien mengalami lemas 3 hari terakhir, nafsu makan menurun.

2. Objektif :

Pemeriksaan fisik didapatkan suara jantung S1-S2 reguler, murmur (-), suara paru
vesikuler dan tidak terdapat suara tambahan. Abdomen dalam batas normal.
Akral teraba dingin, CRT <2 detik. Vital Sign pasien; TD 110/70, HR 92, RR 22x, S
37,7C
Status neurologis: pupil isokor, diameter 3/3 mm, RC +/+
Kaku kuduk (-)
- Hasil EKG: Irama Sinus, HR 94x, reguler, normoaxis.
- Hasil Laboratorium: GDA 24, AL 11.600 lain-lain dalam batas normal.
3. Assesment (penalaran klinis) :

Pasien pada kasus ini mengalami penurunan kesadaran kurang lebih 1 jam SMRS.
Dengan riwayat nafsu makan menurun, dan mengalami kencing manis. Penyebab
penurunan kesadaran dapat diakibatkan oleh proses kelainan vaskular, infeksi,
trauma, metabolik, neoplasma dan proses degenerative. Dari berbagai penyebab
tersebut, proses yang terjadi secara akut yaitu kelainan vaskular, trauma, dan
metabolik. Sehingga hal tersebut dapat menjadi kemungkinan yang dapat terjadi
kepada pasien yang datang dengan tidak sadarkan diri sejak 1 jam SMRS .

Penurunan kesadaran yang terjadi pada pasien menurut keluarga tidak disertai
dengan adanya kejang, nyeri kepala, badan lemas sesisi, muntah dll yang
menunjukan ke arah kelainan vaskular. Sehingga kemungkinan kelainan vaskular
secara anamnesis sudah dapat disingkirkan. Begitu juga dengan tidak adanya
trauma pada pasien. Sehingga kemungkinan yang terjadi pada pasien adalah
kelainan metabolik, yang dapat diperkuat dengan pernyataan keluarga jika pasien
merupakan penderita DM dan mengkonsumsi obat DM. Dari alloanamnesis didapat
keterangan pasien mengkonsumsi obat glibenklamid 1x5 mg. Sejak 10 jam SMRS
pasien mengeluhkan gejala hipoglikemia ringan yaitu terasa mual, keringat dingin
serta berdebar-debar, namun pasien menyepelekan hal tersebut, karena tidak mau
segera diperiksakan.

Hipoglikemia dapat ditegakan jika kadar glukosa <50 mg/dl (2,8 mmol/L). Walau
demikian studi fisiologi menujukan bahwa gangguan fungsi otak sudah dapat terjadi
pada kadar glukosa 55 mg/dl (3 mmol/L).

Hipoglikemia pada orang dengan DM sering terjadi akibat peningkatan kadar insulin
yang kurang tepat baik karena setelah penyutikan insulin subkutan atau akibat
pemberian obat yang meningkatkan sekresi insulin seperti sulfonilurea. Sulfonilurea
merupakan OHO yang sangat sering menyebabkan hipoglikemia terutama pada
orang tua. Hal tersebut terjadi akibat obat golongan ini selain bekerja dengan
menstimulasi pengeluaran sekresi insulin, obat tersebut memiliki masa paruh yang
sangat panjang yaitu 12-24 jam.

Peningkatan insulin secara tidak proporsional yang tidak di imbangi dengan asupan
glukosa yang cukup dan disertain dengan kemampuan fisiogis tubuh yang gagal
dalam melindungi penurunan glukosa dalam batas aman inilah penyebab terjadinya
penurunan kesadaran. Hal tersebut terjadi akibat jaringan saraf pusat yang sangat
tergantung dengan glukosa, karena otak hanya menyimpan glukosa (dalam bentuk
glikogen) dalam jumlah yang sangat sedikit.

Hasil dari pemeriksaan fisik dengan didapatkannya tekanan darah, nadi dan
pernafasan yang stabil menunjukan jika tidak adanya suatu gangguan hemodinamik
dalam tubuh pasien yang Bisa diakibatkan adanya suatu trauma atau gangguan
vaskular. Pada pemeriksaan lebih lanjut pun ditemukan pupil isokor dengan
diameter dalam batas normal, tidak adanya kesan lateralisasi, tidak adanya perese
nervus kranial, refleks fisiolois yang normal, td ditemukannya reflek patologis, serta
motorik dan sensorik yang normal. Hal tersebut menunjukan jika penurunan
kesadaran yang terjadi ada pasien bukanlah akibat dari gangguan vaskuler seperti
halnya stroke.

Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan GDS merupakan hal penting dan


sangat berguna dalam membantu menegakan diagnosis pada saat pasien datang.
GDA pada pasien ini adalah 24 mg/dL, sesuai dengan kecurigaan kemungkinan
penurunan kesadaran akibat problem metabolik yaitu hipoglikemia.

4. Plan :

Penatalaksanaan pasien dengan hipoglikemia pada penderita diabetes biasanya


tergantung dari level kesadaran dan kooperatif pasien. Jika pasien dengan
kesadaran penuh dan kooperatif, makan dapat diberikan glukosa oral 10-20 gr
seperti pemberian air gula, madu, soda dll. Namun jika pasien dengan tidak sadar
dan tidak kooperatif apabila akses vena mudah dilakukan, maka dapat diberikan
dekstrose 40% atau 50%. Namun dalam literatur lain dikatakan jika pemberian
D50% terlalu toksik untuk jaringan sehingga pemberian 75-100 ml D20% atau 150-
200 ml D10% dianggap lebih aman. Kemudian jika pasien tidak sadar namun akses
vena sulit didapatkan, maka dapat diberikan IM atau SC glukagon 1 mg yang hasilnya
akan tampak setetah 10 menit. Kecepatan glukagon tersebut sama dengan
pemberian glukosa Intra vena, namun jika pasien sudah sadar makan harus diikuti
dengan pemberian glukosa.

Monitoring setelah pasien sadar pun merupakan hal yang penting dalam
penatalaksanaan pasien hipolikemia karena kadar gula darah yang belum stabil.
Melakukan glukosa darah kapiler tiap 30 menit dalam 2 jam pertama dan
selanjutnya tiap 1 jam. Monitoring yang ketat perlu dilakukan pada pasien yang
overdosis sulfonilurea seperti glibenklamid dan chlorpropamide akibat obat
tersebut memiliki waktu paruh yang panjang. Pertimbangkan memberikan
pengulangan dosis awal jika respon pengobatan gagal dan melanjutan pemberian
infus D5% atau D10% jika dikhawatirkan gula darah belum stabil.

Memberikan edukasi kepada pasien tentang gejala awal dari hipoglikemia pun
penting dilakukan. Gejala yang dapat timbul jika terjadi hipoglikemia berupa
berkeringat, jantung berdebar, tremor, lapar, bingung, mengantuk, sulit berbicara,
inkoordinasi, parestesia, gangguan visual, mual dan sakit kepala (2). Sehingga ketika
pasien mengalami gejala tersebut dapat melakukan penatalaksanaan sendiri
dengan konsumsi makanan yang mengandung glukosa.

Diagnosis : Koma Hipoglikemia

Pengobatan :

O2 nasal canule 2 lpm; Sp O2 98%


Infus D10% 16tpm
Bolus cepat D40% 2 flash. Beberapa saat kemudian kesadaran pasien membaik.
Inj. Metamizole 1000 mg IV
Inj. Ranitidin 50 mg IV
Evaluasi GDA 1 jam berikutnya

Konsultasi : Dokter Penyakit Dalam

Kegiatan Periode Hasil yang Diharapkan

Primary Survey dan Segera saat pasien MRS Pasien kondisi stabil dan
Stabilisasi pasien dapat dirawat di ruang
perawatan

Evaluasi GDP dan GD2JPP Saat follow up Untuk menentukan program


regulasi kadar gula darah

Tinjauan Pustaka

Definisi

Hipoglikemia adalah keadaan yang menunjukkan kadar glukosa darah di bawah normal. Pada
umumnya kadar glukosa puasa pada orang normal jarang melampaui 126 mg/dl, jika diatas itu
tergolong tidak normal. Biasanya pada penderita hipoglikemia terjadi kadar glukosa
yangrendah yaitu kurang dari 50 mg/dl(2,8 mmol/L) atau bahkan kurang dari 40 mg/dl (2,2
mmol/L). Kadar glukosa darah keseluruhan (whole blood) lebih rendah 10% dibandingkan
dengan kadar glukosa plasma dikarenakan eritrosit memiliki kadar glukosa yang relatif rendah.
Hipoglikemia pada pasien diabetes mellitus tipe 1 (DMT 1) dan diabetes mellitus tipe 2 (DMT
2) merupakan faktor penghambat utama dalam mencapai sasaran kendali glukosa darah normal
atau mendekati normal. Pengendalian glukosa darah yang baik dan lengkap didasarkan pada
kondisi bebas dari hipoglikemia. Risiko hipoglikemia timbul akibat mekanisme dalam tubuh
yang tidak sempurna dimana kadar insulin pada malam hari meningkat secara tidak
proporsional dan kemampuan fisiologis tubuh gagal melindungi batas penurunan glukosa darah
yang aman. (Soemadji, 2009).
PATOFISIOLOGI:

Hipoglikemia dapat terjadi ketika kadar insulin dalam tubuh berlebihan. Terkadang kondisi
berlebih ini merupakan sebuah kondisi yang terjadi setelah melakukan terapi diabetes mellitus.
Selain itu, hipoglikemia juga dapat disebabkan antibodi pengikat insulin, yang dapat
mengakibatkan tertundanya pelepasan insulin dari tubuh. Selain itu, hipoglikemia dapat terjadi
karena malproduksi insulin dari pankreas ketika terdapat tumor pankreas. Setelah hipoglikemia
terjadi, efek yang paling banyak terjadi adalah naiknya nafsu makan dan stimulasi masif dari
saraf simpatik yang menyebabkan takikardi, berkeringat, dan tremor (Silbernagl dan Lang,
2010).

Ketika terjadi hipoglikemia tubuh sebenarnya akan terjadi mekanisme homeostasis dengan
menstimulasi lepasnya hormon glukagon yang berfungsi untuk menghambat penyerapan,
penyimpanan, dan peningkatan glukosa yang ada di dalam darah. Glukagon akan membuat
glukosa tersedia bagi tubuh dan dapat meningkatkan proses glikogen dan glukoneogenesis.
Akan tetapi, glukagon tidak memengaruhi penyerapan dan metabolisme glukosa di dalam sel
(Carrol, 2007).

Selain itu, mekanisme tubuh untuk mengompensasi adalah dengan meningkatkan epinefrin,
sehingga prekursor glukoneogenik dapat dimobilisasi dari sel otot dan sel lemak untuk
produksi glukosa tambahan. Tubuh melakukan pertahanan terhadap turunnya glukosa darah
dengan menaikkan asupan karbohidrat secara besar-besaran. Mekanisme pertahanan ini akan
menimbukan gejala neurogenik seperti palpitasi, termor, adrenergik, kolinergik, dan
berkeringat. Ketika hipoglikemia menjadi semakin parah maka mungkin juga dapat terjadi
kebingungan, kejang, dan hilang kesadaran (Cryer, 2011).

Hipoglikemia berat didefinisikan sebagai hipoglikemia yang tidak dapat di tangani oleh
mekanisme homeostasis tubuh. Pada kondisi ini orang yang terkena hipoglikemia berat dapat
kehilangan kesadaran atau merasa kebingungan. Walaupun penderita hipoglikemia berat akan
terlihat sadar, tapi penderita akan terlihat lethargik (kelelahan) dan emosional. Hal ini
disebabkan karena glukagon tidak dapat mengompensasi adanya insulin yang berlebihan.
Sehingga terkadang ketika seseorang mengalami hipoglikemia berat dibutuhkan penyuntikkan
glukagon. Penyuntikkan glukagon ini dapat diberikan dengan orang terdekat yang dilatih atau
tenaga medis terlatih (Nelms et al, 2007).

1. Menurut Departement on Health and Human Service, secara harfiah hipoglikemia


berarti kadar glukosa dalam darah menurun dari kadar normal. Walaupun kadar glukosa
plasma pada puasa jarang melampaui 99mg/dl (5,5 mmol/L) tetapi kadar <108mg/dl (6
mmol/L) masih dianggap normal. Kadar glukosa plasma kira-kira 10% lebih tinggi
dibandingkan dengan kadar glukosa darah keseluruhan karena eritrosit mengandung
kadar glukosa yang relatif rendah. Kadar glukosa arteri lebih tinggi dibandingkan
dengan vena sedangkan kadar glukosa kapiler berada diantara kadar glukosa arteri dan
vena (Soemandji, 2009).
2. Diagnosis hipoglikemia dapat ditegakan bila kadar glukosa <50mg/dl (2,8 mmol/L)
atau bahkan <40mg/dl (2,2 mmol/L). Walaupun demikian berbagai studi fisiologis
menunjukan bahwa gangguan fungsi otak sudah dapat terjadi pada kadar glukosa darah
55 mg/dl (3 mmol/L). Lebih lanjut diketahui bahwa kadar glukosa darah 55mg/dl (3
mmol/L) yang terjadi berulang kali dapat merusak mekanisme proteksi endogen
terhadap hipoglikemia yang lebih berat (Soemandji, 2009).
3. Respon regulasi non pankreas terhadap hipoglikemia dimulai pada kadar glukosa darah
63-65mg/dl (3,5-3,6mmol/L). Oleh sebab itu, dalam konteks terapi diabetes, diagnosis
hipoglikemia ditegakkan bila kadar glukosa plasma kurang dari sama dengan 63 mg/dl
(3,5 mmol/L) (Soemandji, 2009).

GEJALA DAN TANDA KLINIS :


Stadium parasimpatik ; lapar,mual,tekanan darah turun
Stadium gangguan otak ringan ; lemah lesu ,sulit bicara ,kesulitan menghitung
sementara
Stadium simpatik; keringat dingin pada muka ,bibir atau tangan gemetar
Stadium gangguan otak berat ;tidak sadar,dengan atau tanpa kejang

Trias Whipple untuk hipoglikemia secara umum:


1. Gejala yang konsisten dengan hipoglikemia
2. Kadar glukosa plasma rendah
3. Gejala mereda setelah kadar glukosa plasma meningkat.

TATALAKSANA:

1. Non Medika Mentosa


Tanda dan gejala hipoglikemia bervariasi dari satu orang dengan orang lain.
Orang dengan hipoglikemia pada diabetes mellitus harus mengenal tanda-tanda dan
gejala serta menggambarkannya kepada teman-teman dan keluarga sehingga mereka
dapat membantu jika diperlukan. Staf di sekolah juga harus diberitahu bagaimana
mengenali tanda dan gejala hipoglikemia pada anak dan bagaimana cara mengobatinya.
Orang yang mengalami hipoglikemia beberapa kali dalam seminggu harus
menghubungi pusat pelayanan kesehatan untuk mengatur perubahan dalam rencana
pengobatan, pengurangan obat atau pemberian obat yang berbeda, jadwal baru untuk
insulin atau obat-obatan, makan yang berbeda, atau rencana kegiatan fisik yang baru
apabila diperlukan (Fonseca, 2008).
Ketika orang berpikir glukosa darah mereka terlalu rendah, mereka harus
memeriksa kadar glukosa darah pada sampel darah menggunakan alat ukur. Jika kadar
glukosa di bawah 70 mg/dl, makanan yang tepat yang harus dikonsumsi untuk
menaikkan glukosa darah adalah:
a. Glukosa gel 1 porsi yang jumlah sama dengan 15 gram karbohidrat.
b. 1/2 gelas atau 4 ons jus buah.
c. 1/2 gelas atau 4 ons minuman ringan biasa.
d. 1 cangkir atau 8 ons susu.
e. 5 atau 6 buah permen.
f. 1 sendok makan gula atau madu.
Langkah berikutnya adalah memeriksa kembali glukosa darah dalam 15
menit untuk memastikan kadar glukosa telah meningkat menjadi 70 mg/dl atau lebih .
Jika masih terlalu rendah, diberikan makanan serupa. Langkah-langkah ini harus
diulang sampai kadar glukosa darah adalah 70 mg/dl atau lebih (Fonseca, 2008).
Menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (2006) pedoman tatalaksana
hipoglikemiaa adalah sebagai berikut:
a. Glukosa diarahkan pada kadar glukosa puasa yaitu 120 mg/dl.
b. Bila diperlukan pemberian glukosa cepat (Intravena) bisa diberikan satu
flakon (25 cc) dextrosa 40% (10 gr dextrosa) untuk meningkatkan kadar
glukosa kurang lebih 25-50 mg/dL.
Manajemen hipoglikemia menurut Soemadji (2009) tergantung pada derajat
hipoglikemia, yaitu :
a. Hipoglikemia ringan
1. Diberikan 150-200 ml teh manis atau jus buah atau 6-10 butir permen atau
2-3 sendok teh sirup atau madu.
2. Bila tidak membaik dalam 15 menit, ulangi pemberian.
3. Tidak dianjurkan untuk memberikan makanan tinggi kalori seperti coklat,
kue, ice cream, cake dan lain-lain.
b. Hipoglikemia berat
1. Tergantung pada tingkat kesadaran pasien.
2. Bila pasien dalam keadaan tidak sadar, jangan memberi makanan atau
minuman karena bisa berpotensi terjadi aspirasi.
2. Medika Mentosa
Adapun terapi medika mentosa hipoglikemia yang dapat diberikan adalah:
a. Glukosa Oral.
b. Glukosa Intravena.
Kadar Glukosa (mg/dL) Terapi Hipoglikemia
< 30 mg/dl Injeksi IV dextrose 40 % (25 cc) bolus
3 flakon
30-60 mg/dl Injeksi IV dextrosa 40 % (25 cc) bolus
2 flakon
60-100 mg/dl Injeksi IV dextrosa 40 % (25 cc) bolus
1 flakon
Follow up :
1. Periksa kadar gula darah 30 menit setelah injeksi.
2. Setelah 30 menit pemberian bolus 3 atau 2 atau 1 flakon dapat
diberikan 1 flakon lagi sampai 2-3 kali untuk mencapai kadar
glukosa darah 120 mg/dl.

c. Glukagon (SC/IM).
d. Thiamine 100 mg (SC/IM) pada pasien alkoholisme.
e. Monitoring
Prognosis
Prognosis hipoglikemia dinilai dari penyebab, nilai glukosa darah, dan waktu onset. Apabila
bersifat simtomatik dan segera diobati memiliki prognosis baik (dubia et bonam) dibandingkan
dengan asimtomatik tanpa segera diberikan oral glucose (dubia et malam).
Hipoglikemia pada bukan penderita diabetes tidak memiliki prognosis yang relevan dapat
bersifat baik maupun buruk untuk jangka panjang (Manucci et al., 2006). Apabila pasien
dianjurkan pengambilan pankreas maka memiliki prognosis tergantung skill medis dan kondisi
indivual.

Anda mungkin juga menyukai