Anda di halaman 1dari 22

PROSEDUR PEMERIKSAAN FISIK SISTEM PERSYARAFAN

1. Persiapan alat :
- Snelen cart
- Bahan untuk penciuman seperti kopi, gula dan the
- Tong spatel
- Reflek hamer
- Garpu tala dan penlight
- Lidi dan kapas

2. Langkah-langkah :

a. Pemeriksaan tanda-tanda perangsangan selaput meningen :


-Tanda kaku kuduk
Bila leher ditekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak dapat
menempel pada dada - kaku kuduk positif (+).
-Tanda kerniq
Fleksi tungkai atas tegak lurus, lalu dicoba meluruskan tungkai bawah pada sendi
lutut. Normal, bila tungkai bawah membentuk sudut 1350 terhadap tungkai atas.
Kernig + bila ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit terhadap
hambatan.
-Tanda laseque
Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan nyeri sepanjang m.
ischiadicus.
-Tanda Brudzinski I
Letakkan satu tangan pemeriksa dibawah kepala klien dan tangan lain didada klien
untuk mencegah badan tidak terangkat. Kemudian kepala klien difleksikan kedada
secara pasif. Brudzinski I positif (+) bila kedua tungkai bawah akan fleksi pada
sendi panggul dan sendi lutut.
-Tanda Brudzinski II
Tanda Brudzinski II positif (+) bila fleksi tungkai klien pada sendi panggul secara
pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul dan lutut.

b. Pemeriksaan GCS ( Glasgow Coma Scale )


- Menilai mata ( E )
Respon membuka mata ( E = Eye )
Spontan ( 4 )
Dengan perintah ( 3 )
Dengan nyeri ( 2 )
Tidak berespon ( 1 )
-Menilai verbal ( V )
Respon Verbal ( V= Verbal )
Berorientasi (5)
Bicara membingungkan (4)
Kata-kata tidak tepat (3)
Suara tidak dapat dimengerti (2)
Tidak ada respons (1)
- Menilai motorik ( M )
Respon Motorik (M= Motorik )
Dengan perintah (6)
Melokalisasi nyeri (5)
Menarik area yang nyeri (4)
Menjauhi rangsangan nyeri (fleksi abnormal)/postur dekortikasi (3)
Ekstensi abnormal/postur deserebrasi (2)
Tidak berespon (1)

c. Pemeriksaan syaraf cranial


Saraf kranial :
1. Test nervus I (Olfactory)
Fungsi penciuman
Test pemeriksaan, klien tutup mata dan minta klien mencium benda yang baunya
mudah dikenal seperti sabun, tembakau, kopi dan sebagainya.
Bandingkan dengan hidung bagian kiri dan kanan.
2. Test nervus II ( Optikus)
Fungsi aktifitas visual dan lapang pandang
Test aktifitas visual, tutup satu mata klien kemudian suruh baca dua baris di
koran, ulangi untuk satunya.
Test lapang pandang, klien tutup mata kiri, pemeriksa di kanan, klien
memandang hidung pemeriksa yang memegang pena warna cerah, gerakkan
perlahan obyek tersebut, informasikan agar klien langsung memberitahu klien
melihat benda tersebut, ulangi mata kedua.
3. Test nervus III, IV, VI (Oculomotorius, Trochlear dan Abducens)
Fungsi koordinasi gerakan mata dan kontriksi pupil mata (N III).
Test N III Oculomotorius (respon pupil terhadap cahaya), menyorotkan senter
kedalam tiap pupil mulai menyinari dari arah belakang dari sisi klien dan sinari
satu mata (jangan keduanya), perhatikan kontriksi pupil kena sinar.
Test N IV Trochlear, kepala tegak lurus, letakkan obyek kurang lebih 60 cm
sejajar mid line mata, gerakkan obyek kearah kanan. Observasi adanya deviasi
bola mata, diplopia, nistagmus.
Test N VI Abducens, minta klien untuk melihat kearah kiri dan kanan tanpa
menengok.
4. Test nervus V (Trigeminus)
Fungsi sensasi, caranya : dengan mengusap pilihan kapas pada kelopak mata atas
dan bawah.
Refleks kornea langsung maka gerakan mengedip ipsilateral.
Refleks kornea consensual maka gerakan mengedip kontralateral.
Usap pula dengan pilihan kapas pada maxilla dan mandibula dengan mata klien
tertutup. Perhatikan apakah klien merasakan adanya sentuhan.
Fungsi motorik, caranya : klien disuruh mengunyah, pemeriksa melakukan palpasi
pada otot temporal dan masseter.
5. Test nervus VII (Facialis)
Fungsi sensasi, kaji sensasi rasa bagian anterior lidah, terhadap asam, manis,
asin pahit. Klien tutup mata, usapkan larutan berasa dengan kapas/teteskan,
klien tidak boleh menarik masuk lidahnya karena akan merangsang pula sisi yang
sehat.
Otonom, lakrimasi dan salivasi
Fungsi motorik, kontrol ekspresi muka dengancara meminta klien untuk :
tersenyum, mengerutkan dahi, menutup mata sementara pemeriksa berusaha
membukanya
6. Test nervus VIII (Acustikus)
Fungsi sensoris :
Cochlear (mengkaji pendengaran), tutup satu telinga klien, pemeriksa berbisik
di satu telinga lain, atau menggesekkan jari bergantian kanan-kiri.
Vestibulator (mengkaji keseimbangan), klien diminta berjalan lurus, apakah
dapat melakukan atau tidak.
7. Test nervus IX (Glossopharingeal) dan nervus X (Vagus)
N IX, mempersarafi perasaan mengecap pada 1/3 posterior lidah, tapi bagian
ini sulit di test demikian pula dengan M.Stylopharingeus. Bagian parasimpatik N
IX mempersarafi M. Salivarius inferior.
N X, mempersarafi organ viseral dan thoracal, pergerakan ovula, palatum lunak,
sensasi pharynx, tonsil dan palatum lunak.
Test : inspeksi gerakan ovula (saat klien menguapkan ah) apakah simetris dan
tertarik keatas.
Refleks menelan : dengan cara menekan posterior dinding pharynx dengan tong
spatel, akan terlihat klien seperti menelan.
8. Test nervus XI (Accessorius)
Klien disuruh menoleh kesamping melawan tahanan. Apakah
Sternocledomastodeus dapat terlihat ? apakah atropi ? kemudian palpasi
kekuatannya.
Minta klien mengangkat bahu dan pemeriksa berusaha menahan - test otot
trapezius.
9. Nervus XII (Hypoglosus)
Mengkaji gerakan lidah saat bicara dan menelan
Inspeksi posisi lidah (mormal, asimetris / deviasi)
Keluarkan lidah klien (oleh sendiri) dan memasukkan dengan cepat dan minta
untuk menggerakkan ke kiri dan ke kanan.

D. Pemeriksaan kekuatan otot

Pemeriksaan motorik dilakukan dengan cara observasi dan pemeriksaan


kekuatan.
1. Massa otot : hypertropi, normal dan atropi
2. Tonus otot : Dapat dikaji dengan jalan menggerakkan anggota gerak pada
berbagai persendian secara pasif.
Bila tangan / tungkai klien ditekuk secara berganti-ganti dan berulang
dapat dirasakan oleh pemeriksa suatu tenaga yang agak menahan pergerakan
pasif sehingga tenaga itu mencerminkan tonus otot. Bila tenaga itu terasa jelas
maka tonus otot adalah tinggi. Keadaan otot disebut kaku.
Bila kekuatan otot klien tidak dapat berubah, melainkan tetap sama. Pada
tiap gerakan pasif dinamakan kekuatan spastis. Suatu kondisi dimana kekuatan
otot tidak tetap tapi bergelombang dalam melakukan fleksi dan ekstensi
extremitas klien. Sementara penderita dalam keadaan rileks, lakukan test untuk
menguji tahanan terhadap fleksi pasif sendi siku, sendi lutut dan sendi
pergelangan tangan. Normal, terhadap tahanan pasif yang ringan / minimal dan
halus.
3. Kekuatan otot :
Aturlah posisi klien agar tercapai fungsi optimal yang diuji. Klien secara
aktif menahan tenaga yang ditemukan oleh sipemeriksa. Otot yang diuji biasanya
dapat dilihat dan diraba. Gunakan penentuan singkat kekuatan otot dengan skala
Lovetts (memiliki nilai 0 5)
0 = tidak ada kontraksi sama sekali.
1 = gerakan kontraksi.
2 = kemampuan untuk bergerak, tetapi tidak kuat kalau melawan tahanan atau
gravitasi.
3 = cukup kuat untuk mengatasi gravitasi.
4 = cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh.
5 = kekuatan kontraksi yang penuh.

AKTIFITAS REFLEKS
Pemeriksaan aktifitas refleks dengan ketukan pada tendon menggunakan
refleks hammer. Skala untuk peringkat refleks yaitu :
0 = tidak ada respon
1 = hypoactive / penurunan respon, kelemahan ( + )
2 = normal ( ++ )
3 = lebih cepat dari rata-rata, tidak perlu dianggap abnormal ( +++ )
4 = hyperaktif, dengan klonus ( ++++)

Refleks-refleks yang diperiksa adalah :


1. Refleks patella
Pasien berbaring terlentang, lutut diangkat ke atas sampai fleksi kurang
lebih 300. Tendon patella (ditengah-tengah patella dan tuberositas tibiae)
dipukul dengan refleks hammer. Respon berupa kontraksi otot quadriceps
femoris yaitu ekstensi dari lutut.
2. Refleks biceps
Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 900 , supinasi dan lengan
bawah ditopang pada alas tertentu (meja periksa).
Jari pemeriksa ditempatkan pada tendon m. biceps (diatas lipatan siku),
kemudian dipukul dengan refleks hammer.
Normal jika timbul kontraksi otot biceps, sedikit meningkat bila terjadi fleksi
sebagian dan gerakan pronasi. Bila hyperaktif maka akan terjadi penyebaran
gerakan fleksi pada lengan dan jari-jari atau sendi bahu.
3. Refleks triceps
Lengan ditopang dan difleksikan pada sudut 900 ,tendon triceps diketok
dengan refleks hammer (tendon triceps berada pada jarak 1-2 cm diatas
olekranon).
Respon yang normal adalah kontraksi otot triceps, sedikit meningkat bila
ekstensi ringan dan hyperaktif bila ekstensi siku tersebut menyebar keatas
sampai otot-otot bahu atau mungkin ada klonus yang sementara.
4. Refleks achilles
Posisi kaki adalah dorsofleksi, untuk memudahkan pemeriksaan refleks ini
kaki yang diperiksa bisa diletakkan / disilangkan diatas tungkai bawah
kontralateral.
Tendon achilles dipukul dengan refleks hammer, respon normal berupa
gerakan plantar fleksi kaki.
5. Refleks abdominal
Dilakukan dengan menggores abdomen diatas dan dibawah umbilikus. Kalau
digores seperti itu, umbilikus akan bergerak keatas dan kearah daerah yang
digores.
6. Refleks Babinski
Merupakan refleks yang paling penting . Ia hanya dijumpai pada penyakit
traktus kortikospinal. Untuk melakukan test ini, goreslah kuat-kuat bagian
lateral telapak kaki dari tumit kearah jari kelingking dan kemudian melintasi
bagian jantung kaki. Respon Babinski timbul jika ibu jari kaki melakukan
dorsifleksi dan jari-jari lainnya tersebar. Respon yang normal adalah fleksi
plantar semua jari kaki.

FUNGSI SENSORIK
Pemeriksaan sensorik adalah pemeriksaan yang paling sulit diantara
pemeriksaan sistem persarafan yang lain, karena sangat subyektif sekali. Oleh
sebab itu sebaiknya dilakukan paling akhir dan perlu diulang pada kesempatan
yang lain (tetapi ada yang menganjurkan dilakukan pada permulaan pemeriksaan
karena pasien belum lelah dan masih bisa konsentrasi dengan baik).
Gejala paresthesia (keluhan sensorik) oleh klien digambarkan sebagai
perasaan geli (tingling), mati rasa (numbless), rasa terbakar/panas (burning),
rasa dingin (coldness) atau perasaan-perasaan abnormal yang lain. Bahkan tidak
jarang keluhan motorik (kelemahan otot, twitching / kedutan, miotonia, cramp
dan sebagainya) disajikan oleh klien sebagai keluhan sensorik.
Bahan yang dipakai untuk pemeriksaan sensorik meliputi:
1. Jarum yang ujungnya tajam dan tumpul (jarum bundel atau jarum pada
perlengkapan refleks hammer), untuk rasa nyeri superfisial.
2. Kapas untuk rasa raba.
3. Botol berisi air hangat / panas dan air dingin, untuk rasa suhu.
4. Garpu tala, untuk rasa getar.
5. Lain-lain (untuk pemeriksaan fungsi sensorik diskriminatif) seperti :Jangka,
untuk 2 (two) point tactile dyscrimination.
6. Benda-benda berbentuk (kunci, uang logam, botol, dan sebagainya), untuk
pemeriksaan stereognosis
7. Pen / pensil, untuk graphesthesia.
3. Sikap
- Teliti
- Respon terhadap keluhan klien
- Komunikasi therapeutik
- Sopan
CARA-CARA PEMERIKSAAN SISTEM NEUROLOGI (REFRAT)

BAB I
PENDAHULUAN

Neurologi adalah ilmu kedokteran yang mempelajari kelainan, gangguan fungsi, penyakit,
dan kondisi lain pada sistim saraf manusia. Oleh sebab itu dipelajari pula hal-hal yang secara
alami dianggap fungsi sistim saraf normal. Misalnya: kepandaian berbahasa, gangguan
belajar, pikun dan lain-lainnya. Dalam rangka menegakkan diagnosis penyakit saraf
diperlukan pemeriksaan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan mental dan laboratorium
(penunjang). Pemeriksaan neurologis meliputi: fungsi cerebral, fungsi nervus cranialis, fungsi
sensorik, fungsi motorik dan reflek.
Selama beberapa dasawarsa ini ilmu serta teknologi kedokteran maju dan berkembang
dengan pesat. Banyak alat dan fasilitas yang tersedia, dan memberikan bantuan yang sangat
penting dalam mendiagnosis penyakit serta menilai perkembangan atau perjalanan penyakit.
Saat ini kita dengan mudah dapat mendiagnosis perdarahan di otak, atau keganasan di otak
melalui pemeriksaan pencitraan. Kita juga dengan mudah dapat menentukan polineuropati
dan perkembangannya melalui pemeriksaan kelistrikan.
Di samping kemajuan yang pesat ini, pemeriksaan fisik dan mental di sisi ranjang (bedside)
masih tetap memainkan peranan yang penting. Kita bahkan dapat meningkatkan kemampuan
pemeriksaan di sisi ranjang dengan bantuan alat teknologi yang canggih. Kita dapat
mempertajam kemampuan pemeriksaan fisik dan mental dengan bantuan alat-alat canggih
yang kita miliki.
Sampai saat ini kita masih tetap dan harus memupuk kemampuan kita untuk melihat,
mendengar, dan merasa, serta mengobservasi keadaan pasien. Dengan pemeriksaan
anamnesis, fisik dan mental yang cermat, kita dapat menentukan diagnosis, dan pemeriksaan
penunjang yang dibutuhkan.

BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Fungsi Cerebral


Keadaan umum, tingkat kesadaran yang umumnya dikembangkan dengan Glasgow Coma
Scala (GCS).GCS digunakan untuk menentukan tingkat perkembangan kesadaranuntuk
memperhatikan respon penderita terhadap rangsangan dan memberikan nilai pada respon
tersebut. Cara menghitung GCS adalah :
Refleks membuka mata (E)
4 : Membuka secara spontan
3 : Membuka dengan rangsangan suara
2 : Membuka dengan rangsangan nyeri
1 : Tidak ada respon
Refleks verbal (V)
5 : Orientasi baik
4 : Kata baik, kalimat baik, tapi isi percakapan membingungkan.
3 : Kata-kata baik tapi kalimat tidak baik
2 : Kata-kata tidak dapat dimengerti, hanya mengerang
1 : Tidak keluar suara
Refleks motorik (M)
6 : Melakukan perintah dengan benar
5 : Mengenali nyeri lokal tapi tidak melakukaan perintah dengan benar
4 : Dapat menghindari rangsangan dengan tangan fleksi
3 : Hanya dapat melakukan fleksi
2 : Hanya dapat melakukan ekstensi
1 : Tidak ada gerakan

Cara penulisannya berurutan E-V-M sesuai nilai yang didapatkan. Penderita yang sadar =
Compos mentis pasti GCS-nya 15 (4-5-6), sedang penderita koma dalam, GCS-nya 3 (1-1-1).
Bila salah satu reaksi tidak bisa dinilai, misal kedua mata bengkak sedang V dan M normal,
penulisannya X 5 6. Bila ada trakheastomi sedang E dan M normal, penulisannya 4 X
6. Atau bila tetra parese sedang E an V normal, penulisannya 4 5 X. GCS tidak bisa
dipakai untuk menilai tingkat kesadaran pada anak berumur kurang dari 5 tahun.
Derajat kesadaran adalah :
Sadar : Dapat berorientasi dan berkomunikasi
Somnolens : dapat digugah dengan berbagai stimulasi, bereaksi secara motorik / verbal
kemudian terlenan lagi. Gelisah atau tenang.
Stupor : gerakan spontan, menjawab secara refleks terhadap rangsangan nyeri, pendengaran
dengan suara keras dan penglihatan kuat. Verbalisasi mungkin terjadi tapi terbatas pada satu
atau dua kata saja. Non verbal denganmenggunakan kepala.
Semi koma : tidak terdapat respon verbal, reaksi rangsangan kasar dan ada
yang menghindar (contoh mnghindri tusukan)
Koma : tidak bereaksi terhadap stimulus
Kualitas kesadaran :
Compos mentis : bereaksi secara adekuat
Abstensia drowsy/kesadaran tumpul : tidak tidur dan tidak begitu waspada.
Perhatian terhadap sekeliling berkurang. Cenderung mengantuk.
Bingung/confused:disorientasi terhadap tempat, orang dan waktu
Delerium :mental dan motorik kacau, ada halusinasi dn bergerak sesuai dengan kekacauan
fikirannya.
Apatis : tidak tidur, acuh tak acuh, tidak bicara dan pandangan
hampa
Gangguan fungsi cerebral meliputi : Gangguan komunikasi, gangguan intelektual, gangguan
perilaku dan gangguan emosi Pengkajian status mental / kesadaran meliputi :GCS, orientasi
(orang, tempat dan waktu), memori, interpretasi dan komunikasi.
2.2 Fungsi Nervus Cranialis
Cara pemeriksaan nervus cranialis :
a. N.I : Olfaktorius (daya penciuman) :Pasiem memejamkan mata, disuruh membedakaan bau
yang dirasakaan (kopi,tembakau, alkohol,dll).
b. N.II : Optikus (Tajam penglihatan):Dengan snelen card, funduscope, dan periksa lapang
pandang.
c. N.III : Okulomorius (gerakam kelopak mata ke atas, kontriksi pupil, gerakan otot mata)
:Tes putaran bola mata, menggerkan konjungtiva, palpebra, refleks pupil dan inspeksi
kelopak mata.
d. N.IV : Trochlearis (gerakan mata ke bawah dan ke dalam):sama seperti N.III.
e. N.V : Trigeminal (gerakan mengunyah, sensasi wajah, lidah dan gigi, refleks kornea dan
refleks kedip): menggerakan rahang ke semua sisi, psien memejamkan mata, sentuh dengan
kapas pada dahi dan pipi. Reaksi nyeri dilakukan dengan benda tumpul. Reaksi suhu
dilakukan dengan air panas dan dingin, menyentuh permukaan kornea dengan kapas.
f. N.VI : Abducend (deviasi mata ke lateral) : sama sperti N.III.
g. N.VII : Facialis (gerakan otot wajah, sensasi rasa 2/3 anterior lidah ):
senyum, bersiul, mengerutkan dahi, mengangkat alis mata, menutup kelopak mata dengan
tahanan. Menjulurkan lidah untuk membedakan gula dengan garam.
h. N.VIII : Vestibulocochlearis (pendengaran dan keseimbangan ) :test Webber dan Rinne.
i. N.IX : Glosofaringeus (sensasi rsa 1/3 posterio lidah ):membedakan rasaa mani dan asam
(gula dan garam)
j. N.X : Vagus (refleks muntah dan menelan) :menyentuh pharing posterior, pasien menelan
ludah/air, disuruh mengucap ah!
k. N.XI : Accesorius (gerakan otot trapezius dan sternocleidomastoideus): palpasi dan catat
kekuatan otot trapezius, suruh pasien mengangkat bahu dan lakukan tahanan sambil pasien
melawan tahanan tersebut. Palpasi dan catat kekuatan otot sternocleidomastoideus, suruh
pasien meutar kepala dan lakukan tahanan dan suruh pasien melawan tahan.
l. N.XII : Hipoglosus (gerakan lidah) : pasien suruh menjulurkan lidah dan menggrakan dari
sisi ke sisi. Suruh pasien menekan pipi bagian dalam lalu tekan dari luar, dan perintahkan
pasien melawan tekanan tadi.

2.3 Fungsi Motorik


a. Otot
Ukuran : atropi / hipertropi.
Tonus : kekejangan, kekakuan, kelemahan.
Kekuatan : fleksi, ekstensi, melawan gerakan, gerakan sendi.
Derajat kekuatan motorik :
5 : Kekuatan penuh untuk dapat melakukan aktifitas
4 : Ada gerakan tapi tidak penuh
3 : Ada kekuatan bergerak untuk melawan gravitas bumi
2 : Ada kemampuan bergerak tapi tidak dapat melawan gravitasi bumi.
1 : Hanya ada kontraksi
0 : Tidak ada kontraksi sama sekali
b. Gait (keseimbangan) : dengan Rombergs test

2.4 Fungsi Sensorik


Test : Nyeri, Suhu,Raba halus, Gerak,Getar, Sikap,Tekan, Refered pain.

2.5 Reflek
a. Refleks superficial
Refleks dinding perut :
Cara : goresan dinding perut daerah epigastrik, supra umbilikal, umbilikal, intra umbilikal
dari lateral ke medial
Respon : kontraksi dinding perut
Refleks cremaster
Cara : goresan pada kulit paha sebelah medial dari atas ke bawah
Respon : elevasi testes ipsilateral
Refleks gluteal
Cara : goresan atau tusukan pada daerah gluteal
Respon : gerakan reflektorik otot gluteal ipsilateral
b. Refleks tendon / periosteum
Refleks Biceps (BPR):
Cara : ketukan pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada tendon m.biceps brachii, posisi
lengan setengah diketuk pada sendi siku.
Respon : fleksi lengan pada sendi siku
Refleks Triceps (TPR)
Cara : ketukan pada tendon otot triceps, posisi lengan fleksi pada sendi siku dan sedikit
pronasi
Respon : ekstensi lengan bawah pada sendi siku
Refleks Periosto radialis
Cara : ketukan pada periosteum ujung distal os radial, posisi lengan setengah fleksi dan
sedikit pronasi
Respon : fleksi lengan bawah di sendi siku dan supinasi krena kontraksi m.brachiradialis
Refleks Periostoulnaris
Cara : ketukan pada periosteum prosesus styloid ilna, posisi lengan setengah fleksi dan antara
pronasi supinasi.
Respon : pronasi tangan akibat kontraksi m.pronator quadratus
Refleks Patela (KPR)
Cara : ketukan pada tendon patella
Respon : plantar fleksi kaki karena kontraksi m.quadrisep femoris
Refleks Achilles (APR)
Cara : ketukan pada tendon achilles
Respon : plantar fleksi kaki krena kontraksi m.gastroenemius
Refleks Klonus lutut
Cara : pegang dan dorong os patella ke arah distal
Respon : kontraksi reflektorik m.quadrisep femoris selama stimulus berlangsung

Refleks Klonus kaki


Cara : dorsofleksikan kki secara maksimal, posisi tungkai fleksi di sendi lutut.
Respon : kontraksi reflektorik otot betis selama stimulus berlangsun
c. Refleks patologis
Babinsky
Cara : penggoresan telapak kaki bagian lateral dari posterior ke anterior
Respon : ekstensi ibu jari kaki dan pengembangan jari kaki lainnya
Chadock
Cara : penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral sekitar maleolus lateralis dari posterior
ke anterior
Respon : seperti babinsky
Oppenheim
Cara : pengurutan krista anterior tibia dari proksiml ke distal
Respon : seperti babinsky
Gordon
Cara : penekanan betis secara keras
Respon : seperti babinsky
Schaefer
Cara : memencet tendon achilles secara keras
Respon : seperti babinsky
Gonda
Cara : penekukan (plantar fleksi) maksimal jari kaki ke-4
Respon : seperti babinsky
Stransky
Cara : penekukan (lateral) jari kaki ke-5
Respon : seperti babinsky
Rossolimo
Cara : pengetukan pada telapak kaki
Respon : fleksi jari-jari kaki pada sendi interfalangeal
Mendel-Beckhterew
Cara : pengetukan dorsum pedis pada daerah os coboideum
Respon : seperti rossolimo
Hoffman
Cara : goresan pada kuku jari tengah pasien
Respon : ibu jari, telunjuk dan jari lainnya fleksi
Trommer
Cara : colekan pada ujung jari tengah pasien
Respon : seperti hoffman
Leri
Cara : fleksi maksimal tangan pada pergelangan tangan, sikap lengen diluruskan dengan
bgian ventral menghadap ke atas
Respon : tidak terjadi fleksi di sendi siku
Mayer
Cara : fleksi maksimal jari tengah pasien ke arah telapk tangan
Respon : tidak terjadi oposisi ibu jari
d. Refleks primitif
Sucking refleks
Cara : sentuhan pada bibir
Respon : gerakan bibir, lidah dn rahang bawah seolah-olah menyusu
Snout refleks
Cara : ketukan pada bibir atas
Respon : kontrksi otot-otot disekitar bibir / di bawah hidung
Grasps refleks
Cara : penekanan / penekanan jari pemeriksa pada telapak tangan pasien
Respon : tangan pasien mengepal
Palmo-mental refleks
Cara : goresan ujung pena terhadap kulit telapak tangan bagian thenar
Respon : kontaksi otot mentalis dan orbikularis oris (ipsi lateral)
Selain pemeriksaan tersebut di atas juga ada beberapa pemeriksaan lain seperti :
Pemeriksaan fungsi luhur:
1. Apraxia : hilangnya kemampuan untuk melakukan gerakan volunter atas perintah
2. Alexia : ketidakmampuan mengenal bahasa tertulis
3. Agraphia : ketidakmampuan untuk menulis kata-kata
4. Fingeragnosia: kesukaran dalam mengenal, menyebut, memilih dan membedakan jari-jari,
baik punya sendiri maupun orang lain terutama jari tengah.
5. Disorientasi kiri-kanan: ketidakmampuan mengenal sisi tubuh baik tubuh sendiri maupun
orang lain.
6. Acalculia : kesukaran dalam melakukan penghitungan aritmatika sederhana.

BAB IV
PENUTUP

Pada zaman yang canggih ini, teknologi kedokteran maju dan berkembang dengan pesat.
Banyak alat dan fasilitas yang tersedia, dan memberikan bantuan yang sangat penting dalam
mendiagnosis penyakit serta menilai perkembangan atau perjalanan penyakit. Saat ini kita
dengan mudah dapat mendiagnosis perdarahan di otak, atau keganasan di otak melalui
pemeriksaan pencitraan. Kita juga dengan mudah dapat menentukan polineuropati dan
perkembangannya melalui pemeriksaan kelistrikan. Akan tetapi pemeriksaan fisik dan mental
disisi ranjang (bedside) masih tetap memainkan peranan penting dan bahkan kita dapat
meningkatkan dan mempertajam kemampuan pemeriksaan fisik serta diagnosa pasien.

BAB V
DAFTAR PUSTAKA

Syahrul, 2008.Buku Panduan Skill Lab. FK UNSYIAH. Banda Aceh.

Atrium, 2004.Update In Neuroemergencies II. FKUI.Jakarta.

Pearce, 2006. Anatomi dan Fisiologis untuk Paramedis. Gramedia. Jakarta.

Price, 2005. Patofisiology Volume 2. EGC. Jakarta.

Samuels, 2004. Manual of Neurologic Therapeutic. Lippincott Williams & Wilkins. USA
PEMERIKSAAN FISIK SISTEM PERSARAFAN

1. Pendahuluan.

Tubuh manusia akan berada dalam kondisi sehat jika mampu berespon
dengan tepat terhadap perubahan-perubahan lingkungan secara
terkoordinasi. Tubuh memerlukan koordinasi yang baik . Salah satu sistem
komunikasi dalam tubuh adalah sistem saraf. Pengkajian system
persarafan merupakan salah satu aspek yang sangat penting untuk
dilakukan dalam rangka menentukan diagnosa keperawatan tepat dan
melakukan tindakan perawatan yang sesuai. Pada akhirnya perawat dapat
mempertahankan dan meningkatkan status kesehatan klien.

Pemeriksaan persarafan terdiri dari dua tahapan penting yaitu pengkajian


yang berupa wawancara yang berhubungan dengan riwayat kesehatan klien
yang berhubungan dengan system persarafan seperti riwayat hiopertensi,
stroke, radang otak, atau selaput otak, penggunaan obat-obatan dan
alcohol, dan penggunaan obat yang diminum secara teratur. Tahapan
selanjutnya adalah pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan status mental,
pemeriksaan saraf cranial, pemeriksaan motorik, pemeriksaan sensorik,
dan pemeriksaan reflex. Dalam melakukan pemeriksaan fisik diperhatikan
prinsip-prinsip head to toe, chepalocaudal dan proximodistal. Harus pula
diperhatikan keamanan klien dan privacy klien.

2. Prosedur Pemeriksaan Fisik Persarafan

1. Persiapan

Siapkan peralatan yang diperlukan:


1. Refleks hammer
2. Garputala
3. Kapas dan lidi
4. Penlight atau senter kecil
5. Opthalmoskop
6. Jarum steril
7. Spatel tongue
8. 2 tabung berisi air hangat dan air dingin
9. Objek yang dapat disentuh seperti peniti atau uang receh
10. Bahan-bahan beraroma tajam seperti kopi, vanilla atau parfum
11. Bahan-bahan yang berasa asin, manis atau asam seperti garam, gula,
atau cuka
12. Baju periksa
13. Sarung tangan

Cuci tangan
Jelaskan prosedur pemeriksaan pada klien
Pastikan ruang periksa hangat dan cukup penerangan

2. Langkah-langkah Pemeriksaan

Status mental: atur posisi klien, Observasi kebersihan klien, cara


berpakaian, postur tubuh, bahasa tubuh, cara berjalan, expresi
wajah, kemampuan berbicara, dan kemampuan untuk mengikuti
petunjuk. Kemampuan berbicara klien meliputi: kecepatan,
kemampuan mengucapkan kata-kata yang keras-lembut, jelaas, dan
benar. Kaji pula kemampuan pemilihan kata-kata, kemampuan dan
kemudahan merespon pertanyaan.
Tingkat Kesadaran klien: dikaji menggunakan Glasgow koma skale

1. Respon membuka mata:

# Spontan..4
# Terhadap stimulus verbal...3

# Terhadap stimulus nyeri2

# Tidak ada respon1

Respon motorik terbaik:

# Mengikuti perintah6

# Dapat melokalisasi nyeri5

# Fleksi (menarik).4

# Fleksi abnormal.3

# Extensi..2

# Tidak ada respon..1

2. Respon Verbal:

# Orientasi waktu, tempat, dan orang baik..5

# Berbicara dengan bingung...4

# Berkata-kata dengan tidak jelas...3

# Berguman....2

# Tidak ada respon 1

Jika klien menggunakan ETT atau tracheostomi maka tulis E untuk ETT
dan T untuk tracheostomy.

3. Tanyakan waktu, tanggal, tempat, dan alas an berkunjung ke rumah


sakit
4. Tanyakan nama klien, nama anggota keluarga, tanggal lahir, riwayat
pekerjaan untuk mengkaji memori klien
5. Kaji kemampuan berhitung klien dari yang mudah dan meningkat ke
yang lebih sulit secara bertahap, sesuaikan dengan tingkat
pendidikan, tahap perkembangan , dan tingkat intelektualitas klien.
6. Kaji kemampuan klien berpikir abstrak

- Pemeriksaan saraf kranial

a. N I Olfactorius

Pastikan rongga hidung tidak tersumbat oleh apapun dan cukup bersih.
Lakukan pemeriksaan dengan menutup sebelah lubang hidung klien dan
dekatkan bau-bauan seperti kopi dengan mata tertutup klien diminta
menebak bau tersebut. Lakukan untuk lubang hidung yang satunya.

b. N II Optikus

Catat kelainan pada mata seperti katarak dan infeksi sebelum


pemeriksaan. Periksa ketajaman dengan membaca, perhatikan jarak
baca atau menggunakan snellenchart untuk jarak jauh.

Periksa lapang pandang: Klien berhadapan dengan pemeriksa 60-100


cm, minta untuk menutup sebelah mata dan pemeriksa juga menutup
sebelah mata dengan mata yang berlawanan dengan mata klien.
Gunakan benda yang berasal dari arah luar klien dank lien diminta
,mengucapkan ya bila pertama melihat benda tersebut. Ulangi
pemeriksaan yang sama dengan mata yang sebelahnya. Ukur berapa
derajat kemampuan klien saat pertama kali melihat objek. Gunakan
opthalmoskop untuk melihat fundus dan optic disk (warna dan bentuk)

c. N III , N IV, dan N VI (occulomotorius, trochlear, dan abducen):

Pada mata diobservasi apakah ada odema palpebra, hiperemi


konjungtiva, dan ptosis kelopak mata
Pada pu[il diperiksa reaksi terhadap cahaya, ukuran pupil, dan adanya
perdarahan pupil

Pada gerakan bola mata diperiksa enam lapang pandang (enam posisi
cardinal) yaitu lateral, lateral ke atas, medial atas, medial bawah lateral
bawah. Minta klien mengikuti arah telunjuk pemeriksa dengan
bolamatanya

d. N V Trigeminus

Fungsi sensorik diperiksa dengan menyentuh kilit wajah daerah maxilla,


mandibula dan frontal dengan mengguanakan kapas. Minta klien
mengucapkan ya bila merasakan sentuhan, lakukan kanan dan kiri.

Dengan menggunakan sensori nyeri menggunakan ujung jarum atau


peniti di ketiga area wajah tadi dan minta membedakan benda tajam dan
tumpul.

Dengan mengguanakan suhu panas dan dingin juag dapat dilakukan


diketiga area wajah tersebut. Minta klien menyebutkan area mana yang
merasakan sentuhan. Jangan lupa mata klien ditutup sebelum
pemeriksaan.

Dengan rasa getar dapat pukla dilakukan dengan menggunakan


garputala yang digetarkan dan disentuhkan ke ketiga daerah wajah tadi
dan minta klien mengatakan getaran tersebut terasa atau tidak

Pemerikasaan corneal dapat dilakukan dengan meminta klien melihat


lurus ke depan, dekatkan gulungan kapas kecil dari samping kea rah
mata dan lihat refleks menutup mata.

Pemeriksaan motorik dengan mengatupkan rahang dan merapatkan gigi


periksa otot maseter dan temporalis kiri dan kanan periksa kekuatan
ototnya, minta klien melakukan gerakan mengunyah dan lihat
kesimetrisan gerakan mandibula.
e. N VII Facialis:

Fungsi sensorik dengan mencelupkan lidi kapas ke air garam dan


sentuhkan ke ujung lidah, minta klien mengidentifikasi rasa ulangi
untuk gula dan asam

Fungsi mootorik dengan meminta klien tersenyum, bersiul, mengangkat


kedua al;is berbarengan, menggembungkan pipi. Lihat kesimetrisan
kanan dan kiri. Periksa kekuatan otot bagian atas dan bawah, minta
klien memejampan mata kuat-kuat dan coba untuk membukanya, minta
pula klien utnuk menggembungkan pipi dan tekan dengan kedua jari.

f. N VIII Vestibulotrochlear

cabang vestibulo dengan menggunakan test pendengaran


mengguanakan weber test dan rhinne test

Cabang choclear dengan rombreng test dengan cara meminta klien


berdiri tegak, kedua kaki rapat, kedua lengan disisi tubuh, lalu observasi
adanya ayunan tubuh, minta klien menutup mata tanpa mengubah
posisi, lihat apakah klien dapat mempertahankan posisi

7. NIX dan NX Glossofaringeus dan Vagus

Minta klien mengucapkan aa lihat gerakan ovula dan palatum, normal


bila uvula terletak di tengan dan palatum sedikit terangkat.

Periksa gag refleks dengan menyentuh bagian dinding belakang faring


menggunakan aplikator dan observasi gerakan faring.

Periksa aktifitas motorik faring dengan meminta klien menel;an air


sedikit, observasi gerakan meelan dan kesulitan menelan. Periksa
getaran pita suara saat klien berbicara.

8. N XI Assesorius:
Periksa fungsi trapezius dengan meminta klien menggerakkan kedua
bahu secara bersamaan dan observasi kesimetrisan gerakan.

Periksa fungsi otot sternocleidomastoideus dengan meminta klien


menoleh ke kanan dank e kiri, minta klien mendekatkan telinga ke bahu
kanan dan kiri bergantian tanpa mengangkat bahu lalu observasi
rentang pergerakan sendi

Periksa kekuatanotottrapezius dengan menahan kedua bahu klien


dengan kedua telapak tangan danminta klien mendorong telapak tangan
pemeriksa sekuat-kuatnya ke atas, perhatikan kekuatan daya dorong.

Periksa kekuatan otot sternocleidomastoideus dengan meminta klien


untuk menoleh kesatu sisi melawan tahanan telapak tangan pemeriksa,
perhatikan kekuatan daya dorong

i. N XII Hipoglosus

Periksa pergerakan lidah, menggerakkan lidah kekiri dan ke kanan,


observasi kesimetrisan gerakan lidah

Periksa kekuatan lidah dengan meminta klien mendorong salah satu pipi
dengan ujung lidah, dorong bagian luar pipi dengan ujung lidah, dorong
kedua pipi dengan kedua jari, observasi kekuatan lidah, ulangi
pemeriksaan sisi yang lain

- Pemeriksaan Motorik.

Kaji cara berjalan dan keseimbangan dengan mengobservasi cara


berjalan, kemudahan berjalan, dan koordinasi gerakan tangan dan kaki.
Minta klien berjalan dengan menyentuhkan ibujari pada tumit kaki yang
lain (heel to toe), minta klien jalan jinjit dan minta klien berjalan dengan
bertumpu pada tumit.

Lakukan romberg test


Lakukan pemeriksaan jari hidung dengan mata terbuka dan tertutup,
evaluasi perbedaan yang terjadi.

Tes pronasi dan supinasi dengan meminta klien duduk dan meletakan
telapak tangan di paha, minta untuk melakukan pronasi dan supinasi
bergantian dengan cepat. Observasi kecepatan, irama, dan kehalusan
gerakan.

Melakukan pemeriksaan heel to shin test dengan meminta klien tidur


pada posisi supine, minta klien menggesekkan tuimit telapak kaki kiri
sepanjang tulang tibia tungkai kanan dari bawah lutut sampai ke
pergelangan kaki. Ulangi pada kaki kanan. Observasi kemudahan klien
menggerakkan tumit pada garis lurus

- Pemeriksaan sensorik

Pemeriksaan dilakukan dengan memberikan stimulus secara acak pada


bagian tubuh klien dan dapat berupa sentuhan ringan seperti kapas,
tumpul dan tajam, suhu, getaran, identifikasi objek tanpa melihat objek
(stereognosis test), merasakan tulisan di tangan (graphesthesia test),
kemampuan membedakan dua titik, kemampuan mengidentifikasi
bagian tubuh yang diberi sentuhan dengan menutup mata (topognosis
test)

Reflex

Biseps: Klien diminta duduk dengan rilekx dan meletakkan kedua


lengan diatas paha, dukung lengan bawah klien dengan tangan non
dominan, letakkan ibujari lengan non dominan diatas tendon bisep,
pukulkan refleks hammer pada ibu jari, observasi kontraksi otot
biseps (fleksi siku)
Triseps: Minta klien duduk, dukung siku dengan tangan non
dominan, pukulkan refleks hammer pada prosesus olekranon,
observasi kontraksi otot triseps (ekstensi siku)
Brachioradialis: Minta klien duduk dan meletakkan kedua tangan di
atas paha dengan posisi pronasi, pukulkan hammer diatas tendon (2-
3 inchi dari pergelangan tangan), observasi fleksi dan supinasi
telapak tangan.
Patelar: Minta klien duduk dengan lulut digantung fleksi, palpasi
lokasi patella (interior dari patella), pukulkan reflek hammer,
perhatikan ekstensi otot quadriceps
Tendon archiles: Pegang telapak kaki klien dengan tangan non
dominant, pukul tendon archiles dengan mengguanakan bagian lebar
refleks hammer, obsvasi plantar leksi telapak kaki
Plantar: Minta klien tidur terlentang dengan kedua tungkai sedikit
eksternal rotasi, stimulasi telapak kaki klien dengan ujung tajam
refleks hammer mulai dari tumit kearah bagain sisi luar telapak kaki,
observasi gerakan telapak kaki (normal jika gerakan plantar fleksi
dan jari-jari kaki fleksi).
abdomen: minta klien tidur terlentang, sentuhkan ujung aplikator ke
kulit di bagian abdomen mulai dari arah lateral ke umbilical,
observasi kontraksi otot abdomen, lakuakan prosedur tersebut pada
keempat area abdomen.

3. Penutup

Setelah melakukan pemeriksaan fisik, klien dikembalikan pada posisi


yang nyaman, jelaskan kesimpulan dari pemeriksaan fisik, jika
ditemukan kelainan didiskusikan dengan tim medis. Tahap akhir adalah
pendokumentasian. Catat dengan teliti dan sistematis, dapat dimengerti
oleh setiap anggota tim kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai