1. Persiapan alat :
- Snelen cart
- Bahan untuk penciuman seperti kopi, gula dan the
- Tong spatel
- Reflek hamer
- Garpu tala dan penlight
- Lidi dan kapas
2. Langkah-langkah :
AKTIFITAS REFLEKS
Pemeriksaan aktifitas refleks dengan ketukan pada tendon menggunakan
refleks hammer. Skala untuk peringkat refleks yaitu :
0 = tidak ada respon
1 = hypoactive / penurunan respon, kelemahan ( + )
2 = normal ( ++ )
3 = lebih cepat dari rata-rata, tidak perlu dianggap abnormal ( +++ )
4 = hyperaktif, dengan klonus ( ++++)
FUNGSI SENSORIK
Pemeriksaan sensorik adalah pemeriksaan yang paling sulit diantara
pemeriksaan sistem persarafan yang lain, karena sangat subyektif sekali. Oleh
sebab itu sebaiknya dilakukan paling akhir dan perlu diulang pada kesempatan
yang lain (tetapi ada yang menganjurkan dilakukan pada permulaan pemeriksaan
karena pasien belum lelah dan masih bisa konsentrasi dengan baik).
Gejala paresthesia (keluhan sensorik) oleh klien digambarkan sebagai
perasaan geli (tingling), mati rasa (numbless), rasa terbakar/panas (burning),
rasa dingin (coldness) atau perasaan-perasaan abnormal yang lain. Bahkan tidak
jarang keluhan motorik (kelemahan otot, twitching / kedutan, miotonia, cramp
dan sebagainya) disajikan oleh klien sebagai keluhan sensorik.
Bahan yang dipakai untuk pemeriksaan sensorik meliputi:
1. Jarum yang ujungnya tajam dan tumpul (jarum bundel atau jarum pada
perlengkapan refleks hammer), untuk rasa nyeri superfisial.
2. Kapas untuk rasa raba.
3. Botol berisi air hangat / panas dan air dingin, untuk rasa suhu.
4. Garpu tala, untuk rasa getar.
5. Lain-lain (untuk pemeriksaan fungsi sensorik diskriminatif) seperti :Jangka,
untuk 2 (two) point tactile dyscrimination.
6. Benda-benda berbentuk (kunci, uang logam, botol, dan sebagainya), untuk
pemeriksaan stereognosis
7. Pen / pensil, untuk graphesthesia.
3. Sikap
- Teliti
- Respon terhadap keluhan klien
- Komunikasi therapeutik
- Sopan
CARA-CARA PEMERIKSAAN SISTEM NEUROLOGI (REFRAT)
BAB I
PENDAHULUAN
Neurologi adalah ilmu kedokteran yang mempelajari kelainan, gangguan fungsi, penyakit,
dan kondisi lain pada sistim saraf manusia. Oleh sebab itu dipelajari pula hal-hal yang secara
alami dianggap fungsi sistim saraf normal. Misalnya: kepandaian berbahasa, gangguan
belajar, pikun dan lain-lainnya. Dalam rangka menegakkan diagnosis penyakit saraf
diperlukan pemeriksaan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan mental dan laboratorium
(penunjang). Pemeriksaan neurologis meliputi: fungsi cerebral, fungsi nervus cranialis, fungsi
sensorik, fungsi motorik dan reflek.
Selama beberapa dasawarsa ini ilmu serta teknologi kedokteran maju dan berkembang
dengan pesat. Banyak alat dan fasilitas yang tersedia, dan memberikan bantuan yang sangat
penting dalam mendiagnosis penyakit serta menilai perkembangan atau perjalanan penyakit.
Saat ini kita dengan mudah dapat mendiagnosis perdarahan di otak, atau keganasan di otak
melalui pemeriksaan pencitraan. Kita juga dengan mudah dapat menentukan polineuropati
dan perkembangannya melalui pemeriksaan kelistrikan.
Di samping kemajuan yang pesat ini, pemeriksaan fisik dan mental di sisi ranjang (bedside)
masih tetap memainkan peranan yang penting. Kita bahkan dapat meningkatkan kemampuan
pemeriksaan di sisi ranjang dengan bantuan alat teknologi yang canggih. Kita dapat
mempertajam kemampuan pemeriksaan fisik dan mental dengan bantuan alat-alat canggih
yang kita miliki.
Sampai saat ini kita masih tetap dan harus memupuk kemampuan kita untuk melihat,
mendengar, dan merasa, serta mengobservasi keadaan pasien. Dengan pemeriksaan
anamnesis, fisik dan mental yang cermat, kita dapat menentukan diagnosis, dan pemeriksaan
penunjang yang dibutuhkan.
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Cara penulisannya berurutan E-V-M sesuai nilai yang didapatkan. Penderita yang sadar =
Compos mentis pasti GCS-nya 15 (4-5-6), sedang penderita koma dalam, GCS-nya 3 (1-1-1).
Bila salah satu reaksi tidak bisa dinilai, misal kedua mata bengkak sedang V dan M normal,
penulisannya X 5 6. Bila ada trakheastomi sedang E dan M normal, penulisannya 4 X
6. Atau bila tetra parese sedang E an V normal, penulisannya 4 5 X. GCS tidak bisa
dipakai untuk menilai tingkat kesadaran pada anak berumur kurang dari 5 tahun.
Derajat kesadaran adalah :
Sadar : Dapat berorientasi dan berkomunikasi
Somnolens : dapat digugah dengan berbagai stimulasi, bereaksi secara motorik / verbal
kemudian terlenan lagi. Gelisah atau tenang.
Stupor : gerakan spontan, menjawab secara refleks terhadap rangsangan nyeri, pendengaran
dengan suara keras dan penglihatan kuat. Verbalisasi mungkin terjadi tapi terbatas pada satu
atau dua kata saja. Non verbal denganmenggunakan kepala.
Semi koma : tidak terdapat respon verbal, reaksi rangsangan kasar dan ada
yang menghindar (contoh mnghindri tusukan)
Koma : tidak bereaksi terhadap stimulus
Kualitas kesadaran :
Compos mentis : bereaksi secara adekuat
Abstensia drowsy/kesadaran tumpul : tidak tidur dan tidak begitu waspada.
Perhatian terhadap sekeliling berkurang. Cenderung mengantuk.
Bingung/confused:disorientasi terhadap tempat, orang dan waktu
Delerium :mental dan motorik kacau, ada halusinasi dn bergerak sesuai dengan kekacauan
fikirannya.
Apatis : tidak tidur, acuh tak acuh, tidak bicara dan pandangan
hampa
Gangguan fungsi cerebral meliputi : Gangguan komunikasi, gangguan intelektual, gangguan
perilaku dan gangguan emosi Pengkajian status mental / kesadaran meliputi :GCS, orientasi
(orang, tempat dan waktu), memori, interpretasi dan komunikasi.
2.2 Fungsi Nervus Cranialis
Cara pemeriksaan nervus cranialis :
a. N.I : Olfaktorius (daya penciuman) :Pasiem memejamkan mata, disuruh membedakaan bau
yang dirasakaan (kopi,tembakau, alkohol,dll).
b. N.II : Optikus (Tajam penglihatan):Dengan snelen card, funduscope, dan periksa lapang
pandang.
c. N.III : Okulomorius (gerakam kelopak mata ke atas, kontriksi pupil, gerakan otot mata)
:Tes putaran bola mata, menggerkan konjungtiva, palpebra, refleks pupil dan inspeksi
kelopak mata.
d. N.IV : Trochlearis (gerakan mata ke bawah dan ke dalam):sama seperti N.III.
e. N.V : Trigeminal (gerakan mengunyah, sensasi wajah, lidah dan gigi, refleks kornea dan
refleks kedip): menggerakan rahang ke semua sisi, psien memejamkan mata, sentuh dengan
kapas pada dahi dan pipi. Reaksi nyeri dilakukan dengan benda tumpul. Reaksi suhu
dilakukan dengan air panas dan dingin, menyentuh permukaan kornea dengan kapas.
f. N.VI : Abducend (deviasi mata ke lateral) : sama sperti N.III.
g. N.VII : Facialis (gerakan otot wajah, sensasi rasa 2/3 anterior lidah ):
senyum, bersiul, mengerutkan dahi, mengangkat alis mata, menutup kelopak mata dengan
tahanan. Menjulurkan lidah untuk membedakan gula dengan garam.
h. N.VIII : Vestibulocochlearis (pendengaran dan keseimbangan ) :test Webber dan Rinne.
i. N.IX : Glosofaringeus (sensasi rsa 1/3 posterio lidah ):membedakan rasaa mani dan asam
(gula dan garam)
j. N.X : Vagus (refleks muntah dan menelan) :menyentuh pharing posterior, pasien menelan
ludah/air, disuruh mengucap ah!
k. N.XI : Accesorius (gerakan otot trapezius dan sternocleidomastoideus): palpasi dan catat
kekuatan otot trapezius, suruh pasien mengangkat bahu dan lakukan tahanan sambil pasien
melawan tahanan tersebut. Palpasi dan catat kekuatan otot sternocleidomastoideus, suruh
pasien meutar kepala dan lakukan tahanan dan suruh pasien melawan tahan.
l. N.XII : Hipoglosus (gerakan lidah) : pasien suruh menjulurkan lidah dan menggrakan dari
sisi ke sisi. Suruh pasien menekan pipi bagian dalam lalu tekan dari luar, dan perintahkan
pasien melawan tekanan tadi.
2.5 Reflek
a. Refleks superficial
Refleks dinding perut :
Cara : goresan dinding perut daerah epigastrik, supra umbilikal, umbilikal, intra umbilikal
dari lateral ke medial
Respon : kontraksi dinding perut
Refleks cremaster
Cara : goresan pada kulit paha sebelah medial dari atas ke bawah
Respon : elevasi testes ipsilateral
Refleks gluteal
Cara : goresan atau tusukan pada daerah gluteal
Respon : gerakan reflektorik otot gluteal ipsilateral
b. Refleks tendon / periosteum
Refleks Biceps (BPR):
Cara : ketukan pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada tendon m.biceps brachii, posisi
lengan setengah diketuk pada sendi siku.
Respon : fleksi lengan pada sendi siku
Refleks Triceps (TPR)
Cara : ketukan pada tendon otot triceps, posisi lengan fleksi pada sendi siku dan sedikit
pronasi
Respon : ekstensi lengan bawah pada sendi siku
Refleks Periosto radialis
Cara : ketukan pada periosteum ujung distal os radial, posisi lengan setengah fleksi dan
sedikit pronasi
Respon : fleksi lengan bawah di sendi siku dan supinasi krena kontraksi m.brachiradialis
Refleks Periostoulnaris
Cara : ketukan pada periosteum prosesus styloid ilna, posisi lengan setengah fleksi dan antara
pronasi supinasi.
Respon : pronasi tangan akibat kontraksi m.pronator quadratus
Refleks Patela (KPR)
Cara : ketukan pada tendon patella
Respon : plantar fleksi kaki karena kontraksi m.quadrisep femoris
Refleks Achilles (APR)
Cara : ketukan pada tendon achilles
Respon : plantar fleksi kaki krena kontraksi m.gastroenemius
Refleks Klonus lutut
Cara : pegang dan dorong os patella ke arah distal
Respon : kontraksi reflektorik m.quadrisep femoris selama stimulus berlangsung
BAB IV
PENUTUP
Pada zaman yang canggih ini, teknologi kedokteran maju dan berkembang dengan pesat.
Banyak alat dan fasilitas yang tersedia, dan memberikan bantuan yang sangat penting dalam
mendiagnosis penyakit serta menilai perkembangan atau perjalanan penyakit. Saat ini kita
dengan mudah dapat mendiagnosis perdarahan di otak, atau keganasan di otak melalui
pemeriksaan pencitraan. Kita juga dengan mudah dapat menentukan polineuropati dan
perkembangannya melalui pemeriksaan kelistrikan. Akan tetapi pemeriksaan fisik dan mental
disisi ranjang (bedside) masih tetap memainkan peranan penting dan bahkan kita dapat
meningkatkan dan mempertajam kemampuan pemeriksaan fisik serta diagnosa pasien.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
Samuels, 2004. Manual of Neurologic Therapeutic. Lippincott Williams & Wilkins. USA
PEMERIKSAAN FISIK SISTEM PERSARAFAN
1. Pendahuluan.
Tubuh manusia akan berada dalam kondisi sehat jika mampu berespon
dengan tepat terhadap perubahan-perubahan lingkungan secara
terkoordinasi. Tubuh memerlukan koordinasi yang baik . Salah satu sistem
komunikasi dalam tubuh adalah sistem saraf. Pengkajian system
persarafan merupakan salah satu aspek yang sangat penting untuk
dilakukan dalam rangka menentukan diagnosa keperawatan tepat dan
melakukan tindakan perawatan yang sesuai. Pada akhirnya perawat dapat
mempertahankan dan meningkatkan status kesehatan klien.
1. Persiapan
Cuci tangan
Jelaskan prosedur pemeriksaan pada klien
Pastikan ruang periksa hangat dan cukup penerangan
2. Langkah-langkah Pemeriksaan
# Spontan..4
# Terhadap stimulus verbal...3
# Mengikuti perintah6
# Fleksi (menarik).4
# Fleksi abnormal.3
# Extensi..2
2. Respon Verbal:
# Berguman....2
Jika klien menggunakan ETT atau tracheostomi maka tulis E untuk ETT
dan T untuk tracheostomy.
a. N I Olfactorius
Pastikan rongga hidung tidak tersumbat oleh apapun dan cukup bersih.
Lakukan pemeriksaan dengan menutup sebelah lubang hidung klien dan
dekatkan bau-bauan seperti kopi dengan mata tertutup klien diminta
menebak bau tersebut. Lakukan untuk lubang hidung yang satunya.
b. N II Optikus
Pada gerakan bola mata diperiksa enam lapang pandang (enam posisi
cardinal) yaitu lateral, lateral ke atas, medial atas, medial bawah lateral
bawah. Minta klien mengikuti arah telunjuk pemeriksa dengan
bolamatanya
d. N V Trigeminus
f. N VIII Vestibulotrochlear
8. N XI Assesorius:
Periksa fungsi trapezius dengan meminta klien menggerakkan kedua
bahu secara bersamaan dan observasi kesimetrisan gerakan.
i. N XII Hipoglosus
Periksa kekuatan lidah dengan meminta klien mendorong salah satu pipi
dengan ujung lidah, dorong bagian luar pipi dengan ujung lidah, dorong
kedua pipi dengan kedua jari, observasi kekuatan lidah, ulangi
pemeriksaan sisi yang lain
- Pemeriksaan Motorik.
Tes pronasi dan supinasi dengan meminta klien duduk dan meletakan
telapak tangan di paha, minta untuk melakukan pronasi dan supinasi
bergantian dengan cepat. Observasi kecepatan, irama, dan kehalusan
gerakan.
- Pemeriksaan sensorik
Reflex
3. Penutup