Anda di halaman 1dari 5

RESUME

SISTEM SARAF

DOSEN PENGAMPU :

Rofana Aghnia, S.Fis.,M.K.M

DISUSUN OLEH :

Anggun Anisyabilla (2115371002)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK


KESEHATAN TANJUNGKARANG PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN
KEBIDANAN METROTAHUN 2024
POLTEKKES TANJUNGKARANG Kode FORM-Poltekkes Tjk/C.002/05
Tanggal Januari 2019
Formulir Revisi 0
Kontrak Perkuliahan Halaman

PEMERIKSAAN SISTEM SARAF


A. Sistem Saraf
Sistem saraf pada tubuh manusia memegang peranan yang sangat dominan, sehingga
diperlukan metode evaluasi yang sistematis dan detail untuk mendeteksi adanya kelainan
pada sistem tersebut. Diagnosis medis gangguan saraf dapat ditegakkan dengan akurasi
60-80% melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik. Proses penilaian fungsi sistem saraf
meliputi komponen-komponen yang harus diperiksa, yaitu:.
1. Comprehensive history : riwayat kesehatan
2. Physical Examination : Pemeriksaan fungsi fisik
3. Diagnostic study : hasil tes diagnostik medis

B. Pemeriksaan Status Mental


Pemeriksaan status mental adalah proses untuk mengamati dan menggambarkan fungsi
psikologis pasien pada titik waktu tertentu. Pemeriksaan status mental meliputi domain
penampilan, sikap, perilaku, suasana hati dan afek, ucapan, proses berpikir, isi pikiran,
persepsi, kognisi, wawasan, dan penilaian. Pemeriksaan status mental dapat membantu
mendiagnosis penyakit jiwa atau kondisi yang mempengaruhi otak, seperti penyakit
Alzheimer, gangguan bipolar, skizofrenia, stroke, dan lain-lain.

C. Pemeriksaan Kepala, Leher dan Tulang Belakang


1. Inspeksi
2. Palpasi
3. Perkusi : Lakukan perkusi lembut di atas spina untuk mengidentifikasi keluhan nyeri
4. Auskultasi : Gunakan stetoskop untuk mendeteksi kemungkinan bunyi ”bruist” atau
bising pada pembuluh darah utama di leher

D. Fungsi batang Otak

Pemeriksaan fungsi batang otak perlu dilakukan karena jika fungsi ini sudah terganggu
sebagian atau total mengindikasikan suatu prognosa yang buruk tentang kesehatan
klien.
1. Perubahan Pola Napas : Amati irama, kedalaman dan frekuensi pernapasan klien
2. Doll Eye’s Pheneomenon (reflek okulosefalik)
3. Reflek batang otak

E. Nervus Cranialis (NC)


Nervus Cranialis termasuk susunan saraf perifer dan keutuhan fungsi dari nervus ini
akan berdampak pada kondisi yang baik dari batang otak. Nervus Cranialis berjumlah 12
pasang membawa fungsi sensoris dan motoris pada area seputar kepala, leher dan bahu.
Nervus Cranialis keluar dari batang otak, dengan membawa saraf parasimpatis ke area
kepala. Melakukan pemeriksaan berdasarkan urutan organ di sekitar kepala yang
dipersarafi NC. Urutan yang dapat diikuti seperti hidung, mata, mulut, wajah, telinga
dan pundak.
F. Pemeriksaan kortikal dan fungsi sensori
Pemeriksaan fungsi kortikal ditujukan untuk mengetahui keutuhan dari fungsi otak
dalam menafsirkan suatu rangsangan dari lingkungan. Hambatan yang mungkin dialami
adalah kesulitan membedakan kelainan organik dengan psikiatris, karena seringkali
penderita gangguan jiwa juga mengalami tanda-tanda kelainan kortikal. Pemeriksaan
yang dapat dilakukan diantaranya :
 Lokasi titik : mengidentifikasi lokasi sentuhan halus
 Diskriminasi 2 titik : mengidentifikasi sensasi tajam 2 titik
 Steriognosis : mengenal objek dalam genggaman tangan
 Grafestesia : mengidentifikasi gambaran hurup atau angka pada goresan kulit
 Propiosepsi : mengenali arah

G. Pemeriksaan fungsi motorik


Meliputi pemeriksaan kemampuan gerak klien dalam fungsi sistem muskuloskeletal
dengan titik berat pada mengidentifikasi kekuatan otot, kordinasi otot dan gerakan.
Kekuatan otot terhadap tahanan yang diberikan pemeriksa diukur dalam rentang skala 0
sampai 5. Skala kekuatan otot :
 0/5 = Tidak ada gerakan
 1/5 = Terlihat kontraksi otot tapi tidak cukup kuat untuk bergerak
 2/5 = Mampu bergerak secara sadar namun tak mampu melawan gravitasi.
Contoh klien mampu menggeser tangan di atas meja namun tak mampu
mengangkat dari permukaan meja
 3/5 = Mampu bergerak melawan gravitasi tetapi tidak mampu melawan tahanan
yang diberikan. Contohnya klien mampu mengangkat tangannya dari atas meja
tapi tidak berhasil ketika diberikan tahanan
 4/5 = Mampu melawan gravitasi dan melawan tahanan yang diberikan
 5/5 = Kekuatan normal

Kekuatan Otot Ektremitas Atas


 Lakukan jabat tangan dengan klien dan rasakan kekuatan genggaman klien
 Intruksikan klien mengembangkan seluruh jari tangannya, lalu berikan tahanan
oleh pemeriksa dengan cara merapatkan jari klien yang mengembang tadi.
 Intruksikan klien mengepalkan tangannya lalu menggerakan ke arah fleksi dan
berikan tahanan oleh pemeriksa ke arah yang berlawanan. Ulangi untuk gerakan
ektensinya
 Intruksikan klien melipat sikutnya (Fleksi) sementara pemeriksa memberikan
tahanan ke arah sebaliknya.
 Intruksikan klien untuk merapatkan seluruh tangan ke arah sisi badannya
(Adduksi) sementara pemeriksa memberikan tahanan ke arah yang berlawanan.

Kekuatan Otot Ektremitas Bawah


 Intruksikan klien menggerakan pergelangan kakinya menunjuk ke arah kepala
(DorsoFleksi) sementara pemeriksa memberikan tahanan ke arah yang
berlawanan.
 Intruksikan klien untuk melipat lututnya (Fleksi) sementara pemeriksa
memberikan tahanan ke arah yang berlawanan.
 Intruksikan klien untuk saling merapatkan kedua lututnya (Adduksi) sementara
pemeriksa memberikan tahanan ke arah menjauhkan kedua lutut klien.
 Intruksikan klien untuk mengangkat seluruh kakinya dengan lurus lalu pemeriksa
memberikan tahanan ke arah bawah.
Pemeriksaan Motoris klien tidak sadar
ü Gunakan pemeriksaan GCS
ü Berikan rangsang nyeri dengan…..
§ menggaruk sternum
§ menekan orbita
§ Mencubit sternokleidomastoideus
§ menekan klavikula
ü Respon : mampu melokalisir nyeri, fleksi normal , dekortikasi, deserebrasi atau
unrespon
Pemeriksaan Tonus dan Kordinasi Otot
ü Periksa tonus otot dengan melakukan gerakan pasif sesuai Range of Motion
(ROM) sendi yang diperiksa (biasanya fleksi dan ektensi siku). Gerakan dapat
terasa lembut dan lentur (hipotonik), atau terasa kaku dan terasa tahanan
(hipertonik).
ü Untuk pemeriksaan kemampuan kordinasi otot dan gerakan dilakukan seperti pada
point ”J” untuk tes keseimbangan.

H. Pemeriksaan Reflek (Deep tendon Reflek)


Pemeriksaan refleks adalah proses untuk menguji reaksi otomatis tubuh terhadap
rangsangan tertentu. Pemeriksaan refleks dapat membantu mengevaluasi fungsi saraf,
otot, dan tulang belakang. Ada beberapa jenis refleks yang dapat diperiksa, antara lain
refleks fisiologis, refleks patologis, dan refleks primitif .

Refleks fisiologis adalah refleks yang normal dan sehat, seperti refleks biseps,
triseps, patela, brakioradialis, achilles, dan abdominal. Refleks patologis adalah refleks
yang abnormal dan menunjukkan adanya gangguan saraf, seperti refleks Babinski,
Hoffman, dan Tromner. Refleks primitif adalah refleks yang berasal dari masa bayi dan
seharusnya menghilang seiring pertumbuhan, seperti refleks menghisap, menggenggam,
dan Moro.

Periperal Reflek
ü Abdomen : Goreskan ujung reflek hammer pada abdomen dari garis tengah perut ke
arah kiri dan kanan secara cepat, miring searah lengkung iga terbawah (reflek
abdominal). Amati kontraksi abdomen yang terjadi yang terlihat dengan naiknya
umbilikal
ü Kremasterik : Goreskan kuas halus secara bergantian pada kedua selangkangan klien
dari atas ke bawah. Amati gerakan skrotum.
Reflek khusus lainnnya
ü Sfincter Ani : Masukan kelingking dengan memakai sarung tangan yang diolesi jely.
Rasakan jepitan pada jari.
ü Babinsky’s reflek : gores bagian lateral telapak kaki dari arah bawah ke atas. Respon
abnormal seluruh jari kaki mengembang ke arah dorsofleksi.
ü Gag reflek : merangsang faring (lihat reflek batang otak)
ü Uvular reflek : Uvula bergerak naik jika diberikan rangsangan
Penilaian hasil tes Reflek Tendon Dalam
0 = tidak ada reflek
+ = ada tapi lemah (hipotoni)
++ = Normal
+++ = Meningkat tapi masih dikategorikan normal
++++ = Hiperaktif/klonik

Penilaian hasil tes reflek periper


0 = tidak ada
+ = ada

I. Pemeriksaan keseimbangan dan kordinasi


1. Tes keseimbangan
ü Romberg Tes : Jika klien mampu Intruksikan untuk berdiri. Pemeriksa berdiri di
belakang klien untuk menjaga jika klien jatuh.
ü Modifikasi Romberg Tes : Intruksikan klien menutup matanya sambil tetap berdiri.
Pemeriksa tetap berdiri di belakang klien lalu berikan tarikan halus ke arah
belakang, kemudian amati kemampuan menjaga keseimbangan yang terlihat.
ü Intruksikan klien berjalan dengan mata terbuka dalam garis lurus sejauh 6 meter.
ü Berjalan tandem yaitu berjalan dengan tumit menyentuh tumit dalam satu garis
lurus dengan jarak tempuh sekitar 6 meter.
2. Tes Kordinasi Otot : ketidakmampuan terhadap tes ini menunjukan gangguan
Cerebelar
ü Point to point test : Dalam jarak 30-40 cm telunjuk kiri-kanan klien secara
bergantian menyentuh hidung klien dan jari pemeriksa yg berpindah-pindah
ü Posisi telentang meluncurkan tumit sampai kaki lurus
ü Meluruskan badan saat duduk
ü Kemampuan menggerakan kepala sesuai arah perintah pemeriksa
ü Oposisi ibu jari : menempelkan ibu jari pada jari tangan lainnya, pada tangan yang
sama

J. Rangsangan Meningeal
Rangsangan minengeal adalah reaksi yang timbul akibat iritasi pada selaput
meningen, yaitu selaput yang melindungi otak dan saraf tulang belakang. Rangsangan
minengeal bisa disebabkan oleh inflamasi, infeksi, atau perdarahan di dalam rongga
cranium. Beberapa gejala yang bisa menunjukkan adanya rangsangan minengeal adalah
sakit kepala, leher kaku, nyeri tulang belakang, dan kesulitan menggerakkan anggota
badan.
Untuk mendiagnosis rangsangan minengeal, dokter biasanya melakukan
pemeriksaan fisik dan tes laboratorium. Pemeriksaan fisik meliputi tes kaku kuduk, tes
Brudzinski, dan tes Kernig. Tes laboratorium meliputi tes darah dan lumbal pungsi, yaitu
pengambilan cairan serebrospinal untuk dianalisis.

KEPUSTAKAAN

Terimakasih LCN Press. serta pak irawan danis, S.Kep.,Ners.M.kep.


Hayes, Peter C and Walter, Ronald S.M. 1989. Segi Praktis Pemeriksaan Fisik. Binarupa
Aksara. Jakarta
Hogstel, Mildred O and Curry, Linda C. 2001. Practical Guide To Health Assesment
Through The Life Span. Third Edition. F.A. Davis Company
Lemone, Priscilla and Burke, Karen. 2008. Medical Surgical Nursing ; Critical Thinking in
Client Care. Fourth Edition. Pearson Education Inc. New Jersey
Fanani, M., Nugroho, I., Setyaningrum, R., Septiawan, D., & Machmuroh, D. (2018).
Keterampilan Diagnostik dan Terapeutik: Pemeriksaan Psikiatri, Hubungan Dokter-
Pasien dan Teknik Wawancara. Diakses dari [UNS Repository]

Anda mungkin juga menyukai