BUDI SUSANTO
Pengertian Pemeriksaan Fisik
Persyarafan
Pemeriksaan persarafan terdiri dari dua tahapan
penting yaitu pengkajian yang berupa wawancara yang
berhubungan dengan riwayat kesehatan klien
berhubungan dengan system persarafan seperti riwayat
hipertensi, stroke, radang otak, atau selaput otak,
penggunaan obat-obatan dan alcohol, trauma dan
penggunaan obat yang diminum secara teratur.
Tahapan selanjutnya adalah pemeriksaan fisik meliputi
pemeriksaan status mental, pemeriksaan saraf cranial,
pemeriksaan motorik, pemeriksaan sensorik, dan
pemeriksaan reflex.
Dalam melakukan pemeriksaan fisik diperhatikan
prinsip-prinsip head to toe,chepalocaudal dan
proximodistal.
Tujuan Pemeriksaan Fisik Persyarafan
Tentukan gerakan
Tentukan berat tahanan (bebas)
Klien diminta melakukan pengulangan
gerak semaks mungkin (sampai lelah)
Hitunglah 1 RM dari jumlah
pengulangnnya:
◦ A Kg. x 100% / B% = 1 R.M.
Diagram Holten
% # of reps
100% 1
95% 2
90% 4
85% 7
80% 11
75% 16
70% 22
65% 25
Holten diagram
Contoh
Pada gerakan fleksi elbow oleh otot bicep,
beban diberikan 6 kg.
Klien menyelesaikan dengan 16
pengulangan
Berapakah nilai 1 RM ???
95% 2
90% 4
85% 7
80% 11
75% 16 at 6 Kg
70% 22
65% 25
6 Kg x 100% / 75% = 8 Kg
Strength/Duration Curve (SDC)
◦ Rheobase
◦ Temps utile
◦ Chronaxy Triangular
◦ Accommodation threshold
Optimum phase time Accommodation
Quotient (AQ) Nilai AQ ini seringkali dibuat
untuk memperoleh gambaran keadaan patologi
pada jaringan saraf untuk kepentingan klinis
praktis.
Nilai AQ diperoleh dari accommodation
threshold dibagi dengan rheobase.
Nilai AQ normal adalah berkisar 2 hingga 6.
Nilai AQ di bawah 2 mengindikasikan adanya
degenerasi saraf Nilai di atas 6 menunjukkan
tanda adanya distonia neurogenik
Fungsi Sensorik
Pemeriksaan sensorik adalah pemeriksaan
yang paling sulit diantara pemeriksaan sistem
persarafan yang lain, karena sangat subyektif
sekali. Oleh sebab itu sebaiknya dilakukan
paling akhir dan perlu diulang pada
kesempatan yang lain (tetapi ada yang
menganjurkan dilakukan pada permulaan
pemeriksaan karena pasien belum lelah dan
masih bisa konsentrasi dengan baik).
Pemeriksaan ini bertujuan untuk
mengevaluasi respon klien terhadap beberapa
stimulus. Pemeriksaan harus selalu
menanyakan kepada klien jenis stimulus.
Gejala paresthesia (keluhan sensorik) oleh
nyeri superfisial.
Kapas untuk rasa raba.
rasa suhu.
Garpu tala, untuk rasa getar.
diskriminatif) seperti :
a. Jangka, untuk 2 (two) point tactile dyscrimination.
b. Benda-benda berbentuk (kunci, uang logam, botol,
dan sebagainya), untuk pemeriksaan stereognosis
c. Pen / pensil, untuk graphesthesia.
INTERPRETASI
1. utuh : respon normal
2. menurun : adanya gangguan
mengidentifikasi stimulus
3. Hipersensitif : adanya peningkatan
persepsi respon / stimulus
4. absen : tdk dpt mengdentifikasikan
Tes, Aplikasi & Respon
2. Halus kasar
aplikasi : daerah yg akan diperiksa dgn menggunakn sikat
atau kain halus scra cpt dan acak, px tdk boleh melihat dan
jgn memberikan tekanan yg kuat dbwh kulit
respon : px diminta menyatakn jenis dan lokasi
rangsangan yg diterima halus atau kasar
3. Panas dingin (temperatur)
aplikasi : 2 tbg reaksi, dmna satu tbg berisi air Dingin
5-10ºC dn air panas 40-45ºC, temperatur hrs
sesuai dgn yg direkomendasikn, aplikasi scra bergntian
dan acak, px tdk blh meliht
respon : px diminta menyatakn jenis dan lokasi
rangsangan yg diterima panas atau dingin
4. Fibrasi
aplikasi : digunakn untuk menerima kemampuan
rangsangan getar garpu tala yg seblmnya telh
digetarkn ditempat pada tonjolan tlg, px tdk boleh
meliht, diberikan scra bergantian dgn getr scr acak
respon : px diminta menyatakn jenis dan lokasi
rangsangan yg diterima getar atau diam
5. Propiosepsi
aplikasi : pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan
kesadaran tentang perasaan posisi sendi dmn terapis
menggerakkan slh satu anggota gerak (AGA & AGB) dgn LGS tertntu
dpt jg dgn menggunakn perinth verbl , px tdk blh meliht
respon : px dimnta untuk menirukan gerakkan pd sisi kontra
lateralnya, pd LGS yg tlh ditentukn, secara verbal px diminta
menjelskn arah gerakannya kmna
6. Diskriminasi 2 titik
aplikasi : 2 rangsangan diaplikasikan dgn menggunakn jgka
kemudian stimulus 2 titik tersebut secra perlahn dan berthp
semakin didektkn sampai rangsangan yg diterima sebagai satu
rangsangn saja, acak bergantiandgn satu rangsangan
respon : px diminta mengidentifikasi persepsinya satu atau dua
titik,
TES KOORDINASI
INTERPRETASI
JENIS TES & APLIKASI :
0 100
Tidak nyeri Nyeri tak tertahankan
2. VDS (Verbal Descriptive Scale)
Adalah cara pengukuran derajat nyeri dengan tujuh
skala penilaian, yaitu :
1 = tidak nyeri
2 = nyeri sangat ringan
3 = nyeri ringan
4 = nyeri tidak begitu berat
5 = nyeri cukup berat
6 = nyeri berat
7 = nyeri tidak tertahankan
3. Skala Lima Tingkat
Merupakan parameter pengukuran nyeri dengan memakai lima
tingkat / skala dan digunakan untuk nyeri daerah spinal / nyeri
pungguh bawah
Derajat 0 = tidak ada nyeri baik saat aktivitas maupun istirahat
Derajat 1 = nyeri minimal timbul sewaktu bekerja lama dan
berat, saat dilakukan penekanan kuat nyeri timbul. Saat istirahat
tidak tak ada nyeri
Derajat 2 = nyeri ringan, tetapi dirasakan terus menerus meski
tidak mengganggu aktivitas. Nyeri dirasakan saat gerak fleksi
maupun ekstensi lumbal
Derajat 3 = nyeri sedang, dirasakan terus menerus dan
mengganggu aktivitas, LGS juga terbatas
Derajat 4 = nyeri berat, menyulitkan penderita untuk
beraktivitas dan hampir tak tertahankan gerakan fleksi dan
ekstensi lumbal hampir tidak dapat dilakukan
Fungsi Refleks
Pemeriksaan aktifitas refleks dengan ketukan pada
tendon menggunakan refleks hammer. Skala untuk
peringkat refleks yaitu :
0 = tidak ada respon
1 = hypoactive / penurunan respon, kelemahan (+)
2 = normal (++)
3 = lebih cepat dari rata-rata, tidak perlu dianggap
abnormal (+++)
4 = hyperaktif, dengan klonus (++++)
Refleks-refleks yang diperiksa adalah :
1. Refleks patella
Pasien berbaring terlentang, lutut diangkat ke
atas sampai fleksi kurang lebih 300.
Tendon patella (ditengah-tengah patella dan
tuberositas tibiae) dipukul dengan refleks
hammer. Respon berupa kontraksi otot
quadriceps femoris yaitu ekstensi dari lutut.
2. Refleks biceps
Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut
90, supinasi dan lengan bawah ditopang pada
alas tertentu (meja periksa). Jari pemeriksa
ditempatkan pada tendon m.biceps (diatas lipatan
siku), kemudian dipukul dengan refleks hammer.
Normal jika timbul kontraksi otot biceps, sedikit
meningkat bila terjadi fleksi sebagian dan
gerakan pronasi. Bila hyperaktif maka akan
terjadi penyebaran gerakan fleksi pada lengan
dan jari-jari atau sendi bahu.
3. Refleks triceps
Lengan ditopang dan difleksikan pada sudut
90º ,tendon triceps diketok dengan refleks
hammer (tendon triceps berada pada jarak 1-2
cm diatas olekranon).
Respon yang normal adalah kontraksi otot
triceps, sedikit meningkat bila ekstensi ringan
dan hyperaktif bila ekstensi siku tersebut
menyebabkan gerak ke atas sampai otot-otot
bahu, atau mungkin ada klonus yang
sementara.
4. Refleks achilles
Posisi kaki adalah dorsofleksi, untuk