A. Pengertian
Hipokalemia adalah suatu keadaan dimana kadar atau serum mengacu pada konsentrasi
dibawah normal yang biasanya menunjukkan suatu kekurangan nyata dalam simpanan
kalium total. (Brunner dan Suddarth, 2002).
Hipokalemia didefinisikan sebagai kadar kalium serum yang kurang dari 3,5mEq/L. (Price &
Wilson, 2006)
B. Etiologi
Asupan kalium dari makanan yang menurun.
Kehilangan melalui saluran cerna.
Kehilangan melalui ginjal.
Kehilangan yang meningkat melalui keringat pada udara panas.
Perpindahan kalium kedalam sel.(Price & Wilson, 2006).
Adapun penyebab lain dari timbulnya penyakit hipokalemia : muntah berulang-ulang, diare
kronik, hilang melalui kemih (mineral kortikoid berlebihan obat-obat diuretik). (Ilmu Faal,
Segi Praktis, hal 209)
C. Patofisiologi
Kalium adalah kation utama cairan intrasel. Kenyataannya 98 % dari simpanan tubuh (3000-
4000 mEq) berada didalam sel dan 2 % sisanya (kira-kira 70 mEq) terutamadalam pada
kompetemen ECF. Kadar kalium serum normal adalah 3,5-5,5 mEq/L dan sangat berlawanan
dengan kadar di dalam sel yang sekitar 160 mEq/L. Kalium merupakan bagian terbesar dari
zat terlarut intrasel, sehingga berperan penting dalammenahan cairan di dalam sel dan
mempertahankan volume sel. Kalium ECF, meskipunhanya merupakan bagian kecil dari
kalium total, tetapi sangat berpengaruh dalamfungsi neuromuskular.
Perbedaan kadar kalium dalam kompartemen ICF dan ECF dipertahankan oleh suatu pompa
Na-K aktif yang terdapat dimembran sel.Rasio kadar kalium ICF terhadap ECF adalah
penentuan utama potensial membran selpada jaringan yang dapat tereksitasi, seperti otot
jantung dan otot rangka. Potensial membran istirahat mempersiapkan pembentukan potensial
aksi yang penting untuk fungsi saraf dan otot yang normal. Kadar kalium ECF jauh lebih
rendah dibandingkan kadar di dalam sel, sehingga sedikit perubahan pada kompartemen ECF
akanmengubah rasio kalium secara bermakna. Sebaliknya, hanya perubahan kalium ICF
dalam jumlah besar yang dapat mengubah rasio ini secara bermakna.
Salah satu akibat dari hal ini adalah efek toksik dari hiperkalemia berat yang dapat
dikurangikegawatannya dengan meingnduksi pemindahan kalium dari ECF ke ICF. Selain
berperan penting dalam mempertahankan fungsi nueromuskular yang normal, kalium
adalahsuatu kofaktor yang penting dalam sejumlah proses metabolik.Homeostasis kalium
tubuh dipengaruhi oleh distribusi kalium antara ECF dan ICF,juga keseimbangan antara
asupan dan pengeluaran.
Beberapa faktor hormonal dan nonhormonal juga berperan penting dalam pengaturan ini,
termasuk aldostreon, katekolamin, insulin, dan variabel asam-basa.Pada orang dewasa yang
sehat, asupan kalium harian adalah sekitar 50-100 mEq. Sehabis makan, semua kalium
diabsorpsi akan masuk kedalam sel dalam beberapa menit, setelah itu ekskresi kalium yang
terutama terjadi melalui ginjal akan berlangsung beberapa jam. Sebagian kecil (lebih kecil
dari20%) akan diekskresikan melalui keringat dan feses. Dari saat perpindahan kalium
kedalam sel setelah makan sampai terjadinya ekskresi kalium melalui ginjal merupakan
rangkaian mekanisme yangpenting untuk mencegah hiperkalemia yang berbahaya. Ekskresi
kalium melalui ginjal dipengaruhi oleh aldosteron, natrium tubulus distal dan laju
pengeluaran urine. Sekresi aldosteron dirangsang oleh jumlah natrium yang mencapai tubulus
distal dan peningkatan kalium serum diatas normal, dan tertekan bila kadarnya menurun.
Sebagian besar kalium yang di filtrasikan oleh gromerulus akan di reabsorpsipada tubulus
proksimal. Aldosteron yang meningkat menyebabkan lebih banyak kalium yang terekskresi
kedalam tubulus distal sebagai penukaran bagi reabsorpsi natrium atau H+. Kalium yang
terekskresi akan diekskresikan dalam urine. Sekresi kalium dalam tubulus distal juga
bergantung pada arus pengaliran, sehingga peningkatan jumlah cairan yang terbentuk pada
tubulus distal (poliuria) juga akan meningkatkan sekresi kalium.Keseimbangan asam basa
dan pengaruh hormon mempengaruhi distribusi kalium antaraECF dan ICF. Asidosis
cenderung untuk memindahkan kalium keluar dari sel, sedangkan alkalosis cenderung
memindahkan dari ECF ke ICF. Tingkat pemindahan ini akan meingkat jika terjadi gangguan
metabolisme asam-basa, dan lebih berat pada alkalosis dibandingkan dengan asidosis.
Beberapa hormon juga berpengaruh terhadap pemindahan kalium antara ICF dan ECF.
Insulin dan Epinefrin merangsang perpindahan kalium ke dalam sel. Sebaliknya, agonis alfa-
adrenergik menghambat masuknya kalium kedalam sel. Hal ini berperan penting dalam klinik
untuk menangani ketoasidosis diabetik. (Price & Wilson, edisi 6, hal 341)
D. Manifestasi klinis
1. CNS dan neuromuskular; lelah, tidak enak badan, reflek tendon dalam menghilang.
2. Pernapasan; otot-otot pernapasan lemah, napas dangkal (lanjut)
3. Saluran cerna; menurunnya motilitas usus besar, anoreksia, mual mmuntah.
4. Kardiovaskuler; hipotensi postural, disritmia, perubahan pada EKG.
5. Ginjal; poliuria,nokturia.(Price & Wilson, 2006, hal 344)
E. Pemeriksaan Diagnostik
Kalium serum : penurunan, kurang dari 3,5 mEq/L.
Klorida serum : sering turun, kurang dari 98 mEq/L.
Glukosa serum : agak tinggi.
Bikarbonat plasma : meningkat, lebih besar dari 29 mEq/L.
Osmolalitas urine : menurun.* GDA : pH dan bikarbonat meningkat (Alkalosit
metabolik).(Doenges 2002, hal 1049)
F. Penatalaksanaan
Adapun penatalaksanaan penyakit hipokalemia yang paling baik adalah pencegahan.Berikut
adalah contoh-contoh penatalaksanaannya :
Pemberian kalium sebanyak 40-80 mEq/L.
Diet yang mengandung cukup kalium pada orang dewasa rata-rata 50-100 mEq/hari (contoh
makanan yang tinggi kalium termasuk kismis, pisang, aprikot, jeruk,advokat, kacang-
kacangan, dan kentang).
Pemberian kalium dapat melalui oral maupun bolus intravena dalam botol infus.
Pada situasi kritis, larutan yang lebih pekat (seperti 20 mEq/L) dapat diberikan melalui jalur
sentral bahkan pada hipokalemia yang sangat berat, dianjurkan bahwa pemberian kalium
tidak lebih dari 20-40 mEq/jam ( diencerkan secukupnya) : pada situasi semacam ini pasien
harus dipantua melalui elektrokardigram (EKGdan diobservasi dengan ketat terhadap tanda-
tanda lain seperti perubahan padakekuatan otot.(Brunner & Suddarth, 2002, hal 260).
G. Komplikasi
Adapun komplikasi dari penyakit hipokalemia ini adalah sebagai berikut :
Akibat kekurangan kalium dan cara pengobatan yang kurang hati-hati dapat menimbulkan
otot menjadi lemah, kalau tidak diatasi dapat menimbulkan kelumpuhan.
Hiperkalemia yang lebih serius dari hipokalemia, jika dalam pengobatan kekuarangan kalium
tidak berhati-hati yang memungkinkan terlalu banyaknya kalium masuk kedalam pembuluh
darah.(Ilmu Gizi, 1991, hal 99)
Selain itu juga adapun hal-hal yang dapat timbul pada hipokalemia yaitu :
Aritmia (ekstrasistol atrial atau ventrikel) dapat terjadi pada keadaan hipokalemia terutama
bila mendapat obat digitalis.
leus paralitik.
Kelemahan otot sampai kuadriplegia.
Hipotensi ortostatik.
Vakuolisasi sel epitel tubulus proksimal dan kadang-kadang tubulus distal.
Fibrosis interstisial, atropi atau dilatasi tubulus.
PH urine kurang akibatnya ekskresi ion H+ akan berkurang.
Hipokalemia yang kronik bila ekskresi kurang dari 20 mEq/L.(Ilmu penyakit Dalam, 2001,
Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Hipokalemia
A. Pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk
mengumpulkan informasi atau data tentang pasien, agar dapat mengidentifikasi, mengenali
masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan pasien baik fisik, mental, sosial, dan
lingkungan. (Nasrul Effendy, 1995)
1. Aktifitas atau istirahat
Gejala : kelemahan umum, latergi.
2. Sirkulasi
Tanda : Hipotensi Nadi lemah atau menurun, tidak teratur. Bunyi jantung jauh. Perubahan
karakteristik EKG. Disritmis, PVC, takikardia / fibrasi ventrikel.
3. Eliminasi
Tanda : Nokturia, poliuria bila faktor pemberat pada hipokalemia meliputi GJK atau DM.
Penurunan bising usus, penurunan mortilitas, usus, ilues paralitik. Distensi abdomen.
4. Makanan / cairanGejala : Anoreksia, mual, muntah.
5. NeurosensoriGejala : parestesia
Tanda :
Penurunan status mental / kacau mental, apatis, mengantuk, peka rangsangan, koma,
hiporefleksia, tetani, paralisis. Penurunan bising usus, penurunan mortilitas, usus, ileus
paralitik. Distensi abdomen
6. Nyeri / kenyamananGejala : nyeri / kram otot
7. PernapasanTanda : hipoventilasi / menurun dalam pernapasan karena kelemahan atau
paralisis otot diafragma.(Marilyn E. Doenges 2002 hal 1048)
Karena hipokalemia dapat mengancam jiwa, penting artinya untuk memantau timbulnya
hipokalemia pada pasien-pasien yang beresiko. Adanya keletihan, anoreksia, kelemahan otot,
penurunan mortilitas usus, parestesia, atau disritmia harus mendorong perawat untuk
memeriksa konsentrasi kalium serum. Jika tersedia, elektrokardiogram dapat memberikan
informasi yang bernmanfaat. Pasien-pasien yang menerima digitalis yang berisiko mengalami
defisiensi kalium harus dipantau dengan ketat terhadap tanda-tanda terjadinya toksisitas
digitalis karena hipokalemia meningkatkan aksi digitalis. Pada kenyataannya, dokter biasanya
memilih untuk mempertahankan kadar kalium serum lebih besar dari 3,5 mEq/L (SI : 3,5
mmol/L) pada pasien-pasien yang menerima digitalis. (Brunner & Suddarth, 2002, hal.261)
B. Diagnoasa Keperawatan
Diagnosa yang sering ditemukan pada pasien hipokalemia secara teoritis adalah sebagai
berikut :
1. Gangguan rasa nyaman; nyeri berhubungan dengan proses penyakit hipokalemia.
2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi fisik akibat kelelahan.
3. Hipertermi berhubungan dengan kegagalan untuk mengatasi infeksi akibat penyakit
hipokalemia.
4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelelahan akibat penurunan fungsiotot dalam
tubuh.
5. Perubahan pola nutrisi berhubungan dengan anoreksi; mual muntah.
6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.
Penurunan status mental / kacau mental, apatis, mengantuk, peka rangsangan, koma,
hiporefleksia, tetani, paralisis. Penurunan bising usus, penurunan mortilitas, usus, ileus
paralitik. Distensi abdomen
7. Nyeri / kenyamananGejala : nyeri / kram otot
8. PernapasanTanda : hipoventilasi / menurun dalam pernapasan karena kelemahan atau
paralisis otot diafragma.(Marilyn E. Doenges 2002 hal 1048)
1. Rencana Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Kebutuhan Aktifitas dan Latihan
a. Pengkajian
1. Riwayat Keperawatan
Pengkajian riwayat keperawatan meliputi :
Riwayat aktivitas dan olah raga
Toleransi aktivitas
Jenis dan frekuensi olah raga
Faktor yang mempengaruhi mobilitas
Pengararuh imobilitas
2. Pemeriksaan Fisik : Data Focus
Kesejajaran tubuh
Mengidentifikasi perubahan postur tubuh akibat pertumbuhan dan perkembangan normal.
Pemeriksaan dilakukan dengan cara inspeksi pasien dari lateral, anterior, dan posterior guna
mengamati :
o bahu dan pinggul sejajar
o jari - jari kaki mengarah kedepan
o tulang belakang lurus, tidak melengkung kesisi yang lain
Cara berjalan
Dilakukan untuk mengidentifikasi mobilitas klien dan risiko cedera akibat jatuh.
o Kepela tegak, pandangan lurus, dan tulang belakang lurus
o Tumit menyentuh tanah terlebih dahulu daripada jari kaki
o Lengan mengayun kedepan bersamaan dengan ayunan kaki di sisi yang berlawanan
o Gaya berjalan halus, terkoordinasi,
Penampilan dan pergerakan sendi
Pemeriksaan ini meliputi inspeksi, palpasi, serta pengkajian rentang gerak aktif atau rentang
gerak pasif. Hal-hal yang dikaji yaitu :
o Adanya kemerahan / pembengkakan sendi
o Deformitas
o Adanya nyeri tekan
o Krepitasi
o Peningkatan temperature di sekitar sendi
o Perkembangan otot yang terkait dengan masing masing sendi
o Derajat gerak sendi
Kemampuan dan keterbatasan gerak
Hal-hal yang perlu dikaji antara lain :
o Bagaimana penyakit klien mempengaruhi kemampuan klien untuk bergerak
o Adanya hambatan dalam bergerak ( terpasang infus, gips )
o Keseimbangan dan koordinasi klien
o Adanya hipotensi ortostatik
o Kenyamanan klien
Kekuatan dan massa otot
Perawat harus mengkaji kekuatan dan kemampuan klien untuk bergerak, langkah ini diambil
untuk menurunkan risiko tegang otot dan cedera tubuh baik pada klien maupun perawat.
Tingkatan kekuatan otot
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Diagnostik
o Foto rontgen
Untuk menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, erosi, dan perubahan hubungan tulang.
o CT scan tulang
Mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang di daerah yang sulit untuk dievaluasi
(mis: asetabulum).
o MRI
Untuk melihat abnormalitas ( tumor, penyempitan jalur jaringan lunak melalui tulang).
Pemeriksaan Laboratorium
o Pemeriksaan darah dan urine : memberikan informasi mengenai masalah musculoskeletal
primer atau komplikasi yang terjadi (infeksi).
o Pemeriksaan Hb : (biasanya lebih rendah bila terjadi perdarahan akibat trauma).
b. Diagnosa keperawatan
Diagnosa 1 : Resiko intoleransi aktivits
1. Definisi
Risiko untuk mengalami ketidakcukupan energy secara fisiologis atau psikologis dalam
memenuhi aktivitas sehari hari yang dibutuhkan atau diperlukan.
2. Batasan Karakteristik / faktor resiko
Tidak berpengalaman dalam beraktivitas
Terdapat masalah sirkulasi / respirasi
Riwayat intoleransi
3. Faktor Faktor yang Berhubungan
Gangguan kardiovaskular
Diagnosa 2 : Intoleransi aktivitas
1. Definisi
Ketidakcukupan energi secara fisiologis atau psikologis dalam memenuhi aktivitas sehari hari
yang dibutuhkan atau diperlukan.
2. Batasan Karakteristik
Laporan verbal : kelelahan dan kelemahan
Respon terhadap aktivitas menunjukan nadi dan tekanan darah abnormal
Perubahan EKG menunjukan aritmia atau disritmia
Dispneu dan ketidaknyamanan
3. Faktor Faktor yang Berhubungan
Tirah baring atau imobilisasi
Kelemahan secara menyeluruh
Ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen
Gaya hidup yang menetap
c. Perencanaan
Dx. 1
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah teratasi
Kriteria Hasil :
berpartisipasi dalam aktivitas yang di inginkan/diperlukan
melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang diukur
menunjukan penurunan dalam tanda-tanda intoleransi fisiologi
Intervensi Rasional
1. kaji respon klien terhadap aktivitas, 1. Membantu dalam respon fisiologi
perhatikan frekuensi nadi lebih dari 20 terhadap stress aktivitas dan, bila ada
kali per menit diatas frekuensi istirahat merupakan indicator dari kelebihan
; peningkatan TD yang nyata kerja yang berkaitan dengan tingkat
selama/sesudah aktivitas (tekanan aktivitas.
sistolik meningkat 40 mmHg atau
tekanan diastolic meningkat 20 mmHg)
; dispnea atu nyeri dada ; keletihan dan
kelemahan yang berlebihan ;
diaphoresis ; pusing/pingsan.
Intervensi Rasional
1. kaji respon klien terhadap aktivitas, 1. Membantu dalam respon fisiologi
perhatikan frekuensi nadi lebih dari 20 terhadap stress aktivitas dan, bila ada
kali per menit diatas frekuensi istirahat ; merupakan indicator dari kelebihan
peningkatan TD yang nyata kerja yang berkaitan dengan tingkat
selama/sesudah aktivitas (tekanan aktivitas.
sistolik meningkat 40 mmHg atau
tekanan diastolic meningkat 20 mmHg)
; dispnea atu nyeri dada ; keletihan dan
kelemahan yang berlebihan ;
diaphoresis ; pusing/pingsan.
Dx. 3
Tujuan :
Setelah dilakukan asuha keperawatan selama 4 x 24 jam masalah teratasi
Kriteria Hasil :
Klien akan mengungkapkan bertambahnya kekuatan dan daya tahan ekstremitaskatkan
Mampu mengidentifikasi beberapa alternatif untuk membantu mempertahankan tingkat
aktivitas saat sekarang
Berpartisipasi dalam program rehabilitasi untuk meningkatkan kemampuan untuk
beraktivitas
Intervensi Rasional
1. Identifikasi factor-faktor yang
1. Memberikan kesempatan untuk
mempengaruhi kemampuan untuk aktif, memecahkan masalah untuk
seperti temperature yang sangat tinggi, mempertahankan atau meningkatkan
insomnia, pemasukan makanan yang mobilitas.
tidak adekuat.