Assalamualaikum Wr.Wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas refresing ini tepat pada waktu. Shalawat serta
salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, serta para pengikutnya
hingga akhir zaman. Refreshing dibuat dengan tujuan memenuhi tugas di stase Ilmu
Kesehatan Jiwa dan juga menambah khazanah ilmu tentang Gangguan Afektif Bipolar
(manik)
Terima kasih penulis ucapkan kepada pembimbing dr.RR Dyah Rikayanti N,Sp. KJ
yang telah membantu serta membimbing penulis dalam kelancaran pembuatan refreshing.
Semoga refreshing ini dapat bermanfaat kepada penulis pada khususnya dan bagi pembaca
pada umumnya.
Penulis harapkan kritik dan saran dari para pembaca untuk menambah kesempurnaan
refreshing ini. Penulis mohon maaf apabila ada kesalahan dan kekurangan dalam penulisan.
Wassalamualaikum Wr.Wb
Penulis
1
BAB I
PENDAHULUAN
Alam perasaan seseorang dapat berubah-ubah sesuai situasi dan kondisi tertentu yang
dialaminya. Suasana alam perasaan seseorang mungkin normal, meninggi atau bahkan
terdepresi. Orang normal dapat mengalami berbagai macam suasana perasaan dan memiliki
ekspresi afektif yang sama luasnya; mereka mampu mengendalikan suasana perasaan dan
afeknya. Lain halnya dengan seseorang yang mengalami gangguan pada alam perasaannya.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Definisi
Gangguan Bipolar dikenal juga dengan gangguan manik depresi, yaitu gangguan pada
fungsi otak yang menyebabkan perubahan yang tidak biasa pada suasana perasaan, dan
proses berfikir. Disebut Bipolar karena penyakit kejiwaan ini didominasi adanya fluktuasi
periodik dua kutub, yakni kondisi manik (bergairah tinggi yang tidak terkendali) dan
depresi.
1.2 Epidemiologi
Di dunia, tingkat prevalensi gangguan bipolar sebagai gangguan yang lama dan
menetap sebesar 0,3 1,5 %. Di Amerika Serikat, tingkat prevalensi ini dapat mencapai 1
1,6 %, dimana dua jenis gangguan bipolar ini berbeda pada populasi dewasa, yaitu
sekitar 0,8 % populasi mengalami BP I dan 0,5 % populasi mengalami BP II. Morbiditas
dan Mortalitas dari gangguan bipolar sangat signifikan. Banyaknya angka kehilangan
pekerjaan, kerugian yang ditimbulkan sebagai akibat dari gangguan tingkat produktivitas
yang disebabkan gangguan ini di Amerika serikat sepanjang periode awal tahun 1990an
diperkirakan sebesar 15,5 miliar dolar Amerika. Perkiraan lainnya, sekitar 25 50 %
individu dengan gangguan bipolar melakukan percobaan bunuh diri dan 11 % benar-benar
tewas karena bunuh diri.
Gangguan pada lelaki dan perempuan sama, umumnya timbul diusia remaja atau
dewasa. Hal ini paling sering dimulai sewaktu seseorang baru menginjak dewasa. Tetapi
kasus-kasus gangguan bipolar telah didiagnosis pada remaja dan bahkan anak-anak.
3
1.3 ETIOPATOFISIOLOGI
Etiologi dari gangguan bipolar memang belum dapat diketahui secara pasti, dan tidak
ada penanda biologis (biological marker) yang objektif yang berhubungan secara pasti
dengan keadaan penyakit ini.
Dahulu virus sempat dianggap sebagai penyebab penyakit ini. Serangan virus pada
otak berlangsung pada masa janin dalam kandungan atau tahun pertama sesudah
kelahiran. Namun, gangguan bipolar bermanifestasi 15-20 tahun kemudian. Telatnya
manifestasi itu timbul karena diduga pada usia 15 tahun kelenjar timus dan pineal yang
memproduksi hormon yang mampu mencegah gangguan psikiatrik sudah berkurang 50%.
1 Faktor Biologi
2 Herediter
Didapatkan fakta bahwa gangguan alam perasaan (mood) tipe bipolar (adanya
episode manik dan depresi) memiliki kecenderungan menurun kepada
generasinya, berdasar etiologi biologik.50% pasien bipolar memiliki satu orangtua
dengan gangguan alam perasaan/gangguan afektif, yang tersering unipolar
(depresi saja).Jika seorang orang tua mengidap gangguan bipolar maka 27%
anaknya memiliki resiko mengidap gangguan alam perasaan.Bila kedua orangtua
mengidap gangguan bipolar maka 75% anaknya memiliki resiko mengidap
gangguan alam perasaan.Keturunan pertama dari seseorang yang menderita
gangguan bipolar berisiko menderita gangguan serupa sebesar 7 kali.Bahkan
risiko pada anak kembar sangat tinggi terutama pada kembar monozigot (40-
80%), sedangkan kembar dizigot lebih rendah, yakni 10-20%.
3 Genetik
Beberapa studi berhasil membuktikan keterkaitan antara gangguan bipolar
dengan kromosom 18 dan 22, namun masih belum dapat diselidiki lokus mana
4
dari kromosom tersebut yang benar-benar terlibat.Beberapa diantaranya yang telah
diselidiki adalah 4p16, 12q23-q24, 18 sentromer, 18q22, 18q22-q23, dan 21q22.
Yang menarik dari studi kromosom ini, ternyata penderita sindrom Down (trisomi
21) berisiko rendah menderita gangguan bipolar.
Penelitian terbaru menemukan gen lain yang berhubungan dengan penyakit ini
yaitu gen yang mengekspresi brain derived neurotrophic factor (BDNF). BDNF
adalah neurotropin yang berperan dalam regulasi plastisitas sinaps, neurogenesis
dan perlindungan neuron otak.BDNF diduga ikut terlibat dalam pengaturan mood.
Gen yang mengatur BDNF terletak pada kromosom 11p13. Terdapat 3 penelitian
yang mencari tahu hubungan antara BDNF dengan gangguan bipolar dan hasilnya
positif.
4 Neurotransmitter
Sejak ditemukannya beberapa obat yang berhasil meringankan gejala bipolar,
peneliti mulai menduga adanya hubungan neurotransmiter dengan gangguan
bipolar.Neurotransmiter tersebut adalah dopamine, serotonin, dan noradrenalin.
Gen-gen yang berhubungan dengan neurotransmiter tersebut pun mulai diteliti
seperti gen yang mengkode monoamine oksidase A (MAOA), tirosin hidroksilase,
catechol-Ometiltransferase (COMT), dan serotonin transporter (5HTT).
5 Kelainan otak
Kelainan pada otak juga dianggap dapat menjadi penyebab penyakit
ini.Terdapat perbedaan gambaran otak antara kelompok sehat dengan penderita
bipolar.Melalui pencitraan magnetic resonance imaging (MRI) dan positron-
emission tomography (PET), didapatkan jumlah substansia nigra dan aliran darah
yang berkurang pada korteks prefrontal subgenual.Tak hanya itu, Blumberg dkk
dalam Arch Gen Psychiatry 2003 pun menemukan volume yang kecil pada
amygdala dan hipokampus.Korteks prefrontal, amygdala dan hipokampus
merupakan bagian dari otak yang terlibat dalam respon emosi (mood dan afek).
Penelitian lain menunjukkan ekspresi oligodendrosit-myelin berkurang pada
otak penderita bipolar. Seperti diketahui, oligodendrosit menghasilkan membran
myelin yang membungkus akson sehingga mampu mempercepat hantaran
konduksi antar saraf.Bila jumlah oligodendrosit berkurang, maka dapat dipastikan
komunikasi antar saraf tidak berjalan lancar.
5
6 Faktor Psikososial
Satu pengamatan klinis yang telah lama yang telah direplikasi adalah bahwa
peristiwa kehidupan yang menyebabkan stress lebih sering mendahului episode
pertama gangguan suasana perasaan daripada episode selanjutnya. Hubungan
tersebut telah dilaporkan untuk pasien gangguan depresif berat dan gangguan
bipolar I.
10 Teori kognitif
7
1.4 Manisfestasi Klinis
8
beraktivitas, dan dorongan seksual yang meningkat adalah beberapa contoh gejala
hipomanik. Derajat hipomanik lebih ringan daripada manik karena gejala- gejala tersebut
tidak mengakibatkan disfungsi sosial.
Pada manik, gejala-gejalanya sudah cukup berat hingga mengacaukan hampir seluruh
pekerjaan dan aktivitas sosial. Harga diri membumbung tinggi dan terlalu optimis.
Perasaan mudah tersinggung dan curiga lebih banyak daripada elasi. Tanda manik lainnya
dapat berupa hiperaktifitas motorik berupa kerja yang tak kenal lelah melebihi batas wajar
dan cenderung non-produktif, euphoria hingga logorrhea (banyak berbicara, dari yang isi
bicara wajar hingga menceracau dengan 'word salad'), dan biasanya disertai dengan
waham kebesaran, waham kebesaran ini bisa sistematik dalam artian berperilaku sesuai
wahamnya, atau tidak sistematik, berperilaku tidak sesuai dengan wahamnya. Bila gejala
tersebut sudah berkembang menjadi waham maka diagnosis mania dengan gejala psikotik
perlu ditegakkan.
9
psikosis manik-depresif tidak termasuk : gangguan bipolar, episode manik tunggal (F
30).
F31.1 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik tanpa Gejala Psikotik
Pedoman diagnostik
10
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania tanpa gejala psikotik
(F30.1) dan,
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau
campuran di masa lampau.
F31.2 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik dengan Gejala Psikotik
Pedoman diagnostik
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania dengan gejala
psikotik (F30.2) dan,
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau
campuran di masa lampau.
F31.3 Gangguan Afektif Bipolar, episode kini Depresif Ringan atau Sedang
Pedoman diagnostik
Untuk mendiagnosis pasti :
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif ringan
(F32.0) ataupun sedang (F32.1), dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau
campuran di masa lampau.
Karakter kelima dapat digunakan untuk menentukan ada atau tidaknya gejala somatic
dalam episode depresif yang sedang berlangsung.
F31.30 Tanpa gejala somatik
F31.31 Dengan gejala somatic
F31.4 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat tanpa Gejala
Psikotik
Pedoman diagnostic
Untuk mendiagnosis pasti :
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat
tanpa gejala psikotik (F32.2), dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau
campuran di masa lampau.
F31.5 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat dengan Gejala
Psikotik
Pedoman diagnostik
11
Untuk mendiagnosis pasti :
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat
dengan gejala psikotik (F32.3), dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau
campuran di masa lampau.
Jika dikehendaki, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau tidak
serasi dengan afeknya.
1.6 Penatalaksanaan
12
Pengobatan dari gangguan bipolar secara langsung terkait pada fase dari episodenya,
seperti depresi atau manic, dan derajat keparahan fase tersebut. Contoh, seseorang dengan
depresi yang ekstrim dan menunjukkan perilaku bunuh diri memerlukan/mengindikasikan
pengobatan rawat inap. Sebaliknya, seseorang dengan depresi moderat yang masih dapat
bekerja, diobati sebagai pasien rawat jalan.
a) Pengobatan pasien rawat inap : indikasi seseorang dengan gangguan bipolar untuk dirawat
inap adalah sebagai berikut :
- Berbahaya untuk diri sendiri : Pasien yang terutama dengan episode depresif, dapat
terlihat dengan resiko yang signifikan untuk bunuh diri. Percobaan bunuh diri yang
serius dan ideasi spesifik dengan rencana menghilangkan bukti, memerlukan
observasi yang ketat dan perlindungan pencegahan. Namun, bahaya bagi penderita
bisa datang dari aspek lain dari penyakit, contohnya seorang penderita depresi yang
tidak cukup makan beresiko kematian, sejalan dengan itu, penderita dengan manic
yang ekstrim yang tidak mau tidur atau makan mungkin mengalami kelelahan yang
hebat.
- Berbahaya bagi orang lain : Penderita gangguan bipolar dapat mengancam nyawa
ornag lain, contohnya seorang penderita yang mengalami depresi yang berat meyakini
bahwa dunia itu sangat suram/gelap, sehingga ia berencana untuk membunuh anaknya
untuk membebaskan mereka dari kesengsaraan dunia.
- Ketidakmampuan total dari fungsi : Adakalanya depresi yang dialami terlalu dalam,
sehingga orang tidak dapat melakukan fungsinya sama sekali, meninggalkan orang
seperti ini sendirian sanagt berbahaya dan tidak menyembuhkannya.
- Tidak dapat diarahkan sama sekali : Hal ini benar-benar terjadi selama episode manic.
Dalam situasi ini, perilaku penderita sangat di luar batas, mereka menghancurkan
karir dan berbahaya bagi orang di sekitarnya.
- Kondisi medis yang harus dimonitor : Contohnya penderita gangguan jiwa yang
disertai gangguan jantung harus berada di lingkungan medi, dimana obat psikotropik
dapat dimonitor dan diobservasi.
- Secara umum, penderita ini memiliki gejala yang berat namun memiliki tingkat
pengendalian dan lingkungan hidup yang stabil. Contohnya, penderita dengan depresi
13
berat yang berpikir akan bunuh diri tapi tidak berencana untuk melakukannya dan
dapat memiliki tingkat motivasi yang tinggi bila diberi banyak dukungan
interpersonal, terutama sepanjang hari dan dengan bantuan dan keterlibatan dari
keluarga. Keluarga harus selalu berada di rumah setiap malamdan harus peduli
terhadap penderita. Rawat inap parsial juga menjembatani untuk bisa segera kembali
bekerja. Kembali secara langsung ke pekerjaan seringkali sulit bagi penderita dengan
gejala yang berat, dan rawat inap parsial memberi dukungan dan hubungan
interpersonal.
- Pertama, lihat stresornya dan cari cara untuk menanganinya. Stres ini bisa berasal dari
keluarga atau pekerjaan, namun bila terakumulasi, mereka mendorong penderita
menjadi manic atau depresi. Hal ini merupakan bagian dari psikoterapi.
- Kedua, memonitor dan mendukung pengobatan. Pengobatan membuat perubahan
yang luar biasa. Kuncinya adalah mendapatkan keuntungan dan mencegah efek
samping. Penderita memiliki rasa yang bertentangan dengan pengobatan mereka.
Mereka mengetahui bahwa obat membantu dan mencegah mereka untuk dirawat inap,
namun mereka juga menyangkal memerlukannya. Oleh karena itu, harus dibantu
untuk mengarahkan perasaan mereka dan membantu mereka untuk mau melanjutkan
pengobatan.
- Ketiga, membangun dan memelihara sekumpulan orang yang peduli. Hal ini
merupakan satu dari banyak alasan bagi para praktisi setuju dengan ambivalensi
penderita tentang pengobatan. Seiring perjalanan waktu, kekuatan sekumpulan orang
yang peduli membantu mempertahnkan gejala penderita dalam keadaan minimum dan
membantu penderita tinggal dan diterima di masyarakat.
- Keempat, aspek yang melibatkan edukasi. Klinisi harus membantu edukasi bagi
penderita dan keluarga tentang penyakit bipolar. Mereka harus sadar dan waspada
terhadap bahaya penyalahgunaan zat, situasi yang mungkin memicu kekambuhan, dan
peran pengobatan yang penting. Dukungan kelompok bagi penderita dan keluarga
memiliki arti penting yang sangat luar biasa.
- Keadaan kesehatan tubuh penderita gangguan bipolar juga harus diperhatikan oleh
para praktisi, termasuk keadaan kardiovaskular, diabetes, masalah endokrin, infeksi,
komplikasi sistem urinari, dan gangguan keseimbangan elektrolit.
14
2. Terapi
11 Terapi Farmakologi
13 Konsultasi
Suatu konsultasi dengan seorang psikiater atau psikofarmakologis selalu
sesuai bila penderita tidak menunjukkan respon terhadap terapi konvensional
dan medikasi.
14 Diet
Terkecuali pada penderita dengan monoamine oxidase inhibitors
(MAOIs), tidak ada diet khusus yang dianjurkan. Penderita dianjurkan untuk
tidak merubah asupan garam, karena peningkatan asupan garam membuat
kadar litium serum menurun dan menurunkan efikasinya, sedangkan
mengurangi asupan garam dapat meningkatkan kadar litium serum dan
menyebabkan toksisitas.
15 Aktivitas
Penderita dengan fase depresi harus didukung untuk melakukan
olahraga/aktivitas fisik. Jadwal aktivitas fisik yang reguler harus dibuat. Baik
aktivitas fisik dan jadwal yang reguler meupakan kunci untuk bertahan dari
penyakit ini. Namun, bila aktivitas fisik ini berlebihan dengan peningkatan
respirasi dapat meningkatkan kadar litium serum dan menyebabkan toksisitas
litium.
16 Edukasi
Terapi pada penderita gangguan bipolar melibatkan edukasi awal dan
lanjutan. Tujuan edukasi harus diarahkan tidak hanya langsung pada penderita,
namun juga melalui keluarga dan sistem disekitarnya. Fakta menunjukkan
edukasitidak hanya meningkatkan ketahanan dan pengetahuan mereka tentang
penyakit, namun juga kualitas hidupnya.
o Penjelasan biologis tentang penyakit harus jelas dan benar. Hal ini mengurangi
perasaan bersalah dan mempromosikan pengobatan yang adekuat.
o Memberi informasi tentang bagaimana cara memonitor penyakit terutama
tanda awal, pemunculan kembali, dan gejala. Pengenalan terhadap adanya
perubahan memudahkan langkah-langkah pencegahan yang baik.
o Membantu penderita mengidentifikasi dan mengatasi stressor di dalam
kehidupannya.
16
o Informasi tentang kemungkinan kekambuhan penyakitnya.
1.7 Pencegahan
Prevensi merupakan kunci dari terapi jangka panjang dari gangguan bipolar.
Hal ini mencakup beberapa hal sebagai berikut :
1.8 Komplikasi
Komplikasi dari gangguan ini antara lain bunuh diri, pembunuhan, dan adiksi.
1.9 Prognosis
BAB III
KESIMPULAN
Gangguan alam perasaan adalah suatu kondisi klinis yang ditandai oleh hilangnya
kendali perasaan akibat pengalaman subjektif yang berhubungan dengan penderitaan berat.
Gangguan bipolar adalah gangguan pada fungsi otak yang menyebabkan perubahan yang
tidak biasa pada suasana perasaan, dan proses berfikir. Faktor risiko gangguan bipolar
18
multifaktor dan menncakup : ras, usia, jenis kelamin, genetik, neurotransmiter, psikodinamik,
lingkungan.
Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual (DSM) IV, gangguan bipolar dibedakan
menjadi 2 yaitu gangguan bipolar I dan II. Gangguan bipolar I atau tipe klasik ditandai
dengan adanya 2 episode yaitu manik dan depresi, sedangkan gangguan bipolar II ditandai
dengan hipomanik dan depresi. PPDGJ III membaginya dalam klasifikasi yang berbeda yaitu
menurut episode kini yang dialami penderita.
Walaupun banyak penelitian telah berusaha untuk menemukan perbedaan yang dapat
dipercaya antara episode depresif gangguan bipolar dan episode gangguan depresif,
perbedaan tersebut sulit ditemukan. Di dalam situasi klinis, hanya riwayat penyakit pasien,
riwayat keluarga, dan perjalanan penyakit di masa mendatang dapat membantu membedakan
kedua kondisi tersebut.
Pengobatan dari gangguan bipolar secara langsung terkait pada fase dari episodenya,
seperti depresi atau manik, dan derajat keparahan fase tersebut. Pengobatan yang tepat
tergantung pada stadium gangguan bipolar yang dialami penderita. Pilihan obat tergantung
pada gejala yang tampak, seperti gejala psikotik, agitasi, agresi, dan gangguan tidur.
Antipsikosis atipikal semakin sering digunakan untuk episode manik akut dan sebagai mood
stabilizer. Antidepresan dan ECT juga dapat digunakan untuk episode depresi akut (contoh,
depresi berat). Selanjutnya, terapi pemeliharaan/maintenance dan pencegahan juga harus
diberikan. Prognosis pada penderita dengan gangguan bipolar I lebih buruk daripada
penderita dengan depresi berat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Dorland, W.A Newman. Kamus Kedokteran Dorland edisi kedua puluh sembilan.
Jakarta: EGC. 2002.
2. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku
Psikiatri Klinis Jilid Dua. Jakarta. Binarupa Aksara. 2010.
3. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku
Psikiatri Klinis Jilid Satu. Jakarta. Binarupa Aksara. 2010
19
4. Depkes RI Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. Pedoman Penggolongan dan
Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Jakarta. Departemen Kesehatan. 1993.
5. David A. Tomb, Buku Saku Psikiatri, Edisi 6, , Jakarta : EGC, 2003.
6. Maslim R, Skizofrenia, Gangguan Skizotipal dan Ganggguan Waham, dalam
Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ III, Jakarta,
2003
7. NIMH. Bipolar disorder [Internet]. 2016 [diunduh 05 Juni 2017]. Diunduh dari:
http://www.nimh.nih.gov/health/publications/bipolar-disorder/complete-
index.shtml
8. Membangun kesadaran - mengurangi resiko gangguan mental dan bunuh diri
[Internet]. 9 Maret 2015 [diunduh 19 Agustus 2017]. Diunduh dari:
http://www.rsjlawang.com/artikel_070309a.html
9. Memahami kepribadian dua kutub. Majalah Farmacia [Internet]. Oktober 2014
[diunduh 19 Agustus 2017]; Diunduh dari: http://www.majalah-
farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=314
10. Gangguan kejiwaan dan macamnya [Internet]. 2015 [diunduh 05 Juni 2017].
Diunduh dari: http://ikhwah.informe.com/gangguan-kejiwaan-dan-macamnya-
dt262.html
Tugas Tambahan
20
Bipolar karena penyakit kejiwaan ini didominasi adanya fluktuasi periodik dua kutub,
yakni kondisi manik dan depresi.
Maka komplikasi bunuh diri dapat terjadi pada saat episode manik. Dimana
pasien memiliki tingkat kepercayaan diri yang tinggi dan tidak terkendali.
Referensi
NIMH. Bipolar disorder [Internet]. 2016 [diunduh 19 Agustus 2017]. Diunduh dari:
http://www.nimh.nih.gov/health/publications/bipolar-disorder/complete-index.shtml
Sebuah studi membandingkan impulsive dan agresi antara 143 kontrol, 138
dengan gangguan bipolar dan 138 dengan pasien gangguan depresi mayor dengan
atau tanpa riwayat percobaan bunuh diri (Perroud et al . 2011). Kelompok pasien
tersebut menunjukkan skor impulsif yang lebih tinggi dan agresi lebih berat
dibandingkan kontrol. Impulsive dibedakan menjadi gangguan depresi subjek mayor
tanpa riwayat usaha bunuh diri dan dengan memiliki riwayat usaha bunuh diri, tapi
tidak dalam subjek bipolar. Sifat impulsive dan agresif berkaitan erat dengan
percobaan bunuh diri (terlepas dari diagnosis) tapi tidak berhubungan dengan non-
bunuh diri. Jadi impulsive dapat dijadikan penanda dalam risiko bunuh diri pada
gangguan depresi mayor tapi tidak pada gangguan bipolar dan berkorelasi kuat
dengan sifat agresif yang berhubungan dengan keinginan bunuh diri (Perroud et al .
21
2011).Gangguan bipolar berhubungan dengan tilikan yang buruk (Latalova 2012).
Terganggunya tilikan berhubungan dengan tingkah agresif pada gangguan psikiatri
(Alia Klein et al . 2007, Antonius 2005 Ekinci & Ekinci 2012, Lera et al. 2012).
Jadi, gangguan tilikan mungkin menjadi salah satu mekanisme yang menigkatkan
risiko dari kekerasan pada pasien bipolar.
Referensi
(Journal Violence in Bipolar disorder V. Jan Volavka New York University School of
Medicine, New York, USA.2015)
Afektif bipolar, karena Pada gangguan Skizoafektif gejala klinis berupa gangguan
episodik gejala gangguan mood maupun gejala skizofreniknya menonjol dalam episode
penyakit yang sama, baik secara simultan atau secara bergantian dalam beberapa hari. Bila
gejala skizofrenik dan manik menonjol pada episode penyakit yang sama, gangguan disebut
gangguan skizoafektif tipe manik. Dan pada gangguan skizoafektif tipe depresif, gejala
depresif yang menonjol.
Gejala yang khas pada pasien skizofrenik berupa waham, halusinasi, perubahan dalam
berpikir, perubahan dalam persepsi disertai dengan gejala gangguan suasana perasaan baik itu
manik maupun depresif.
Pada setiap diagnosis banding gangguan psikotik, pemeriksaan medis lengkap harus
dilakukan untuk menyingkirkan penyebab organik.Semua kondisi yang dituliskan di dalam
diagnosis banding skizofrenia dan gangguan mood perlu dipertimbangkan.Sebagai suatu
kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif mempunyai prognosis di pertengahan antara
prognosis pasien dengan skizofrenia dan prognosis pasien dengan gangguan mood.Sebagai
suatu kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif memiliki prognosis yang lebih buruk
daripada pasien dengan gangguan depresif maupun gangguan bipolar, tetapi memiliki
prognosis yang lebih baik daripada pasien dengan skizofrenia.
22
Referensi
Amir N. Skizofrenia. In : Elvira S.D, Hadisukanto G Editors. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta;
Badan Penerbit FKUI. 2010. p. 170-176.
23