Anda di halaman 1dari 5

TERAPI FARMAKOLOGI PENYAKIT SENDI

Anndrea Ilham Kurniawan, 0806320446


Kelompok 19

Pada penyakit sendi gejala yang banyak terjadi adalah nyeri dan terjadi proses peradangan, karena
itu terapi farmakologi untuk penyakit sendi adalah obat yang bersifat analgesik(penghilang nyeri)
dan anti inflamasi.

Obat Anti-Inflamasi Non Steroid

Obat golongan ini memiliki banyak jenis . Aspirin merupakan obat pertama kali ada dari
golongan ini. Pada umumnya bekerja dengan menekan tanda dan gejala inflamasi. Biasanya
digunakan untuk penyakit artritis rheumatoid, osteoartritis, gangguan muskuloskeletal (mis.terkilir,
low -back pain) dan gout. Dengan derajat yg bervariasi semua obat golongan ini biasnya bersifat
analgesik, anti-inflamasi, dan antipiretik.

Farmakokinetik dari obat ini ,memiliki beberapa sifat umum:

 Umumnya diabsorbsi tubuh dengan baik


 Mempunyai bioavailability
 Umumnya dimetabolisme di hati , diantaranya melalui CYP3A atau CYP2C
 Hampir semua mengalami sirkulasi enterohepatik
 Ekskresinya melalui ginjal
 Sebagian besar memiliki ikatan protein plasma lebih dari 98 %
 Semua obat AINS masuk kedalam cairan synovial.

Farmakodinamik

 Memiliki aktivitas anti-inflamasi dengan menghambat biosintesis prostaglandin melalui


penghambatan siklooksigenase (COX)
 Ada obat yang nonselektif. Obat ini menghambat COX-1 & COX-2
 Ada obat yang sangat selektif. Obat ini hanya menghambat COX-2 seperti : celecoxib,
rofecoxib, valdecoxib.
Berikut adalah contoh obat golongan anti-inflamasi non steroid yang banyak digunakan dalam
penyakit sendi.

ASPIRIN

 Asam asetilsalisilat
 Bekerja sebagai Anti-inflamasi sebagai penghambat nonselektif COX-1 &COX-2
 Bersifat Menstabilkan lisosom
 Dapat menghambat kemotaksis lekosit PMN dan makrofag
 Sekarang sudah jarang digunakan sebagai anti-inflamasi
 Memiliki efek analgesik .
Efek analgesik-nya bekerja melalui efeknya pada inflamasi.
 Memiliki efek antipiretik
Dapat menurunkan suhu tubuh yg meningkat. Bila suhu tubuh normal hanya sedikit yang
dipengaruhi.
 Memiliki efek anti-trombotik
Asetilasi COX-1 trombosit tidak terbentuk TXA2 anti aggregasi trombosit (berakhir 8-10
hari).
 Dosis
Dalam pemberian dosis kadar, anti-inflamasi harus lebih besar dari analgesic. Anti inflamasi :50-
75 mg/kg/hari dibagi 4 dosis .
 Efek samping pemberian aspirin adalah dapat menyebabkan gangguan lambung, tukak
lambung/duodeni. Terkadang dapat terjadi hepatotoksisitas, asma, dan gangguan ginjal.
DIKLOFENAK

 Bekerja anti-inflamasi sebagai inhibitor COX relatif nonselektif .


 Absorbsi obat dalam saluran cerna berlangsung cepat.
 Waktu paruh singkat yakni 1-3 jam, namun diakumulasi di cairan sinovial. Hal ini menyebabkan
efek terapi di sendi jauh lebih panjang dari paruh waktu obat tersebut.
 Efek samping: sakit kepala, gangguann GIT(mual), perdarahan GIT dan tukak lambung .

 Pemakaian selama kehamilan tidak dianjurkan


 Dosis orang dewasa 100-150mg sehari, terbagi dua atau tiga dosis.

IBUPROFEN

 Merupakan Derivat asam fenilpropionat


 Ibuprofen dosis 200mg(dosis analgesik rendah) dijual sebagai obat generik bebas.
 Efek analgesiknya sama seperti aspirin. Efek anti-inflamasinya terlihat dengan dosis 1200-
1400mg sehari.
 Absorbsi cepat melalui lambung dan kadar maksimum dalam plasma dicapai setelah 1-2 jam.
 90% terikat dalam protein plasma.
 Efek samping terhadap saluran cerna lebih ringan daripada aspirin.
 Dosis sebagai analgesik, 4 kali 400mg sehari.
 Pemberian ibuprofen bersama aspirin akan mengantagonis efek anti-trombotik aspirin.

KETOPROFEN

 Derivat asam popionat


 Menghambat COX nonselektif.
 Efektivitas hampir sama dengan ibuprofen. Sifat anti-inflamasi sedang.
 Absorbs berlangsung baik, waktu paruh sekitar 2 jam.
 Efek samping: gangguan saluran cerna.

PIROKSISAM

 Menghambat COX nonselektif.


 Memiliki masa paruh yang panjang(45jam)oleh karena itu. Hanya dapat diberikan 1 X sehari.
 Absorbsi berlangsung cepat di lambung, terikat 99% pada protein plasma.
 Efek samping lebih besar dari obat AINS lainnya : gangguan saluran cerna, tukak lambung,
pusing, tinitus, sakit kepala, eritema kulit.
 Indikasi: hanya untuk penyakit inflamasi sendi misalnya arthritis rheumatoid, osteoarthritis.
 Dosis 10-20mg sehari diberikan pada pasien yang tidak member respons cukup dengan obat
AINS yang lebih aman.

OBAT KELOMPOK PENGHAMBAT SELEKTIF COX-2

 Bekerja sebagai anti-inflamasi selektif yang menghambat COX-2 menghambat inflamasi


 Mengurangi penghambatan COX-1 sehingga menghindari efek samping gangguan saluran
cerna.
 Efek analgesik, antipiretik, antiinflamasi sama dg nonselektif, tetapi efek samping gangguan
saluran cerna lebih kecil.
 Tidak menghambat aggregasi trombosit tidak antitrombotik/ kardioprotektif seperti aspirin
 Indikasi : terutama untuk osteoartritis, arthritis rematoid
 Dosis: sekali sehari 60mg.
 Contoh : Celecoxib, rofecoxib, meloxicam
 Pada coxibs yang memiliki waktu paruh panjang, lebih mudah meningkatkan terjadinya resiko
kardiovaskular. Tahun 2004 rofekoksib ditarik dari peredran karena peningkatan kardiovaskuler.

Prinsip pemilihan Obat


Secara klinis, sebenarnya tidak banyak terdapat perbedaan diantara obat AINS sehubungan
dengan efektivitasnya. Pertimbangan lamanya waktu paruh, bentuk lepas lambat dan perbedaaan
jenis efek samping menentukan pilihan AINS untuk pasien tertentu. Ternyata variasi respons antar
pasien terhadap AINS tidak begitu saja dapat dikaitkan berdasarkan klasifikasi kimiawi, dosis atau
beratnya penyakit reumatik. Untuk mengatasi ini dianjurkan agar seorang dokter paling tidak
mengenal secara baik 4 obat AINS yang berbeda sehingga dapat melakukan pemilihan yang sesuai
dengan kondisi pasien. Dalam 4 obat AINS tersebut harus termasuk satu obat AINS dengan paruh
waktu panjang, satu dengan paruh waktu singkat dan minimal ditambah dua jenis obat AINS dari
kelas kimiawi yang lain.
Penilaian hasil terapi dengan obat AINS minimal membutuhkan 7 hari sebelum peningkatan
dosis sesuai yang dianjurkan. Selama waktu seminggu ini harus dipantau timbulnya efek samping
maupun adanya faktor resiko.
Hal berikut dapat dijadikan patokan penggunaan praktis. Pertama harus dimengerti bahwa
belum ada AINS yang ideal. Tidak semua AINS yang tersedia di pasar perlu digunakan. Pilih 4 AINS,
sesuai yang dikemukakan terdhulu dan pilih salah satu sesuai dengan kondisi pasien. Mulailah
dengan dosis kecil, tingkatkan bertahap sampai dosis maksimal yang dianjurkan. Bila respons tidak
memuaskan baru ganti dengan salah satu dari 4 AINS yang telah dikenal.

DAFTAR RUJUKAN
1. Gunawan GS. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta :Departemen Farmakologi dan
Terapeutik FKUI.Balai Penerbit FKUI; 2007. Hal. 239-46

2. Hedi R. Dewoto. Slide kuliah Mekanisme Kerja Obat Muskuloskeletal. 2008

Anda mungkin juga menyukai