STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. E
Usia : 47 tahun
Agama : Islam
Suku : Sunda
Pekerjaan : PNS
Keluhan Utama
3 hari SMRS, keluhan pasien makin berat seperti sering bangun di malam hari,
perasaan tertekan, sedih, ingin menangis, sakit leher, jantung berdebar, keluar keringat
dingin, nyeri ulu hati, letih- lesu, free floating feeling, tidak bisa konsentrasi, mules.
Karena semua ini pasien konsultasi ke psikiater.
a. Gangguan Psikiatrik
Pasien belum pernah mengalami gangguan yang sama sebelumnya
b. Gangguan Medik
Dalam batas normal
c. Gangguan Zat Psikoaktif
Pasien tidak pernah mengkonsumsi zat psikoaktif, alkohol dan
merokok.
Riwayat Kehidupan Pribadi
a. Riwayat Perkembangan Prenatal dan Perinatal
Pasien dilahirkan dalam keadaan yang sehat tidak ada trauma saat kehamilan
dan saat kehamilan ibu pasien tidak mengkonsumsi obat-obatan, pada saat
persalinan ibu pasien ditolong oleh bidan.
Riwayat Pendidikan
Pendidikan terakhir pasien sampai SMA.
Perkembangan kognitif
Pasien tidak memiliki gangguan belajar, prestasi belajar cukup baik.
Perkembangan motorik
Selama ini dirasa baik dan normal. Pasien mampu melakukan aktivitas dan
kegiatan sehari-hari dengan baik seperti makan, minum, toilet, dan kebersihan
diri.
Riwayat psikoseksual
Pasien mulai menyukai lawan jenis saat sudah mulai bekerja.
Riwayat pernikahan
Pasien 1x menikah, usia pernikahan 23 tahun dan sampai saat ini sudah
memiliki 2 anak.
Riwayat keagamaan
Pasien taat beribadah.
Riwayat aktivitas sosial
Pasien bergaul baik dengan tetanggasekitar
Riwayat hukum
Pasien tidak pernah bermasalah secara hukum.
f. Riwayat Keluarga
Pasien merupakan seorang Bidan Puskesmas yang keseharian mengurusi
administrasi puskesmas. Suami pasien sudah tidak bekerja. Anak pertama
(perempuan, 21) belum menikah, tinggal bersama orang tua. Anak kedua pasien
(perempuan, 16 tahun ) belum menikah dan sedang menjalani pendidikan SMA.
A. Deskripsi Umum
Penampilan
Pasien seorang perempuan, dengan tinggi 150 cm dan berat badan 60 kg.
Pasien berkulit sawo matang, berpakaian bersih dan cukup rapi. Gamis
berwarna coklat dan berkerudung hitam. Kuku terpotong rapi dan tidak kotor.
Cara berjalan pasien tampak biasa saja.
Pasien tampak agak gelisah. Roman muka pasien khawatir dan sedih. Kontak
ada. Rapport adekuat. Perhatian pasien kurang.
Pembicaraan (speech)
Gangguan berbicara : Tidak ada afasia, tidak ada disartria, tidak ada ekolalia.
B. Alam Perasaan
Mood : Sedih
Afek : Cemas, depresif
Kesesuaian : Sesuai
C. Gangguan Persepsi
Menyadari dirinya sakit dan butuh bantuan, namun tidak memahami penyebab
sakitnya.
IX. PROGNOSIS
X. PENATALAKSANAAN
Rawat jalan
Pengobatan:
1. Farmakoterapi
Sandepril 12,5 mg
Aprazolam 0,25 mg
(1 cap 0 0 )
Sandepril 25 mg
Clobazam 7,5 mg
(0 0 1 cap )
2. Terapi Psikoterapi
a. Memotivasi pasien agar minum obat teratur dan kontrol rutin
Dengan cara memberi tahu akibat yang terjadi apabila tidak rutin minum obat
Memberi dukungan dan perhatian kepada pasien dalam menghadapi masalah
serta memberikan dorongan agar lebih terbuka bila mempunyai masalah dan
jangan memperberat pikiran dalam menghadapi suatu masalah. Dengan cara
agar tidak memendam masalah sendiri, bahwa dengan bercerita dengan
keluarga akan membuat pasien lebih tenang dan kemungkinan kambuh kecil.
3. Terapi Kognitif
Menjelaskan pada pasien tentang penyakit dan gejala-gejalanya, menerangkan
tentang gejala penyakit yang timbul akibat cara berfikir, perasaan dan sikap
terhadap masalah yang dihadapi.
Apabila tedapat beban pikiran yang berlebihan pada pasien akan menimbulkan
kekambuhan gejala lagi, walaupun pasien diterapi obat. Hal ini pentingnya
pengetahuan pasien tentang keadaan pasien tersebut.
4. Terapi Sosial
Melibatkan pasien secara aktif dalam kegiatan terapi aktivitas kelompok di
lingkungan rumah agar ia dapat beraktivitas dan berinteraksi dengan
lingkungannya.
Proses terapi aktivitas kelompok pada dasarnya lebih kompleks dari pada
terapi individual, oleh karena itu untuk memimpinya memerlukan pengalaman
dalam psikoterapi individual. Dalam kelompok terapis akan kehilangan sebagian
otoritasnya dan menyerahkan kepada kelompok.
Terapis sebaiknya mengawali dengan mengusahakan terciptanya suasana yang
tingkat kecemasannya sesuai, sehingga pasien terdorong untuk membuka diri dan
tidak menimbulkan atau mengembalikan mekanisme pertahanan diri. Setiap
permulaan dari suatu terapi aktivitas kelompok yang baru merupakan saat yang
kritis karena prosedurnya merupakan suatu yang belum pernah dialami oleh
anggota kelompok dan mereka dihadapkan dengan orang lain.
Setalah pasien berkumpul, mereka duduk melingkar, terapis memulai dengan
memperkenalkan diri terlebih dahulu dan juga memperkenalkan co-terapis dan
kemudian mempersilahkan anggota untuk memperkenalkan diri secara bergilir,
bila ada anggota yang tidak mampu maka terapis memperkenalkannya. Terapis
kemudian menjelaskan maksud dan tujuan serta prosedur terapi kelompok dan
juga masalah yang akan di bicarakan dalam kelompok. Topik atau masalah dapat
ditentukan oleh terapis atau usul pasien. Ditetapkan bahwa anggota bebas
membicarakan apa saja, bebas mengkritik siapa saja termasuk terapis. Terapis
sebaiknya bersifat moderat dan menghindarkan kata-kata yang dapat diartikan
sebagai perintah.
Dalam prosesnya kalau terjadi blocking, terapis dapat membiarkan sementara.
Blocking yang terlalu lama dapat menimbulkan kecemasan yang meningkat oleh
karena terapisnya perlu mencarikan jalan keluar. Dari keadaan ini mungkin ada
indikasi bahwa ada beberapa pasien masih perlu mengikuti terapi individual. Bisa
juga terapis merangsang anggota yang banyak bicara agar mengajak temannya
yang kurang banyak bicara. Dapat juga co-terapis membantu mengatasi
kemacetan.
Kalau terjadi kekacauan, anggota yang menimbulkan terjadinya kekacauan
dikeluarkan dan terapi aktivitas kelompokn berjalan terus dengan memberikan
penjelasan kepada semua anggota kelompok. Setiap komentar atau permintaan
yang datang dari anggota diperhatikan dengan sungguh-sungguh. Terapis
bukanlah guru, penasehat, atau bukan pula wasit. Terapis lebih banyak pasif atau
katalisator. Terapis hendaknya menyadari bahwa tidak menghadapi individu dalam
suatu kelompok tetapi menghadapi kelompok yang terdiri dari individu-individu.
Diakhir terapi aktivitas kelompok, terapis menyimpulkan secara singkat
pembicaraan yang telah berlangsung / permasalahan dan solusi yang mungkin
dilakukan. Dilanjutkan kemudian dengan membuat perjanjian pada anggota untuk
pertemuan berikutnya.
5. Terapi Keluarga
Menjelaskan kepada keluarga pasien mengenai penyakit pasien, penyebabnya,
faktor pencetus, perjalanan penyakit dan rencana terapiserta memotivasi
keluargapasien untuk selalu mendorong pasien mengungkapkan perasaaan dan
pemikirannya.
Dikarenakan banyak keluarga pasien akibat stigma masyarakat, keluarga pasien
menjadi malu, sehingga keluarga kekurangan empati terhadap pasien sendiri. Hal
ini harus dicegah, dengan memberikan dukungan kepada keluarga, untuk
menyayangi pasien selayaknya keluarga yang sedang sakit dan butuh perhatian
keluarga untuk kesembuhannya.
6. Terapi Pekerjaan
Memanfaatkan waktu luang dengan melakukan hobi atau pekerjaan yang
bermanfaat. Kita tanyakan pasien, tanyakan pekerjaan dahulu dan pekerjaan yang
ditawari dari orang lain. Hal ini tentunya apabila insight of ilness pasien sudah
baik dan tidak ada gejala. Kita bantu untuk memulihkan pekerjaan yang tepat
sehingga pasien mempunyai aktifitas rutin sehari-hari layaknya orang normal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
GANGGUAN CAMPURAN ANXIETAS DAN DEPRESI (F. 41.2)
2.1 DEFINISI
Kecemasan adalah keadaan individu atau kelompok mengalami perasaan gelisah (penilaian
atau opini) dan aktivitas sistem saraf autonom dalam berespons terhadap ancaman yang tidak
jelas, nonspesifik. Kecemasan merupakan unsur kejiwaan yang menggambarkan perasaan,
keadaan emosional yang dimiliki seseorang pada saat menghadapi kenyataan atau kejadian
dalam hidupnya.1,2
Gangguan depresif merupakan suatu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan
dengan alam perasaan yang sedih dengan gejala penyerta termasuk perubahan pola tidur,
nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa, tak berdaya dan
gagasan bunuh diri.2
2. Otot tegang/kaku/pegal
6. Jantung berdebar-debar
8. Mulut kering
Sedangkan untuk gangguan depresif ditandai dengan suatu mood depresif, kehilangan minat
dan kegembiraan serta berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah
(rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas merupakan tiga
gejala utama depresi.3,4,5
Gejala lainnya dapat berupa :
Konsentrasi dan perhatian berkurang
Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
Tidur terganggu
Nafsu makan berkurang.
Gejala-gejala diatas dialami oleh pasien hampir setiap hari dan di nilai berdasarkan ungkapan
pribadi atau hasil pengamatan orang lain misalnya keluarga pasien. 3,4,5
2.3 DIAGNOSIS
Untuk diagnosis Gangguan Cemas Menyeluruh (DSM-IV halaman 435, 300.02) ditegakkan
bila terdapat kecemasan kronis yang lebih berat (berlangsung lebih dari 6 bulan; biasanya
tahunan dengan gejala bertambah dan kondisi melemah) dan termasuk gejala seperti respons
otonom (palpitasi, diare, ekstremitas lembab, berkeringat, sering buang air kecil), insomnia,
sulit berkonsentrasi, rasa lelah, sering menarik nafas, gemetaran, waspada berlebihan, atau
takut akan sesuatu yang akan terjadi.2,3, 4
Diagnosis gangguan cemas menyeluruh menurut PPDGJ-III ditegakkan berdasarkan :5
Penderita harus menunjukkan anxietas sebagai gejala primer yang berlangsung hampir
setiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa bulan, yang tidak terbatas atau hanya
menonjol pada keadaan situasi khusus tertentu saja (sifatnya free floating atau
mengambang).
1. Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung tanduk, sulit
berkonsentrasi, dsb)
2. Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai); dan
Kriteria diagnostik untuk gangguan depresi berat secara terpisah dari kriteria diagnostik
untuk diagnosis yang berhubungan dengan depresi ringan dan sedang serta depresi berulang.3
Pada PPDGJ III pedoman diagnostik gangguan depresi berat dibagi secara terpisah yaitu
gangguan depresi berat tanpa gejala psikotik dan gangguan depresi berat dengan gejala
psikotik. 3,4,5
Episode depresif berat tanpa gejala psikotik :
Semua gejala depresi harus ada : afek depresif, kehilangan minat dan kegembiraan
serta berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah.
Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya : konsentrasi dan perhatian
berkurang, harga diri dan kepercayaan diri berkurang, gagasan tentang rasa bersalah
dan tidak berguna, pandangan masa depan yang suram dan pesimis, gagasan atau
perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri, tidur terganggu, nafsu makan
berkurang.
Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor) yang mencolok,
maka mungkin pasien tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan banyak
gejalanya secara rinci. Dalam hal demikian, penilaian secara menyeluruh terhadap
episode depresif berat masih dapat dibenarkan.
Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu, akan
tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka masih dibenarkan untuk
menegakkan diagnosis dalam kurun waktu dari 2 minggu.
Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau
urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas. 3,4,5
Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik :
Episode depresif berat yang memenuhi kriteria diatas.
Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya melibatkan ide
tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam dan pasien merasa
bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi audiotorik atau olfaktorik biasanya berupa
suara yang menghina atau menuduh atau bau kotoran atau daging membusuk.
Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju stupor.
Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai waham atau
halusinasi yang serasi atau tidak serasi dengan afek (mood congruent). 3,4,5
Pedoman diagnostik
Bila ditemukan anxietas berat disertai depresi yang lebih ringan, harus dipertimbangkan
kategori gangguan anxietas lainnya atau gangguan anxietas fobik.
Bila ditemukan sindrom depresi dan anxietas yang cukup berat untuk menegakkan masing-
masing diagnosis, maka kedua diagnosis tersebut dikemukakan, dan diagnosis gangguan
campuran tidak dapat digunakan. Jika karena sesuatu hal hanya dapat dikemukakan satu
diagnosis maka gangguan depresif harus diutamakan.
Bila gejala-gejala tersebut berkaitan erat dengan stres kehidupan yang jelas, maka harus
digunakan kategori F43.2 gangguan penyesuaian.
2.4 PENATALAKSANAAN
Terapi pada Gangguan Kecemasan Menyeluruh pada umumnya dapat dilakukan dengan 2
cara yakni terapi psikologis (psikoterapi) atau terapi dengan obat-obatan (farmakoterapi).
Angka-angka keberhasilan terapi yang tinggi dilaporkan pada kasus-kasus dengan diagnosis
dini. Psikoterapi yang sederhana sangat efektif, khususnya dalam konteks hubungan pasien
dengan dokter yang baik, sehingga dapat membantu mengurangi farmakoterapi yang tidak
perlu.1,6, 8
Sedangkan pada gangguan depresif, pertimbangkan penggunaan obat-obatan maupun
psikoterapi. Anti depresan yang baru, venlafaksin XR, tampaknya cukup efektif dan aman
untuk pengobatan gangguan cemas menyeluruh. Gunakan benzodiazepin dengan tidak
berlebihan(diazepam, 5 mg per oral, 3-4 kali sehari atau 10 mg sebelum tidur) untuk jangka
pendek(beberapa minggu hingga beberapa bulan); biarkan penggunaan obat-obatan untuk
mengikuti perjalanan penyakitnya. Pertimbangkan pemberian buspiron untuk pengobatan
awal atau untuk pengobatan kronis (20-30 mg/hari dalam dosis terbagi). Pasien tertentu yang
telah terbiasa dengan efek cepat benzodiazepin akan merasakan kurangnya efektivitas
buspiron. Anti depresan trisiklik, SSRI, dan MAOI bermanfaat terhadap pasien-pasien
tertentu (terutama bagi mereka yang disertai dengan depresi). Sedangkan pasien dengan
gejala otonomik akan membaik dengan -bloker (misal, propanolol 80-160 mg/hari). 4, 8
Sedangkan bila diagnosa depresi sudah dibuat, maka perlu dinilai taraf hebatnya gejala
depresi dan besarnya kemungkinan bunuh diri. Hal ini ditanyakan dengan bijkasana dan
penderita sering merasa lega bila ia dapat mengeluarkan pikiran-pikiran bunuh diri kepada
orang yang memahami masalahnya, tetapi pada beberapa penderita ada yang tidak
memberitahukan keinginan bunuh dirinya kepada pemeriksa karena takut di cegah. Bila
sering terdapat pikiran-pikiran atau rancangan bunuh diri, maka sebaiknya penderita dirawat
di rumah sakit dengan pemberian terapi elektrokonvulsi di samping psikoterapi dan obat anti
depresan.4
Sebagian besar klinisi dan peneliti percaya bahwa kombinasi psikoterapi dan farmakoterapi
adalah pengobatan yang paling efektif untuk gangguan depresi berat. Tiga jenis psikoterapi
jangka pendek yaitu terapi kognitif, terapi interpersonal dan terapi perilaku, telah diteliti
tentang manfaatnya di dalam pengobatan gangguan depresi berat. Pada farmakoterapi
digunakan obat anti depresan, dimana anti depresan dibagi dalam beberapa golongan yaitu :
1. Golongan trisiklik, seperti : amitryptylin, imipramine, clomipramine dan opipramol.
2. Golongan tetrasiklik, seperti : maproptiline, mianserin dan amoxapine.
3. Golongan MAOI-Reversibel (RIMA, Reversibel Inhibitor of Mono Amine Oxsidase-A),
seperti : moclobemide.
4. Golongan atipikal, seperti : trazodone, tianeptine dan mirtazepine.
5. Golongan SSRI (Selective Serotonin Re-Uptake Inhibitor), seperti : sertraline, paroxetine,
fluvoxamine, fluxetine dan citalopram.
Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan onset efek primer (efek klinis) sekitar 2-4
minggu, efek sekunder (efek samping) sekitar 12-24 jam serta waktu paruh sekitar 12-48 jam
(pemberian 1-2 kali perhari). Ada lima proses dalam pengaturan dosis, yaitu :
1. Initiating Dosage (dosis anjuran), untuk mencapai dosis anjuran selama minggu I.
Misalnya amytriptylin 25 mg/hari pada hari I dan II, 50 mg/hari pada hari III dan IV, 100
mg/hari pada hari V dan VI.
2. Titrating Dosage (dosis optimal), dimulai pada dosis anjuran sampai dosis efektif
kemudian menjadi dosis optimal. Misalnya amytriptylin 150 mg/hari selama 7 sampai 15 hari
(miggu II), kemudian minggu III 200 mg/hari dan minggu IV 300 mg/hari.
3. Stabilizing Dosage (dosis stabil), dosis optimal dipertahankan selama 2-3 bulan. Misalnya
amytriptylin 300 mg/hari (dosis optimal) kemudian diturunkan sampai dosis pemeliharaan.
4. Maintining Dosage (dosis pemeliharaan), selama 3-6 bulan. Biasanya dosis pemeliharaan
dosis optimal. Misalnya amytriptylin 150 mg/hari.
5. Tapering Dosage (dosis penurunan), selama 1 bulan. Kebalikan dari initiating dosage.
Misalnya amytriptylin 150 mg/hari 100 mg/hari selama 1 minggu, 100 mg/hari 75 mg/hari
selama 1 minggu, 75 mg/hari 50 mg/hari selama 1 minggu, 50 mg/hari 25 mg/hari selama
1 minggu.
Dengan demikian obat anti depresan dapat diberhentikan total. Kalau kemudian sindrom
depresi kambuh lagi, proses dimulai lagi dari awal dan seterusnya.
Pada dosis pemeliharaan dianjurkan dosis tunggal pada malam hari (single dose one hour
before sleep), untuk golongan trisiklik dan tetrasiklik. Untuk golongan SSRI diberikandosis
tunggal pada pagi hari setelah sarapan. 4
Prognosis
Prognosis gangguan campuran anxietas dan depresi sukar untuk untuk diperkirakan. Nemun
demikian beberapa data menyatakan peristiwa kehidupan berhubungan dengan onset
gangguan ini. Terjadinya beberapa peristiwa kehidupan yang negatif secara jelas
meningkatkan kemungkinan akan terjadinya gangguan. Hal ini berkaitan pula dengan berat
ringannya gangguan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
1. Maria, Josetta. Cemas Normal atau Tidak Normal. Program Studi Psikologi. Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
2. Kaplan, H., Sadock, Benjamin. 1997. Gangguan Kecemasan dalam Sinopsis Psikiatri:
Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis Edisi ke-7 Jilid 2. Jakarta: Bina Rupa Aksara.
Hal. 1-15
3. Kaplan, Harold. I. 1998. Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat. Jakarta: Widya Medika. Hal. 145-
54
4. Tomb, D. A. 2000. Buku Saku Psikiatri Edisi 6. Jakarta : EGC. Hal. 96-110
5. Maslim, Rusdi. 2001. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III. Jakarta:
Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Unika Atmajaya. Hal. 72-75
10. Ashadi. Gangguan Campuran Anxietas dan Depresi. Updates 22 Mei 2008.
www.sidenreng.com
11. Maslim, Rusdi. 2007. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Jakarta: Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Unika Atmajaya. Hal. 12