PENDAHULUAN
Indonesia memiliki target pengurangan sampah yang meningkat dari tahun ke tahun.
Pada tahun 2016 ditargetkan 12% atau 7,8 ton sampah dapat dikurangi. Sedangkan pada tahun
2017 target pengurangan sampah menjadi 15% atau 9,9 juta ton sampah. Sumber sampah
terbanyak di Indonesia yakni sampah rumah tangga dengan persentase sebanyak 48%, disusul
oleh sampah pasar tradisional dengan persentase 24%.(Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kelautan, 2016) Di daerah perkotaan Provinsi Bali, seperti di Kota Denpasar volume sampah
diperkirakan mencapai 1.842 m3 perhari, bahkan dapat mencapai 3.368 m3 atau setara dengan
1.852 ton sampah basah atau 650 ton sampah padat kering siap pakai apabila ditambahkan
dengan pasokan sampah yang berasal dari Kabupaten Badung, Gianyar, dan Tabanan.(Partha,
2013)
Pengelolaan sampah di kabupaten-kabupaten yang terdapat di Provinsi Bali khususnya
di Kabupaten Bangli pada beberapa lokasi sudah dilakukan pemilahan sampah antara sampah
organik dan sampah non organik. Pemilahan tersebut sudah dilakukan oleh petugas dan
masyarakat dengan membedakan warna tempat sanpah sementara. Namun, sarana pendukung
pengolahan sampah di Kabupaten Bangli masih sangat rendah. Hal ini dapat dilihat dari jumlah
sarana pengangkut sampah yang masih sangat sedikit sehingga tidak dapat menjangkau atau
melayani pengangkutan sampah di seluruh Kabupaten Bangli. Pengolahan sampah rumah
tangga di Kabupaten Bangli dominan sampah rumah tangga yang dibuang ke lahan kosong,
kebun, atau hutan dan dibiarkan membusuk dengan persentase sekitar 35,2%, disusul dengan
membakar sampah dengan persentase 34,2%.(Pokja Bangli, 2013
Permasalahan lingkungan akibat sampah yang terjadi akan berdampak terhadap
penurunan kualitas lingkungan. Menurut Wibowo dan Darwin (2015:1) masalah lingkungan
akibat sampah sudah menjadi agenda permasalahan utama yang dihadapi oleh hampir seluruh
daerah di Indonesia. Di daerah Kintamani, masalah lingkungan akibat sampah sudah menjadi
masalah selama puluhan tahun, namun hingga sekarang masalah tersebut belum ditangani
dengan maksimal. Dari hasil pengamatan di wilayah kerja Puskesmas Kintamani I, masih
terdapat beberapa desa yang memiliki sarana yang sangat kurang dalam pengelolaan sampah,
desa tersebut diantaranya Desa Langgahan, Desa Lembean, dan Desa Bayung Cerik.
Keberhasilan dari pelaksanaan pengelolaan sampah yang maksimal tergantung pada kemauan
dan peran serta pemerintah daerah dan masyarakat. Kemauan ini dapat di mulai dari
pemahaman dan kesadaran akan pentingnya pengelolaan sampah sebagai salah satu cerminan
kebersihan. Permasalahan lingkungan terhadap sampah bisa diatasi apabila masyarakat dan
pemerintah daerah memahami dan memiliki kemauan dalam melaksanakan tugas dan
kewajiban untuk mengelola sampah dengan penuh tanggung jawab. Salah satu wujud peran
serta masyarakat sebagai pihak yang menghasilkan sampah dengan jumlah terbesar, dapat
dimulai dengan mengubah perilaku dan menjadikannya suatu kebiasaan dari hal terkecil yaitu
sampah rumah tangga.
Untuk mengetahui persepsi masyarakat mengenai sampah dan kebersihan serta sikap
masyarakat dalam pengelolaan sampah rumah tangga di Desa Langgahan, Lembean,
dan Bayung Cerik Kecamatan Kintamani
b. Untuk mengetahui bagaimana sikap dan pengelolaan sampah rumah tangga di Desa
Langgahan, Lembean, dan Bayung Cerik.
Dapat dijadikan informasi dan acuan untuk penelitian mengenai persepsi dan
kebersihan serta pengelolaan sampah di tempat lain.
Dapat dijadikan sebagai tolak ukur keberhasilan salah satu program Kesehatan
Lingkungan dan dapat dijadikan dasar untuk pengembangan program intervensi
selanjutnya.