Anda di halaman 1dari 54

BAB I

LAPORAN KASUS

Tanggal dan pukul masuk RSAY: 11 Maret 2014/ 11.10

I. Anamnesis
a. Identitas

Nama : Tn. Jidi

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 84 th

Agama : Islam

Suku : Jawa

Alamat : 15 A Metro

Pekerjaan : Petani

b. Riwayat Penyakit

Keluhan Utama
Luka pada tungkai kiri bawah pasca KLL

Keluhan tambahan

Riwayat Penyakit Sekarang


Sejak 1 jam SMRS pasien mengalami kecelakaan lalu lintas, pada saat
kejadian Os mengendarai sepedah motor dan ditabrak oleh pengedara
sepedah motor lain dari yang sama. Pada saat kecelakaan stang sepedah
motor pengendara lain mengenai bagian perut kanan bawah Os, sehingga
Os mengalami nyeri di daerah perut kanan bawah dan bagian kemaluan.

1
10 menit setelah mengalami kecelakaan pasien mengeluhkan mual sertah
muntah sebanyak 2 kali. Muntah berupa cairan berwarna putih bening
tidak disertai makanan. Pasien juga mengalami sakit pada kepala. Setalah
kejadian tersebut pasien dibawa ke UGD Rumah Sakit A. Yani.

Riwayat Penyakit Dahulu


Tidak pernah mengalami riwayat kecelakaan sebelumnya serta riwayat
penyakit lain disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada keluarga yang mempunyai riwayat yang sama ataupun penyakit
lainnya.

II. Pemeriksaan Fisik

a. Status Present

Keadaan Umum : Pasien Sakit Berat


Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Suhu : 36,5 C
Frekuensi Nadi : 84 x/ menit
Frekuensi Nafas : 20 x/ menit
Status Gizi :BB:60 kg TB: 158 cm BMI: 25

b. Status Generalis

Kepala
- Mata terlihat normal;
- Deformitas (-);
- Kerontokan rambut (-);

2
- Mata:
o Konjunctiva anemis (-)
o Sklera ikterik (-)
o Refleks pupil (+)
o isokor
- Mulut:
o Perdarahan gingiva (-)
Leher
- Tidak ada keluhan dan keanehan; JPV: 5-2

Thoraks Anterior

- Inspeksi : Normal, Simetris, Deformitas (-)


- Perkusi : Sonor di semua lapang paru
- Palpasi : Nyeri tekan (-), taktil fremitus simetris
- Auskultasi : Vesikuler +/+, wheezing -/-, ronkhi -/-

Jantung

- Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat;


- Palpasi : Thriil tidak teraba pada apeks jantung;
- Perkusi : Bj.kanan : garis parasternal dextra ics V;
Bj.kiri : garis midclavicula sinistra ics V;
Bj.atas : garis parasternal sinistra ics II;
- Auskultasi : BJ I-II normal, reguler, BJ tambahan (-);

Thoraks Posterior

- Inspeksi : Normal, Simetris, Deformitas (-);


- Perkusi : Taktil fremitus simetris, Suara paru sonor;
- Palpasi : Nyeri tekan (-), Teraba massa (-);
- Auskultasi : Vesikuler +/+, wheezing -/-, ronkhi -/-

Abdomen
- Inspeksi : Simetris, luka terbuka (-), memar (+),

3
- Auskultasi : Bising Usus (+) normal;
- Perkusi : Timpani;
- Palpasi : Nyeri tekan pada region umbilical (+), lumbal dextra (+),
inguinal dextra (+), dan hipogastrik (+); lien tak teraba, tak teraba
massa; nyeri lepas tekan (-).

Genitalia Eksterna
Tidak dilakukan pemeriksaan

Ektremitas
Superior : Tidak ada keluhan, deformitas (-), oedem (-).
Inferior : Tidak ada keluhan, deformitas (-), oedem (-).

III. Pemeriksaan Penunjang

Darah rutin
11/03/2014

Hemoglobin : 15.2 g/dL (L)


Hematokrit : 46.3 % (L)
LED :-
Eritrosit : 5.22 juta/mm3 (L)
Trombosit : 158 ribu/mm3 (L)
Leukosit : 7.2 ribu/mm3 (H)
Hitung jenis leukosit
Lymfosit : 10,3 ribu/mm3 (H)
Monosit : 3,4 ribu/mm3 (H)
Granulosit : 5,6 ribu/mm3 (H)
MCV : 89 m3 (H)
MCH : 29.2 pg
MCHC : 33.0g/ dL (L)

4
GDS : 172 mg/dL
Urin rutin
Ureum : 1.01 mg/dL
Kreatinin : 25 mg/dL
EKG : Terdapat gambaran ST depresi (lampiran).

Feses rutin
Tidak dilakukan pemeriksaan

Pemeriksaan Penunjang Lain

SADT
Hitung Jenis leukosit
Blast : 12%
Basofil : 0%
Eosinofil : 4%
Batang : 12%
Segmen : 12%
Limfosit : 35,9%
Monosit : 4.2%
Ck-Mb :<3

Resume
Os laki-laki datang dengan keluhan nyeri dada yang menjalar sampai ke
punggung, keluhan disertai sesak (+), mual (-), muntah (-), dan demam (-)
Hasil pemeriksaan fisik: Ekspresi tampak sakit sedang, hipertensi : 150/100
mmHg, pulmo dalam batas normal, cor dalam batas normal.
Hasil pemeriksaan laboratorium : Darah rutin (leukositosis (-), eritropenia (-),
anemia (-), trombositopenia (-); ck-mb < 3 mg/dl, EKG terdapat gambaran ST
depresi.

5
IV. Diagnosa Kerja
Unstable Angina Pectoris

V. Diagnosa Banding
Acute Miocard Infark
Stable Angina Pectoris
Hipertensi Heart Disease

VI. Rencana Tatalaksana


- Bed rest total
- Berikan sedasi ringan / anxyolitic
- Posisikan pasien setengah duduk
- Oksigenasi saturasi
- Infuse Dextrose 5% 20tpm
- ISDN 120mg sublingual 2x1
- Clopidogrel 300mg 1x1
- Aspilet 80mg 1x1
- Amlodipin IV

VII. Prognosis
Qua ad Vitam : Dubia ad bonam
Qua ad Fungtionam : Dubia ad malam
Qua ad Sanationam : Dubia ad bonam

6
BAB II

ANATOMI ABDOMEN

CAVUM ABDOMINALIS

Cavum abdominalis adalah rongga batang tubuh yang terdapat diantara


diaphragma dan apertura pelvis superior. Cavum abdominalis merupakan rongga yang
terbesar dari ketiga rongga tubuh yang terdiri atas cavum cranii, cavum thoracalis, dan
cavum pelvicum. Cavum abdominalis dibatasi oleh :

Kranial : diaphragma
Ventrolateral : otot dinding perut dan m. Illiacus
Dorsal : columna vertebralis
m. psoas major
m. psoas minor
m. quadratuslumborum
Kaudal : apertura pelvis superior mencakup pelvis major

Cavum abdominalis tidak sesuai dengan batas tulang yang membatasinya karena :
1. Diaphragma berbentuk kubah dan menjorok ke dalam cavum thoracalis sampai
setinggi costa V (di kanan) sedangkan di kiri kira kira 2,5 cm lebih rendah.
2. Dibagian kaudal cavum abdominalis juga menjorok sampai ke cavum pelvicum
dan mencakup pelvis major.

LAPISAN DINDING ABDOMEN


1. Stratum superficialis (lapisan dangkal)
a. Cutis
b. Subcutis (fascia abdominalis superficialis)
Lamina superficialis (fascia camperi)
Lamina profunda (fascia scarpae)
2. Stratum intermedius (lapisan tengah)

7
a. Fascia abdominalis
b. Otot otot dinding perut
c. Aponeurosis otot dinding perut
d. Tulang

3. Stratum profunda (lapisan dalam)


a. Fascia transversalis
b. Panniculus adiposus preperitonealis
c. Peritoneum parietale

OTOT OTOT DINDING PERUT


1. Musculi anterolaterales
a. mm. Obliqua (otot serong dinding anterior)
m. Obliqus externus abdominis
m. Obliqus internus abdominis
m. Transversus abdominis
b. mm. Recti (otot lurus dinding anterior)
m. Rectus abdominis
m. Pyramidalis
2. Musculi posteriores
a. m. psoas major
b. m. psoas minor
c. m.iliacus
Actio otot otot dinding perut :
1. Fixatio organa viscerales abdominales
2. Melakukan gerakan pada columna vertebralis, yaitu :
Anteflexio tubuh (m. Rectus abdominis)
Torsio batang tubuh (mm. Obliqus externus et internus abdominis)
3. Membantu akhir ekspirasi (mm. laterales)
4. Meningkatkan tekanan intra abdominal, misalnya pada pampat perut (buik-
persen)

8
VASKULARISASI DINDING ABDOMEN
Pembuluh Nadi
Dinding abdomen diperdarahi oleh :
1. Aa. Intercostales VII XII
2. Aa. Lumbales
3. A. Epigastrica superior
4. A. Epigastrica inferior
5. Aa. Inguinales superficiales
6. A. Circumflexa ilium profunda

Aa. Intercostales dipercabangkan dari aorta thoracalis, lalu berjalan di dalam


sulcus costae. Setelah keluar dari sulcus costae maka ke-6 Aa. Intercostales terletak
diantara m. Transversus abdominis an m. Obliqus internus abdominis. Aa. Intercostales
mempercabangkan :
a. Rr. Posterior aa. Intercostales untuk otot punggung
b. Rr. Laterales aa. Intercostales
c. Rr. Anterior aa. Intercostales, mengurus dan memasuki vagina m. Rectus
abdominis

Aa. Lumbales, biasanya empat pasang, dipercabangkan dari Aorta abdominalis


setinggi vertebrae lumbales I IV. Aa. Lumbales berjalan ke lateral pada corpora
vertebrae lumbales di sebelah dorsal truncus symphaticus.
A. epigastrica superior merupakan salah satu cabang akhir A. mammaria interna
(A. thoracica interna), dipercabangkan setinggi spatium intercostales VI. Setelah
meninggalkan cavum thoracis, A. epigastrica superior memasuki vagina m. Rectus
abdominis di sebelah dorsal cartilago costae VIII. Mula mula terletak dorsal terhadap
m. Rectus abdominis lalu menembus otot tersebut untuk beranastomosis dengan A.
epigastrica inferior.
A. epigastrica inferior (A. epigastrica profunda) dipercabangkan dari A. iliaca
externa tepat kranial ligamentum inguinale Pouparti, lalu berjalan ke arah ventral di

9
dalam jaringan subperitoneal. Selanjutnya A. epigastrica inferior berjalan miring ke
kranial di sepanjang tepi medial annulus inguinalis profundus.
Setelah menembus fascia transversalis, A. epigastrica inferior berjalan di sebelah ventral
linea semicircularis Douglasi ke arah kranial di antara m. Rectus abdominis dan lamina
posterior vagina m. Rectus abdominis. Kranial terhadap umbilicus, A. epigastrica
superior dan Aa. Intercostales.
A.epigastrica inferior mempercabangkan :
cremasterica (A. spermatica externa)
R. pubicus a. epigastrica inferior
Rr. Musculares

Pembuluh Balik Dinding Abdomen


1. Vv. Superfcialies (pembuluh balik dangkal).
Membentik anyaman pembuluh balik yang luas di jaringan subkutis lalu bermuara
ke dalam :
V. epigastrica superficialis, yang selanjutnya bermuara ke V. Femoralis
V. thoraco-epigastrica, bermuara ke dalam V. Axillaris
Disekita umbilikus terdapat pembuluh balik dangkal yang dinamakan Vv.
Paraumbilikalis Sappeyi dan berjalan disepanjang ligamentum teres hepatis mulai
dari umbilikus sampai ke dalam sisa V. Umbilikalis yang masih terbuka. Bila
terjadi bendungan pada V. Porta (misalnya pada hipertensi portal), Vv.
Paraumbilikalis Sappeyi mengalami varises dan membentuk gambaran yang
dinamakan Caput Medussae.
2. Vv. Profundi, biasanya mengikuti pembuluh nadinya

PERSARAFAN DINDING ABDOMEN


1. Nn. Thoracales VII XII
Rr.ventrales nn thoracales VII XII (Nn intercostales) berjalan diantara m.
Obliqus internus abdominis dan m. Transversus abdominis. Rr. Cutanei anteriores
dipercabangkan setelah menembus vagina M. Rectus abdominis, sedangkan RR
cutanei laterales dipercabangkan sekitar umbilikus.

10
Nn thoracales VII XII juga mempersarafi m. Rectus abdominis sehingga
kerusaka saraf tersebut dapat menimbulkan kelumpuhan m. Rectus abdominis.
Nn thoracalis VII mempersarafi kulit dinding abdomen setinggi proc. xiphoideus,
Nn thoracales VIII IX antara proc. xiphoideus dan umbilikus, N.thoracalis X
setingi umbilikus sedangkan N. Thoracalis XII mengurus pertengahan antara
umbilikus dan symphisis osseus pubis.
2. N. Lumbales I
N lumbalis I berjalan sejajar dengan Nn thoracales dan mempercabangkan :
N. iliohypogastricus
N. Iloinguinalis
Nn. Iliohypogastricus et ilioinguinales berjalan diantara m. Obliqusinternus
abdominis dan m. Transversus abdominis sampai spina iliaca anterior superior.
Kira kira 2,5 cm disebelah kranial annulus inguinalis superficialis, Nn.
Iliohypogastricus menembus aponeurosis otot serong dinding perut dan berubah
menjadi saraf kulit.
N. Iloinguinalis berjalan di kanalis inguinalis lal mempersarafi kulit disekitar
radix penis, bagian ventral scrotum dan kulit tungkai atas didekatnya.

N thoracalis XII (N subcostalis) dan N lumbalis I merupakan saraf yang paling


penting karena keduanya mempersarafi alat alat penting di bagian kaudal dinding
abdomen.
ORGAN PENCERNAAN

Berdasarkan letaknya, organ dalam abdomen terbagi menjadi dua, yaitu organ
intraperitoneal dan retroperioneal. Organ-organ intraperitoneal diantaranya lambung,
hepar, duodenum, pankreas, kolon, dan organ-organ saluran pencernaan yang lain.
Adapun organ yang terletak retroperitoneal seperti ginjal, aorta, dan vena kava inferior.

A. Esofagus (Pars Abdominalis)

Esofagus merupakan sebuah tabung otot yang dapat kolaps, panjangnya sekitar 10
inchi (25 cm), yang menghubungkan faring dengan gaster. Sebagian besar esofagus
terdapat di dalam thoraks. Esofagus masuk ke abdomen melalui lubang yang terdapat

11
pada crus dextrum diafragma. Setelah berjalan sekitar inci (1.25 cm), esofagus masuk
ke lambung di sebelah kanan garis tengah. Nervus vagus sinistra dan dextra masing-
masing terletak pada permukaan anterior dan posterior esophagus.2

B. Gaster
Gaster (lambung) merupakan bagian saluran pencernaan yang melebar. Lambung
terdiri dari bagian atas fundus yang berhubungan dengan esofagus melalui ostium
cardiacum. 2

Lambung terbagi menjadi beberapa regio, yaitu :

1. Fundus gastricum, bagian yang menonjol keatas terletak sebelah kiri dari ostium
cardium dan biasanya penuh berisi udara.
2. Korpus gastricum, terbentang dari ostium cardiacum sampai incisura angularis.
3. Incisura angularis, suatu lekukan yang selalu ada pada bagian bawah curvature
minor.
4. Antrum piloricum, bagian lambung berbentuk tubular mempunyai otot yang tebal
membentuk sphincter pylorus.
5. Curvatura minor, terdapat di sebelah kanan lambung, terbentang dari ostium
cardiacum sampai ke pylorus.
6. Curvatura major, lebih panjang dari curvatura minor, terbentang dari sisi kiri
ostium cardiacum sepanjang sisi kiri gaster sampai ke pylorus.

Gambar 1. Anatomi Gaster 3

12
Omentum menempel pada curvature minor dan curvatura mayor. Pada omentum
terdapat pembuluh darah dan system limfatik.

Perdarahan gaster secara eksklusif berasal dari percabangan arteri coeliaca.1


Truncus coeliacus kemudian bercabang menjadi beberapa arteri sebagai berikut.

1. Arteri gastrica sinistra


2. Arteri gastrica dextra
3. Arteri gastrica brevis
4. Arteri gastroomentalis sinistra
5. Arteri gastroomentalis dextra

Gambar 2. Perdarahan Gaster 4

Drainase vena menuju ke system porta. Vena gastrica sinistra dan dextra
bermuara langsung ke vena porta. Vena gastrica brevis dan vena gastroomentalis sinistra
bermuara ke vena lienalis. Vena gastroomentalis dextra bermuara ke vena mesenterica
superior.2

Gambar 3. Drainase Vena Gaster 4

13
Persarafan termasuk serabut-serabut simpatis yang berasal dari pleksus coeliacus
dan serabut- serabut parasimpatis dari nervus vagus dextra dan sinistra. Truncus vagalis
anterior yang dibentuk di dalam thorax, terutama berasal dari nervus vagus sinistra,
memasuki abdomen pada permukaan anterior esophagus. Kemudian bercabang-cabang
mempersarafi permukaan anterior gaster. 2

Truncus vagalis posterior, yang dibentuk di dalam thorax, terutama berasal dari
nervus vagus dextra, memasuki abdomen pada permukaan posterior esophagus.
Selanjutnya bercabang-cabang mempersarafi permukaan posterior gaster. 2

Gambar 4. Persarafan Gaster6

C. Intestinum Tenue (Usus Halus)

Intestinum tenue merupakan bagian yang terpanjang dari saluran pencernaan dan
terbentang dari pylorus pada gaster sampai ileocaecalis junction. Panjang intestinum
tenue kurang lebih 6 meter.5 Sebagian besar pencernaan dan absorbsi makanan
berlangsung di dalam intestinum tenue. Intestinum tenue terbagi atas 3 bagian:
duodenum, jejunum, ileum.2

C.1. Duodenum

Duodenum adalah bagian pertama dari usus halus. Memiliki panjang 25 cm dan
melengkung di sisi caput pancreas. Fungsi utama dari duodenum adalah absorbsi produk
pencernaan. Walaupun secara relatif tidak panjang, luas permukaan mukosa diperbesar
oleh lipatan-lipatan mukosa atau villi, yang terlihat secara mikroskopis.1 Duodenum

14
adalah organ penting karena merupakan tempat bermuara dari ductus choledochus dan
ductus pancreaticus.

Duodenum dibagi menjadi 4 bagian sebagai berikut.2

1. Pars superior duodenum


2. Pars descendens duodenum
3. Pars horizontalis duodenum
4. Pars ascendens duodenum

Setengah bagian atas duodenum diperdarahi oleh arteri pancreaticoduodenalis


superior, cabang arteri gastroduodenalis. Setengah bagian bawah diperdarahi oleh arteri
pancreaticoduodenalis inferior, cabang arteri mesenterica superior.

Drainase vena berasal dari vena pancreaticoduodenalis superior yang bermuara ke


vena porta dan vena pancreaticodeuodenalis inferior yang bermuara ke vena mesenterica
superior.

C.2..Jejunum dan Ileum

Jejunum dan ileum memiliki panjang 6 meter. Dua per lima bagian atas merupakan
jejunum. Lengkung-lengkung jejunum dan ileum dapat bergerak dengan bebas dan
melekat pada dinding posterior abdomen dengan perantaraan lipatan peritoneum yang
berbentuk kipas dan dikenal sebagai mesenterium.

Gambar 5. Anatomi Duodenum 7

15
Gambar 6. Vaskularisasi Duodenum8

Gambar 7. Drainase Vena Duodenum9

Pada orang hidup, jejunum dapat dibedakan dari ileum berdasarkan gambaran sebagai
berikut.2

1. Lengkung-lenkung jejunum terletak pada bagian atas cavitas peritonealis di


bawah sisi kiri mesocolon transverse; ileum terletak pada bagian bawah cavitas
peritonealis dan di dalam pelvis.
2. Jejunum lebih lebar , berdinding lebih tebal, dan lebih merah dibanding ileum.
3. Pembuluh darah mesenterium jejunum hanya membentuk satu atau dua arcade
dengan cabang-cabang panjang dan jarang yang berjalan ke dinding usus halus;

16
ileum menerima banyak pembuluh darah pendek yang berasal dari tiga atau empat
lebih arcade.
4. Pada ujung mesenterium jejunum, lemak disimpan dekat radix dan jarang
ditemukan di dekat dinding jejunum; pada ujung mesenterium ileum, lemak
disimpan di seluruh bagian sehingga lemak ditemukan mulai dari radix sampai
dinding ileum.
5. Kelompok jaringan limfoid (lempeng Peyer) terdapat pada tunica mucosa ileum
dan dapat dilihat dari luar pada dinding ileum.

Gambar 8. Perbedaan Vaskularisasi Jejunum-Ileum10

Pembuluh arteri yang memperdarahi jejunum dan ileum berasal dari cabang-
cabang arteri mesenterica superior. Pembuluh-pembuluh ini beranastomosis satu dengan
yang lain untuk membentuk serangkaian arcade.

Pembuluh vena sesuai dengan cabang-cabang arteri mesenterica superior dan


mengalirkan darahnya ke vena mesenterica superior.2

D. Intestinum Crassum (Usus Besar)

Intestinum crassum terbentang dari bagian akhir ileum sampai anus. Terbagi atas
caecum, appendix vermiformis, colon ascendens, colon transversum, colon descendens,

17
dan colon sigmoideum. Fungsi utama intestinum crassum adalah mengabsorbsi air dan
elektrolit dan menyimpan bahan yang tidak dicerna sampai dikeluarkan dari tubuh
sebagai feses.2

D.1.Caecum

Caecum adalah bagian intestinum crassum yang terletak di perbatasan ileum dan
intestinum crassum. Memiliki panjang 6 cm dan seluruhnya diliputi oleh peritoneum.
Pars terminalis ileum masuk ke intestinum crassum pada tempat pertemuan caecum
dengan colon ascendens. Lubangnya mempunyai dua katup membentuk papilla ilealis.

Papilla Ilealis merupakan struktur rudimenter, terdiri atas dua lipatan horizontal
tunica mucosa. Papilla ilelais dianggap tidak memiliki peran pada pencegahan refluks isi
caecum ke dalam ileum.5

Perdarahan berasal dari arteri caecalis anterior dan posterior , cabang dari arteri
ileocolica. Pembuluh darah vena mengikuti arteri yang sesuai dan mengalirkan darah ke
vena mesenterica superior.

D.2. Colon Ascendens

Memiliki panjang 13 cm dan terletak di kuadran kanan bawah. Terbentang ke atas


dari caecum sampai permukaan inferior lobus dextra hepar, lalu colon ascendens
membelok ke kiri, membentuk flexura coli dextra, dan melanjutkan diri sebagai colon
transversum.5

D.3. Colon Transversum

Memiliki panjang 38 cm dan berjalan menyilang abdomen, menempati region


umbilikalis. Colon transversum terbentang mulai dari flexura coli dextra di bawah lobus
dextra hepar dan tergantung ke bawah oleh mesocolon transversum dari pancreas.
Kemudian colon transversum berjalan ke atas sampai flexura coli sinistra di bawah lien.

Dua per tiga bagian proksimal colon transversum diperdarahi oleh arteri colica
media, cabang arteri mesenterica superior. Sepertiga bagian distal diperdarahi oleh arteri
colica sinistra, cabang arteri mesenterica inferior. Pembuluh vena mengikuti arteri yang
sesuai dan bermuara ke vena mesenterica superior dan vena mesenterica inferior.5

18
D.4. Colon Descendens

Memiliki panjang 25 cm dan terletak di kuadran kiri atas dan bawah. Berjalan ke
bawah dari flexura coli sinistra sampai pinggir pelvis, di sini melanjutkan diri menjadi
colon sigmoideum.

Perdarahan berasal dari arteri colica sinistra dan arteri sigmoideae yang
merupakan cabang arteri mesenterica inferior. Pembuluh darah vena mengikuti arteri
yang sesuai dan bermuara ke vena mesenterica inferior.5

Gambar 12 . Anatomi Usus Besar12

E. HEPAR

Hepar merupakan kelenjar terbesar didalam tubuh, menempati hampir seluruh


regio hypochondrica dextra, sebagian besar epigastrium dan seringkali meluas sampai ke
regio hypochondrica sinistra sejauh linea mammilaria.

19
Bentuknya seperti suatu pyramid bersisi tiga dengan basis menunjuk ke kanan
sedangkan apeks (puncak) nya ke kiri. Pada laki laki dewasa beratnya 1400 1600
gram, perempuan 1200 1400 gram.ukuran melintang (transversal) 20 22,5 cm,
vertikal 15 17,5 cm sedangkan ukuran dorsoventral yang paling besar adalah 10 - 12,5
cm.

PERMUKAAN HEPAR

1. Facies diaphragmatica (facies superior) hepar, ialah permukaan hepar yang


menghadap ke diaphragma, dibedakan atas empat bagian, yaitu pars :
Anterior (pars ventralis)
Superior
Posterior
Dextra
Di sisi kanan, pars anterior dipisahkan oleh diaphragma dari costae dan cartilago
costae VI-X, sedangkan di sisi kiri dari costae dan cartilago costae VII-VIII.
Seluruhnya tertutup oleh peritoneum, kecuali disepanjang perlekatannya dengan
ligamentum falciforme hepatis.
Bagian dari pars superior dekat jantung mempunyai cekungan yang dinamakan
impresio (fossa) cardiaca. Di sebelah kanan, pars posterior lebar dan tumpul
sedangkan di sebelah kiri tajam. Agak ke kanan bagian tengah terdapat sulcus venae
cavae (ditempati oleh vena cava inferior). Kira kira 2-3 cm ke sebelah kiri vena cava

20
inferior terdapat fissura ligamenta vensosi (ditempati oleh ligamentum venosum
arantii). Diantara keduanya terdapat lobus caudatus.
Di sebelah kanan vena cava inferior terdapat suatu daerah berbentuk segitiga yang
dinamakan impressio suprarenalis. Di sebelah kiri fissura ligamenti venosi terdapat
sulcus oesophagealis yang ditempati oleh antrum cardiacum oesophagei.
Pada pars dorsalis facies diaphragmaticae terdapat suatu bagian yang tidak tertutup
oleh peritoneum dan melekat pada diaphragma melalui jaringan ikat longgar. Bagian
tersebut dinamakan area nuda hepatis (bare area of the liver) yang dibatasi oleh partes
superior et inferior ligamenti coronaria hepatis. Pars dextra bersatu dengan ketiga
bagian lainnya dari facies diaphragmatica.
2. Facies visceralis (fascia inferior) hepar
Cekung dan menghadap ke dorsokaudal kiri, ditandai oleh adanya alur dan bekas
alat yang berhubungan dengan hepar. Facies visceralis tertutup peritoneum kecuali di
tempat vesica fellea. Alur alur memberikan gambaran seperti huruf H dan
dibentuk oleh :
a. Fossae sagitalis dextra et sinistra (kaki huruf H)
b. Porta hepatis (bagian yang melintang)

Fossa sagitalis sinistra (fisura longitudinalis) memisahkan lobus dextra dan lobus
sinistra hepatis. Porta hepatis memotong tegak lurus dan membaginya menjadi dua
bagian, yaitu fissura ligamenti teretis dan fossa duktus venosus.

Fisura ligamenti teretis merupakan bagian ventral, ditempati oleh ligamentum teres
hepatis (embriologi berasal dari V. umbilikalis) dan terdapat diantara lobus quadratus
dan lobus sinister hepatis.

Fossa ductus venosus terdapat dibagian dorsal diantara lobus caudatus an lobus
sinistra hepar. Ditempati oleh ligamentum venosum arantii (embriologik berasal dari
ductus venosus arantii).

Fossa sagitalis dextra dibagi oleh porta hepatis menjadi dua bagian, yaitu fossa
vesiva fellea (dibagian ventral, ditempati oleh vesika fellea) dan fossa vena cava
inferior (di bagian dorsal ditempati oleh ven cava inferior).

21
Porta hepatis (fissura transversa) panjangnya kira kira 5 cm, memisahkan lobus
quadratus disebelah ventral serta lobus caudatus dan proc. caudatus di dorsal. Porta
hepatis ditempati oleh:

Vena porta
Arteri hepatica
Ductus choledochus
Nervus hepaticus
Ductus lymphaticus

Vena porta, arteri hepatica dan ductus choledochus terbungkus oleh ligamentum
hepato-duodenale.

Biasanya hepar dianggap mempunyai dua lobi, yaitu lobus dextra dan lobus sinistra
hepar.

Lobus Dextra Hepatis

Lobus dextra 6 kali lebih besar daripada lobus sinistra hepatis dan menempati
regio hypocondrica dextra. Pada lobus dextra terdapat lobus quadratus dan lobus caudatus
Spigeli. Lobus quadratus terdapat diantara vesica fellea dan fissura ligamenti teretis,
batasnya adalah:

Ventral : margo inferior hepar yaitu bagian yang tipis, tajam dan ditandai oleh
adanya incisura ligamenti teretis.
Dorsal : porta hepatis
Kanan : fossa vesica fellea
Kiri : fissura ligamenti teretis

Lobus caudatus Spigeli terdapat pada facies dorsalis lobus hepatis dextra setinggi
vertebrae Th X-XI, batas batasnya :

Kaudal : porta hepatis


Kanan : fossa venae cava inferior
Kiri : fissura ligamenti venosi

22
Proc. caudatus adalah penonjolan yang menghubungkan lobus caudatus dan lobus
hepatis dextra, membentang miring ke arah lateral dari tepi distal lobus caudatus ke facies
visceralis lobus hepatis dextra disebelah dorsal porta hepatis.

Lobus Sinistra Hepatis

Lebih kecil dan lebih rata dari lobus dextra, terletak di regio epigastrica dan regio
hypochondrica sinistra.

Hepatic Triad

Ductus choledochus, arteri hepatica dan vena porta yang terbungkus di dalam
ligamentum hepato-duodenale di sebelah ventral foramen epiploicum Winslowi
membentuk suatu triad (tiga serangkai) yang dinamakan hepatic triad, dengan susunan
sebagai berikut :

Ductus choledochus
Vena porta
Arteri hepatica

LIGAMENTUM HEPATICAE

1. Merupakan lipatan peritoneum :


Ligamentum falciforme hepatis
Ligamentum coronaria hepatis
Ligamentum triangulare dextra
Ligamentum triangulare sinistra

2. Peninggalan embrional : ligamentum teres hepatis (dari vena umbilicalis)


Ligamentum falciforme hepatis dibentuk oleh dua lembaran peritoneum yang
menjadi satu ligamentum coronaria hepatis terdiri dari atas dua lembar, lembar
dibagian dorsal berjalan ke ren dan glandula suprarenalis dextra sehingga dinamakan
ligamentum hepato-renalis.
Ligamentum triangulare dextra (ligamentum lateralis dextra) dibentuk oleh kedua
lembaran ligamentum coronaria hepatis. Ligamentum triangulare sinistra (ligamentum

23
lateralis sinistra) di sebelah kiri berakhir sebagai suatu ikat fibrosa yang kuat yang
dinamakan appendix fibrosa hepatis.
Diantara hepar dan curvatura minor terdapat ligamnetum hepato-gastricum
sedangkan dengan duodenum dihubungkan oleh ligamentum hepato-duodenale.

Hepar difiksasi oleh :


Ligamentum coronaria hepatis
Ligamentum triangulare hepatis
Vena cava inferior

Vascularisasi hepar, yaitu :

Arteri hepatica
Vena porta
Vv. hepaticae

Dalam perjalanannya ke dalam parenkim hepar A. Hepatica dan V. Porta terbungkus


didalam capsula fibrosa Glissoni.

Sedangkan persarafan hepar berasal dari :

Nn. Vagi dextra et sinistra


Plexus symphaticus coeliacus

Apparatus excretorius hepar adalah salurang yang berhubungan dengan penyaluran


sekresi yang dihasilkan oleh hepar, terdiri atas :

Ductus hepaticus
Vesica fellea
Ductus cysticus
Ductus choledochus

Ductus hepaticus dibentuk oleh ductus hepaticus dextra dan ductus hepaticus sinistra,
masing masing berasal dari lobus hepatis dextra dan lobus hepatis sinistra. Bersama
sama dengan ductus cysticus, ductus hepaticus membentuk ductus choleduchus.

24
F. LIEN

Lien Terletak di kuadran kiri atas dorsal abdomen, setinggi costa IX-X sinistra
region hypochondriaca sinistra. Bentuk: piramis 3 sisi (facies).

Ukurannya sekepal tangan dan berwarna merah kebiruan


Panjang: 10-12 cm
Lebar: 6-8 cm
Tebal 3-4cm
Berat: 75-100 gram
Terdiri dari beberapa fasies yaitu Facies diafragmatika, yaitu facies yang
mengarah ke sisi kranial, ke arah diafragma dengan permukaan yang cembung. Facies
gastrika, terletak pada sisi cranial. Facies renalis, terletak pada sisi caudo dorsal. Facies
colica, terletak disebelah caudo ventral.

Perdarahan lien berasal dari arteri lienalis yang Berkelok-kelok di sepanjang tepi
pankreas kemudian bercabang menjadi 6 pembuluh darah, masuk ke hilus lienalis.
Pembuluh vena Terdapat m.sphincter yang jika berkontakrsi akan mengalirkan darah ke
pulpa merah, V. lienalis berjalan meninggalakn hillus berjalan ke posterior corpus
pancreatis dan cauda pankreatis kemudian Bersatu dengan v. mesenterica superior dan
bermuara ke v. porta hepatica.

G. PANKREAS

25
Pankreas merupakan suatu organ berupa kelenjar dengan panjang dan tebal sekitar
12,5 cm dan tebal + 2,5 cm (pada manusia). Pankreas terbentang dari atas sampai ke
lengkungan besar dari perut dan biasanya dihubungkan oleh dua saluran ke duodenum
(usus 12 jari), terletak pada dinding posterior abdomen di belakang peritoneum sehingga
termasuk organ retroperitonial kecuali bagian kecil caudanya yang terletak dalam
ligamentum lienorenalis. Strukturnya lunak dan berlobulus.

1. Bagian Pankreas
Pankreas dapat dibagi ke dalam:
a. Caput Pancreatis, berbentuk seperti cakram dan terletak di dalam bagian
cekung duodenum. Sebagian caput meluas di kiri di belakang arteri dan
vena mesenterica superior serta dinamakan Processus Uncinatus.
b. Collum Pancreatis merupakan bagian pancreas yang mengecil dan
menghubungkan caput dan corpus pancreatis. Collum pancreatis terletak
di depan pangkal vena portae hepatis dan tempat dipercabangkannya
arteria mesenterica superior dari aorta.
c. Corpus Pancreatis berjalan ke atas dan kiri, menyilang garis tengah. Pada
5
potongan melintang sedikit berbentuk segitiga.
d. Cauda Pancreatis berjalan ke depan menuju ligamentum lienorenalis dan
mengadakan hubungan dengan hilum lienale.

2. Hubungan
a. Ke anterior: Dari kanan ke kiri: colon transversum dan perlekatan mesocolon
transversum, bursa omentalis, dan gaster.
4
b. Ke posterior: Dari kanan ke kiri: ductus choledochus, vena portae hepatis dan
vena lienalis, vena cava inferior, aorta, pangkal arteria mesenterica superior,
musculus psoas major sinistra, glandula suprarenalis sinistra, ren sinister, dan
hilum lienale.

3. Vaskularisasi
a. Arteriae

26
A.pancreaticoduodenalis superior (cabang A.gastroduodenalis )
A.pancreaticoduodenalis inferior (cabang A.mesenterica cranialis)
A.pancreatica magna dan A.pancretica caudalis dan inferior cabang
A.lienalis
6
b. Venae
Venae yang sesuai dengan arteriaenya mengalirkan darah ke sistem porta.

4. Aliran Limfatik
Kelenjar limfe terletak di sepanjang arteria yang mendarahi kelenjar. Pembuluh
eferen akhirnya mengalirkan cairan limfe ke nodi limfe coeliaci dan mesenterica
superiores.
5. Inervasi
Berasal dari serabut-serabut saraf simpatis (ganglion seliaca) dan parasimpatis
(vagus).
6. Ductus Pancreaticus
a. Ductus Pancreaticus Mayor (Wirsungi)
Mulai dari cauda dan berjalan di sepanjang kelenjar menuju ke caput, menerima
banyak cabang pada perjalanannya. Ductus ini bermuara ke pars desendens
duodenum di sekitar pertengahannya bergabung dengan ductus choledochus
membentuk papilla duodeni mayor Vateri. Kadang-kadang muara ductus
pancreaticus di duodenum terpisah dari ductus choledochus.
b. Ductus Pancreaticus Minor (Santorini)
Mengalirkan getah pancreas dari bagian atas caput pancreas dan kemudian
bermuara ke duodenum sedikit di atas muara ductus pancreaticus pada papilla
duodeni minor.

c. Ductus Choleochus et Ductus Pancreaticus


Ductus choledochus bersama dengan ductus pancreaticus bermuara ke dalam suatu
rongga, yaitu ampulla hepatopancreatica (pada kuda). Ampulla ini terdapat di
dalam suatu tonjolan tunica mukosa duodenum, yaitu papilla duodeni major. Pada
ujung papilla itu terdapat muara ampulla. (Richard S. Snell, 2000)

27
7

Ductus Pancreaticus pada Pankreas

A. Histologi Pankreas
Pankreas berperan sebagai kelenjar eksokrin dan endokrin. Kedua fungsi tersebut
dilakukan oleh sel-sel yang berbeda.

1. Bagian Eksokrin
Pankreas dapat digolongkan sebagai kelenjar besar, berlobulus, dan merupakan
tubuloasinosa kompleks. Asinus berbentuk tubular, dikelilingi lamina basal dan terdiri
atas 5-8 sel berbentuk piramid yang tersusun mengelilingi lumen sempit. Tidak terdapat
sel mioepitel. Di antara asini, terdapat jaringan ikat halus mengandung pembuluh darah,
pembuluh limfe, saraf dan saluran keluar.

28
8
7
GAMBAR 3. Sel-sel Asinar pada Pankreas

2. Bagian Endokrin
Bagian endokrin pankreas, yaitu Pulau Langerhans, tersebar di seluruh pankreas
dan tampak sebagai massa bundar, tidak teratur, terdiri atas sel pucat dengan banyak
pembuluh darah yang berukuran 76175 mm dan berdiameter 20 sampai 300 mikron
tersebar di seluruh pankreas, walaupun lebih banyak ditemukan di ekor daripada kepala
dan badan pankreas.(Derek Punsalam, 2009). Pulau ini dipisahkan oleh jaringan retikular
tipis dari jaringan eksokrin di sekitarnya dengan sedikit serat-serat retikulin di dalam
pulau.(Anonymous, 2009). Sel-sel ini membentuk sekitar 1% dari total jaringan
pankreas.(John Gibson, 1981)
Pada manusia, pulau Langerhans terdapat sekitar 1-2 juta pulau. Masing-masing
memiliki pasokan darah yang besar. Darah dari pulau Langerhans mengalir ke vena
hepatika. Sel-sel dalam pulau dapat dibagi menjadi beberapa jenis bergantung pada sifat
pewarnaan dan morfologinya.( Derek Punsalam, 2009)
Dengan pewarnaan khusus, ssel-sel pulau Langerhans terdiri dari empat macam:
1. Sel Alfa, sebagai penghasil hormon glukagon. Terletak di tepi pulau,
mengandung gelembung sekretoris dengan ukuran 250nm, dan batas inti kadang
tidak teratur.
2. Sel Beta, sebagai penghasil hormon insulin. Sel ini merupakan sel terbanyak dan
membentuk 60-70% sel dalam pulau. Sel beta terletak di bagian lebih dalam atau
lebih di pusat pulau, mengandung kristaloid romboid atau poligonal di tengah,
dan mitokondria kecil bundar dan banyak.

29
3. Sel Delta, mensekresikan hormon somatostatin. Terletak di bagian mana saja dari
pulau, umumnya berdekatan dengan sel A, dan mengandung gelembung
sekretoris ukuran 300-350 nm dengan granula homogen.
9
4. Sel F, mensekresikan polipeptida pankreas. Pulau yang kaya akan sel7F berasal
dari tonjolan pankreas ventral.(Anonymous, 2009)

Gambar 4. Sel-sel pulau Langerhans

G. GINJAL

Topografi
Berbentuk seperti kacang yang merupakan organ retroperitoneal dan terletak pada
jaringan ikat ekstraperitoneal yang berada pada lateral kolumna vertebra.
Dalam keadaan berbaring ginjal terletak di T12 (bagian superiornya), hingga L3
(bagian inferiornya). Ginjal kanan terletak lebih rendah dibanding kiri yakni rusuk
ke 12, sedangkan ginjal kiri terletak sejajar dengan rusuk ke 11 dan berbentuk
lebih panjang, lebih kecil dan lebih dekat dengan midline di banding yang kanan.

30
Ginjal dan struktur-struktur yang berada di sekelilingnya

Bagian anteriornya besinggungan dengan banyak organ:


- Superior: terdapat superior pole yang ditutupi oleh kelenjar
adrenal/suprarenalis, lambung, dan limfa.
- Medial: terdapat hilum, bersinggungan dengan bagian desenden
duodenum.
- Inferoanterior: berbatasan dengan peritonium.
- Inferior: terdapat inferior pole yang bersinggungan dengan right colic
flexure dan jejunum.

Anterior ginjal dan struktur-struktur yang berada di sekitarnya

31
Bagian posteriornya bersinggungan dengan:
- Superior: diafragma
- Lateral-Medial: otot psoas mayor, kuadratus lumborum, dan transversus
abdominalis.
- Posterior: kantung pleura (pada costodiaphragma recesses), pembuluh-
pembuluh dan saraf-saraf subkosta juga saraf ilio-inguinal.

Ginjal terletak secara retroperitoneal pada bagian dinding abdomen posterior, pada level
T12 sampai L3 Vertebrae.

Struktur External:

1. renal capsule, menyediakan barrier melawan terhadap penyebaran infeksi.


2. renal sinus, merupakan ruang dari ginjal, membuka secara medial pada hilus.
Mengandung beberapa struktur penting yang masuk dan meninggalkan ginjal,
seperti: Renal artery mensuplai renal segment. Renal vein meninggalkan ginjal
pada renal hilus. Renal pelvis ujung dari ureter. Parirenal fat mengisi ruang
diantara renal sinus.

32
Struktur Internal:

1. Karakteristik nephron:

a. Renal corpuscle (Bowmans capsule). Terletak di cortex.


b. Proximal tubule, terletak di cortex.
c. Distal tubule, dalam cortex.
d. Collecting ducts.
2. Divisi. Parenchym ginjal terbagi menjadi dua bagian:

a. Cortex dan medulla.

3. Subdivisi. Ginjal terbagi menjadi lobus atau pyramid:

a. Beberapa renal pyramid.


b. Beberapa renal papilla.
4. Collecting system :

Minor calyces dan Major calyces.

33
Anterior ginjal dan struktur-struktur yang berada di sekitarnya

Vaskularisasi Ginjal

Renal arteries berada pada level dari IV disk diantara L1 dan L2 vertebrae. Renal
artery kanan yang lebih panjang berjalan posterior dari IVC. Secara khusus, setiap arteri
terbagi saat dekat hilum menjadi 5 segmental arteries. Segmental arteries didistribusi ke
segmen-segmen dari ginjal. Renal vein berada di anterior dari renal arteri, dan renail vein
kiri yang lebih panjang berjalan anterior dari aorta. Setiap renal vein mengalir/ bermuara
ke IVC.

34
Lymphatic Vessel Pada Ginjal

Mengikuti renal vein dan bermuara ke lumbar lymph nodes. Lymphatic vessel
dari bagian tengah dari ureter biasanya mengalir / bermuara ke common iliac lymph
nodes. Bagian Inferior bermuara ke common, external, atau internal iliac lymph node.

Nerves Ginjal

Nerve pada ginjal muncul dari renal plexus dan mengandung simpatis, parasimpatis dan
visceral afferent fiber rasa nyeri ( T11 sampai L1 atau L2). Renal plexus disuplai oleh
fiber dari thoracic splanchnic nerves.

Arteri renalis akan masuk melalui hilum dan bercabang menjadi bagian anterior
dan posterior (yang akan mensuplai parenkim ginjal).
Beberapa arteri ekstrahilar terdapat pada beberapa individu yang langsung berasal
dari aorta.

35
Aliran pembuluh darah balik berasal dari multiple renal vein yang berasal dari
ginjal menuju vena renalis kanan ataupun kiri yang melewati aorta dan posterior
arteri mesenterik superior (yang dapat tertekan saat terjadi aneurisma).
Multiple renal veins vena renalis kanan/kiri IVC

Vaskularisasi ginjal

BAB III

36
TRAUMA TUMPUL ABDOMEN

Trauma tumpul abdomen paling sering mengakibatkan cedera pada lien (40-
45%), kemudian diikuti cedera pada hepar(35-45%) dan usus halus (5-10%). Sebagai
tambahan 15% mengalami hematoma retroperitoneal.

Beberapa mekanisme patofisiologi dapat menjelaskan trauma tumpul


abdomen. Secara garis besar trauma tumpul abdomen (non penetrtaing trauma) dibagi
menjadi 3 yaitu :

1. Trauma kompresi
Trauma kompresi terjadi bila bagian depan dari badan berhenti bergerak,
sedangkan bagian belakang dan bagian dalam tetap bergerak ke depan. Organ-organ
terjepit dari belakang oleh bagian belakang thorakoabdominal dan kolumna vetebralis
dan di depan oleh struktur yang terjepit. Trauma abdomen menggambarkan variasi
khusus mekanisme trauma dan menekankan prinsip yang menyatakan bahwa keadaan
jaringan pada saat pemindahan energi mempengaruhi kerusakan jaringan. Pada
tabrakan, maka penderita akan secara refleks menarik napas dan menahannya dengan
menutup glotis. Kompresi abdominal mengkibatkan peningkatan tekanan
intrabdominal dan dapat menyebabkan ruptur diafragma dan translokasi organ-organ
abdomen ke dalam rongga thorax. Transient hepatic kongestion dengan darah sebagai
akibat tindakan valsava mendadak diikuti kompresi abdomen ini dapat menyebabkan
pecahnya hati. Keadaan serupa dapat terjadi pada usus halus bila ada usus halus yang
closed loop terjepit antra tulang belakang dan sabuk pengaman yang salah
memakainya.

2. Trauma sabuk pengaman (seat belt)


Sabuk pengaman tiga titik jika digunakan dengan baik, mengurangi
kematian 65%-70% dan mengurangi trauma berat sampai 10 kali. Bila tidak dipakai
dengan benar, sabuk pengaman dapat menimbulkan trauma. Agar berfungsi dengan
baik, sabuk pengamna harus dipakai di bawah spina iliaka anterior superior, dan di
atas femur, tidak boleh mengendur saat tabrakan dan harus mengikat penumpang
dengan baik. Bila dipakai terlalu tinggi (di atas SIAS) maka hepar, lien, pankreas,
usus halus, diodenum, dan ginjal akan terjepit di antara sabuk pengaman dan tulang

37
belakang, dan timbul burst injury atau laserasi. Hiperfleksi vetebra lumbalis akibat
sabuk yangterlalu tinggi mengakibatkan fraktur kompresi anterior dan vetebra lumbal.

3. Cedera akselerasi / deselerasi.


Trauma deselerasi terjadi bila bagian yang menstabilasi organ, seperti
pedikel ginjal, ligamentum teres berhenti bergerak, sedangkan organ yang
distabilisasi tetap bergerak. Shear force terjadi bila pergerakan ini terus berlanjut,
contoh pada ginjal dan limpa denga pedikelnya, pada hati terjadi laserasi hati bagian
sentral, terjadi jika deselerasi lobus kanan dan kiri sekitar ligamentum teres.

2.3. Riwayat trauma

Secara umum, jangan menanyakan riwayat lengkap hingga cidera yang


mengancam nyawa teridentifikasi dan mendapatkan penatalaksanaan yang sesuai.
AMPLE sering digunakan untuk mengingat kunci dari anamnesis, yaitu Allergies,
Medications, Past medical history, Last meal or other intake, Events leading to
presentation.

Riwayat trauma sangat penting untuk menilai penderita yang cedera dalam
tabrakan kendaraan bermotor. Keterangan ini dapat diberikan oleh penderita, penumpang
lain, polisi atau petugas medis gawat darurat di lapangan. Keterangan mengenai tanda-
tanda vital, cedera yang kelihatan, dan respon terhadap perawatan pre-hospital juga harus
diberikan oleh para petugas yang memberikan perawatan pre-hospital. Pada trauma
tumpul abdomen terutama yang merupakan akibat dari kecelakaan lalu lintas, petugas
medis harus menanyakan hal-hal sebagai berikut :

- fatalitas dari kejadian ?


- tipe kendaraan dan kecepatan ?
- apakah kendaraan terguling ?
- bagaimana kondisi penumpang lainnya ?
- lokasi pasien dalam kendaraan ?
- tingkat keparahan rusaknya kendaraan ?
- deformitas setir ?
- apakah korban menggunakan sabuk pengaman? Tipe sabuk pengaman?

38
- apakah airbag di samping dan depan korban berfungsi ketika kejadian?
- apakah ada riwayat pengunaan alkohol dan obat-obatan sebelumnya?

Parahnya cedera pada pejalan kaki bervariasi tergantung pada kecepatan dan
ukuran kendaraan yang menabraknya. Tinggi bemper versus ketinggian penderita
merupakan faktor kritis dalam trauma. Pada orang dewasa dengan posisi berdiri, benturan
awal dengan bemper biasanya mengenai tungkai dan pelvis. Trauma lutut terjadi sama
seringnya dengan seperti trauma pelvis. Anak-anak lebih mungkin terkena truma dada
dan abdomen. Pejalan kaki sering mengalami trias cedera yaitu kaki, batang tubuh, dan
cranium, sebagai akibat dari mekanisme trauma yaitu benturan bemper, benturan kaca
depan dan kap mobil, serta benturan kepala dengan tanah. Cedera pada salah satu bagian
ini memerlukan evaluasi yang lebih segera dibandingkan cedera pada bagian tubuh lain.

Riwayat dan kronologis kejadian memang penting, tapi mekanisme sendiri tidak
bisa menentukan apakah diperlukan laparotomi emergency atau tidak. Mekanisme dan
kronologis kejadian harus disertai dengan data lain seperti vital sign prehospital,
pemeriksaan fisik, tes diagnostik, dan kondisi kesehatan yang mendasari.

2.4. Evaluasi primer dan penatalaksanaan

Initial resuscitation dan penatalaksanaan pasien trauma berdasarkan pada


protokol Advanced Trauma Life Support. Penilaian awal (Primary survey) mengikuti
pola ABCDE, yaitu Airway, Breathing, Circulation, Disability (status neurologis), dan
Exposure.

A. Intial assesment
Trauma tumpul abdomen akan muncul dalam manifestasi yang sangat bervariasi,
mulai dari pasien dengan vital sign normal dan keluhan minor hingga pasien dengan
shock berat. Bisa saja pasien datang dengan gejala awal yang ringan walaupun
sebenarnya terdapat cedera intraabdominal yang parah. Jika didapati bukti cedera
extraabdominal, harus dicurigai adanya cedera intraabdominal, walaupun hemodinamik
pasien stabil dan tidak ada keluhan abdominal. Pada pasien dengan hemodinamik yang
tidak stabil, resusitasi dan penilaian harus dilakukan segera. Pemeriksaan fisik abdomen

39
harus dilakukan secara teliti dan sistematis, dengan urutan inspeksi, auskultasi, perkusi,
dan palpasi. Penemuannya positif dan negatif harus dicatat dengan teliti dalam rekam
medik.

1. Inspeksi
Baju penderita harus dibuka semua untuk memudahkan penilaian. Bila
dipasang pakaian Pneumatic Anti Shock Garment dan hemodinamik penderita stabil,
segmen abdominal dikempeskan sambil tekanan darah penderita dipantau dengan
teliti. Penurunan tekanan darah sistolik lebih adari 5 mmHG adalah tanda untuk
menambah resusitasi cairan sebelum meneruskan pengempesan (deflasi). Perut depan
dan belakang, dan juga bagian bawah dada dan perineum, harus diperiksa apakah ada
goresan, robekan, ekomosis, luka tembus, benda asing yang tertancap, keluarnya
omentum atau usus kecil, dan status hamil. Seat belt sign, dengan tanda konstitusi
atau abrasi pada abdomen bagian bawah, biasanya sangat berhubungan dengan cedera
intraperitoneal. Adanya distensi abdominal, yang biasanya berhubungan dengan
pneumoperitoneum, dilatasi gaster, atau ileus sebagai akibat dari iritasi peritoneal
merupakan hal penting yang harus diperhatikan. Adanya kebiruan yang melibatkan
region flank, punggung bagian bawah (Grey Turner sign) menandakan adanya
perdarahan retroperitoneal yang melibatkan pankreas, ginjal, atau fraktur pelvis.
Kebiruan di sekitar umbilicus (Cullen sign) menandakan adanya perdarahan
peritoneal biasanya selalu melibatkan perdarahan pankreas, akan tetapi tanda-tanda
ini biasanya baru didapati setelah beberapa jam atau hari. Fraktur costa yang
melibatkan dada bagian bawah, biasanya berhubungan dengan cedera lien atau liver.

2. Auskultasi
Melalui auskultasi ditentukan apakah bising usus ada atau tidak.
Penurunan suara usus dapat berasal dari adanya peritonitis kimiawi karena perdarahan
atau ruptur organ berongga. Cedera pada struktur berdekatan seperti tulang iga, tulang
belakang atau tulang panggul juga dapat mengakibatkan ileus meskipun tidak ada
cedera intraabdominal, sehingga tidak adanya bunyi usus bukan berarti pasti ada

40
cedera intrabdominal. Adanya suara usus pada thorax menandakan adanya cedera
pada diafragma.

3. Perkusi
Manuver ini menyebabkan pergerakan peritoneum, dan dapat
menunjukkan adanya peritonitis yang masih meragukan. Perkusi juga dapat
menunjukkan adanya bunyi timpani di kuadran atas akibat dari dilatasi lambung akut
atau bunyi redup bila ada hemoperitoneum.

4. Palpasi
Kecenderungan untuk mengeraskan dinding abdomen (voluntary guarding) dapat
menyulitkan pemeriksaan abdomen. Sebaliknya defans muskuler (involuntary guarding)
adalah tanda yang andal dari iritasi peritoneum. Tujuan palpasi adalah untuk
mendapatkan apakah didapati nyeri serta menentukan lokasi nyeri tekan superficial, nyeri
tekan dalam, atau nyeri lepas tekan. Nyeri lepas tekan biasanya menandakan adanya
peritonitis yang timbul akibat adanya darah atau isi usus. Pada truma tumpul abdomen
perlu juga disertai kecurigaan adanya fraktur pelvis. Untuk menilai stabilitas pelvis, yaitu
dengan cara menekankan tangan pada tulang-tualng iliaka untuk membangkitkan gerakan
abnormal atau nyeri tulang yang menandakan adanya fraktur pelvis.

Walaupun melalui pemeriksaan fisik dapat dideteksi cedera intraperitoneal,


keakuratan pemeriksaan fisik pada pasien dengan trauma tumpul abdomen hanya berkisar
antara 5565%. Tidak adanya tanda dan gejala yang ditemukan dalam pemeriksaan fisik
tidak menyingkirkan adanya cedera yang serius, sehingga diperlukan pemeriksaan yang
lebih spesifik lagi untuk menghindarkan missed injury.

Walaupun tidak ditemukan tanda dan gejala, adanya perubahan sensoris atau
cedera extraabdominal yang disertai nyeri pada pasien trauma tumpul abdomen harus
lebih mengarahkan kepada cedera intrabdominal. Lebih dari 10% pasien dengan cedera
kepala tertutup, disertai dengan cedera intraabdominal, dan 7% pasien trauma tumpul
dengan cedera extraabdominal memiliki cedera intraabdominal, walaupun tanpa disertai
rasa nyeri.

41
Pada pasien sadar tanpa cedera luar yang terlihat, gejala yang paling terlihat dari
trauma tumpul abdomen adalah nyeri dan peritoneal findings. Pada 90% kasus, pasien
dengan cedera visceral datang dengan nyeri lokal atau nyeri general. Tanda-tanda ini
bukan merupakan tanda yang spesifik, karena dapat pula ditemukan pada isolated
thoracoabdominal wall constitution atau pada fraktur costa bawah. Dan yang paling
penting, tidak adanya nyeri pada pasien sadar dan stabil lebih menandakan tidak adanya
cedera. Meskipun demikian, cedera intrabdominal bisa didapati pada pasien sadar dan
tanpa nyeri.

Hipotensi pada trauma tumpul abdomen sering sebagai akibat dari perdarahan
organ padat abdomen atau cedera vasa abdominal. Walaupun sumber perdarah
extraabdominal (misalnya, laserasi kulit kepala, cedera dada, atau fraktur tulang panjang)
harus segera diatasi, tapi evaluasi cavitas peritoneal juga tidak boleh diabaikan. Pasien
dengan cedera kepala ringan tidak bisa menyebabkan shock, kecuali pada pasien dengan
cedera intracranial, atau pada bayi dengan perdarahan intracranial atau
cephalohematoma.

Pemeriksaan rectal jarang menunjukkan adanya darah atau subcutaneous


emphysema, tapi jika didapati, tanda tersebut berkaitan dengan cedera abdomen. Evaluasi
tonus rectal merupakan bagian yang sangat penting untuk pasien dengan kecurigaan
cedera spinal. Palpasi high-riding prostate mengarahkan indikasi pada cedera uretra.

B. Studi Laboratorium
Blood typing
Pada pasien trauma harus dilakukan pengecekan golongan darah dan cross-match,
sebagai antisipasi jika sewaktu-waktu diperlukan transfusi, terlebih pada pasien
dengan perdarahan yang mengancam jiwa.

Hematocrit/Darah lengkap Serial


Hematocrit dapat berguna sebagai dasar penilaian pada pasien trauma abdomen,
terlabih untuk jika diukur secara berkala untuk melihat perdarah yang terus
berlangsung.

42
Hitung leukosit
Pada trauma tumpul abdomen akut, hitung leukosit tidak spesifik. Ephinefrin yang
dilepaskan tibuh pada saat trauma dapat menyebabkan demarginasi dan dapat
meningkatkan jumlah leukosit mencapai 12000-20000/mm3 dengan pergeseran ke kir
yang moderat.

Enzim pankreas
Kadar amilase dan lipase dalam serum tidak terlalu memiliki arti penting untuk
menunjang diagnostik. Kadar amilase dan lipase yang normal dalam serum tidak dapt
menyingkirkan kecurigaan adanay trauma pankreas. Peningkatan mungkin mengarah
pada cedera pankreas, tapi juga mungkin dari cedera abdomen non pankreas. Jika ada
kecurigaan cedera pankreas, masih diperlukan pemeriksaan lebih lanjut, misal CT
scan.

Tes fungsi hati


Cedera hepar bisa meningkatkan kadar transaminase dalam serum, akan tetapi
peningkatan ini tidak akan terjadi pada konstitusi minor. Pasien denagn komorbid
seperti pada pasien dengan alcohol induced liver disease bisa memiliki kadar
transaminase yang abnormal

Analisis toksikologi
Skrening rutin penyalahgunaan obat dan alkohol belum dilakukan pada
penatalaksanaan trauma tumpul abdomen, terlebih pada pasien dengan status mental
normal.

Urinalisis
Gross hematuri mengarah pada adanya cedera ginjal serius dan membutuhkan
investigai yang lebih lanjut. Diperlukan juga pemeriksaan terhadap adanya hematuri
mikro yang dapat mengindikasikan cedra serius. Oleh karena itu, penting dialakukan
pemeriksaan mikroskopik atau urinalisis dipstick pada semua pasien trayma tumpul
abdomen. Adanya nyeri abdomen dan hematuri memiliki tingkat sensitifitas 64% dan
94% spesifik untuk cedera intraabdominal yang telah dibuktilkan melalui CT scan.

43
2.5. Studi Diagnostik Khusus
A. Radiologi
Tes radiologi dapat menyampaikan informasi penting untuk penatalaksanaan
pasien trauma tumpul abdomen. Pemeriksaan radiologi diindikasikan pada pasien stabil,
jika dari pemeriksaan fisik dan lab tidak bisa disimpulkan diagnosik.

Pasien yang tidak kooperatif, dapat mengganggu hasil tes radiologi dan dapat
beresiko mengalami cedera spinal. Penyebab dari pasien yang tidak koopertatif ini harus
dievaluasi, misalnya karena hipoksia atau cedera otak. Demi kelancaran, pasien tersebut
dapat dipertimbangkan untuk diberi sedatif.

Rontgen untuk screening adalah Ro-foto cervical lateral, thorax AP, dan pelvis
AP dilakukan pada pasien trauma tumpul dengan multitrauma. Rontgen foto abdomen 3
posisi (telentang, setengah tegak dan lateral dekubitus) berguna untuk melihat adanya
udara bebas di bawah diafragma ataupun udara di luar lumen di retroperitoneum, yang
kalau ada pada keduanya menjadi petunjuk untuk dilakukannya laparotomi. Hilangnya
bayangan psoas menunjukkan adanya kemungkinan cedera retroperitoneal. Foto polos
abdomen memiliki kegunaan yang terbatas, dan sudah digantikan oleh CT-scan dan USG

B. Computed Tomography ( CT-scan )


CT merupakan prosedur diagnostik yang memerlukan transport penderita ke
scanner, pemberian kontras oral maupun intravena, dan scanning dari abdomen atas
bawah dan juga panggul. Proses ini makan waktu dan hanya digunakan pada penderita
dengan hemodinamik normal. CT-scan mampu memberikan informasi yang berhubungan
dengan cedera organ tertentu dan tingkat keparahannya, dan juga dapat mendiagnosis
cedera retroperitoneum dan organ panggul yang sukar diakses melalui pemeriksaan fisik
maupun DPL. Kotraindikasi relatif terhadap penggunaan CT meliputi penundaan karena
menunggu scanner, pendrita yang tidak kooperatif, dan alergi terhdap bahan kontras.

Keuntungan CT-scan :

1. non invasive
2. mendeteksi cedera organ dan potensial untuk penatalaksanaan non operatif cedera
hepar dan lien

44
3. mendeteksi adanya perdarahan dan mengetahui dimana sumber perdarahan
4. retroperitoneum dan columna vetebra dapat dilihat
5. imaging tambahan dapat dilakukan jika diperlukan
Kelemahan CT-scan

1. kurang sensitif untuk cedera pankreas, diafragma, usus, dan mesenterium


2. diperlukan kontras intra vena
3. mahal
4. tidak bisa dilakukan pada pasien yang tidak stabil

Gambar 1. Blunt abdominal trauma Gambar 2. Blunt abdominal trauma


with splenic injury and with liver laceration
hemoperitoneum

C. Ultrasound

Ultrasound digunakan untuk mendeteksi adanya darah intraperitonum setelah


terjadi trauma tumpul. USG difokuskan pada daerah intraperitoneal dimana sering
didapati akumulasi darah, yaitu pada
1. kuadran kanan atas abdomen (Morison's space antara liver ginjal kanan)
2. kuadran kiri ats abdomen (perisplenic dan perirenal kiri)
3. Suprapubic region (area perivesical)
4. Subxyphoid region (pericardiumhepatorenal space)
Daerah anechoic karena adanya darah dapat terlihat paling jelas jika
dibandingkan dengan organ padat di sekitarnya. Banyak penelitian retrospektif

45
menyatakan manfaat USG pada pasien dengan hemodinamik yang stabil atau tidak stabil
untuk mendeteksi adanya perdarahan intraperitoneal. Beberapa RCT menunjukkan
penggunaan FAST untuk diagnostik akan menghasil pasien dengan hasil perawatan yang
lebih baik.
Keuntungan USG :

1. portabel
2. dapat dilaksanakan dengan cepat
3. tingkat sesitifitas sebesar 65-95% dalam mendeteksi paling sedikit 100 ml cairan
intraperitoneal.
4. spesifik untuk hemoperitoneum
5. tanpa radiasi atau kotras
6. mudah dilakuakn pemeriksaan serial jika diperlukan
7. tekniknya mudah dipelajari
8. non invasif
9. lebih murah dibandingkan CT-scan atau peritoneal lavage
Kelemahan USG

1. cedera parenkim padat, retroperitoneum, atau diafragma tidak bisa dilihat dengan
baik
2. kualitas gambar akan dipengaruhi pada pasien yang tidak kooperatif, obesitas,
adanya gas usus, dan udara subkutan
3. darah tidak bisa dibedakan dari ascites
4. tidak sensitif untuk mendeteksi cedera usus.

46
Gambar 3. Morison pouch normal Gambar 4. Cairan bebas di Morison
(tidak ada cairan bebas) pouch.

Metode pemeriksaan ultrasound pada kasus trauma tumpul abdomen adalah


FAST (Focused Abdominal Sonogram for Trauma). Tujuan primer dari FAST adalah
mengidentifikasi adanyan hemoperitonium pada pasien dengan kecurigaan cidera intra-
abdomen. Indikasi FAST adalah pasien yang secara hemodinamik unstable dengan
kecurigaan cedera abdomen dan pasien-pasien serupa yang juga mengalami cedera
ekstra-abdominal signifikan (ortopedi, spinal, thorax, dll.) yang memerlukan bedah non-
abdomen emergensi.

47
FAST sebaiknya dilakukan oleh ahli bedah yang hadir pada saat itu di IGD/ ICU
sebagai prosedur bedside sementara resusitasi dapat terus berlangsung. FAST
direkomendasikan menggunakan 3,5 atau 5 MHz ultrasound sector transducer probe dan
gray scale B mode ultrasound scanning.

Scan dimulai dari sub-xiphoid region di sagittal plane. Probe kemudian digerakkan
ke kanan untuk memeriksa Morrisons pouch (hepato-renal) (sagittal plane). Setelah itu,
probe digerakkan ke arah kiri untuk untuk menilai kavum spleno-renal (sagittal plane).
Pada keadaan ini, direkomendasikan agar bladder diisikan dengan 200-300 ml dengan
larutan normal steril melalui kateter urin yang kemudian diklem. Cara ini akan
memberikan excellent sonological window untuk memvisualisasi pelvis (transverse plane).
Pada pasien yang dicurigai mengalami cedera bladder, hindari prosedur pengisian di atas.
Gantikan dengan meletakkan kantong berisi saline di atas hipogastrium, dengan demikian
akan menimbulkan acoustic window untuk pelvis.Waktu total yang dibutuhkan untuk
seluruh prosedur ini sebaiknya antara 5-8 menit.

48
D. Diagnostic Peritoneal Lavage

Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL) memiliki peran besar pada penatalaksanaan


trauma tumpul abdomen. DPL paling berguna pada pasien yang memiliki resiko tinggi
cedera organ berongga, terutama jika dari CT-scan dan USG hanya terdeteksi sedikit
cairan, dan pada pasien dengan demam yang nyata, peritonitis, atau keduanya. Keadaan ini
berlangsung selama 6-12 jam setelah cedera organ berongga.

Indikasi:

Perubahan sensorium cedera kepala,intoksikasi alkohol, penggunaan obat


terlarang.
Perubahan perasaan cedera jaringan saraf tulang belakang.
Cedera pada struktur berdekatan tulang iga bawah, panggul, tulang
belakang dari pinggang bawah (lumbar spine).
Pemeriksaan fisik yang meragukan.

Secara tradisional, DPL dialakukan melalui 2 tahap, tahap pertama adalah aspirasi
darah bebas intraperitoneal (diagnostic peritoneal tap,DPT). Jika darah yang teraspirasi 10
ml atau lebih, hentikan prosedur karena hal ini menandakan adanya cedera intraperitoneal.
Jika dari DPT tidak didapatkan darah, lakukan peritoneal lavage dengan normal saline dan
kirim segera hasilnya ke lab utuk dievaluasi.

Pasien yang memerlukan laparotomy segera merupakan satu-satunya kontra


indikasi untuk DPL atau DPT. Riwayat operasi abdomen, infeksi abdomen, koagulopati,
obesitas dan hamil trimester 2 atau 3 merupakn kontra indikasi relatif.

49
Keuntungan DPL/DPT

1. triase pasien trauma multisistem dengan hemodinamik yang tidak stabil, melalui
pengeluaran perdarahan intapertoneal
2. dapat mendeteksi perdarahan minor pada pasien dengan hemodinamik stabil.
Kelemahan dan komplikasi DPL / DPT

1. infeksi lokal atau sistemik ( pada kurang dari 0,3% kasus)


2. cedera intaperitoneal
3. positif palsu karena insersi jarum melalui dinding abdomen dengan hematoma atau
pada gangguan hemostasis

Interpertasi DPL

Pada trauma tumpul abdomen, aspirasi darah sebanyak 10 ml atau lebih pada DPT
menunjukkan kecurigaan lebih dari 90% terhadap adanya cedera intaperitoneal. Jika hasil
lavage pasien yang dikirim ke lab menunjukkan RBC lebih dari 100.000/mm 3 maka dapat
dikatakan positif untuk cedera intraabdominal. Jika hasil aspirasi positif dan adanya
peningkatan RBC pada lavge menunjukkan adanya cedera, terutama viscera padat dan
struktur vaskular, namun hal ini tidak cukup untuk mengindikasikan laparotomi.

Pada pasien dengan fraktur pelvis, harus diwaspadai adanya positif palsu pada DPL.
Walaupun demikian pada lebih dari 85% kasus, pasien fraktur pelvis dengan aspirasi positif
pada DPT mengindikasikan adanya cedera intraperitoneal. Aspirasi negatif pada pasien
fraktur pelvis dengan hemodinamik yang tidak stabil menunjukkan adanya perdarahan
retroperitoneal, jika demikian perlu dilakukan angiography dengan embolisasi.

Peningkatan WBC baru terjadi setelah 36 jam setelah cedera, sehingga tidak terlalu
penting pada interpretasi DPL. Peningkatan amilase juga tidak spesifik dan tidak sensitif
untuk cedra pankreas.

Kriteria untuk trauma abdomen yang positif DPL berikut tumpul


Index Positive Equivocal
Aspirate
Blood >10 mL -
Fluid Enteric contents -

50
Lavage
Red blood cells >1.000.000 / mm3 >20.000 / mm3
White blood cells >1.000.000 / mm3 >500 / mm3
Enzyme Amylase >20 IU/L and Amilase >20 IU/L or
alkaline phosphatase >3 alkaline phosphatase >3
IU/L IU/L
Bile Confirmed -
biomechanically

2.5. Penatalaksanaan lanjutan

Pasien trauma tumpul abdomen harus dievalusi lanjut apakah diperlukan


perawatan operatif atau tidak. Setelah melakukan resusitasi dan penatalaksanaan awal

51
berdasarkan protokol ATLS, harus dipertimbangkan indikasi untuk laparotomi melalui
pemeriksaan fisik, ultrasound (USG), computed tomography (CT), dan DPT/DPL

Algoritma Prosedur Pemeriksaan pada Trauma Tumpul Abdomen

A. Pasien dengan hemodinamik yang tidak stabil


Pada pasien dengan hemodinamik yang tidak stabil, penatalaksanaan bergantung
pada ada tidaknya perdarahan intraperitoneal. Pemeriksaan difokuskan pada USG abdomen
atau DPL untuk membuat keputusan.

Walaupun ada banyak penelitian retrospektif dan beberapa penelitian prespektif


mendukung penggunaan USG sebagai alat untuk skrening trauma, beberapa ahli masih
mempertanyakan USG pada penatalaksanaan trauma. Mereka menekankan pada tingkat
sensitifitas dan adanya kemungkinan hasil negatif pada penggunaan USG untuk mendeteksi
cedera intraperitoneal. Walaupun demikian kebanyakan trauma center memakai Focused
Assesment with Sonography for Trauma (FAST) untuk mengevaluasi pasien yang tidak
stabil. FAST dilakukan secepatnya setelah primary survey, atau ketika kliknisi bekerja secara
paralel, biasanya dilakukana bersamaan dengan primary survey, sebagai bagian dari C
(Circulation) pada ABC.

52
Jika tersedia USG, sangat disarankan penggunaan FAST pada semua pasien dengan
trauma tumpul abdomen. Jika hasil FAST jelek, misalnya kualitas gambar yang tidak bagus,
maka selanjutnya perlu dilakukan DPL. Jika USG dan DPL menunjukkan adanya
hemoperitoneum, maka diperlukan laparotomi emergensi. Hemoperitoneum pada pasien yang
tidak stabil secara klinis, tanpa cedera lain yang terlihat, juga mengindikasikan untuk
dilakukan laparotomi. Jika melalui USG dan DPL tidak didapati adanya hemoperitoneum,
harus dilakukan investigasi lebih lanjut terhadap lokasi perdarahan. Pada penatalaksanaan
pasien tidak stabil dengan fraktur pelvis mayor, harus diingat bahwa USG tidak bisa
membedakan hemoperitoneum dan uroperitoneum

X-ray dada harus dilakukan sebagai bagian dari initial evalutiaon karena dapat
menunjukkan adanya perdarah pada cavum thorax. Radiography antero-posterior pelvis bisa
menunjukkan adanya fraktur pelvis yang membutuhkan stabilisasi segera dan kemungkinan
dilakukan angiography untuk mengkontrol perdarahan.

B. Pasien dengan hemodinamik yang stabil

Penilaian klinis pada pasien trauma tumpul abdomen dengan kondisi sadar dan
bebas dari intoksikasi, pemeriksaan abdomen saja biasanya akurat tapi tetap tidak sempurna.
Satu penelitian prospective observational terhadap pasien dengan hemodinamik stabil, tanpa
trauma external dan dengan pemeriksaan abdomen yang normal, ternyata setelah dibuktikan
melalui CT-scan ditemukan sebanyak 7,1% kasus abnormalitas.

USG dan CT sering digunakan untuk mengevaluasi pasien trauma tumpul


abdomen yang stabil. Jika pada USG awal tidak terdetekdi adanya perdarahan intraperitoneal,
maka perlu dilakukan pemeriksaan fisik, USG, dan CT secara serial. Pemeriksaan fisik serial
dilakukan jika hasil pemeriksaan dapat dipercaya, misal pada pasien dengan sensoris normal,
dan cedera yang mengganggu. Penelitian prospective observational terhadap 547 pasien
menunjukkan USG kedua (FAST) yang dilakukan selama 24 jam dari trauma, meningkatkan
sensitifitas terhadap cedra intraabdominal,

Jika USG awal mendeteksi adanya darah di intraperitoneal, maka kemudian


dilakukan CT scan untuk memperoleh gambaran cedera intraabdominal dan menaksir jumlah
hemoperitoneum. Keputusan apakah diperlukan laparotomy segera atau hanya terapi non
operatif tergantung pada cedera yang terdetaksi dan status klinis pasien. CT abdominal harus

53
dilakukan pada semua pasien dengan hemodinamik stabil, tapi tidak untuk pasien dengan
perubahan sensoris dan status mental karena cedera kepala tertutup, intoksikasi obat dan
alkohol, atau cedera lain yang mengganggu.

2.6.Indikasi Klinis Laparotomi


Laparotomi segera diperlukan setelah terjadinya trauma jika terdapat indikasi
klinis sebagai berikut :

1. kehilangan darah dan hipotensi yang tidak diketahui penyebabnya, dan pada
pasien yang tidak bisa stabil setelah resusitasi, dan jika ada kecurigaan kuat
adanya cedera intrabdominal
2. adanya tanda - tanda iritasi peritoneum
3. bukti radiologi adanya pneumoperitoneum konsisten
4. dengan ruptur viscera
5. bukti adanya ruptur diafragma
6. jika melalui nasogastic drainage atau muntahan didapati adanya GI bleeding yang
persisten dan bermakna.

54

Anda mungkin juga menyukai