Disusun oleh :
Feri Eka Supratanda
Zelvi Ninaprilia
Dokter Pembimbing :
dr. Cahyaningsih Fibri R, Sp.KJ (K)
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
2
B. Tujuan
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Mood dapat digambarkan dengan mood yang depresi, berputus asa, iritabel,
cemas, marah, ekspansif, euforia, kosong, bersalah, perasaan terpesona, sia-
sia, merendahkan diri, ketakutan, kebingungan. Mood dapat labil, ber-
flukmasi, atau berubah-ubah dengan cepat dan ekstrim (misalnya tertawa
4
keras pada saat tertentu kemudian berubah menangis dan berputus asa).
Berikut uraian beberapa mood yang dikenal:
1. Mood disforik: mood yang tidak menyenangkan
2. Mood eutimik: mood dalam rentang normal, menyatakan tidak adanya
mood yang tertekan atau melambung.
3. Mood yang meluap-luap (expansive mood): ekspresi perasaan seseorang
tanpa pembatasan, seringkali dengan penilaian yang berlebihan terhadap
kepentingan atau makna seseorang.
4. Mood yang iritabel (irritable mood): ekspresi perasaan akibat mudah
diganggu atau dibuat marah.
5. Pergeseran mood (labile mood): osilasi antara euforia dan depresi atau
dibuat marah.
6. Mood yang meninggi (elevated mood): suasana keyakinan dan
kesenangan; suatu mood yang lebih ceria dari biasanya.
7. Euforia: elasi yang kuat dengan perasaan kebesaran.
8. Kegembiraan yang luar biasa (ecstasy): perasaan kegairahan yang kuat.
9. Depresi: perasaan kesedihan yang psikopatologis.
10. Anhedonia: hilangnya minat terhadap dan menarik diri dari semua
aktivitas rutin dan menyenangkan, seringkali disertai dengan depresi.
11. Duka cita (berkabung): kesedihan yang sesuai dengan kehilangan yang
nyata.
12. Aleksitimia: ketidakmampuan atau kesulitan dalam menggambarkan atau
menyadari emosi atau mood seseorang.
5
Bipolar disorder adalah gangguan psikologi, ditandai dengan perubahan
mood atau perasaan yang sangat ekstrim, yaitu berupa depresi dan
mania.Pengambilan istilah bipolar disorder mengacu pada suasana hati
penderitanya yang dapat berganti secara tiba-tiba antara dua kutub (bipolar)
yang berlawanan yaitu kebahagiaan (mania) dan kesedihan (depresi) yang
ekstrim.
Afek merupakan respons emosional saat sekarang, yang dapat dinilai lewat
ekspresi wajah, pembicaraan, sikap dan gerak gerik tubuh pasien (bahasa
tubuh). Afek mencerminkan situasi emosi sesaat, dapat bersesuaian dengan
mood maupun tidak. Penilaian terhadap afek dapat berupa afek normal,
terbatas, tumpul, atau mendatar.2 Gambaran afek normal dapat terlihat dari
variasi ekspresi wajah, intonasi suara, serta penggunaan tangan dan
pergerakan tubuh. Ketika afek menjadi terbatas, maka luas dan intensitas
ekspresi pasien berkurang. Pada gambaran afek vang menumpul, terlihal
intensitas ekspresi emosi berkurang lebih jauh. Afek mendatar ditandai dengan
tidak adanya ekspresi aktif, intonasi bicara monoton, dan ekspresi wajah datar.
Tumpul, datar, dan terbatas digunakan untuk menggambarkan kedalaman
emosi, sedangkan depresi, bangga, marah, ketakutan, cemas, rasa bersalah,
euforia, dan ekspansif digunakan untuk menunjukkan suatu gambaran afek
tertentu. Berikut uraian afek:
1. Afek yang sesuai (appropriate affect): kondisi irama emosional yang
harmonis (sesuai, sinkron) dengan gagasan, pikiran atau pembicaraan yang
menyertai; digambarkan lebih lanjut sebagai yang afek yang luas atau
penuh, di mana rentang emosional yang lengkap diekspresikan secara
sesuai.
2. Afek yang tidak sesuai (inappropriate affect): ketidakharmonisan antara
irama perasaan emosional dengan gagasan, pikiran atau pembicaraan.
3. Afek yang tumpul (blunted affect): gangguan pada afek yang
dimanifestasikan oleh penurunan yang berat pada intensitas irama
perasaan yang diungkapkan keluar.
6
4. Afek yang terbatas (restricted or constricted affect): penurunan intensitas
irama perasaan yang kurang parah dari pada efek yang tumpul tetapi jelas
menurun.
5. Afek yang datar (fIat affect): tidak adanya atau hampir tidak adanya tanda
ekspresi afek; suara yang monoton, wajah yang tidak bergerak.
6. Afek yang labil (labile affect): perubahan irama perasaan yang cepat dan
tiba-tiba, yang tidak berhubungan dengan stimulasi ekstemal.
B. Etiologi
1. Faktor Biologis
Beberapa bahan kimia di dalam otak dan tubuh memiliki peranan yang
penting dalam mengendalikan emosi kita. Dalam otak terdapat substansi
biokimiawi yaitu neurotransmitter yang berfungsi sebagai pembawa pesan
komunikasi antar neuron di otak. Jika neurotransmiter ini berada pada tingkat
yang normal, otak akan bekerja secara harmonis. Berdasarkan riset,
kekurangan neurotransmiter serotonin, norepinefrin dan dopamin dapat
menyebabkan depresi. Di satu sisi, jika neurotransmiter ini berlebih dapat
menjadi penyebab gangguan manik. Selain itu antidepresan trisiklik dapat
memicu mania.4
7
jalur dopamin mesolimbik dan hipoaktivitas reseptor dopamin tipe 1 (D1)
terjadi pada depresi.1
8
Pada pencitraan otak pasien dengan gangguan mood terdapat sekumpulan
pasien dengan gangguan bipolar I terutama pasien laki-laki memiliki ventrikel
serebral yang membesar. Pembesaran ventrikel lebih jarang pada pasien
dengan gangguan depresif berat. Pencitraan dengan MRI juga menyatakan
bahwa pasien dengan gangguan depresif berat memiliki nukleus kaudatus
yang lebih kecil dan lobus frontalis yang lebih kecil. Banyak literatur
menjelaskan penurunan aliran darah pada korteks serebral dan area korteks
frontalis pada pasien depresi berat.1
2. Faktor Genetik
Seseorang yang memiliki keluarga dengan gangguan mood memiliki resiko
lebih besar menderita gangguan mood daripada masyarakat pada umumnya.
Tidak semua orang yang dalam keluarganya terdapat anggota keluarga yang
menderita depresi secara otomatis akan terkena depresi, namun diperlukan
suatu kejadian atau peristiwa yang dapat memicu terjadinya depresi. Pengaruh
gen lebih besar pada depresi berat dibandingkan depresi ringan dan lebih
berpengaruh pada individu muda dibanding individu yang lebih tua. Penelitian
oleh Kendler (1992) dari Departemen Psikiatri Virginia Commonwealth
University menunjukkan bahwa resiko depresi sebesar 70% karena faktor
genetik, 20% karena faktor lingkungan dan 10% karena akibat langsung dari
depresi berat.4
9
yang membatasi kecepatan sintesis katekolamin berlokasi di kromosom 11.1
Sekitar 25% dari kasus penyakit bipolar dalam keluarga terkait lokus dekat
sentromer pada kromosom 18 dan sekitar 20% terkait lokus pada kromosom
21q22.3. Tidak ada penyebab tunggal untuk gangguan bipolar namun
gangguan ini biasanya merupakan hasil dari kombinasi faktor keluarga,
biologis, psikologis dan faktor sosial.7
3. Faktor Psikososial
Dalam mengulas kontribusi genetik terhadap penyebab depresi dapat
dinyatakan bahwa 60%-80% penyebab depresi dapat diatribusikan pada
pengalaman-penagalaman psikologis. Selain itu pengalaman itu bersifat unik
untuk masing-masing individu.
a. Peristiwa Kehidupan yang Stressful
Peristiwa hidup yang penuh dengan tekanan seperti kehilangan orang-orang
yang dimintai, putusnuya hubungan romantic, lamanya hidup menganggur,
sakit fisik, masalah dalam pernikahan dan hubungan, kesulitan ekonomi, dan
lain sebagainya ini dapat meningkatkan resiko berkembangnya gangguan
mood atau kambuhnya sebuah gangguan mood, terutama depresi mayor. Dan
pada orang-orang dengan depresi mayor ini sering kali kurang memiliki
keterampilan yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah interpersonal
dengan teman, teman kerja atau supervisor.
b. Teori Humanistic
Menurut teori ini, seseorang menjadi depresi saat mereka tidak dapat mengisi
keberadaan mereka dengan makna dan tidak dapat membuat pilihan-pilihan
autentik yang menghasilkan self-fulfillment. Kemudian dunia dianggap
sebagai tempat yang menjemukan (Nevid, 2003: 240-243).
c. Learned Helplessness
Learned helplessness merupakan kedaan diri yang selalu membuat atribusi
bahwa mereka tidak memiliki kontrol atas stress dalam kehidupannya (baik
sesuai kenyataan maupun tidak).
d. Negative Cognitive Styles
10
Negative cognitive styles adalah kesalahan berfikir yang difokuskan secara
negative pada tiga hal, yaitu dirinya sendiri, dunian terdekatnya, dan masa
depannya. Di mana menurut Beck, penderita depresi memandang yang
terburuk dari segala hal. Bagi mereka, kemunduran terkevil sekalipun
merupakan bencana besar.
Definisi
Mania, sisi lain dari depresi, juga melibatkan gangguan mood yang
disertai dengan gejala tambahan. Episode mania merupakan suatu episode
meningkatnya afek seseorang yang jelas, abnormal, menetap, ekspansif, dan
iritabel. Gejala mania meliputi cara berbicara yang cepat, berpikir cepat,
kebutuhan tidur berkurang, perasaan senang atau bahagia , dan peningkatan minat
pada suatu tujuan. Selain itu, tampak sifat mudah marah, mengamuk, sensitive,
hiperaktif, dan waham kebesaran.
Penderita biasanya merasa senang, tetapi juga bisa mudah tersinggung,
senang bertengkar atau memusuhi secara terang-terangan.Yang khas adalah
bahwa penderita yakin dirinya baik-baik saja. Kurangnya pengertian akan
keadaannya sendiri disertai dengan aktivitas yang sangat luar biasa, bisa
menyebabkan penderita tidak sabar, mengacau, suka mencampuri urusan orang
lain dan jika kesal akan lekas marah dan menyerang. Euphoria, atau suasana hati
gembira, berlawanan keadaan emosional dari suasana hati yang depresi. Hal ini
ditandai dengan perasaan berlebihan dari fisik dan kesejahteraan emosional.
Suasana hati meningkat secara klinis disebut sebagai mania atau, jika
ringan, hypomania . Individu yang mengalami episode manik juga sering
mengalami episode depresi, atau gejala, atau episode campuran dimana kedua
fitur mania dan depresi hadir pada waktu yang sama. Episode ini biasanya
dipisahkan oleh periode normal suasana hati (mood) , tetapi, dalam beberapa
depresi, individu dan mania mungkin berganti dengan sangat cepat, yang dikenal
sebagai rapid-cycle. Manic episode ekstrim kadang-kadang dapat menyebabkan
gejala psikotik seperti delusi dan halusinasi .
11
Penyebab Mania
Kelainan fisik yang bisa menyebabkan mania :
1. Efek samping obat-obatan
- Amfetamin
- Obat anti depresi
- Bromokriptin
- Kokain
- Kortikoseroid
- Levodopa
- Metilfenidat
2. Infeksi
- Aids
- Ensefalitis
- Influenza
- Sifilis
3. Kelainan hormonal
- Hipertiroidisme
4. Penyakit jaringan ikat
- Lupus eritematosus
5. Kelainan neurologis
- Tumor otak
- Cedera kepala
- Korea huntington
- Sklerosis multiple
- Stroke
- Korea sydenham
- Epilepsi lobus temporalis
Gejala
Gejala manis berkembang dengan cepat dalam waktu beberapa hari. Pada
stadiu awal mania, penderita merasa lebih baik dari biasanya dan seringkali
tampak lebih ceria, lebih muda dan lebih bersemangat.Penderita biasanya merasa
senang, tetapi juga bisa mudah tersinggung, senang bertengkar atau memusuhi
12
secara terang-terangan. Yang khas adalah bahwa penderita yakin dirinya baik-baik
saja.
Kurangnya pengertian akan keadaan diri disertai dengan aktivitas yang
sangat luar biasa bisa menyebabkan penderita menjadi tidak sabar, suka
mengacau, mencampuri urusan orang lain dan jika kesal akan marah dan
menyerang orang lain.Aktivitas mental penderita menjadi semakin cepat.
Perhatian penderita mudah teralihkan dan selalu berpindah dari satu tema ke tema
lainnya.Penderita memiliki keyakinan yang salah mengenai kekayaan, kekuasaan,
kehalidan dan kecerdasan seseorang dan kadang menganggap dirinya adalah
Tuhan. Penderita yakin bahwa dirinya sedang dibantu atau dihukum oleh orang
lain atau memiliki halusinasi yaitu mendendar dan melihat benda-benda yang
sesungguhnya tidak ada.
Kebutuhan tidurnya berkurang. Penderita tidak berhenti mengikuti
berbagai kegiatan tanpa memikirkan bahaya sosial yang dapat terjadi. Pada kasus
berat, aktivitas fisik dan mental penderita menjadi sangat tinggi sehingga setiap
kaitan yang jelas antara suasana haati dan perilaku hilang dalam suatu bentuk
agitasi yang tanpa perasaan. Pada keadaan ini diperlukan penanganan segera
karena penderita dapat meninggal akibat kelelahan fisik yang luar biasa.
b. Episode Depresif
Definisi
13
Kehilangan minat dan kegembiraan, dan
Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah
(rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya
aktivitas.4
Gejala lainnya :
Konsentrasi dan perhatian berkurang
Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
Gangguan tidur
Nafsu makan berkurang.4
Depresi pada kelompok usia dewasa dapat muncul dalam bentuk tiga
gejala khas yang disebutkan di atas, seperti hilang minat, rasa malas, dan perasaan
sedih yang berkepanjangan. Perasaan sedih dapat berkembang kepada rasa
bersalah atau berdosa. Gambaran ini disebut dengan istilah gejala psikologis
sebagai bentuk depresi eksternalisasi. Selain gejala utama tadi, depresi juga dapat
menampilkan gejala lain yang berbentuk somatik, vegetatif, dan kognitif. Gejala
somatik dapat berupa jantung berdebar, nyeri fisik pada bagian tubuh (nyeri dada,
kepala seperti terasa berat, nyeri otot belakang kepala, nyeri anggota gerak, dan
ketegangan otot), dan rasa mual. Gejala vegetatif dapat berupa gangguan pola
tidur, pola makan dan aktifitas seksual (disfungsi seksual atau gangguan dalam
dorongan atau hasrat seksual). Sedangkan gejala kognitif dapat berupa kehilangan
konsentrasi dan mudah lupa.
Apabila gejala yang tampak pada individu dewasa lebih bernuansa pada
gambaran somatik, vegetatif, atau kognitif maka dokter harus menyingkirkan
dahulu penyebab organik atau fisik yang mungkin mendasarinya seperti penyakit
pada organ dalam atau saraf. Apabila telah dinyatakan tidak terdapat gangguan
fisik, baru di pikirkan suatu gangguan suasana perasaan (mood). Kondisi yang
demikian dikenal dengan istilah depresi terselubung (masked depression) karena
tampilan gejalanya tidak khas tertuju pada tiga gejala utama depresi. Kondisi yang
14
seperti ini dapat dijumpai pula pada individu di usia kanak akhir dan remaja yang
muatan gejala psikologisnya hanya berupa mudah marah (tersinggung) atau sikap
menentang. Bentuk ini di kenal sebagai depresi internalisasi yang banyak
dijumpai pada usia kanak akhir dan remaja.
Depresi internalisasi pada individu dapat mempengaruhi organ di dalam
tubuh sehingga mencetuskan suatu penyakit yang sebelumnya pernah dialami oleh
individu dan kemudian menjadi kambuh. Beberapa penyakit yang dapat kembali
kambuh oleh cetusan depresi internalisasi adalah sakit maag (gangguan pada asam
lambung), dermatitis pada kulit, penyakit asma (gangguan pernafasan), vertigo
(nyeri kepala berputar), hipertensi (tekanan darah tinggi), stroke (penyakit serebro
vaskuler), gangguan irama jantung, dan sindrom metabolik (ketidakseimbangan
gula darah). Klinisi menyebutnya sebagai suatu gangguan psikosomatik.
Pada individu remaja, manifestasi depresinya dapat mengarah pada suatu
gangguan penyalahgunaan zat atau alkohol. Kondisi ini perlu dipertimbangkan,
mengingat kelompok remaja sedang berada pada usia krisis identitas dan lebih
melakukan indetifikasi kepada peer group (kelompok sebaya)-nya. Sedangkan
pada individu lanjut usia, depresi biasanya tampil dalam tampilan gejal seperti:
banyak diam, tidak konsentrasi, dan mudah lupa. Pada kelompok lanjut usia harus
dipastikan apakah depresi yang dialami berdiri sendiri atau merupakan bagian dari
suatu perkembangan dari penyakit kepikunan (demensia). Klinisi mengenalnya
dengan sebutan Behavioural and Psychological Symptoms of Dementia (BPSD).
Sebagai tambahan, depresi merupakan gangguan suasana perasaan (mood)
yang dapat berujung kepada suatu percobaan bunuh diri (tentament suicide).
Perilaku bunuh diri tersebut dapat dicetuskan oleh suatu halusinasi pendengaran
yang berupa suara bisikan yang sifatnya mengomentari atau menyuruh. Apabila
terdapat gejala tersebut, tentunya tidak hanya sekedar depresi semata melainkan
terdapat pula warna gejala kejiwaan lain yang dinamakan psikotik (mendengar
bisikan atau bicara sendiri). Tentunya hal tersebut memerlukan penanganan yang
cepat, sehingga apabila terdapat hal itu maka masyarakat yang mengetahui dapat
merujuk ke puskesmas terdekat untuk rujukan ke rumah sakit jiwa atau
penanganan awal terkait gejala kejiwaan. Risiko kemunculan bunuh diri pada
individu depresi di segala usia berdasarkan beberapa penelitian adalah sebagai
15
berikut: anak & remaja (20,8%), dewasa (46,4%), dan lanjut usia (14,6-25%). Hal
ini tentu harus menjadi suatu perhatian terkait dengan program promosi kesehatan
jiwa, khususnya upaya pencegahan depresi dan bunuh diri.
16
F32 Episode Depresif
F32.0 Episode depresif ringan
.00 Tanpa gejala somatik
.01 Dengan gejala somatik
F32.1 Episode depresif sedang
.10 Tanpa gejala somatik
.11 Dengan gejala somatik
F32.2 Episode depresif berat tanpa gejala psikotik
F32.3 Episode depresif berat dengan gejala psikotik
F32.8 Episode depresif lainnya
F32.9 Episode depresif YTT
F33 Gangguan Depresif Berulang
F33.0 Gangguan depresif berulang, episode kini ringan
.00 Tanpa gejala somatik
.01 Dengan gejala somatik
F33.1 Gangguan depresif berulang, episode kini sedang
10 Tanpa gejala somatik
.11 Dengan gejala somatik
F33.2 Gangguan depresif berulang, episode kini berat tanpa gejala
psikotik
F33.3 Gangguan depresif berulang, episode kini berat dengan
gejala psikotik
F33.4 Gangguan depresif berulang, kini dalam remisi
F33.8 Gangguan depresif berulang lainnya
F33.9 Gangguan depresif berulang YTT
F34 Gangguan Suasana Perasaan (Mood/Afektif) Menetap
F34.0 Siklotimia
F34.1 Distimia
F34.8 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) menetap
lainnya
F34.9 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) menetap YTT
F38 Gangguan Suasana Perasaan (Mood/Afektif) Lainnya
17
F38.0 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) tunggal
lainnya
.00 Episode afektif campuran
F38.1 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) berulang
lainnya
.10 Gangguan depresif singkat berulang
F38.8 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) lainnya YDT
F39 Gangguan Suasana Perasaan (Mood/Afektif) YTT
F. 30 Episode Manik
Kelainan yang terdapat dalam episode manik memiliki kesamaan karakteristik
dalam afek yang meningkat, disertai peningkatan dalam jumlah dan kecepatan
aktifitas fisik dan mental, dalam berbagai derajat keparahan.3 Paling sedikit
satu minggu pasien mengalami mood yang elasi, ekspansif, atau iritabel.
Pasien memiliki, secara menetap, tiga atau lebih gejala berikut (empat atau
lebih bila hanya mood iritabel) yaitu:7
grandiositas atau percaya diri berlebihan
berkurangnya kebutuhan tidur
cepat dan banyaknya pembicaraan
lompatan gagasan atau pikiran berlomba
perhatian mudah teralih
peningkatan energi dan hiperaktivitas psikomotor
meningkatnya aktivitas bertujuan (sosial, seksual, pekerjaan dan sekolah)
tindakan-tindakan sembrono (ngebut, boros, investasi tanpa
perhitungan yang matang).
F. 30.0 Hipomania
Hipomania adalah derajat yang lebih ringan daripada mania, yang kelainan
suasana perasaan (mood) dan perilakunya terlalu menetap dan menonjol
sehingga tidak dapat dimasukkan dalam siklotimia, namun tidak disertai
halusinasi atau waham. Yang ada ialah peningkatan ringan dari suasana
perasaan (mood) yang menetap (sekurang-kurangnya selama beberapa hari
18
berturut-turut), peningkatan enersi dan aktivitas, dan biasanya perasaan
sejahtera yang mencolok dan efisiensi baik fisik maupun mental. Sering ada
peningkatan kemampuan untuk bergaul, bercakap, keakraban yang berlebihan,
peningkatan enersi seksual, dan pengurangan kebutuhan tidur; namun tidak
sampai menjurus kepada kekacauan berat dalam pekerjaan atau penolakan
oleh masyarakat. Lebih sering ini bersifat pergaulan sosial euforik, meskipun
kadang-kadang lekas marah, sombong, dan perilaku yang tidak sopan serta
mengesalkan (bualan dan lawakan murah yang berlebihan). Konsentrasi dan
perhatiannya dapat mengalami hendaya, sehingga kurang bisa duduk dengan
tenang untuk bekerja, atau bersantai dan menikmati hiburan; tetapi ini tidak
dapat mencegah timbulnya minat dalam usaha dan aktivitas baru, atau sifat
agak suka menghamburkan uang.8
Pedoman Diagnostik :
Derajat gangguan yang lebih ringan dari mania, afek yang meninggi atau
berubah disertai peningkatan aktivitas, menetap selama sekurang-
kurangnya beberapa hari berturut-turut, pada suatu derajat intensitas dan
yang bertahan melebihi apa yang digambarkan bagi siklotimia, dan tidak
disertai halusinasi/ waham.
Pengaruh nyata atas kelancaran pekerjaan dan aktivitas sosial memang
sesuai dengan diagnosis hipomania, akan tetapi bila kekacauan itu berat
atau menyeluruh, maka diagnosis mania (F30.1/ F30.2) harus ditegakkan.
Diagnosis banding :
Hipertiroid, anoreksia nervosa
Masa dini dari depresi agitatif
19
Perubahan afek harus disertai dengan energiu yang bertambah sehingga
terjadi aktivitas berlabihan, percepatan dan kebanyakan bicara, kebutuhan
tidur yang berkurang, ide ide perihal kebesaran/ grandiose ideas dan
terlalu optimistik.
Diagnosis banding :
Skizofrenia
Skizoafektif tipe manik
20
F31 Gangguan Afektif Bipolar
Gangguan ini tersifat oleh episode berulang (sekurang-kurangnya dua
episode) dimana afek pasien dan tingkat aktivitasnya jelas terganggu, pada
waktu tertentu terdiri dari peningkatan afek disertai penambahan energi
dan aktivitas (mania atau hipomania), dan pada waktu lain berupa
penurunan afek disertai pengurangan energi dan aktivitas (depresi). Yang
khas adalah bahwa biasanya ada penyembuhan sempurna antar episode.
Episode manik biasanya mulai dengan tiba-tiba dan beralngsung antara 2
minggu sampai 4-5 bulan, episode depresi cenderung berlangsung lebih
lama (rata-rata sekitar 6 bulan) meskipun jarang melebihi 1 tahun kecuali
pada orang usia lanjut. Kedua macam episode itu seringkali terjadi setelah
peristiwa hidup yang penuh stress atau trauma mental lain (adanya stres
tidak esensial untuk penegakan diagnosis).
Termasuk: gangguan atau psikosis manik-depresif.
Tidak termasuk: gangguan bipolar, episode manik tunggal (F30).
F31.0 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Hipomanik
Untuk menegakkan diagnosis pasti:
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk hipomania
(F30.0); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik,
manik, depresif, atau campuran) di masa lampau.
21
F31.2 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik dengan Gejala
Psikotik
Untuk menegakkan diagnosis pasti:
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania dengan
gejala psikotik (F30.2); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik,
manik, depresif, atau campuran) di masa lampau.
22
F31.6 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Campuran
Untuk menegakkan diagnosis pasti:
a. Episode yang sekarang menunjukkan gejala-gejala manik, hipomani,
dan depresif yang tercampur atau bergantian dengan cepat (gejala
mania/ hipomania dan depresi sama-sama mencolok selama masa
terbesar dari episode penyakit yang sekarang, dan telah berlangsung
sekurang-kurangnya 2 minggu); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik,
atau campuran di masa lampau.
23
Gejala-gejala yang dialami penderita tidak memenuhi kriteria Gangguan
bipolar I dan II. Gejala-gejala tersebut berlangsung tidak lama atau gejala
terlalu sedikit sehingga tidak dapat didiagnosa Gangguan bipolar I dan II.
Terdapat dua pola gejala dasar pada gangguan bipolar yaitu, episode depresi
dan episode mania. 7,8
Episode manik
Paling sedikit satu minggu (bisa kurang, bila dirawat) pasien mengalami mood
yang elasi, ekspansif, atau iritabel. Pasien memiliki, secara menetap, tiga atau
lebih gejala berikut (empat atau lebih bila hanya mood iritabel) yaitu :8
Grandiositas atau percaya diri berlebihan
Berkurangnya kebutuhan tidur
Cepat dan banyaknya pembicaraan
Lompatan gagasan atau pikiran berlomba
Perhatian mudah teralih
Peningkatan ocial dan hiperaktivitas psikomotor
Meningkatnya aktivitas bertujuan (social, seksual, pekerjaan dan sekolah)
Tindakan-tindakan sembrono (ngebut, boros, investasi tanpa perhitungan
yang matang)
Episode Depresi
Pada semua tiga variasi dari episode depresif khas yang tercantum di bawah
ini : ringan, sedang, dan berat, individu biasanya menderita suasana perasaan
24
(mood) yang depresif, kehilangan minat dan kegembiraan, dan berkurangnya
enersi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah dan berkurangnya
aktivitas. Biasanya ada rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja. Gejala
lazim lainnya adalah :
Konsentrasi dan perhatian berkurang;
Harga diri dan kepercayaan diri berkurang;
Gagasan tentang perasaan bersalah dan tidak berguna (bahkan pada
episode tipe ringan sekali pun);
Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis;
Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri;
Tidur terganggu;
Nafsu makan berkurang.7,8
Episode Campuran
Paling sedikit satu minggu pasien mengalami episode mania dan depresi yang
terjadi secara bersamaan. Misalnya, mood tereksitasi (lebih sering mood
disforik), iritabel, marah, serangan panic, pembicaraan cepat, agitasi,
menangis, ide bunuh diri, insomnia derajat berat, grandiositas,
hiperseksualitas, waham kejar dan kadang-kadang bingung. Kadang-kadang
gejala cukup berat sehingga memerlukan perawatan untuk melindungi pasien
atau orang lain, dapat disertai gambaran psikotik, dan mengganggu fungsi
personal, social dan pekerjaan. 7,8
Siklus Cepat
Siklus cepat yaitu bila terjadi paling sedikit empat episode depresi,
hipomania, atau mania dalam satu tahun. Seseorang dengan siklus cepat
jarang mengalami bebas gejala dan biasanya terdapat hendaya berat dalam
hubungan interpersonal atau pekerjaan.7
25
Mania, hipomania, dan episode depresi bergantian dengan sangat cepat dalam
beberapa hari. Gejala dan hendaya lebih berat bila dibandingkan dengan
siklotimia dan sangat sulit diatasi.7
Sindrom Psikotik
Pada kasus berat, pasien mengalami gejala psikotik. Gejala psikotik yang
paling sering yaitu :7
Halusinasi (auditorik, visual, atau bentuk sensasi lainnya)
Waham
Misalnya, waham kebesaran sering terjadi pada episode mania sedangkan
waham nihilistic terjadi pada episode depresi. Ada kalanya simtom psikotik
tidak serasi dengan mood. Pasien dengan Gangguan bipolar sering didiagnosis
sebagai skizofrenia. Ciri psikotik biasanya merupakan tanda prognosis yang
buruk bagi pasien dengan Gangguan bipolar. Faktor berikut ini telah
dihubungkan dengan prognosis yang buruk seperti: durasi episode yang lama,
disosiasi temporal antara Gangguan mood dan gejala psikotik, dan riwayat
penyesuaian social pramorbid yang buruk. Adanya ciri-ciri psikotik yang
memiiki penerapan terapi yang penting, pasien dengan symptom psikotik
hampir selalu memerlukan obat anti psikotik di samping anti depresan atau
anti mania atau mungkin memerlukan terapi antikonvulsif untuk mendapatkan
perbaikan klinis.7
26
F32 Episode Depresif
Gejala utama (pada derajat ringan, sedang, dan berat) :
1. afek depresif,
2. kehilangan minat dan kegembiraan, dan
3. berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah
lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan
menurunnya aktivitas
Gejala lainnya :
(a) konsentrasi dan perhatian berkurang;
(b) harga diri dan kepercayaan diri berkurang;
(c) gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna;
(d) pandangan masa depan yang suram dan pesimistis;
(e) gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri;
(f) tidur terganggu;
(g) nafsu makan berkurang
27
Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan, biasanya diperlukan
masa sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakkan diagnosis, akan
tetapi periode lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa
beratnya dan berlangsung cepat.
Kategori diagnosis episode depresif ringan (F32.0), sedang (F32.1) dan
berat (F32.2) hanya digunakan untuk episode depresi tunggal (yang
pertama). Episode depresif berikutnya harus diklasifikasikan di bawah
salah satu diagnosis gangguan depresif berulang (F33.-).
28
Karakter kelima :
F32.10 = Tanpa gejala somatik
F32.11 = Dengan gejala somatik
29
Diagnosis banding : Stupor depresif perlu dibedakan dari skizofrenia
katatonik, stupor disosiatif, dan bentuk stupor organik lainnya. Kategori ini
hendaknya hanya digunakan untuk episode depresif berat tunggal dengan
gejala psikotik; untuk episode selanjutnya harus digunakan subkategori
gangguan depresif berulang.
Gangguan Depresi
296.xx Gangguan Depresi Mayor
300.4 Gangguan Distimia
311 Gangguan Depresi yang Tidak dapat Dispesifikasi
Gangguan Bipolar
296.xx Gangguan Bipolar I (GB-I)
296.89 Gangguan Bipolar II (GB-II)
301.13 Gangguan Siklotimia
296.80 Gangguan Bipolar yang Tidak Dapat Dispesifikasi
Gangguan Mood Lainnya
293.83 Gangguan Mood disebabkan. (tunjukkan kondisi medik umumnya)
30
29.x.xx Gangguan Mood Akibat Zat
296.90 Gangguan Mood yang Tidak dapat Dispesifikasi
31
Episode mirip-manik yang jelas disebabkan oleh terapi somatik untuk depresi
(misalnya, obat antidepresan, ECT, terapi cahaya) tidak dimasukkan ke dalam
diagnosis gangguan bipolar I.
Kalimat yang dicetak miring dan tebal menunjukkan perbedaan dengan kriteria
episode hipomanik
32
F. Gejala-gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung penggunaan zat
(misalnya, penyalahgunaan zat, obat, atau terapi lainnya) atau kondisi medik
umum (misalnya, hipertiroid).
Catatan :
Episode mirip-hipomanik yang jelas disebabkan oleh terapi somatik (misalnya,
obat antidepresan, ECT, terapi cahaya) tidak dimasukkan ke dalam diagnosis
gangguan bipolar II.
Kalimat yang dicetak miring dan tebal menunjukkan perbedaan dengan kriteria
episode manik.
33
5. Agitasi/ retardasi psikomotor hampir setiap hari (dapat diobservasi oleh
orang lain, tidak hanya perasaan subjektif adanya kegelisahan atau perasaan
menjadi lamban)
6. Letih atau tidak bertenaga hampir setiap hari
7. Rasa tidak berharga/ rasa bersalah yang berlebihan, tidak sesuai (mungkin
bertaraf waham) hampir setiap hari (tidak hanya rasa bersalah karena
berada dalam keadaan sakit)
8. Berkurangnya kemampuan berpikir/ konsentrasi, ragu-ragu, hampir setiap
hari (baik dilaporkan secara subjektif atau dapat diobservasi oleh orang
lain)
9. Berulangnya pikiran tentang kematian (tidak hanya takut mati),
berulangnya ide-ide bunuh diri tanpa rencana spesifik, atau tindakan-
tindakan bunuh diri/ rencana spesifik untuk melakukan bunuh diri.
B. Gejala-gejala yang ada tidak memenuhi kriteria untuk episode campuran
C. Gejala-gejala menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinik atau
terjadinya hendaya sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.
D. Gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari zat (misalnya,
penyalahgunaan zat atau obat) atau kondisi medik umum (misalnya,
hipotiroid)
E. Gejala bukan disebabkan oleh berkabung, misalnya kehilangan orang yang
dicintai, gejala menetap lebih dari 2 bulan, atau ditandai oleh hendaya fungsi
yang jelas, preokupasi dengan rasa tidak berharga, ide bunuh diri, gejala
psikotik/ retardasi psikomotor.
34
A. Terdapat dua atau lebih episode depresi mayor
Catatan : dipertimbangkan sebagai episode yang terpisah, harus terdapat suatu
interval paling kurang 2 bulan berturut-turut dimana criteria episode depresi
mayor tidak dipenuhi.
B. Episode depresi mayor tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan skizoafektif
dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, gangguan skizofreniform,
gangguan waham, atau gangguan psikotik YTD
C. Tidak pernah terdapat episode manic, campuran, atau hipomanik.
Catatan : penyingkiran ini tidak digunakan jika episode mirip manic, mirip
campuran, atau mirip hipomanik yang diinduksi zat atau pengobatan atau
karena efek fisiologis langsung dari suatu kondisi medis umum.
35
Catatan : pada anak dan remaja, mood dapat berupa iritabel dan durasi harus
paling kurang 1 tahun.
B. Ditemukan, ketika terdepresi, dua (atau lebih) dari berikut ini :
1. Nafsu makan kurang/ makan berlebihan
2. Insomnia/ hipersomnia
3. Kekurangan tenaga/ kelelahan
4. Harga diri yang rendah
5. Konsentrasi buruk/ kesulitan membuat keputusan
6. Perasaan putus asa
C. Selama periode 2 tahun (1 tahun untuk anak-anak/ remaja) dari gangguan,
orang tersebut tidak pernah tanpa gejala pada criteria A dan B selama lebih
dari 2 bulan pada suatu waktu.
D. Tidak pernah terdapat episode depresi mayor selama 2 tahun pertama dari
gangguan (1 tahun untuk anak-anak/ remaja); yaitu, gangguan tidak lebih baik
dijelaskan oleh gangguan depresi mayor kronik, atau gangguan depresi mayor,
dalam remisi parsial.
E. Tidak pernah terdapat episode manic, campuran, atau hipomanik, dan tidak
pernah memenuhi criteria gangguan siklotimik
F. Gangguan tidak terjadi secara eksklusif selama perjalanan suatu gangguan
psikotik kronik, seperti skizofrenia atau gangguan waham
G. Gejala bukan karena efek fisiologis langsung dari zat (misalnya,
penyalahgunaan zat, pengobatan) atau suatu kondisi medis umum (misalnya,
hipotiroid)
H. Gejala menyebabkan penderitaan secara klinis yang bermakna/ gangguan pada
fungsi social, pekerjaan, atau fungsi bidang penting lainnya.
36
B. Episode manic tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan skizoafektif dan
tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, gangguan skizofreniform,
gangguan waham, atau gangguan psikotik YTD
37
Kriteria Diagnosis Gangguan Bipolar I, Episode Paling Akhir Depresi
(296.5x)
A. Saat ini (atau paling akhir) dalam episode depresi mayor
B. Terdapat paling kurang satu episode manic, atau campuran sebelumnya
C. Episode mood pada criteria A dan B tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan
skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, gangguan
skizofreniform, gangguan waham, atau gangguan psikotik YTD
38
Kriteria Diagnosis Gangguan Siklotimik (301.13)
A. Selama paling kurang 2 tahun, terdapat banyak periode dengan gejala
hipomanik dan banyak periode dengan gejala depresif yang tidak memenuhi
criteria episode depresi mayor
Catatan : pada anak dan remaja, durasi harus paling kurang 1 tahun
B. Selama periode lebih dari 2 tahun (1 tahun untuk anak/ remaja), orang tersebut
tidak pernah tanpa gejala pada criteria A selama lebih dari 2 bulan pada suatu
waktu
C. Tidak pernah terdapat episode depresi mayor, manic, atau campuran selama 2
tahun pertama dari gangguan
D. Gejala pada criteria A tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan skizoafektif
dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, gangguan skizofreniform,
gangguan waham, atau gangguan psikotik YTD
E. Gejala bukan karena efek fisiologis langsung dari zat (misalnya,
penyalahgunaan zat, pengobatan) atau suatu kondisi medis umum (misalnya,
hipertiroid)
F. Gejala menyebabkan penderitaan secara klinis yang bermakna/ gangguan pada
fungsi social, pekerjaan, atau fungsi bidang penting lainnya
39
E. Gejala menyebabkan penderitaan secara klinis yang bermakna/ gangguan pada
fungsi social, pekerjaan, atau fungsi bidang penting lainnya
E. Terapi Farmakologi
40
Stabilisator Mood
Litium
Indikasi : episode mania akut, depresi, mencegah bunuh diri, dan
bermanfaat sebagai terapi rumatan GB.
Dosis : Respons litium terhadap mania akut dapat dimaksimalkan dengan
menitrasi dosis hingga mencapai dosis terapeutik yang berkisar antara 1,0-1,4
mEq/L. Perbaikan terjadi dalam 7-14 hari. Dosis awal yaitu 20 mg/kg/hari.
Dosis untuk mengatasi keadaan akut lebih tinggi bila dibandingkan dengan untuk
terapi rumatan. Untuk terapi rumatan, dosis berkisar antara 0,4-0,8 mEql/L.
Dosis kecil dari 0,4 mEq/L, tidak efektif sebagai terapi rumatan. Sebaliknya,
gejala toksisitas litium dapat terjadi bila dosis 1,5 mEq/L.
Efek samping : mual, muntah, tremor, somnolen, penambahan berat badan, dan
penumpulan kognitif. Neurotoksisitas, delirium, dan ensefalopati dapat
pulaterjadi akibat penggunaan litium. Neurotoksisitas bersifat ireversibel.
Akibat intoksikasi litium, defisit neurologi permanen dapat terjadi misalnya,
ataksia, defisist memori, dan gangguan pergerakan. Untuk mengatasi intoksikasi
litium, hemodialisis harus segera dilakukan. Litium dapat merusak tubulus ginjal.
Faktor risiko kerusakan ginjal adalah intoksikasi litium, polifarmasi dan adanya
penyakit fisik lainnya. Pasien yang mengonsumsi litium dapat mengalami poliuri.
Oleh karena itu, pasien dianjurkan untuk banyak meminum air.
Kontraindikasi : gangguan ginjal, kehamilan.
Valproat
Valproat merupakan obat antiepilepsi yang disetujui oleh FDA sebagai
antimania. Valproat tersedia dalam bentuk:
1. Preparat oral;
a. Sodium divalproat, tablet salut, proporsi antara asam valproat dan
sodium valproat adalah sama (1:1)
b. Asam valproat
c. Sodium valproat
41
d. Sodium divalproat, kapsul yang mengandung partikel-partikel salut
yang dapat dimakan secara utuh atau dibuka dan ditaburkan ke dalam
makanan.
e. Divalproat dalam bentuk lepas lambat, dosis sekali sehari.
2. Preparat intravena
3. Preparat supositoria
42
penggunaan asam valproat dan valproat sodium bila dibandingkan dengan
tablet salut sodium divalproat.
Lamotrigin
Lamotrigin efektif untuk mengatasi episode bipolar depresi. Ia menghambat
kanal Na+. Selain itu, ia juga menghambat pelepasan glutamat.
Indikasi : Efektif untuk mengobati episode depresi, GB I dan GB II, baik
akut maupun rumatan. Lamotrigin juga efektif untuk GB, siklus cepat.
Dosis : Berkisar antara 50-200 mg/hari.
Efek Samping : Sakit kepala, mual, muntah, pusing, mengantuk, tremor, dan
berbagai bentuk kemerahan di kulit.
Antipsikotika Atipik
Antipsikotika atipik, baik monoterapi maupun kombinasi terapi, efektif sebagai
terapi lini pertama untuk GB.
Risperidon
Risperidon adalah derivat benzisoksazol. Ia merupakan antipsikotika atipik
pertama yang mendapat persetujuan FDA setelah klozapin.
Dosis :Untuk preparat oral, risperidon tersedia dalam dua bentuk sediaan
yaitu tablet dan cairan. Dosis awal yang dianjurkan adalah 2 mg/hari dan
besoknya dapat dinaikkan hingga mencapai dosis 4 mg/hari. Sebagian besar
pasien membutuhkan 4-6 mg/hari. Risperidon injeksi jangka panjang (RIJP)
dapat pula digunakan untuk terapi rumatan GB. Dosis yang dianjurkan
untuk orang dewasa atau orang tua adalah 25 mg setiap dua minggu. Bila tidak
berespons dengan 25 mg, dosis dapat dinaikkan menjadi 37,5 mg - 50 mg per dua
minggu.
Indikasi :Risperidon bermanfaat pada mania akut dan efektif pula untuk
terapi rumatan.
Efek Samping : sedasi, fatig, pusing ortostatik, palpitasi, peningkatan berat
badan, berkurangnya gairah seksual, disfungsi ereksi lebih sering terjadi pada
risperidon bila dibandingkan dengan pada plasebo. Meskipun risperidon tidak
43
terikat secara bermakna dengan reseptor kolinergik muskarinik, mulut kering,
mata kabur, dan retensi urin, dapat terlihat pada beberapa pasien dan sifatnya
hanya sementara. Peningkatan berat badan dan prolaktin dapat pula terjadi
pada pemberian risperidon.
Olanzapin
Olanzapin merupakan derivat tienobenzodiazepin yang memiliki afinitas
terhadap dopamin (DA), D2, D3, D4, dan D5, serotonin 2 (5-HT2);
muskarinik, histamin 1(H1), dan a1- adrenergik.
Indikasi : Olanzapin mendapat persetujuan dari FDA untuk bipolar episode
akut mania dan campuran. Selain itu, olanzapin efektif untuk terapi rumatan GB.
Dosis : Kisaran dosis olanzapin adalah antara 5-30 mg/hari.
Efek Samping : Sedasi dapat terjadi pada awal pengobatan tetapi berkurang
setelah beberapa lama. Efek antikolinergik dapat pula terjadi tetapi
kejadiannya sangat rendah dan tidak menyebabkan penghentian pengobatan.
Risiko terjadinya diabetes tipe-2 relatif tinggi bila dibandingkan dengan
antipsikotika atipik lainnya. Keadaan ini dapat diatasi dengan melakukan
psikoedukasi, misalnya merubah gaya hidup, diet dan latihan fisik.
Quetiapin
Quetiapin merupakan suatu derivat dibenzotiazepin yang bekerja sebagai
antagonis 5-HT1A dan 5-HT2A, dopamin D1, D2, histamin H1 serta reseptor
adrenergik a1 dan a2. Afinitasnya rendah terhadap reseptor D2 dan relatif lebih
tinggi terhadap serotonin 5-HT2A.
Dosis : Kisaran dosis pada gangguan bipolar dewasa yaitu 200-800
mg/hari. Tersedia dalam bentuk tablet IR (immediate release) dengan dosis 25
mg, 100 mg, 200 mg, dan 300 mg, dengan pemberian dua kali per hari. Selain itu,
juga tersedia quetiapin-XR dengan dosis 300 mg, satu kali per hari.
Indikasi : Quetiapin efektif untuk GB I dan II, episdoe manik, depresi,
campuran, siklus cepat, baik dalam keadaan akut maupun rumatan.
Efek Samping : Quetiapin secara umum ditoleransi dengan baik. Sedasi
merupakan efek samping yang sering dilaporkan. Efek samping ini berkurang
44
dengan berjalannya waktu. Perubahan dalam berat badan dengan quetiapin adalah
sedang dan tidak menyebabkan penghentian pengobatan. Peningkatan berat
badan lebih kecil bila dibandingkan dengan antipsikotika tipik.
Aripiprazol
Aripiprazol adalah stabilisator sistem dopamin-serotonin. Aripiprazol merupakan
agonis parsial kuat pada D2, D3, dan 5-HT1A serta antagonis 5-HT2A. Ia juga
mempunyai afinitas yang tinggi pada reseptor D3, afinitas sedang pada D4, 5-
HT2c, 5-HT7, a1- adrenergik, histaminergik (H1), dan serotonin reuptake site
(SERT), dan tidak terikat dengan reseptor muskarinik kolinergik.
Dosis : Aripiprazol tersedia dalam bentuk tablet 5,10,15,20, dan 30 mg.
Kisaran dosis efektifnya per hari yaitu antara 10-30 mg. Dosis awal yang
direkomendasikan yaitu antara 10 - 15 mg dan diberikan sekali sehari. Apabila
ada rasa mual, insomnia, dan akatisia, dianjurkan untuk menurunkan dosis.
Beberapa klinikus mengatakan bahwa dosis awal 5 mg dapat meningkatkan
tolerabilitas.
Indikasi : Aripiprazol efektif pada GB, episode mania dan episode
campuran akut. Ia juga efektif untuk terapi rumatan GB. Aripiprazol juga efektif
sebagai terapi tambahan pada GB I, episode depresi.
Efek Samping : Sakit kepala, mengantuk, agitasi, dispepsia, anksietas, dan mual
merupakan kejadian yang tidak diinginkan yang dilaporkan secara spontan oleh
kelompok yang mendapat aripiprazol. Efek samping ekstrapiramidalnya tidak
berbeda secara bermakna dengan plasebo. Akatisia dapat terjadi dan kadang-
kadang dapat sangat mengganggu pasien sehingga sering mengakibatkan
penghentian pengobatan. Insomnia dapat pula ditemui. Tidak ada peningkatan
berat badan dan diabetes melitus pada penggunaan aripiprazol. Selain itu,
peningkatan kadar prolaktin juga tidak dijumpai. Aripiprazol tidak menyebabkan
perubahan interval QTc.
Antidepresan
Antidepresan efektif untuk mengobati GB, episode depresi. Penggunaannya harus
dalam jangka pendek. Penggunaan jangka panjang berpotensi meginduksi
45
hipomania atau mania. Untuk menghindari terjadinya hipomania dan mania,
antidepresan hendaklah dikombinasi dengan stabilisator mood atau dengan
antipsikotika atipik.
F. Intervensi Psikososial
Intervensi psikososial meliputi berbagai pendekatan misalnya, cognitive
behavioral therapy (CBT), terapi keluarga, terapi interpersonal, terapi
kelompok, psikoedukasi, dan berbagai bentuk terapi psikologi atau psikososial
lainnya. Intervensipsiksosial sangat perlu untuk mempertahankan keadaan
remisi.
G. PROGNOSIS
Banyak penelitian mengenai perjalanan penyakit dan prognosis gangguan
suasana perasaan (mood [afektif]) memberikan kesimpulan bahwa penyakit ini
memiliki perjalanan yang panjang dan pasien cenderung mengalami
kekambuhan.
46
Laki-laki lebih sering menjadi kronis dan mengganggu dibandingkan
perempuan.1
Gangguan depresif berat bukan merupakan gangguan yang ringan. Keadaan
ini cenderung merupakan gangguan kronis, dan pasien cenderung mengalami
relaps. Pasien dengan gangguan bipolar memiliki prognosis yang lebih buruk
dibandingkan pasien dengan gangguan depresif berat. Sepertiga dari semua
pasien gangguan bipolar memiliki gejala kronis dan bukti-bukti penurunan
sosial yang bermakna.1
47
BAB III
PENUTUP
Faktor yang berperan penting sebagai penyebab gangguan mood adalah faktor
biologis, faktor genetika, dan faktor psikososial. Penatalaksanaan untuk gangguan
mood adalah dengan terapi psikososial serta farmakoterapi. Pemilihan agen-agen
farmakoterapi untuk gangguan mood adalah tergantung pada toleransi pasien
terhadap efek samping dan penyesuaian efek samping terhadap kondisi pasien.
48
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Kaplan dan Sadock Sinopsis Psikiatri Ilmu
Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis edisi 7. Jakarta: Binarupa Aksara. 1997.
2. Elvira, Silvia D. Buku Ajar Psikiatri Edisi 2. Jakarta. FKUI.
3. Maslim, Rusdi. Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III:
Pedoman Diagnostik: F 30-39: Gangguan Suasana Perasaan (Mood
[Afektif]). Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran jiwa FK Unika Atmajaya. 2007.
4. Lubis NL. Depresi Tinjauan Psikologis. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group. 2009.
5. Soreff S, McInnes LA. Bipolar Affective Disorder. [Online]. 2010 Feb 9
[cited 2010 June 4]; Available from: URL:
http://emedicine.medscape.com/article/286342-overview
6. Baldwin DS, Birtwistle J. An Atlas of Depression. New York: The Parthenon
Publishing Group. 2002.
7. Pedoman Tatalaksana GB PDSKJI 2010 diakses dari http://pdskji.org tanggal
02 April 2015.
8. Bipolar disorder. National Institute of Mental Health.
http://www.nimh.nih.gov/health/publications/bipolar-
disorder/index.shtmldiakses tanggal 02 April 2015.
9. Appendix DDSM-IV-TR Mood Disorders-Managing Depressive Symptoms
in Substance Abuse Clients During Early Recovery diakses dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK64063/ diakses tanggal 02 April
2015 .
10. Neal, Michael J. Depresi dalam At a Glance Farmakologi Medis edisi 4.
Penerbit Erlangga. Jakarta. 2008.
11. Neal, Michael J. Gangguan Afektif Bipolar dalam At a Glance Farmakologi
Medis edisi 4. Penerbit Erlangga. Jakarta. 2008.
49