Anda di halaman 1dari 38

PERATURAN PEMBEBANAN

INDONESIA UNTUK
GEDUNG
1983

Hak Cipta : Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan, Bandung


Hak Penerbit &
Percetakan : Yayasan Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan
Penerbitan : Pertama (Stemil), Nopember 1981
Cetakan Kedua (Oirset), 300020583

Dilarang mereprodulcsi maupun memperl>anyak dalmn bentulr. apapun


baik fotocopy dan btrbagm telcnlk cetlllc lainnya
balk ,ebqian maupun 1elwuhnya t1111pa ,dztn
Direktomt PmyeBdilam Mtua/4h Bangunan
Hak Opta diUndungi okh UndangiJndang
3
4

KATA PENGANGANTAR

Dengan dikeluarkannya Peraturan Perencanaan Tahan Gempa Indonesia


Untuk Gedung 1983; maka dengan sendirinya peraturan yang sebelumnya mcmuat
ketentuan-ketentuan mengenai beban gempa (NI 18) perlu disesuaikan. Di samping
itu, memang sejak beberapa waktu sudah dirasakan bahwa NI 18 ini perlu diper
baharui dan dilengkapi sesuai dengan perkembangan teknik pembangunan dcwasa
ini.
Pertama-tama mengenai istilah "muatan", dari para akhli bahasa telah dite
rima saran untuk menggantinya dengan "pembebanan" sebagai terjemahan yang
benar dari istilah lnggris "loading". Karena itu, NI 18 sekarang diberi judul "Per
aturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung 1981" (dising)<.at PPI 1981). Untuk
jembatan, bangunan air dan bangunan sipil lainnya, direncanakan untuk dilc.eluar
kan peraturan pembebanan tersend.iri di waktu yang akan datang.
Penambah.an terpenting yang telah d.iadakan dalam peraturan ini adal.ah
mengenai beban hidup, yaitu telah ditambahkan beban-beban hidup untuk atap
miring, gedung parkir bertingkat dan landasan helikopter pada atap gedung tinggi,
di samping telah dimuat pula ketentuan-ketentuan mengenai reduksi beban hidup.
Mengenai beban hidup untuk atap miring dengan kemiringan yang lebih
dari I : 20, dalam peraturan yang lama memang tidak ada sesuatu ketentuan,
sehingga sering menjurus kepada perencanaan struktur-struktur atap, seperti kuda
kuda dengan bagian-bagiannya, yang tidak ekonomis karena direncanakan berdasar
kan beban hidup untuk atap datar yang untuk atap miring terlalu berlebih-lebihan.
Mengenai beban hidup gedung parldr bertingkat, dalam peraturan yang lama
hal itu tidak diberikan, sedangkan gedung-gedung demildan semakin banyak di
bangun, terutama di Jakarta, untuk memenuhi peraturan yang berla.ku mengenai
penyediaan ruang parldr pada gedung-gedung tinggi. Dengan diberikannya beban
hidup untuk gedung park:ir bertingkat dalam peraturan ini, maka ketidakseragaman
dalam perencanaannya di waktu yang lalu sekarang dapat dihindarkan.
Mengenai be ban hid up untuk landasan helikopter, di waktu yang lalu tidak
ada pegangan sama sekali, sehingga dalam perencanaan landasan-landasan helikopter
pada atap gedung-gedung tinggi di Jakarta yang disyaratkan menurut peraturan
DKI, para perencana telah menggunakan kriteria pembebanan menurut penilaian
masing-masing. Dengan dimuatnya ketentuan-ketentuan mengenai beban hidup
untuk landasan helikopter dalam peraturan ini, diharapkan untuk selanjutnya
akan tercapai keseragaman dalam perencanaannya, di samping dapat memberikan
pegangan yang le-th baik bagi para perenca.na gedung tinggi. Perlu dicatat, bahwa
4
4

parameter-parameter pesawat helik.opter yang dimuat dalam peraturan ini praktis


sudah ruencakup semua jenis pesawat helikopter yang biasa dioperasikan. Jenis
jcnis yang tidak dimuat pada umumnya selalu dapat dicari ekwivalensinya di dalam
daftar yang diberikan.
Mengenai reduksi beban hidup untuk perencanaan balok induk dan portal
serta untuk peninjauan gempa, hal ini sebenamya sudah dikemukakan dalarn
Simposium Seton yang telah diselenggarakan di Bandung bulan Januari 1971.
Akan tetapi karena perhatian Simposium pada waktu itu terutama terpusat pada
pembahasan PBI 1971, maka hal di atas agak terlepas dari perhatian. Reduksi
beban hidup perlu k.iranya dimuat dalam peraturan ini, karena secara de facto hal
itu sudah dilakukan dalam perencanaan banyak gedung tinggi di Jakarta yang
kebetulan perencana utamanya adalah dari Jepang. Seperti diketahui, ketentuan
mengenai reduksi be ban hidup seperti di atas terdapat di dalam peraturan di Jepang.
Dcngan tidak adanya penegasan dalam peraturan yang lalu mengenai hal tersebut,
maka di waktu yang lalu sering timbul kesulitan baik bagi para counterpart peren
cana Indonesia maupun bagi instansi yang berwenang (seperu Dinas Pengawasan
Pembangunan Kota DKJ Jakarta) untuk menolaknya ataupun menerimanya.
Dengan adanya ketentuan mengenai reduksi beban hidup dalam peraturan ini ,
maka kesulitan-kesulitan seperti disebut di atas kiranya dapat diatasi. Perlu kira
nya ditekankan di sini, bahwa reduksi beban hidup tersebut adalah optional dan
bukan keharusan, kecuali apabila redukst tersebut memberikan keadaan yang
leblh berbahaya bagi konstruksi atau unsur konsuuksi yang dninjau.

Bandung,20Mei 1983

Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan


5
4

DAFTAR-ISI

Halaman
BAB I UMUM
Pasal I. 0. PENGERTIAN BEBAN . . . . . . . . . . . . . . . . 7
Pasal I. I. KETENTUAN-KETENTUAN MENGENAI
PEMBEBANAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8
Pasal l. 2. BEBAN BATAS DAN BEBAN KERJA . . . . . 8
Pasal l. 3. KEM ANT AP AN .". . . . . 10

BAB II BEBAN MAT!


Pasal 2. l. BERA T SENOIRI 10
Pasal 2. 2. REDUKSI BEBAN MAT! . . . . . . . . . . . . . . . 10

BAB Ill B E B A N H I D UP
Pasal 3. l. BEBAN HIDUP PADA LANTAI GEDUNG 13
Pasal 3. 2. BEBAN HIDUP PADA ATAP GEDUNG . . . . 13
Pasal 3. 3. BEBAN HIDUP OLEH KERAN . . . . . . . . . . 15
Pasal 3. 4. BEBAN HIDUP HORISONTAL. . . . . . . . . . 19
Pasal 3. 5. REDUKSI BEBAN HIDUP . . . . . . . . . . . . . 19

BAB IV B E B AN A NG IN
Pasal 4. l. PENENTUAN BEBAN ANGIN . . . . . . . . . . . 22
Pasal 4. 2. TEKANAN TIUP. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 22
Pasal 4. 3. KOEFISIEN ANGIN . . . . . . . . . . . . . . . . . . 23
Pasal 4. 4. PEMBEBASAN PENINJAUAN BEBAN
ANGIN............................ 27

BAB V BEBAN GEMPA


Pasal 5. I. BEBAN GEMPA DAN PERENCANAAN
TAHAN GEMPA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 30

BAB VI BEBAN KHUSUS


Pasal 6. I. KETENTUAN MENGENAI BEBAN
KHUSUS . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 30
Pasal 6. 2. PENGARUH SELISIH SUHU DAN
GAYA OINAMIK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 30
Pasal 6. 3. PENGARUH KHUSUS DARI KERAN. . . . . . 31
7 7

PERATURAN PEMBEBANAN INDONESIA


UNTUK GEDUNG
1983

BAB- I
UMUM

Pasal 1.0. PENGERTIAN BEBAN

(1) BEBAN MATI ialah berat dari semua bagian dari suatu gedung yang
bersifat tetap, termasuk-segala unsur tambahan, penyelesaian-penyele
saian, mesin-mesin serta peralatan tetap yang merupakan bagian yang
tak terpisahkan dari gedung itu.
(2) BEBAN HIDUP ialah semua beban yang terjadi akibat penghunian
atau penggunaan suatu gedung, dan ke dalamnya termasuk beban-beban
pada lantai yang berasal dari barang-barang yang dapat berpindah,
mesin-mesin serta peralatan yang tidak merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari gedung dan dapat diganti selama masa hidup dari
gedung itu, sehingga mengakibatkan perubahan dalam pembebanan
lantai dan atap tersebut. Khusus pada atap ke dalam beban hidup
dapat termasuk beban yang berasal dari air hujan, baik akibat genangan
maupun akibat tekanan jatuh (energi kinetik) butiran air. Ke dalam
beban hidup tidak tennasuk beban angi.n, beban gempa clan beban khu
sus yang disebut dalam ayat (3), (4) dan (5).
(3) BEBAN ANGIN ialah semua beban yang bekerja pada gedung atau
bagian gedung yang disebabkan oleh selisih dalam tekanan udara.
(4) BEBAN GEMPA ialah semua beban statik ekwivalen yang bekerja
pada gedung atau bagian gedung yang menirukan pengaruh dari gerakan
tanah akibat gempa itu. Dalam hal pengaruh gempa pada struktur
gedung ditentukan berdasarkan suatu analisa dinamik, maka yang
diartikan dengan beban gempa di sini adalah gaya-gaya di dalam struk
tur tersebut yang terjadi oleh gerakan tanah akibat gempa itu.
(5) BEBAN KHUSUS ialah semua beban yang bekerja pada gedung atau
bagian gedung yang terjadi akibat selisih suhu, pengangkatan dan
pemasangan, penurunan fondasi, susut, gaya-gaya tambahan yang
berasal dari beban hidup seperti gaya rem yang berasal dari keran,
8 8

gaya sentrifugal dan gaya dinamis yang berasal dari mesin-mesin, serta
pengaruh-pengaruh khusus lainnya.

Pasal 1.1. KETENTUAN-KETENTUAN MENGENAI PEMBEBANAN

(1) Struktur gedung harus direncanakan kekuatannya terhadap pembe-


banan-pembebanan oleh:
Behan Mati, dinyatakan dengan lambang M
Behan Hidup, dinyatakan dengan lambang H
Behan Angin, dinyatakan dengan lam bang A
Behan Gempa, dinyatakan dengan lambang G
Behan Khusus, dinyatakan dengan lambang K

(2) Kombinasi pembebanan yang harus ditinjau adalah sebagai berikut:


Pembebanan Tetap m+H
Pembebanan Sementara M+H+A
M+H+G
Pembebanan Khusus M+H+K
M+H+A+K
M+H+G+K

(3) Apabila beban hidup, baik yang membebani gedung atau bagian gedung
secara penuh maupun sebagian, secara tersendiri atau dalam kombinasi
dengan beban-beban lain, memberikan pengaruh yang menguntungkan
bagi struktur atau unsur struktur gedung itu, maka pembebanan atau
kombinasi pembeb.anan tersebut tidak boleh ditinjau dalam perenca
naan struktur atau unsur struktur tersebut.

(4) Untuk keadaan-keadaan tertentu beban mati, beban hidup dan beban
angin dapat dikalikan dengan suatu koefisien reduksL Pcngurangan
beban-beban tersebut harus dilakukan apabila hal itu menghasilkan
keadaan yang lebih berbahaya untuk struktur atau unsur struktur yang
ditinjau.

Pasal 1.2. BEBAN BATAS DAN BEBAN KERJA

(I) Apabila kekuatan unsur-unsur struktur gedung direncanakan ber


dasarkan kekuatan batas, maka beban batas yang ditinjau dalam analisa
9 9

strukturnya di dapat dengan mengalikan beban-beban rencana menurut


peraturan ini dengan faktor (koefisien) beban yang bersangkutan.
Apabila kekuatan unsur-unsur struktur gedung terscbut direncanakan
berdasarkan tegangan yang diizinkan, maka beban kerja yang ditinjau
dalam analisa strukturnya adalah beban-beban rencana mcnurut per
aturan ini. Dalam ha! ini, perencanaan struktur harus dilakukan ber
dasarkan peraturan yang berlaku untuk struktur dari jenis yang diha
dapi, seperti struktur beton bertulang berdasarkan NI 2 Peraturan
Beton Bertulang Indonesia, dan struktur kayu berdasarkan NI 5 Pcra
turan Konstruksi Kayu Indonesia.

(2) Pada peninjauan beban kerja pada tanah fondasi, maka pada Pcmbe
banan Sementara yang ditentukan dalam Pasal l.l. ayat (2), daya
dukung tanah yang diizinkan dapat dinaikkan seperti menurut
Tabel l.l.

Tabel I.I.
Daya dukung tanah fondasi

Pembebanan Tetap. Pembebanan Sementara.


Jenis tanah Daya dukung yang Kenaikan daya dukung
Fondasi diizinkan yang diiz.inkan
(kg/cm2) ( % )

Keras ;;,, 5 50
Sedang 2 - 5 30
Lunak 0.5 - 0
0 - 30
Amat lunak 0 - 0.5 0

Pada peninjauan beban kerja pada fundasi tiang pancang dan tiang
bor, maka pada Pembebanan Semcntara yang drtentukan dalam Pasal
1.1. ayat (2), selama tegangan yang diizinkan di dalam tiang memenuhi
syarat-syarat yang berlaku untuk bahan tiang yang bersangkutan,
daya dukung tiang yang diizinkan dapat dinaikkan sampai 50 prosen.

(3) Apabila pada Pembebanan K.husus menurut Pasal I.I. ayat (2) di-
10 Il

tinjau gaya-gaya dinamis yang berasal dari mesin-mesin, yang sifatnya


berulang dengan atau tanpa perubahan tanda, maka untuk memper
hitungk:an gejala kelelahan dari bahan perlu diadakan penurunan
kekuatan batas atau penurunan tegangan yang diizinkan, yang bergan
tung pada jenis bahan struktur yang bersangkutan.

Pasal 1.3. KEM A N'r APA N

Setiap gedung dan bagian-bagiannya harus ditinjau kemantapannya pada


setiap kombinasi pernbebanan rnenurut Pasal 1.1. ayat (2). Faktor keamanan
tcrhadap kemantapan tersebut, seperti terhadap guling, gelincir, dan lain-lain,
harus sedikit-dikitnya 1,5.

BAB - 2
BEBAN MAT[

Pasal 2.1. BERAT SENDIRI

(1) Berat sendiri dari bahan-bahan bangunan penting dan dari beberapa
komponen gedung yang harus ditinjau di dalam menentukan beban
mati dari suatu gedung, harus diambil menurut Tabel 2.1.

(2) Apabila dengan bahan bangunan setempat diperoleh berat sendiri


yang menyimpang lebih dari l O prosen terhadap nilai-nilai yang ter
cantum dalam Tabel 2.1, maka berat sendiri tersebut harus ditentukan
tersendiri dengan memperhitungkan kelembaban setempat, dan nilai
yang ditentukan ini harus dianggap sebagai pengganti dari nilai yang
tercantum dalam Tabet 2.1. itu. Penyimpangan ini dapat terjadi ter
utama pada pasir (antara lain pasir besi), koral (antara lain koral kwar
sa), batu pecah, batu alam, bate bata, genting dan beberapa jenis kayu.

(3) Berat sendiri dari bahan bangunan dan dari komponen gedung yang
tidak tercantum dalam Tabel 2.1. harus ditentukan tersendiri.

Pasal 2.2. REDUKSI BEBAN MATI

(I) Apabila beban mati membcrikan pengaruh yang menguntungkan


11 Il

terhadap pengerahan kekuatan suatu struktur atau unsur struktur


suatu gedung, rnaka beban mati tersebut harus diambil menurut Tabel
2.1. dengan mengalikannya dengan koefisien reduksi 0,9.

(2) Apabila beban mati sebagian atau sepenuhnya memberi pengaruh


yang menguntungkan terhadap kemantapan suatu struktur atau unsur
struktur suatu gedung, maka dalam meninjau kemantapan tersebut
menurut Pasal 1.3, beban mati tersebut harus dikalikan dengan koe
fisien reduksi 0,9.

Tabel 2.1.
Berat sendiri bahan bangunan dan komponen gedung
BAHAN BANGUNAN
Baj a 7.850 kg/m3
Batu alam 2.600 kg/m3
Batu belah, batu bulat, batu gunung (berat tumpuk) 1.500 kg/m3
Batu karang (berat tumpuk) 700 kg/m3
Batu pecah 1.450 kg/m3
Besi tuang 7.250 kg/m3
Beton (1) 2.200 kg/m3
Bet on bertulang (2) 2.400 kg/m3
Kayu (Kelas 1) ( )
3
1.000 kg/m3
Kerikil, koral (kering udara sampal lembab, tan pa diayak) 1.650 kg/m3
Pasangan bata merah J.700 kg/m3
Pasangan batu belah, batu bulat, batu gunung 2.200 kg/m3
Pasangan batu cetak 2.200 kg/m3
Pasangan batu karang 1.450 kg/m3
Pasir (kering udara sampai lembab) l.600 kg/m3
1.800 kg/m3
Pasir (jenuh air)
1.850 kg/m3
Pasir kerikil, kOral (kering udara sampai lembab)
1.700 kg/m3
Tanah, lempung dan lanau (kering udara sampai lembab)
2.000 kg/m3
Tanah, lempung dan lanau (basah) I J.400 kg/m3
Timah hitam (timbel)

KOMPONEN GEDUNG
Adukan, per cm tebal: 21 kg/m2
dari semen 17 kg/m2
dari kapur, semen merah atau tras
12 Il

Aspal, termasuk bahan-bahan mineral penambah, per cm tebal 14 kg/m2


Dinding pasangan bata merah:
satu batu 450 kg/m2
setengah batu 250 kg/m2
Dinding pasangan batako:
Berlubang:
tebal dinding 20 cm (HB 20) 200 kg/m2
tebal dinding IO cm (HB 10) 120 kg/m2
Tanpa lubang
tebal dinding 15 cm 300 kg/m2
tebal din ding l O cm 200 kg/m2
Langit-langit dan dinding (termasuk rusuk-rusuknya, tanpa
penggantung Jangit-langit atau pengaku), terdiri dari :
semen ashes (etemit dan bahan lain sejenis), dengan
2
tebal maksimum 4 mm 11 kg/m
kaca, dengan tebal 3 - 4 mm 10kg/m2
l.antai kayu sederhana dengan balok kayu, tanpa Iangit
Jangit dengan bentang maksimum 5 m dan untuk beban
hidup maksimum 200 kg/m2 40 kg/m2
Penggantung langit-langit (dari kayu), dengan bentang
maksimum 5 m dan jarak s.k.s. minimum 0,80 7 kg/m2
Penutup a tap genting dengan reng dan usuk/kaso per m2
bidang atap SO kg/m2
Penutup atap sirap dengan reng dan usuk/kaso, per m2
bidang atap 40 kg/m2
Penutup atap seng gelombang (BWG 24) tanpa gordeng IO kg/m2
Penutup lantai dari ubin semen portland, teraso dan beton,
tanpa adukan, per cm teba1 24 kg/m2
Semen asbes gelombang (tebal S mm) 11 kg/m2

Catatan:
(I) Nilai ini tidak berlaku untuk beton pengisi.
(2) Untuk beton getar, beton kejut, beton mampat dan beton padat lain
sejenis, berat sendirinya harus ditentukan tersendiri.
(3) Nilai ini ada1ah nilai rata-rata; untuk jenis-jenis kayu tertentu lihat
NI 5 Peraturan Konstruksi K.ayu Indonesia.
13 13

BAB-3
BEHAN HIOUP

Pasal 3.1. BEHAN HIDUP PADA LANTAl GEDUNG

(l) Beban hid up pada lantai gedung harus diambil menurut Tabel 3.1.
Ke dalam beban hidup tcrsebut sudah termasuk perlengkapan ruang
sesuai dengan kegunaan lantai ruang yang bersangkutan, dan juga din
ding-dinding pernisah ringan dengan be rat tidak lebih dari I 00 kg/m'.
Beban-beban berat, misalnya yang disebabkan olch Jemari-Jeman arsip
dan perpustakaan serta oleh alat-alat, mesin-mesin dan barang-barang
lain tertentu yang sangat berat, harus ditentukan tersendiri.

(2) Behan hidup yang ditentukan dalam pasal ini tidak pcrlu dikalikan
dengan suatu koeflsren kejut.

(3) Lantai-lantai gedung yang dapat diharapkan akan dipakai untuk ber
bagai-bagai tujuan, harus direncanakan terhadap bebarl hidup tcrberat
yang mungkin dapat terjadi.

Pasal 3.2. BEBAN HIDUP PADA ATAP GEDUNG

(I) Behar) hid up pada atap dan/atau bagian a tap serta pada struktur tudung
(canopy) yang dapat dicapai dan dibebani oleh orang, harus diambil
minimum sebesar 100 kg/m2 bidang datar.

(2) Behan hidup pada atap dan/atau bagian atap yang tidak dapat dicapai
dan dibebani oleh orang, harus diambil yang paling menentukan di
antara dua macam beban bcrikut:
a. Behan terbagi rata per m 2 bidang datar berasal dari be ban air
hujan sebesar (40 - 0,8 a) kg/m2
di mana ex adalah sudut kemiringan atap dalam derajat, dengan
ketentuan bahwa beban tersebut tidak perlu diambil lebih besar
dari 20 kg/m2 dan tidak perlu ditinjaubila kemiringan atapnya
adalah lebih besar dari 50.
b. Behan terpusat berasal dari seorang pekerja atau seorang perna
dam kebakaran dengan peralatannya sebesar minimum I 00 kg.

(3) Pada balok tepi atau gordeng tepi dari atap yang tidak cukup ditunjang
14 14

oleh dinding atau penunjang lainnya dan pada kantilever harus ditinjau
kemungkinan adanya beban hidup terpusat sebesar minimum 200
kg.

(4) Behan hidup pada atap gedung tinggi yang diperlengkapi dengan Ian
dasan helikopter (helipad) harus diarnbil sebesar minimum 200 kg/m2
di luar daerah landasan, sedangkan pada daerah landasannya harus
diarnbil beban yang berasal dari helikopter sewaktu mendarat dan
mengangkasa dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

a. Um um
Struktur landasan beserta struktur pemikulnya harus direncana
kan terhadap beban-beban yang berasal dari helikopter yang
paling menentukan, yaitu apabila terjadi pendaratan yang keras
karena mesin mati sewaktu melandas (hovering). Beban-beban
halik:opter tersebut dikerjakan pada landasan melalui tumpuan
tumpuan pendarat. Helikopter-helikopter ukuran kecil sampai
sedang pada umumnya mempunyai tumpuan pendarat jenis
palang (skid type) atau jenis bantalan (float type), sedangkan
yang ukuran besar mempunyai tumpuan pendarat jenis roda.
Tumpuan-tumpuan pendarat dapat terdiri dari dua buah tumpuan
utama di samping sebuah tumpuan belakang atau sebuah tumpu
an depan. Parameter-parameter helik.opter dari jenis umum
dioperasikan diberik.an dalam Tabel 3.2., dengan catatan bahwa
besaran-besaran yang diberikan itu dapat berubah pada model
model keluaran baru. Untuk jenis-jenis helikopter yang tidak
tercantum dalam Tabel 3.2, parameter-parameternya harus
diambil menurut yang ditentukan oleh pabrik pembuatnya.
b. Pembagian beban
Masing-masing tumpuan pendarat meneruskan bagian tertentu
dari berat bruto helikopter, bergantung pada jenis helikcpter
dan jen.is tumpuan pendara tnya.:
Pada jenis-jenis helik.opter yang mempunyai tumpuan-tumpuan
pcndarat utama, masing-masing tumpuan pendarat tersebut
pada umumnya meneruskan 40 sampai 45 prosen dari berat
bruto heli.kopter. Untuk beberapa jenis helikopter di dalam
Tabet 3.2. dicantumkan prosentase berat bruto helikopter yang
diteruskan oleh masing-masing tumpuan pendarat. Yang diartikan
dengan berat bruto helikopter adalah berat total helikopter
15 15

berikut muatan penuh seperti yang diizin.kan menurut peraturan


internasional (FAA). Dalam perencanaan struktur landasan
beserta struktur pemikulnya dianggap bahwa 2 buah tumpuan
pendarat secara serempak membebani landasan.

c. Behan rencana
Untuk memperhitungkan beban kejut pada pendaratan yang
keras akibat mesin mati, maka sebagai beban rencana yang
diteruskan oleh tumpuan pendarat harus diarnbil beban menurut
b di atas dikalikan dengan koefisien kejut sebesar 1,5.

d. Bidang Kontak
Untuk perencanaan lantai landasan, beban rencana menurut
c di atas yang berupa beban terpusat dapat dianggap disebar
terbagi rata di dalam bidang kontak tumpuan pendarat. Luas
bidang kontak ini bergantung pada jenis helikopter dan jenis
tumpuan pendaratnya dan untuk beberapa jenis helikopter
dicantumkan dalam Tabel 3.2. Untuk tumpuan pendarat dari
jenis roda, di mana masing-masing terdiri dari beberapa roda.
nilai-nilai Juas bidang kontak yang diberikan adalah jumlah
dart luas bidang kontak masing-masing roda, sedangkan untuk
tumpuan pendarat dari jenis palang luas bidang kontak tersebut
adalah luas bidang palang yang berada langsung sekitar batang
penumpu. Pada umumnya, lantai landasan dapat dianggap kuat
apabila direncanakan terhadap beban terpusat sebesar 50 prosen
dari berat bruto helikopter yang terbagi rata dalarn bidang kontak
seluas 600 cm 1.

Pasal 3.3. BEBAN HIDUP OLEH KERAN

{l) Bentuk bagan clan besamya beban rencana serta sifat-sifat lain dan
keran harus ditentukan sesuai dengan jenis keran yang bersangkutan
berdasarkan ketentuan-ketentuan dari pabrik pembuatnya atau yang
disyaratkan oleh instansi berwenang yang bersangkutan.

(2) Peraturan ini hanya memberikan ketentuan-ketentuan mengenai keran


jalan, yang terdiri dari keran induk (kereta keran) dan keran angkat
yang berjalan di atas keran induk di arah melintang. Ketentuan-keten
tuan tersebut harus dianggap sebagai persyaratan minimum. Apabila
16 16

karena hal-hal tertentu dalam perencanaan keran dan struktur gedung


nya secara keseluruhan terjad.i keadaan-keadaan pembebanan yang lain
dari pada menurut peraturan ini, maka beban rencana harus ditentukan
tersendiri yang disetujui oleh instansi berwenang yang betsangkutan.

(3) Beban keran yang membebani struktur pernikulnya terdiri dari berat
sendiri keran ditambah dengan berat muatan yang diangkatnya, dalam
kedudukan keran induk dan keran angk.at yang paling menentukan
bagi struktur yang ditinjau. Sebagai beban rencana harus diambil beban
keran tersebut dengan mengalikannya dengan suatu koefisien ktjut
yang ditentukan menurut rumus berikut:

VJ = ( 1 +k , k2 v);;, 1,15
di mana:
iJ, =koefisien kejut yang nilainya tidak boleh diambil kurang dari
1,15.
v = kecepatan angkat maksimum dalam m/det pada pengangkatan
muatan maksimum dalarn kedudukan keran induk dan keran
angkat yang paling menentukan bagi struktur yang ditinjau,
clan nilainya tidak perlu diambil lebih dari 1,00 m/det.
kj= koefisien yang bergantung pad.a kekakuan struktur keran induk,
yang untuk keran induk dengan struktur rangka, pada umumnya
nilainya dapat diarnbil sebesar 0,6.
k1= koefisien yang bergantung pada sifat-sifat mesin angkat dari keran
angkatnya, dan dapat diambil sebagai berikut:
pada mesin listrik biasa atau mesin-mesin lain dengan
sifat-sifat yang sejenis k1 = 1,0.
pada mesin sangkar asinkron dan mesin termis dengan
kopling k2 = 1,3.
pada mesin dengan pembataspercepatan otomatis:
+ dengan alat cengkeram k2 = 0,75
+ dengan alat kait k2 = 0,50
Catalan: Pengaruh khusus dari keran ditentukan dalam Pasal 6.3.
17 17

Tabel 3.1.
Beban hidup pada lantai gedung

a. Lantai dan tangga rumah tinggal, kecuali yang disebut dalam b 200 kg/ml
b. Lantai dan tangga rumah tinggal sederhana dan gudang-gudang
tidak. penting yang bukan untuk toko, pabrik atau bengkel 125kg/ml

c. Lantai sekolah, ruang kuliah, kantor, toko, toserba, restoran,


hotel, asrama dan rumah sakit 250 kg/ml
d. Lantai ruang olah raga 400 kg/ml
e. Lantai ruang dansa 500 kg/ml
t. l..antai dan balkon-dalam dari ruang-ruang untuk pertemuan
yang lain dari pada yang disebut dalam a s/d e, seperti mesjid,
gereja, ruang pagelaran, ruang rapat, bioskop dan panggung
penonton dengan tempat duduk tetap 400 kg/m2
g. Panggung penonton dengan tempat duduk tidak tetap atau
untuk penonton yang berdiri 500 kg/m2
h. Tangga, bordes tangga dan gang dari yang disebut dalam c 300 kg/ml
Tangga, hordes tangga dan gang dari yang disebut dalam d,
e,fdang 500 kg/ml

j. Lantai ruang pelengkap dari yang disebut dalam c, d, e, f dang 250 kg/ml

k. Lantai untuk: 'pabrik, bengkel, gudang, perpustakaan, ruang


arsip, toko buku, toko besi, ruang alat-alat dan ruang mesin,
harus direncanakan terhadap beban hidup yang ditentukan
tersendiri, dengan minimum 400 kg/m2
I. Lantai gedung parkir bertingkat:
untuk lantai bawah 800 kg/ml
untuk lantai tingkat lainnya 400 kg/m2
m. Balkon-balkon yang menjorok bebas keluar harus direncanakan
terhadap beban hidup dari lantai ruang yang berbatasan, dengan
minimum 300 kg/ml
18 18

Tabel 3.2
Parameter - parameter helikopter

_...,,P *l k
--- """' -- .... ..... - -... -.-.. - .....

H1llltopttt .... .,... .... TUMP<lln - p1nd1r11

N-
. .,,...
_ ... .... ....
m""

(bf
,,.
- -
... ......... o, .

...-.- uo

2
bruto
lcm
.......,..
MO

... !ml !ml

!ml !ml

... klrid9n

blli"CI konoalc


3115-B
19 19
.A,1-,.1

.....
10,2
12,1
-
..... a.a

_
."..""
.- .....
.,.
318-C 2
,,.
.., ,.
30-B
,.,., ,,
1.! 00
,, ,.,

3111-B
..... Ill
,.,., 1
" ''
3
"' 1
'
'"-G ..... '
... _..,
....

380 Oeuphln 11,15 13,4 I

' as ,,
"' "'
Allentk:
A-109 Nir1ndo
13,1 ..... 1 ,,
-.,.w
lie!! Hel,,

1.338
.
,,, ,,,
,, ,,. ....... 2 2
" " " .
::::! 2 2
, ..

- , ... 112 10,1


'"
20 20

. . ..
--
, ..
1.8'14 ua
,, . ' ' I ,,

1- ,, ,.,
1
"" 14,7 11,4 2 2
" " "' " I
I
,.._
20 !iA

" " " "I ,','


,.._,
"'
14,7
.. , !

' ' " " "' " II


I
"

'
......
214-B 8111 Lit., 7.258 15,2
I
'""" I
80-105C
'" '.:.:,
,,..,
uoo
.., ... ,

,., I ,.,
"'
=1
107-11 0.030 1
' "' "'
-
3()2
CH-47 23<,
' ' '"'' 3.

"' ..... 18,1 1


' '"' "' '' ,.,
Ftlrchlld
21 21
"" aa
FH-1100 12,7

H
iiie<

,.... ,,
UH-12-L-
::::
12,4

.',' . :::::
,.....,, ,_,., _
,,
UH-12E/E

_ ""
,,.

, "' ,

_.... 1.3152 ,., ,,

. ..
"' c
38t l HS !Std
""
1.1 5 8

,, -9 ,.,

.... ,,, ,, .,
. .. "
- ' 1
"' ",.". ..,

"'
k
,

_ .....
Slkonky
S-6r.T . y

e
/
22 22

..... ,,
..
,., ,,
, ..... ,,
,.
,,

- 2
' "" "'
1
"
3.,

3.29ri ' 2
"" "' .,
S-58 T 15.897
'"

,
S-e1 Nil
"' ' 1
'"


... ...
-
S 3.583
s-ee
1
' , .o,
.... .. ..

'
s-eec ,.,
23 23

S-78C 11.072
- ' 1
"' "' ''

S-7t!I uoo 13,4


' ' "' "' ''
11.5
24 24

Pasal 3.4. BEHAN HIDUP HORISONTAL

Behan hidup horisontal yang dapat terjadi oleh desakan sejumlah besar
manusia yang bergerak pada gedung-gedung tertentu, harus ditinjau bekerja
pada struktur pemikulnya dalam dua arah yang saling tegak lurus, sebesar
suatu prosentase dart beban hidup vertikal menurut Pasal 3.1. Peraturan ini
Bergantung pada jenis struktur dan penggunaan gedung (misalnya pada
panggung-panggung penonton), prosentase tersebut diambil 5 sampai 10
prosen.

Pasal 3 .5. REDUKSI BEBAN HIDUP

(1) Peluang untuk tercapainya suatu prosentase tertentu dari beban hidup
yang membebani struktur pemikul suatu gedung selama umur gedung
tersebut, bergantung pada bagian atau unsur struktur yang ditinjau
dan bergantung pula pada penggunaan gedung itu dan untuk apa beban
hidup tersebut ditinjau. Berhubung peluang untuk terjadmya beban
hidup penuh yang rnembebani sernua bagian dan semua unsur struktur
pemikul secara serempak selarna umur gedung tersebut adalah sangat
kecil, maka untuk hal-hal yang disebut dalam ayat (2), (3) dan (4)
dari pasal ini, beban hidup tersebut dapat dianggap tidak efektif sepe
nuhnya, sehingga beban hidup terbagi rata yang ditentukan dalam
Pasal 3.1. dan 3.2. Peraturan ini dapat dikalikan dengan suatu koefi
sien reduksi.

(2) Pada perencanaan balok-balok induk dan portal-portal dari sistem


struktur pemikul beban dari suatu gedung, maka untuk memperhi
tungkan peluang terjadinya nilai-nilai beban hidup yang berubah-ubah
seperti yang disebut dalam ayat (I), beban hidup terbagi rata yang
ditentukan dalam Pasal 3.1 dan 3.2 Peraturan ini dapat dikalikan
dengan suatu koefisien reduksi yang nilainya bergantung pada penggu
naan gedung yang ditinjau dan yang dicantumkan dalam Tabel 3.3.

(3) Pada perencanaan sistem struktur penahan beban horisontal dari suatu
gedung, beban hidup pad.a gedung itu ikut menentukan besarnya beban
gempa yang harus dipikul oleh sistem struktur tersebut. Dalam hal
ini, untuk memperhitungkan peluang terjadinya beban hidup yang
berubah-ubah seperti yang disebut dalam ayat (I), maka untuk menen t
'kan beban gempa menurut Bab 5 Peraturan ini, beban hidup terbagi
rata yang ditentukan dalam Pasal 3.1 clan 3.2 Peraturan ini dapat di-
20

kalikan dengan suatu koefisien reduksi yang nilainya bergantung pada


penggunaan gedung yang ditinjau dan yang dicantumkan dalam
Tabel 3.3.

(4) Pada perencanaan unsur-unsur struktur vertikal seperti kolom-kolom


dan dinding-dinding serta fondasinya yang memikul beberapa lantai
tingkat, beban hidup yang bekerja pada masing-masing lantai tingkat
tersebut mempunyai peranan penting dalam menentukan kekuatan.
Dalam hal ini, untuk memperhitungkan peluang terjadinya beban hidup
yang berubah-ubah seperti yang disebut dalam ayat (1), maka untuk
perhitungan gaya normal (gaya aksial) di dalam unsur-unsur struktur
vertikal seperti kolom-kolom dan dinding-dinding serta beban pada
fondasinya, jumlah kumulatif beban hidup terbagi rata yang ditentu
kan dalam Pasal 3.1. dan 3.2. Peraturan ini yang bekerja pada lantai
lantai tingkat yang dipikulnya, dapat dikalikan dengan suatu koefisien
reduksi yang nilainya bergantung pada jumlah lantai yang dipikul dan
yang dicantumkan dalam Tabel 3.4.

(5) Pada perencanaan unsur-unsur struktur vertikal seperti kolorn-kolom


dan dinding-dinding serta fondasinya yang memikul lantai tingkat
seperti yang disebut dalarn ayat (4), beban hidup penuh tanpa dikalikan
dengan koefisien reduksi tetap harus ditinjau pada:
lantai gudang, ruang arsip, perpustakaan dan ruang-ruang penyim
panan lain sejenis;
lantai ruang yang memikul beban berat tertentu yang bersifat
tetap, seperti alat-alat clan mesin-mesin.

(6) Pada oerencanaan fondasi pengaruh beban hidup pada lantai yang
menumpu di atas tanah harus turut ditinjau. Dalam hal ini, beban hidup
pada lantai tersebut sehubungan dengan yang ditentukan dalam ayat
(4) harus tetap diarnbil penuh tanpa dikalikan dengan suatu koefisien
reduksi.
21

Tabel 3.3.
Koefisien reduksi beban hidup

Koefisien reduksl beban hidup


Untuk
Untuk perencanaan
Penggunaan gedung peninjauan
balok induk dan portal
gem pa

PERUMAHAN/PENGHUNIAN :
Rumah tinggal, asrama, hotel, rumah sakit 0,75 0,30
PENDIDIKAN :
Sekolah, ruang kuliah 0,90 0,50
PERTEMUAN UMUM :
Mesjid, gereja, bioskcp, restoran, ruang dansa,
ruang pagelaran 0.90 0,50
KANTOR
Kantor, bank 0,60 0)0
PERDAGANGAN:
Tako, toserba, pasar 0,80 0,80
PENYIMPANAN :
Gudang, perpustakaan, ruang arsip 0,80 0,80
INDUSTRI:
Pabrik, bengkel 1,00 0,90
TEMPAT KENDARAAN
Garan, gedung park.ir 0,90 0,50
GANG DAN TANGGA
- perumahan/penghunian 0,75 0,30
- pendidikan, kantor 0,75 0,50
- pertemuan umum, perdagangan penyim
pan an, industri, tempat kendaraan 0,90 0,50
22 22

Tabel 3.4.
Koefisien reduksi beban hidup kumulatif

Jumlah lantai Koefisien reduksi yang dikalikan kepada


yang dipikul beban hidup kumulatif

I 1,0
2 1,0
3 0,9
4 0,8
5 0,7
6 0,6
7 0,5
8 dan lebih 0,4

BAB-4
BEBAN ANGIN

Pasal 4.1. PENENTUAN BEBAN ANGIN

Behan angin ditentukan dengan menganggap adanya tekanan positip dan


tekanan negatip {isapao), yang bekerja tegak lurus pada bidang-bidang yang
ditinjau. Besarnya tekanan positip dan tekanan negatip ini dinyatakan dalam
2
kg/m , ditentukan dengan mengalikan tekanan tiup yang ditentukan dalam

Pasal 4.2. dengan koefisien-koefisien angin yang ditentukan dalam Pasal 4.3.

Pasal 4.2. TEKANAN TIUP

(lJ Tekanan tiup harus diambil minimum 25 kg/m2 , kccuali yang ditentu
kan dalam ayat-ayat (2), (3) dan (4).

(2) Tekanan tiup di Jaut dan di tepi laut sampai sejauh 5 km dari pantai
2
harus diambil minimum 40 kg/m , kecuali yang ditentukan dalam

ayat-ayat (3) dan (4).


23 23

(3) Untuk daerah-daerah di dekat laut dan daerah-daerah lain tertentu,


di mana terdapat kecepatan-kecepatan angin yang mungkin menghasil
kan tekanan tiup yang lebih besar dari pada yang ditentukan dalam
ayat-ayat (I) dan (2), tekanan tiup ( p ) harus dihitung dengan rumus:

y2
P = --- ( kg/m')
16
di mana V adalah kecepatan angin dalam m/det., yang harus ditentukan
oleh instansi yang berwenang.

(4) Pada cerobong, tekanan tiup dalam kg/m2 harus ditentukan dengan
rumus ( 42,5 + 0,6 h), di mana h adalah tinggi cerobong seluruhnya
dalam meter, diukur dari lapangan yang berbatasan.

(5) Apabila dapat dijamin suatu gedung terlindung efektif terhadap angin
dari suatu jurusan tertentu oleh gedung-gedung lain, hutan-hutan pelin
dung atau penghalang-penghalang lain, maka tekanan tiup dari jurusan
itu menurut ayat-ayat (1) s/d (4) dapat dikalikan dengan koefisien
reduksi sebesar 0,5.

Pasal 43. KOEFISIEN ANGIN (untuk bagan koefisien angin, lihat Tabel 4.1.i

(I) Gedung tertutup


Untuk bidang-bidang luar, koefisien angin (+ berarti tekanan clan -
berarti isapan), adalah sebagai berikut:
a. Dinding vertikal :
di pihak angin + 0,9
di belakang angin - 0,4
sejajar dengan arah angin - 0,4
b. Atap segi-tiga dengan sudut kemiringan a:
di pihak angin : ' <65 ( 0,02 ' -0,4)
65<oe<90 +0,9
di belakang angin, untuk semua ' -0,4

c. Atap lengkung dengan sudut pangkal /3:


/3 < 22 : untuk bidang lengkung di pihak angin :
24 24

pada seperempat bustir pertama - 0,6


pad.a seperempat busur kedua - 0, 7
untuk bidang lengkung di belakang angin:
pada seperempat busur pertama - 0,5
pada seperernpat busur kedua - 0,2

fj >22 : untuk bidang lengkung di pihak angin :


pada seperempat busur pertama - 0,5
pada seperempat busur kedua - 0,6
untuk bidang lengkung di belakang angin:
pada seperempat busur pertama - 0,4
pada seperempat busur terakhir - 0,2

Cata tan:
Sudut pangkal adalah sudut antara garis penghubung titik pangkal
dengan titik puncak dan garis horisontal.

d. Atap segi-tiga majemuk :


Untuk bidang-bidang a tap di pihak angin :
()( < 65 (0,2 0< - 0,4)
65 <a<90 +0,9

untuk semua bidang atap di belakang angin, kecuali yang vertika!


menghadap angin, untuk semua a: OA
untuk semua bidang a tap vertikal di belakang angin yang
menghadap angin + 0,4

(2) Gedung terbuka sebelah


Untuk bidang luar, koefisien angin yang ditentukan dalam ayat (I)
tetap berlaku, sedangkan pada waktu yang bersamaan di dalam gedung
dianggap bekerja suatu tekanan positip dengan koefisien angin + 0,6
apabila bidang yang terbuka terletak di pihak angin dan suatu tekanan
negatip dengan koefisren angin - 0,3 apabila bidang yang terbuka
terletak di belakang angin.

(3) vtap tanpa dindmg


Untuk beban angin dari satu jurusan, atap pelana biasa tanpa
_,,,ding harus diren-anakan menurut keadaan yang paling ber-
24 25

bahaya di antara 2 cara (I dan II}, dengan koefisien angin untuk


bidang atap seperti berikut :

Kemiringan atap Bidang atap di pihak Bi dang


angin atap lain-

I. 0 <<>< 20 - 1,2 -0,4


<>> 30 -0,8 -0,8

o > 00 + 1,2 +0,4


10 <<>< 20 +0,8 0,0
II = 30 +0,8 -0,4
"' o > 30 + 0,5 (-0 4 - --"'-)
' 300

Untuk atap-atap pelana terbalik (atap-atap V) tanpa dinding,


untuk bidang bawah dari atap berlaku koefisien-koefisien angin
yang sama seperti untuk bidang atas atap pelana biasa.

b. Untuk atap-atap miring sepihak tanpa dinding, untuk bidang


atas berlaku koefisien angin ( - atau + bergantung pada arah
angin) sebagai berikut :

Bidung atap di pihak Bidang atap


Kemiringan
angm lainnya

o0<a<I0 + atau - 1,2 + atau - 0,4


0: = 40 +atau -1,8 + atau - 1,0

Untuk kemiringan-kemiringan yang terdapat di antaranya, di


adakan interpolasi linier.
26 26

(4) Dinding yang berdiri bebas


Untuk dinding-dinding yang berdiri bebas, koeflsien angin untuk
bidang di pihak angin adalah + 0,9 clan untuk bidang di belakang angin
adalah -0,4 (jumlahnya 1,3).

(5) Cerobong dengan penampang lingk.aran


Untuk cerobong dengan penampang lingkaran, koefisien angin untuk
tekanan positip dan tekanan negatip (isapan) bersama-sama adalah
0,7. Koefisien angin ini berlaku untuk bidang cerobong yang diproyek
sikan pada bidang vertikal yang melalui sum bu cerobong.

(6) Struktur rangka (lattice structures)


Koefisien angin untuk struktur-struktur rangka a s/d e di bawah ini
berlaku untuk bidang rangka. Bidang rangka adalah brdang-bidang
batang rangka yang diproyeksi.kan pada bidang melalui sumbu-sumbu
batang.

a. Untuk struktur rangka bidang, koefisicn angin untuk tekanan


positip dan tekanan negatip (isapan) jumlahnya adalah 1,6.

b. Untuk struktur rangka ruang dengan penampang melintang ber


bentuk persegi dengan arah angin tegak lurus pada salah satu
bidang rangka, koefisien angin untuk rangka pertama di pihak
angin adalah + 1,6 dan untuk rangka kedua di belakang angin
adalah + 1,2.
c. Untuk struktur rangka ruang dengan penampang rr.elintang ber
bentuk bujur sangkar dengan arah angin 45 terhadap bidang
bidang rangka, koefisien angin untuk kedua bidang rangka di
pihak angin adalah masing-masing + 0,65 dan untuk kedua
rangka dr belakang angin masing-masing + 0,5. Kecuali itu,
masing-masing rangka harus diperhitungkan terhadap beban angin
yang bekerja dalam masing-masing bidangnya dengan koefisien
angin yang sama dengan koefisien angin untuk beban angin yang
bekerja tegak lurus padanya.

d. Untuk struktur rangka ruang dengan pcnampang melintang ber


bentuk segi-tiga sama sisi dengan arah angin tegak lurus pada
bidang rangka di pihak angin, koefisien angin untuk rangka
tersebut adalah + I ,f,, dan untuk kedua rangk.a di belakang angin
26 27

adalah masing-masing + 0,3. Kecuali itu, masing-masing rangka


di belalcang angin harus diperhitungkan terhadap beban angin
yang bekerja di dalam masing-masing bidangnya dengan koefl
sien angin masing-masing sebesar 0,5.

e. Untuk struktur rangka ruang dengan penampang melintang ber


bentuk segi tiga sama sisi dengan arah angin tegak lurus pada
bidang rangka di belakang angin, koefislen angin untuk kedua
rangka di pihak angin adalah + 0,4 clan untuk rangka di belakang
angin adalah + 1,2. Kecuali itu, masing-masing rangka di pihak
angin harus diperhitungkan terhadap beban angin yang bekerja
di dalam masing-masing bidangnya dengan koefisien angin masing
masing sebesar 0,7.

(7) Gedung dan bangunan lain


Koefisien angin untuk gedung dan bangunan dengan bentuk penampang
yang lain dari pad.a yang ditentukan dalam pasal ini dapat diambil
harga-harga untuk bentuk-bentuk yang hampir serupa, kecuali apabila
koefisien angin itu ditentukan dengan percobaan terowongan angin.

Pasal 4.4. PEMBEBASAN PENINJAUAN BEBAN ANGIN

(1) Pada gedung tertutup dan rumah tinggal dengan tinggi tidak lebih dari
16 m, dengan lantai-lantai dan dinding-dinding yang memberikan
kekakuan yang cukup, struktur utamanya tidak perlu diperhitungkan
terhadap beban angin, kecuali apabila perbandingan antara tinggi dan
1ebar bangunan itu menyebabkan diperlukannya peninjauan beban
angin itu.

(2) Apabila perbandingan antara tinggi dan lebar gedung dan struktur
dari gedung itu adalah sedemik.ian rupa, hingga tidak menyebabkan
dipcrlukannya peninjauan beban angin, maka juga untuk gedung de
ngan tinggi lebih dari 16 m dapat diberfkan pembcbasan atas peninjauan
beban angin.
28 Tabel 4.1
Koefisien angin menurut pasal 4.3.
:C: JENIS BAGAN BEBAN ANGIN
GEOUNG .tHGKAAHC",fl;A/RUMUS.fl.NJS MElrfllrilJUKKAN NlEFISIEN .tHGIM

( 1) GEDUNG
TERTUTUP

., o., .... ... ,s111;-'-" ,o-


. .
-0,6

.,.q, lit 22
'' . o.,
fJ > 22"'
-0,4

(2) GEDUNG
TERBUKA
SEBELAH
?'l-.-0,4-0,6
:-1,0

.G,t.O,l
u-
29
Tabel 4.1 (lanjutan)

.
I II
(3) ATAP PELA-
NA BIASA \2

OING(;i.)
' I

TANPA DIN- 1111 i,i1


....''.... ...1'.... _.'l_ .. :'o-
., .. .
.,
.
O",.c.,
.o. .,
-'- _i_ .(>YI'
-'R)
II

I
. '
I 10.C< m-
---1.,_ e( ... 50"

IMfUfl .C 'fAHG TERDAPAT DI ANTAIUN'fA,DIAOMAN INl'e.:IIPOUSI llHIEII.

ATAP PELA- I II
NA TERBAllK
TANPA DIN-
Qt,1G (;i.)


1,2 I '
1
nnr'!n .o'
' L_
I
-'- ---'-- J. = JO
d.sO"
O"' -'" Jo-

.W_L
fr1o .-j&>
_._
- mr; ...... 20- 91; > 30"

---1.,_ o( 30"

l.#'ITUM: .C. YANG TEJIDAl'AT CN AHTIJUiHYA,Dl.lrO,U;AN INTEJtPOlASI LtillER.

ATAP MIRIN'.;
SEPI-IAK TAN
... ,I
... -1.2

I
30
PA. DINOING I

- ...
I

(b) ... _l_O'"C 91.tft tO" -'- 0-, t(C


\O

,
l_ .,l,z 40"
--' '- . ....
BEROIRI 8 ...
UHTUK .-1. YANG T[JIDAl'AT DI AHTAAAHYA,DIADAIU.H NTfRPOlASI LtllER.
( 4 ) DINOING YANG
.Q,,0.4:u\l _
( 5)

---
BAS
CEAOBONG DI:
MN6Lu.a- ... ,QT )
....
. -. - - i,.l-*; "...">. . '
(6) STRUKlUR _, _,- -.:::;i ...'..r"?):,"'4- t!..,-..... tu
1 . .
,OH

RANGKA . _,
--<

.u -
----= -,..,.),, ; ""' "'14,. ;:
30

BAB-S BEBAN
GEMP A

Pasal 5.1. BEBAN GEMPA DAN PERENCANAAN TAHAN GEMPA

Dengan memperhatikan kombinasi pembebanan yang harus ditinjau dalam


perencanaan struktur menurut Pasal I.I, reduksi beban hidup untuk penin
jauan gempa menurut Pasa13.5 ayat (4) dan modulus elastisitas struktur yang
mengalami perubahan-perubahan bentuk yang bersifat singkat oleh gerakan
tanah akibat gempa menurut Pasal 6.2 ayat (3), maka pengaruh gempa dan
perencanaan tahan gempa untuk struktur-struktur gedung di Indonesia harus
mengikuti NI Peraturan Perencanaan Tahan Gempa Indonesia Untuk Gedung
1983.

BAB - 6
BEBAN KHUSUS

Pasal 6.1. KETENTUAN MENGENAI BEBAN KHUSUS

(I) Setiap struktur dan/atau unsur struktur gedung harus diperiksa terha
dap gaya-gaya khusus yang diakibatkan oleh: selisih suhu, pemasangan,
penurunan fondasi, susut, rangkak., gaya rem, gaya sentrifugal, gaya
dinamik, dan pengaruh-pengaruh khusus lainnya.

(2) Pad.a penambahan dan/atau perubahan gedung juga harus diperiksa


gaya-gaya yang timbul akibat dihilangkannya tumpuan-tumpuan,
pengaku-pengaku, dan struktur-struktur lain sejenis. Dalam hal ini,
harus diadakan tindakan-tindakan untuk mencegah akibat-akibat buruk
dari pengaruh-pengaruh khusus tersebut, yang mana harus ditinjau
khusus untuk setiap keadaan.

Pasal 6.2. PENGARUH SEUSlH SUHU DAN CAYA DINAMIK

(1) Pengaruh-pengaruh khusus pada struktur dan/atau unsur struktur


gedung yang diak.ibatkan oleh selisih suhu udara luar, harus diper
hitungkan dengan menganggap kemungkinan nalk turunnya suhu
sebanyak J 0 C.
31

(2) Untuk perhitungan pengaruh-pengaruh khusus akibat selisih suhu,


jika tidak ditentukan Jain, dapat diambil nilai-nilai modulus elastisitas
Edan koefisien pengembangan tinier A sebagai beriku.t :

Tabel 6.1.
Modulus elastisitas dan koefisien pengembangan

Bahan struktur
E A
(kg/cm2)

Baja profil 2,1 x 106 12 x 10 ..


Be ton
Seton bertulang dan
beton pratekan 2,1 x 10' !Ox 10-
Kayu: sejajar serat I x 105 4 x 10-6
tegak lurus serat I x 105 40 x 10-
Pasangan bata 0,2 x 105 IOxI0-6

(3) Untuk menentukan pengaruh gaya dinamik pada struktur gedung,


seperti yang berasal dari mesin-mesin, termasuk juga dari gcrakan
tanah akibat gempa, yang menyebabkan perubahan-perubahan bentuk
struktur yang bersifat singkat, maka k.husus untuk struktur beton ber
tulang dan beton pratekan nilai modulus elastisitasnya harus diambil
1,5 kali dari nilai yang tercantum dalam label 6.1.

Pasal 6.3. PENGARUH KHUSUS DARI KERAN


(1) Pengaruh khusus dari keran yang disebut dalam Pasal 3.3 .. terdiri dari
gaya rem, gaya sentrifugal dan pengaruh akibat terjepitnya roda-roda.
(2) Gaya rem terdiri dari :
a. Gaya rem memanjang keran-induk; bekerja horisontal memanjang
di atas lintasan di tempat masing-rnasing coda keran-induk yang
direm; besarnya harus diambil 1/7 dari reaksi maksimum yang
terjadi pada masing-rnasing roda itu. Gaya rem memanjang
dapat diarnbil lebih kecil dari pada yang ditentukan di atas,
32

-apabila perhitungan ahli dapat membuktikannya.


b. Gaya rem melintang keran-angkat; bekerja horisontal melintang
di atas lintasan keran-lnduk; gaya rem ini dibagikan kepada rcda
roda keran-induk pada maslng-masing lintasannya; besarnya pada
masing-masing lintasan harus diam bil l / 15 dari bera t keran-angkat
berikut beban kerjanya. Caya rem melintang dapat diambil
lebih kecil dari pada yang ditentukan di atas, apabila perhitungan
ahli dapat membuktikannya.
Gaya rem memanjang dan melintang dianggap tidak bekerja bersamaan.

(3) Gaya sentrifugal akibat gerakan berkelok (swing motion), yang bekerja
horisontal melintang di atas lintasan di tempat masing-masing roda
keran-induk, ditentukan dengan mengalikan reaksi maksimum yang
terjadi pada masing-masing roda Itu, dengan percepatan sentrifugal
akibat gerakan berkelok. Untuk keran-keran dengan beban kerja mak
simum sampai 10 t, percepatan sentrifugal harus diambil minimum
0,10 m/det2. Untuk keran-keran lainnya dengan kecepatan kelok
sampai 120 m/menit, percepatan itu harus diambil 0,50 m/det2 dan
yang dengan kecepatan kelok lebih dari 120 m/menit, harus diambil
0,60 m/det'.
(4) Pengaruh kemungkinan terjepitnya roda-roda keran-induk harus di
tinjau dengan menganggap adanya sepasang gaya melintang yang ber
lawanan arahnya, masing-masing bekerja di atas lintasan di tempat
masing-masing roda keran-induk, dan yang besarnya harus diambil
l}to dari reaksi maksimum masing-masing roda itu. Gaya ini dianggap
tidak bekerja bersamaan dengan gaya rem melintang yang ditentukan
c!alam ayat (2) atau dengan gaya sentrifugal yang ditentukan dalam
ayat (3).

Anda mungkin juga menyukai