Anda di halaman 1dari 16

I.

KONSEP TEORI
a. Pengertian

Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang


berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (global) dengan
gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang
menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vaskular (Muttaqin, 2008).

Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi karena pembuluh


darah di otak pecah sehingga timbul iskhemik dan hipoksia di hilir.
Penyebab stroke hemoragi antara lain: hipertensi, pecahnya aneurisma,
malformasi arteri venosa. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas
atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien
umumnya menurun (Ria Artiani, 2009).

Stroke hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah


sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke
dalam suatu daerah di otak dan kemudian merusaknya (M. Adib, 2009).

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa stroke hemoragik adalah


salah satu jenis stroke yang disebabkan karena pecahnya pembuluh darah
di otak sehingga darah tidak dapat mengalir secara semestinya yang
menyebabkan otak mengalami hipoksia dan berakhir dengan kelumpuhan.

b. Etiologi

Penyebab perdarahan otak yang paling lazim terjadi

1. Aneurisma Berry, biasanya defek kongenital.


2. Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis. Atherosklerosis adalah
mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau
elastisitas dinding pembuluh darah. Dinding arteri menjadi lemah
dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi perdarahan
3. Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.
4. Malformasi arteriovenous, adalah pembuluh darah yang
mempunyai bentuk abnormal, terjadi hubungan persambungan
pembuluh darah arteri, sehingga darah arteri langsung masuk vena,
menyebabkan mudah pecah dan menimbulkan perdarahan otak.
5. Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan
penebalan dan degenerasi pembuluh darah.

Faktor resiko pada stroke adalah

a) Hipertensi
b) Penyakit kardiovaskuler: arteria koronaria, gagal jantung kongestif,
fibrilasi atrium, penyakit jantung kongestif)
c) Kolesterol tinggi, obesitas
d) Peningkatan hematokrit (resiko infark serebral)
e) Diabetes Melitus (berkaitan dengan aterogenesis terakselerasi)
f) Kontrasepasi oral (khususnya dengan disertai hipertensi,
merokok, dan kadar estrogen tinggi)
g) Penyalahgunaan obat (kokain), rokok dan alcohol

c. Tanda dan Gejala


Gejala stroke hemoragik bervariasi tergantung pada lokasi
pendarahan dan jumlah jaringan otak yang terkena. Gejala biasanya
muncul tiba-tiba, tanpa peringatan, dan sering selama aktivitas. Gejala
mungkin sering muncul dan menghilang, atau perlahan-lahan menjadi
lebih buruk dari waktu ke waktu.

Gejala stroke hemoragik bisa meliputi:

a) Perubahan tingkat kesadaran (mengantuk, letih, apatis, koma).


b) Kesulitan berbicara atau memahami orang lain.
c) Kesulitan menelan.
d) Kesulitan menulis atau membaca.
e) Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur,
membungkuk, batuk, atau kadang terjadi secara tiba-tiba.
f) Kehilangan koordinasi.
g) Kehilangan keseimbangan.
h) Perubahan gerakan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti kesulitan
menggerakkan salah satu bagian tubuh, atau penurunan keterampilan
motorik.
i) Mual atau muntah.
j) Kejang.
k) Sensasi perubahan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti penurunan
sensasi, baal atau kesemutan.
l) Kelemahan pada salah satu bagian tubuh.

d. Epidemiologi
Stroke adalah penyebab kematian yang ketiga setelah penyakit
jantung dan keganasan. Stroke diderita oleh 200 orang per
100.000 penduduk per tahunnya. Stroke merupakan penyebab utama cacat
menahun. Pengklasifikasiannya adalah 65-85% merupakan stroke
hemoragik ( 53% adalah stroke trombotik, dan 31% adalah stroke
embolik) dengan angka kematian stroke trombotik 37%, dan stroke
embolik 60%. Presentase stroke hemoragik hanya sebanyak 15-35%.
10-20% disebabkan oleh perdarahan atau hematom intraserebral, dan 5-
15% perdarahan subarachnoid. Angka kematian stroke hemoragik pada
jaman sebelum ditemukannya CT scan mencapai 70-95%, setelah
ditemukannya CT scan mencapai 20-30%.
Prevalensi stroke di USA adalah 200 per 1000 orang pada rentang
usia 45-54 tahun, 60 per 1000 pada rentang usia 65-74 tahun, dan 95 per
1000 orang pada rentang usia 75-84 tahun. Dengan presentase kematian
mencapai 40-60%
e. Patofisiologi

f. Diagnosa Medik
Pada diagnosis penyakit serebrovaskular, maka tindakan
arteriografi adalah esensial untuk memperlihatkan penyebab dan letak
gangguan. CT Scan dan MRI merupakan sarana diagnostik yang berharga
untuk menunjukan adanya hematoma, infark atau perdarahan. EEG dapat
membantu dalam menentukan lokasi.
g. Penatalaksanaan
1. Non-Medis
Untuk merawat keadaan akut perlu diperhatikan faktor faktor kritis
sebagai berikut :
a) Menstabilkan tanda tanda vital
o Mempertahankan saluran nafas (sering melakukan
penghisapan yang dalam, trakeotomi, pasang alat bantu
pernafasan bila batang otak terkena)
o Kendalikan tekanan darah sesuai dengan keadaan masing
masing individu; termasuk usaha untuk memperbaiki hipotensi
maupun hipertensi.
b) Deteksi dan memperbaiki aritmia jantung
c) Merawat kandung kemih. Sedapat mungkin jangan memasang
kateter tinggal; cara ini telah diganti dengan kateterisasi keluar
masuk setiap 4 sampai 6 jam.
d) Menempatkan posisi penderita dengan baik secepat mungkin :
o Penderita harus dibalik setiap jam dan latihan gerakan pasif
setiap 2 jam
o Dalam beberapa hari dianjurkan untuk dilakukan gerakan pasif
penuh sebanyak 50 kali per hari; tindakan ini perlu untuk
mencegah tekanan pada daerah tertentu dan untuk mencegah
kontraktur (terutama pada bahu, siku dan mata kaki)
2. Medis
a) Neuroproteksi : Berfungsi untuk mempertahankan fungsi jaringan.
Cara kerja metode ini adalah menurunkan aktifitas metabolisme
dan kebutuhan sel-sel neuron.
b) Antikoagulasi : Diperlukan antikoagulasi dengan derajat yang lebih
tinggi (INR 3,0 4,0) untuk pasien stroke yang memiliki katup
prostetik mekanik. Bagi pasien yang bukan merupakan kandidat
untuk terapi warvarin (coumadin), maka dapat digunakan aspirin
tersendiri atau dalam kombinasi dengan dipiridamol sebagai terapi
anti trombotik awal untuk profilaksis stroke.
c) Trombolisis Intravena : Satu-satunya obat yang telah disetujui oleh
US Food and Drug Administration(FDA) untuk terapi stroke
iskemik akut adalah aktivator plasminogen jaringan (TPA) bentuk
rekombinan. Terapi dengan TPA intravena tetap sebagai standar
perawatan untuk stroke akut dalam 3 jam pertama setelah awitan
gejala. Risiko terbesar menggunakan terapi trombolitik adalah
perdarahan intraserebrum.
d) Trombolisis Intraarteri : Pemakaian trombolisis intraarteri pada
pasien stroke iskemik akut sedang dalam penelitian, walaupun saat
ini belum disetujui oleh FDA. Pasien yang beresiko besar
mengalami perdarahan akibat terapi ini adalah yang skor National
Institute of Health Stroke Scale (NIHSS)-nya tinggi, memerlukan
waktu lebih lama untuk rekanalisasi pembuluh, kadar glukosa
darah yang lebih tinggi, dan hitung trombosit yang rendah.
e) Terapi Perfusi : Untuk memulihkan sirkulasi otak pada kasus
vasospasme saat pemulihan dari perdarahan subarakhnoid.
f) Pengendalian Oedema dan Terapi Medis Umum : Oedema otak
terjadi pada sebagian besar kasus infark kasus serebrum iskemik,
terutama pada keterlibatan pada pembuluh besar di daerah arteria
serebri media. Terapi konservatif dengan membuat pasien sedikit
dehidrasi, dengan natrium serum normal atau sedikit meningkat.
g) Terapi Bedah : Dekompresi bedah adalah suatu intervensi drastis
yang masih menjalani uji klinis yang dicadangkan untuk stroke
yang paling masif.
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
1. Keadaan umum
a) Kesadaran: umumnya mengalami penurunan kesadaran
b) Suara bicara: kadang mengalami gangguan yaitu sukar
dimengerti, kadang tidak bisa bicara.
c) Tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat, denyut nadi
bervariasi.
2. Pemeriksaan integument
a) Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit akan jelek. Di samping itu
perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah
yang menonjol karena klien stroke harus bed rest 2-3 minggu
b) Kuku: perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
c) Rambut: umumnya tidak ada kelainan.
3. Pemeriksaan kepala dan leher
a) Kepala: bentuk normocephalik
b) Muka: umumnya tidak simetris yaitu miring ke salah satu sisi
c) Leher: kaku kuduk jarang terjadi.
4. Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi,
wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur
akibat penurunan refleks batuk dan menelan.
5. Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan
kadang terdapat kembung.
6. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine.
7. Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
8. Pemeriksaan neurologi:
a. Pemeriksaan nervus cranialis
Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII
central.
b. Pemeriksaan motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi
tubuh.
c. Pemeriksaan sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi.
d. Pemeriksaan reflex
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan
menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul
kembali didahului dengan refleks patologis.

9. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium

o Peningkatan Hb & Ht terkait dengan stroke berat


o Peningkatan WBC indikasi adanya infeksi endokarditis
bakterialis.
o Analisa CSF (merah) perdarahan sub arachnoid
o Pungsi Lumbal : Menunjukan adanya tekanan normal,
tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah
menunjukan hemoragik subarakhnoid atau perdarahan intra
kranial. Kadar protein total meningkat pada kasus trombosis
sehubungan dengan adanya proses inflamasi.

b. Pemeriksaan Radiologi

o CT Scan : Memperlihatkan adanya edema , hematoma,


iskemia dan adanya infark
o Angiografi serebral : Membantu menentukan penyebab
stroke secara spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri
o MRI : Menunjukan daerah yang mengalami infark,
hemoragik ( masalah sistem arteri karotis ( aliran darah /
muncul plak ) arteriosklerotik ).
o EEG: Memperlihatkan daerah lesi yang spesifik
o Ultrasonografi Dopler : Mengidentifikasi penyakit
arteriovena
o Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar
lempeng pineal daerah yang berlawanan dari massa yang
meluas; klasifikasi karotis interna terdapat pada trombosis
serebral ; kalsifikasi parsial dinding aneurisma pada
perdarahan subarakhnoid.
b. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan gangguan
aliran darah sekunder akibat peningkatan tekanan intracranial ditandai
dengan klien tampak tidak sadar, dan kondisi lemah
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
neuromuskular ditandai dengan terjadi hemiperase pada ekstremitas
kanan
3. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan kontrol
otot facial atau oral ditandai dengan klien tampak tidak mampu
berbicara
c. Intervensi dan Rasional
Diagnosa I : Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan
gangguan aliran darah sekunder akibat peningkatan tekanan intracranial
ditandai dengan klien tampak tidak sadar, dan kondisi lemah
Intervensi
Mandiri :
a. Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab
peningkatan TIK dan akibatnya
Rasional :Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan
b. Anjurkan kepada klien untuk bed rest total
Rasional :Untuk mencegah perdarahan ulang
c. Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelainan tekanan intrakranial
tiap dua Jam
Rasional : Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara
dini dan untuk penetapan tindakan yang tepat
d. Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak jantung ( beri
bantal tipis)
Rasional : Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan drainage
vena dan memperbaiki sirkulasi serebral
e. Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan
Rasional : Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra
kranial dan potensial terjadi perdarahan ulang
f. Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjunng
Rasional : Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan
kenaikan TIK. Istirahat total dan ketenangan mingkin diperlukan untuk
pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus stroke hemoragik /
perdarahan lainnya

Kolaborasi :

a. Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor


Rasional : Memperbaiki sel yang masih viabel

Diagnosa II : Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan


neuromuskular ditandai dengan terjadi hemiperase pada ekstremitas kanan
Intervensi
Mandiri:
a. Kaji kemampuan secara fungsional/luasnya kerusakan awal dan
dengan cara yang teratur.
Rasional : Mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dan dapat
memberikan informasi mengenai pemulihan. Bantu dalam pemilihan
terhadap intervensi sebab teknik yang berbeda digunakan untuk
paralisis spastik dengan flaksid.
b. Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang,miring) dan sebagainya
dan jika memungkinkan bisa lebih sering jika diletakkan dalam posisi
bagian yang terganggu.
Rasional : Menurunkan risiko terjadinya trauma/iskemia jaringan.
Daerah yang terkena mengalami perburukan/sirkulasi yang lebih jelek
dan menurunkan sensasii dan lebih besar menimbulkan kerusakan
pada kulit/ dekubitus.
c. Letakkan pada posisi telungkup satu kali atau dua kali sekali jika
pasien dapat mentoleransinya.
Rasional : Membantu mempertahankan ekstensi pinggul
fungsional;tetapi kemungkinan akan meningkatkan ansietas terutama
mengenai kemampuan pasien untuk bernapas.
d. Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua
ekstremitas saat masuk. Anjurkan melakukan latihan sepeti latihan
quadrisep/gluteal, meremas bola karet, melebarkan jari-jari
kaki/telapak.
Rasional : Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi,
membantu mencegah kontraktur. Menurunkan risiko terjadinya
hiperkalsiuria dan osteoporosis jika masalah utamanya adalah
perdarahan. Catatan: Stimulasi yang berlebihan dapat menjadi
pencetus adanya perdarahan berulang.
e. Sokong ekstremitas dalam posisi fungsionalnya, gunakan papan kaki
(foot board) seelama periode paralisis flaksid. Pertahankan posisi
kepala netral.
Rasional : Mencegah kontraktur/footdrop dan memfasilitasi
kegunaannya jika berfungsi kembali. Paralisis flaksid dapat
mengganggu kemampuannya untuk menyangga kepala, dilain pihak
paralisis spastik dapat meengarah pada deviasi kepala ke salah satu
sisi.
f. Tempatkan bantal di bawah aksila untuk melakukan abduksi pada
tangan.
Rasional : Mencegah adduksi bahu dan fleksi siku.
g. Bantu untuk mengembangkan keseimbangan duduk (seperti
meninggikan bagian kepala tempat tidur, bantu untuk duduk di sisi
tempat tidur, biarkan pasien menggunakan kekuatan tangan untuk
menyokong berta badan dan kaki yang kuat untuk memindahkan kaki
yang sakit; meningkatkan waktu duduk) dan keseimbangan dalam
berdiri (seperti letakkan sepatu yang datar;sokong bagian belakang
bawah pasien dengan tangan sambil meletakkan lutut penolong diluar
lutut pasien;bantu menggunakan alat pegangan paralel dan walker).
Rasional : Membantu dalam melatih kembali jaras saraf,
meningkatkan respon proprioseptik dan motorik.
h. Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan
menggunakan ekstremitas yang tidak sakit untuk menyokong/
menggerakkan daerah tubuh yang mengalami kelemahan.
Rasional : Mungkin diperlukan untuk menghilangkan spastisitas pada
ekstremitas yang terganggu.

Diagnosa III : Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan


kehilangan kontrol otot facial atau oral ditandai dengan klien tampak tidak
mampu berbicara
Intervensi
Mandiri:

a. Kaji tipe/derajat disfungsi, seperti pasien tidak tampak memahami kata


atau mengalami kesulitan berbicara atau membuat pengertian sendiri.
Rasional : Membantu menentukan daerah dan derajat kerusakan
serebral yang terjadi dan kesulitan pasien dalam beberapa atau seluruh
tahap proses komunikasi. Pasien mungkin mempunyai kesulitan
memahami kata yang diucapkan; mengucapkan kata-kata dengan benar;
atau mengalami kerusakan pada kedua daerah tersebut.
b. Bedakan antara afasia dengan disartria.
Rasional : Intervensi yang dipilih tergantung pada tipe kerusakannya.
Afasia adalah gangguan dalam menggunakan dan menginterpretasikan
simbol-simbol bahasa dan mungkin melibatkan komponen sensorik
dan/atau motorik, seperti ketidakmampuan untuk memahami
tulisan/ucapan atau menulis kata, membuat tanda, berbicara. Seseorang
dengan disartria dapat memahami, membaca, dan menulis bahasa tetapi
mengalami kesulitan membentuk/mengucapkan kata sehubungan
dengan kelemahan dan paralisis dari otot-otot daerah oral.
c. Perhatikan kesalahan dalam komunikasi dan berikan umpan balik.
Rasional : Pasien mungkin kehilangan kemampuan untuk memantau
ucapan yang keluar dan tidak menyadari bahwa komunikasi yang
diucapkannya tidak nyata. Umpan balik membantu pasien
merealisasikan kenapa pemberi asuhan tidak mengerti/berespon sesuai
dan memberikan kesempatan untuk mengklarifikasikan isi/makna yang
gterkandung dalam ucapannya.
d. Mintalah pasien untuk mengikuti perintah sederhana (seperti buka
mata, tunjuk ke pintu) ulangi dengan kata/kalimat yang sederhana.
Rasional : Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan sensorik
(afasia sensorik)
e. Tunjukkan objek dan minta pasien untuk menyebutkan nama benda
tersebut.
Rasional : Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan motorik
(afasia motorik), seperti pasien mungkin mengenalinya tetapi tidak
dapat menyebutkannya.
f. Mintalah pasien untuk mengucapkan suara sederhana seperti Sh atau
Pus
Rasional : Mengidentifikasikan adanya disartria sesuai komponen
motorik dari bicara (seperti lidah, gerakan bibir, kontrol napas) yang
dapat mempengaruhi artikulasi dan mungkin juga tidak disertai afasia
motorik.
g. Minta pasien untuk menulis nama dan/atau kalimat yang pendek. Jika
tidak dapat menulis, mintalah pasien untuk membaca kalimat yang
pendek
Rasional : Menilai kemampuan menulis (agrafia) dan kekurangan
dalam membaca yang benar (aleksia) yang juga merupakan bagian dari
afasia sensorik dan afasia motorik.
h. Tempatkan tanda pemberitahuan pada ruang perawat dan ruangan
pasien tentang adanya gangguan bicara. Berikan bel khusus bila perlu.
Rasional : Menghilangkan ansietas pasien sehubungan dengan
ketidakmampuannya untuk berkomunikasi dan perasaan takut bahwa
kebutuhan pasien tidak akan terpenuhi dengan segera. Penggunaan bel
yang diaktifkan dengan tekanan minimal akan bermanfaat ketika pasien
tidak dapat menggunakan system bel regular.
i. Berikan metode komunikasi alternative, seperti menulis di papan tulis,
gambar. Berikan petunjuk visual (gerakan tangan, gambar-gambar,
daftar kebutuhan, demonstrasi).
Rasional : Memberikan komunikasi tentang kebutuhan berdasarkan
keadaan/deficit yang mendasarinya.

d. Evaluasi
Diagnosa I :
1. Klien tidak gelisah
2. Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang.
3. GCS 456
4. Pupil isokor, reflek cahaya (+)
5. Tanda-tanda vital normal(nadi : 60-100 kali permenit, suhu: 36-
36,7 C, Pernafasan 16-20 kali permenit)

Diagnosa II :

1. Mempertahankan posisi optimal,


2. Mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh
yang terserang hemiparesis dan hemiplagia.
3. Mempertahankan perilaku yang memungkinkan adanya aktivitas.

Diagnosa III :

1. Menerima pesan-pesan melalui metode alternatif (mis;


komunikasi tertulis, bahasa isyarat, bicara dengan jelas pada
telinga yang baik).
2. Memperlihatkan suatu peningkatan kemampuan berkomunikasi.
3. Meningkatkan kemampuan untuk mengerti.
4. Mengatakan penurunan frustrasi dalam berkomunikasi.
5. Mampu berbicara yang koheren.
6. Mampu menyusun kata kata/ kalimat.
III. DAFTAR PUSTAKA

Black, Joice. M., & Hawk, Jane. H. (2005). Medical Surgical Nursing; clinical
management for positive outcomes. 7th Edition. St. Louis : Elsevier. Inc

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta. EGC.

Corwin EJ, (2009), Patofisiologi: buku saku. Edisi 3. Jakarta: EGC.

Hariyono, (2004), Buku Ajar Neuorologi Klinis, Edisi 1,Gadjah Mada University
Press, Yogyakarata

Hudak, Gallo. (2005), Keperawatan Kritis Pedekatan Holistik Edisi VI. Jakarta:
EGC.

Mansjoer, arief, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga Jilid
Pertama. Jakarta. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.

Morton, P.G. (2005). Critical care nursing : a holistic approach.8thedition.


Lippincott William & Wilkins. Philadelphia

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Persarafan. Jakarta : Salemba Medika

LEMBAR PERSETUJUAN

Laporan Pendahuluan Dengan Stroke Hemoragic Di Ruang Seruni RSUD


Ulin Banjarmasin Ini Telah Di Setujui Pada Tanggal :

Mengetahui,
Preceptor Akademik Preceptor Klinik

Ermeisi Er Unja, S.Kep.,Ns Karani, S.Kep.,Ns

Anda mungkin juga menyukai