KONSEP TEORI
a. Pengertian
b. Etiologi
a) Hipertensi
b) Penyakit kardiovaskuler: arteria koronaria, gagal jantung kongestif,
fibrilasi atrium, penyakit jantung kongestif)
c) Kolesterol tinggi, obesitas
d) Peningkatan hematokrit (resiko infark serebral)
e) Diabetes Melitus (berkaitan dengan aterogenesis terakselerasi)
f) Kontrasepasi oral (khususnya dengan disertai hipertensi,
merokok, dan kadar estrogen tinggi)
g) Penyalahgunaan obat (kokain), rokok dan alcohol
d. Epidemiologi
Stroke adalah penyebab kematian yang ketiga setelah penyakit
jantung dan keganasan. Stroke diderita oleh 200 orang per
100.000 penduduk per tahunnya. Stroke merupakan penyebab utama cacat
menahun. Pengklasifikasiannya adalah 65-85% merupakan stroke
hemoragik ( 53% adalah stroke trombotik, dan 31% adalah stroke
embolik) dengan angka kematian stroke trombotik 37%, dan stroke
embolik 60%. Presentase stroke hemoragik hanya sebanyak 15-35%.
10-20% disebabkan oleh perdarahan atau hematom intraserebral, dan 5-
15% perdarahan subarachnoid. Angka kematian stroke hemoragik pada
jaman sebelum ditemukannya CT scan mencapai 70-95%, setelah
ditemukannya CT scan mencapai 20-30%.
Prevalensi stroke di USA adalah 200 per 1000 orang pada rentang
usia 45-54 tahun, 60 per 1000 pada rentang usia 65-74 tahun, dan 95 per
1000 orang pada rentang usia 75-84 tahun. Dengan presentase kematian
mencapai 40-60%
e. Patofisiologi
f. Diagnosa Medik
Pada diagnosis penyakit serebrovaskular, maka tindakan
arteriografi adalah esensial untuk memperlihatkan penyebab dan letak
gangguan. CT Scan dan MRI merupakan sarana diagnostik yang berharga
untuk menunjukan adanya hematoma, infark atau perdarahan. EEG dapat
membantu dalam menentukan lokasi.
g. Penatalaksanaan
1. Non-Medis
Untuk merawat keadaan akut perlu diperhatikan faktor faktor kritis
sebagai berikut :
a) Menstabilkan tanda tanda vital
o Mempertahankan saluran nafas (sering melakukan
penghisapan yang dalam, trakeotomi, pasang alat bantu
pernafasan bila batang otak terkena)
o Kendalikan tekanan darah sesuai dengan keadaan masing
masing individu; termasuk usaha untuk memperbaiki hipotensi
maupun hipertensi.
b) Deteksi dan memperbaiki aritmia jantung
c) Merawat kandung kemih. Sedapat mungkin jangan memasang
kateter tinggal; cara ini telah diganti dengan kateterisasi keluar
masuk setiap 4 sampai 6 jam.
d) Menempatkan posisi penderita dengan baik secepat mungkin :
o Penderita harus dibalik setiap jam dan latihan gerakan pasif
setiap 2 jam
o Dalam beberapa hari dianjurkan untuk dilakukan gerakan pasif
penuh sebanyak 50 kali per hari; tindakan ini perlu untuk
mencegah tekanan pada daerah tertentu dan untuk mencegah
kontraktur (terutama pada bahu, siku dan mata kaki)
2. Medis
a) Neuroproteksi : Berfungsi untuk mempertahankan fungsi jaringan.
Cara kerja metode ini adalah menurunkan aktifitas metabolisme
dan kebutuhan sel-sel neuron.
b) Antikoagulasi : Diperlukan antikoagulasi dengan derajat yang lebih
tinggi (INR 3,0 4,0) untuk pasien stroke yang memiliki katup
prostetik mekanik. Bagi pasien yang bukan merupakan kandidat
untuk terapi warvarin (coumadin), maka dapat digunakan aspirin
tersendiri atau dalam kombinasi dengan dipiridamol sebagai terapi
anti trombotik awal untuk profilaksis stroke.
c) Trombolisis Intravena : Satu-satunya obat yang telah disetujui oleh
US Food and Drug Administration(FDA) untuk terapi stroke
iskemik akut adalah aktivator plasminogen jaringan (TPA) bentuk
rekombinan. Terapi dengan TPA intravena tetap sebagai standar
perawatan untuk stroke akut dalam 3 jam pertama setelah awitan
gejala. Risiko terbesar menggunakan terapi trombolitik adalah
perdarahan intraserebrum.
d) Trombolisis Intraarteri : Pemakaian trombolisis intraarteri pada
pasien stroke iskemik akut sedang dalam penelitian, walaupun saat
ini belum disetujui oleh FDA. Pasien yang beresiko besar
mengalami perdarahan akibat terapi ini adalah yang skor National
Institute of Health Stroke Scale (NIHSS)-nya tinggi, memerlukan
waktu lebih lama untuk rekanalisasi pembuluh, kadar glukosa
darah yang lebih tinggi, dan hitung trombosit yang rendah.
e) Terapi Perfusi : Untuk memulihkan sirkulasi otak pada kasus
vasospasme saat pemulihan dari perdarahan subarakhnoid.
f) Pengendalian Oedema dan Terapi Medis Umum : Oedema otak
terjadi pada sebagian besar kasus infark kasus serebrum iskemik,
terutama pada keterlibatan pada pembuluh besar di daerah arteria
serebri media. Terapi konservatif dengan membuat pasien sedikit
dehidrasi, dengan natrium serum normal atau sedikit meningkat.
g) Terapi Bedah : Dekompresi bedah adalah suatu intervensi drastis
yang masih menjalani uji klinis yang dicadangkan untuk stroke
yang paling masif.
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
1. Keadaan umum
a) Kesadaran: umumnya mengalami penurunan kesadaran
b) Suara bicara: kadang mengalami gangguan yaitu sukar
dimengerti, kadang tidak bisa bicara.
c) Tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat, denyut nadi
bervariasi.
2. Pemeriksaan integument
a) Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit akan jelek. Di samping itu
perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah
yang menonjol karena klien stroke harus bed rest 2-3 minggu
b) Kuku: perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
c) Rambut: umumnya tidak ada kelainan.
3. Pemeriksaan kepala dan leher
a) Kepala: bentuk normocephalik
b) Muka: umumnya tidak simetris yaitu miring ke salah satu sisi
c) Leher: kaku kuduk jarang terjadi.
4. Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi,
wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur
akibat penurunan refleks batuk dan menelan.
5. Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan
kadang terdapat kembung.
6. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine.
7. Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
8. Pemeriksaan neurologi:
a. Pemeriksaan nervus cranialis
Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII
central.
b. Pemeriksaan motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi
tubuh.
c. Pemeriksaan sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi.
d. Pemeriksaan reflex
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan
menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul
kembali didahului dengan refleks patologis.
9. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
b. Pemeriksaan Radiologi
Kolaborasi :
d. Evaluasi
Diagnosa I :
1. Klien tidak gelisah
2. Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang.
3. GCS 456
4. Pupil isokor, reflek cahaya (+)
5. Tanda-tanda vital normal(nadi : 60-100 kali permenit, suhu: 36-
36,7 C, Pernafasan 16-20 kali permenit)
Diagnosa II :
Diagnosa III :
Black, Joice. M., & Hawk, Jane. H. (2005). Medical Surgical Nursing; clinical
management for positive outcomes. 7th Edition. St. Louis : Elsevier. Inc
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta. EGC.
Hariyono, (2004), Buku Ajar Neuorologi Klinis, Edisi 1,Gadjah Mada University
Press, Yogyakarata
Hudak, Gallo. (2005), Keperawatan Kritis Pedekatan Holistik Edisi VI. Jakarta:
EGC.
Mansjoer, arief, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga Jilid
Pertama. Jakarta. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
LEMBAR PERSETUJUAN
Mengetahui,
Preceptor Akademik Preceptor Klinik