Anda di halaman 1dari 5

A.

Kesimpulan dan Rekomendasi


Berdasarkan dari hasil analisis yang telah dibahas dan dipaparkan dalam
poinpoin sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Sebagian besar klien memiliki efikasi diri dan motivasi yang rendah dalam
perawatan dirinya sehingga lebih cenderung kurang inisiatif untuk memenuhi
kebutuhan perawatan dirinya secara mandiri.
2. Kualitas Perawatan diri pasien sangat bergantung pada pengenalan gejala,
manajemen penyakit dan kemampuan perawat dalam interaksi perawat-pasien
secara terapeutik.
3. Teknik pengkajian APBC merupakan teknik pengkajian terkait perawatan diri
yang berpusat pada pasien yang berguna untuk meningkatkan perawatan diri
mereka, keterlibatan pasien dapat dicapai tanpa mengorbankan prinsip-prinsip
kebersihan dan keselamatan pasien, APBC juga sebagai prosedur interaktif
antara perawat dan pasien.
4. Manajemen diri didefinisikan sebagai pengelolaan gejala, pengobatan pada
fisik maupun psikososial dan perubahan hidup pada klien.
5. Manajemen diri mencakup pemantauan kondisi dan kemampuan seseorang
secara kognitif, perilaku, dan emosional yang diperlukan untuk
mempertahankan kualitas hidup yang memuaskan. Harapannya dapat
meningkatkan keterampilan diri dan memiliki kepercayaan diri untuk
melakukan segala aktivitas dalam pemenuhin kebutuhan perawatan diri
secara mandiri

Rekomendasi yang dapat diberikan pada rumah sakit khususnya ruangan


Dahlia adalah, perlu adanya suatu sistem yang dapat memfasilitasi peningkatan
manajemen diri, efikasi diri, dan motivasi diri klien dalam perawatan diri dan
pemenuhan personal hygiene sehingga terdapat peran aktif dari klien disamping
peran perawat sebagai care giver dan keluarga yang merawat klien. Rekomendasi
dapat diberikan secara bertahap dengan rincian kegiatan sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi klien dengan gangguan pemenuhan kebutuhan perawatan
diri yang ada di dalam ruangan
2. Melakukan intervensi peningkatan manajemen diri melalui salah satu elemen
inti program manejemen diri, yaitu promosi kesehatan pada klien dengan
peningkatan efikasi diri dan motivasi perawatan diri pada klien dan
keterampilan serta strategi untuk mengatur konsekuensi dari suatu penyakit
atau keluhan sesak nafasnya menggunakan teknik APBC.
3. Ukur keberhasilan program atau outcome dengan menggunakan skala yang
direkomendasikan oleh jurnal, yaitu skala pengukuran efikasi diri oleh
Friedman dan Bandura yang ada di dalam NOC 2013.
4. Memulai melakukan pengkajian APBC dengan prinsip-prinsip sebagai
berikut:
a. Fokuskan pada klien individu, berikan perhatian khusus terhadap klien
dengan keluhan utama sesak nafas
b. Tenaga keperawatan harus dapat menciptakan hubungan yang baik dengan
klien
c. Sesi APBC harus terstruktur
d. APBC dapat diterapkan pada semua jenis intervensi perawatan diri yang
ada
5. APBC dilakukan bersamaan dengan berbagai jenis intervensi bantuan
perawatan diri: mandi dengan memperhatikan kondisi dan respon klien
terhadap sesak dengan langkah sebagai berikut:
a. Mendorong klien untuk mengukur level sesak pada klien sendiri dengan
menggunakan Modified Borg Scale (terlampir).
b. Rencana tindakan bantuan perawatan diri: mandi bergantung pada skor
sesak klien. lakukan jeda tindakan ketika klien menunjukkan respon tinggi
terhadap sesak (lebih dari 7).
c. Identifikasi outcome bantuan perawatan diri pada klien selama program
berlangsung. Lakukan kontrak waktu dengan klien untuk sesi APBC
berikutnya.
d. Lama APBC bergantung pada teratasinya diagnosa Defisit perawatan diri
atau Pengabaian diri pada klien.
Lampiran:
SKALA BORG (THE BORG SCALE)

Skala BORG merupakan suatu skala ordinal dengan nilai-nilai dari 0


sampai dengan 10. Skala BORG digunakan untuk mengukur sesak napas selama
melaksanakan kegiatan/pekerjaan. Pemantauan sesak napas dapat membantu
dalam menyesuaikan aktivitas dengan mempercepat atau memperlambat gerakan.
Hal ini juga dapat memberikan informasi penting kepada dokter. Skala BORG ini
disediakan untuk menstandarisasikan suatu perbandingan-perbandingan antar
individu dalam melaksanakan tugas yang sama. Indikasi nilai pada skala yang
digunakan adalah besarnya perasaan kelelahan, kesakitan, ataupun kadar
berkurangnya kemampuan tubuh dalam melakukan pekerjaanya. Semakin besar
perasaan sakit yang dirasakan pada otot maka semakin besar nilai BORG yang
digunakan. Skala ini dapat dilakukan pada pengukuran-pengukuran fisiologis
seperti intensitas latihan meningkat (laju deyut jantung), juga ada korelasi yang
tinggi untuk pengukuran lainnya seperti respirasi yang meningkat, CO2 produksi,
akumulasi laktat dan suhu tubuh, keringat sampai dengan kelelahan otot. Skala ini
memiliki keterbatasan yaitu pengukuran dilakukan secara subyektif, sehingga
penilaian yang digunakan oleh seorang tersebut dilakukan secara menaksir secara
wajar baik dari denyut jantung selama kerja fisik.

Korelasi antara nilai Skala BORG dengan laju denyut jantung adalah
dengan menggunakan nilai Skala BORG, laju denyut jantung dapat diketahui
dengan cara mengalikan nilai ordinal dari Skala BORG dengan nilai 10, seperti
contoh jika nilai seorang pekerja terhadap kelelahan yang dirasa (Skala BORG)
adalah 12, lalu untuk menghitung laju denyut jantung adalah 12 x 10 = 120;
sehingga laju denyut jantung harus kira-kira 120 denyut per menit. Namun,
perhitungan seperti yang telah dijelaskan, merupakan suatu perkiraan awal saja,
pada faktanya laju denyut jantung seseorang akan berbeda tergantung pada usia
dan kondisi badan.
Prinsip dasar penggunaan atau pengisian data Skala BORG adalah pada
saat melakukan pekerjaan, peneliti akan menanyakan presepsi tingkat keluhan
yang dirasakan operator pada otot yang bekerja atau otot yang diteliti. Presepsi
tingkat keluhan dapat mencerminkan seberapa besar beban kerja yang dirasakan,
karena semakin besar beban kerja maka semakin maksimal otot akan
berkontraksi. Persepsi tingkat keluhan dilakukan secara terfokus pada otot yang
diteliti, karena pada saat pekerjaan berlangsung banyak otot yang bekerja ataupun
perasaan sakit yang bukan berasal dari otot yang akan diteliti. Penilaian tingkat
keluhan dilakukan secara jujur, tanpa berfikir untuk menjadi yang terbaik antara
individu lain atau menyamakan nilainya dengan individu lain. Perhatikan presepsi
tingkat keluhan yang dirasa kemudian diubah menjadi satuan nilai.

SCALE SEVERITY
Tidak ada Sesak napas sama
0
sekali
Sangat Sangat Sedikit (Hanya
0.5
Terlihat)
1 sangat Sedikit
2 sedikit Sesak napas
3 sedang
4 agak berat
5 Sesak napas parah
6
7 Sesak napas sangat parah
8
Sangat Sangat parah (Hampir
9
Maksimum)
10 Maximum
(Sumber:Borg.BORG RPE-Scale, 1998)
Nilai 0 merupakan nilai terendah yang dapat diberikan, nilai ini memiliki
arti tidak dirasakan sakit sama sekali. Nilai ini menunjukkan bahwa otot operator
tidak merasakan sakit sama sekali. Biasanya nilai ini merupakan nilai awal
sebelum melakukan pekerjaan ataupun baru melakukan pekerjaan. Nilai 1
memiliki arti rasa sakit yang sangat lemah sekali. Nilai ini diperuntukkan bagi
operator yang baru melakukan kerja dalam beberapa menit. Nilai 3 memiliki arti
sakit yang dirasakan adalah sedang. Dalam hal ini operator menilai bahwa rasa
sakit pada ototnya kadang terasa kadang tidak. Biasanya perasaan ini timbul pada
waktu 5-7 menit setelah memulai pekerjaan. Nilai 4, operator sudah merasakan
rasa sakit pada ototnya. Hal ini dapat terjadi apabila operator sudah melakukan
pekerjaan yang cukup lama. Nilai 7 merupakan nilai kritis, karena rasa sakit yang
dirasakan sudah mulai mengganggu kinerja otot pada khususnya dan mengganggu
pekerjaan pada umumnya. Pekerjaan dapat diteruskan apabila operator terus
bersemangat dalam bekerja.

Anda mungkin juga menyukai