Anda di halaman 1dari 33

ANALISIS JURNAL MOBILISASI DINI PADA PASIEN POST OPERASI

LAPARATOMI DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN Sdr. S


DENGAN POST LAPARATOMI REPAIR GASTER DI RUANG
MAWAR RSD dr. SOEBANDI JEMBER

SEMINAR KASUS

Oleh:
Kelompok 6

PROGRAM PROFESI NERS


PROGRA STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2017
ANALISIS JURNAL MOBILISASI DINI PADA PASIEN POST OPERASI
LAPARATOMI DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN Sdr. S
DENGAN POST LAPARATOMI REPAIR GASTER DI RUANG
MAWAR RSD dr. SOEBANDI JEMBER

SEMINAR KASUS

diajukan guna memenuhi tugas Program Profesi Ners (P2N)


Stase Keperawatan Bedah

Oleh:
Iput Hardianti, S.Kep NIM 102311101096
Rofidatul Inayah, S.Kep NIM 132311101025
Afriezal Kamil, S.Kep NIM 132311101054
Mayangga Sukmawati, S.Kep NIM 152311101273

PROGRAM PROFESI NERS


PROGRA STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2017
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan globalisasi dan perubahan gaya hidup manusia berdampak
terhadap perubahan pola penyakit. Selama beberapa tahun terakhir di Indonesia,
masyarakat Indonesia mengalami perkembangan dan peningkatan angka kesakitan
dan kematian. Untuk mengatasi berbagai macam keluhan penyakit, berbagai
tindakan telah dilakukan, mulai dari tindakan yang paling ringan yaitu secara
konservatif atau non bedah sampai pada tindakan yang paling berat yaitu operatif
atau tindakan bedah.
Tindakan pembedahan bertujuan untuk mencegah kecacatan dan
komplikasi, dimana tindakan ini menjadi terapi pilihan pada berbagai kondisi
yang sulit dan tidak mungkin disembuhkan melalui obat-obatan sederhana. Pasien
yang mendapatkan tindakan pembedahan semakin banyak. Hal ini dibuktikan
dengan tindakan operasi bedah di beberapa rumah sakit dari tahun ke tahun yang
cenderung semakin meningkat (Potter dan Perry, 2006). Data WHO menunjukkan
bahwa selama lebih dari satu abad, perawatan bedah telah menjadi komponen
penting dari perawatan kesehatan di seluruh dunia. Diperkirakan setiap tahun ada
230 juta tindakan bedah dilakukan di seluruh dunia (Hasri, 2012).
Pembedahan merupakan tindakan pengobatan invasif yang dilakukan oleh
tim medis untuk mengatasi masalah medis dengan membuka atau menampilkan
bagian tubuh yang akan ditangani melalui sayatan dan akhirnya ditutup dengan
penjahitan luka (Susetyowati, dkk, 2010). Potter dan Perry (2006),
mengklasifikasikan tindakan pembedahan menjadi dua, yaitu bedah minor dan
bedah mayor. Bedah minor adalah teknik bedah yang menggunakan anastesi lokal
yang melibatkan perubahan yang kecil pada bagian tubuh, dilakukan untuk
memperbaiki deformitas, dan mempunyai risiko yang lebih rendah, bila
dibandingkan dengan bedah mayor. Sedangkan bedah mayor adalah teknik bedah
yang melibatkan rekonstruksi atau perubahan yang luas pada bagian tubuh dan
menimbulkan risiko yang tinggi bagi kesehatan dan biasanya dikerjakan dengan
anastesi umum atau general anastesi. Salah satu tindakan pembedahan yang
menggunakan teknik bedah mayor adalah laparatomi.
Pasien post laparatomi memerlukan perawatan yang maksimal untuk
mempercepat pengembalian fungsi tubuh. Hal ini dilakukan segera setelah operasi
dengan latihan napas dan batuk efektif dan mobilisasi dini. Perawatan post
laparatomi merupakan bentuk perawatan yang diberikan kepada pasien yang telah
menjalani operasi pembedahan perut. Tujuan perawatannya adalah mengurangi
komplikasi, meminimalkan nyeri, mempercepat penyembuhan, mengembalikan
fungsi pasien semaksimal mungkin seperti sebelum operasi, mempertahankan
konsep diri dan mempersiapkan pulang, hal ini dilakukan sejak pasien masih di
ruang pulih sadar (Arif, 2010).
Mobilisasi adalah suatu kebutuhan dasar manusia yang diperlukan oleh
individu untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang berupa pergerakan sendi,
sikap, gaya berjalan, latihan maupun kemampuan aktivitas (Potter dan Perry,
2006). Mobilisasi dini menurut Carpenito (2000) adalah suatu upaya
mempertahankan kemandirian sedini mungkin dengan cara membimbing
penderita untuk mempertahankan fungsi fisiologis. Hal ini bertujuan untuk
mengaktifkan kembali fungsi neuromuskular. Masih banyak pasien yang
mempunyai kekhawatiran jika tubuh digerakkan pada posisi tertentu pasca operasi
akan mempengaruhi luka operasi yang belum sembuh. Padahal tidak sepenuhnya
masalah ini dikhawatirkan, bahkan justru hampir semua jenis operasi
membutuhkan mobilisasi atau pergerakan badan sedini mungkin. Asalkan rasa
nyeri dapat ditoleransi dan keseimbangan tubuh tidak lagi menjadi gangguan,
dengan bergerak, masa pemulihan untuk mencapai level kondisi seperti pra
pembedahan dapat dipersingkat. Hal ini tentunya akan mengurangi waktu rawat di
rumah sakit, menekan pembiayaan serta juga dapat mengurangi stress psikis
(Majid, Judha, dan Istianah, 2011).
Dengan bergerak, hal ini akan mencegah kekakuan otot dan sendi
sehingga mengurangi nyeri, menjamin kelancaran peredaran darah, memperbaiki
metabolisme, mengembalikan kerja fisiologis organ-organ vital yang pada
akhirnya akan mempercepat proses penyembuhan luka (Majid, Judha, dan
Istianah, 2011). Menggerakkan badan atau melatih otot-otot dan sendi pasca
operasi di sisi lain akan menyehatkan pikiran dan mengurangi dampak negatif dari
beban psikologis yang tentu saja berpengaruh baik terhadap pemulihan fisik. Hasil
penelitian mengatakan bahwa keberhasilan mobilisasi dini tidak hanya
mempercepat proses pemulihan luka pasca pembedahan namun juga mempercepat
pemulihan peristaltik usus pada pasien pasca pembedahan (Akhrita, 2011).
Mobilisasi sudah dapat dilakukan sejak 6 jam setelah pembedahan, tentu
setelah pasien sadar atau anggota gerak tubuh dapat digerakkan kembali setelah
dilakukan pembiusan regional. Pada saat awal pergerakan fisik bisa dilakukan di
atas tempat tidur dengan menggerakkan tangan dan kaki yang bisa ditekuk atau
diluruskan, mengkontraksikan otot-otot dalam keadaan statis maupun dinamis
termasuk juga menggerakkan badan lainnya, miring ke kiri atau miring ke kanan.
Pada 12 jam sampai 24 jam berikutnya atau bahkan lebih awal lagi badan sudah
bisa diposisikan duduk, baik bersandar maupun tidak dan fase selanjutnya duduk
diatas tempat tidur dengan kaki yang dijatuhkan atau ditempatkan di lantai sambil
digerak-gerakkan. Di hari kedua pasca operasi, rata-rata untuk pasien yang
dirawat di kamar atau bangsal dan tidak ada hambatan fisik untuk berjalan,
seharusnya sudah biasa berdiri dan berjalan di sekitar kamar atau keluar kamar,
misalnya berjalan sendiri ke toilet atau kamar mandi dengan posisi infus yang
tetap terjaga.
Operasi yang dilakukan di daerah abdomen, tidak ada alasan untuk
berlama-lama berbaring di tempat tidur. Perlu diperhatikan kapan diet makanan
mulai diberikan, terutama untuk jenis operasi yang menyentuh saluran
pencernaan, yang luka operasinya melibatkan saluran kemih dengan pemasangan
kateter dan atau pipa drainase sudah akan memberikan keleluasaan untuk bergerak
sejak dua kali 24 jam pasca operasi (Majid, Judha, dan Istianah, 2011).
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis melakukan analisis
jurnal sebagai referensi efektif untuk proses penyembuhan pada pasien laparatomi
dengan penatalaksanaan mobilisasi dini.
1.2 Tujuan
a. Mengetahui keefektifan mobilisasi dini pada pasien post laparatomi pada
penelitian sebelumnya.
b. Mengetahui landasan penatalaksanaan mobilisasi dini pada pasien post
laparatomi.

1.3 Manfaat
a. Konsep dasar keilmuan yang dapat diaplikasikan pada pasien post
laparatomi
b. Meningkatkan kualitas hidup pasien post op laparatomi agar segera pulih
dan tidak mengalami komplikasi
BAB 2. TINJAUAN TEORI

A. Konsep Teori
1. Definisi Laparatomi
Laparatomi adalah operasi yang dilakukan untuk membuka abdomen
(bagian perut). Kata "laparotomi" pertama kali digunakan untuk merujuk operasi
semacam ini pada tahun 1878 oleh seorang ahli bedah Inggris, Thomas Bryant.
Kata tersebut terbentuk dari dua kata Yunani, lapara dan tome. Kata
lapara berarti bagian lunak dari tubuh yg terletak di antara tulang rusuk dan
pinggul. Sedangkan tome berarti pemotongan (Kamus Kedokteran, 2011).
Bedah laparatomi merupakan tindakan operasi pada daerah abdomen.
Laparatomi yaitu insisi pembedahan melalui pinggang (kurang begitu tepat), tapi
lebih umum pembedahan perut (Harjono, 1996). Ramali Ahmad (2000)
mengatakan bahwa laparatomi yaitu pembedahan perut, membuka selaput perut
dengan operasi. Sedangkan menurut Arif Mansjoer (2000), laparotomi adalah
pembedahan yang dilakukan pada usus akibat terjadinya perlekatan usus dan
biasanya terjadi pada usus halus.

2. Etiologi
a. Trauma abdomen (tumpul atau tajam)
Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang
terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau
yang menusuk (Ignativicus & Workman, 2006). Dibedakan atas 2 jenis yaitu :
1) Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium)
yang disebabkan oleh : luka tusuk, luka tembak.
2) Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritoneum)
yang dapat disebabkan oleh pukulan, benturan, ledakan, deselerasi,
kompresi atau sabuk pengaman (seat-belt).
b. Peritonitis
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum lapisan membrane serosa rongga
abdomen, yang diklasifikasikan atas primer, sekunder dan tersier. Peritonitis
primer dapat disebabkan oleh spontaneous bacterial peritonitis (SBP) akibat
penyakit hepar kronis. Peritonitis sekunder disebabkan oleh perforasi
appendicitis, perforasi gaster dan penyakit ulkus duodenale, perforasi kolon
(paling sering kolon sigmoid), sementara proses pembedahan merupakan
penyebab peritonitis tersier.
c. Sumbatan pada usus halus dan usus besar
Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun penyebabnya)
aliran normal isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi usus biasanya
mengenai kolon sebagai akibat karsinoma dan perkembangannya lambat.
Sebagian dasar dari obstruksi justru mengenai usus halus. Obstruksi total usus
halus merupakan keadaan gawat yang memerlukan diagnosis dini dan tindakan
pembedahan darurat bila penderita ingin tetap hidup. Penyebabnya dapat
berupa perlengketan (lengkung usus menjadi melekat pada area yang sembuh
secara lambat atau pada jaringan parut setelah pembedahan abdomen),
Intusepsi (salah satu bagian dari usus menyusup kedalam bagian lain yang ada
dibawahnya akibat penyempitan lumen usus), Volvulus (usus besar yang
mempunyai mesocolon dapat terpuntir sendiri dengan demikian menimbulkan
penyumbatan dengan menutupnya gelungan usus yang terjadi amat distensi),
hernia (protrusi usus melalui area yang lemah dalam usus atau dinding dan otot
abdomen), dan tumor (tumor yang ada dalam dinding usus meluas kelumen
usus atau tumor diluar usus menyebabkan tekanan pada dinding usus).
d. Apendisitis mengacu pada radang apendiks
Suatu tambahan seperti kantong yang tak berfungsi terletak pada bagian
inferior dari sekum. Penyebab yang paling umum dari apendisitis adalah
obstruksi lumen oleh fases yang akhirnya merusak suplai aliran darah dan
mengikis mukosa menyebabkan inflamasi.
e. Perdarahan pada saluran pencernaan
f. Masa pada abdomen (Tumor, cyste dll)
g. Pankreatitis
h. Abses
i. Adhesi (bands of scar tissue that form after trauma or surgery)
j. Divertikulitis
k. Kehamilan ektopik

3. Manifestasi Klinis
Manifestasi yang biasa timbul pada pasien post laparatomy diantaranya :
a. Nyeri tekan pada area sekitar insisi pembedahan
b. Dapat terjadi peningkatan respirasi, tekanan darah, dan nadi.
c. Kelemahan
d. Mual, muntah, anoreksia
e. Konstipasi

4. Teknik Sayatan Laparatomi


Menurut Sjamsuhidayat dan Jong (2006), bedah laparatomi merupakan
teknik sayatan yang dilakukan pada daerah abdomen. Teknik sayatan dapat
dilakukan pada bedah digestif dan kandungan (Bedah Unhas, 2013), dimana arah
sayatan meliputi :
a. Midline Epigastric Insision (irisan median atas)
Insisi dilakukan persis pada garis tengah dimulai dari ujung Proc.Xiphoideus
hingga satu sentimeter diatas umbilikus. Membuka peritoneum dari bawah.
b. Midline Sub-umbilical Insision (irisan median bawah)
Irisan dari umbilikus sampai simfisis, membuka peritoneum dari sisi atas.
Irisan median atas dan bawah dapat disambung dengan melingkari umbilikus.
c. Paramedian Insision trapp door (konvensional)
Insisi ini dapat dibuat baik di sebelah kanan atau kiri dari garis tengah. Kira-
kira 2,5cm sampai 5cm dari garis tengah. Insisi dilakukan vertikal, diatas
sampai bawah umbilikus, M. Rectus Abdominis didorong ke lateral dan
peritoneum dibuka juga 2,5cm lateral dari garis tengah.
d. Lateral Paramedian Insision
Modifikasi dari paramedian insision yang dikenalkan oleh Guillou. Dimana
fascia diiris lebih lateral dari yang konvensional. Secara teoritis, teknik ini
akan memperkecil kemungkinan terjadinya wound dehiscence dan insisional
hernia dan lebih baik dari yang konvensional.
e. Vertical Muscle Splitting Insision (paramedian transrect)
Insisi ini sama dengan paramedian insision konvensional, hanya otot rectus
pada insisi ini dipisahkan secara tumpul (splitting longitudinally) pada
tengahnya, atau jika mungkin pada tengahnya. Insisi ini berguna untuk
membuka scar yang berasal dari insisi paramedian sebelumnya. Kemungkinan
hernia sikatrikalis lebih besar.
f. Kocher Subcostal Insision
Insisi Subcostal kanan yang biasanya digunakan untuk pembedahan empedu
dan saluran empedu.
g. McBurney Gridiron (Irisan oblique)
Dilakukan untuk kasus apendisitis akut dan diperkenalkan oleh Charles
McBurney pada tahun 1894, otot-otot dipisahkan secara tumpul.
h. Rocky Davis
Insisi dilakukan pada titik McBurney secara transverse skin crease, irisan ini
lebih kosmetik.
i. Pfannenstiel Insision
Insisi yang popular dalam bidang ginekologi dan juga dapat memberikan akses
pada ruang retropubic pada laki-laki untuk melakukan extraperitoneal
retropubic prostatectomy.
j. Insisi Thoracoabdominal
Insisi Thorakoabdominal, baik kanan maupun kiri, akan membuat cavum
pleura dan cavum abdomen menjadi satu. Insisi thorakoabdominal kanan
biasanya dilakukan untuk melakukan emergensi ataupun elektif reseksi hepar.
Insisi thorakoabdominal kiri efektif jika dilakukan untuk melakukan reseksi
dari bagian bawah esophagus dan bagian proximal dari lambung.

5. Jenis Tindakan Operasi Laparatomi Menurut Indikasi


Tindakan bedah digestif yang sering dilakukan dengan teknik sayatan arah
laparatomi yaitu:
a. Herniotomi
Tindakan bedah hernia disebut herniotomi. Herniotomi adalah operasi
pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya, kantong hernia dibuka dan isi
hernia dibebaskkan kalau ada perlengketan, kemudian direposisi, kantong
hernia dijahit ikat setingggi mungkin lalu dipotong (Sjamsuhidayat dan Jong,
2006).
b. Gastrektomi
Suatu tindakan reseksi pada lambung baik keseluruhan lambung maupun
sebagian. Prosedur ini biasanya digunakan untuk mengobati kanker, tetapi juga
digunakan untuk mengobati ulkus lambung yang tidak berespon terhadap terapi
obat. Gastrektomi Billroth I adalah gastrektomi parsial, yaitu bagian lambung
yang masih ada dilakukan anastomosis dengan duodenum. Gastrektomi parsial
Polya (di Amerika Serikat lebih dikenal dengan gastrektomi Billroth II)
meliputi pengangkatan sebagian lambung dan duodenum serta anastomosis
bagian lambung yang masih ada dengan jejunum. Gastrektomi total adalah
operasi radikal yang dilakukan untuk kanker di bagian atas lambung.
c. Kolesistoduodenostomi
Pembedahan pada tumor obstruksi duktus koleduktus, kaput pankreas, papilla
vater, duktus pankreas, duodenum, vena mesentrikasuperior, duktus hepatikus,
arteri mesenterika superior dan kandung empedu.
d. Hepatektomi
Hepatektomi adalah operasi bedah untuk mengangkat sebagian atau seluruh
bagian organ hati. Tindakan hepatektomi sering digunakan untuk mengobati
kanker hati. Hepatektomi parsial adalah pembedahan yang hanya mengangkat
tumornya saja (sebagian dari hati). Hepatektomi total adalah operasi yang
kompleks di mana seluruh hati atau liver akan diangkat. Prosedur ini diikuti
dengan transplantasi hati karena tubuh tidak dapat hidup tanpa hati.
e. Splenorafi atau splenotomi
Splenotomi adalah adalah sebuah metode operasi pengangkatan limpa, yang
mana organ ini merupakan bagian dari sistem getah bening. Splenotomi
biasanya dilakukan pada trauma limpa, penyakit keganasan tertentu pada limpa
(hodkins disease dan non-hodkins limfoma, limfositis kronik, dan CML),
hemolitik jaundice, idiopatik trombositopenia purpura, atau untuk tumor, kista,
dan splenomegali.
f. Apendektomi
Tindakan pembedahan yang dilakukan pada apendiks akibat peradangan baik
bersifat akut maupun kronik. Teknik apendektomi dengan irisan Mc. Burney
secara terbuka.
g. Kolostomi
Kolostomi merupakan kolokytaneostomi yang disebut juga anus preternaturalis
yang dibuat sementara atau menetap.
h. Hemoroidektomi
Terapi bedah dipilih untuk penderita yang mengalami keluhan menahun dan
pada penderita hemoroid derajat III dan IV.
i. Fistulotomi atau fistulektomi
Pada fistel dilakukan fistulotomi atau fistulektomi artinya fistel dibuka dari
lubang asalnya sampai lubang kulit. Luka dibiarkan terbuka sehingga proses
penyembuhan dimulai dari dasar persekundan intertionem.

Tindakan bedah kandungan yang sering dilakukan dengan teknik sayatan


arah laparatomi adalah berbagai jenis operasi uterus, operasi pada tuba fallopi dan
operasi ovarium, yaitu:
a. Histerektomi
Pembukaan uterus untuk mengeluarkan isinya dan kemudian menutupnya lagi,
yang dapat dilakukan dengan cara:
1. Histerektomi total yaitu mengangkat seluruh uterus dengan membuka
vagina.
2. Histerektomi subtotal yaitu pengangkatan bagian uterus diatas vagina tanpa
membuka vagina.
3. Histerektomi radikal yaitu untuk karsinoma serviks uterus dengan
mengangkat uterus, alat-alat adneksia sebagian dari parametrium, bagian
atas vagina dan kelenjar-kelenjar regional.
4. Eksterasi pelvik yaitu operasi yang lebih luas dengan mengangkat semua
jaringan di dalam rongga pelvik, termasuk kandung kencing atau rektum.
b. Salpingo-ooforektomi bilateral
Merupakan pengangkatan sebagian ovarium diselenggarakan pada kelainan
jinak. Pada tumor ganas ovari kanan dan kiri diangkat dengan tuba bersama
dengan uterus. Selain tindakan bedah dengan teknik sayatan laparatomi pada
bedah digestif dan kandungan, teknik ini juga sering dilakukan pada
pembedahan organ lain, antara lain ginjal dan kandung kemih (Nuryanti,
2012).

6. Komplikasi Post Laparatomi


a. Stitch Abscess
Biasanya muncul pada hari ke-10 pasca operasi atau bisa juga sebelumnya,
sebelum jahitan insisi tersebut diangkat. Abses ini dapat superfisial atau lebih
dalam. Jika dalam ia dapat berupa massa yang teraba dibawah luka, dan terasa
nyeri jika diraba.
b. Infeksi Luka Operasi
Biasanya jahitan akan terkubur didalam kulit sebagai hasil dari edema dan
proses inflamasi sekitarnya. Infeksi luka sering muncul pada 36 jam sampai 46
jam pasca operasi. Penyebabnya dapat berupa Staphylococcus Aureus, E. Colli,
Streptococcus Faecalis, Bacteroides. Pasien biasanya akan mengalami demam,
sakit kepala, anorexia dan malaise.
c. Gas Gangrene
Biasanya berupa rasa nyeri yang sangat pada luka operasi, biasanya 12 jam
sampai 72 jam pasca operasi, peningkatan temperature (39C sampai 41C),
takikardia, dan syok yang berat.
d. Hematoma
Kejadian ini kira-kira 2% dari komplikasi operasi. Keadaan ini biasanya hilang
dengan sendirinya.
e. Keloid Scar
Penyebab dari keadaan ini hingga kini tidak diketahui, hanya memang sebagian
orang mempunyai kecenderungan untuk mengalami hal ini lebih dari orang
lain.
f. Abdominal Wound Disruption and Evisceration
Disrupsi ini dapat partial ataupun total. Insidensinya sendiri bervariasi antara
0% sampai 3% dan biasanya lebih umum terjadi pada pasien lebih dari 60
tahun. Jika dilihat dari jenis kelamin, perbandingan laki-laki dan perempuan
adalah 4: 1.
g. Syok
Digambarkan sebagai tidak memadainya oksigenasi selular yang disertai
dengan ketidakmampuan untuk mengekspresikan produk metabolisme.
Manifestasi Klinis :
1. Pucat
2. Kulit dingin dan terasa basah
3. Pernafasan cepat
4. Sianosis pada bibir, gusi dan lidah
5. Nadi cepat, lemah dan bergetar
6. Penurunan tekanan nadi
7. Tekanan darah rendah dan urine pekat.
h. Hemorrhagi
1. Hemoragi primer : terjadi pada waktu pembedahan
2. Hemoragi intermediari : beberapa jam setelah pembedahan ketika kenaikan
tekanan darah ke tingkat normalnya melepaskan bekuan yang tersangkut
dengan tidak aman dari pembuluh darah yang tidak terikat
3. Hemoragi sekunder : beberapa waktu setelah pembedahan bila ligatur slip
karena pembuluh darah tidak terikat dengan baik atau menjadi terinfeksi
atau mengalami erosi oleh selang drainage.
Manifestasi Klinis Hemorrhagi: Gelisah, terus bergerak, merasa haus, kulit
dingin-basah-pucat, nadi meningkat, suhu turun, pernafasan cepat dan dalam,
bibir dan konjungtiva pucat dan pasien melemah.
i. Tromboplebitis
Tromboplebitis postoperasi biasanya timbul 7-14 hari setelah operasi. Bahaya
besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding pembuluh
darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru, hati, dan otak.
j. Buruknya integritas kulit sehubungan dengan luka infeksi.
k. Infeksi luka sering muncul pada 36-46 jam setelah operasi. Organisme yang
paling sering menimbulkan infeksi adalah stapilokokus aureus,
mikroorganisme; gram positif. Buruknya integritas kulit sehubungan dengan
dehisensi luka atau eviserasi. Dehisensi luka merupakan terbukanya tepi-tepi
luka. Eviserasi luka adalah keluarnya organ-organ dalam melalui insisi.Faktor
penyebab dehisensi atau eviserasi adalah infeksi luka, kesalahan menutup
waktu pembedahan, ketegangan yang berat pada dinding abdomen sebagai
akibat dari batuk dan muntah.

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan rektum : adanya darah menunjukkan kelainan pada usus besar ;
kuldosentesi, kemungkinan adanya darah dalam lambung; dan kateterisasi,
adanya darah menunjukkan adanya lesi pada saluran kencing.
b. Laboratorium : hemoglobin, hematokrit, leukosit dan analisis urine.
c. Radiologik : bila diindikasikan untuk melakukan laparatomi.
d. IVP/sistogram : hanya dilakukan bila ada kecurigaan terhadap trauma
saluran kencing.
e. Parasentesis perut : tindakan ini dilakukan pada trauma tumpul perut yang
diragukan adanya kelainan dalam rongga perut atau trauma tumpul perut
yang disertai dengan trauma kepala yang berat, dilakukan dengan
menggunakan jarum pungsi no 18 atau 20 yang ditusukkan melalui dinding
perut didaerah kuadran bawah atau digaris tengah dibawah pusat dengan
menggosokkan buli-buli terlebih dahulu.
f. Lavase peritoneal : pungsi dan aspirasi/bilasan rongga perut dengan
memasukkan cairan garam fisiologis melalui kanula yang dimasukkan
kedalam rongga peritonium.
8. Penatalaksanaan Medis
a. Pasien dijaga tetap hangat tapi tidak sampai kepanasan
b. Dibaringkan datar di tempat tidur dengan tungkai dinaikkan
c. Pemantauan status pernafasan
d. Penentuan gas darah dan terapi oksigen melalui intubasi atau nasal kanul
jika diindikasikan.
e. Penggantian cairan dan darah kristaloid (ex: RL) atau koloid (ex: komponen
darah, albumin, plasma atau pengganti plasma).
f. Terapi obat: kardiotonik (meningkatkan efisiensi jantung) atau diuretik
(mengurangi retensi cairan dan edema)
B. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
a) Identitas klien
Biasanya terdiri dari : nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, alamat, diagnosa medis, tanggal masuk rumah sakit, tanggal
pengkajian dan
b) Keluhan utama
Keluhan utama diambil dari data subjektif atau objektif yang paling
menonjol yang dialami oleh klien. Keluhan utama pada klien peritonitis
ialah nyeri di daerah abdomen, mual, muntah, demam.
c) Riwayat Kesehatan Sekarang
Menggambarkan tentang hal-hal yang menjadikan pasien dibawa ke Rumah
Sakit dan dirawat serta merupakan pengembangan dari keluhan utama dan
data yang menyertai menggunakan pendekatan PQRST.
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada kesehatan masa lalu ini dikaji tentang faktor resiko penyebab masalah
kesehatan sekarang serta jenis penyakit dan kesehatan masa lalu. Pada klien
post operasi akibat peritonitis, perlu dikaji mengenai riwayat penyakit
saluran pencernaan (seperti Typhoid, Apendicitis, dll) dan riwayat
pembedahan sebelumnya.
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Pada riwayat kesehatan keluarga ini dikaji tentang penyakit yang menular
atau penyakit menurun yang ada dalam keluarga.
2. Pola Aktivitas Harian
Pengkajian pada pola aktivitas ini adalah membandingkan antara kebiasaan
selama di rumah sakit sebelum sakit dan selama sakit di rumah sakit meliputi :
a) Pola Nutrisi, Dikaji mengenai makanan pokok, frekuensi makan, pantangan
makanan, alergi terhadap makanan dan nafsu makan. Biasanya pada klien
post operasi akibat peritonitis terdapat mual, muntah dan anoreksia.
b) Pola Eliminasi, Pada pola eliminasi yang harus dikaji meliputi frekuensi
buang air besar, konsistensinya dan keluhan selama buang air besar.
Frekuensi buang air kecil, warna, jumlah urine tiap buang air kecil. Pada
klien dengan post operasi biasanya dijumpai penurunan jumlah urine akibat
intake cairan yang tidak adekuat akibat pembedahan.
c) Pola Istirahat dan Tidur, Pada pola istirahat tidur yang harus dikaji adalah
lama tidur dalam sehari, kebiasaan pada waktu tidur. Pada klien post operasi
bisa ditemukan gangguan pola tidur karena nyeri.
d) Pola Personal Hygiene, Pola personal hygiene yang harus dikaji adalah
kemampuan klien perawatan diri seperti mandi, gosok gigi, keramas,
gunting kuku, dll. Pada klien dengan post operasi biasanya klien tidak dapat
melakukan personal hygiene secara mandiri karena keterbatasan gerak
akibat pembedahan dan nyeri.
e) Pola Aktivitas, Pada pola aktivitas meliputi kebiasaan aktivitas sehari-hari.
Pada klien dengan post operasi biasanya ditemukan keterbatasan gerak
akibat nyeri.
3. Pemeriksaan Fisik
a) Penampilan umum klien setelah dilakukan pembedahan biasanya tampak
lemah, gelisah, meringis.
b) Pemeriksaan Fisik Persistem:
1) Sistem Pernafasan Kepatenan jalan nafas, kedalaman, frekuensi dan
karakter pernafasan, sifat dan bunyi nafas merupakan hal yang harus
dikaji pada klien dengan post operasi. Pernafasan cepat dan pendek
sering terjadi mungkin akibat nyeri. Pernafasan yang bising karena
obstruksi oleh lidah dan auskultasi dada didapatkan bunyi krekels.
2) Sistem Kardiovaskuler, Pada klien post operasi biasanya ditemukan
tanda-tanda syok seperti takikardi, berkeringat, pucat, hipotensi dan
penurunan suhu tubuh.
3) Sistem Gastrointestinal, Ditemukan distensi abdomen, kembung
(penumpukan gas), mukosa bibir kering, penurunan peristaltik usus juga
biasanya ditemukan muntah dan konstipasi akibat pembedahan.
4) Sistem Perkemihan, Terjadi penurunan haluaran urine dan warna urine
menjadi pekat / gelap, terdapat distensi kandung kemih dan retensi urine.
5) Sistem Muskuloskeletal, Kelemahan dan kesulitan ambulasi terjadi
akibat nyeri di abdomen dan efek dari pembedahan atau anastesi
sehingga menyebabkan kekakuan otot.
6) Sistem Neurologi, Nyeri dirasakan bervariasi, tingkat dan keparahan
nyeri post operasi tergantung pada anggapan fisiologi dan psikologi
individu serta toleransi yang ditimbulkan oleh nyeri.
7) Sistem Integumen, Ditemukan luka akibat pembedahan di area abdomen.
Karakteristik luka tergantung pada lamanya waktu setelah pembedahan.
4. Aspek Psikologis
a) Status Emosional, Kemungkinan ditemukan emosi klien jadi gelisah dan
labil, karena proses penyakit yang tidak diketahui/tidak pernah diderita
sebelumnya dan akibat pembedahan.
b) Konsep Diri yaitu :
1) Body Image/Gambaran Diri, Mencakup persepsi dengan perasaan
terhadap tubuhnya, bagi tubuh yang disukai dan tidak disukai.
2) Harga Diri, Penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan
menganalisa seberapa jauh memenuhi ideal diri. Aspek utama adalah
dicintai dan menerima penghargaan dari orang lain.
3) Ideal Diri, Harapan terhadap tubuh, posisi, status, tugas/peran dan
harapan terhadap penyakitnya.
4) Peran yang diemban dalam keluarga atau kelompok masyarakat dan
kemampuan klien dalam melaksanakan tugas /peran tersebut.
5) Identitas, Status dan posisi klien sebelum dirawat, kepuasan klien
terhadap status dan posisinya.
5. Aspek Sosial dan Budaya
Pengkajian ini menyangkut pada pola komunikasi dan interaksi interpersonal,
gaya hidup faktor sosiokultural serta support sistem yang ada pada klien.
6. Aspek Spiritual
Aspek ini menyangkut tentang kepercayaan dan keyakinan terhadap Tuhan dan
cara untuk menjalankan ibadah.
7. Data Penunjang
Data penunjang ini terdiri dari farmakotherapi/obat-obatan yang diberikan
kepada klien, serta prosedur diagnostik yang dilakukan kepada klien seperti
pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan Rontgen.

C. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelemahan otot diafragma
dan intercostae.
2. Risiko penurunan perfusi jaringan jantung berhubungan dengan penurunan
curah jantung.
3. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan luka invasif prosedur
pembedahan.
4. Nyeri akut berhubungan dengan insisi pembedahan dan posisi selama
pembedahan.
5. Hipertermia berhubungan dengan agen farmaseutikal.
6. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual muntah akibat penurunan peristaltik usus pasca pembedahan.
7. Hambatan mobilits fisik berhubungan dengan keterbatasan pergerakan
akibat kelemahan otot pasca pembedahan.
8. Risiko infeksi berhubungan dengan luka insisi post laparatomi.
l. Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa Keperawatan


1. Ketidakefektifan pola nafas Definisi : inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi
adekuat
Deviasi
Deviasi
Deviasi yang Deviasi Tidak
ringan
berat dari cukup sedang dari adadeviasi
dari
No. NOC No.Indikator Kriteria Hasil kisaran berat dari kisaran dari kisaran
kisaran
normal kisaran normal normal
normal
normal
1 2 3 4 5
0415 Status 041501 Frekuensi pernafasan
pernafasan Irama pernafasan
041502
041504 Suara auskultasi nafas
041508 Saturasi oksigen
Sangat Berat Berat Cukup Ringan Tidak ada
1 2 3 4 5
0403 Status 040309 Penggunaan alat bantu nafas
pernafasan: 040310 Suara nafas tambahan
ventilasi Pernafasan dengan bibir
040312
mengerucut
040313 Dispnea saat istirahat
040314 Dispnea saat latihan
No. NIC Intervensi Rasional
3140 Manajemen 1. Posisikan pasien untuk maksimalkan ventilasi Menjaga jalan nafas pasien
jalan nafas 2. Buang sekret dengan memotivasi pasien untuk melakukan batuk atau menyedotan tetap paten
lendir
3. Kelola pemberian bronkodilator, sebagaimana mestinya
4. Kelola udara atau oksigen yang dilembabkan,sebagaimana mestinya
3320 Terapi 1. Siapkan peralatan oksigen dan berikan melalui sistem humidifier Membantu pemenuhan
oksigen 2. Berikan oksigen tambahan seperti yang diperintahkan kebutuhan oksigen pasien
3. Monitor aliran oksigen
4. Monitor kemampuan pasien untuk mentolerir pengangkatan oksigen saat makan
5. Sediakan oksigen ketika pasien dibawa/dipindahkan
3350 Monitor 1. Monitor kecepatan, irama, kedalaman, dan kesulitan bernafas Memantau pemenuhan
pernafasan 2. Monitor suara nafas tambahan seperti ngorok atau mengi oksigen pasien
3. Monitor saturasi oksigen pada pasien yang tersedasi (seperti SaO2, SvO2, SpO2) sesuai
dengan protokol yang ada
4. Monitor keluhan sesak nafas pasien, termasuk kegiatan yang meningkatkan atau
memperburuk sesak nafas tersebut
5. Monitor hasil foto thoraks

No.Dx Diagnosa Keperawatan


3. Kerusakan integritas jaringan Definisi : Cidera pada membrane mukosa, kornea, system integument,
fascia muscular, otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi, dan/atau
ligamen
Sangat Banyak Cukup Sedikit Tidak
No. NOC No. Indikator Kriteria Hasil terganggu terganggu terganggu terganggu terganggu
1 2 3 4 5
1101 110102 Sensasi
Integritas
Jaringan: 110103 Elastisitas
Kulit & 110104 Hidrasi
Membran 110111 Perfusi jaringan
Mukosa
110113 Integritas kulit
Cukup
Berat Sedang Ringan Tidak ada
berat
1 2 3 4 5
110105 Pigmentasi abnormal
110115 Lesi pada kulit
110116 Lesi mukoda membrane
110117 Jaringan parut
110120 Penebalan kulit
110121 Eritema
110122 Wajah pucat
110123 Nekrosis
110125 Abrasi kornea
No. NIC Intervensi Rasional
6550 Perlindungan 1. Monitor adanya tanda dan gejala infeksi sistemik dan local Membantu klien dalam
infeksi 2. Monitor hitung mutlak granulosit, WBC, dan hasil-hasil differensial melakukan pencegahan
3. Pertahankan asepsis untuk pasien berisiko dan deteksi dini infeksi
4. Periksa kulit dan selaput lender untuk adanya kemerahan, kehangatan ekstrim atau drainase pada pasien berisiko
5. Tingkatkan asupan nutrisi yang cukup
6. Anjurkan asupan cairan, dengan tepat
7. Anjurkan peningkatan mobilitas dan latihan, dengan tepat
8. Ajarkan pasien dan anggota keluarga mengenai tanda dan gejala infeksi dan kapan harus
melaporkannya kepada pemberi layanan kesehatan
3590 Pengecekan 1. Periksa kulit dan selaput lendir terkait dengan adanya kemerahan, kehangatan ekstrim, Mengumpulkan dan
kulit edema, dan drainase menganalisa data klien
2. Gunakan alat pengkajian untuk mengidentifikasi pasien yang berisiko mengalami untuk menjaga kulit dan
kerusakan kulit (missal Skala Braden) integritas membran
3. Monitor infeksi terutama dari daerah edema mukosa
4. Dokumentasikan perubahan membran mukosa
5. Lakukan langkah-langkah untuk mencegah kerusakan lebih lanjut (misalnya, melapisi
Kasur, menjadwalkan reposisi
6. Ajarkan anggota keluarga mengenai tanda-tanda kerusakan kulit
3660 Perawatan 1. Monitor karakteristik luka, termasuk drainase, warana, ukuran, dan bau Membantu klien dalam
luka 2. Bersihkan dengn norml saline atau pembersih yang tidak beracun, dengan tepat melakukan pencegahan
3. Berikan rawatan insisi pada luka, yang diperlukan komplikasi luka dan
4. Berikan perawatan ulkus pada kulit, yang diperlukan peningkatan penyembuhan
5. Oleskan dalep sesuai dengan kulit atau lesi luka
6. Pertahan teknik balutan steril ketika melakukan perawatan luka
7. Bandingkan dan catat perubahan luka
8. Reposisi pasien setidaknya setiap 2 jam, dengan tepat
9. Dokumentasikan lokasi luka, ukuran, dan tampilan

No Diagnosa Keperawatan
4. Nyeri Akut Definisi: Pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan yang
muncul akibat kerusakan jaringan aktual ataupun potensial atau yang
digambarkan sebagai kerusakan (Internasional Assosiation fot the Study
of Pain; awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga
berat dengan akhir yang dapat di antisipasi atau diprediksi.
Tidakpern Kadang- Secara
Jarang
ah kadang Sering konsisten
menunju
No. NOC No.Indikator KriteriaHasil menunjuk menunjukk menunjukkan menunjukk
kkan
kan an an
1 2 3 4 5
1605 160502 Mengenali kapan nyeri terjadi
Kontrol 160501 Menggambarkan faktor penyebab
Nyeri Menggunakan tindakan
160504 pengurangan nyeri tanpa
analgesik
Menggunakan analgesik yang di
160505
rekomendasikan
Melaporkan perubahan terhadap
160513 gejala nyeri pada profesional
kesehatan
Mengenali apa yang terkait
160511 dengan gejala nyeri

Cukup
Berat Sedang Ringan Tidak ada
berat
1 2 3 4 5
2102 Tingkat 210201 Nyeri yang dilaporkan
nyeri
210204 Panjangnya periode nyeri
Menggosok area yang terkena
210221
dampak
210217 Mengerang dan menangis
210206 Ekspresi nyeri wajah
210208 Tidak bisa beristirahat
210224 Mengerinyit
210225 Mengeluarkan keringat berlebih
210218 Mondar mandir
210219 Focus menyempit
210209 Ketegangan otot
210215 Kehilangan nafsu makan
210227 Mual
210228 Intoleransi makanan
No. NIC Intervensi Rasional
1400 Manajeme 1. Lakukan pengkajian yang komprehensif yang meliputi lokasi, karakteristik, onsert/durasi, Membantu pasien untuk
n nyeri frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya dan faktor pencetus. mengenal nyeri dan
2. Observasi adanya petunjuk nonverbal mengenai ketidaknyamanan terutama pada merek yang mengurangi nyerinya
tidak dapat berkomunikasi secara efektif dalam bentuk
3. Pastikan perawatan analgesik bagi pasien dilakukan dengan pemamtauan yang ketat nonfamakologis maupun
4. Gali pengetahuan dan kepercayaan pasien mengenai nyeri farmakologis.
5. Tentukan akibat dari pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup pasien (misalnya: tidur, nafsu
makan, performa kerja, perasaaan, pengertian, hubungan, tanggung jawab peran)
6. Berikan informasi mengenai nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan dirasakan
dan antisipasi akan ketidaknyamanan akibat prosedur.
7. Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri
8. Ajarkan teknik non farmakologis (seperti: biofeeback, TENS, hypnosis, relaksasi,bimbingan
antisipatif, terapi music, terapi bermain, terapi aktifitas, akupresur, aplikasi panas/dingin dan
pijatan)
9. Berikan penurun nyeri yang optimal dengan resepan analgesik dari dokter.
6482 Manajeme 1. Tentukan tujuan pasien dan keluarga dalam mengelola lingkungan dan kenyamanan yang Memanipulasi lingkungan
nlingkunga optimal. pasien untuk mendapatkan
n: 2. Hindari gangguan yang tidak perlu dan berikan waktu untuk beristirahat kenyamanan yang optimal
kenyaman 3. Ciptakan lingkungan yang tenang dan mendukung
an 4. Sediakan lingkungan yang aman dan bersih
5. Pertimbangkan sumber-sumber ketidaknyamanan, seperti balutan lembab, posisi selang,
balutan yang tertekan, seprei kusut, maupun lingkungan yang menggangggu.
6. Posisikan pasien untuk memfasilitasi kenyamanan

No Diagnosa Keperawatan
6. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh Definisi : Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolik.
Tidak Sedikit Cukup Sebagian Sepenuhny
No. NOC No.Indikator Kriteria Hasil Adekuat adekuat adekuat besar adekuat a adekuat
1 2 3 4 5
1009 Status nutrisi : 100801 Asupan makanan secara oral
Asupan
100803 Asupan cairan secara oral
Makanan dan
Cairan 100804 Asupan cairan intravena
Cukup
Berat Sedang Ringan Tidak ada
berat
1 2 3 4 5
1208 Tingkat 120806 Kelelahan
depresi
120809 Insomia
120831 Berat badan turun
120832 Nafsu makan menurun
No. NIC Intervensi Rasional
1400 Manajemen 1. Tentukan status gizi pasien dan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan gizi Membantu klien memilih
nutrisi 2. Tentukan apa yang menjadi preferensi makanan bagi pasien makanan yang mampu
3. Intruksikan pasien mengenai kebutuhan nutrisi (piramida makanan) memenuhi kebutuhan
4. Tentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang dibutuhkan untuk memenuhi persyaratan metabolik.
gizi.
5. Berikan pilihan makanan dan bimbingan terhadap pilihan makanan.
6. Ciptakan lingkungan yang bersih, berventilasi, santai dan bebas dari bau menyengat.
1030 Manajemen 1. Kolaborasikan dengan tim kesehatan lain untuk mengembangkan rencana keperawatan. Membantu klien memilih
gangguan 2. Ajarkan dan dukung konsep nutrisi yang baik dengan klien. makanan yang mampu
makan 3. Dorong klien untuk mendiskusikan makanan yang disukai bersama dengan ahli gizi. memenuhi kebutuhan
4. Monitor asupan kalori makanan harian. metabolik
5. Monitor berat badan klien secara rutin.
Sangat Banyak Cukup Sedikit Tidak
menyimpang menyimpang menyimpang menyimpang menyimpan
dari rentang dari rentang dari rentang dari rentang g dari
No. NOC No. indikator Kriteria Hasil normal normal normal normal rentang
normal
1 2 3 4 5
1005 Status Nutrisi 100503 Hematokrit
: Pengukuran
Biokimia
100504 Hemoglobin
100507 Gula darah
100508 Kolestrol darah
Trigliserida
100507
darah
No. NIC Intervensi Rasional
1120 Terapi nutrisi 1. Lengkapi pengkajian nutrisi sesuai kebutuhan Membantu klien memilih
2. Monitor asupan makanan harian makanan yang mampu
3. Tentukan jumlah kalori dan tipe nutrisi yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan memenuhi kebutuhan
nutrisi dengan kolaborasi dengan ahli gizi metabolik.
4. Motivasi klien untuk mengkonsumsi makanan dan minuman yang bernutrisi, tinggi
protein, kalori dan mudah dikonsumsi serta sesuai kebutuhan
1160 Monitor 1. Timbang berat badan pasien Menormalkan hematokrit,
nutrisi 2. Identifikasi penurunan berat badan terakhir hemoglobin, gula darah,
3. Tentukan pola makan kolestrol darah, trigliserida.
4. Lakukan pemeriksaan laboratorium, monitor hasilnya (misal : kolestrol, hematokrit,
hemoglobin, trigliserida, gula darah)

Sangat Banyak Cukup Sedikit Tidak


terganggu terganggu terganggu terganggu terganggu
No. NOC No. indikator Kriteria Hasil

1 2 3 4 5
1010 Status Mempertahanka
Menelan 101001 n makanan di
mulut
101003 Produksi ludah
Kemampuan
101004
mengunyah
Jumlah menelan
sesuai dengan
101008
ukuran atau
tekstur bolus
Durasi makan
sesuai dengan
101009
jumlah yang
dikonsumsi
No. NIC Intervensi Rasional
1860 Terapi 1. Sediakan/gunakan alat bantu sesuai kebutuhan. Membantu proses metabolik
menelan 2. Hindari penggunaan sedotan untuk minum. pada pasien malnutrsi atau
3. Bantu pasien untuk berada pada posisi duduk selama 30 menit setelah makan. pasien beresiko tinggi
4. Instruksikan klien untuk tidak berbicara selama makan. malnutrisi.
5. Sedikan perawatan mulut sesuai kebutuhan.
1160 Monitor 1. Timbang berat badan pasien Menormalkan hematokrit,
nutrisi 2. Identifikasi penurunan berat badan terakhir hemoglobin, gula darah,
3. Tentukan pola makan kolestrol darah, trigliserida.
4. Lakukan pemeriksaan laboratorium, monitor hasilnya (misal : kolestrol, hematoktri,
hemoglobin, trigliserida, gula darah)

No. Diagnosa Keperawatan


7. Hambatan mobilitas fisik Definisi :
Sangat Berat Berat Cukup Ringan Tidak ada
No. NOC No.Indikator Kriteria Hasil
1 2 3 4 5
Joint Tidak terjadi kontraktur
movement: sendi dan bertambahnya
active kekuatan otot
Mobility level
Self care:
ADLs
Transfer
performance
No. NIC Intervensi Rasional
Exercise a. Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan kerusakan, kaji secara
therapy : teratur fungsi motoric
ambulation b. Ubah posisi pasien setiap 2 jam
c. Ajarkan pasien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstremitas yang sehat.
d. Lakukan gerak pasif pada ekstremitas yang sakit
e. Bantu pasien melakukan latihan ROM dan perawatan diri sesuai kemampuan pasien
f. Pelihara bentuk spinal dengan cara penggunaan matras atau bed board
g. Pertahankan postur tubuh pasien yang baik
h. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik pasien

No.Dx Diagnosa Keperawatan


8. Risiko Infesksi Definisi : Rentan mengalami invasi dan multiplikasi organisme patogenik yang
dapat mengganggu kesehatan
Berat Cukup berat Sedang Ringan Tidak ada
No. NOC No.Indikator Kriteria Hasil
1 2 3 4 5
0703 Keparahan 070301 Kemerahan
Infeksi Vesikel yang tidak
070302
mengeras permukaannya
Cairan (luka) yang
070303
berbau busuk
070307 Demam
070330 Ketidakstabilan shuhu
070333 Nyeri
Tidak ada Terbatas Sedang Besar Sangat besar
1 2 3 4 5
1106 Penyembuhan Persentase kesembuhan
110601
Luka Bakar area transplantasi
Persentase kesembuhan
110602
area luka bakar
110603 Granulasi jaringan
Pergerakan sendi yang
110604
terkena
Perfusi jaringan area
110605 luka bakar

Sangat besar Besar Sedang Terbatas Tidak ada


1 2 3 4 5
1106 Penyembuhan 110606 Nyeri
Luka Bakar
110608 Kulit melepuh
110609 Drainase bernanah
Edema pada area
110611
terbakar
No. NIC Intervensi Rasional
6540 Kontrol 7. Bersihkan lingkungan dengan baik setelah digunakan untuk setiap pasien. Meminimalkan penerimaan
Infeksi 8. Ganti peralatan perawatan pasien sesuai protokol institusi. dan transmisi agen infeksi
9. Isolasi orang yang terkena penyakit menular.
10. Batasi jumlah pengunjung
11. Anjurkan kepada klien menganai teknik cuci tangan yang tepat.
12. Cuci tangan sebelum dan setelah perawatan pasien.
13. Pakai sarung tangan steril yang tepat.
14. Pastikan teknik perawatan luka yang tepat.
15. Berikan terapi antibiotik yang sesuai
16. Ajarkan pasien mengenai tanda dan gejala infeksi dan kapan harus melaporkannya
kepada pelayanan kesehatan.
17. Ajarkan pasien dan keluarga bagaimana menghindari infeksi
6550 Perlindungan 6. Monitor adanya tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal Pencegahan dan deteksi dini
infeksi 7. Monitor kerentanan terhadap infeksi pada pasien berisiko
8. Batasi jumlah pengunjung, yang sesuai.
9. Hindari kontak dekat dengan hewan peliharaan dan penjamu dengan imunitas yang
membahayakan.
10. Berikan perawatan kulit yang tepat untuk area edema
11. Periksa kulit dan selaput lender untuk adanya kemerahan, kehangatan ekstrim, atau
drainase.
12. Tingkatkan asupan nutrisi yang cukup.
13. Anjurkan asupan cairan yang tepat.
14. Anjurkan istirahat.
Sangat Banyak Cukup Sedikit Tidak
menyimpang menyimpang menyimpang menyimpang menyimpang
No. NOC No.Indikator Kriteria Hasil dari rentang dari rentang dari rentang dari rentang dari rentang
normal normal normal normal normal
1 2 3 4 5
1004 Status Nutrisi 100401 Asupan Gizi
100402 Asupan makan
100408 Asupan cairan
100403 Energi
100405 Rasio BB/TB
100411 Hidrasi
No. NIC Intervensi Rasional
1400 Manajemen 1. Tentukan status gizi pasien dan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan gizi Menyediakan dan
nutrisi 2. Tentukan apa yang menjadi preferensi makanan bagi pasien meningkatkan intake nutrisi
3. Intruksikan pasien mengenai kebutuhan nutrisi (piramida makanan) yang seimbang
4. Tentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang dibutuhkan untuk memenuhi persyaratan
gizi.
5. Berikan pilihan makanan dan bimbingan terhadap pilihan makanan.
6. Ciptakan lingkungan yang bersih, berventilasi, santai dan bebas dari bau menyengat.
1120 Terapi nutrisi 5. Lengkapi pengkajian nutrisi sesuai kebutuhan Membantu klien memilih
6. Monitor asupan makanan harian makanan yang mampu
7. Tentukan jumlah kalori dan tipe nutrisi yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan memenuhi kebutuhan
nutrisi dengan kolaborasi dengan ahli gizi metabolik.
8. Motivasi klien untuk mengkonsumsi makanan dan minuman yang bernutrisi, tinggi
protein, kalori dan mudah dikonsumsi serta sesuai kebutuhan
Trauma abdomen, perdarahan saluran cerna,
Pathway sumbatan pada usus halus dan usus besar, hernia
strangulate, abses, karsinoma volvulus,
intususepsi/invaginasi, obstipasi, kolik ureter,
pankreatitis, peritonitis, iskemia usus, masa pada
abdomen

Luka terbuka Port de entry Risiko Infeksi


Pembedahan (Laparatomy)
Berikatanden
Trauma jaringan Pe pelepasan gannociceptor
mediator kimia
Kerusakan
integritas jaringan
Serabut C
Anastesi terbuka

Efek anestesi Nyeri akut

B1(Breathing) B2 (Blood) B3 (Brain) B5 (Bowel) B6 (Bone)

Depresi pusat Depresi otot jantung Blokade saraf


Menyebar melalui vaskular parasimpatis Kelemahan
pernapasan
otot-otot
Penurunan curah ekstremitas
Menuju hipotalamus Penurunan
Kelemahan otot jantung dan dilatasi PD bawah
peristaltik usus
diafragma dan
intercostalis Perubahan termostat
Penurunan TD
Hambatan
Distensi abdomen
Pengembangan paru mobilitas fisik
Hipertermia
kurang maksimal Perfusi darah
ke organ turun
Ketidakseimbangan nutrisi: Mual, muntah
Ketidakefektifan kurang dari kebutuhan
pola nafas Resiko penurunan tubuh
perfusi jaringan
jantung

Anda mungkin juga menyukai