Anda di halaman 1dari 11

2.1.

4 Patofisiologi Diabetes Melitus Tipe 2

Pada DM tipe 2 terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu

resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin (Smeltzer dan Bare, 2001). Resistensi insulin

merupakan turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh

jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati (Mansjoer et al., 2000).

Cara mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus

dilakukan dengan meningkatkan jumlah insulin yang disekresikan. Resistensi insulin pada

DM tipe 2 disertai dengan penurunan reaksi intrasel sehingga insulin menjadi tidak efektif

untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan (Smeltzer dan Bare, 2001). Gangguan

sekresi insulin yang dikarenakan kegagalan relatif sel membuat sel tidak mampu

mengimbangi resistensi insulin sepenuhnya, sehingga terjadi defisiensi relatif insulin.

Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa

maupun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Hal ini

berarti sel pankreas mengalami desentisasi terhadap glukosa (Mansjoer et al., 2000).

Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan progresif, maka awitan DM

tipe 2 dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering

bersifat ringan seperti kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang lama

sembuh, infeksi vagina, dan pandangan kabur (jika kadar glukosanya tinggi). Salah satu

akibat tidak terdeteksinya penyakit DM selama bertahun-tahun adalah komplikasi DM jangka

panjang yang mungkin sudah terjadi sebelum diagnosis ditegakkan (Smeltzer dan Bare,

2001).
Pengaturan kadar gula darah

Peningkatan glukosa darah diatas titik pasang (sekitar 90mg/100ml pada manusia)
merangsang pankreas untuk mensekresi insulin, yang memicu sel-sel targetnya untuk
mengambil kelebihan glukosa dari darah. Ketika kelebihan itu telah dikeluarkan atau ketika
konsentrasi glukosa turun dibawah titik pasang, maka pankreas akan merespons dengan cara
mensekresikan glukagon, yang mempengaruhi hati untuk menaikkan kadar glukosa darah.
Patofisiologi
Diabetes melitus merupakan penyakit yang disebabkan oleh
adanya kekurangan insulin secara relatif maupun absolut.
Defisiensi insulin dapat terjadi melalui 3 jalan, yaitu :
a. Rusaknya sel
- sel pankreas karena pengaruh dari luar (virus, zat kimia
tertentu, dll).
b. Desensitasi atau penurunan reseptor glukosa pada kelenjar
pankreas.
c. Desensitasi/kerusakan reseptor insulin (down regulation) di
jaringan perifer (Manaf, 2009).

Akt ivitas insulin yang rendah akan menyebabkan ;


a. Penurunan penyerapan gluko sa oleh sel-sel, disertai
peningkatan pengeluaran glukosa oleh hati melalui proses
glukoneogenesis dan glikogenolisis. Karena sebagian besar
sel tubuh tidak dapat menggunakan glukosa tanpa bantuan
insulin, timbul keadaan ironis, yakni terjadi kelebihan
glukosa ekstrasel sementara terjadi defisiensi glukosa
intrasel.
b. Kadar glukosa yang meninggi ke tingkat dimana jumlah
glukosa yang difiltrasi melebihi kapasitas sel-sel tubulus
melakukan reabsorpsi akan menyebabkan glukosa muncul
pada urin, keadaan ini dinamakan glukosuria.
c. Glukosa pada urin menimbulkan efek osmotik yang menarik
H2O bersamanya. Keadaan ini menimbulkan diuresis
osmotik yang ditandai oleh poliuria (sering berkemih).
d. Cairan yang keluar dari tubuh secara berlebihan akan
menyebabkan dehidrasi, yang pada gilirannya dapat
menyebabkan kegagalan sirkulasi perifer karena volume
darah turun mencolok. Kegagalan sirkulasi, apabila tidak
diperbaiki dapat menyebabkan kematian karena penurunan
aliran darah ke otak atau menimbulkan gagal ginjal sekunder
akibat tekanan filtrasi yang tidak adekuat.
e. Selain itu, sel-sel kehilangan air karena tubuh mengalami
dehidrasi akibat perpindahan osmotik air dari dalam sel ke
cairan ekstrasel yang hipertonik. Akibatnya timbul
polidipsia (rasa haus berlebihan) sebagai mekanisme
kompensasi untuk mengatasi dehidrasi.
f. Defisiensi glukosa intrasel menyebabkan sel kelaparan
akibatnya nafsu makan (appetite) meningkat sehingga
timbul polifagia (pemasukan makanan yang berlebihan)
g. Efek defisiensi insulin pada metabolisme lemak
menyebabkan penurunan sintesis trigliserida dan
peningkatan lipolisis. Hal ini akan menyebabkan mobilisasi
besar-besaran asam lemak dari simpanan trigliserida.
Peningkatan asam lemak dalam darah sebagian besar
digunakan oleh sel sebagai sumber energi alternatif karena
glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel.
h. Efek insulin pada metabolisme protein menyebabkan
pergeseran netto kearah katabolisme protein. Penguraian
protein-protein otot menyebabkan otot rangka lisut dan
melemah sehingga terjadi penurunan berat badan
(Sherwood, 2001)
5. Patofisiologi Diabetes Melitus
(Brunner and Suddarth, 2002)
1.
Diabetes Tipe 1
Terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel
-
sel pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Glukosa
yang
berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun
tetap
dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial
(sesudah
makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi
, ginjal tidak
dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar
akibatnya
glukosa tersebut dieksresikan dalam urin (glukosuria). Eksresi ini
akan
disertai oleh pengeluaran cairan dan elekrolit yang berlebihan,
keadaan ini
disebut diur esis osmotik
. Pasien mengalami peningkatan dalam berkemih
(poliuria) dan rasa haus (polidipsi).
2.
Diabetes Tipe II
Terdapat 2 masalah utama yang berhubungan dengan insulin,
yaitu: resistensi insulin dan ganggua n sekresi insulin. Normalnya
insulin
akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai
akibat
terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu
rangkaian reaksi
dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada
diabetes
Universitas
Sumatera
Utara
tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel, dengan demikian
insulin
menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa
oleh
jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya
glukosa dalam darah harus terdapat peningkatan insulin yang
disekresikan.
Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi
akibat
sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan
dipertahankan
pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun, jika sel
-sel tidak
mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin maka
kadar
glu
kosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri
khas diabetes tipe II, namun terdapat jumlah insulin yang adekuat
untuk
mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton. Oleh
karena itu,
ket
oasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun
demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat
menimbulkan
masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik
hiperosmoler nonketotik. Akibat intoleransi glukosa yang
berlangsu
ng
lambat dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan
tanpa
terdeteksi, gejalanya sering bersifat ringan dan dapat mencakup
kelelahan,
iritabilitas, poliuria, pilidipsia, luka pada kulit yang tidak sembuh
-sembuh,
infeksi dan pandangan yang k
abur.
3.
Diabetes G
estasio nal
Didefenisikan sebagai permulaan intoleransi glukosa atau pertama
sekali didapat selama kehamilan (Michael F. Greenean dan Caren
G.
Solomon, 2005)
4.
Patofisiologi
a).
DM Tipe 1 ( DMT 1 = Diabetes Mellitus Tergantung Insulin )
DMT 1 merupakan
DM
yang
tergantung insulin. Pada DMT 1
kelainan
terletak pada sel beta yang bisa idiopatik atau i
munologik. Pankreas
tidak mampu
men
sintesis
dan
men
sekresi insulin dalam kuantitas dan
atau kualitas yang cukup, bahkan kadang
-
kadang
tidak ada sekresi
insulin sama s
ekali. Jadi pada kasus ini terdapat kekurangan insulin
secara
absolut
(Tjokroprawiro, 2007)
.
Pada DMT 1 biasanya reseptor insulin di jaringan perifer kuantit
as dan
kualitasnya
cukup
atau normal ( jumlah reseptor insulin DMT 1 antara
30.000
-
35.000 ) jumlah reseptor insulin
pada orang normal 35.000.
sedang pada DM dengan obe
sitas 20.000 reseptor insulin
(Tjokroprawiro, 2007)
.
DM
T
1, biasanya terdiagnosa
sejak usia kanak
-
kanak.
Pada DMT
1
tubuh penderita hanya sedikit menghasilkan insulin atau bahkan
sama
sekali tidak menghasilkan insulin, oleh karena itu untuk bertahan
hidup
penderita harus mendapat suntikan insulin setiap harinya.
DMT1 t
anpa
pengaturan harian,
pada
kondisi daru
rat dapat terjadi
(Riskesdas
,
2007
)
.
16
b).
DM Tipe 2 (
Diabetes Mellitus Tidak Tergantung Insulin
=DMT 2
)
DMT 2 adalah DM tidak tergantung insulin. Pada tipe ini, pada
awalnya kelainan
t
erletak pada jaringan perifer (resistensi insulin
) dan
kemudian disusul dengan disfungsi sel
beta pankreas (
defek
sekresi
insulin
), yaitu sebagai berikut :
(
Tjokroprawiro, 2007)
1.
Sekresi insulin oleh pankreas mungkin cukup atau kurang,
sehingga glukosa
yang
sudah
diabsorbsi masuk
ke dalam
darah
tetapi jumlah insulin yang efektif belum memadai.
2.
Jumlah reseptor di jar
ingan perifer kurang (antara 20.000
-
30.000
)
pada obesitas
jumlah reseptor bahkan hanya 20.000.
3.
Kadang
-
kadang jumlah reseptor cukup, tetapi kualitas reseptor
jelek, sehingga kerja
insulin tidak efektif (
insulin binding atau
afinitas atau sensitifitas insulin terganggu).
4.
Terdapat kelainan di pasca reseptor sehingga proses glikolisis
intraselluler
t
erganggu.
5.
Adanya
kelainan campuran diantara nom
o
r 1,2,3 dan 4.
DM tipe
2 ini
Biasanya terjadi di usia dewasa. Kebanyakan orang tidak
menyada
ri telah menderita dibetes tipe
2, walaupun keadaannya sudah
menja
di sangat serius. Diabetes tipe
2 sudah menjadi umum di
Indonesia, dan angkanya terus bertambah akibat gaya hidup yang
tidak
sehat, kegemukan dan malas berolahraga
(Riskesdas, 2007
)
.
17
5.
G

Anda mungkin juga menyukai