Anda di halaman 1dari 8

BAB 3.

ISI JURNAL

1.1 Artikel 1
1.1.1 Judul Artikel 1
The effect of early mobilization protocols on postoperative outcomes
following abdominal and thoracic surgery: A systematic review
1.1.2 Penulis atau Peneliti 1
Tanya Castelino, MD, Julio F. Fiore, Jr, PhD, Petru Niculiseanu, MD, Tara
Landry, MLIS, Berson Augustin, BSc, and Liane S. Feldman, MD, M
1.1.3 Nama Jurnal 1
Surgery
1.1.4 Ringkasan Jurnal 1

Mobilisasi dini dianggap sebagai aspek penting perawatan pasca operasi.


Salah satu ahli bedah pertama yang menggambarkan konsep mobilisasi dini
setelah operasi dilakukan oleh Dr Emil Ries, seorang ginekolog di Chicago, pada
tahun 1899. Meskipun ada laporan oleh Ries, praktek mobilisasi dini pascaoperasi
di Amerika Utara tergolong lambat dan pasien masih sering berada di tempat tidur
beberapa minggu setelah operasi untuk meminimalkan rasa sakit dan untuk
memastikan penyembuhan luka yang memadai. Hanya saja pada tahun 1940-an
mobilisasi dini menjadi diterima di kalangan ahli bedah, karena sejumlah studi
observasional mengemukakan bahwa praktik ini tidak berbahaya bagi pasien.
Sebagai tambahan, bukti tentang efek negatif imobilisasi (yaitu, risiko
tromboemboli, pneumonia, kelelahan otot, dan deconditioning fisik) juga
memperkuat pentingnya menghindari istirahat berkepanjangan setelah operasi.

Dalam 20 tahun terakhir, ada kemajuan yang signifikan dalam perawatan


perioperatif dengan pengembangan jalur perbaikan terstandarisasi (ERPs). ERPs
menggabungkan banyak unsur perawatan yang berbeda pada pra operasi,
intraoperatif dan periode pasca operasi, dan bertujuan untuk mengurangi
morbiditas, penurunan durasi tinggal di rumah sakit, dan memperbaiki pemulihan
pasien setelah operasi. ERP terdiri dari hingga 25 intervensi yang berbeda di
periode perioperatif; Namun, kontribusi masing-masing elemen terhadap
keseluruhan proses pemulihan masih belum jelas. Mobilisasi dini dianggap
sebagai komponen kunci dari ERPs, dengan tujuan mendukung kembali fungsi
normal.

Pedoman perawatan perioperatif dari Enhanced Recovery After Surgery


Society memberi mobilisasi dini merupakan rekomendasi yang kuat, meski
tingkat dukungan penggunanya sangat rendah. Meski disinyalir mobilisasi dini itu
dalam ERP adalah prediktor independen pemulihan awal setelah operasi kanker
usus besar, ketaatan terhadap intervensi ini cukup rendah. Sebuah potensi
pendekatan untuk meningkatkan kepatuhan adalah dengan menggunakan protokol
mobilisasi didukung oleh personel didedikasikan untuk memobilisasi pasien,
seperti fisioterapis. Di dalam kajian sistematis, penulis meringkas bukti tentang
dampak mobilisasi dini di rumah sakit pada pasca operasi pembedahan perut dan
toraks dibandingkan dengan perawatan standar.

Metode Penelitian

Kriteria inklusi dan eksklusi. Studi masuk dalam review jika mereka memenuhi
hal berikut Kriteria: (1) melibatkan pasien dewasa yang menjalani operasi perut
atau toraks, (2) protokol khusus untuk mobilisasi dini di rumah sakit digunakan
sebagai sebuah intervensi (dengan kegiatan di luar tempat tidur dimulai selambat-
lambatnya hari 1 pasca operasi), (3) kelompok kontrol yang diizinkan untuk
mobilisasi. Studi dikecualikan jika (1) Mereka melibatkan pasien yang menjalani
penyakit jantung atau prosedur ortopedi, (2) protokol mobilisasi dini awal tidak
dijelaskan oleh penulis, dan (3) protokol mobilisasi dini tidak diuji. Penulis juga
mengecualikan penelitian yang menggunakan tambahan strategi mobilisasi rawat
jalan (tanpa melaporkan hasil di rumah sakit).

Ada total 508 peserta disertakan dalam penelitian, 225 pasien bedah
abdomen dan 283 pasien bedah toraks. Studi pada operasi perut termasuk pasien
yang menjalani berbagai prosedur GI, reseksi usus besar untuk kanker, atau
histerektomi untuk penyakit jinak dan ganas. Mayoritas penelitian ini termasuk
pasien yang menjalani keduanya dan operasi laparoskopi. Semua penelitian dalam
operasi toraks termasuk pasien yang menjalani reseksi paru-paru untuk kanker,
dengan mayoritas termasuk operasi terbuka dan operasi thoracoscopic yang
dibantu video.

Hasil

Komplikasi pascaoperasi. Dari penelitian yang melibatkan operasi perut,


hanya 2 yang dilaporkan ada komplikasi pascaoperasi. Ahn et al menggambarkan
1 infeksi luka (5,9%) dalam kelompok mobilisasi dan 1 kasus ileus pasca operasi
(7,1%) pada kelompok kontrol, dan tidak ada operasi ulang atau pembacaan ulang
dalam 30 hari setelah keluar dari rumah sakit.

Lama menginap di rumah sakit. Dari studi abdomen, melaporkan durasi


tinggal di rumah sakit. Ahn et al melaporkan rata-rata standar deviasi (SD)
selama menginap pada kelompok mobilisasi secara signifikan lebih pendek, pada
7,82 1,07 hari berbanding 9,86 2,66 hari di kelompok kontrol (P = 0,005).

Pengembalian fungsi GI. Dalam operasi perut, Waldhausen et al


melaporkan kembalinya fungsi GI sebagai hasil utama, dan penulis melaporkan
hal ini dalam aktivitas myoelectric dari dinding usus dan tidak menggambarkan
fenomena ini secara klinis. Penulis melakukan sebuah studi komplek di mana
mereka menempatkan bipolar seromuskuler pencatatan elektroda di perut,
jejunum, usus besar, dan anggota badan Roux (jika ada) pada saat laparotomi,
kemudian diukur "lamban frekuensi gelombang, adanya migrasi myoelectric
kompleks (MMC), jumlah aktivitas spike fase II dan III dan adanya diskrit kolon
dan pola aktivitas respons listrik terus menerus " pada hari pasca operasi (POD) 1-
5 dan 7, dan pada 1 bulan pasca operasi, pada kelompok ambulasi dini dan
kelompok kontrol. Rekaman ini adalah untuk menentukan apakah ambulasi awal
mempengaruhi risikonya dari ileus pascaoperasi. Mereka tidak menemukan
perbedaan antara kelompok dalam hal pemulihan dini Aktivitas myoelectric GI.
Ahn et al melaporkan waktu ke flatus pertama, yang ditunjukkan secara statistik
signifikan antar kelompok (52,18 21,55 jam setelah operasi dalam kelompok
intervensi vs 71,86 29,2 jam di kontrol kelompok; P = .036).

Pembahasan
Kesimpulan

Kesimpulannya, masih banyak yang belum terjawab pertanyaan tentang dampak


penggunaan yang spesifik protokol mobilisasi dini pada pasca operasi abdomen
dan toraks, dan apakah sumber tambahan harus dilakukan untuk mencapai tujuan
mobilisasi yang spesifik. Penelitian memiliki hasil yang bertentangan. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa penggunaan protokol mobilisasi dini memiliki
potensi untuk mempercepat kembalinya fungsi usus dan mengurangi durasi
tinggal di rumah sakit, yang mendorong untuk penelitian masa depan. Meski ada
sekumpulan literatur yang kuat menunjukkan bahwa istirahat di tempat tidur
berkepanjangan dapat berbahaya.

BAB 4, PEMBAHASAN

4.1 Analisis Isi Jurnal


4.2 Analisis Jurnal dengan Metode PICO (Problem, Intervention,
Comparison, Outcome)

4.2.1 Problem

Mobilisasi dini dianggap sebagai aspek penting perawatan pasca operasi.


Meski disinyalir mobilisasi dini itu dalam ERP adalah prediktor independen
pemulihan awal setelah operasi abdomen, ketaatan terhadap intervensi ini cukup
rendah. Bukti tentang efek negatif imobilisasi (yaitu, risiko tromboemboli,
pneumonia, kelelahan otot, dan deconditioning fisik) juga memperkuat pentingnya
menghindari istirahat berkepanjangan setelah operasi.

Dalam jurnal ini, penulis bertujuan mengetahui efektivitas mobilisasi dini


pada pasien postoperasi pada abdomen dan toraks. Ada total 508 peserta
disertakan dalam penelitian, 225 pasien bedah abdomen dan 283 pasien bedah
toraks.

4.2.2 Intervention

Ada variasi yang cukup banyak dalam protokol mobilisasi dini yang
diterima oleh pasien. Pada operasi perut melibatkan protokol mobilisasi dini yang
diawasi oleh seorang profesional kesehatan. Protokol yang terlibat duduk dan
berjalan dan disertakan latihan yang lebih kompleks (peregangan, pelurusan, dan
keseimbangan). Dalam semua penelitian yang melibatkan operasi abdomen dan
toraks, intervensi yang dilakukan terhadap protokol mobilisasi dini yang diawasi
oleh profesional kesehatan diantaranya adalah duduk dan berjalan, termasuk juga
aktivitas aerobik (berjalan kaki atau bersepeda) apabila mampu dan latihan
penguatan otot. Protokol mobilisasi pada operasi perut dibandingkan dengan
kelompok kontrol dimana pasien tidak menerima intervensi mobilisasi dini yang
spesifik, sedangkan semua penelitian di operasi toraks, kelompok kontrol
menerima beberapa bentuk mobilisasi dini yang kurang intensif yang sudah
menjadi standar perawatan institusi.

4.2.3 Comparison
Durasi tinggal ditemukan adanya perbedaan yang signifikan antara
kelompok intervensi dan kelompok kontrol, meski memiliki ukuran sampel kecil
dari yang diantisipasi karena terminasi dini, sehingga menimbulkan bias yang
besar. Hasil ini mungkin menjadi sugestif dari penurunan durasi tinggal pada
pasien yang ambulasi dini setelah operasi. Meskipun beberapa penelitian lain
menunjukkan kecenderungan durasi tinggal yang lebih pendek dalam kelompok
intervensi.

Duration of stay bukanlah menjadi outcome yang ideal dalam melihat


keberhasilan intervensi yang bertujuan untuk meningkatkan pemulihan
pascaoperasi, karena pengukuran ini dipengaruhi oleh beberapa kondisi (health
care system, kondisi pembedahan, harapan pasien) dan juga pasien tidak
sekonyong-konyong KRS saat mereka secara klinis dikatakan siap atau pulih.
Sehingga status fungsional merupakan outcome penting dalam mengevaluasi
pemulihan pasien.

Hal tersebut sejalan dengan penelitian dari Eko, D., Ismonah dkk dalam
jurnalnya yang berjudul Pengaruh Mobilisasi Dini ROM Pasif terhadap
Pemulihan Peristaltik Usus pada Pasien Paska Pembedahan dengan Anestesi
Umum di SMC RS Telogorejo mengatakan bahwa Upaya untuk membantu
memulihkan peristaltik usus dapat dilakukan tindakan mobilisasi dini ROM pasif.
Mobilisasi dini merupakan tahapan kegiatan yang dilakukan segera pada pasien
paska operasi dimulai dari bangun dan duduk disisi tempat tidur sampai pasien
turun dari tempat tidur, berdiri, dan mulai belajar berjalan. Bentuk latihan paska
operasi yaitu latihan pernafasan diafragma, spirometri stimulatif, batuk,
perpindahan posisi, dan latihan kaki. Ke lima latihan tersebut bertujuan agar
ekspansi paru meningkat dan membantu mengeluarkan gas anestesi yang tersisa di
jalan nafas, membantu mengeluarkan lendir yang tertahan pada jalan nafas dan
meningkatkan aliran darah ke ekstremitas sehingga statis berkurang. Selain itu
kontraksi otot kaki bagian bawah akan meningkatkan aliran balik vena sehingga
mempersulit terbentuknya bekuan darah. Dengan menggerakkan semua sendi baik
secara pasif maupun aktif akan membantu mencegah timbulnya atropi otot,
mencegah dekubitus, meningkatkan tonus otot saluran pencernaan, merangsang
peristaltik usus, meningkatkan laju metabolik, memperlancar sirkulasi
kardiovaskuler dan paru-paru. Sehingga akan mencegah timbulnya komplikasi
paska pembedahan dan mempercepat proses pemulihan.

Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh mobilisasi dini ROM pasif


terhadap pemulihan peristaltik usus pada pasien paska pembedahan dengan
anestesi umum di SMC RS Telogorejo dengan nilai p = 0,000. Pada penelitian ini
seluruh responden kelompok intervensi mengalami kenaikan frekuensi peristaltik
usus. Terdapat peningkatan frekuensi peristaltik usus sesudah dilakukan intervensi
dengan selisih kenaikan frekuensi peristaltik usus 4. Pada kelompok intervensi
didapatkan rata-rata kenaikan peristaltik usus sebesar 3,27 dan kelompok kontrol
rata-rata kenaikan peristaltik usus sebesar 0,20. Kelompok kontrol mengalami
kenaikan frekuensi peristaltik usus namun tidak setinggi pada kelompok
intervensi. Hal tersebut disebabkan karena responden tidak sedini mungkin
melakukan mobilisasi dini. Pada kelompok intervensi terjadi peningkatan
peristaltik usus pada seluruh responden karena dilakukan intervensi mobilisasi
dini ROM pasif yang dilakukan pada 30 menit setelah nilai aldrette score lebih
dari 9. Pada saat dilakukan mobilisasi dini ROM pasif akan merangsang sirkulasi
darah sehingga dapat merangsang peristalrik usus. Metabolisme tubuh akan
meningkat dan disertai dengan meningkatnya curah jantung, yang akan
menyebabkan aliran darah ke seluruh tubuh menjadi lebih cepat. Sirkulasi darah
yang lancar akan menyebabkan inervasi saraf parasimpatik pada saluran
pencernaan yang berakibat terjadi peningkatan tonus otot abdomen, pelvis, dan
diafragma. Dengan melakukan gerakan akan membuat proses gerakan peristaltik
usus menjadi meningkat.

4.2.4 Outcome

Pada penelitian dengan pembedahan abdominal ini, tidak ditemukan


perbedaan yang berarti dalam status fungsionalnya, hal ini mungkin dikarenakan
proses pemulihan yang terlalu dini untuk menemukan perbedaan yang berarti.
Faktanya, mobilisasi dini tidak akan memperlihatkan efek yang signifikan dalam
jangka waktu pemulihan yang terlalu cepat atau dengan kata lain, dalam kondisi
immediate postoperative period (periode pemulihan segera) yang biasanya
berlangsung dalam 24-28 jam pascaoperasi.

Outcome yang dievaluasi dalam penelitian ini adalah terkait komplikasi


postoperasi, duration of stay, tes kapasitas fungsional dan sebagainya. Beberapa
pertanyaan kemudian muncul, seberapa sering frekuensi dan intensitas mobilisasi
yang harus pasien terima pascaoperasi? Apa target mobilisasi yang harusnya
digunakan? Apakah pasien dengan protokol mobilisasi atau program mobilisasi
mempunyai outcome yang lebih baik dibandingkan dengan mobilisasi yang
dilakukan atas kehendak sendiri oleh pasien (mobilisasi yang dilakukan pasien
setelah mendapat anjuran tenaga kesehatan untuk harus bergerak dan tidak
diperkenankan bertahan terus tidur di tempat tidur)? Kelemahan penelitian adalah
masih belum bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Meski demikian,
beberapa studi mengatakan bahwa protokol mobilisasi dini memiliki potensi
untuk mempercepat pemulihan fungsi bowel dan menurunkan hospitalisasi. Hal
tersebut didukung dengan jurnal pembanding yang menunjukkan bahwa ada
pengaruh mobilisasi dini ROM pasif terhadap pemulihan peristaltik usus pada
pasien paska pebedahan dengan anestesi umum

Anda mungkin juga menyukai