Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

I.I Latar Belakang

Teori adalah suatu seperangkat pengetahuan yang digunakan untuk


menjelaskan suatu gejala yang bersistem yang bergantung sudut pandang tertentu
dan dapat dipertanggungjawabkan secara logis. Teori sangat penting untuk
mempelajari suatu pengetahuan. Teori memiliki fungsi seperti menyimpulkan
hasil penelitian, memberi kerangka teori, dan memberikan prediksi atas suatu
gejala. Disnilah mengapa orang yang berhasil dalam membuat ataupun
dumencetuskan suatu teori sagat di hargai, karena dapat dikatakan teori
merupakan suatu komposisi yang fundamental dalam suatu ilmu pengetahuan
pada umumnya. Ilmu Sosial dan Budaya akan lebih mudah dipahami
dan dipelajari jika mengetahui dan memahami teori-teori yang bersangkutan
dengan ilmu pengetahuan tersebut. Tentu sangat banyak sekali berbagai teori dari
berbagai cabang ilmu pengetahuan yang tentunya sangat mendukung konsep
nyatanya dalam kehidupan.
Pada akhir abad ke 19, kritik terhadap pemikiran kelompok evolusi
semakin tajam. Kritik tersebut tidak saja berkaitan dengan data-data pendukung
tahapan evolusi yang di kemukakan, tetapi sudah mulai muncul pemikiran bahwa
perkembangan budaya, tidak selalu terjadi karna proses evolusi. Dalam rangka
menjelaskan asal mula terjadinya kenakaragaman masyarakat dan kebudayaan
manusia diseluruh belahan dunia, selain di kenal dengan adanya teori evolusi,
juga tentu di kenal adanya teori difusi. Difusi adalah persebaran kebudayaan yang
di sebabkan karena migrasi manusia. Perpindahan dari dari suatu tempat ke
tempat lain akan menularkan budaya tertentu. Survivalnya adalah daya ke-eksisan
budaya. Survival tidak lain merupakan daya tahan budaya tersebut setelah
medapatkan pengaruh budaya lain sehingga menimbulkan makna baru.

1
Tetapi juga memungkinkan terjadi akibat semakin intennya kontak sosial
antar masyarakat. Hal ini mengakibatkan unsur-unsur budaya mulai mengalami
persebaran keberbagai tempat, sehingga terjadi proses ambil-mengambil antar
masyarakat. Pemikiran tentang adanya proses persebaran inilah yang kemudian
melahirkan pemikiran baru dalam antropologi yang kemudiandikenal dengan teori
difusionisme.

Teori Elliot Smith (1871 1937 ) dan W.J Perry ( 1887 1949 )

Mengenai lanjutan teori evolusi sepeninggal Tylor dan Morgan bahwa


teori evolusi mendapat dua jenis kritikan yang salah satunya menentang keras
pandangan teori tersebut. Ide awal adanya teori difusi kebudayaan ini dilontarkan
pertama kali oleh G. Elliot Smith (1871-1937) dan WJ. Perry (1887-1949), dua
orang ahli antropologi asal Inggris. Setelah membaca dan mempelajari banyak
catatan sejarah serta benda-benda arkeologis mengenai kebudayaan-kebudayaan
besar yang pernah ada di muka bumi, kedua tokoh ini sampai pada suatu tekad
untuk mengajukan sebuah teori yang mereka namakan Heliolithic Theory.
Menurut keduanya, berdasarkan teori yang mereka ajukan ini, bahwa
sejarah kebudayaan dunia zaman purbakala pernah terjadi suatu peristiwa difusi
yang besar dan peradaban-peradaban besar tersebut pernah ada di masa lampau
merupakan hasil persebaran yang berasal dari Mesir. Karena menurut Elliot mith
dan Perry unsur-unsur penting dari kebudayaan Mesir Kuno yang tersebar di
daerah luas tersebut di atas itu tampak pada bangunan-bangunan batu besar,
atau megalith, dan juga pada suatu komplex unsur-unsur keagamaan yang
berpusat pada penyembahan matahari, atau helios.
Persebaran dari titik utama di Mesir ini kemudian bergerak ke arah timur
dan yang meliputi jarak yang jauh, yaitu ke daerah daerah di sekitar lautan
tengah, ke Afrika, India Indonesia, Polinesia dan Amerika . Dalam persebaran nya
dari mesir sampai ke amerika tengah dan selatan itu, Indonesia tentu tersangkut ,
karena kepulauan kita berada di tengah tengah jaln mesir dan amerika.

2
Orang-orang Mesir yang disebut dengan putra-putra dewa matahari ini
melakukan perpindahan dengan cara menyebar ke berbagai tempat tersebut dalam
usaha mereka untuk mencari logam mulia dan batu mulia seperti emas, perak dan
permata.
Pandangan mengenai mesin sentris ini, sebenarnya tidak begitu aneh pada
zaman itu, yakni pada perang dunia I. Ketika orang Eropa sedang kagum-
kagumnya kepada peninggalan mesir kuno. Elliot Smith merasa kagum terhadap
peninggalan peninggalan mesir kuno, hingga ia melakukan penelitian di seluruh
wilayah mesir itu, hingga timbulnya suatu teori heliolitik. Heliolitik kemudian
dijadikan sebagai suatu penelitian besar oleh W.J Perry, yang mencoba mencari
dengan teliti jalannya dif sertausi heliotik.Unsur unsur yang tersangkut dalam
gerak persebaran itu, serta sebab sebab dari defusi. Dalam persebarannya dari
Mesir ke Amerika Tengah dan Selatan itu, Perry membukukan hasil penelitiannya
ke dalam buku yang berjudul The Children Of The Sun. (1923).
Penyebaran budaya ini terjadi ketika orang-orang Mesir -yang mereka
sebut putra-putra dewa matahari (children of the sun)-, menyebar ke berbagai
tempat di dunia untuk mencari logam mulia dan batu mulia (Baal, 1987). Teori ini
segera ditolak para ahli antropologi karena (a) tidak didukung oleh data yang
cukup dan akurat, dan (b) pengumpulan data tidak dilakukan melalui prosedur dan
metode penelitian yang jelas. Teori itu terasa sangat spekulatif. Meskipun
demikian, para ahli antropologi menyadari bahwa pandangan Perry dan Smith
tentang kebudayaan ada benarnya, yakni bahwa unsur-unsur kebudayaan dapat
menyebar dari satu masyarakat ke masyarakat yang lain, dan kebudayaan memang
terlihat memiliki pusat yang merupakan sumber penyebaran unsur-unsurnya. Di
pusat ini pulalah terdapat dinamika kebudayaan yang paling tinggi. Selain itu,
Perry dan Smith juga telah menyodorkan sebuah cara pandang baru terhadap
kebudayaan yakni cara pandang yang difusionistis. Dinamika dan perkembangan
kebudayaan kemudian tidak hanya ditempatkan dalam bentang waktu, tetapi juga
dalam bentang ruang. 1

1 Prof.Dr. Heddy Shri Ahimsa-Putra, M.A., M.Phil.,Paradigma dan Revolusi Ilmu Dalam Antropologi Budaya( Yogyakarta : Universitas
Gadjah Mada, 2008), hlm. 13. (

3
Pada masa sekarang, teori heliotik itu hanya dapat kita pandang sebagai
suatu contoh saja dan di jadikan sebagai salah satu cara oleh para ahli antropologi
untuk mencoba menerangkan gejala persamaan unsur - unsur kebudayaan di
berbagai tempat di dunia.
Namun kemudian, teori Heliostik mendapat banyak kecaman. Salah satu
kecaman tersebut datang dari seorang yang bernama R.H.Lowie ( antropologi
Amerika ) yang menyatakan bahwa teori Heliostik itu merupakan teori difusi yang
ekstream, yang tidak sesuai dengan kenyataan, baik di pandang dari sudut hasil
hasil penggalian penggalian ilmu perhistori, maupun dari sudut sudut konsep
tentang proses difusi dan pertukaran unsur unsur kebudayaan antara bangsa
bangsa yang telah di terima dalam ranah ilmu antropologi pada masa itu.

Contoh difusi dalam masyarakat :

Contoh difusi yang terjadi dalam masyarakat Indonesia adalah berbagai


kata yang ada dalam Bahasa Indonesia. Tanpa kita sadari, Bahasa
Indonesia sendiri merupakan contoh hasil dari proses difusi yang terjadi
dalam masyarakat. Berbagai kata dalam Bahasa Indonesia merupakan
hasil serapan dari bahasa asing dan bahasa-bahasa daerah, seperti Bahasa
Jawa, Sunda, dan lain-lain. Berbagai kontak budaya yang terjadi dalam
masyarakat, menyebabkan terjadinya difusi dalam struktur Bahasa
Indonesia. Proses difusi yang menyebabkan munculnya kosakata baru
dalam Bahasa Indonesia terbagi dalam 2 proses, yaitu :
Difusi ekstern yaitu penyerapan kosakata asing oleh Bahasa
Indonesia yang mengubah Bahasa Indonesia ke arah yang lebih
modern. Dampak dari difusi ekstern ini terlihat dari kreativitas
orang-orang Indonesia, yang memadukan berbagai unsur bahasa
asing sehingga menjelma menjadi 7 bentuk kata-kata baru,

http://repository.universitasmalikusalleh.ac.id/1913/1/MATERI%20AJAR%20TEORI%20ANTROPOLOGI%202.pdf di akses pada 08 April


2017, pukul 22 : 11 WIB )

4
seperti : gerilyawan, ilmuwan, sejarawan, Pancasilais, agamis,
dan lain-lain.
Difusi intern yaitu timbulnya hubungan timbal balik antara
bahasa Indonesia dengan bahasa Jawa (seperti masuknya kata
lugas, busana, pangan dll) atau dengan bahasa Sunda (kata-kata
nyeri, pakan, tahap, langka) mengenai penyerapan kosakata.
Unsur-unsur budaya timur dan barat yang masuk ke Indonesia dilakukan
dengan teknik meniru. Misalnya, penyebaran agama Islam melalui media
perdagangan, berikut cara berdagang yang jujur, dan model pakaian yang
digunakan, lambat laun ditiru oleh masyarakat.
Peristiwa yang terjadi pada belahan bumi yang lain dapat disaksikan dan
didengarkan pada waktu yang bersamaan, meski orang berada di wilayah
yang sangat jauh dari tempat berlangsungnya kejadian tersebut. Peristiwa
peperangan di negara-negara Balkan atau bencana kelaparan yang terjadi
di Afrika dengan mudah dan cepat dapat segera diketahui dalam hitungan
detik, bahkan secara langsung dapat diketahui saat itu juga. Arus
globalisasi informasi semakin mempermudah proses difusi kebudayaan,
setelah teknologi internet semakin berkembang sehingga pembauran
kebudayaan asing tidak bisa dihindarkan. Hal ini juga berarti semakin
mempermudah terjadinya proses pembauran atau per campuran pada suatu
bangsa.

5
BAB III

KESIMPULAN

III. I Kesimpulan

Difusionisme menkankan pada pengaruh masyarakat individual saling


bergantung dan meyakini, bahwa perubahan sosial terjadi karena sebuah
masyarakat menyerap berbagai ciri budaya dari masyarakat lain. Proses difusi
(diffusion) adalah proses penyebaran unsur unsur kebudayaan ke seluruh dunia.
Proses difusi tidak hanya dilihat dari sudut bergeraknya unsur unsur kebudayaan
dari satu tempat ke tempat lain di muka bumi saja, tetapi terutama sebagai proses
di mana unsur kebudayaan di bawa oleh individu dari suatu kebudayaan, dan
harus di terima oleh individu individu dan kebudayaan lain. Bangsa yang terjadi
dan hidup sampai sekarang merupakan akibat dari perpindahan dan penyebaran
kebudyaan dari pengkalnya. Hal tersebut juga di dukung dengan kondisi geografis
negara negara tersebut yang mana, lama kelamaan persebaran tersebut hingga
terjadi.
Teori difusi datang sebagai kritikan terhadap pandangan-pandangan yang
diajukan oleh teori evolusi mengenai kebudayaan manusia. Menurut teori difusi,
kebudayaan manusia merupakan sebaran dari kebudayaan inti karena alasan yang
ada dalam masyarakat saat itu. Metode yang digunakan adalah dengan cara
memperhatikan unsur-unsur yang terdapat dalam kebudayaan tersebut
berdasarkan catatan-catatan dan hasil penelitian yang mereka lakukan.

III.II Saran

Berbicara masalah kebudayaan maka sudah tentu nya memahami


perbedaan, dari persepsi ini, maka apapun yang kita pikirkan mengeni perbedaan
itu, harus lah menganggap perbedaan tersebut sebagai rahmad dalam berbudaya,
bermasyarakat bahkan dalam ber negara.

6
Daftar Pustaka

http://blog.unnes.ac.id/agungrifzqi05/2015/11/teori-difusi-rivers-elliot-smith-dan-
w-j-perry/ di akses pada 08April 2017, pukul 21 : 44 WIB

Prof.Dr. Heddy Shri Ahimsa-Putra, M.A., M.Phil.,Paradigma dan Revolusi Ilmu Dalam Antropologi Budaya( Yogyakarta :
Universitas Gadjah Mada, 2008), hlm. 13.
(http://repository.universitasmalikusalleh.ac.id/1913/1/MATERI%20AJAR%20TEORI%20ANTROPOLOGI
%202.pdf di akses pada 08 April 2017, pukul 22 : 11 WIB )

Anda mungkin juga menyukai