Anda di halaman 1dari 9

Wawancara dengan Mas Heri (Ladesta).

Teknisnya seperti apa Ladesta dalam mempengaruhi industri kreatif yang ada di desa ini?
Tolong dijelaskan, bisa dimulai dari sejarah Ladestanya itu sendiri?

Jawab :

Awal sejarah ladesta kita dulu itu awalnya tahun 2006.Pada tahun 2005-2006 jalanan masih pada
rusak.Jadi wisatawan yang datang hanya dari asing.Tidak ada turis lokal.Kita pertama awalnya
adalah anak-anak nongkrong, kerjaan utama mereka adalah bertani, mencari kayu bakar setelah
mereka bertani, mengarit (mencari makanan sapi).Ya kerjaan sehari-harinya seperti itu. Malam
ngumpul dirumahnya Mbah Mar, main gaple atau main apa. Kadang kalau pagi atau siang hari
ya kita cuma di depan teras rumahnya Mbah Mar ada pos, ya kita nongkrong disitu. Nah pada
saat itu, turis dari luar negeri itu kan sering lewat sini pake hardtop yang pake open cup. Jadi
hardtop yang kayak kemaren tapi terbuka itu lho. Kan ada hardtop yang full ada yang open cup
gitu kan, nah di hardtop open cup nya itu mereka kan memakai pakaian terbuka karna kan suka
dengan destinasi alam disini. Nah lalu kita pelajari, apakah desa kita bisa ga seperti itu.Karna
yang menghandle wisatawan masuk adalah temen kita dari desa sebelah. Nah lalu selanjutnya,
aku sama temen-temen bikin sebuah kelompok kecil namanya waktu itu Gubug Pelangi. Dana
awal kita itu dari iuran bersama.Satu kelompok itu ada 16 orang.Disitu ya kita cuma yaa bikin
kelompok seadanya lah tapi tidak ada kegiatan. Setelah itu kita bikin kegiatan apa adanya, ya
cuma ngumpul ngumpul, main gaple dan dirumah Mbah Mar kerjaannya cuma ngerecokin.
Setelah beberapa tahun dibangunlah rest area ini.Rest area diatas itu, selain dijadikan rest area
tetapi juga kita jualan makanan dan minuman kayak gitu ya cuma buat para wisatawan yang
datang, yang lewat atau mampir lah seperti itu. Nah disitu kita sering apa ya sering pecah
perebutan yang namanya uang atau keuntungan lah. Ya dulu keuntungannya paling dua puluh
ribu, sepuluh ribu sehari udah seneng lah bagi kita.Nah disitu kita sering berantem dan sering
pecah.Nah disitu kita ada narasumber atau sesepuh kita.Ada Hj. Japari sebagai tokoh kita.Dianya
bener-bener ngajarin kita.Nah dari itu kita di sekolahin lah kita. Orang dari kabupaten juga
ngajarin setiap kali kita kalo ngumpul, Organisasi akan besar karena uang dan organisasi akan
hancur karena uang itu yang pertama. Yang kedua organisasi bisa besar karena egoisme bisa dan
akan hancur juga karena egoisme. Nah dari perkataan beliau kita pelajari, beliau mengajari
semuanya dalam perjalanan itu tidak akan beliau jelaskan. Maksudnya dari detail kenapa seperti
itu beliau tidak akan menjelaskan, tapi beliau bilang itu akan kalian alami. Ternyata bener, yang
kita alami kan itu, karena egois kita sama-sama tinggi untuk memajukan desa atau tim kita ya
kita semangat , semangat dari ego kita kalo bener-bener ingin berkembang. Nah disaat ego kita
karena memikirkan keuntungan uang, itu pun kita akan hancur. 16 orang itu akhirnya tinggal 8
orang.8 itu ya cuma ngumpul, lha itu pun uang kas berebut udah. Ada yang di pinjam sana sini.
Kan dari uang empat ratus ribu menjadi delapan ratus ribu rupiah kalo ga salah berebut kayak
gitu. Akhirnya pada tahun 2010 kita dibentuk lembaga desa wisata (Ladesta) sama desa dan
bantuan dari temen-temen KKM dan disitu kita dibentuk. Nah kalo dibentuknya sih kita dibentuk
secara apa ya, secara kelembagaan dan itu resmi sebagainya. Tapi kelemahan kita, disitu kita
tidak jalan. Karena dalam kajian nya jalan kita ini tidak tahu ini mau kemana, lembaga ini
tujuannya mau kemana, apalagi basic kita yang notabene nya anak sd, smp, tidak mengerti.
Disuruh bikin proposal, kesana kemari kita tidak tahu, jangankan disuruh bikin proposal, disuruh
jalan ke kota aja kita tidak tahu jalan pulang. Bisa berangkat tapi jalan pulangnya pasti
bingung.Setelah beberapa perjuangan akhirnya ada tindakan baru lagi akhirnya kita diajari
karena kita meminta,”kami jangan disuruh diam, karena kalau kami hanya disuruh diam kami
tidak akan bisa maju”.Kalau mengerjakan apapun kami diajak. Nah waktu KKM dia kan
ngomong, kalian disini cuma mau bentuk atau mau KKM tapi kalau kalian ingin bentuk kami
monggo, tapi kami ingin sekolah. Tapi kalau kalian terjun ya kami terjun, kalau kalian gak
makan ya kami gak makan. Akhirnya sampe anak KKM kan bener-bener kerja disini, kami
lembur bikin logo sampai malam untuk mengajukan proposal, waktu itu kan puasa, jadi kita
puasa ke kabupaten ya kita buka puasa cuma aqua. Anak anak disini juga kan butuh biaya besar
dan sedangkan kita juga dana nya dari keuangan juga ada, nah waktu itu juga kita ke kota hanya
bawa aqua dan kita kalau mau buka puasa minta takjil dan sebagainyawaktu itu. Kita waktu itu
mengajukan sampai 4 proposal yang di acc dari hanya legalisasi lembaga.Minta bantuan brosur
dan bantuan lainnya kita tidak dapat. Akhirnya dengan keyakinan dari kami, kami akhirnya ingin
belajar mandiri, tapi tetep kami kerjanya hanya ke kebun, mencari kayu bakar, cari ini itu, nah
disitulah ada namanya Mas Galih survey kesini, dia kan pendaki Semeru, yang biasanya mau ke
Bromo dilewatkan Probolinggo, mau dilewatkan kesini. Kan jalur utama ke Bromo itu lewat
Probolinggo sama Pasuruan, Malang wisatawan lokal tidak mau, karena disini jalannya masih
rusak dan aksesnya pun masih sangat minim, untuk transportasi dan sebagainya. Nah itu kita
diajari oleh Mas Galih dan tim travel dari Jakarta. Itu perkiraan tahun 2011 akhir, antara bulan 9
sampai bulan 12.Nah seperti itu, kita dijadikan sebagai pedamping, untuk menemai saja, untuk
menyiapkan homestay, untuk menyiapkan apa, nah itu kita tidak mikir ada uangnya atau tidak,
yang penting kita bisa kumpul, tadinya cuma ngumpul – ngumpul akhirnya ada manfaatnya. Nah
disitu kita mulai jalan pelan-pelan. Nah ditengah jalan itu kita mulai dikatakan, bahwa lembaga
ini tidak akan berjalan lama. Ada orang yang bilang seperti itu. Setahun,dua tahun kalian akan
bubar. Nah disitulah kita mulai panas, kami orang desa, kami orang yang tidak sekolah anak
anak bilang gitu, tapi kami yakin kami bisa, kami mampu dan kita akan buktikan sejauh mana
kita dalam mengabdikan kita kepada bumi pertiwi kita. Disitulah Hj. Jabari memotivasi kita .kita
juga waktu itu diajari dari travel “Mas nanti kita ke Penanjakan ya,” walaupun kita sering kesitu
ya karena saudara kita yang di Bromo banyak ada kan pasti itu,tapi kita tidak tahu Penanjakan itu
dimana. Padahal tempatnya itu sering kita kunjungi, tapi nama tempat Penanjakannya kita tidak
tahu. Apalagi ‘sunrise’, kata-kata sunrise itu kita tidak tahu, apalagi Mbah Mar, waktu itu Mbah
Mar bikin kita ketawa, “sunrise itu apa? Yang buat masak nasi itu ya?Rice cooker haha “.Ya
seperti itu bilangnya, yaa karena disini kata-kata tersebut belum familiar, kita tidak mengerti.
Trus kita kan juga waktu itu disuruh nganter aja ya, mereka yang ingin melihat sunrise, ketika
kita mengantar mereka melihat sunrise kita hanya dikasih rokok, kalau dapat gaji saja perorang
hanya lima ribu rupiah, sama rokok 1 pack. Hanya dikasih itu saja kita pun sudah senang, karena
ketemu dengan orang baru, sebagainya. Waktu liat sunrise itu ya kita nongkrong, nongkrong itu
ya pas melihat orang – orang itu ya “kok matahari saja difoto, kayak orang goblok saja” kita
bilang gitu, orang-orang gak ada kerjaan apa ya. Ya itu kita ketawa- ketawa. Ada juga
perjuangan waktu itu dimana kondisi waktu itu, hardtop yang ada disini cuma 9, jadi adakala
yang ingin ke Bromo dengan kapasitas yang banyak kita itu bingung, pernah waktu itu hardtop
kita isi 11 sampai 17 orang, normalnya hanya 10 orang yang menaiki hardtop. Itu kita naik
hardtop ya sama-sama berdiri.Pada tahun 2009, hardtop hanya ada 9 saja yang ada di wilayah
Kumpang sini, Poncokusumo, Cuma ada 9.Kita ke Bromo bawa truk juga. Homestay nya pun
juga gitu, kita tidak disediakan kamar, kita hanya menggunakan karpet, karena backpackeran
katanya. Lambat laun, kita mulai belajar, dari gaji lima ribu, karena kita gak gajian , cuma
dikasih bakso saja kita pun sudah senang. Kita diberi apapun ya kita berterima kasih.Homestay
waktu itu hanya ada 4.Belum ada petik apel, dan rumah rumah disini juga belum pada bagus
seperti sekarang ini.Jalanannya pun masih banyak lubang-lubang. Akhirnya kita itu diajarin terus
sama mereka. Akhirnya rumah-rumah kita yang dijadikan homestay.Karena dulu rumah warga
disini tidak mau dijadikan homestay, Karena takut ada hal-hal negatif, karena adanya orang
baru.Akhirnya kita jelaskan semuanya, maksud dan tujuan homestay dan sebagainya oleh bapak
kepala desa.Jadi dari kepala desa pun mengajari kita mengenai masalah homestay tadi. Homestay
itu untuk siapa, kegunaan homestay itu untuk apa, kita diajari. Kan beliau sekolah perhotelan.
Dia bilang homestay itu kan orang bilang penginapan, dari kata itu dicoret dari kata homestay
menjadi rumah tinggal, maksudnya kan kita juga belajar dari konsep homestay tingkat ASEAN
ya sama, yaitu tempat tinggal sementara dan bukan penginapan. Dan fungsi homestay itu untuk
siapa, yang pertama, dengan adanya homestay menjadikan rumah kita pun harus bersih, kamar
mandi harus bersih, trus ibu yang punya homestay harus pinter masak dan ramah, dan
sebagainya. Nah disitulah kita menjelaskan bahwa fungsi homestay adalah untuk diri kita
sendiri.Kalau rumah bersih, pasti keluarga sehat, lingkungannya bersih penyakit juga tidak akan
datang, trus kalau masakannya enak juga pasti keluarga senang, karena ayah dan anak pun tidak
akan jajan. Nah itu, tujuan selanjutnya karena kita mencari saudara, nah kata orang Jawa kalau
banyak saudara berarti banyak rejeki.Beliau menjelaskan seperti itu dan masyarakat pun mulai
paham.Jadi fungsi homestay itu bukan untuk wisatawan atau tamu yang datang, kalaupun ada
tamu yang datang itu adalah bonus kita menjaga kebersihan dan sebagainya.Beliau juga bilang
bahwa homestay jangan dijadikan mata pencaharian utama, tetapi bertani dan berkebunlah yang
dijadikan sebagai mata pencaharian yang pertama. Akhirnya homestay bertambah, wisatawan
bertambah, hardtop yang tadinya hanya ada 9 sekarang sudah ada sekitar 400-an, karena adanya
investasi, tahun 2012 kita juga udah ikutan lomba kesana kemari, 2014 kita juara satu, dari
orang-orang kota kita jarang di support, kita mandiri dengan kaki kita, akhirnya dengan kita juara
itu ada yang menangis, ada yang sujud syukur, pokoknya lah bangga gitu. Karena tujuan utama
kita itu tidak mencari uang.Setelah terbentuk Ladestanya kita tidak ada kerjaan, kalau hari jum’at
kita menyadarkan masyarakat untuk membuang sampah.Sampai ada yang bilang bahwa kita itu
orang gila gak ada kerjaan, orang goblok. Sampai dulu juga Bapak Hj. Anshori itu pimpinan kita
itu jualan juga, jualan kaki lima di Coban Pelangi. Sekarang sudah menjadi narasumber sampai
ke seluruh Indonesia.Kajian kita, lembaga kita sudah sampai ke luar negeri.Kemarin kajian kita
dibawa ke Bangkok, oleh teman-teman dari mahasiswa.Sampai KKN tahun 2011 atau 2012 udah
seperti keluarga. Desain logo, anak-anak KKN dan tim kita kumpul jadi satu di balai desa, logo
Ladesta melambangkan ini semua di diskusikan. Trus selanjutnya pelan-pelan kita sudah mulai
berprestasi, kita berkomitmen tidak akan mengeksplore diri kita keluar, yang boleh keluar hanya
paling Bapak Hj. Anshori. Kita hanya ingin membangun desa kita walau kita tidak dikenal oleh
orang.Seperti kata Bapak Hj. Japari jangan sampai kita di ekspose untuk mencari uang tapi
abdikan diri kalian ini untuk desa ini.Sampai tanah beliau di wakafkan untuk masjid, untuk
kegiatan, kita belajar dari beliau bahwa beliau tidak perhitungan.Setelah juara nasional, dan
lainnya, kita juga ga nyangka.Karena dalam mengikuti lomba pun kita tidak mengharapkan
untuk menang.Teman-teman pun tidak berharap untuk menang. Di Lembaga kita tidak ada anak-
anak yang pinter, karena hanya lulusan SD, SMP. Sampai satu tim saya waktu itu kan di
Kabupaten kita lolos, kita kirim ke Surabaya, disuruh menghidupkan laptop saja dia nangis,
karena tidak bisa. Ia hanya ingin mengabdi dan bertemu dengan teman serta saudaranya di desa.
Ternyata respon mereka berbeda.Kita dalam mengikuti lomba hanya berdasarkan pada kenyataan
yang ada saja, kita menyiapkan materi apapun.Tujuan kita tidak memikirkan kalah atau menang,
tujuan kita hanya untuk orang tahu bahwa kita adalah DesaWisata.Dan Alhamdulillah lolos
sampai tingkat provinsi.Setelah itu lolos sampai tingkat nasional dan yang kita kirim adalah Mas
Muksin, Pak haji Anshori dan Ibnu masih SMA waktu itu.Mas Muksin tuh waktu sarjana hokum,
lucu dulu. Kita tidak mengenal yang namanya email, gadget, dan facebook. Kita disini, jaringan
internet dulu kita pakai modem 15 meter kabelnya sampai kita tuh kalau mau pakai sampai naik-
naik keatas.Kita cuma ada 1 komputer dan itu pun dapat bantuan dari volunteer.Dari hal-hal
seperti itu mereka pada datang sendiri, disitulah lembaga kita berjalan pelan – pelan. Dan
disitulah pada 2013 omzet kita terus meningkat, dan dalam satu tahun bisa mencapai 2,4 M.
Kalau dalam seminggu ini kita bisa mencapai500jt-an. Jadi omzet yang didapatkan itu sudah bisa
disedekahkan, dialokasikan untuk masyarakat di desa ini terutama pendidikannya. Alhamdulillah
respon masyarakat disini sangat kuat, melihat kita disegani. Dunia nasional mungkin kalau
menyebut desa wisata gubugklakah yang ada desa wisata mungkin akan paham. Karena apabila
disebut desa wisata, ini bukan desa wisata.Karena dulu disini tidak ada peresmian desa
wisata.Alhamdulillah hingga saat ini wisatawan sangat ramai, yang ke Bromo juga sangat ramai,
dan nyamanlah. Di lembaga ini pun keras, anak-anak yang masuk ke lembaga yang mentalnya
tidak kuat pasti akan keluar. Kita tidak ada sistem atau kriteria,yang kita butuhkan hanya
mempunyai mental yang kuat. Kita tidak butuh seseorang yang hanya menjadi beban kita tapi
kita butuh orang yang bisa membangun desa ini.Kita hanya punya sistem yaitu tidak boleh sakit
hati. Karena sakit hati itu adalah sebuah penyakit yang akan menggerogoti semuanya. Karena
orang yang sakit hati, cepet tua, cepet sakit dan cepet mati.Karena kita butuh orang yang kuat
mengahadapi orang-orang di lapangan.Di dalam lembaga kita ini, kita ini transparant dalam hal
keuangan.Laporan keuangan ke kementrian tidak diketik dengan computer, hanya dengan ditulis
tangan pakai buku.Pernah ada penilaian dari kementerian yang memprotes itu, tapi kita sendiri
punya sistem, karena dengan menggunakan buku kita bisa mengoreksi dengan mudah. Dia akan
korupsi, dia akan memakai uang, kita pun akan tahu. Karena dengan ditulis tangan kita bisa tahu
bahwa akanada coretan di buku tersebut. Berbeda apabila kita menggunakan komputer.Mereka
pun sampai tertegun dengan sistem kita yang seperti itu. Sampai mereka pun menanyakan
apabila kita tidak menangpun, kita akan bisa menerimanya dengan baik. kita tidak harus juara
satu, tapi implemetasinya di masyarakat itu. Alhamdulillah sekarang ini uang kas kita tertutup
semua, kita bisa memberikannya untuk desa, kita bisa memfasilitasi teman-teman untuk les nari,
kita bisa memfasiltasi teman kita jaringan internet. Kita bisa memasang Wifi ke SD/MI. Rencana
kita pun akan memasang Wifi ke kampung agar anak-anak desa bisa belajar menggunakan
computer, karena dulu itu anak-anak untuk memegang mouse saja sampai gemetaran. Dan dari
situlah Alhamdulillah jalan sampai sekarang. Dan yang terakhir, untuk masalah sakit hati, kita
tidak akan marah meskipun banyak yang mengolok-olok kita. Pernah dari kementrian kita di
kritik, tetapi kita malah tepuk tangan, senang karena kita bisa dikoreksi orang. Semakin dikoreksi
orang lain, kita semakin bangga. Jadi setelah kita dikoreksi dan kita evaluasi, kita minta lagi
dikoreksi.Sebuah kebanggan kita untuk di koreksi tapi tidak untuk dijatuhkan.Semakin orang
menjelekkan kita, kita harus semakin bangga. Karena kita akan semakin besar. Semakin orang
menyanjung kita, orang itu akan menjatuhkan kita. Lembaga ini juga pernah mau pecah, pernah
mau hancur karena permasalahan ada kritikan, ada temen yang berantem,terbentuknya genk
antara satu dengan yang lainnya. Tapi tetap kita kaji, baru-baru kemaren itu juga mau pecah,
karena ya itu berantem satu dengan lainnya.Akhirnya kita rapat besar, pimpinan saya Cak
Muksin, kalau lagi marah matanya merah, ya sudah. Dia bilang “ lembaga mau di bubarkan atau
di vakumkan sekarang atau besok? Kalau sekarang sama. Besok juga sama. Semakin lama maka
lembaga ini semakin lama semakin tidak ada juga kejelasannya. Tapi kalau sekarang bubar ya
bubar tidak masalah, tidak ada yang dirugikan.” Oleh karena itu, apabila ada masalah gitu
pimpinan tidak akan ikut campur, tim lah yang menyelesaikan masalah yang ada Mereka voting
untuk membubarkan lembaga atau tidak. Mereka beragumen satu sama lainnya. Jadi setiap
permasalahan yang terjadi tidak ada yang salah dan tidak ada yang benar.Tapi sebuah
permasalahan yang terjadi akan memunculkan solusi dimana kita akan besar nanti. Trus
lembaganya gimana?Yaudah ga ada masalah, saling bermaafan, akhirnya makan gorengan
bareng, ngerokok bareng ya selesai masalah. Itulah alasan kami bisa bertahan lama ya karena itu,
kami pun tidak akan bisa jalan tanpa masyarakat dan tanpa temen-temen. Semua elemen disini
adalah satu kesatuan.Makanya di lembaga kami, Alhamdulillah sampai saat ini kami tidak
pernah kekurangan uang, walaupun pengeluaran kita besar, kita tidak pernah kekurangan apapun
walaupun kita tidak pernah ada penghasilan, katanya sih seperti itu. Karena apa? Ya setiap kali
ada kegiatan seperti ini, kita tidak menyombongkan diri tetapi juga sebagai ilmu yaitu ‘sedekah’.
Jadi setiap ada trip kayak gini,kita dapat uang DP. Pasti dari tim tim perusak, setelah mendapat
uang DP pasti mereka bilang. Kita menyisihkan sebagian uang untuk bersedekah.Ternyata
setelah seperti itu luar biasa memang, banyak sekali banyak yang telfon meski kita tidak pernah
memakai proposal resmi sekalipun.Itulah yang kita alami sampai sekarang.Jadi hasil tahun
kemarin itu kita belikan kenang-kenangan untuk pak RT, pak RW, untuk jeep kita belikan dan
sebagainya.

Bapak Hj. Anshori masih ada pak sekarang?

Iya, beliau adalah ketua kami.Sekarang menjadi ketua Asosiasi Desa Wisata Jawa
Timur.Dari orang kementerian juga sudah percaya dengan beliau.Di lembaga kita, ada kalanya
jadi pimpinan, ada kalanya jadi bawahan.Jadi tidak melulu jadi pimpinan.Beliau mengajarkan
kita dikalanya kita menjemput peserta ke stasiun, dia jadi driver karena kita kekurangan
mobil.Rumahnya juga dijadikan homestay.Kalau dalam rapat mah beliau menjadi pimpinan, tapi
kalau di homestay dia adalah bawahannya dari anaknya sendiri.Karena, kalau di homestay ada
pak Hisan dan anaknya. Jadi kalau kamarnya belum disiapkan, anaknya akan bilang “mohon
maaf pak, kamarnya belum dibersihkan.” Ilmu yang paling sakti dari kami adalah Mohon maaf.
Pernah kita waktu jadi guide ditampar sama ibu-ibu karena memang ada masalah dengan kereta
tapi yang disalahkan adalah kita. Yang dimarahi itu adalah tim premananisme kita tetapi kita
tetap memohon maaf, dan curhat ke teman satu tim untu melampiaskan kekesalan kita. Biar
mereka pun bisa tenang.Jadi kalau kita ada masalah melampiaskannya ke kita-kita saja.

Kalau sampai sekarang ini, anggota Ladesta sudah berapa ya mas?

Total ada 74, yang aktif keliling itu ada 30. Karena yang lain itu mecah, ada yang di homestay,
perkebunan apel. Kita juga anggota, jadi anggota kita ga lengkap.Karena dari homestay ini
sistemnya rolling. Dari A sampai Z, balik lagi ke A. harganya pun sama, tidak ada mewah,
sederhana, dan sebagainya. Tidak ada harga yang beda. Karena kita tidak menjual homestanya.
Tetapi yang kita inginkan disitu adalah orang lain bisa menjadi saudara kita, dimana orang disini
bisa nyaman. Kita disini ngasihnya perkamar. Pernah warga protes,kenapa homestay kita
harganya segini segini, ya kita menjelaskan. Lalu mereka paham.Setiap kita calling mereka siap,
mungkin gak siapnya kalau ada acara keluarga dan sebagainya.Itu yang kita terapkan, biar tidak
ada kesenjangan sosial.Pernah ada dari pemerintah yang berfikiran seperti itu, tapi kita
menjelaskan bahwa kita keluarga itu lebih penting dari apapun.Itu yang kita pelajari sih seperti
itu.Yang penting orang yang datang kita nyaman dan merasa seperti keluarga.

Jadi pendapatan yang di dapatkan itu dialokasikan di industri kreatifnya itu seperti apa?

Jadi kalau di kripik dulu kan Bu Lia bikin sari apel pernah tidak jalan kan. Nah tim kita
menjadikan marketing, kita menjadi pedagang asongan keliling, ke homestay homestay. Kita
tawarkan satu satu.Dulu, tidak ada yang mau karena malu menjadi pedagang asongan.Tapi
sekarang menjadi rebutan.Karena kita menceritakan ini loh hasil kita menjadi pedagang asongan
dalam satu malam. Bisa dapat 200ribu, hanya dari abis maghrib sampai waktu isya. Kalau ibu
tidak mau kaya, ya tim kita yang kaya loh bu. Dari yang dulu rumah kita dijadikan homestay
dicoret tidak dijadika homestay lagi. Pernah waktu ada cerita travel pernah tidak membayar
27juta, tetapi Alhamdulillah kita bisa membayarnya. Dari perkebunan apel, dan sebagainya ada
pemasukan jadi kita bisa membayarnya. Tetapi Alhamdulillah sekarang travel tersebut sudah
lunas membayarnya. Makanya itu kalau ibu-ibu PKK yang tidak jalan, ya kita yang jadi
marketingnya.Jadi kalau sari apel itu tidak di eksplore keluar, kalau ada wisatawan yang minat
biar di desa.Itu yang kita alami, dan Alhamdulillah sekarang abis terus.

Nah itu produsennya cuma bu Lia aja pak?

Iya, karena yang lain susah. Masalah waktu dan keluarga.Karena itu adalah hanya sampingan
ibu-ibu yang ingin bekerja disitu.Bu Lia sendiri sebenarnya juga tidak ada waktu tapi beliau
sendiri ingin mengembangkannya.

Kalau yang jualan topi-topi atau rajutan gitu gimana pak?


Ya itu awalnya kita, trus akhirnya gantian masyarakat karna mendapatkan hasil. Jadi tim dari kita
yang menjajakan kerajinan itu. Yang jadi produsennya itu bukan kita tapi kita beli karena disini
kita tidak ada disini. Belinya di Pasar Kembang, di Malang juga ada.

Anda mungkin juga menyukai