Sri Sudarsih
Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Ibu Tentang Status Gizi Balita Di
Desa Jabon Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto
Farida Yuliani
Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Asi Eksklusif Dengan Pemberian
MP ASI Sebelum Usia 6 Bulan Di Desa Gayaman Kecamatan
Mojoanyar Kabupaten Mojokerto
Pelindung
Ketua Yayasan Kesejahteraan Warga Kesehatan (YKWK)
Penasehat
Ketua Stikes Majapahit
Pemimpin Redaksi
Sri Sudarsih, S.Kp., M.Kes
Penyunting
Arief Fardiansyah, ST., M.Kes
Anwar Kholil, S.Pd. M.Pd
Redaksi Pelaksana
Dwi Helynarti, S.Si
Pengantar Redaksi
Kemlagi Kabupaten Mojokerto. Hal ini berdasarkan hasil uji statistic Wilcoxon
didapatkan hasil : 0,000 < : 0,05 (5%) dengan demikian H1 diterima dan Ho di tolak.
Hasil penelitian ini dapat meningkatkan pengetahuan bagai anak-anak mengenai perilaku
hidup bersih dan sehat. Sehingga dapat membiasakan diri untuk berperilaku hidup secara
bersih dan sehat di lingkungan sekolah, rumah maupun masyarakat. Sebagai bahan
tambahan untuk memberikan penyuluhan tentang perilaku hidup bersih dan sehat baik
disekolah-sekolah maupun masyarakat.
Artikel yang keempat ditulis oleh Sri Sudarsih dengan judul Hubungan
Pengetahuan Dan Sikap Ibu Tentang Status Gizi Balita Di Desa Jabon Kecamatan
Mojoanyar Kabupaten Mojokerto. Pengetahuan dan sikap merupakan faktor
predisposisi yang mempengaruhi perilaku ibu dalam memberikan asupan gizi pada balita
yang pada akhirnya mempengaruhi status gizi balita. Tenaga kesehatan khususnya
perawat dapat meningkatkan program kerja dalam peningkatan gizi balita dengan
memberikan contoh menu yang seimbang pada ibu balita, mengadakan lomba balita
sehat, mengadakan lomba memasak makanan balita yang menarik dan bervariasi, serta
memberikan tips cara mengatasi kesulitan makan pada balita
Artikel yang kelima ditulis oleh Farida Yuliani dengan judul Hubungan
Pengetahuan Ibu Tentang Asi Eksklusif Dengan Pemberian MP ASI Sebelum
Usia 6 Bulan Di Desa Gayaman Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto.
Pengetahuan tentang ASI eksklusif mempengaruhi pemberian MP ASI dini, pada
pengetahuan baik akan mendorong ibu tidak memberikan MP ASI dini. Sebaliknya jika
pengetahuan cukup dan kurang akan mendorong ibu memberikan MP ASI dini.
Artikel yang keenam ditulis oleh Eka Diah Kartiningrum dengan judul Kesehatan
Gigi Ibu Hamil Di Di Puskesmas Kedungsari Mojokerto. Hasil penelitian
menunjukkan sejumlah 25 responden, sebagian besar responden mempunyai
DMFT rendah artinya mempunyai kesehatan gigi kurang sejumlah 15
responden(60 %). Semakin kurang pengetahuan ibu hamil dalam mengkonsumsi
kalsium maka kesehatan giginya semakin kurang. Faktor utama yang
mempengaruhi kurangnnya pengetahuan adalah kurang pemahaman responden
terhadap objek tertentu Oleh karena itu, diharapkan tenaga kesehatan dapat
memberikan konseling tentang konsumsi kalsium guna meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan selama kehamilan.
Artikel yang ketujuh ditulis oleh Abdul Muhith dan Angga Novida Yasma
dengan judul Pengaruh Terapi William Flexion Exercise Terhadap Nyeri
Punggung Bawah Pada Lansia Di Panti Werdha Mojopahit Mojokerto. Hasil
Vol 6. No. 1, Maret 2014 MEDICA MAJAPAHIT
Redaksi,
Vol 6. No. 1, Maret 2014 MEDICA MAJAPAHIT
DAFTAR ISI
Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Ibu Tentang Status Gizi Balita Di Desa
Jabon Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto
Sri Sudarsih ...................................................................................................... 57
Abstract
In this study aims to analyze the implementation of Early Initiation of Breastfeeding,
analyze implementation constraints and develop models of the implementation of Early
Initiation of Breastfeeding on maternal. This research uses a qualitative study, future
research on starting December 2012 until July 2013.Informan research midwives and
maternal. The research method uses observation, in-depth interviews and focus group
disscusion. Researcher's own research instrument, checklist, interview guide and focus group
guide disscusion. Descriptive analysis of the description, which includes the step of data
collection, reduction and presentation of data. The results of observations on the direct
maternal midwife directly by the command to hold her baby. Barriers that happens is
tiredness and hunger. Results of in-depth interviews saying only pregnant women information
about nutrition, information about the initiation of early breastfeeding mother knows only
partially. Focus Group Results disscusion maternal expect information about early
breastfeeding initiation given time pregnancy check and families may wait time of delivery.
The observation of the midwife, seem hasty and not in accordance with the Standard
Operational Procedure is in the hospital. Results of in-depth interviews, all midwives could
explain the steps to implement correctly. Barriers that happens is, a shortage of midwives.
Focus Group Results disscusion all midwives said to be realized additional midwives. Early
Initiation of Breastfeeding Early implementation is not in accordance with the Standard
Operational Procedure. Bottleneck that occurs in the maternal fatigue, hunger and ignorance
about Early Initiation of Breastfeeding mom. Barriers on the midwife, a shortage of midwives
so that the implementation of Early Initiation of Breastfeeding was not optimal. Model
development by involving husbands or families. Socialize hospital guidelines contained in the
Standard Operational Procedure and facilities have used standard. Supervision and
reminded all midwives to record activities Early Initiation of Breastfeeding.
Keywords: models, early initiation of breastfeeding, maternal.
A. PENDAHULUAN
Pemberian ASI esklusif yang diberikan untuk bayi selama 6 bulan pertama sangat penting
dan bermanfaat. Pemberian ASI eksklusif ini baik bagi pertumbuhan dan perkembangan otak
balita. Berdasarkan data WHO, cakupan ASI eksklusif masih rendah untuk negara berkembang
dan negara miskin termasuk Indonesia. Berdasarkan penelitian, bayi dibawah usia 6 bulan yang
tidak diberikan ASI mempunyai risiko lima kali lipat terhadap kesakitan dan kematian akibat
diare dan pneumonia dibandingkan dengan bayi yang mendapatkan ASI eksklusif (Dinartiana,
2011). Pemberian ASI eksklusif secara baik, sekitar 6 bulan pertama kelahiran akan berdampak
sangat positip bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi baik secara emosional maupun fisik.
Bayi akan tumbuh lebih sehat dengan sistem imun yang sempurna dari air susu ibu (ASI), karena
ASI mampu memberikan perlindungan yang sempurna bagi bayi yang baru lahir.
Menurut data SDKI tahun 2012 angka kematian bayi di Indonesia mengalami penurunan,
pada tahun 2012 tercatat 32 per 1000 kelahiran hidup menurun dibandingkan pada tahun 2007
yang tercatat sebesar 34 per 1000 kelahiran hidup. Angka kematian bayi di Indonesia ini masih
jauh dari harapan target MDGs pada tahun 2015 yaitu sebesar 23 per 1000 kelahiran hidup.
Salah satu solusi dalam mengurangi penyebab kematian pada bayi adalah melalui
pemberian ASI dalam 1 jam pertama yang dinamakan Inisiasi Menyusu Dini (IMD), dan
dilanjutkan pemberian secara eksklusif selama 6 bulan, kemudian diteruskan selama 2 tahun
pertama atau lebih. Program IMD (Inisiasi Menyusu Dini) ini harus terus disosialisasikan ke
*) Penulis adalah DosenPoliteknik Kesehatan Majapahit Mojokerto
Vol 6. No. 1, Maret 2014 MEDICA MAJAPAHIT
masyarakat, karena banyak hal positip yang berguna bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi.
Secara naluriah, bayi akan memiliki ikatan emosional yang sangat kuat dengan ibu melalui
kontak pertama setelah kelahirannya melalui inisiasi menyusu dini.
The World Alliance for Breastfeeding Action (WABA) tahun 2007, memperkirakan 1 juta
bayi dapat diselamatkan setiap tahunnya bila diberikan ASI pada 1 jam pertama kelahiran,
kemudian dilanjutkan ASI eksklusif sampai dengan 6 bulan. Melakukan Inisiasi Menyusu Dini
(IMD) dipercaya akan membantu meningkatkan daya tahan tubuh bayi terhadap penyakit-
penyakit yang berisiko kematian tinggi (misalnya kanker syaraf, leukemia, dan beberapa
penyakit lainnya). Menurut penelitian Dr.Karen Edmond tahun 2006 di Ghana, jika bayi diberi
kesempatan menyusu dalam satu jam pertama dengan dibiarkan kontak kulit ke kulit ibu maka 22
persen nyawa bayi dibawah usia 28 hari terhindar dari kematian (Utami Roesli, 2012).
IMD (Inisiasi Menyusu Dini) berdampak pada penurunan angka kematian balita, yang
banyak dipengaruhi oleh penerapan pemberian ASI Eksklusif, hal ini diperkuat oleh penelitian
yang dilakukan WHO pada tahun 2000 di enam negara berkembang. Hasil penelitian diketahui
bahwa risiko kematian bayi antara usia 9 sampai 12 bulan dapat meningkat 40 persen pada bayi
yang tidak disusui, sehingga alasan untuk melakukan inisiasi menyusui dini sebagai awal
suksesnya penerapan ASI eksklusif secara optimal. IMD (Inisiasi Menyusu Dini), dapat
mengurangi angka kematian balita sebesar 8,8 persen (Biro Humas Pemprov Jatim, 2013).
Infant Mortality Rate atau angka kematian bayi di Jawa Timur dalam beberapa tahun ini
mengalami tingkat penurunan yang signifikan, bahkan pada tahun 2012 tercatat 30 per 1.000
kelahiran hidup menurun dibandingkan pencapaian pada tahun 2007 yang tercatat sebesar 35 per
1.000 kelahiran hidup (SDKI, 2012). Menurut data SDKI 2002-2003 dan SKRT 2001 proporsi
kematian balita yang terbanyak adalah pada usia 0 7 hari sebesar 35 persen.
Pada tahun 2012, IMD (Inisiasi Menyusu Dini) dan ASI Eksklusif di Jawa Timur sudah
mencapai 64,5 persen, hal ini merupakan suatu program yang luar biasa dan signifikan dibanding
tahun 2010 yang hanya mencapai 37 persen. Di wilayah Jawa Timur masih ada dua kabupaten
yang cakupannya rendah dalam hal IMD, yakni Lamongan dan Trenggalek (Biro Humas
Pemprov Jatim, 2013).
Selama ini masih banyak ibu yang mengalami kesulitan untuk menyusui bayinya, hal ini
disebabkan kemampuan bayi untuk menghisap ASI kurang sempurna sehingga secara
keseluruhan proses menyusu terganggu. Keadaan ini ternyata disebabkan terganggunya proses
alami dari bayi untuk menyusu sejak dilahirkan. Penolong persalinan selalu memisahkan bayi
dari ibunya segera setelah lahir, untuk dibersihkan, ditimbang, ditandai dan diberi pakaian.
Ternyata proses ini sangat menggangu alami bayi untuk menyusu (Utami Roesli, 2012).
WHO dan UNICEF merekomendasikan inisiasi menyusu dini sebagai tindakan
penyelamatan kehidupan, karena inisiasi menyusu dini dapat menyelamatkan 22 persen bayi
yang meninggal sebelum usia satu bulan. Menyusui satu jam pertama kehidupan yang diawali
dengan kontak kulit antara ibu dan bayi dinyatakan sebagai indikator global, ini merupakan hal
yang baru bagi Indonesia, dan merupakan program pemerintah. Semua tenaga kesehatan di
semua tingkat pelayanan kesehatan maupun masyarakat diharapkan dapat mensosialisasikan dan
melaksanakan serta mendukung suksesnya program ini, sehingga diharapkan akan tercapai
sumber daya Indonesia yang berkualitas.
Pengetahuan tentang IMD (Inisiasi Menyusu Dini) belum banyak diketahui masyarakat
bahkan juga petugas kesehatan. Masalah ini wajar, karena IMD (Inisiasi Menyusu Dini) adalah
ilmu pengetahuan baru bagi masyarakat Indonesia. Kebanyakan ibu tidak tahu bahwa
membiarkan bayi menyusu sendiri segera setelah kelahiran atau yang biasa disebut proses IMD
(Inisiasi Menyusu Dini) sangat bermanfaat. Proses IMD (Inisiasi Menyusu Dini) ini hanya
membutuhkan waktu sekitar 60 menit sangat berpengaruh pada kehidupan bayi untuk seumur
hidup. Melakukan IMD (Inisiasi Menyusu Dini) bayi akan belajar beradaptasi dengan dunia luar,
selain itu kedekatan antara ibu dan bayi akan terbentuk selama proses tersebut. Kurangnya
pengetahuan dari orang tua, pihak medis maupun keengganan untuk melakukannya, membuat
IMD (Inisiasi Menyusu Dini) masih jarang dilaksanakan.
Vol 6. No. 1, Maret 2014 MEDICA MAJAPAHIT
Faktor keberhasilan dalam menyusui adalah menyusui secara dini, berbagai upaya telah
dilakukan untuk mempromosikan pemberian ASI Eksklusif. Pengetahuan ibu, baik melalui kader
kesehatan maupun petugas kesehatan tentang IMD (Inisiasi Menyusu Dini) masih kurang,
bahkan hanya ada beberapa rumah sakit saja yang memberikan layanan IMD (Inisiasi Menyusu
Dini) untuk ibu melahirkan.
Program IMD (Inisiasi Menyusu Dini) di RSUD Prof.Dr.Soekandar Mojosari Mojokerto
sudah dilaksanakan sejak tahun 2010, tetapi dalam pelaksanaannya belum maksimal yang
dikarenakan tidak ada dukungan dari pihak yang terkait. Rumah Sakit ini merupakan satu-
satunya rumah sakit milik Pemerintah Daerah Kabupaten Mojokerto yang sudah melaksanakan
Inisiasi Menyusu Dini (IMD). Data Inisiasi Menyusu Dini (IMD) di RSUD Prof.Dr.Soekandar
Mojosari Mojokerto pada tahun 2012, yang melahirkan secara normal sebanyak 926 ibu, dengan
perincian persalinan normal tanpa komplikasi 212 ibu dan persalinan normal dengan komplikasi
(KPP, Pre eklamsi, di oksitosin drip dan lain-lain) sebanyak 714 orang ibu. Tetapi yang
dilaksanakan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) hanya 194 ibu dari jumlah persalinan normal tanpa
komplikasi, hal ini disebabkan pertimbangan kondisi kesehatan ibu maupun bayinya. Pada
persalinan dengan tindakan dan secara operasi caesar belum dilaksanakan IMD (Inisiasi
Menyusu Dini).
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis ingin mengetahui model pelaksanaan
Inisiasi Menyusu Dini (IMD) pada ibu bersalin di RSUD Prof.Dr.Soekandar Mojosari
Mojokerto.
B. METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif, yang menggambarkan model
pelaksanaan IMD (Inisiasi Menyusu Dini) di RSUDProf.Dr.Soekandar Mojosari Mojokerto.
Rancang bangun penelitian menggunakan uraian deskriptif. Pengambilan data dilaksanakan
dengan mengobservasi langkah, waktu, hambatan serta setiap kejadian yang ada pada
pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) untuk mendapatkan data dari informan. Observer
dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri. Untuk mendapatkan informasi lebih lanjut, apakah
hasil observasi dapat dipercaya atau tidak, peneliti melakukan wawancara mendalam. Sarana
yang digunakan adalah panduan wawancara mendalam, buku catatan, alat tulis, dan alat rekaman.
Setelah observasi dan wawancara mendalam dapat diketahui bagaimana pelaksanaan IMD
(Inisiasi Menyusu Dini) saat ini yang ada serta hambatannya. Hasil dari observasi dan wawancara
mendalam dibahas dalam FGD (Focus Group Discussion). Penelitian ini adalah penelitian
kualitatif yang memiliki data dari hasil observasi yang dilakukan peneliti, wawancara mendalam
serta FGD(Focus Group Discussion). Cara menganalisis data menggunakan uraian diskriptif
dengan menganalisis setiap data yang terdapat dalam penelitian ini. Informasi yang terkumpul
dari observasi, wawancara mendalam dan FGD(Focus Group Discussion) merupakan data
mentah. Tugas peneliti adalah mempersiapkan pernyataan menyangkut data yang terkumpul..
Populasi dalam penelitian ini adalah semua Ibu bayi sebelum usia 6 bulan, sebanyak 48
responden, terhitung sampai tanggal 7-19 Juni 2013. Dalam penelitian ini jumlah sampel yang
digunakan sebanyak 48 responden. Peneliti menggunakan sampel jenuh yaitu cara pengambilan
sampel dengan mengambil semua anggota populasi menjadi sampel (Aziz Alimul,
2009:76).Penelitian ini dilakukan di Desa Gayaman Kecamatan Mojoanyar Kabupaten
Mojokerto pada bulan Agustus-September 2013.
Teknik Pengumpulan Data setelah mendapatkan ijin dari Dinkes Kabupaten Mojokerto
dan di Desa Gayaman Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto. Peneliti mengadakan
pendekatan kepada ibu bayi untuk mendapatkan persetujuan sebagai responden. Setelah
mendapat persetujuan menjadi responden, peneliti mulai melakukan pengambilan data dengan
teknik observasi. Instrumen Pengumpulan Data yang digunakan yaitu lembar kuesioner dan
lembar cheklist. Teknik Analisis Data menggunakan distribusi frekwensi dan diuji dengan
wicoxon sign rank test.
A. HASILPENELITIAN
1. Hasil observasi dan wawancara mendalam ibu bersalin.
Hasil wawacara mendalam tentang informasi yang didapat waktu ANC(Ante Natal
Care) kebanyakan mengatakan hanya informasi mengenai nutrisi ibu hamil saja. Seperti
petikan wawancara peneliti dengan informan Ny.E berikut ini.
..........Ibu hamil harus memperbanyak makan sayur dan buah supaya
bayinya sehat dan air susunya lancar. Bayinya nanti harus disusui sendiri
ndak boleh diberi susu botol.
Penjelasan yang rinci mengenai faktor yang mempengaruhi produksi dan
pengeluaran ASI (Air Susu Ibu) tidak diberikan saat ANC(Ante Natal Care). Hasil
wawancara mendalam tentang cara perawatan payudara semua informan mengatakan hanya
dibersihkan dengan sabun waktu mandi. Perawatan payudara pada waktu hamil merupakan
hal yang penting untuk membantu pengeluaran ASI (Air Susu Ibu). Berikut wawancara
peneliti dengan informan Ny.M.
..........Cara merawat payudara ya dengan membersihkannya setiap mandi
dengan menggunakan sabun, biar bersih. Saya tidak pernah mendengar cara
merawat payudara yang lain.
Sedangkan penjelasan tentang ASI eksklusif rata-rata ibu bersalin sudah mengetahui
sejak sebelum hamil dari orang tuanya, tetangga, teman dan media massa ataupun media
elektronik. Waktu ANC(Ante Natal Care) bidan tidak memberikan informasi mengenai ASI
eksklusif secara jelas, hanya mengatakan bayinya harus disusui. Berikut petikan wawancara
peneliti dengan informan Ny.P.
..........Kalau informasi tentang ASI eksklusif saya sudah tahu dari ibu saya,
teman dan tetangga yang sudah pernah punya anak. Di iklan televisi,
gambar di puskesmas juga ada, waktu periksa hamil bu bidan ndak pernah
memberitahu, hanya mengatakan bayinya harus disusui.
Vol 6. No. 1, Maret 2014 MEDICA MAJAPAHIT
Informasi mengenai IMD (Inisiasi Menyusu Dini) hanya sebagian kecil ibu saja
yang mengatakan pernah mendapat informasi waktu ANC(Ante Natal Care) dari bidan dan
majalah. Pada waktu ANC(Ante Natal Care) bidan sudah harus memberikan pengetahuan
tentang IMD (Inisiasi Menyusu Dini) sebagai persiapan untuk masa meneteki. Berikut ini
petikan wawancara peneliti dengan informan Ny.M.
..........Waktu periksa hamil di bidan saya diberitahu kalau waktu
melahirkan bayinya ditaruh di atas perut untuk mencari puting susu saya.
Kata bu bidan bayinya belajar menyusu sendiri.
Ada beberapa orang ibu yang tidak mengetahui arti IMD (Inisiasi Menyusu Dini),
waktu wawancara mendalam tentang IMD (Inisiasi Menyusu Dini) tampak kebingungan dan
menjawab tidak tahu.
Hasil yang didapatkan dari observasi pada waktu pelaksanaan IMD (Inisiasi
Menyusu Dini), ibu bersalin langsung menurut perintah bidan untuk memegang bayinya
tanpa memberikan penjelasan terlebih dahulu bahwa akan dilaksanakan IMD (Inisiasi
Menyusu Dini). Ekspresi wajah ibu bersalin tampak bergembira bisa memeluk bayinya,
seperti petikan wawancara mendalam peneliti dengan informan Ny.R.
..........Ya senang sekali bisa memeluk dan melihat anak saya mencari
puting susu, lucu sekali. Masih bayi kok sudah tahu susu saya.
Hasil wawancara mendalam semua ibu bersalin mengeluh lapar dan capek, sehingga
pada waktu bidan menyuruh memegang bayinya saat berada diatas perut kadang dilepaskan.
Masalah ini disebabkan keluarga tidak mendampingi saat persalinan berlangsung. Berikut
ini petikan wawancara peneliti dengan informan Ny.P.
.......... Setelah melahirkan ya lapar, ya capek sekali, khan habis
mengeden. Suami dan ibu saya ndak boleh masuk nunggu di sini.
Jadi hasil dari observasi dan wawancara mendalam rata-rata ibu bersalin aktif dan
mau memegang bayinya tetapi kadang dilepaskan karena lapar dan capek. Keinginan dan
harapan ibu bersalin tentang peningkatan pelaksanaan IMD (Inisiasi Menyusu Dini) yaitu,
berharap informasi tentang IMD (Inisiasi Menyusu Dini) ini diberikan oleh bidan kepada
semua ibu hamil supaya mengetahuinya sehingga bisa meneteki bayinya dengan benar.
Berikut ini adalah petikan hasil wawancara peneliti dengan informan Ny.M.
..........Bu bidan harus memberikan informasi IMD waktu periksa hamil,
sehingga semua ibu mengetahui dan bisa meneteki dengan benar.
Informasi tentang IMD (Inisiasi Menyusu Dini) ini memang harus dimulai sejak ibu hamil,
sehingga pada waktu pelaksanaan bisa berjalan sesuai harapan.
Informasi yang di dapat ibu bersalin waktu ANC (Ante Natal Care) hanya tentang
nutrisi waktu hamil saja, informasi tentang IMD (Inisiasi Menyusu Dini) hanya sedikit.
Informasi yang di dapat pada waktu hamil akan mempengaruhi pengetahuan ibu, semakin
banyak informasi semakin baik pula pengetahuannya. Pendidikan ibu bersalin yang
terbanyak adalah pendidikan dasar, yaitu 2 orang ibu pendidikan akhir SD, 3 orang ibu
pendidikan akhir SMP, pendidikan akhir SMA 1 orang ibu dan 2 orang pendidikan akhir
sarjana. Ditinjau dari karakteristik pendidikan ibu sangat rendah, sehingga mempengaruhi
pengetahuannya tentang IMD (Inisiasi Menyusu Dini). Faktor usia ibu sebagian besar
berusia antara 25 tahun 30 tahun yaitu 4 orang ibu, yang berusia antara 30 tahun 35
tahun hanya 2 orang ibu, usia lebih 35 tahun 1 orang ibu, dan usia antara 20 tahun 25
tahun juga hanya 1 orang ibu.
Sebagian besar ibu mempunyai 2 orang anak (paritas 2), yaitu 5 orang ibu.
Sedangkan yang paritas 1 hanya 3 orang ibu. Semakin banyak paritas, semakin baik pula
pengetahuan dan pengalaman ibu tentang IMD (Inisiasi Menyusu Dini) dan meneteki pada
anak pertama dulu.
2. Hasil observasi dan wawancara mendalam bidan.
Hasil observasi waktu pelaksanaan IMD (Inisiasi Menyusu Dini) bidan terkesan
tergesa-gesa dan tidak sesuai dengan SOP(Standard Operational Procedure) yang ada.
Hasil wawancara mendalam tentang pelaksanaan IMD (Inisiasi Menyusu Dini), semua bidan
Vol 6. No. 1, Maret 2014 MEDICA MAJAPAHIT
bisa menjelaskan langkah pelaksanaan IMD (Inisiasi Menyusu Dini) secara benar. Berikut
wawancara peneliti dengan informan bidan L.
............Ya setelah bayinya lahir langsung diletakkan di atas perut ibu,
kemudian dibersihkan. Tali pusat diklem, dipotong terus diikat, setelah
itu bayi diletakkan tengkurap di dada ibu sambil diberi selimut untuk
memulai IMD.
Hasil wawancara tentang beban kerja waktu melaksanakan IMD (Inisiasi Menyusu
Dini) semua bidan mengatakan tidak ada beban, hal ini berbanding terbalik dengan hasil
observasi yang terkesan tergesa-gesa untuk segera memindahkan bayi ke ruang neonatus.
Seperti petikan wawancara peneliti dengan informan bidan D berikut ini.
..........Ya tidak ada beban kerja, karena sudah menjadi kewajiban saya
sebagai seorang bidan, jadi harus dilaksanakan.
Hasil yang di dapatkan dari wawancara mendalam tentang hambatan pelaksanaan
IMD (Inisiasi Menyusu Dini) semua informan menjawab yaitu tenaga bidan yang terbatas
tidak sesuai dengan jumlah pasien yang ada serta kondisi ibu bersalin dan bayi saat
persalinan berlangsung. Hambatan ini yang membuat pelaksanaan IMD (Inisiasi Menyusu
Dini) tidak bisa berjalan maksimal. Berikut adalah petikan wawancara peneliti dengan
informan bidan T.
..........Kalau pas pasiennya banyak tenaga terbatas sehingga
pelaksanaan IMD tidak bisa maksimal. Belum lagi kalau keadaan
pasiennya jelek.
Waktu pelaksanaan IMD (Inisiasi Menyusu Dini) bidan tidak memerlukan
persiapan khusus, dengan alasan karena ibu bersalin sudah membawa perlengkapan bayi
dari rumah. Seharusnya semua fasilitas atau perlengkapan termasuk selimut, topi bayi
dilengkapi oleh pihak rumah sakit. Pada waktu pelaksanaan IMD (Inisiasi Menyusu Dini)
bidan meminta perlengkapan yang dibutuhkan kepada keluarga ibu bersalin. Hasil observasi
terhadap semua bidan perlengkapan yang dipakai waktu IMD (Inisiasi Menyusu Dini) hanya
kain bersih dan kering 2 potong saja, tanpa memakai selimut ibu dan topi bayi. Berikut
petikan wawancara peneliti dengan informan bidan I.
..........Tidak perlu persiapan khusus, karena ibu bersalin khan sudah
membawa perlengkapan bayi dari rumah, kita tinggal meminta kepada
keluarganya saja.
Hasil wawancara mendalam terhadap semua informan mengatakan program IMD
(Inisiasi Menyusu Dini) sudah tepat dilaksanakan di rumah sakit ini, karena rumah sakit
tersebut merupakan rumah sakit sayang ibu dan bayi. Selain sudah menjadi rumah sakit
sayang ibu dan bayi, rumah sakit tersebut juga menjadi lahan praktek mahasiswa
keperawatan dan kebidanan. Seperti petikan wawancara peneliti dengan informan bidan P
berikut ini:
..........Pelaksanaan IMD sudah tepat dilaksanakan di rumah sakit ini,
karena rumah sakit ini sudah merupakan rumah sakit sayang ibu dan
bayi. Selain itu rumah sakit ini juga banyak mahasiswa keperawatan dan
kebidanan yang praktek.
Semua bidan berharap pihak rumah sakit segera membuat kebijakan peraturan
tentang penerapan IMD (Inisiasi Menyusu Dini) dan ada penambahan tenaga bidan supaya
pelaksanaan IMD (Inisiasi Menyusu Dini) bisa berjalan maksimal. Selama ini sudah ada
SOP (Standard Operational Procedure) tentang IMD (Inisiasi Menyusu Dini), tetapi hasil
observasi pelaksanaannya belum semua bidan melaksanakan dengan benar. Hasil
wawancara terhadap semua bidan mereka mengatakan bahwa promosi susu formula sudah
dilarang masuk rumah sakit. Berikut ini petikan wawancara peneliti dengan informan bidan
D.
..........Saya tidak setuju sekali kalau ada promosi susu formula masuk
rumah sakit, karena yang terbaik untuk bayi adalah ASI.
Vol 6. No. 1, Maret 2014 MEDICA MAJAPAHIT
Hasil yang didapat waktu observasi memang tidak ditemukan susu formula, baik
itu diruang neonatus maupun di ruang nifas. Setelah bayi mendapat perawatan di ruang
neonatus untuk pemberian salep mata, injeksi vitamin K, pemberian identitas,
penimbangan serta pengukuran dan bayi dibedong, kemudian bayi diberikan ke ibunya
untuk rawat gabung. Indikasi untuk rawat gabung adalah kalau kondisi kesehatan ibu dan
bayi memungkinkan.
Faktor pengetahuan bidan tentang IMD (Inisiasi Menyusu Dini) adalah cukup
baik, yaitu bisa menjelaskan semua langkah yang ada dalam tahap pelaksanaan IMD
(Inisiasi Menyusu Dini). Faktor kepatuhan bidan terhadap pelaksanaan IMD (Inisiasi
Menyusu Dini) sangat kurang karena tidak sesuai SOP(Standard Operational Procedure)
yang ada di rumah sakit. Dengan adanya ketidakpatuhan bidan dalam melaksanakan IMD
(Inisiasi Menyusu Dini) membuat komitmen bidan menjadi rendah, sehingga tidak ada
tanggung jawab dalam pelaksanaannya. Ditinjau dari pengalaman kerja sudah cukup,
karena sebgian besar bekerja antara 5 10 tahun sebanyak 4 orang bidan, antara 11 20
tahun 2 orang bidan dan 1 orang bidan bekerja lebih 21 tahun, sedangkan hanya 1 orang
bidan saja yang lama kerja kurang dari 5 tahun.
Fasilitas rumah sakit yang digunakan untuk pelaksanaan IMD (Inisiasi Menyusu
Dini) memang tidak tersedia, yang dipergunakan adalah perlengkapan dari ibu bersalin
sendiri. Kebijakan dari rumah sakit tentang pelaksanaan IMD (Inisiasi Menyusu Dini)
sudah ada SOP (Standard Operational Procedure), tetapi pelaksanaannya belum
maksimal.
3. Hasil FGD(Focus Group Discussion) bidan.
FGD pada tahap pertama ini di ikuti oleh 8 orang bidan, yaitu 4 orang
pendidikan terakhir D4 Kebidanan, dan 4 orang pendidikan terakhir D3 Kebidanan.
Waktu lama bekerja bidan yaitu 1 orang bidan bekerja kurang dari 5 tahun, 4 orang bidan
bekerja antara 5 - 10 tahun, 2 orang bidan bekerja antara 11 20 tahun dan 1 orang bidan
bekerja antara 21 - 30 tahun. FGD dilaksanakan selama 60 menit di kantor kepala
ruangan bersalin. Ringkasan hasil dari observasi adalah semua bidan waktu pelaksanaan
IMD (Inisiasi Menyusu Dini) terkesan tergesa-gesa dan tidak sesuai dengan
SOP(Standard Operational Procedure),padahal pada waktu wawancara mendalam
tentang langkah pelaksanaan IMD (Inisiasi Menyusu Dini) bisa menjelaskan secara
benar. Hasil wawancara mendalam tentang masalah beban kerja, semua bidan menjawab
tidak ada beban kerja karena merupakan suatu kewajiban. Masalah ini tidak sesuai
dengan hasil observasi, katanya tidak ada beban kerja tetapi pelaksanaan IMD (Inisiasi
Menyusu Dini) tergesa-gesa dan bayi segera di pindah ke ruang neonatus.
Berikut petikan hasil FGD yang didapatkan dari bidan H.
..........Hambatan pelaksanaan IMD (Inisiasi Menyusu Dini) yaitu
tentang tenaga bidan yang kurang jumlahnya, sehingga pelaksanaan
IMD (Inisiasi Menyusu Dini) tidak bisa berjalan maksimal. Satu kali
rotasi dinas hanya 2 - 3 orang bidan saja yang berdinas. Padahal
dalam ruang bersalin ada 4 bagian ruangan (ruang PONEK, ruang
nifas fisiologi, ruang nifas patologi, dan ruang ginekologi), belum lagi
kalau jumlah pasien banyak sekali.
Perbandingan jumlah bidan dan jumlah pasien tidak seimbang, hal ini yang
membuat pelaksanaan IMD (Inisiasi Menyusu Dini) tidak bisa berjalan maksimal.
SOP(Standard Operational Procedure) tentang IMD (Inisiasi Menyusu Dini) selama ini
sudah ada di Rumah Sakit, tetapi kebijakan untuk pelaksanaan belum sepenuhnya
dilaksanakan. Kenyataan selama ini pelaksanaan IMD (Inisiasi Menyusu Dini) di rumah
sakit hanya melibatkan bidan dan ibu bersalin saja. Saran dan harapan para peserta FGD
adalah segera direalisasikan untuk penambahan tenaga bidan. Berikut petikan hasil FGD
dengan bidan P.
Vol 6. No. 1, Maret 2014 MEDICA MAJAPAHIT
..........Semoga pihak rumah sakit segera menambah tenaga bidan,
sehingga kami tidak pontang panting antar ruangan dan IMD bisa
berjalan sesuai dengan SOP.
Jadi semua peserta FGD berharap pihak rumah sakit segera merealisasikan
penambahan tenaga bidan sehingga pelaksanaan IMD (Inisiasi Menyusu Dini) bisa
berjalan maksimal.
4. Hasil FGD(Focus Group Discussion) ibu bersalin.
FGD pada tahap kedua ini di ikuti oleh 8 orang ibu bersalin, dengan latar
belakang pendidikan yang berbeda-beda. 2 orang ibu pendidikan akhir Sarjana, 1 orang
ibu pendidikan akhir SMA, 3 orang ibu berpendidikan SMP dan 2 orang ibu
berpendidikan SD. FGD ini dilaksanakan di ruang nifas fisiologi selama 60 menit.
Hasil yang didapatkan dari observasi pelaksanaan IMD (Inisiasi Menyusu Dini),
ibu bersalin mau dan aktif waktu di suruh memegang bayinya saat berada di atas perut.
Hasil observasi pelaksanaan IMD (Inisiasi Menyusu Dini) ibu bersalin kadang
melepaskan peganggannya, sehingga bayi mau terjatuh.
Hasil wawancara mendalam tentang hambatan apa ketika harus disuruh
memegang bayinya, semua ibu menjawab capek dan lapar karena habis mengedan.
Kebanyakan ibu bersalin tidak mengerti maksud dan tujuan sewaktu di suruh memegang
bayinya, karena bidan tidak menjelaskan terlebih dahulu.
Berikut petikan hasil FGD dengan informan Ny.E.
..........Saya bingung eh tiba-tiba bu bidan nyuruh memegang bayi
saya, terus saya menurut saja. Tetapi lama-lama kok capek, karena
tangan saya yang satu ada infusnya.
Berikut ini juga ada petikan hasil FGD dengan informan Ny.R.
..........Waktu setelah melahirkan bayi saya, bidan hanya
memberitahu kalau bayinya belajar menyusu sendiri dan tolong
bayinya dipegang biar tidak terjatuh.
Hasil wawancara mendalam tentang IMD (Inisiasi Menyusu Dini) hanya
sebagian kecil ibu saja yang mengetahuinya. Informasi yang didapatkan dari bidan saat
periksa hamil hanya tentang nutrisi ibu hamil, untuk informasi yang lain tidak diberikan.
Harapan dan saran para ibu bersalin adalah bidan memberikan penjelasan tentang
IMD (Inisiasi Menyusu Dini) saat periksa hamil, dengan adanya informasi tentang IMD
(Inisiasi Menyusu Dini), ibu hamil bisa mempersiapkan untuk meneteki bayinya nanti.
Seperti petikan hasil FGD dengan informan Ny.W berikut ini.
.........Saat periksa hamil bidan harus memberi penjelasan tentang
IMD, jadi saya bisa mempersiapkan untuk menyusui nanti.
Ibu bersalin juga berharap saat persalinan berlangsung, suami atau keluarga di
perbolehkan menunggu di dalam ruang bersalin. Waktu menjelang persalinan ibu perlu
semangat dan dukungan dari suami atau keluarga serta bantuan untuk melayani
keperluan makan minum dan lain-lain.
Berikut petikan hasil FGD dengan informan Ny.P.
..........Waktu mau melahirkan suami atau ibu saya boleh masuk
ruang bersalin untuk menunggu saya, karena saya takut di dalam
sendirian.
Kepingin minum dan ke kamar mandi ndak ada yang membantu.
5. Hasil FGD(Focus Group Discussion) bidan, staf pelayanan medik dan ibu bersalin.
FGD pada tahap ketiga ini di ikuti oleh 4 orang bidan, 4 orang ibu bersalin dan 2
orang staf pelayanan medik. Pelaksanaan FGD di dalam kantor kepala ruangan bersalin
dan dilaksanakan selama 60 menit. Hasil FGD bidan adalah memberikan pendapat
bahwa ada penambahan tenaga bidan pada setiap rotasi dinas. Berikut hasil FGD dengan
bidan T.
.........Dengan adanya penambahan tenaga bidan pelaksanaaan IMD
bisa berjalan dengan maksimal. Selama ini bidan yang berdinas setiap
Vol 6. No. 1, Maret 2014 MEDICA MAJAPAHIT
satu shif hanya sekitar 2 3 orang bidan saja, sedangkan ruangannya
ada 4. Jumlah bidan yang berdinas tidak seimbang dengan jumlah
pasien yang ada, sehingga dalam tugasnya bidan menjadi repot dan
sibuk.
Ibu bersalin berpendapat bahwa harus ada pendamping saat persalinan, suami
atau keluarga yang lain karena waktu persalinan terasa lelah dan lapar dan perlu bantuan.
Berikut hasil FGD dengan informan Ny.S.
..........Saat menjelang persalinan ibu perlu semangat dan dukungan
dari suami atau keluarga, serta bantuan untuk melayani keperluan
makan minum dan lain-lain. Seharusnya suami atau keluarga
diperbolehkan masuk ruang bersalin untuk bantu-bantu.
Staf pelayanan medik hanya memberikan pendapat tenaga bidan harus
menambah pengetahuan dan ketrampilan tentang menolong persalinan, karena IMD
(Inisiasi Menyusu Dini) sudah termasuk 58 langkah APN (Asuhan Persalinan Normal).
Berikut petikan hasil FGD dengan informan Ny. H.
..........Semua bidan diharapkan menambah pengetahuan dan
ketrampilan tentang APN, karena IMD sudah termasuk di dalamnya.
Semua bidan yang ada di rumah sakit ini khan hampir semuanya
sudah pelatihan APN.
Berikut ini juga ada pendapat dari staf Pelayanan Medik Ny.E.
..........Setiap jadwal pertemuan siang klinik diharapkan semua tenaga
medis atau paramedis selalu mengikutinya. Pada pertemuan siang
klinik selalu diberikan penambahan pengetahuan dan ketrampilan
tentang teori yang terbaru termasuk teori tentang IMD (Inisiasi
Menyusu Dini).
6. Kesimpulan hasil observasi, wawancara mendalam dan FGD pada ibu bersalin.
Hasil yang didapatkan dari observasi pada waktu pelaksanaan IMD (Inisiasi
Menyusu Dini), ibu bersalin langsung menurut perintah bidan untuk memegang bayinya
tanpa memberikan penjelasan terlebih dahulu bahwa akan dilaksanakan IMD (Inisiasi
Menyusu Dini). Tampak ekspresi wajah ibu bersalin menjadi kebingungan.
Hambatan yang terjadi waktu pelaksanaan IMD (Inisiasi Menyusu Dini) adalah
rasa capek dan lapar, sehingga pada waktu bidan menyuruh memegang bayinya kadang
terlepas.
Hasil wawancara mendalam pada ibu bersalin tentang informasi yang didapat
waktu ANC(Ante Natal Care) kebanyakan mengatakan hanya informasi mengenai nutrisi
ibu hamil saja. Informasi mengenai IMD (Inisiasi Menyusu Dini) hanya beberapa ibu
saja yang mengatakan pernah mendapat informasi waktu ANC(Ante Natal Care) dari
bidan dan dari majalah.
Hasil FGD ibu bersalin mengatakan bahwa bidan harus memberikan informasi
tentang IMD pada waktu periksa hamil, sehingga ibu bersalin bisa mempersiapkan untuk
masa meneteki. Ibu bersalin juga berharap saat persalinan berlangsung suami atau
keluarga di perbolehkan menunggu di dalam ruang bersalin untuk membantu semua
keperluan ibu bersalin.
7. Kesimpulan hasil observasi, wawancara mendalam dan FGD pada bidan.
Hasil observasi pada waktu pelaksanaan IMD (Inisiasi Menyusu Dini) bidan
terkesan tergesa-gesa dan tidak sesuai dengan SOP yang ada di rumah sakit.
Hasil wawancara mendalam tentang pelaksanaan IMD (Inisiasi Menyusu Dini),
semua bidan bisa menjelaskan langkah pelaksanaan IMD (Inisiasi Menyusu Dini) secara
benar. Hasil wawancara mendalam tentang masalah beban kerja, semua bidan menjawab
tidak ada beban kerja karena merupakan suatu kewajiban dan harus dilaksanakan.
Masalah ini tidak sesuai dengan hasil observasi pelaksanaan IMD (Inisiasi Menyusu
Dini).
Vol 6. No. 1, Maret 2014 MEDICA MAJAPAHIT
Untuk hambatan yang terjadi pada waktu pelaksanaan IMD (Inisiasi Menyusu Dini),
yaitu tentang kekurangan jumlah bidan sehingga pelaksanaan tidak bisa berjalan
maksimal.
Hasil FGD semua bidan mengatakan bahwa segera direalisasikan untuk penambahan
tenaga bidan.
8. Perbedaan IMD yang sudah terlaksana di RSUD Prof.Dr.Soekandar Mojosari
Mojokerto dengan draf yang di buat oleh peneliti.
IMD yang sudah ada di RSUD Usulan modifikasi IMD
E. PEMBAHASAN
Hasil dari penelitian bahwa dalam pelaksanaan IMD (Inisiasi Menyusu Dini) di ruang
bersalin RSUD Prof.Dr.Soekandar Mojosari Mojokerto, pada beberapa ibu bersalin banyak yang
mengatakan tidak pernah mendapatkan informasi tentang IMD (Inisiasi Menyusu Dini)
sebelumnya. Informasi yang di dapat pada waktu hamil hanya tentang nutrisi ibu hamil saja,
sedangkan untuk informasi yang lain seperti: perawatan payudara, IMD (Inisiasi Menyusu Dini),
faktor yang mempengaruhi produksi dan pengeluaran ASI serta ASI eksklusif tidak diberikan.
Seharusnya IMD (Inisiasi Menyusu Dini) disosialisasikan pada waktu ANC(Ante Natal Care)
dengan menggunakan brosur, pamflet dan video, sehingga ibu memperoleh pengetahuan tentang
IMD (Inisiasi Menyusu Dini) sebagai persiapan untuk masa meneteki. IMD (Inisiasi Menyusu
Dini) merupakan langkah awal menuju kesuksesan ASI eksklusif, dan sebaiknya IMD (Inisiasi
Menyusu Dini) dilaksanakan sejak lahir sebagai awal dari hubungan menyusui yang
berkelanjutan. Hasil penelitian Amalia dan Ni luh Sumini pada tahun 2011, menunjukkan bahwa
ada hubungan yang signifikan antara pelaksanaan IMD (Inisiasi Menyusu Dini) terhadap
keberhasilan pemberian ASI Eksklusif pada ibu yang mempunyai bayi usia 7 12 bulan. Hal ini
berdasarkan pada uji korelasi Rank Spearman yang diperoleh p value 0,000(p<0,05).
Meningkatnya pengetahuan ibu bisa diperoleh dari media massa dan penyuluhan (informasi)
sehingga bisa mempermudah dalam menerima pesan. Dengan demikian akan mempengaruhi
pengetahuan ibu bersalin tentang IMD (Inisiasi Menyusu Dini). Karena pengetahuan merupakan
hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek
tertentu (Notoatmodjo, 2003). Pada aspek pendidikan ibu bersalin rata-rata berpendidikan akhir
SMP, semakin tinggi pendidikan seseorang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan. Pendidikan
seseorang mempengaruhi cara pandang terhadap diri dan lingkungannya. Sehingga akan
berbeda sikap orang yang berpendidikan tinggi dan yang berpendidikan rendah. Dengan
tingginya pendidikan yang ditempuh diharapkan tingkat pengetahuan seseorang bertambah
sehingga memudahkan dalam menerima atau mengadopsi perilaku yang positif (Latipun,
2005). Faktor usia ibu bersalin pada masa usia produktif yaitu lebih dari 20 tahun dan kurang dari
35 tahun, pada masa ini bukan merupakan faktor resiko untuk hamil. Ibu yang sudah masuk pada
usia produktif berarti telah memasuki masa kedewasaan, semakin dewasa ibu semakin baik pula
pola pemikirannya.
Menurut Notoatmodjo (2003), usia juga mempengaruhi pengetahuan seseorang
karena dengan bertambahnya usia biasanya akan lebih dewasa pula intelektualnya. Pada
aspek paritas rata-rata mempunyai 2 orang anak, berarti ibu sudah memiliki banyak pengalaman
tentang meneteki dan IMD (Inisiasi Menyusu Dini). Karena pengalaman merupakan suatu cara
untuk memperoleh kebenaran dari pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan
yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi di masa lalu (Notoatmodjo,
2003). Promosi susu formula sudah dilarang masuk Rumah Sakit, jadi tidak mempengaruhi
bidan atau petugas dalam melaksanakan program IMD (Inisiasi Menyusu Dini). Pelarangan
Vol 6. No. 1, Maret 2014 MEDICA MAJAPAHIT
masuknya promosi susu formula ini sudah sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan
No.237/Menkes/SK/IV/1997 tentang pemasaran pengganti ASI. Pada aspek pengetahuan bidan
sudah cukup baik, karena rata-rata sudah berpendidikan tinggi. Semakin tinggi pendidikan bidan
maka semakin baik pula tingkat pengetahuannya tentang pelaksanaan IMD (Inisiasi Menyusu
Dini). Pengetahuan bidan ini ditunjang dengan kualifikasi pendidikan yang sudah cukup, yaitu
dengan rata-rata pendidikan minimal D3 Kebidanan dan D4 Kebidanan. Tetapi waktu
pelaksanaan IMD (Inisiasi Menyusu Dini) banyak ditemukan beberapa kendala dalam kualitas
tenaga SDM (Sumber Daya Manusia) yaitu kemampuan dan ketrampilan bidan belum cukup baik
dan terkesan tergesa-gesa. Sumber daya manusia bertugas merespon tuntutan publik dalam
rangka meningkatkan pemberdayaan para pelaksana program sehingga tercipta sumber daya
manusia yang memiliki kemampuan dan ketrampilan dalam memberikan pelayanan. Sebetulnya
setiap bulan diadakan pertemuan yang namanya siang klinik yang bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan dan ketrampilan para tenaga medis maupun paramedis. Kepatuhan bidan dalam
melaksanakan SOP(Standard Operational Procedure) belum cukup baik dan sering pada waktu
pelaksanaannya tidak sesuai dengan tahapan yang ada di dalam SOP (Standard Operational
Procedure). Menurut teori Obedience yang dikembangkan oleh Milgram, menyatakan bahwa
kunci untuk patuh tidak bergantung pada perilaku atau gaya otoritas. Tetapi seseorang mau
patuh terhadap perintah otoritas dikarenakan adanya legitimasi otoritas tersebut.
Ketidakpatuhan bidan dalam melaksanakan SOP(Standard Operational Procedur)
membuat komitmen menjadi rendah. Menurut Richard M. Steers (dalam Sri Kuntjoro, 2002)
rendahnya komitmen mencerminkan kurangnya tanggung jawab seseorang dalam menjalankan
tugasnya.
Pada aspek pengalaman kerja, sebagian bidan lama kerja kurang dari 10 tahun.
Pengalaman kerja merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi komitmen seseorang.
Menurut Minner (dalam Sopiah, 2008) bahwa pengalaman kerja seseorang sangat berpengaruh
terhadap tingkat komitmen pegawai atau karyawan. Pegawai atau karyawan yang baru beberapa
tahun bekerja dan pegawai atau karyawan yang sudah lama bekerja dalam organisasi akan
memiliki tingkat komitmen yang berlainan.
Sarana atau fasilitas yang ada di Rumah Sakit belum tersedia, seperti: topi bayi dan
selimut. Fasilitas hendaknya tersedia dalam jumlah serta jenis yang memadai dan selalu dalam
keadaan siap pakai. Pelaksanaan IMD (Inisiasi Menyusu Dini) harus ditunjang fasilitas yang
lengkap dan sebelumnya sudah harus disiapkan sehingga dapat meningkatkan kualitas mutu
pelayanan.
Pada pelaksanaan IMD (Inisiasi Menyusu Dini) dukungan dari seorang pimpinan sangat
mempengaruhi pelaksanaan program agar dapat mencapai tujuan secara efektif dan efisien.
Wujud dari pimpinan ini adalah menempatkan kebijakan menjadi prioritas program, disamping
itu juga tersedia dana yang cukup untuk kegiatan pelaksanaan program agar mendukung dan
bekerja secara total dalam melaksanakan program atau kebijakan.
Teori yang digunakan dalam pemecahan masalah ini adalah menggunakan konsep teori
perilaku yang dikembangkan oleh Green yang dikenal dengan teori model PRECEDE-
PROCEED. PRECEDE-PROCEED merupakan kepanjangan dari Predisposing, reinforcing,
Enabling Constructs in Educational/Environmental Diagnosis dan Evaluation - Policy,
Organization Construc In Education, Environment Development. Kerangka kerja PRECEDE-
PROCEED yaitu, memberikan struktur penerapan teori dan konsep secara sistematis dalam
perencanaan dan evaluasi program untuk perubahan perilaku kesehatan. Pada prinsipnya
PRECEDE-PROCEED adalah fundamental partisipasi, yang menyatakan bahwa keberhasilan
dalam mencapai perubahan ditingkatkan dengan partisipasi aktif dari audience dalam
mendefinisikan prioritas masalah yang tertinggi dan tujuan dalam mengembangkan dan
menerapkan solusi. Perencanaan pemecahan masalah yang digunakan untuk pelaksanaan IMD
(Inisiasi Menyusu Dini) di ruang bersalin RSUD Prof.Dr.Soekandar adalah dengan model
rencana PRECEDE-PROCEED yang terdiri dari berbagai tahap, yaitu:
Vol 6. No. 1, Maret 2014 MEDICA MAJAPAHIT
Tahap 1 : Social Diagnosis
Temuan masalah kesehatan yaitu hambatan pelaksanaan program IMD (Inisiasi
Menyusu Dini) pada ibu bersalin.
Hambatan dari faktor ibu adalah kelelahan, sedangkan dari faktor bidan adalah
keterbatasan tenaga bidan.
Perubahan perilaku kesehatan untuk mencapai masalah kesehatan adalah: perilaku
terhadap sistem pelayanan kesehatan (petugas kesehatan atau bidan, respon ibu
bersalin terhadap pelaksanaan IMD (Inisiasi Menyusu Dini).
Tahap 2 : Diagnosis Epidemiologi.
Data Inisiasi Menyusu Dini (IMD) pada tahun 2012 dari 926 ibu bersalin normal (714
bersalin normal dengan komplikasi dan 212 bersalin normal tanpa komplikasi) hanya
194 yang dilaksanakan Inisiasi Menyusu Dini (IMD).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan IMD (Inisiasi Menyusu Dini)
belum sesuai SOP(Standard Operational Procedure).
Tahap 3 : Diagnosis Perilaku dan Lingkungan (behavioral and environmental diagnosis).
Lingkungan internal: yaitu ibu bersalin.
Lingkungan eksternal: yaitu petugas kesehatan atau bidan sebagai pelaksana program
IMD (Inisiasi Menyusu Dini).
Tahap 4 : Diagnosis pendidikan dan organisasi.
Rencana program penanganan masalah kesehatan diklasifikasikan pada tiga bidang
yaitu: Predisposing factors, reinforcing factors, enabling factors.
Faktor predisposisi (predisposing factors) yaitu petugas kesehatan atau bidan
(pengetahuan, kepatuhan, komitmen, pengalaman, lama kerja) tentang pelaksanaan
IMD (Inisiasi Menyusu Dini).
Faktor pendorong (reinforcing factors) yaitu dukungan suami atau keluarga dan
lingkungan kerja bidan.
Faktor pendukung (enabling factors) yaitu fasilitas dan anggaran keuangan RSUD,
dalam hal ini penyediaan fasilitas untuk pelaksanaan IMD (selimut dan topi bayi).
Serta kebijakan yang ada di RSUD tentang pelaksanaan IMD.
Tahap 5 : Diagnosis Administrasi dan Kebijakan.
Pihak RSUD dalam menangani masalah ini telah mengeluarkan peraturan tentang
sanksi atau teguran apabila bidan tidak melaksanakan program IMD sesuai dengan
SOP. Dengan adanya peraturan ini bisa meningkatkan tingkat kepatuhan bidan dalam
melaksanakan IMD, sehingga program bisa tercapai dengan maksimal. Kegiatan yang
terprogram bisa berupa pelatihan bagi tenaga bidan tentang pelaksanaan IMD, yang
rutin dilaksanakan setiap tahun. Kegiatan juga berupa siang klinik yang di adakan
setiap bulan sekali oleh pihak rumah sakit sebagai forum pertemuan tenaga medis dan
paramedis. Organisasi yang ditunjuk secara fungsional adalah bidang pelayanan
medik untuk menangani dan memantau program IMD ini.
Tahap 6 : Implementasi.
Tahap ini merupakan awal dari kegiatan model PROCEED.
Pelaksanaan program IMD (Inisiasi Menyusu Dini) dalam hal ini adalah RSUD
Prof.Dr.Soekandar Mojosari Mojokerto telah memprogramkan penanganan masalah
pelaksanaan IMD dengan cara menerapkan SOP IMD yang ada dan persalinan dengan
pendampingan suami atau keluarga. Pelaksanaan IMD harus sesuai dengan SOP yang
ada di ruang bersalin. Kegiatan dilaksanakan berdasarkan temuan-temuan pada tahap
sebelumnya. Untuk meningkatkan pengetahuan ibu bersalin adalah dengan pemutaran
video tentang IMD di ruang tunggu poli hamil, pembagian brosur, leaflet tentang
IMD. Sedangkan untuk meningkatkan pengetahuan bidan adalah dengan pelatihan
tentang IMD serta penambahan tenaga bidan. Rumah sakit juga harus melengkapi
fasilitas atau saran prasarana yang diperlukan untuk pelaksanaan IMD, seperti
selimut dan topi bayi.
Vol 6. No. 1, Maret 2014 MEDICA MAJAPAHIT
Tahap 7 : Evaluasi proses.
Evaluasi dilakukan dengan menyediakan komponen evaluasi pada pelaksanaan
program, yang berupa pencatatan pelaporan kegiatan IMD pada buku laporan
persalinan dan buku laporan bayi yang di IMD. Evaluasi juga dilakukan pada ketiga
faktor (faktor predisposisi, pendukung dan pendorong) dengan kegiatan yang telah
dilakukan apakah ada perkembangan ke arah positif dari ketiga faktor tersebut.
Tahap 8 : Evaluasi dampak.
Evaluasi ini ditujukan untuk mengevaluasi efektifitas program tentang kemampuan
dan pengetahuan bidan dalam melaksanakan program IMD, apakah sudah ada
kepatuhan bidan terhadap SOP IMD.
Tahap 9 : Evaluasi outcome.
Dari kegiatan yang sudah dilaksanakan apakah bisa mengoptimalkan pelaksanaan
IMD. Untuk jangka panjang apakah program IMD bisa dilanjutkan lagi. Dukungan
anggaran keuangan rumah sakit apakah masih relevan bisa mengoptimalkan program
IMD.
F. PENUTUP
Pelaksanaan IMD (Inisiasi Menyusu Dini) yang ada di RSUD Prof.Dr.Soekandar
Mojosari Mojokerto yaitu dalam pelaksanaannya tidak sesuai dengan SOP (Standard Operational
Procedure) yang ada di rumah sakit.Hambatan yang terjadi pada waktu pelaksanaan IMD
(Inisiasi Menyusu Dini) yaitu, pada ibu bersalin antara lain: kecapekan, rasa lapar serta
ketidaktahuan ibu tentang IMD (Inisiasi Menyusu Dini). Hambatan juga terjadi pada petugas
kesehatan atau bidan yaitu, kurangnya tenaga bidan sehingga pelaksanaan IMD (Inisiasi
Menyusu Dini) tidak maksimal.Pengembangan model pelaksanaan IMD (Inisiasi Menyusu Dini)
pada ibu bersalin yaitu dari 6 langkah IMD yang ada di rumah sakit menjadi 11 langkah model
modifikasi IMD.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Bari Saifudin. (2008). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal
(edisi revisi). JNPKKR-POGI. Jakarta.
Afifuddin. (2009). Metode Penelitian Kualitatif. CV.Pustaka Setia. Bandung.
Anonim. (2007).infant child feeding-early initation. http//www.google.co.id/Oslo Norwegia
breastfeeding initation.php.htm (sitasi 2 Maret 2013).
Biro Humas Pemprov Jatim. (2012). imd di Jatim.http://www.google.com/imd jatim.htm (sitasi 3
Maret 2013).
Dinartiana A dan Sumini. (2011). Hubungan Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini dengan Keberhasilan
ASI Eksklusif Pada Ibu Yang Mempunyai Bayi Usia 7-12 Bulan. Dinamika Kesehatan, Vol 1,
No 2, Agustus 2011. Hal 1-12.
Gulardi Wiknjosastro. (2008). Paket Pelatihan Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi
Komprehensif. JNPK-KR/POGI dan IDAI-USAID Indonesia. Jakarta.
JNPK-KR/POGI (2007). Buku Acuan Pelatihan Asuhan Persalinan Normal (edisi revisi 3). JNPK-
KR/POGI dan JHPIEGO Corporation. Jakarta.
Jones L. (2008). Principles to promote the initiation and establishment of lactation in the mother of a
preterm or sick infant [artikel online]. Mei 2008 [cited Maret 2012]. Available from:http:
www.breastfeeding.com.
Karen Glanz, BarbaraK.Rimer. (2008). Behavior and Health Education ,Jossey-
BassAWileyImprint989 Market Street, San Francisco, CA 94103-1741-
www.josseybass.com.
Latipun. (2005). Psikologi Konseling. UMM Press. Malang.
Milgram, Stanley. (1974). Obedience to Authority an experimental view.First Published in the U.S.A
in 1974 by Harper & Row, Publishers, Inc.
Moleong L.(2004). Metodologi Penelitian Kualitatif. (Edisi Revisi), Remaja Rosdakarya. Bandung.
Nawawi Martini. (2005). Penelitian Terapan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Vol 6. No. 1, Maret 2014 MEDICA MAJAPAHIT
Notoatmodjo, Soekidjo.(2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. PT.Rineka Cipta. Jakarta.
Notoatmodjo, Soekidjo.(2010). Ilmu Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.
Paramita R. (2008). Manfaat inisiasi menyusu dini [online]. 2008 [cited Maret 2008]. Availablefrom:
http://www.asipasti.co.cc/2008/02/manfaat-inisiasi- menyusui-dini-imd.html.
Robbins SP, dan Judge. (2007). Perilaku Organisasi, Salemba Empat. Jakarta.
Roesli Utami. (2012). Panduan Inisiasi Menyusu Dini Plus ASI Eksklusif (cetakan ke V), Pustaka
Bunda. Jakarta.
Sopiah. (2008). Perilaku Organisasi, Andi Offset.Yogyakarta.
Sugiyono, (2012). Memahami Penelitian Kualitatif, CV.Alfabeta. Bandung.
Unicef India. (2007). World Breastfeeding Week. Available from:http://www.google.co.id/world
breastfeeding week-early initation.htm (sitasi 2 Maret 2013).
Vol 6. No. 1, Maret 2014 MEDICA MAJAPAHIT
Abstrak
Ada perbedaan anak yang sudah masuk TK. Anak yang sudah masuk TK mempunyai
kemampuan membaca dan berhitung yang baik dan mempunyai kemampuan motorik dan ketangkasan
yang lebih baik dibandingkan anak lain yang tidak masuk TK. Namun, sampai saat ini akses anak usia
dini terhadap layanan pendidikan dan perawatan melalui TK masih sangat terbatas dan tidak merata.
Tujuan penelitian ini untuk hubungan Stimulasi Keikusertaan Pendidikan TK Dengan Indeks Prestasi
di SDN 3 Jurang Sapi Kecamatan Tapen Kabupaten Bondowoso.Desain penelitian ini adalah analitik
dengan pendekatan korelasional. Stimulasi keikutsertaan pendidikan TK sebagai variabel independen
dan indeks prestasi sebagai variabel dependen. Populasi penelitian yaitu Semua siswa Kelas SDN 3
Jurang Sapi Kecamatan Tapen Kabupaten Bondowoso sejumlah 30 orang. Sampel diambil dengan
teknik total sampling. Data dikumpulkan dengan instrumen wawancara pada orang tua dan diuji
dengan uji spearman rho. Kemudianhasil disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Hasil uji
spearman rho diperoleh data = 0,00, = 0,05 maka < sehingga ada hubungan antara stimulasi
keikutsertaan pendidikan TK dengan indeks prestasi siswa di SDN 3 Jurang Sapi Kecamatan Tapen
Kabupaten Bondowoso. Berdasarkan hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa siswa yang sudah
pernah mengikuti pendidikan di Taman Kanak Kanak akan memperoleh berbagai pengalaman dan
bekal dalam menghadapi pembelajaran disekolah dasar sehingga mereka dapat menerapkan hal
tersebut dalam mengikuti pembelajaran di sekolah dasar.Hendaknya bagi para guru atau tenaga
pengajar agar lebih meningkatkan kompetensi yang dimiliki dalam memberikan stimulasi dalam
merangsang motivasi belajar anak sehingga anak akan mempunyai motivasi yang lebih baik dalam
belajar dan dapat meningkatkan prestasi belajar mereka.
Kata Kunci : Pendidikan TK, Indeks Prestasi
A. PENDAHULUAN
Pendidikan prasekolah diselenggarakan untuk membantu meletakkan dasar
sikap,pengetahuan, keterampilan dan daya cipta di luar lingkungan keluarga bagi anak usia
sebelum memasuki pendidikan dasar. Usia tersebut merupakan masa yang sangat menentukan
bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Dalam masa ini, anak berada pada usia peka untuk
menerima rangsangan yang cukup baik, terarah dan didorong ke tingkat pertumbuhan dan
perkembangannya sehingga diharapakan kemampuan dasar anak didik dapat berkembang dan
tumbuh secara baik dan benar. Selain itu, anak yang memperoleh pendidikan di lingkungan
prasekolah dapat mempersiapkan diri memasuki pendidikan dasar sehingga menentukan masa
depan anak lebih baik. Salah satu pendidikan bagi anak prasekolah adalah TK (Taman Kanak-
Kanak). Tujuan program ini mengembangkan seluruh aspek fisik, mental, emosi, sosial dan
bahasa anak. Anak yang mengikuti pendidikan prasekolah akan dapat belajar dengan cepat untuk
mengembangkan kemampuan, terutama dalam beradaptasi dengan lingkungan dan juga mencapai
indeks prestasi belajar yang baik (Rahman, 2009).
Anak sekolah dasar di Indonesia pada tahun 2010 lebih dari 100 juta jiwa,sedangkan
hasil penelitian menunjukkan bahwa 30-50% anak mempunyai indeks prestasi belajar yang
kurang karena bimbingan dari orang tua (Darmaji, 2010). Dari sekitar 28,2 juta anak usia 4-6
tahun baru 7,2 juta (25,3%) yang memperoleh layanan TK. Sementara itu menurut data Balitbang
Depdiknas, anak usia 5-6 tahun yang jumlahnya sekitar 8,14 juta anak, baru sekitar 2,63 juta
anak (atau sekitar 32,36%) yang memperoleh layanan pendidikan di TK (Hutabarat, 2009). Hasil
survey di Indonesia tahun 2009 oleh Wiliem dari 12.356 anak sekolah dasar di dapatkan 63,5%
anak sekolah mempunyai presentasi belajar yang kurang (Wanda,2009). Berdasarkan studi
pendahuluan pada tanggal 24 April 2013 pada siswa kelas 1 di SD Jurang Sapi 3 Kecamatan
*) 1 Penulis adalah Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Majapahit Mojokerto
2 Penulis adalah Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Majapahit Mojokerto
Vol 6. No. 1, Maret 2014 MEDICA MAJAPAHIT
Tapen Kabupaten Bondowoso dengan observasi nilai ujian tengah semester di dapatkan 8 murid
(26,7%) yang pernah mengikuti pendidikan TK memiliki indeks prestasi nilai yang baik, 12
murid (40%) yang pernah mengikuti pendidikan TK juga memiliki indeks prestasi nilai yang
cukup dan 10 murid (33,3%) yang tidak pernah mengikuti pendidikan TK memiliki indeks
prestasi ujian tengah semester dengan nilai yang kurang baik.
Menurut Dui (2008) menyatakan ada perbedaan anak yang sudah masuk TK. Anak yang
sudah masuk TK mempunyai kemampuan membaca dan berhitung yang baik dan mempunyai
kemampuan motorik dan ketangkasan yang lebih baik dibandingkan anak lain yang tidak masuk
TK. Namun, sampai saat ini akses anak usia dini terhadap layanan pendidikan dan perawatan
melalui TK masih sangat terbatas dan tidak merata. Salah satunya disebabkan oleh status
ekonomi menengah ke bawah, anak-anak dari keluarga miskin dan anak-anak pedesaan belum
memperoleh kesempatan pendidikan secara proposional. Kendala berikutnya adalah kurangnya
pengetahuan orang tua. Sebagian besar orang tua tidak memahami akan potensi luar biasa yang
dimiliki anak-anak usia 4-6 tahun. Keterbatasan pengetahuan dan informasi yang di miliki orang
tua menyebabkan potensi yang dimiliki anak tidak berkembang (Berlian,2009).
B. METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik, yaitu
suatu studi untuk menemukan fakta dengan interpretasi yang tepat dan hasil penelitian diolah
dengan menggunakan uji statistik. Sedangkan rancangan penelitian yang digunakan adalah Case
Control yaitu rancang bangun dengan melihat kebelakang dari suatu kejadian yang berhubungan
dengan kejadian kesakitan yang diteliti Dengan rancangan membandingkan 2 kelompok kasus
dengan kelompok control untuk mengetahui proporsi kejadian berdasarkan riwayat ada tidaknya
paparan (Hidayat,2008).
Pada peneltian ini populasinya semua anak kelas 1 di SD Jurang Sapi Kecamatan Tapen
Kabupaten Bondowoso sejumlah 30 orang.Sampel penelitian adalah seluruh murid kelas 1 di SD
Jurang Sapi 3 Kecamatan Tapen Kabupaten Bondowoso sejumlah 30 orang dengan kriteria
jumlah anak yang tidak masuk TK sebelum masuk SD sebanyak 10 orang dan anak yang masuk
TK terlebih dahulu sebanyak 20 anak.Pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah Total
Sampling yaitu pengambilan sampel secara kebetulan yang ditemui oleh peneliti pada saat
penelitian (Hidayat,2008). Penelitian ini dilakukan di SD Jurang Sapi 3 Kecamatan Tapen
Kabupaten Bondowoso pada bulan Juni 2013. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini
adalah kuesioener. Data diperoleh kemudian ditabulasi dan dilakukan uji statistik yaitu Uji
Korelasi Spearman Rank dengan tingkat signifikan 0,05 untuk mengetahui ada tidaknya
pengaruh variabel independent terhadap variabel dependen. Jika p< 0,05 maka Ho (hipotesa nol)
ditolak, artinya ada pengaruh stimulasi terhadap indeks prestasi di SD Jurang Sapi 3 Kecamatan
Tapen Kabupaten Bondowoso.
C. HASIL PENELITIAN
1. Data Umum
a. Jenis Kelamin
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di SDN 3
Jurang Sapi Kecamatan Tapen Kabupaten Bondowoso Pada Tanggal
16 Juli 22 Juli 2013
No. Jenis Kelamin Frekuensi Persentase
1 Laki-Laki 12 60
2 Perempuan 8 40
Jumlah 20 100
2. Data Khusus
a. Stimulasi Keikutsertaan Pendidikan TK
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Stimulasi Keikutsertaan
Pendidikan TK di SDN 3 Jurang Sapi Kecamatan Tapen Kabupaten
Bondowoso Pada Tanggal 16 Juli 22 Juli 2013
No. Latar Belakang Pendidikan Frekuensi Persentase
1 Mengikuti Pendidikan TK 20 100
Jumlah 20 100
b. Indeks Prestasi
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Indeks Prestasidi SDN 3
Jurang Sapi Kecamatan Tapen Kabupaten Bondowoso Pada Tanggal
16 Juli 22 Juli 2013
No. Indeks Prestasi Frekuensi Persentase
1 Baik Sekali (86-100) 0 0
2 Baik (71-85) 7 35
3 Cukup (56-70) 13 65
Jumlah 20 100
c. Indeks Prestasi
Tabel 6. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Indeks Prestasidi SDN 3
Jurang Sapi Kecamatan Tapen Kabupaten Bondowoso Pada Tanggal
16 Juli 22 Juli 2013
Keikutsertaan Indeks Prestasi Siswa
Pendidikan Sangat Baik Cukup Kurang Total
TK Baik
f % f % f % f % f %
Mengikuti TK 0 0 7 35 13 65 0 0 20 100
0 0 7 35 13 65 0 0 20 100
E. PENUTUP
Para guru atau tenaga pengajar agar lebih meningkatkan kompetensi yang dimiliki dalam
memberikan stimulasi dalam merangsang motivasi belajar anak sehingga anak akan mempunyai
motivasi yang lebih baik dalam belajar dan dapat meningkatkan prestasi belajar mereka, bagi
orang tua diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan tentang stimulasi dalam
merangsang pembelajaran anak sehingga mereka dapat merangsang motivasi dan kemauan
belajar anak yang semakin lebih baik dan aktif lagi sehingga anak akan lebih mampu untuk
meningkatkan motivasi mereka dalam belajar.
DAFTAR PUSTAKA.
Agustin, Lisa dan GhullamHamdu. (2012) Jurnal Penelitian. Jakarta(http://pdf-
penting.blogspot.com/2012/03/pengaruh-motivasi-belajarsiswa.html. diakses tanggal 6
Agustus 2012).
Dini.(2010). Tumbuh Kembang Anak Di Tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar. Jakarta: Depkes RI.
DimyatidanMudjiono.(2006).BelajardanPembelajran.Jakarta:PTRajagrafindoPersada.
Djamarah,Syaiful Bahri. (2011). Psikologi Belajar.Jakarta: Rineka Cipta.
Hidayat, A. Aziz Alimul. (2008). Metode Penelitian Keperawatan Dan Teknik Analisis Data. Jakarta:
Salemba Medika.
Hurlock, E. (2005). Psikologi Perkembangan. Jakarta : Erlangga.
Mudjito. (2010). Pedoman Pengembangan Program Pembelajaran Di Taman Kanak-Kanak.Jakarta:
Kementrian Pendidikan Nasional.
Narendra, MB, dkk. (2002). Buku Ajar Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. Jakarta: Sagung Seto
(http://seputarduniaanak.blogspot.com/2009/11/stimulasi-perkembangan-anak.html, diakses
tanggal 23 Mei 2012).
Nursalam. (2008). Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.Jakarta:
Salemba Medika.
Patmonodewo, Soemantri. (2003). Pendidikan Anak Prasekolah. Jakarta : Rineka Cipta.
Poerwanto,Ngalim.(2007).PsikologiPendidikan.Bandung:PTRosdaKarya.
SDN 3 Jurang Sapi. (2012). Pedoman Penilaian Raport. Bondowoso: Depdiknas.
Setiadi. (2007). Konsep Dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Soemanto, Wasty. (2010). Psikologi Pendidikan.Jakarta: Rineka Cipta.
Syah, Muhibbin. (2011). Psikologi Belajar. Jakarta : PT Rajawali Pers.
-------------. (2005). Pedoman Pelaksanaan Stimulasi,Deteksi Dini dan Intervensi.
Sadirman.(2004).InteraksidanMotivasiBelajar.Jakarta:PTRinekaCipta.
Vol 6. No. 1, Maret 2014 MEDICA MAJAPAHIT
Abstrak
Perilaku Hidup bersih dan Sehat merupakan sekumpulan perilaku yang dipraktikkan oleh
peserta didik, guru dan masyarakat lingkungan sekolah atas dasar kesadaran sebagai hasil
pembelajaran, Fenomena yang terjadi saat ini adalah banyak anak-anak khususnya tingkat sekolah
dasar tidak melakukan hidup bersih dan sehat seperti adanya anak yang tidak mencuci tangan
sebelum makan, memotong kuku, membuang sampah sebarangan dan bermain di tempat-tempat yang
tidak bersih tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan perilaku hidup bersih dan sehat
sebelum dan sesudah diberi pendidikan kesehatan. Jenis penelitian yang digunakan adalah pra
eksperimen dengan rancang bangun pra-pasca test dalam satu kelompok dengan populasi semua anak
sekolah dasar kelas 5 di MTS Miftahul Ulum Kecamatan Kemlagi Kabupaten Mojokerto sebanyak 29
anak, dengan sampel sebanyak 29 anak. Melalui non probability sampling dengan teknik total
sampling dengan uji statistik Rank Spearman dengan tingkat signifikan 0,05. Berdasarkan hasil
penelitian diketahui bahwa perilaku hidup bersih dan sehat sebelum diberikan pendidikan kesehatan
sebagian besar dikategorikan anak sehat III, Perilaku Hidup Bersih dan Sehat sesudah diberi
pendidikan kesehatan sebagian besar responden dikategorikan anak sehat IV. Ada pengaruh
pendidikan kesehatan terhadap PHBS anak kelas 5 MTS Miftahul Ulum Kecamatan Kemlagi
Kabupaten Mojokerto. Hal ini berdasarkan hasil uji statistic Wilcoxon didapatkan hasil : 0,000 < :
0,05 (5%) dengan demikian H1 diterima dan Ho di tolak. Hasil penelitian ini dapat meningkatkan
pengetahuan bagai anak-anak mengenai perilaku hidup bersih dan sehat. Sehingga dapat
membiasakan diri untuk berperilaku hidup secara bersih dan sehat dilingkungan sekolah, rumah
maupun masyarakat. Sebagai bahan tambahan untuk memberikan penyuluhan tentang perilaku hidup
bersih dan sehat baik disekolah-sekolah maupun masyarakat.
Kata Kunci : Pendidikan Kesehatan, PHBS
A. PENDAHULUAN
Perilaku Hidup bersih dan Sehat (PHBS) di Sekolah adalah sekumpulan perilaku yang
dipraktikkan oleh peserta didik, guru dan masyarakat lingkungan sekolah atas dasar kesadaran
sebagai hasil pembelajaran, sehingga secara mandiri mampu mencegah penyakit, meningkatkan
kesehatannya, serta berperan aktif dalam mewujudkan lingkungan sehat (Depkes, 2008).
Fenomena yang terjadi saat ini adalah banyak anak khususnya tingkat sekolah dasar tidak
melakukan hidup bersih dan sehat seperti adanya anak yang tidak mencuci tangan sebelum
makan, memotong kuku, membuang sampah sebarangan dan bermain di tempat yang tidak
bersih. Hal ini menyebabkan munculnya berbagai penyakit diantaranya adalah diare, batuk, dan
penyakit kulit (Depkes, 2009). Pendidikan kesehatan perlu diberikan pada peserta didik untuk
meningkatkan pengetahuannya tentang hidup bersih dan sehat karena melalui pendidikan
kesehatan anak didik akan lebih tahu bagaimana pentingnya kesehatan sehingga mereka akan
termotivasi untuk menerapkan hidup bersih dan sehat (Depkes, 2008).
Salah satu dampak perilaku hidup bersih dan sehat secara umum adalah diare.
Berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organization setiap tahun 40%
anak di dunia meninggal akibat diare, sementara data Departemen Kesehatan menunjukkan
diantara 1000 penduduk terdapat 300 orang (30%) yang terjangkit penyakit diare sepanjang
tahun (Dinkes Jatim, 2010). Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2011, menunjukkan
perilaku hidup bersih dan sehat di Indonesia masih rendah, yaitu 38,7%, dibandingkan dengan
target Nasional sampai tahun 2013 sebesar 65,0%. Hasil Riskesdas juga menghasilkan peta
masalah kesehatan yang terkait dengan perilaku hidup bersih dan sehat, yaitu 50 balita yang
ditimbang lebih kurang empat kali selama enam bulan terakhir adalah sebanyak 23 anak (45,4%),
kurang makan buah dan sayur pada penduduk umur kurang dari 10 tahun adalah 93,6%,
*) Penulis adalah Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Majapahit Mojokerto
Vol 6. No. 1, Maret 2014 MEDICA MAJAPAHIT
pemakaian air bersih dalam rumah tangga per orang setiap hari <20 liter adalah 14,4%, yang
menggunakan jamban sendiri adalah 60%, rumah tangga yang tidak ada penampungan sampah
dalam rumah adalah 72,9% (Riskesdas, 2012). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di
MTS Miftahul Ulum Kecamatan Kemlagi Kabupaten Mojokerto kelas 5 pada tanggal 03 Agustus
2012, dengan menggunakan kuesioner pada 10 anak didapatkan hasil bahwa sebagian besar yaitu
sebanyak 6 anak (60%) anak sehat 1, dan 3 anak (30%) pada kategori anak sehat 3, serta 1 anak
(10%) termasuk sehat 4 dilakukan menggunakan kuesioner perilaku hidup bersih dan sehat.
Munculnya berbagai penyakit yang sering menyerang anak usia sekolah (usia 6-12
tahun) di atas, ternyata umumnya berkaitan dengan PHBS. Oleh karena itu, penanaman nilai-nilai
PHBS disekolah merupakan kebutuhan mutlak dan dapat dilakukan melalui pendekatan Usaha
Kesehatan Sekolah (UKS). PHBS disekolah adalah upaya untuk memberdayakan siswa, guru,
dan masyarakat lingkungan sekolah agar tahu, mau dan mampu mempraktikan PHBS, dan
berperan aktif dalam mewujudkan sekolah sehat. Bentuk PHBS yang seringkali terlupakan oleh
anak adalah berkaitan dengan kebersihan tangan, buang sampah sebarangan. Banyak orang tidak
pernah membayangkan bahwa masalah kebersihan diri anak dapat menyebabkan munculnya
penyakit kulit, penyakit yang berhubungan dengan pencernaan disebabkan makan makanan yang
mengandung zat berbahaya (Heryaman, 2009).Untuk mengatasi masalah ketidaktahuan anak
akan perilaku hidup bersih dan sehat dapat dilakukan melalui pendidikan kesehatan tentang
perilaku hidup bersih dan sehat. Dengan pendidikan kesehatan diharapkan anak didik tidak
mengalami masalah-masalah kesehatan yang dapat dicegah sedini mungkin dengan membiasakan
berperilaku hidup bersih dan sehat. Upaya tersebut antara lain melakukan pemberian informasi
tentang pentingnya perilaku hidup bersih dan sehat sesuai dengan 8 indikator PHBS meliputi;
Mencuci tangan dengan air yang mengalir dan menggunakan sabun, Mengkonsumsi jajanan sehat
di kantin sekolah, Menggunakan jamban yang bersih dan sehat, Olahraga yang teratur dan
terukur, Memberantas jentik nyamuk, Tidak merokok di sekolah, Menimbang berat badan dan
mengukur tinggi badan setiap 6 bulan, Membuang sampah pada tempatnya.
Upaya pencegahan berupa pemberian penyuluhan oleh Tenaga kesehatan tentang PHBS
dapat dimulai dari lingkungan keluarga, untuk mengatasi ketidak tahuan peserta didik tentang
perilaku hidup bersih dan sehat dapat dilakukan dengan memberikan informasi tentang kesehatan
baik melalui kurikulum ataupun penyuluhan oleh tenaga kesehatan Hal ini dilakukan agar peserta
didik dapat menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat di sekolah. Misalnya dengan
membiasakan cuci tangan sebelum dan sesudah makan, bermain ditempat yang bersih dan
memiih jajanan disekolah yang sehat. Dengan memasukkan pendidikan kesehatan dalam
kurikulum sekolah maka dapat meningkatkan pengetahuan siswa tentang berperilaku hidup
bersih dan sehat dengan benar. (Yulianto Wisnu A. 2004). Dari uraian diatas maka peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian tentang perilaku hidup bersih dan sehat dengan judul
Efektifitas Pendidikan Kesehatan terhadap PHBS di MTS Miftahul Ulum Kecamatan Kemlagi
Kabupaten Mojokerto.
B. METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah para eksperimen dengan rancang bangun pra-
pasca test dalam satu kelompok (The One Group Pra-test-Posttest Design). Ciri dari tipe ini
adalah mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan satu kelompok subjek.
Kelompok subjek diobservasi sebelum dilakukan intervensi, kemudian diobservasi lagi setelah
diintervensi (Nursalam, 2011).
Vol 6. No. 1, Maret 2014 MEDICA MAJAPAHIT
Anak sehat I :
bila < 25 %
Hipotesis adalah jawaban sementara atau dugaan sementara, sebagai kesimpulan dari tinjauan
teori untuk menjawab pertanyaan yang ditulis dalam rumusan masalah. Hipotesis dalam
penelitian ini adalah :
H1 : Ada Pengaruh Pendidikan Kesehatan terhadap PHBS di MTS Miftahul Ulum Kecamatan
Kemlagi Kabupaten Mojokerto.
C. HASIL PENELITIAN
1. Data Umum
a. Umur Orang Tua
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur Orang Tua Siswa
Kelas 5 MTS Miftahul Ulum Kecamatan Kemlagi Kabupaten Mojokerto,
No. Umur Orang Tua Frekuensi Persentase
1 < 20 tahun 7 24
2 20-35 tahun 12 41
3 > 35 tahun 10 35
Jumlah 29 100
Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa umur orang tua responden paling
banyak berusia 20-35 tahun yaitu 12 orang (41%) dan paling sedikit berusia < 20 tahun
yaitu 7 orang (24%).
2. Data Khusus
a. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Responden Sebelum Diberi Pendidikan
Kesehatan
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Perilaku Hidup Bersih Dan
Sehat (PHBS)Sebelum Diberi Pendidikan Kesehatan Siswa Kelas 5
MTS Miftahul Ulum Kecamatan Kemlagi Kabupaten Mojokerto.
Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat
No. (PHBS)Sebelum Diberi Frekuensi Persentase
Pendidikan Kesehatan
1 Anak sehat I 0 0
2 Anak sehat II 7 24
3 Anak sehat III 15 52
4 Anak sehat IV 7 24
Jumlah 29 100
Berdasarkan tabel 5 dapat diketahui bahwa perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS)sebelum diberi pendidikan kesehatanresponden anak sehat III yaitu 15 orang
(52%) dan paling sedikit anak sehat II dan IV yaitu 7 orang (24%).
b. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Responden Sesudah Diberi Pendidikan
Kesehatan
Tabel 6. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Perilaku Hidup Bersih Dan
Sehat (PHBS)Sesudah Diberi Pendidikan Kesehatan Siswa Kelas 5
MTS Miftahul Ulum Kecamatan Kemlagi Kabupaten Mojokerto.
Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat
No. (PHBS) Sesudah Diberi Frekuensi Persentase
Pendidikan Kesehatan
1 Anak sehat I 0 0
2 Anak sehat II 0 0
3 Anak sehat III 12 41
4 Anak sehat IV 17 59
Jumlah 29 100
Berdasarkan tabel 6 dapat diketahui bahwa perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS)Sesudah diberi pendidikan kesehatanresponden anak sehat IV yaitu 17 orang
(59%) dan paling sedikit anak sehat III yaitu 12 orang (41%).
Vol 6. No. 1, Maret 2014 MEDICA MAJAPAHIT
c. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Responden Sebelum dan Sesudah Diberi
Pendidikan Kesehatan
Tabel 7. Tabulasi Silang Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS)Sebelum dan
Sesudah Diberi Pendidikan Kesehatan Siswa Kelas 5 MTS Miftahul
Ulum Kecamatan Kemlagi Kabupaten Mojokerto.
(PHBS) Sesudah Diberi Pendidikan
(PHBS)
Kesehatan
Sebelum Diberi Total
Anak Anak Anak Anak
Pendidikan Kesehatan
Sehat I Sehat II Sehat III Sehat IV
Anak Sehat I 0 0 0 0 0
Anak Sehat II 0 0 6 1 7
Anak Sehat III 0 0 6 9 15
Anak Sehat IV 0 0 0 7 7
Total 0 0 12 17 29
Hasil Uji Wilcoxon : 0.000 < : 0.05
Berdasarkan hasil uji statistik Wilcoxon didapatkan hasil : 0,000 < : 0,05 (5%)
dengan demikian Ho di tolak artinya bahwa terdapat perubahan perilaku hidup bersih dan
sehat (PHBS)Siswa Kelas 5 MTS Miftahul Ulum Kecamatan Kemlagi Kabupaten
Mojokerto sebelum dan sesudah diberi pendidikan kesehatan.
PHBS (perilaku hidup bersih dan sehat) adalah upaya untuk memberikan
pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, keluarga, kelompok
dan masyarakat dengan membuka jalur komunikasi, memberikan informasi dan melakukan
edukasi untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku melalui pendekatan pimpinan
(advocacy), bina suasana (socialsupport) dan pemberdayaan masyarakat (empowerment)
sebagai suatu upaya untuk membantu masyarakat mengenali dan mengetahui masalahnya
sendiri dalam kehidupan sehari-hari agar dapat menerapkan cara-cara hidup sehat dalam
rangka menjaga dan meningkatkan kesehatannya (Dinkes Jatim, 2010).
F. PENUTUP
Dari hasil penelitian diatas dapat diketahui bahwa pendidikan kesehatan dapat
mempengaruhi perubahan perilaku hidup bersih dan sehat. Hal ini karena setelah diberi
pendidikan kesehatan pengetahuan responden tentang PHBS semakin meningkat, sehingga dalam
menerapkan PHBS dapat lebih baik dari sebelum diberikan pendidikan kesehatan.
Hasil penelitian ini dapat dijadikan tambahan referensi untuk melakukan penelitian
selanjutnya, tentang perubahan perilaku hidup bersih dan sehat pada anak sekolah dasar. Agar
dapat lebih baik dan luas dengan menambahkan faktor-faktor yang mempengaruhi PHBS.
Meningkatkan pengetahuan siswa mengenai perilaku hidup bersih dan sehat. Sehingga dapat
membiasakan diri untuk berperilaku hidup secara bersih dan sehat dilingkungan sekolah, rumah
maupun masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA.
Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Azwar, Saifuddin. (2011). Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta Pustaka Pelajar.
Depkes.(2008). PHBS di Sekolah. http://www.promkes.depkes.go.id/index.php/phbs-di-sekolah.
(sitasi 12 September 2013).
Depkes.(2009). Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Untuk Anak Sekolah. Jakarta: Depkes.
Dinkes Jatim. (2010). Prevalensi kejadian PHBS. http://www.dinkesjatim.go.id/index.php/prevalensi-
kejadian-phbs. (sitasi 12 September 2013).
Heryaman.(2009). Munculnya Berbagai Penyakit Pada Anak
Sekolah.http://www.kesehatan.anak.com/munculnya-berbagai-penyakit-pada-anak-sekolah.
(sitasi 12 September 2013).
Hidayat, Aziz Alimul. (2007).Riset Keperawatan Sebuah Karya Ilmiah.Salemba: Jakarta
Notoatmodjo. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Notoatmodjo.(2005). Metode Penelitian Kesehatan, PT. Jakarta : Rineka Cipta.
__________ . (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Nursalam. (2011). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.
Riskesdas.(2012). Hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2011. Jakarta.
Yulianto, Wisnu A. (2004). Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.
http://www.ilmu.kesehatan.com/perilaku-hidup-bersih-dan-sehat. (sitasi 12 September 2013).
Vol 6. No. 1, Maret 2014 MEDICA MAJAPAHIT
Sri Sudarsih *)
Abstrak
Balitamerupakansalahsatukelompokumur di masyarakat yang
rawangizidanrawanpenyakit.Pemberianmakanbalitasangattergantungpadaibu.Ibudenganpengetahuangi
zi yang baik, kemungkinanakanmemberikangizi yang cukupbagianaknya.
Selainitusikapibumerupakanhal yang
sangatpentingdalampemberianmakanpadaanak.Makadariitupenelitianinibertujuanmengetahuihubunga
npengetahuandansikapibutentangstatus gizibalita di Desa Jabon Kecamatan Mojoanyar
KabupatenMojokerto.Jenispenelitiananalitikobservasionaldenganrancangbanguncross sectional.
Variabel independennyapengetahuandansikapibudan variabel dependennya status gizibalita.
Populasinyaseluruh ibu dan balita sebanyak 53 ibudanbalitadandiambil 41 orang
sebagaisampelmenggunakanpurposive sampling.Data
diambilmenggunakankuesionerdanlembarobservasi, timbangan sertaKK atau KMS
balita.SelanjutnyadianalisismenggunakanSpearmans rhotestdanChi square
test.Hasilpenelitianmenunjukkan sebagian besar memiliki pengetahuan yang
kurangtentanggizibalitayaitusebanyak 26 orang (63%), sebagian besar memiliki sikap negatif
tentanggizibalita yaitu sebanyak 23 orang (56%), dan sebagian besar status gizibalitanya kurang yaitu
sebanyak 26 orang (63%). HasilSpearmans rho
testmenunjukkanadahubunganpengetahuanibutentangstatus gizibalita di Desa Jabon Kecamatan
Mojoanyar KabupatenMojokerto.padanilai p (0,007) < (0,05) dan hasil Chi square test
menunjukkan ada hubungan pengetahuan dansikapibutentang status gizibalita di Desa Jabon
Kecamatan Mojoanyar KabupatenMojokerto.padanilaip(0,000) < (0,05).Pengetahuan dan sikap
merupakan faktor predisposisi yang mempengaruhi perilaku ibu dalam memberikan asupan gizi pada
balita yang pada akhirnya mempengaruhi status gizi balita.
Tenagakesehatankhususnyaperawatdapatmeningkatkan program
kerjadalampeningkatangizibalitadenganmemberikancontoh menu yang seimbangpadaibubalita,
mengadakanlombabalitasehat, mengadakanlombamemasakmakananbalita yang menarikdanbervariasi,
sertamemberikan tips caramengatasikesulitanmakanpadabalita.
Kata kunci: pengetahuan, sikap, status gizibalita
A. PENDAHULUAN
Balita merupakan salah satu kelompok umur di masyarakat yang rawan gizi dan rawan
penyakit. Kelompok ini merupakan kelompok umur yang paling banyak menderita akibat
kekurangan zat gizi dan jumlahnya dalam populasi besar (Notoatmodjo, 2007). Masa balita
merupakan periode perkembangan fisik dan mental yang pesat, sehingga balita memiliki
kebutuhan gizi yang berbeda dari orang dewasa (Proverawati, 2009). Penyediaan makanan bagi
keluarga pada umumnya merupakan tugas seorang ibu yang bukan seorang ahli gizi, sehingga ibu
harus sanggup menyediakan hidangan yang cukup (Sedioetama, 2006). Pengetahuan yang
dimiliki oleh seorang ibu akan mempengaruhi dalam pengambilan keputusan dan juga akan
berpengaruh pada perilakunya. Ibu dengan pengetahuan gizi yang baik, kemungkinan akan
memberikan gizi yang cukup bagi anaknya. Selain itu keadaan lingkungan dan sikap ibu
merupakan hal yang sangat penting dalam pemberian makan pada anak (Proverawati, 2009).
Permasalahan gizi pada anak usia balita adalah bahwa pada usia ini seorang anak masih
merupakan golongan konsumen pasif yaitu belum dapat mengambil dan memilih makanan
sendiri. Mereka juga masih sukar diberikan pengertian tentang pentingnya makanan, di samping
kemampuan menerima berbagai jenis makanan juga masih terbatas (Santoso, 2004).
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia tahun 2010 menunjukkan prevalensi
status gizi balita berdasarkan indeks BB/U, gizi buruk 4,9%, gizi kurang 13,0%, gizi baik 76,2%
dan gizi lebih 5,8%. Berdasarkan indeks TB/U, sangat pendek 18,5%, pendek 17,1%, dan normal
B. METODE PENELITIAN
Jenis penelitian adalah analitik observasional (Setiadi, 2007). Rancang bangun yang
digunakan adalah cross sectional. Penelitian cross sectional adalah jenis penelitian yang
menekankan waktu pengukuran atau observasi data variabel independen dan dependen hanya
satu kali pada satu saat. Pada jenis ini, variabel independen dan dependen dinilai secara simultan
pada suatu saat, jadi tidak ada tindak lanjut (Nursalam, 2008).
Variabel perancu:
1. Status kesehatan
2. Ketahanan pangan
3. Pola asuh
Hipotesis yang merupakan jawaban sementara atas pertanyaan penelitian ini adalah
sebagai berikut :
H 1 = Ada hubunganpengetahuandansikapibutentangstatus gizibalitadi Desa Jabon Kecamatan
Mojoanyar KabupatenMojokerto
B. HASIL PENELITIAN
1. Data Umum
a. Karakteristik responden berdasarkan umur
Tabel 2. Distribusi frekuensi responden berdasarkan umur di Desa Jabon
Kecamatan Mojoanyar KabupatenMojokerto pada tanggal 06-10
Agustus 2013
No. Umur Frekuensi Persentase
1 < 20 tahun 6 15
2 20-35 tahun 27 66
3 > 35 tahun 8 19
Jumlah 41 100
Berdasarkan tabel 2menunjukkan bahwa dari 41 responden, sebagian besar
berumur 20-35 tahun yaitu sebanyak 27 orang (66%) dan sebagian kecil berumur <20
tahun sebanyak 6 orang (15%).
2. Data Khusus
a. Pengetahuan ibu tentang gizi balita
Tabel 8 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pengetahuan ibu tentang gizi
balitadi Desa Jabon Kecamatan Mojoanyar KabupatenMojokerto pada
tanggal 06-10 Agustus 2013
No. Pengetahuan Frekuensi Persentase
1 Baik 4 10
2 Cukup 11 27
3 Kurang 26 63
Jumlah 41 100
Berdasarkan tabel 8menunjukkan bahwa dari 41 responden, sebagian besar
pengetahuan ibu tentang gizi balita kurang yaitu sebanyak 26 orang (63%) dan sebagian
kecil adalah baik sebanyak 4 orang (10%).
d. Hubungan pengetahuan ibu tentang gizi balita dengan status gizi balita
Tabel 11 Tabulasi silang pengetahuan ibu tentang gizi balita dengan status gizi
balitadi Desa Jabon Kecamatan Mojoanyar KabupatenMojokerto pada
tanggal 06-10 Agustus 2013
Status gizi
Total
Pengetahuan Lebih Baik Kurang Buruk
f % F % f % f % f %
Baik 1 2,4 3 7,3 0 0 0 0 4 9,8
Cukup 1 2,4 9 22,0 4 9,8 1 2,4 15 36,6
Kurang 4 9,8 1 2,4 15 36,6 2 4,9 22 53,7
Total 6 14,6 13 31,7 19 46,3 3 7,3 41 100
p (0,007) (0,05)
E. PENUTUP
Penelitianini dapat digunakan sebagai dasar peneliti selanjutnya untuk mengkaji
mengenai motivasi ibu dalam upaya pemenuhan gizi balita dengan status gizi balita. Bagi tenaga
kesehatan dapat meningkatkan program kerja dalam peningkatan gizi balita khususnya perawat
dengan memberikan contoh menu yang seimbang pada ibu balita, mengadakan lomba balita
sehat, mengadakan lomba memasak makanan balita yang menarik dan bervariasi, serta
memberikan tips cara mengatasi kesulitan makan pada balita.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, Sunita. (2009). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Almatsier, Sunita, dkk. (2011). Gizi Seimbang dalam Daur Kehidupan. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama
Azwar, Syaifudin. (2008). Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya. Edisi 2. Cetakan XII. Jakarta:
Pustaka Pelajar.
Badriah, D.L. (2011). Gizi dalam Kesehatan Reproduksi. Bandung: Refika Aditama
FKM UI. (2007). Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: PT Raja Grafindo Perkasa
Hidayat, A. Aziz Alimul. (2007). Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data. Jakarta:
Salemba Medika
Masithah, Tita, dkk. (2005). Hubungan Pola Asuh Makan dan Kesehatan dengan Status Gizi Anak
Batita di Desa Mulya Harja. Media Gizi dan Keluarga. Bogor: IPB
Narbuko, Cholid dan Abu Achmadi. (2002). Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara
Nency, Yetty dan Muhammad Thohar Arifin. (2005). Gizi Buruk, Ancaman Generasi yang Hilang.
(Online) (http://io.ppijepang.org diakses tanggal 28 April 2012)
Notoatmodjo, Soekidjo. (2007). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika
Paath, Erna Francin, et. al. (2004). Gizi dalam Kesehatan Reproduksi. Jakarta: EGC
Proverawati, Atikah dan Siti Asfuah. (2009). Buku Ajar Gizi untuk Kebidanan. Yogyakarta: Nuha
Medika
Santoso, Soegeng dan Anne Lies Ranti. (2004). Kesehatan dan Gizi. Jakarta: Rineka Cipta
Sedyaoetama, Achmad Djaeni. (2006). Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi. Jilid I. Jakarta: Dian
Rakyat
Setiadi. (2007). Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu
______. (2008). Konsep dan Proses Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Graha Ilmu
Siwi, Satiti Setyo. (2010). Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Gizi Dengan Kadar Hemoglobin
Pada Ibu Hamil Di Kecamatan Jebres Surakarta. (Online). (http://e-journal.akbid-
purworejo.ac.id diakses tanggal 2 April 2012)
Soetjiningsih dan Suandi. (2002). Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. Jakarta: IDAI
Susilowati. (2008). Pengukuran Status Gizi dengan Antropometri Gizi (Online)
(http://www.pdfqueen.com diakses tanggal 21 April 2012)
Sulistyoningsih, H. (2011). Gizi untuk Kesehatan Ibu dan Anak. Yogyakarta: Graha Ilmu
Sunaryo. (2004). Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC
Supariasa, I Dewa Nyoman, dkk. (2002). Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC
Vol 6. No. 1, Maret 2014 MEDICA MAJAPAHIT
Waryono. (2010). Gizi Reproduksi. Yogyakarta: Pustaka Rihama
Wawan, A. Dan Dewi M. (2010). Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Manusia.
Yogyakarta: Nuha Medika
Yuniastuti, Ari. (2008). Gizi dan Kesehatan. Jakarta: Graha Ilmu.
HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG ASI EKSKLUSIF DENGAN
PEMBERIAN MP ASI SEBELUM USIA 6 BULAN DI DESA GAYAMAN
KECAMATAN MOJOANYAR KABUPATEN MOJOKERTO
Farida Yuliani *)
Abstrak
ASI eksklusif berperan penting untuk pertumbuhan, perkembangan, serta kesehatan yang
optimal bagi bayi. Selain itu ASI dapat pula meningkatkan IQ dan EQ anak. Namun upaya pemerintah
dalam penggalakan ASI eksklusif di Indonesia masih menemukan banyak hambatan, diantaranya
kurangnya pengetahuan masyarakat tentang pentingnya ASI eksklusif. Kurangnya pengetahuan
menimbulkan anggapan anaknya akan kelaparan bila hanya diberi ASI, namun sebaliknya mereka
beranggapan anaknya akan tidur nyenyak setelah diberi makan. Oleh sebab itu penelitianini bertujuan
untukmengetahuihubunganpengetahuanibutentang ASI eksklusifdenganpemberian MPASI sebelum
usia 6 bulan.Jenis penelitian adalah analitik korelasional dengan metode cross sectional. Hipotesis
yang diajukan adalah ada hubungan pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif dengan pemberian MPASI
sebelum usia 6 bulan di Desa Gayaman Mojoanyar Mojokerto. Terdapat 2 variabel yaitu pengetahuan
ibu tentang ASI eksklusif dan pemberian MPASI sebelum usia 6 bulan. Tekhnik sampling yang
digunakan adalah sampel jenuh, dengan 48 responden. Data dikumpulkan tanggal 7-19 Juni 2010
menggunakan kuesioner dan lembar observasi. Analisis data dengan uji wilcoxon signed ranks
test.Hasil penelitian menunjukkan rata-rata responden berpengetahuan baik yaitu 27 responden
(56.3%) dan rata-rata responden tidak memberikan MP ASI sebelum usia 6 bulan yaitu 28 responden
(58.3%).Hasil uji statistik menunjukkan sig. (2 tailed) (0.000) < (0.05). Maka H 1 diterima, artinya
ada hubungan pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif dengan pemberian MP ASI sebelum usia 6
bulan di Desa Gayaman kecamatan Mojoanyar Mojokerto.Pengetahuan tentang ASI eksklusif
mempengaruhi pemberian MP ASI dini, pada pengetahuan baik akan mendorong ibu tidak
memberikan MP ASI dini. Sebaliknya jika pengetahuan cukup dan kurang akan mendorong ibu
memberikan MP ASI dini.Pengetahuan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pemberian
MP ASI sebelum usia 6 bulan. Diharapkan para ibu memberikan ASI eksklusif kepada bayinya dan
meninggalkan tradisi memberikan makanan padat sebelum bayi berusia 6 bulan. Hal ini hendaknya
didukung oleh tenaga kesehatan juga anggota keluarga lainnya.
Kata kunci :Pengetahuan, ASI eksklusif, Pemberian MP ASI
A. PENDAHULUAN
Air susu ibu (ASI) merupakan nutrisi terbaik pada awal usia kehidupan bayi. ASI ibarat
emas yang diberikan gratis oleh Tuhan karena ASI adalah cairan hidup yang dapat menyesuaikan
kandungan zatnya yang dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi (Suryoprajogo, 2009). ASI
eksklusif adalah pemberian ASI sedini mungkin setelah persalinan, diberikan tanpa jadwal dan
tidak diberi makanan lain, walaupun hanya air putih, sampai bayi berumur 6 bulan (Hubertin,
2004:3). Pada tahun 2001 World Health Organization / Organisasi Kesehatan Dunia menyatakan
bahwa ASI Eksklusif selama 6 bulan pertama hidup bayi adalah yang terbaik. Dengan
demikian,ketentuan sebelumnya (bahwa ASI eksklusif itu cukup empat bulan) sudah tidak
berlaku lagi.
Mengingat pentingnya ASI eksklusif, maka pemberian makanan pendamping ASI (MP
ASI) yang terlalu dini sangatlah tidak dianjurkan. Pemberian makanan padat/tambahan atau yang
biasa disebut dengan MP ASI yang terlalu dini dapat mengganggu pemberian ASI eksklusif serta
meningkatkan angka kesakitan pada bayi. Selain itu, tidak ditemukan bukti yang mendukung
bahwa pemberian makanan padat/tambahan pada usia 4 atau 5 bulan lebih menguntungkan.
Bahkan sebaliknya, hal ini akan mempunyai dampak yang negatif terhadap kesehatan bayi,
Vol 6. No. 1, Maret 2014 MEDICA MAJAPAHIT
seperti gangguan pencernaan, konstipasi, diare, obesitas, alergi makanan (Dwi Sunar P, 2009)
dan tidak ada dampak positif untuk perkembangan pertumbuhannya(Roesli,Utami. 2009).
Penyebab rendahnya penggunaan ASI eksklusif di Indonesia adalah faktor sosial budaya,
kurangnya pengetahuan akan pentingnya ASI eksklusif, jajaran kesehatan yang belum
sepenuhnya mendukung program pemberian ASI eksklusif, gencarnya promosi susu formula dan
*) Penulis adalah DosenPoliteknik Kesehatan Majapahit Mojokerto
kurangnya dukungan dari masyarakat termasuk institusi yang mempekerjakan perempuan untuk
ibu menyusui. Faktor lainnya adalah tekanan dari lingkungan dan tidak adanya dukungan dari
keluarga. (Dinkes Jatim, 2008)
Banyak ibu yang mempunyai pengetahuan kurang dan beranggapan anaknya kelaparan
dan akan tidur nyenyak jika diberi makan. Meski tidak ada relevansinya banyak yang
beranggapan ini benar. Sistem pencernaan bayi belum sempurna, sehingga sistem pencernaan
harus bekerja lebih keras untuk mengolah dan memecah makanan. Kadang anak yang menangis
terus dianggap sebagai anak tidak kenyang. Padahal menangis bukan semata-mata tanda lapar.
Pemberian makanan setelah bayi berumur 6 bulan memberikan perlindungan besar dari berbagai
penyakit. Hal ini disebabkan sistem imun bayi < 6 bulan belum sempurna. Pemberian MP ASI
dini sama saja dengan membuka pintu gerbang masuknya berbagai jenis kuman (Soraya,Luluk.
2006).
Survei yang dilaksanakan pada tahun 2002 oleh Nutrition and HealthSurveillance System
(NSS) bekerjasama dengan Balitbangkes dan Helen Keller International menunjukkan cakupan
ASI eksklusif 6 bulan sangat rendah yaitu di perkotaan antara 4-12 %, sedangkan di pedesaan 4-
25 %. Sedangkan 13 % bayi di bawah dua bulan telah diberi susu formula dan satu dari tiga bayi
usia 2-3 bulan telah diberi makanan tambahan (Nadhiroh, 2008).
Pemberian air susu ibu (ASI) secara eksklusif dapat menyelamatkan lebih dari 30 ribu
balita di Indonesia. Dalam pekan ASI yang dimulai 1 Agustus hingga 7 Agustus 2008, Badan
PBB Bidang Anak, UNICEF, bekerja sama dengan pemerintah Kabupaten Klaten mendukung
kampanye pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan. Jumlah bayi di Indonesia yang mendapatkan
ASI eksklusif terus menurun. Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun
2007, jumlah bayi di Indonesia, usia enam bulan yang mendapatkan ASI eksklusif hanya 32,3 %.
Persentase ini jauh dari rata-rata dunia yaitu 38 %. Pada saat yang sama, jumlah bayi di bawah
enam bulan yang diberi susu formula meningkat dari 16,7 % pada tahun 2002 menjadi 27,9 %
pada tahun 2007 (Houston,TX. 2010). Sedangkan cakupan ASI eksklusif di Jawa Timur pada
tahun 2006 sebesar 38,73 %, tahun 2007 sebesar 40,77 % dan pada tahun 2008 meningkat
menjadi 44,52 %. Namun cakupan tersebut masih jauh dari target Indonesia Sehat 2010 sebesar
80% (Dinkes Jatim, 2008). Cakupan ASI eksklusif di Kabupaten Mojokerto yaitu 28% pada
tahun 2008.
Studi pendahuluan yang dilakukan dengan tekhnik wawancara di Desa Gayaman
Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto pada tanggal 5 Juli 2013. Didapatkan, dari 10 ibu
bayi, 7 ibu tidak memberikan ASI eksklusif kepada bayinya, namun memberikan makanan
tambahan lain seperti bubur, pisang, nasi tim, dan susu formula, sebelum usia bayi 6 bulan.
Alasan para ibu memberikan makanan tambahan lain, diantaranya adalah para ibu menganggap
anak mereka kurang kenyang, hanya dengan meminum ASI serta adanya dukungan dari keluarga
yang mendukung pemberian makanan tambahan kepada bayi sebelum usia 6 bulan. Sesuai
dengan pengalaman secara turun-temurun. Dan 3 ibu memberikan ASI eksklusif, tanpa makanan
tambahan lain sampai usia bayi 6 bulan, karena para ibu mengetahui manfaat ASI Eksklusif.
Mengingat pentingnya pemberian ASI eksklusif, maka penggalakan ASI eksklusif yang
dilakukan oleh Kepala Dinas Kesehatan kota Surabaya, dengan mendirikan pondok ASI eksklusif
di kantor dinas kesehatan, patut diacungi jempol. Namun langkah awal tersebut harus
ditindaklanjuti dengan pendirian pondok-pondok ASI eksklusif di instansi lainnya. Setidaknya
dimulai dari instansi pemerintah yang berbau kesehatan, seperti rumah sakit dan puskesmas. Juga
perguruan tinggi yang berbau kesehatan seperti fakultas kedokteran dan prodi keperawatan,
fakultas kesehatan masyarakat, fakultas kedokteran gigi, sekolah tinggi ilmu kesehatan dan
akademi kebidanan. Setelah itu seruan pendirian pondok ASI eksklusif ini harus diikuti seluruh
Vol 6. No. 1, Maret 2014 MEDICA MAJAPAHIT
instansi pemerintah lainnya dan perusahaan swasta. Selain itu perlu diberikan penyuluhan dan
konseling kepada para ibu tentang pentingnya pemberian ASI eksklusif (Nadhiroh, 2008).
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti mengambil Hubungan Pengetahuan Ibu
Tentang ASI Eksklusif Dengan Pemberian MP ASI Sebelum Usia 6 Bulan Desa Gayaman
Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto.
B. METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitiananalitik korelasional,yaitu penelitian
yang bertujuan untuk mengkaji hubungan antar variabel. Sedangkan rancang bangun penelitian
yang dipakai adalah cross sectional, yaitu jenis penelitian yang menekankan waktu pengukuran /
observasi data variabel independen dan dependen hanya satu kali pada satu saat. Dalam
penelitian ini variabel yang digunakan adalah Variabel independen adalah variabel yang nilainya
menentukan variabel lain (Nursalam, 2008:97). Variabel independent pada penelitian ini adalah
pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif. Variabel dependen adalah pemberian MP ASI sebelum
usia 6 bulan.
Populasi dalam penelitian ini adalah semua Ibu bayi sebelum usia 6 bulan, sebanyak 48
responden, terhitung sampai tanggal 7-19 Juni 2013. Dalam penelitian ini jumlah sampel yang
digunakan sebanyak 48 responden. Peneliti menggunakan sampel jenuh yaitu cara pengambilan
sampel dengan mengambil semua anggota populasi menjadi sampel (Aziz Alimul,
2009:76).Penelitian ini dilakukan di Desa Gayaman Kecamatan Mojoanyar Kabupaten
Mojokerto pada bulan Agustus-September 2013.
Teknik Pengumpulan Data setelah mendapatkan ijin dari Dinkes Kabupaten Mojokerto
dan di Desa Gayaman Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto. Peneliti mengadakan
pendekatan kepada ibu bayi untuk mendapatkan persetujuan sebagai responden. Setelah
mendapat persetujuan menjadi responden, peneliti mulai melakukan pengambilan data dengan
teknik observasi. Instrumen Pengumpulan Data yang digunakan yaitu lembar kuesioner dan
lembar cheklist. Teknik Analisis Data menggunakan distribusi frekwensi dan diuji dengan
wicoxon sign rank test.
Vol 6. No. 1, Maret 2014 MEDICA MAJAPAHIT
D. PENUTUP
Tenaga kesehatan dapat menggunakan sebagai bahan masukan demi peningkatan mutu
pelayanan kesehatan yang diberikan. Yang dapat diwujudkan dengan mendukung penggalakan
ASI eksklusif, melalui penyuluhan dan konseling.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka
Cipta.
Damayanti, Diana. (2010). Makanan Pendamping ASI. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Hendra, A.W. (2009). Pengetahuan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi. (http://www.Pro
Health.com. diakses 24 April 2010).
Hidayat, A.Aziz Alimul. (2007). Metode Penelitian Kebidanan Teknik Analisis Data. Jakarta:
Salemba Medika.
Hidayat, A.Aziz Alirnul. (2009). Metode Penelitian Keperawatan dan TeknikAnalisis Data. Jakarta:
Salemba Medika.
Houston, Tx. (2010). Menyusui Sebuah Respon yang Sangat Penting dalamSituasi Darurat.
(http://www.ASI.blogspot.com. diakses 22 April 2010).
Kristiyanasari, Weni, S. Kep. (2009). ASI, Menyusui dan SADARI. Yogyakarta : Nuha Medika.
Lituhayu, Rivanda. (2010). A-Z Tentang Makanan Pendamping ASl. Yogyakarta : Genius Publisher.
Mubarak, Wahit Iqbal. (2007). Promosi Kesehatan Sebuah Pengantar Proses Belajar Mengajar
dalam Pendidikan. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Nadhiroh, Siti Rahayu. (2008). Menanti Perda ASI Eksklusif. (http://www.4rsss Weblog.com.
diakses 22 April 2010).
Nindya, Arum. (2008). ASI Eksklusif. (http://asuh.wikia.com/wiki/ASI_eksklusif.diakses 22 April
2010)
Notoatmodjo, Soekidjo. (2003). Pendidikan dan Perilaku kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatrnodjo, Soekidjo. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika
Prasetyono, Dwi Sunar. (2009). Buku Pintar ASI Eksk1usif.Yogyakarta: Diva Press.
Purwanti, Hubertin Sri, S.SiT. (2004). Konsep Penerapan ASI Eksklusif. Jakarta : EGC.
Setiadi. (2007). Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan.Yogyakarta : Graha Ilmu
Yulia, Nanda. (2010). ASI Ekskusif. (http:// www.asuh.wikia.com, diakses 22 April 2010).
Yuniardo, Nadia. (2010). 12 Keunggulan ASI. (http://www.menyusui.net. diakses 22 April 2010).
Vol 6. No. 1, Maret 2014 MEDICA MAJAPAHIT
Abstrak
Kalsium gigi akan diserap oleh calon bayi sehingga menyebabkan gigi ibu rapuh dan akhirnya
hilang. Penyakit radang gusi dan gigi bisa mempengaruhi kehamilan dan perkembangan janin salah
satu penyebabnya adalah kurangnnya konsumsi makanan yang mengandung kalsium. Tujuan
penelitian ini adalah menggambarkan kesehatan gigi ibu hamil di Puskesmas Kedungsari Kabupaten
Mojokerto. Jenis Penelitian ini adalah deskriptif. Samplin secara acidental sampling dengan populasi
semua ibu hamil di Puskesmas Kedungsari Kabupaten Mojokerto. pengumpulan menggunakan alat
ukur kuesioner dan observasi yang diberikan pada tanggal 06 mei-03 juni 2013. Hasil penelitian
menunjukkan sejumlah 25 responden, sebagian besar responden mempunyai DMFT rendah artinya
mempunyai kesehatan gigi kurang sejumlah 15 responden(60 %). Semakin kurang pengetahuan ibu
hamil dalam mengkonsumsi kalsium maka kesehatan giginya semakin kurang. Faktor utama yang
mempengaruhi kurangnnya pengetahuan adalah kurang pemahaman responden terhadap objek
tertentu Oleh karena itu, diharapkan tenaga kesehatan dapat memberikan konseling tentang konsumsi
kalsium guna meningkatkan mutu pelayanan kesehatan selama kehamilan
Kata kunci :Kesehatan, Gigi, ibu hamil
A. PENDAHULUAN
Salah satu zat gizi penting pada ibu hamil adalah kalsium (Maulana, 2008). Studi
konsumsi kalsium di kota Bandung menunjukkan hasil rata-rata asupan kalsium masih kurang
dari angka kecukupan gizi yang di anjurkan (Achadi, 2010). Asupan yang di anjurkan kurang
lebih 1200 mg/hari bagi ibu hamil (Lailiyana dkk, 2010). Bila intake kalsium kurang pada ibu
hamil, maka kebutuhan kalsium akan di ambil dari gigi dan tulang ibu. Sehingga tak jarang bagi
bumil yang kurang asupan kalsium giginya menjadi caries atau pun keropos (Eko, 2010). Pada
kehamilan, terjadi peningkatan kadar asam di dalam rongga mulut, belum lagi jika wanita hamil
mengalami mual dan muntah yang dapat mengakibatkan paparan asam lambung pada gigi dan
gusi. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya radang/penyakit gusi dan gigi, yang pada akhirnya
bisa mempengaruhi kehamilan dan perkembangan janin (Adhi, 2009). Kehamilan mempengaruhi
gigi dan gusi dengan menyebabkan peningkatan kebutuhan karbohidrat, meningkatkan resiko
karies gigi, gingivitis kehamilan, kondisi gusi membengkak, vaskuler, nyeri tekan, dan mudah
berdarah (Sinclair, 2009)
Persatuan Dokter Gigi Indonesia mencatat prevalensi radang gusi pada ibu hamil
diseluruh dunia mencapai 75-90%. Data tersebut didukung pula dengan temuan riset yang
dilakukan Rumah Sakit Gigi Universitas Moestopo Beragama mencatat hanya sekitar 0.44% dari
277 pasien yang diteliti terhitung merawat gigi, sementara 2.69% mengalami pendarahan gigi,
71.37% terkena karang gigi, 22.91% mengalami penurunan gusi (4-5 mm) dan 2.64% mengalami
penurunan gusi hingga lebih dari 6 mm (Eman, 2009). Penelitian yang diselenggarakan oleh
Departemen Kesehatan disebutkan bahwa penduduk Indonesia lebih dari 70% telah karies dan
kerusakan gigi (Admin, 2010). Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) mencatat radang gusi
merupakan masalah mulut dan gigi yang sering menimpa ibu hamil dimana 5%-10% nya
mengalami pembengkakan gusi (Eman, 2009).Berdasarkan Data Riset Kesehatan Dasar Depkes
2007 menunjukkan 72,1 persen penduduk Indonesia mengalami karies pada gigi. Penduduk yang
mengalami gangguan kesehatan gigi ini tentu saja termasuk ibu hamil (Tari, 2012)
Secara alamiah, kalsium yang ada di dalam tulang akan "diserap" untuk memenuhi
kebutuhan janin. Fakta ini menjelaskan terjadinya kekeroposan tulang pada ibu hamil yang
kekurangan kalsium . Selain tulang, organ tubuh lain yang mengandung kalsium dalam jumlah
tinggi adalah gigi (Gkisuryautama, 2009). Metabolisme kalsium selama hamil berubah
mencolok. Kadar kalsium dalam darah ibu hamil turun drastis sebanyak 5% di banding tidak
hamil Oleh karena itu, asupan yang optimal perlu dipertimbangkan (Lailiyana, 2010). Saat hamil,
*) Penulis adalah Dosen Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto
Vol 6. No. 1, Maret 2014 MEDICA MAJAPAHIT
kalsium gigi akan diserap oleh calon bayi sehingga menyebabkan gigi ibu rapuh dan akhirnya
hilang atau tanggal ( Hudyono, 2008). Penelitian Nizel (1981) di Inggris yang dikutip oleh
Kosasih (2007) menguraikan bahwa makanan dapat berpengaruh terhadap kesehatan gigi. Sering
masalah gizi timbul karena ketidaktahuan atau kurang informasi tentang gizi yang memadai
(berg, 1987). Berdasarkan studi pendahuluan yang di lakukan pada tanggal 6 maret 2013 di
Puskesmas Kedungsari Kabupaten Mojokerto. Setelah di wawancarai dari 5 responden, 3 ibu
hamil mengatakan sering mengalami gangguan kesehatan gigi pada saat kehamilannya dan 2 ibu
hamil yang lain tidak mengalami gangguan kesehatan gigi. Berdasarkan latar belakang di atas,
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang kesehatan gigi ibu hamildi Puskesmas
Kedungsari Kabupaten Mojokerto.
B. METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di Puskesmas Kedungsari Kabupaten Mojokerto. Desain
penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Pada penelitian ini peneliti melakukan pengambilan
data pada variabel kesehatan gigi pada ibu hamil. Populasinya adalah semua ibu hamil yang
berkunjung di Puskesmas Kedungsari Kabupaten Mojokerto pada bulan Januari-Februari 2013
sebanyak 35 ibu hamil. Sampel terdiri dari bagian populasi terjangkau yang dapat dipergunakan
sebagai subjek penelitian yang melalui sampling Dalam penelitian ini sampelnya memenuhi
kriteria sebagai berikut:
1. Kriteria Inklusi
Merupakan kriteria dimana subjek penelitian dapat mewakili sampel penelitian yang
memenuhi syarat sebagai sampel. (Hidayat, 2007)
a. Ibu hamil di Puskesmas Kedungsari Kabupaten Mojokerto
b. Ibu hamil yang bersedia menjadi responden
2. Kriteria Eksklusi
Merupakan kriteria dimana subjek penelitian tidak dapat mewakili sampel karena
tidak memenuhi syarat sebagai sampel penelitian (Hidayat, 2007)
a. Ibu hamil yang tidak bisa baca dan tulis.
b. Ibu hamil yang berada di luar Puskesmas Kedungsari Kabupaten Mojokerto.
Jadi sampel dalam penelitian ini adalah ibu hamil yang berkunjung di Puskesmas Kedungsari
Kabupaten Mojokerto. Peneliti menggunakan tehnik Non-probabilitysampling jenis accidental
sampling yaitu teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara
kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang
kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data.
Penelitian menggumpulkan data mengunakan data primer yang langsung didapat dari
responden melalui observasi untuk mengetahui tingkat kesehatan gigi ibu hamil menggunakan
DMFT. Rumus yang digunakan untuk menghitung DMF-T :
Vol 6. No. 1, Maret 2014 MEDICA MAJAPAHIT
Setiap gigi dicatat satu kali, dengan keterangan:
D = Decay atau rusak
- Ada karies pada gigi.
- Mahkota gigi hancur karena karies gigi.
M = Missing atau hilang
- Gigi yang telah dicabut karena karies gigi.
- Karies yang tidak dapat diperbaiki dan indikasi untuk pencabutan.
F = Filled atau tambal
- Tambalan permanen dan sementara.
- Gigi dengan tambalan tidak bagus tapi tanpa karies yang jelas.
Kategori DMF-T menurut WHO :
Sangat rendah (0,0 1,1) : kode 1
Rendah (1,2 2,6) : kode 2
Sedang (2,7 4,4) : kode 3
Tinggi (4,5 6,5) : kode 4
Sangat tinggi (> 6,5) : kode 4
Setelah data terkumpul dilakukan pengecekan pada data dari hasil kuesioner, apakah ada
kesalahan dalam pengisian kuesiner yang terkumpul diperiksa ulang untuk mengetahui
kelengkapan, data dikelompokan dan ditabulasi berdasarkan variabel yang diteliti kemudian
dilakukan perhitungan untuk masing-masing variabel.
C. HASIL PENELITIAN
1. Gambaran Lokasi Penelitian.
Penelitian ini di lakukan di Puskesmas Kedungsari Kabupaten Mojokerto tahun tanggal 6
mei 2013. Luas wilayah puskesmas kedungsari 2097 meter persegi Puskesmas Kedungsari milik
Dinas Kesehatan Kabupaten Mojokerto yang berdiri sejak tahun 1998 yang di tempatkan di Desa
Kedungsari, tepatnya di jalan raya Kedungsari no. 7 Kedungsari Kecamatan Kemlagi, Kabupaten
Mojokerto. Adapun sarana yang di miliki puskesmas kedungsari terdiri dari 2 dokter, 9 bidan, 8
perawat, 1 ruang kepala puskesmas, 1 ruang UGD dan BP umum, 1 ruang BP gigi, 1 ruang KIA
dan KB, 1 ruang tunggu dan loket, 1 ruang gudang obat dan kamar obat, 1 ruang klinik sanitasi, 1
ruang imunisasi dan laborat, 1 ruang tata usaha, 2 ruang toilet, 1 ruang pertemuan.
Data yang diambil terdiri dari data umum dan data khusus pada 25 ibu hamil. Data umum
terdiri dari umur, pendidikan, pekerjaan, sumber informasi yang di dapat ibu. Data khusus terdiri
dari pengetahuan ibu hamil dalam mengkonsumsi kalsium, kesehatan gigi dan hubungan antara
pengetahuan ibu hamil dalam mengkonsumsi kalsium dengan kesehatan gigi di Puskesmas
Kedungsari Kabupaten Mojokerto. Puskesmas Kedungsari Kabupaten Mojokertomembawai 8
desa terletak di jalan raya kedungsari no.7 kedungsari yang berbatasan dengan:
Sebelah Utara : Wilayah Kecamatan Kemlagi, Kabupaten Mojokerto
Sebelah Timur : Wilayah Kecamatan Gedeg, Kabupaten Mojokerto
Sebelah Selatan : Wilayah Kecamatan Kesamben, Kabupaten Jombang
Sebelah Barat : Wilayah Kecamatan Ngusikan, Kabupaten Jombang
2. Data Umum
a. Karakteristik responden berdasarkan umur
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur Di Puskesmas
Kedungsari Kabupaten Mojokerto Pada Tanggal 6 Mei 2 Juni 2013.
No. Umur Responden Frekuensi Persentase(100 %)
1. <20 3 12
2. 20-35 20 80
3. >35 2 8
Jumlah 25 100
Berdasarkan tabel 2 menunjukkan bahwa hamper seluruh responden berumur 20-35
tahun sejumlah 20 orang (80 %).
Vol 6. No. 1, Maret 2014 MEDICA MAJAPAHIT
b. Karakteristik responden berdasarkan pendidikan
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan Di Puskesmas
Kedungsari Kabupaten Mojokerto Pada Tanggal 6 Mei 2 Juni 2013.
No. Pendidikan responden Frekuensi Persentase (100 %)
1. SD 16 64
2. SMP 6 24
3. SMA 3 12
4. PERGURUAN TINGGI 0 0
Jumlah 25 100
Berdasarkan tabel 3 menunjukkan bahwa sebagian besar responden berpendidikan
SD sejumlah 16 orang (64 %).
3. Data Khusus
a. Kesehatan gigi
Tabel 6. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kesehatan Gigi Ibu Hamil Di
Puskesmas Kedungsari Kabupaten Mojokerto Pada Tanggal 6 Mei - 2 Juni
2013.
No. Kesehatan Gigi Frekuensi Persentase(100 %)
1. DMF-T sangat rendah 10 40
2. DMF-T rendah 15 60
3. DMF-T sedang 0 0
4. DMF-T tinggi 0 0
5. DMF-T sangat tinggi 0 0
Total 25 100
Berdasarkan tabel 6 menunjukkan bahwa sebagian besar responden mempunyai
(DMF-T) rendah artinya mempunyai kesehatan gigi kurang sejumlah 15 orang (60 %).
Vol 6. No. 1, Maret 2014 MEDICA MAJAPAHIT
E. PENUTUP
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa sebagian besar responden mempunyai (DMF-T)
rendah artinya mempunyai kesehatan gigi kurang sejumlah 15 orang (60 %). Oleh sebab itu
diharapkan petugas kesehatan di Puskesmas Kedungsari Kabupaten Mojokerto dapat
memberikan informasi dan konseling dalam mengkonsumsi kalsium pada ibu hamil selama masa
kehamilan terutama yang memiliki pengetahuan kurang dalam mengkonsumsi kalsium.
DAFTAR PUSTAKA.
Achmadi, Endang L. 2008. Gizi dan Keehatan masyarakat. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Adhi. 2010. Manajemen Kesehatan gigi pada Kehamilan. http://www.slideshare.net. Di Akses 16
Februari 2013
Almatsier, Sunita. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik Jakarta: PT Rineka Cipta
Asrinah dkk. 2010. Asuhan kebidanan. Yogyakarta: Graha ilmu
Atiek, S. 2006. Indeks Kebersihan Gigi dan Mulut. http://www.blogspot.com,diakses. Di Akses 10
februari 2013
Constance, Sinclair. 2010. Buku saku kebidanan. Jakarta :EGC
Eko. 2010. Gizi Seimbang Ibu Hamil. b57ev.wordpress.com Di akses 1 Maret 2013
Ellya, eva. 2010. Gizi dalam kesehatan reproduksi. Jakarta: Cv. Trans informasi Media
Eman. 2009. Gizi. http://www.gizi.net. Di Akses 16 Februari 2013
Emid. 2010. Karies Gigi. http://www.garudasentramedika.co.id. Di Akses 29 Februari 13
Hidayah, A. Azis alimul. 2010. Metode Penelitian Kebidanan Tekhnik Analisis Data. Jakarta :
Salemba Medika
Hidayat, A. Azis Alimul. 2007. Riset Keperawatan dan Tekhnik Penulisan Ilmiah. Jakarta : Salemba
Medika
Hudyono, Rikko. 2008. Merawat Gigi saat Hamil. http://asnur-kesehatankita.blogspot.com. Di Akses
17 Februari 2010
Imron, moch. 2010. Metodologi penelitian bidang kesehatan. Jakarta : Sugeng seto
Kosasi. 2011. Karies gigi. http://repository.usu.ac.id. Di akses 16 Februari 2010
Lailana dkk. 2008.Buku ajar gizi kesehatan reproduksi. Jakarta: EGC
Manuaba, dr Ida Ayu Candra. 2009. Mamahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta : EGC
Manuaba. 2006. Memahami kesehatan reproduksi wanita. Jakarta ; EGC
Manuaba. 2010. Ilmu kebidanan, penyakit kandungan, dan KB. Jakarta ; EGC
Maulana, mirza. 2010.Panduan Lengkap Kehamilan. Yogyakarta : Katahati
Meilani dkk,2009. Kebidanan komunitas. Jakarta : fitramaya
Notoatmodjo, Prof.Dr.Soekidjo. 2005. Metodilogi Penelitia Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Notoatmodjo, Prof.Dr.Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Notoatmodjo, Prof.Dr.Soekidjo. 2010. Promosi Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Vol 6. No. 1, Maret 2014 MEDICA MAJAPAHIT
Notoatmodjo. 2007. Promosi kesehatan dan ilmu perilaku. Jakarta : Rineka cipta
Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba
Medika
Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC
Prawiroharjo. 2006. Ilmu kebidanan. Jakarta : EGC
Prawiroharjo. 2009. Ilmu kebidanan. Jakarta ; EGC.
Rohmana, tari.http://health.kompas.com/read/2012/10/17/18530081/6
Utama, Gkisurya. 2009. Gigi Keropos Waktu Hamil. http://www.gkisuryautama.org/artikel.php?id.
Diakses 17 Februari 2010
Wawan dan Dewi. 2010. Pengetahuan, sikap, dan perilaku manusia. Yogyakarta: Nuha Medika
Wawan dan Dewi. 2010. Teori & pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Manusia Dilengkapi
Contoh Kuesioner. Yogyakarta : Nuha Medika
Vol 6. No. 1, Maret 2014 MEDICA MAJAPAHIT
Abstrak
Salah satu masalah fisik sehari-hari yang sering ditemukan pada lansia adalah nyeri punggung
bawah. Salah satu tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah pada nyeri punggung
bawahdapat digunakan Terapi latihan : william flexion exercise. Terapi latihan william flexion
exercise digunakan untuk penguluran otot ekstensor daerah punggung dan penguatan otot-otot daerah
abdomen. Penelitian ini termasuk jenis penelitian dengan desain pre-experimental dengan
menggunakan rancangan theone group pretest-posttest design. Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh lansia yang mengalami nyeri punggung bawah di Panti Werdha Mojopahit Mojokerto yaitu
sejumlah 27 lansia, dan untuk sampel diambil berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi yang
ditentukan oleh peneliti. Untuk pengumpulan data digunakan lembar observasi skala nyeri Bourbanis.
Hasil penelitian didapatkan intensitas nyeri punggung bawah sebelum dilakukan terapi william flexion
exercise yaitu sebagian besar responden mengalami nyeri sedang yaitu sebanyak 6 orang (55 %) dan
terdapat hampir setengah responden lainnya mengalami nyeri berat yaitu 5 orang (45 %). Terjadi
penurunan intensitas nyeri sesudah terapi yang ditunjukkan dengan sebagian besar responden
mengalami nyeri sedang yaitu sebanyak 7 orang (64 %) dan hampir setengah responden lainnya
mengalami nyeri ringan yaitu 5 orang (36 %). Hasil uji statistik menyimpulkan bahwa ada pengaruh
pemberian terapi william flexion exercise terhadap nyeri punggung bawah pada lansia. Simpulan yang
dapat ditarik adalah ada perubahan intensitas nyeri yang dirasakan responden sesudah terapi karena
terjadi penurunan ketegangan otot terutama otot bagian lumbo sacral spine. Maka dari itu terapi
latihan william flexion exercise dapat digunakan sebagai salah satu terapi alternatif dan tidak hanya
berfokus pada terapi farmakologis dalam menangani nyeri khususnya nyeri punggung bawah.
Kata kunci : lansia, nyeri punggung bawah, william flexion exercise
A. PENDAHULUAN
Meningkatnya angka harapan hidup bagi penduduk Indonesia berdampak pada
meningkatnya masalah lanjut usia (lansia) yang semakin kompleks, dari masalah kesehatan
penyakit degeneratif sampai status mental lansia. Hal ini didasari dengan makin lanjutnya usia
seseorang maka kemungkinan terjadinya penurunan anatomik dan fisiologik atas organ-organnya
semakin besar (Boedhi, 2006). Perubahan fisiologis bervariasi pada setiap lansia. Beberapa lansia
tidak mampu melakukan aktivitas atau aktivitasnya terbatas karena adanya masalah fisik,
emosional atau sosial yang membuat lansia merasa sakit. Salah satu masalah fisik sehari-hari yang
sering ditemukan pada lansia adalah nyeri punggung bawah (Bandiyah, 2009). Dengan
munculnya rasa nyeri yang dirasakan oleh lansia ini maka akan mengakibatkan lansia tidak
produktif terutama dalam hal aktivitas maupun keterbatasan dalam merawat dirinya secara
mandiri. Hal ini sangat bertentangan dengan konsep bahwa selama individu tersebut memiliki
semangat untuk hidup serta melakukan kegiatan-kegiatan, maka ia akan tetap produktif dan
berbahagia meskipun usianya telah lanjut, sehingga tidak menjadi beban bagi keluarga dan
masyarakat (Maryam dkk, 2008).
Data epidemiologi mengenai nyeri punggung bawah yang ada yaitu 40% penduduk pulau
Jawa berusia diatas 55 tahun pernah menderita nyeri punggung bawah, prevalensi pada laki-laki
57,2% dan pada wanita 42,8%. Insiden berdasarkan kunjungan pasien dengan keluhan nyeri
punggung bawah ke beberapa rumah sakit di Indonesia berkisar antara 13-17% dari total penyakit
yang dikeluhkan pasien (Sadeli, 2011). Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan di
Panti Werdha Mojopahit Mojokerto didapatkan data jumlah lansia sampai bulan Maret 2012
sebanyak 43 orang dan ditemukan 27 lansia (62,8%) mengalami nyeri punggung bawah. Dari
hasil wawancara, dalam menangani masalah nyeri punggung bawah tersebut sebanyak 16 lansia
1) Penulis adalah Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Majapahit Mojokerto
2) Penulis adalah Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Majapahit Mojokerto
Vol 6. No. 1, Maret 2014 MEDICA MAJAPAHIT
(59,26%) mengatakan langsung minum obat saat nyeri dan sebanyak 11 lansia (40,74%)
mengatakan hanya membiarkannya saja.
Penyebab dari nyeri punggung bawah adalah peregangan dari struktur yang sensitif
terhadap nyeri. Hal lain yang dapat mengakibatkan nyeri punggung bawah misalnya batuk, bersin,
mengangkat benda yang berat, atau peregangan dapat menimbulkan nyeri (Lyndon, 2009).
Gangguan yang terjadi akibat nyeri punggung bawah adanya nyeri tekan pada regio lumbal,
spasme otot-otot punggung, keterbatasan gerak punggung dan penurunan kekuatan otot punggung
dan ekstremitas inferior, sehingga dapat menimbulkan keterbatasan fungsi yaitu gangguan saat
bangun dari keadaan duduk, saat membungkuk, saat duduk atau berdiri lama dan berjalan
(Candra, 2011). Terdapat berbagai tindakan yang dapat dilakukan seorang perawat untuk
mengurangi rasa nyeri yang pasien derita. Tindakan-tindakan tersebut mencakup tindakan non
farmakologis dan tindakan farmakologis. Dalam beberapa kasus nyeri yang sifatnya ringan,
tindakan non farmakologis adalah yang paling utama, sedangkan tindakan farmakologis
dipersiapkan untuk mengantisipasi perkembangan nyeri. Sebagai contoh tindakan non
farmakologis yang dapat dilakukan adalah distraksi, relaksasi, imajinasi terbimbing, stimulasi
kutaneus maupun terapi latihan. Pada kasus nyeri sedang sampai berat, tindakan non farmakologis
menjadi suatu pelengkap yang efektif untuk mengatasi nyeri (Prasetyo, 2010). Salah satu tindakan
yang dapat dilakukan seorang perawat untuk mengatasi masalah pada nyeri punggung bawahdapat
digunakan Terapi latihan : william flexion exercise. Terapi latihan william flexion exercise
digunakan untuk penguluran otot ekstensor daerah punggung dan penguatan otot-otot daerah
abdomen sehingga ketegangan otot dapat menurun akibatnya nyeri dapat berkurang (Agus, 2009).
Oleh sebab itu peneliti tertarik untuk meneliti tentang Pengaruh Terapi William Flexion Exercise
Terhadap Nyeri Punggung Bawah Pada Lansia Di Panti Werdha Mojopahit Mojokerto.
.
B. METODE PENELITIAN
Penelitian ini termasuk jenis penelitian dengan desain pre-experimental dengan
menggunakan rancangan theone group pretest-posttest design. Ciri tipe penelitian ini adalah
mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan satu kelompok subjek.
Kelompok subjek diobservasi sebelum dilakukan intervensi, kemudian diobservasi lagi setelah
intervensi. Pengujian sebab akibat dilakukan dengan cara membandingkan hasil pre-tes dengan
post tes (Nursalam, 2008).
Menentukan Subyek
Penelitian
Melakukan pengukuran intensitas
Pre-Test nyeri sebelum diberikan terapi
Wiliam Flexion Exercise Hasil
Memberikan terapi pengukuran
William Flexion Exercise dibandingkan
yang dilakukan 4-5 antara sebelum
menit, diberikan dan sesudah
sebanyak 2 kali per diberikan terapi
minggu selama 1 bulan Wiliam Flexion
Exercise
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lansia yang mengalami nyeri punggung
bawah di Panti Werdha Mojopahit Mojokerto yaitu sejumlah 27 lansia. Sampel adalah sebagian
obyek yang diambil dari keseluruhan obyek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi
(Notoatmodjo,2005). Jumlah sampel yang dipilih dalam penelitian ini adalah 11 lansia.
Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik non probability sampling dengan metode
purposive sampling yaitu suatu teknik penetapan sampel. Adapun kriteria sampel dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Kriteria inklusi adalah karakteristik sampel yang dapat dimasukkan atau yang layak diteliti,
yaitu :
a. Responden tidak mengonsumsi obat pereda nyeri.
b. Responden berusia 55 sampai dengan 75 tahun.
2. Kriteria eksklusi adalah responden yang tidak layak dijadikan sampel, yaitu:.
a. Responden tidak kooperatif.
b. Responden tidak mampu melakukan ADL secara mandiri.
c. Responden dalam keadaan sakit seperti demam.
d. Responden sedang tidak berada di Panti ketika dilakukan penelitian.
Data dikumpulkan dengan menggunakan lembar observasi skala nyeri Bourbanis.
Lembar observasi dilengkapi dengan karakteristik responden yang berisi: inisial nama, umur,
pendidikan terakhir, pekerjaan, tanggal terapi dan intensitas nyeri yang dirasakan. Pemeriksaan
skala nyeri menggunakan seperangkat alat tulis dengan menggunakan instrumen berupa lembar
observasi intensitas nyeri. Langkah-langkah pengumpulan dimulai dari pemilihan responden
sesuai dengan kriteria inklusi, kemudian peneliti melakukan pendekatan pada responden untuk
menjelaskan maksud dan tujuan penelitian serta perlakukan yang akan diberikan pada responden.
Langkah selanjutnya peneliti mengukur skala nyeri punggung bawah responden sebelum
dilakukan terapi dengan cara responden diminta menunjukkan rasa nyeri antara 0-10, 0 : tidak
nyeri, 1-3 : nyeri ringan,4-6 : nyeri sedang,7-9 : nyeri berat,10 : nyeri sangat berat.
Kemudian peneliti mempersiapkan alat-alat yang akan digunakan untuk terapi William
flexion exercise, dalam hal ini matras. Kemudian membimbing responden untuk dilakukan terapi
Vol 6. No. 1, Maret 2014 MEDICA MAJAPAHIT
selama kurang lebih 4-5 menit, diberikan sebanyak 2 kali per minggu selama 1 bulan pada hari
selasa dan kamis. Setelah selesai terapi peneliti kembali mengukur skala nyeri punggung bawah
respondenAdapun tahap-tahap analisis data adalah sebagai berikut :
a. Analisis univariat
Analisis dilakukan terhadap tiap-tiap variabel dari hasil penelitian. Analisis ini
menghasilkan distribusi dan prosentase dari tiap variable, serta meihat apakah semua data
masuk dalam entry atau ada data yang hilang (missing).
b. Analisis bivariat
Analisis untuk melihat dua variabel yang diduga berhubungan atau berpengaruh,
yaitu variabel independen (terapi william flexion exercise) dan variabel dependen(nyeri
punggung bawah). Dalam analisis hasil penelitian ini digunakan jenis uji Wilcoxon dengan
= 0,05. Bila p 0,05 maka H0 diterima dan H1 ditolak dan Bila p < 0,05 maka H0 ditolak
dan H1 diterima.
C. HASIL PENELITIAN
1. Data Umum
Data ini menggambarkan karakteristik responden yang berada di Panti Werdha
Mojopahit Mojokerto yang meliputi :
a. Karakteristik responden berdasarkan umur
2. Data Khusus
Data ini menggambarkan hasil penelitian yang diperoleh dari responden di Panti
Werdha Mojopahit Mojokerto yang meliputi :
a. Intensitas nyeri punggung bawah pada lansia sebelum diberikan terapi WilliamFlexion
Exercise.
Tabel 2. Distribusi frekuensi intensitas nyeri punggung bawah sebelum
diberikan terapi william flexion exercise
No. Intensitas nyeri punggung bawah Frekuensi Prosentase (%)
1. Tidak Nyeri 0 0
2. Nyeri Ringan 0 0
3. Nyeri Sedang 6 55
4. Nyeri Berat 5 45
5. Nyeri Sangat Berat 0 0
Jumlah 11 100
c. Pengaruh pemberian terapi william flexion exercise terhadap nyeri punggung bawah
pada lansia.
Tabel 4. Distribusi frekuensi pengaruh pemberian terapi william flexion exercise
terhadap nyeri punggung bawah
Sesudah terapi
B
Intensitas Nyeri
e Tidak Nyeri Nyeri Nyeri
nyeri Sangat Jumlah
r Nyeri Ringan Sedang Berat
punggung Berat
d bawah F % F % F % F % F %
a
Tidak
s - - - - - - - - - - -
Nyeri
a
Nyeri
r - - - - - - - - - - -
Ringan
k
Nyeri
a - - 4 36 2 19 - - - - 6 (55%)
Sedang
n
Sebelum
Nyeri
terapi - - - - 5 4% - - - - 5 (45%)
t Berat
a Nyeri
b Sangat - - - - - - - - - - -
e Berat
l 11
Jumlah - - 4 36 7 64 - - - -
(100%)
Analisa
4 Wilcoxon Signed Ranks Test 0,003
uji
didapatkan hasil pada saat pengukuran intensitas nyeri punggung bawah sebelum
dilakukan terapi william flexion exercise responden mengalami nyeri berat sebanyak 5
orang (45 %), sesudah dilakukan terapi dan diukur kembali intensitas nyeri punggung
bawah responden menunjukkan responden mengalami penurunan intensitas nyeri
menjadi nyeri sedang. Untuk responden lainnya saat pengukuran intensitas nyeri
punggung bawah sebelum dilakukan terapi william flexion exercise responden
mengalami nyeri sedang yaitu 6 orang (55 %), sesudah dilakukan terapi dan diukur
kembali intensitas nyeri punggung bawah responden menunjukkan responden
mengalami penurunan intensitas nyeri menjadi nyeri ringan sebanyak 4 orang (36 %)
dan sisanya tetap mengalami nyeri sedang sebanyak 2 orang (19 %). Hasil analisis uji
Wilcoxon Signed Ranks Test diperoleh angka significancy yaitu 0,003. Karena nilai
significancy (p) < 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima yang berarti bahwa ada
pengaruh pemberian terapi william flexion exercise terhadap nyeri punggung bawah
pada lansia.
DAFTAR PUSTAKA
Agus, supriyanto. 2009. Pendekatan Fisioterapi Pada Problem Kapasitas Fisik Dan Kemampuan
Fungsional Pada Kondisi Low Back Pain Miogenik (Online). (http://es.scribd.com, diakses
pada tanggal 20 Maret 2012)
Adhyati,2011. Low back pain (LBP) - USU Repository (Online). (http://repository.usu.ac.id, diakses
pada tanggal 29 Mei 2012)
Bandiyah. 2009. Lanjut Usia. (http://bandiyahs.blogspot.com, diakses pada tanggal 15 Desember
2011)
Boedhi, K. (2006). Asuhan Keperawatan Gerontik (Online). (http://boedhi-
ilmukeperawatan.blogspot.com, diakses pada tanggal 15 Desember 2011)
Candra, 2011. Peran Fisioterapi Dalam Penanganan LBP (Online). (http://etd.eprints.ums.ac.id,
diakses pada tanggal 17 Maret 2012)
Hadian, Agus.2010. Terapi Konservatif untuk Low back Pain (Online). (http://www.jamsostek.co.id,
diakses pada tanggal 29 Mei 2012)
Harsono. 2003. Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Pers
Hidayat, A. Aziz. 2003. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah, Edisi 1. Jakarta : Salemba
medika.
Hidayat, A. Aziz. 2007. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data. Jakarta : Salemba
Medika
Vol 6. No. 1, Maret 2014 MEDICA MAJAPAHIT
Lyndon, saputra. 2010. Intisari Ilmu Penyakit Dalam. Tangerang : Binarupa Aksara
Maryam, R Siti. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta : Salemba Medika
Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Edisi 2. Jakarta :
Salemba Medika
Potter, Patricia A & Perry, Anne Griffin. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,
Proses dan Praktik, Edisi 4. Jakarta : EGC
Prasetyo, Sigit Nian. 2010. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta : Graha Ilmu
Priyambodo, Hanung. 2008. Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kondisi Low Back Pain Miogenik Di
RSUD Boyolali. Karya tulis ilmiah diploma tidak dipublikasikan. Universitas
Muhammadiyah Surakarta
Setyawan, Aris. 2011. Low Back Pain (Online). (http://setyawan.wordpress.com, diakses pada tanggal
21 Maret 2012)
Sinaga. 2009. Nyeri Punggung Bawah/Low Back Pain. (http://sinaga.blogspot.com, diakses pada
tanggal 19 Maret 2012)
Tamsuri, Anas. 2007. Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta :EGC
Zuyina, Luklukaningsih. 2010. Sinopsis Fisioterapi Untuk Latihan. Yogyakarta : Nuha Medika
PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL
Format
1. Artikel diketik dengan dengan spasi ganda pada kertas A4 (210x297).
2. Panjang artikel maksimum 7.000 kata dengan huruf Courier atau Times
New Roman font 11 atau sebanyak 15 20 halaman.
3. Margin atas, bawah, samping kanan, dan samping kiri sekurang kurangnya
1 inchi.
4. Setiap tabel dan gambar diberi nomor urut, judul yang sesuai dengan isi
tabel atau gambar serta sumber kutipan.
5. Kutipan dalam teks menyebutkan nama belakang (akhir) penulis, tahun,
dan nomor halaman jika dipandang perlu, contoh :
a. Satu sumber kutipan dengan satu penulis (Maziyah, 2005), jika
disertai dengan halaman (Maziyah, 2005:19).
b. Satu sumber kutipan dengan dua penulis (Tiagarajan dan Semmel,
1981).
c. Satu sumber kutipan dengan lebih dari dua penulis (Anderson dkk,
1982).
d. Dua sumber kutipan dengan penulis yang sama (Anderson, 1988,
1989), jika tahun publikasi sama (Anderson, 1988a, 1988b).
e. Sumber kutipan dari satu institusi sebaiknya menyebutkan singkatan
atau akronim yang bersangkutan (BPN, 2007:BPS, 2008).
Penyerahan Artikel
Artikel diserahkan dalam bentuk compact disk (CD) dan dua eksemplar yang
tercetak, kepada