Anda di halaman 1dari 25

TAHAPAN EKSPLORASI PERTAMBANGAN DAN

EKSPLORASI BAHAN GALIAN EMAS

1. PENDAHULUAN

Eksplorasi mineral itu tidak hanya berupa kegiatan sesudah penyelidikan


umum itu secara positif menemukan tanda-tanda adanya letakan bahan galian,
tetapi pengertian eksplorasi itu merujuk kepada seluruh urutan golongan besar
pekerjaan yang terdiri dari :

Peninjauan (Reconnaissance) atau prospeksi atau penyelidikan umum)


dengan tujuan mencari prospek,
Penilaian ekonomi prospek yang telah diketemukan, dan
Tugas-tugas menetapkan bijih tambahan di suatu tambang

Di Indonesia sendiri nama-mana dinas atau divisi suatu organisasi


perusahaan, lembaga pemerintahan serta penelitian memakai istilah eksplorasi
untuk kegiatannya yang mencakup mulai dari mencari prospek sampai menentukan
besarnya cadangan mineral. Sebaliknya ada beberapa negara, misalnya Perancis
dan Uni Soviet (sebelum negara ini bubar) yaEng menggunakan istilah eksplorasi
untuk kegiatan mencari mineralisasi dan prospeksi untuk kegiatan penilaian
ekonomi suatu prospek (Peters, 1978). Selanjutnya istilah eksplorasi mineral yang
dipakai dalam buku ini berarti keseluruhan urutan kegiatan mulai mencari letak
mineralisasi sampai menentukan cadangan insitu hasil temuan mineralisasi.
Selanjutnya istilah eksplorasi mineral yang dipakai dalam buku ini berarti
keseluruhan urutan kegiatan mulai dari mencari letak mineralisasi sampai
menentukan cadangan insitunya. Berikut adalah tahapan-tahapan dalam usaha
pertambangan:

1. Tahap Penyelidikan Umum (General Survey)

2. Tahap Eksplorasi (Exploration)

3. Tahap Studi Kelayakan (Feasibility Study), termasuk AMDAL

1
4. Tahap Konstruksi (Construction), yaitu pembangunan prasarana dan
sarana usaha pertambangan

5. Tahap Operasi dan Produksi (Operations & Production), yang dulu


dikenal dengan Tahap Eksploitasi

6. Tahap Penutupan Tambang (Mine Closure), termasuk reklamasi,


rehabilitasi dan revegetasi

Tahap Eksplorasi dilaksanakan melalui 4 (empat) kegiatan utama, yakni :

1. Survei Tinjau, yaitu kegiatan eksplorasi awal terdiri dari pemetaan geologi
regional, pemotretan udara, pengambilan citra satelit dan metode survei
tidak langsung lainnya untuk mengedintifikasi daerah-daerah anomial atau
meneraliasasi yang prospektif untuk diselidiki lebih lanjut.
Sasaran utama dari peninjauan ini adalah mengedintifikasi derah-daerah
mineralisasi/ cebakan skala regional terutama hasil studi geologi regional
dan analisis pengindraan jarak jauh (remote sensing) untuk dilakukannya
pekerjaan pemboran. Pekerjaan yang dilakukan pada tahap kegiatan ini
adalah pemetaan geologi dengan skala 1 : 25.000 sampai skala 1 : 10.000.
Penyelidikan geologi yang berkaitan dengan aspek-aspek geologi
diantaranya: pemetaan geologi, parit uji, sumur uji. Pada penyelidikan
geologi dilakukan pemetaan geologi yaitu dengan melakukan pengamatan
dan pengambilan conto yang berkaitan dengan aspek geologi di lapangan.
Adapun pengamatan yang dilakukan meliputi: Jenis litologi, mineralisasi,
ubahan dan struktur pada singkapan, sedangkan pengambilan conto berupa
batuan terpilih. Disamping itu juga dilakukan pembuatan Sumur Uji, Survei
Geofisika dengan Induced Polarization (IP) yang lebih dikenal dengan
survey geolistrik atau aeromagnetic survey, yaitu survei dari udara
menggunakan pesawat terbang (helicopter atau fixed wing) yang dilengkapi
dengan perekam magnetic. Hasil dari Survei Tinjau ini berupa sumber daya
emas hipotetik sampai tereka.

2
2. Prospeksi Umum, dilakukan untuk mempersempit dearah yang
mengandung cebakan mineral yang potensial. Kegiatan Penyelidikan
dilakukan dengan cara pemetaan geologi dan pengambilan conto awal,
misalnya puritan dan pemboran yang terbatas, studi geokimia dan geofisika,
yang tujuanya untuk mengidentifikasi besaran Sumber Daya Mineral yang
perkiraan dan kualitasnya dihitung berdasarkan hasil analisis kegiatan di
atas.
Tahap ini merupakan kelanjutan dari tahap Survei Tinjau. Cakupan derah
yang diselidikii lebih kecil dengan skala peta antara 1 : 50.000 sampai
dengan 1 : 25.000. Data yang didapat meliputi morfologi (topografi) dan
kondisi geologi (jenis batuan/stratigrafi dan struktur geologi yang
berkembang). Pengambilan contoh pada derah prospek berdasarkan alterasi
dan mineralisasi dilakukan secara sistematis dan terperinci untuk analisa di
laboratorium, sehingga dapat diketahui kadar/kualitas cebakan mineral
suatu daerah yang akan dieksplorasi.
3. Eksplorasi awal, yaitu deliniasi awal dari suatu endapan yang
teridentifikasi.
4. Exsplorasi rinci, yaitu tahap eksplorasi untuk mendeliniasi secara rinci
dalam tiga dimensi terhadap endapan mineral yang telah diketahui dari dari
percontohan singkapan, paritan, dan lubang bor.

Pada dasarnya pekerjaan yang dilakukan pada tahapan eksplorasi adalah:

Pemetaan geologi dan topografi skala 1 : 5.000 sampai 1 : 1.000.

Pengambilan conto dan analisis conto.

Penyelidikan geofisika, yaitu penyelidikan yang berdasarkan sifat fisik


batuan, untuk dapat mengetahui struktur bawah permukaan serta geometri
cebakan mineral. Pada survei ini dilakukan pengukuran topografi, IP,
Geomagnit, dan Geolistrik.

Pemboran Inti. Hasilnya berupa jumlah perhitungan sumberdaya bijih emas


terunjuk dan terukur.

3
2. TAHAP DALAM PERENCANAAN
2.1. Tahap Eksplorasi Pendahuluan

Menurut White (1997), dalam tahap eksplorasi pendahuluan ini tingkat


ketelitian yang diperlukan masih kecil sehingga peta-peta yang digunakan dalam
eksplorasi pendahuluan juga berskala kecil 1 : 50.000 sampai 1 : 25.000. Adapun
langkah-langkah yang dilakukan pada tahap ini adalah :

1.1.1. Studi Literatur

Dalam tahap ini, sebelum memilih lokasi-lokasi eksplorasi dilakukan studi


terhadap data dan peta-peta yang sudah ada (dari survei-survei terdahulu), catatan-
catatan lama, laporan-laporan temuan dll, lalu dipilih daerah yang akan disurvei.
Setelah pemilihan lokasi ditentukan langkah berikutnya, studi faktor-faktor geologi
regional dan provinsi metalografi dari peta geologi regional sangat penting untuk
memilih daerah eksplorasi, karena pembentukan endapan bahan galian dipengaruhi
dan tergantung pada proses-proses geologi yang pernah terjadi, dan tanda-tandanya
dapat dilihat di lapangan.

1.1.2. Survei Dan Pemetaan

Jika peta dasar (peta topografi) dari daerah eksplorasi sudah tersedia, maka
survei dan pemetaan singkapan (outcrop) atau gejala geologi lainnya sudah dapat
dimulai (peta topografi skala 1 : 50.000 atau 1 : 25.000). Tetapi jika belum ada,
maka perlu dilakukan pemetaan topografi lebih dahulu. Kalau di daerah tersebut
sudah ada peta geologi, maka hal ini sangat menguntungkan, karena survei bisa
langsung ditujukan untuk mencari tanda-tanda endapan yang dicari (singkapan),
melengkapi peta geologi dan mengambil conto dari singkapan-singkapan yang
penting.

Selain singkapan-singkapan batuan pembawa bahan galian atau batubara


(sasaran langsung), yang perlu juga diperhatikan adalah perubahan/batas batuan,
orientasi lapisan batuan sedimen (jurus dan kemiringan), orientasi sesar dan tanda-

4
tanda lainnya. Hal-hal penting tersebut harus diplot pada peta dasar dengan bantuan
alat-alat seperti kompas geologi, inklinometer, altimeter, serta tanda-tanda alami
seperti bukit, lembah, belokan sungai, jalan, kampung, dll. Dengan demikian peta
geologi dapat dilengkapi atau dibuat baru (peta singkapan).

Tanda-tanda yang sudah diplot pada peta tersebut kemudian digabungkan


dan dibuat penampang tegak atau model penyebarannya (model geologi). Dengan
model geologi hepatitik tersebut kemudian dirancang pengambilan conto dengan
cara acak, pembuatan sumur uji (test pit), pembuatan paritan (trenching), dan jika
diperlukan dilakukan pemboran. Lokasi-lokasi tersebut kemudian harus diplot
dengan tepat di peta (dengan bantuan alat ukur, teodolit, BTM, dll.). Dari kegiatan
ini akan dihasilkan model geologi, model penyebaran endapan, gambaran mengenai
cadangan geologi, kadar awal, dll. dipakai untuk menetapkan apakah daerah survei
yang bersangkutan memberikan harapan baik (prospek) atau tidak. Kalau daerah
tersebut mempunyai prospek yang baik maka dapat diteruskan dengan tahap
eksplorasi selanjutnya.

2.2. Tahap Eksplorasi Detail

Setelah tahapan eksplorasi pendahuluan diketahui bahwa cadangan yang


ada mempunyai prospek yang baik, maka diteruskan dengan tahap eksplorasi detail
(White, 1997). Kegiatan utama dalam tahap ini adalah sampling dengan jarak yang
lebih dekat (rapat), yaitu dengan memperbanyak sumur uji atau lubang bor untuk
mendapatkan data yang lebih teliti mengenai penyebaran dan ketebalan cadangan
(volume cadangan), penyebaran kadar/kualitas secara mendatar maupun
tegak. Dari sampling yang rapat tersebut dihasilkan cadangan terhitung dengan
klasifikasi terukur, dengan kesalahan yang kecil (<20%), sehingga dengan
demikian perencanaan tambang yang dibuat menjadi lebih teliti dan resiko dapat
dihindarkan.

Pengetahuan atau data yang lebih akurat mengenai kedalaman, ketebalan,


kemiringan, dan penyebaran cadangan secara 3-Dimensi (panjang-lebar-tebal) serta
data mengenai kekuatan batuan sampling, kondisi air tanah, dan penyebaran

5
struktur (kalau ada) akan sangat memudahkan perencanaan kemajuan tambang,
lebar/ukuran bahwa bukaan atau kemiringan lereng tambang. Juga penting untuk
merencanakan produksi bulanan/tahunan dan pemilihan peralatan tambang maupun
prioritas bantu lainnya.

3. STUDI KELAYAKAN

Pada tahap ini dibuat rencana peoduksi, rencana kemajuan tambang, metode
penambangan, perencanaan peralatan dan rencana investasi tambang. Dengan
melakukan analisis ekonomi berdasarkan model, biaya produksi penjualan dan
pemasaran maka dapatlah diketahui apakah cadangan bahan galian yang
bersangkutan dapat ditambang dengan menguntungkan atau tidak.

4. EKSPLORASI EMAS

Dalam penambangan emas, logam emas tidak berada dalam bentuk murninya,
akan tetapi masih bercampur dengan logam dan campuran lain. Karena itu perlu
adanya pemisahan dan pemurnian logam emas. Selama ini, pemisahan emas
dilakukan dengan cara sianidasi, amalgamasi, dan peleburan.Leaching Sianida
adalah proses pelarutan selektif oleh sianida dimana hanya logam-logam tertentu
yang dapat larut, misalnya Au, Ag, Cu, Zn, Cd, Co dan lain-lain. Proses Sianidasi
terdiri dari dua tahap penting, yaitu proses pelarutan / pelindian ( leaching ) dan
proses pemisahan emas ( recovery ) dari larutan kaya. Pelarut yang biasa digunakan
dalam proses cyanidasi adalah Sodium Cyanide ( NaCN ), Potassium Cyanide (
KCN ) , Calcium Cyanide [ Ca(CN)2 ], atau Ammonium Cyanide ( NH4CN ).
Pelarut yang paling sering digunakan adalah NaCN, karena mampu melarutkan
emas lebih baik dari pelarut lainnya.

6
diagram alir proses pengolahan emas sianidasi
Tahapan amalgamasi secara sederhana sebagai berikut :

Sebelum dilakukan amalgamasi hendaknya dilakukan proses kominusi dan


konsentrasi gravitasi, agar mencapai derajat liberasi yang baik sehingga permukaan
emas tersingkap.

Pada hasil konsentrat akhir yang diperoleh ditambah merkuri ( amalgamasi )


dilakukan selama + 1 jam

Hasil dari proses ini berupa amalgam basah ( pasta ) dan tailing. Amalgam basah
kemudian ditampung di dalam suatu tempat yang selanjutnya didulang untuk
pemisahan merkuri dengan amalgam

Terhadap amalgam yang diperoleh dari kegiatan pendulangan kemudian dilakukan


kegiatan pemerasan ( squeezing ) dengan menggunakan kain parasut untuk
memisahkan merkuri dari amalgam ( filtrasi ). Merkuri yang diperoleh dapat
dipakai untuk proses amalgamasi selanjutnya. Jumlah merkuri yang tersisa dalam

7
amalgan tergantung pada seberapa kuat pemerasan yang dilakukan. Amalgam
dengan pemerasan manual akan mengandung 60 70 % emas, dan amalgam yang
disaring dengan alat sentrifugal dapat mengandung emas sampai lebih dari 80 %.

Retorting yaitu pembakaran amalgam untuk menguapkan merkuri, sehingga yang


tertinggal berupa alloy emas.

Sedangkan pemurnian emas dengan cara elektrolisis. Elektrolisis merupakan


proses kimia yang mengubah energi listrik menjadi energi kimia. Namun metode-
metode tersebut banyak menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan. Hal ini
karena bahan kimia yang digunakan untuk reaksi-reaksi diatas bersifat toksik
terhadap lingkungan.

Pencucian tumpukan batuan dengan sianida (Cyanide Heap Leaching) dianggap


sebagai cara paling hemat biaya untuk memisahkan butir-butir emas yang halus.
Tapi cara ini sangat tidak ramah lingkungan karena sianida dapat melepaskan
logam-logam berat lainnya seperti kadmium, timah, merkuri yang berbahaya bagi
manusia dan ikan, dalam konsentrasi rendah sekalipun. Menurut laporan Program
lingkungan PBB (UNEP), dari tahun 1985 hingga 2000, lebih dari selusin waduk
pembuangan limbah tambang emas mengandung sianida ambruk.

Metode amalgamasi, yang dalam penggunaannya melibatkan raksa, hanya dapat


mengisolasi emas sekitar 50%-60%. Selain dinilai tidak efisien, raksa juga
menghasilkan residu yang berdampak negatif bagi lingkungan. Bahkan uap
raksapun dianggap berbahaya jika terhirup manusia. Gejala keracunan pada
manusia antara lain : batuk, nyeri dada, bronchitis, pneumonia, tremor, insomnia,
sakit kepala, cepat lelah, kehilangan berat badan, dan gangguan pencernaan.

Mengingat metode-metode yang tidak ramah lingkungan tersebut, maka diperlukan


metode lain yang lebih ramah terhadap lingkungan. Sejak lama telah diketahui
bahwa tumbuhan memiliki kemampuan untuk mengambil emas dari tanah dan
mengakumulasikannya dalam jaringan secara cepat, baik secara aktif melalui
metabolisme tumbuhan atau secara pasif melalui gugus fungsional dalam jaringan

8
tumbuhan. Kemampuan ini dapat dimanfaatkan untuk memperoleh kembali ion
emas(III) dari larutannya.

Dewasa ini telah banyak dikembangkan metode adsorpsi dengan menggunakan


biomassa tumbuhan, yang dikenal sebagai metode fitofiltrasi. Biomassa tumbuhan
dapat digunakan untuk mengadsorpsi ion logam kationik maupun anionik. Berbagai
penelitian menunjukkan bahwa biomassa tumbuhan dapat mengikat berbagai ion
logam seperti Cu(II), Ni(II), Cd(II), Cr(III), Sn(II), Au(III), dan Zn(II). Selain itu,
biomassa bersifat biodegradable, sehingga penggunaannya bersifat ramah
lingkungan.

Gugus-gugus aktif yang terdapat pada protein dalam tumbuhan berperan penting
bagi proses pengikatan ion logam. Tumbuhan yang memiliki kadar protein tinggi
dan dapat digunakan untuk mengikat emas(III) dengan metode fitofiltrasi adalah
rumput gajah.

Metode fitofiltrasi ini diharapkan sebagai metode alternatif yang dapat digunakan
dalam pengolahan pertambangan emas di Indonesia, sehingga residu dari hasil
tambang emas yang diperoleh tidak akan membahayakan bagi lingkungan, hewan,
dan manusia.

Pengolahan emas sistem pelarutan ( leaching) sianida ataupun tiourea konvensional


baru bernilai jika dilakukan terhadap batuan dengan kandungan minimal emas 5
gram / ton. Padahal dalam kenyataannya mayoritas batuan emas memiliki
kandungan yang lebih kecil dari itu. Agar batuan dengan kandungan emas minimal
1 gram / ton dapat diproses secara ekonomis, maka diciptakan sistem pengolahan
dump leach / heap leach.

Berbeda dengan cara - cara konvensional, dalam sistem ini tidak dilakukan
penghalusan ukuran batuan. Dengan kata lain tak perlu dilakukan proses - proses
mekanis terhadap batuan hasil tambang. Batuan dengan ukuran seperti apa adanya
ditumpuk diatas bidang datar ( lapang) yng telah dilapisi polimer sejenis plastik.
Plastik berfungsi menahan cairan kimia agar tak meresap ke lapisan tanah di
bawahnya, sehingga aman dari pencemaran.

9
Proses pelarutan dilakukan dengan menyemprot cairan kimia dengan metode hujan
buatan melalui sprinkle - sprinkle yang ditempatkan di atas tumpukan batuan. Tetes
larutan selanjutnya akan melakukan penetrasi ke pori - pori batuan, melarutkan
logam - logam yang di inginkan. Gaya grafitasi membawa larutan logam ke bagian
bawah dan selanjutnya dialirkan ke kolam / danau penampungan. Hasil larutan yang
telah masuk ke kolam / danau kemudian diproses untuk mendapatkan logam emas
dan perak.

Kegiatan eksplorasi di daerah Pongkor, Jawa Barat di antaranya meliputi Pemetaan


Geologi Detail (PGD), core logging, detailed mapping structure, pemboran dan
evaluasi, serta modeling geologi.

Untuk bauksit, kegiatan eksplorasi di Mempawah, Landak, Tayan, dan Munggu


Pasir, Kalimantan Barat. Total biaya eksplorasi bauksit selama Februari 2012
adalah sebesar Rp1 miliar

10
4.1 Metode geolistrik/resistivity dalam eksplorasi emas

Emas merupakan salah satu bahan galian logam yang bernilai tinggi baik
dari sisi harga maupun sisi penggunaan. Logam ini juga merupakan logam pertama
yang ditambang karena sering dijumpai dalam bentuk logam murni. Bahan galian
ini sering dikelompokkan ke dalam logam mulia (precious metal). Penggunaan
emas telah dimulai lebih dari 5000 tahun yang lalu oleh bangsa Mesir. Emas
digunakan untuk uang logam dan merupakan suatu standar untuk sistem keuangan
di beberapa negara. Di samping itu emas juga digunakan secara besar-besaran pada
industri barang perhiasan.

Ada tiga hal penting dalam membahas pembentukan emas, yaitu

1. suatu reservoar yang mengandung emas meskipun dalam kadar yang tidak
begitu besar

2. larutan airpanas yang dapat membawa emas ke tempat penjebakan

3. tempat penjebakan

Emas dapat dijumpai dalam jumlah cukup besar pada inti bumi dan batuan-batuan
yang berukuran halus, seperti lempung hitam. Dua hal ini merupakan reservoar
potensial dari logam emas ini.

Emas murni sangat mudah larut dalam KCN, NaCN, dan Hg (air raksa). Sehingga
emas dapat diambil dari mineral pengikatnya melalui amalgamasi (Hg) atau dengan
menggunakan larutan sianida (biasanya NaCN) dengan karbon aktif. Di antara
kedua metode ini, metode amalgamasi paling mudah dilakukan dan tentunya
dengan biaya yang relatif rendah. Hanya dengan modal air raksa dan alat pembakar,
emas dengan mudah dapat diambil dari pengikatnya. Metode ini umumnya dipakai
oleh penduduk lokal untuk mengambil emas dari batuan pembawanya.

11
4.1.1 Tambang Emas di Indonesia dan Cara Pengolahan Limbahnya

Indonesia memiliki berbagai macam bahan tambang yang terdapat di


berbagai daerah. Minyak bumi, gas alam, emas, batubara, bijih besi, dan aspal
merupakan jenis-jenis bahan tambang yang dimiliki oleh Indonesia. Salah satu jenis
bahan tambang yang cukup banyak dan tersebar ketersediaannya di Indonesia
adalah emas. Emas merupakan salah satu jenis bahan tambang yang memiliki nilai
ekonomis sangat tinggi. Emas hampir dipasarkan dan diperdagangkan hampir di
semua pasar perdagangan bahan tambang di seluruh dunia. Nilai investasi emas
meningkat setiap terjadi perdagangan emas dalam jumlah yang cukup besar.
Bahkan, jika dilihat lebih jauh lagi, emas memberikan kontribusi berupa devisa
yang sangat besar bagi negara-negara pengekspor emas.

Emas tidak terdapat di lapisan tanah yang cukup dalam dari permukaan bumi atau
permukaan tanah. Bisa dikatakan bahwa bahan tambang jenis ini terletak di
permukaan tanah, daerah aliran sungai yang berisi endapan-endapan mineral,
bahkan di daerah hilir sungai yang merupakan akhir dari arah aliran air sungai yang
mungkin saja menjadi tempat berkumpulnya arah aliran beberapa sungai yang
membawa endapan-endapan mineral. Emas merupakan salah satu jenis mineral
yang memiliki banyak manfaat. Jenis mineral ini dapat digunakan sebagai bahan
konduktor pengantar panas di beberapa jenis alat elektronik. Namun, kegunaan
emas yang utama adalah sebagai bahan perhiasan berupa kalung, emas, cincin, dan
lain sebagainya. Jadi, secara garis besar, emas memiliki berbagai manfaat untuk
kehidupan manusia.

Untuk mendapatkan emas yang terletak di permukaan tanah ataupun yang terletak
di daerah aliran sungai tidaklah terlalu sulit. Pencariannya hanya mempergunakan
alat-alat yang sederhana. Teknik pencarian dan pengolahan limbahnya sangat
sederhana. Namun, untuk mendapatkan emas yang terdapat di dalam lapisan tanah
dengan kedalaman tertentu, pencarian emas perlu dipergunakan alat-alat teknologi
dan teknik pencarian yang cukup sulit. Survey lokasi merupakan salah satu kegiatan
awal yang diperlukan untuk mengetahui jumlah ketersediaan emas, posisi atau letak

12
emas, dan kedalaman emas dari permukaan tanah. Daerah yang memiliki banyak
ketersediaan emas tentu saja harus menjadi basis atau sumber pencarian dan
pengolahan limbah hasil eksplorasi emas. Daerah-daerah inilah yang kemudian
menjadi daerah-daerah tambang emas yang mungkin saja alam dan lingkungannya
dapat rusak karena adanya kegiatan penambangan emas ini.

Pengolahan emas ini selain menguntungkan juga dapat memberikan beberapa efek
negatif. Selain melakukan eksplorasi alam secara berlebihan, penambangan emas
dan pengolahan emas akan menghasilkan limbah yang dapat mencemari
lingkungan. Kasus pencemaran limbah akibat penambangan emas salah satunya
terjadi di Perairan Pantai Buyat. Dugaan terjadinya pencemaran logam berat di
perairan pantai Buyat karena pembuangan limbah padat (tailing) seharusnya tidak
akan terjadi, seandainya limbah tersebut sebelum dibuang dilakukan pengolahan
lebih dulu. Pengolahan limbah bertujuan untuk mengurangi hingga kadarnya
seminimal mungkin bahkan jika mungkin menghilangkan sama sekali bahan-bahan
beracun yang terdapat dalam limbah sebelum limbah tersebut dibuang. Walaupun
peraturan dan tatacara pembuangan limbah beracun telah diatur oleh Pemerintah
dalam hal ini Kementrian Lingkungan Hidup, tetapi dalam prakteknya dilapangan,
masih banyak ditemukan terjadinya pencemaran akibat limbah industri. Mungkin
terbatasnya tenaga pengawas disamping proses pengolahan limbah biasanya
memerlukan biaya yang cukup besar.Logam berat adalah logam yang massa atom
relatifnya besar, kelompok logam-logam ini mempunyai peranan yang sangat
penting dibidang industri misalnya : Kadmium Cd digunakan untuk bahan batery
yang dapat diisi ulang. Kromium Cr untuk pemberi warna cemerlang atau verkrom
pada perkakas dari logam. Kobalt Co untuk bahan magnet yang kuat pada
loudspeker atau microphone. Tembaga Cu untuk kawat listrik. Nikel Ni untuk
bahan baja tahan karat atau stainless steel. Timbal Pb untuk bahan battery atau Accu
pada mobil. Seng Zn untuk pelapis kaleng. Mercury Hg dapat melarutkan emas
sehingga banyak digunakan untuk memisahkan emas dari campurannya dengan
tanah, bahan pengisi termometer dan dan masih banyak lagi kegunaan logam berat.
Hanya sangat disayangkan disamping begitu banyak kegunaannya, kelompok

13
logam-logam berat ini sangat beracun misalnya Hg, Pb Cd dan Cr dan lain-lain.
Ditambah lagi sifatnya yang akumulatif di dalam tubuh manusia, dimana setelah
logam berat ini masuk ke dalam tubuh manusia, biasanya melalui makanan yang
tercemar logam berat. Logam berat ini tidak dapat dikeluarkan lagi oleh tubuh
sehingga makin lama jumlahnya akan semakin meningkat. Jika jumlahnya telah
cukup besar baru pengaruh negatifnya terhadap kesehatan mulai terlihat, biasanya
logam-logam berat ini menumpuk di otak, syaraf, jantung, hati, ginjal yang dapat
menyebabkan kerusakan pada jaringan yang ditempatinya. Tersebarnya logam
berat di tanah, peraian ataupun udara dapat melalui berbagai hal misalnya,
pembuangan secara langsung limbah industri, baik limbah padat maupun limbah
cair, tetapi dapat pula melalui udara karena banyak industri yang membakar begitu
saja limbahnya dan membuang hasil pembakaran ke udara tanpa melalui
pengolahan lebih dulu. Banyak orang beranggapan bahwa dengan cara membakar
maka limbah beracun tersebut akan hilang, padahal sebenarnya kita hanya
memindahkan dan menyebarkan limbah beracun tersebut keudara. Pencemaran
dengan cara ini lebih berbahaya karena udara lebih dinamis sehingga dampak yang
diakibatkannya juga akan lebih luas dan membersihkan udara jauh lebih sulit.

Dalam kasus Buyat, logam berat mercury kemungkinan dapat berasal dari limbah
proses pemisahan biji emas atau dari tanah bahan tambangnya sendiri memang
mengandung mercury. Banyak alternatif yang dapat digunakan untuk mengolah
limbah yang mengandung logam berat kususnya mercury diantaranya ialah dengan
teknologi Low TemperatureThermal Desorption (LTTD) atau dengan teknologi
Phytoremediation. Pada sistem thermal desorption, material diuraikan pada suhu
rendah (< 300 oC) dengan pemanasan tidak langsung serta kondisi tekanan udara
yang rendah (vakum). Dengan kondisi tersebut material akan lebih mudah diuapkan
dibandingkan dalam tekanan tinggi. Jadi dalam sistem ini yang terjadi adalah proses
fisika tidak ada reaksi kimia seperti misalnya reaksi oksidasi. Cara ini sangat efektif
untuk memisahkan bahan-bahan organik yang mudah menguap misalnya, (volatile
organic compounds/VOCs), semi-volatile organic compounds (SVOCs), (poly
aromatic hydrocarbon/PAHs), (poly chlorinated biphenyl/PCBs), minyak, pestisida

14
dan beberapa logam Cadmium, Mercury Timbal serta non logam misal Arsen,
Sulfur, Chlor dan lain-lain. Material yang telah terpisah dalam bentuk uapnya akan
lebih mudah untuk dikumpulkan kembali dengan cara dikondensasikan, diadsorbsi
menggunakan filter, larutan atau media lain sehingga tidak tersebar kemana-mana.
Dengan sistem thermal desorption material yang berbahaya dipisahkan agar lebih
mudah untuk ditangani entah akan dibuang atau dimanfaatkan kembali, sedangkan
bahan-bahan organik yang sukar menguap akan terkarbonisasi menjadi arang.

Limbah padat yang mengandung polutan mercury dan arsen dimasukkan ke dalam
sistem LTTD, limbah akan mengalami pemanasan tidak langsung dengan kondisi
tekanan udara lebih kecil dari 1 atmosfer. Polutan mercury dan arsen akan menguap
(desorpsi), sedangkan limbah padat yang telah bersih dari polutan dapat dibuang ke
tempat penampungan. Kemudian uap polutan yang terbentuk dialirkan ke dalam
media pengabsorpsi (absorber). Untuk menangkap uap logam mercury dapat
digunakan butiran logam perak atau tembaga yang kemudian membentuk amalgam.
Sedangkan untuk menangkap ion-ion mercury dan arsen dapat digunakan larutan
hidroksida (OH- ), sulfida (S2-) yang akan mengendapkan ion-ion tersebut. Dalam
sistem ini perlu ditambahkan wet scrubber dan filter karbon untuk menangkap
partikulat dan gas-gas beracun yang mungkin terbentuk pada proses desorbsi.
Keunggulan sistem ini ialah prosesnya cepat dan biaya investasi peralatan dan
operasionalnya murah, unitnya dapat dibuat kecil sehingga dapat dibuat sistem yang
mobil.

Teknologi mengolah limbah dengan sistem Phytoremediasi, menggunakan tanaman


sebagai alat pengolah bahan pencemar. Pada limbah padat atau cair yang akan
diolah, ditanami dengan tanaman tertentu(tanaman sawi , alpine pennycress , rami,
dan pigweed) yang dapat menyerap, mengumpulkan, mendegradasi bahan-bahan
pencemar tertentu yang terdapat di dalam limbah tersebut. Banyak istilah yang
diberikan pada sistem ini sesuai dengan mekanisme yang terjadi pada prosesnya.
Misalnya : Phytostabilization, yaitu polutan distabilkan di dalam tanah oleh
pengaruh tanaman, Phytostimulation: akar tanaman menstimulasi penghancuran
polutan dengan bantuan bakteri rhizosphere, Phytodegradation, yaitu tanaman

15
mendegradasi polutan dengan atau tanpa menyimpannya di dalam daun, batang atau
akarnya untuk sementara waktu, Phytoextraction, yaitu polutan terakumulasi di
jaringan tanaman terutama daun, Phytovolatilization, yaitu polutan oleh tanaman
diubah menjadi senyawa yang mudah menguap sehingga dapat dilepaskan ke udara,
dan Rhizofiltration, yaitu polutan diambil dari air oleh akar tanaman pada sistem
hydroponic.

Proses remediasi polutan dari dalam tanah atau air terjadi karena jenis tanaman
tertentu dapat melepaskan zat carriers yang biasanya berupa senyawaan kelat,
protein, glukosida yang berfungsi mengikat zat polutan tertentu kemudian
dikumpulkan dijaringan tanaman misalnya pada daun atau akar. Keunggulan sistem
phytoremediasi diantaranya ialah biayanya murah dan dapat dikerjakan insitu,
tetapi kekurangannya diantaranya ialah perlu waktu yang lamadan diperlukan
pupuk untuk menjaga kesuburan tanaman, akar tanaman biasanya pendek sehingga
tidak dapat menjangkau bagian tanah yang dalam. Yang perlu diingat ialah setelah
dipanen, tanaman yang kemungkinan masih mengandung polutan beracun ini harus
ditangani secara khusus.

Tidak bisa disangkal masalah lingkungan lahir dan berkembang karena faktor
manusia jauh lebih besar dan rumit (complicated) dibandingkan dengan faktor alam
itu sendiri. Manusia dengan berbagai dimensinya, terutama dengan faktor mobilitas
pertumbuhannya, dan begitu juga dengan faktor proses masa atau zaman yang
mengubah karakter dan pandangan manusia, merupakan faktor yang lebih cepat
dikatakan kepada masalah-masalah lingkungan hidup.

Limbah mercuri di buang ke sungai Krueng Sabee oleh petambang yang melakukan
eksplorasi tambang emas Aceh Jaya. Eksplorasi di Gunung Ujeun telah terus
berlanjut, tamu dari daerah juga berdatangan mencari emas dengan cara tradisional.
Memisahkan emas dengan menggunakan mercuri berdasarkan berat jenis. Mercuri
diendapkan kedalam tanah alluvial yang mengandung emas, emas naik ke atas dan
endapan lain mengendap kebawah, emas muncul ke permukaan.

16
Seperti itulah teknik pengambilan emas dengan merkuri yang menghasilkan limbah
sangat berbahaya bagi makhluk hidup. Limbah di buang ke daerah aliran sungai
tanpa ada proses pengolahan sama sekali oleh masyarakat. Merkuri (Hg) adalah
jenis logam sangat berat, membeku pada temperatur 38,9oC dan mendidih pada
temperatur 357oC.

Merkuri dapat diakumulasi dalam tubuh manusia adalah merkuri yang berbentuk
methyl merkuri (CH3Hg), juga dapat terakumulasi dalam ikan. Kasus keracunan
metil merkuri pada orang, baik anak maupun orang dewasa, diberitakan secara
besar-besaran pasca Perang Dunia ke-2 di Jepang disebut sebagai Minamata
Disease (Penyakit Minamata).

Pemandangan pengilingan emas dilakukan oleh kelompok masyarakat di depan


rumah mereka di Aceh Jaya, hasil limbahnya langsung di buang ke sungai yang
berakibat langsung terhadap kehidupan manusia dan biota sepanjang kehidupan
daerah aliran sungai tersebut, yang bersentuhan langsung dengan aktivitas
ekosistem. Dekat aliran sungai telah berdiri warung kecil menyediakan ikan bakar
bagi pengunjung dan pendatang eksplorasi emas.

Ikan bakar di konsumsi manusia, ditakutkan dengan kondisi ini, ikan dibeli oleh
masyarakat dan memakannya. Misalnya ikan bakar terkontaminasi dengan merkuri,
apa ada yang sanggup mengatakan merkuri aman di konsumsi oleh manusia. Bukan
hanya orang Aceh Jaya terkena dampaknya tapi semua yang melakukan eksplorasi
tambang emas, apalagi telah berdatangan orang-orang dari luar Aceh
terkontaminasi merkuri.

Akibatnya, pada intoksikasi berat penderita menunjukkan gejala klinis tremor,


gangguan koordinasi, gangguan keseimbangan, jalan sempoyongan (Ataxia) yang
menyebabkan orang takut berjalan. Hal ini diakibatkan terjadi kerusakan pada
jaringan otak kecil (serebellum).

Ditakutkan masyarakat Aceh Jaya akan kehilangan generasi produktifnya, dampak


langsung dirasakan oleh meraka yang terkontaminasi. Mercuri tidak langsung
membawa penyakit bagi manusia, tapi terakumulasi dalam tubuh. Seperti air sungai

17
dipakai oleh warga untuk mandi dan dialirkan ke sawah. Jadi setiap hari warga
memanfaatkan air dan mengkonsumsi ikan yang telah terkontaminasi dengan
merkuri.

Setiap hari produksi limbah merkuri sebanyak 100 kilogram dari kilang pengolahan
biji emas yang dibuang ke sungai Krueng Sabee. Hasil investigasi Walhi Aceh
dilapangan adalah warga sekitar tambang telah mengetahui bahaya penggunaan
merkuri, masyarakat cuek dan tidak memikirkan dampak dan menghindari bahaya
merkuri..

Imbas merkuri bukan hanya pencemaran di sungai, semua ekosistem yang pernah
berhubungan dengan sungai Krueng Sabee juga berpotensi menimbulkan penyakit
minamata. Pada kadar merkuri yang tinggi dapat mengakibatkan kerusakan paru-
paru, muntah-muntah, peningkatan tekanan darah atau denyut jantung, kerusakan
kulit, dan iritasi mata. Masyarakat mengetahui dampak langsung mengunakan
merkuri. Jika Merkuri telah terkontaminasi dalam tubuh manusia, maka akan
merusak sistem syaraf, tidur, perubahan mood (perasaan), kesemutan mulai dari
daerah sekitar mulut hingga jari dan tangan, pengurangan pendengaran atau
penglihatan dan pengurangan daya ingat.

Ada tiga persoalan yang masih harus dihadapi dalam eksplorasi emas. Pertama,
meyakinkan publik bahwa kelak proses eksploitasi tambang emas tidak berdampak
serius pada lingkungan. Kedua, persinggungan dan hubungan dengan penambang
liar. Ketiga, hubungan dengan Pemerintah dengan mengadakan sistem bagi hasil
(saham golden share).

Selama ini, secara umum, publik memahami bahwa dibutuhkan merkuri dan sianida
untuk mengambil emas dari bebatuan. Dari 100 ton batuan, hanya 3 persen yang
diambil untuk diproses lebih lanjut guna mendapatkan kandungan emas. Sementara
97 persen sisanya dibuang sebagai limbag tailing tambang.

Pengolahan limbah tailing agar aman membutuhkan biaya yang sangat besar. Itulah
sebabnya mengapa banyak perusahaan yang kemudian membuang limbahnya ke
daerah sungai, sumber air seperti danau, atau sekadar kolam penampung.

18
Dalam tahap eksplorasi, tidak ada penggunaan merkuri. Limbah ceceran minyak
(B3) yang berasal dari area pemboran ditampung di tempat tersendiri. Limbah B3
ini lantas dikirim ke pengelola.

Saat ini ancaman pencemaran merkuri berasal dari penambang tradisional. PT IMN
pernah meneliti air Sungai Gonggo, Ringin Agung, Gumuk Gendruwo, dan
Lompongan untuk mengetahui kadar merkuri di sana. Ternyata kadar merkuri
ditemukan dari lumpur.

Di Sungai Gumuk Gendruwo, terkandung 231 gram per kilogram kering lumpur.
Masih ada perdebatan tentang ambang normal merkuri di lumpur. Namun yang
jelas, merkuri itu berada di lokasi penambangan rakyat.

Penambang liar tidak mendatangkan retribusi kepada pemerintah daerah maupun


pajak kepada pemerintah pusat, serta sebetulnya merupakan eksploitasi rakyat oleh
para cukong.

PETI (Penambang Emas Tanpa Izin) didukung oleh pemodal cukup kuat, sehingga
untuk mengamankan pengoperasiannya sering melibatkan pejabat dan unsur
keamanan. PETI juga telah terbukti menimbulkan masalah lingkungan yang cukup
parah. Para penambang tak segan-seganmemakai air raksa untuk "menangkap"
emas, sehingga sungai pun tercemar. Penggunaan pompa-pompa pasir juga telah
mengakibatkan erosi pada dinding-dinding sungai.

PETI berpotensi memberikan ancaman kepada operator resmi. Razia aparat


kepolisian terhadap mereka bisa berakibat pada aksi balas dendam kepada operator
resmi yang dianggap mendalangi razia tersebut.

4.1.2. Tailing dan Pemanfaatannya

Komisi Dunia untuk Lingkungan dan Pembangunan (World Commission


on Environment and Development/WCED) mendefinisikan pembangunan
berkelanjutan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan saat ini dengan

19
mengkompromikan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi
kebutuhannya sendiri. Pembangunan berkelanjutan menuntut masyarakat agar
memenuhi kebutuhan manusia dengan meningkatkan potensi produktif melalui
cara-cara yang ramah lingkungan maupun dengan menjamin tersedianya peluang
yang adil bagi semua pihak (WCED, 1997). Untuk itu diperlukan pengaturan agar
lingkungan tetap mampu mendukung kegiatan pembangunan dalam rangka
memenuhi kebutuhan manusia.

Pertambangan adalah usaha mengelola sumberdaya alam yang tidak terbaharui


dengan mengambil mineral berharga dari dalam bumi. Pertambangan memang
memiliki potensi untuk merusak lingkungan. Dewasa ini paradigma pertambangan
sudah mulai bergeser dari pilar keuntungan ekonomi menjadi tiga pilar, orientasi
ekonomi, kesejahteraan sosial dan perlindungan lingkungan.

Berlanjutnya sistem ekologi di sekitar wilayah pertambangan sangat berkaitan pula


dengan dayadukung wilayah tersebut. Hal ini disebabkan karena sumberdaya pada
suatu daerah yang telah terganggu oleh aktivitas penambangan memiliki batas
kemampuan untuk menghadapi perubahan, mendukung sistem kehidupan, serta
menyerap limbah.

Potensi penurunan fungsi lingkungan yang masih mungkin terjadi adalah akibat
masuknya tailing sebagai hasil sampingan produk pertambangan ke dalam
lingkungan. Karena pembuangan tailing ini berjalan terus seiring produksi
perusahaan maka volume yang dikeluarkan juga akan ada dalam jumlah besar
sehingga perlu pengelolaan yang kontinyu dan akurat.

4.1.2.1. Pengertian Tailing

Tailing sebenarnya merupakan limbah yang dihasilkan dari proses


penggerusan batuan tambang (ore) yang mengandung bijih mineral untuk diambil
mineral berharganya. Tailing umumnya memiliki komposisi sekitar 50% batuan

20
dan 50% air sehingga sifatnya seperti lumpur (slurry). Sebagai limbah, tailing dapat
dikatakan sebagai sampah dan berpotensi mencemarkan lingkungan baik dilihat
dari volume yang dihasilkan maupun potensi rembesan yang mungkin terjadi pada
tempat pembuangan tailing. Tailing hasil ekstraksi logam seperti emas dan nikel
umumnya masih mengandung beberapa logam dengan kadar tertentu. Logam ini
berasal dari logam yang terbentuk bersamaan dengan proses pembentukan mineral
berharga itu sendiri. Mineral yang mengandung emas dan perak biasanya
berasosiasi dengan logam perak, besi, chrom, seng dan tembaga seperti kalkokpirit
(CuFeS2) dan berbagai mineral sulfida lain.

Karena di dalam tailing kandungan logam berharga sudah sangat sedikit dan dalam
jumlah yang tidak ekonomis, maka tailing ini biasanya dibuang. Perbandingan
logam berharga sepeti emas dan tailing sangat besar. Untuk penambangan emas dan
perak secara bawah tanah di Jawa Barat, dalam satu ton bijih batuan hanya
mengandung rata-rata Au 9 gr/ton dan Ag 96 gr/ton. Sedangkan di daerah lain yang
menambag emas porfiri dan tembaga hanya dengan kadar rata-rata hanya Au 0,3
gr/ton dan Ag 1,06 gr/ton.

Perbedaan volume dan kadar yang besar ini menyebabkan jumlah tailing hasil
pengolahan dan penambangan sangat besar. Untuk penambangan dengan sistem
open pit, jumlahnya sangat besar. Sebuah tambang tembaga asing menghasilkan 40
juta ton tailing per tahunnya kemudian dengan skala lebih besar lagi menghasilkan
lebih dai 81 juta ton tailing tiap tahunnya.

4.1.2.2. Tailing Sebagai Limbah

Pengertian limbah berdasarkan PP No. 19/1994 tentang Pengelolaan Limbah Bahan


Berbahaya dan Beracun adalah bahan sisa pada suatu kegiatan dan atau proses
produksi. Jika melampaui nilai ambang batas dapat membahayakan lingkungan di
sekitarnya. Tailing berpotensi sebagai sumber pencemar lingkungan apabila tidak
dikelola dengan baik akan mengakibatkan pengotoran lingkungan, pencemaran air
dan tanah. Pengertian tailing diatas dapat diartikan sebagai limbah pada sisa
aktivitas pengolahan dan penambangan, tidak terpakai, karena membahayakan

21
lingkungan harus dikelola dari lingkungan. Dengan demikian diperlukan biaya
yang tidak sedikit untuk mengelola tailing ini.

Tailing penambangan emas sebagai limbah adalah sisa setelah terjadi pemisahan
konsentrat atau logam berharga dari bijih batuan di pabrik pengolahan, bentuknya
merupakan batuan alami yang telah digerus. Dalam artian sebagai limbah, tailing
ini tidak bernilai karena hanya sebagai produk sisa atau buangan dari pengambilan
emas dan perak.

4.1.2.3. Tailing Sebagai Limbah B3

Pengertian limbah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil
aktivitas manusia maupun proses alam. Sebagai hasil sampingan dari proses
pengolahan tailing juga masuk dalam kategori limbah. Selain itu ada pengertian
limbah B3 berdasarkan pasal 1 PP No. 19 tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah
B3 pengertian Limbah B3, adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang
mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang karena sifat dan/atau
konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung,
dapat mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan hidup, dan/atau dapat
membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta
makhluk hidup lain. Berdasar ketentuan ini, KLH menyatakan tailing sebagai
limbah B3. Pengertian ini, tailing tidak bernilai karena hanya sebagai produk sisa
dari pengambilan emas dan perak dan berpotensi sebagai pencemar lingkungan
apabila tidak dikelola.

4.1.2.4. Tailing Sebagai Sumber Daya

Dilain pihak terdapat pengertian bahwa tailing merupakan potensi


sumberdaya yang dapat dimanfaatkan sehingga mempunyai nilai tambah sebagai
produk yang dapat dimanfaatkan kembali menjadi produk lain. Dengan demikian
diharapkan dapat menghasilkan nilai tambah dari hanya sekedar limbah yang tidak
termanfaatkan.

22
Tailing sebagai sumberdaya telah mulai dimanfaatkan di beberapa perusahaan
pertambangan baik di dalam maupun luar negeri. Komposisi utama tailing hasil
penambangan emas umumnya adalah kuarsa, lempung silikat dan beberapa logam
yang terkandung di dalamnya. Komposisi tailing seperti ini ditambah lagi dengan
ukuran yang halus membuat banyak tailing dimanfaatan sebagai media tanam untuk
reklamasi, pengurukan lahan reklamasi dengan sistem cutt and fill serta pembuatan
bahan bangunan dan agregat. Untuk pembuatan bahan bangunan dan beton ini,
tailing digunakan sebagai bahan utama dan ditambahkan beberapa bahan aditif
lainnya.

4.1.2.5. Pertimbangan dalam Pemanfaatan Tailing

Tailing yang dihasilkan dari industri pertambangan menjadi perdebatan karena


volume yang dihasilkan sangat besar dan masih mengandung logam dalam
konsentrasi tertentu. Volume tailing ini besar karena di dalam bijih tembaga
misalnya, hanya terkandung 0,5%-2% logam tembaga dan sisanya adalah batuan
waste yang akan menjadi tailing. Perbedaan pengotor dan mineral berharga inilah
yang membuat tailing pertambangan volumenya sangat besar.

Karena volume yang besar ini pula, maka tailing harus ditempatkan di lokasi khusus
dan dengan maintenance yang cermat pula. Pemilihan sistem penempatan tailing
dan pemanfaatan tailing bukan saja memikirkan faktor biaya tetapi juga dampaknya
bagi lingkungan hidup. Perkembangan industri pertambangan saat ini membuat
produksi harus diiringi dengan pelaksanaan penambangan yang bertanggung jawab.

Volume tailing yang sangat besar ini dapat berpotensi menurunkan fungsi
lingkungan karena sebaran tailing dapat menutupi permukaan sehingga vegetasi
yang ada di permukaan menjadi tidak dapat hidup. Selain itu tailing membutuhkan
area khusus yang besar dan steril untuk lokasi penampungan. Penanganan tailing
harus dilakukan dengan good mining practice karena jika tidak dikelola akan
menimbulkan dampak yang besar

23
Semakin tinggi volume tailing yang akan dibuang, semakin besar luas pula area
yang diperlukan untuk menampung tailing (tailing dam). Semakin luasnya
penggunaan tanah ini berarti akan menambah beban limbah ke lingkungan. Para
ahli tambang dan lingkungan merekomendasikan pemanfaatan kembali tailing ini
untuk berbagai keperluan aktivitas penambangan karena praktik terbaik
pengelolaan lingkungan di pertambangan menuntut proses yang terus menerus dan
terpadu, mulai kegiatan eksplorasi awal hingga konstruksi, pengoperasian dan
penutupannya.

Pemanfaatan kembali tailing dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti


penggunaan agregat (bahan bangunan), sebagai media tanam, pembuatan jalan,
reklamasi lahan pantai maupun pengisi lubang bukaan tambang (backfilling).
Pemanfaatan tailing sejalan dengan prinsip 3 R (reduce, reuse dan recycle) akan
mengurangi volume tailing sehingga beban lingkungan berkurang.

Karakteristik tambang bawah tanah sangat khas karena disesuaikan dengan jenis
dan kondisi cadangan. Meskipun begitu, baik tambang bawah tanah maupun open
pit, keduanya selalu menghasilkan tailing.

5. DAFTAR PUSTAKA
http://bosstambang.com/Eksplorasi/tahapan-kegiatan-
eksplorasi.html

24
http://dunia-atas.blogspot.com/2011/03/tahap-eksplorasi-dalam-
penambangan.html
http://indonesia-tambang.blogspot.com/2012/02/tahapan-kegiatan-
eksplorasi-teknik.html
http://www.slideshare.net/willyahendra/perencanaan-eksplorasi-
tambang
http://www.sorikmas.co.id/2012/04/22/tahapan-kegiatan-usaha-
pertambangan-eksplorasi/

25

Anda mungkin juga menyukai