Anda di halaman 1dari 3

STANDAR PELAYANAN MEDIS

SKROFULODERMA

No Dokumen :/SOP-
SOP /C/pkmTJL/2017
No Revisi :
Tanggal Terbit :11 Januari 2017
Halaman :1/3

Puskesmas
Tenjolaya
dr. SYAHRUDDIN
NIP. 196506222002121002
Definisi :
1. Pengertia Skrofuloderma adalah suatu bentuk reaktivasi infeksi tuberkulosis akibat
n penjalaran per kontinuitatum dari organ di bawah kulit seperti limfadenitis atau
osteomielitis yang membentuk abses dingin dan melibatkan kulit di atasnya,
kemudian pecah dan membentuk sinus di permukaan kulit.

Gejala dan tanda :


Keluhan
Skrofuloderma biasanya dimulai dengan pembesaran kelenjar getah
bening tanpa tanda-tanda radang akut. Mula-mula hanya beberapa
kelenjar diserang, lalu makin banyak sampai terjadi abses memecah
dan menjadi fistel kemudian meluas menjadi ulkus. Jika penyakitnya
telah menahun, maka didapatkan gambaran klinis yang lengkap.

2. Tujuan Memberikan kemudahan dan sebagai acuan bagi praktisi kesehatan


(Puskesmas) dalam penangan/ penatalaksanaan pertama pada
skrofuloderma

3. Kebijakan Keputusan Kepala puskesmas No./SK-../C/pkmTJL/2017,Tentang layanan


klinis yang menjamin kesinambungan layanan.

4. Referensi - Buku Panduan Praktik Klinis di Layanan Primer tahun 2015


Anamnesa
5. Prosedur/ - Apakah memiliki riwayat terkena TB?
Langkah - Apabila pernah terkena TB, apakah sudah mengikuti pengobatan TB
langkah
sampai dinyatakan sembuh?
- Sudah berapa lama sejak terakhir pengobatan TB dan dinyatakan
sembuh?
- Apabila belum pernah terkena TB, apa ada gejala seperti, batuk
berdahak >2 minggu, keringat malam hari, dan penurunan berat
badan tanpa diketahui penyebabnya?
- Apakah ada kontak dengan orang yang terkena TB/sedang dalam
pengobatan TB?

Pemeriksaan Fisik
Ditemukan pembesaran kelenjar getah bening (leher, ketiak, dan lipat paha)
tanpa radang akut kecuali tumor dengan konsistensi bermacam-macam,
periadenitis, abses dan fistel multipel, ulkus-ulkus khas, sikatriks-sikatriks
yang memanjang dan tidak teratur serta jembatan kulit.
Diagnosis Diferensial
- Limfosarkoma
- Limfoma maligna
- Hidradenitis supurativa
- Limfogranuloma venerum

Pemeriksaan Penunjang
- Darah: limfositosis/ monositosis, LED meningkat, Hb turun.
- Pemeriksaan mikroskopis kuman TB (Bakteri Tahan Asam/BTA)
atau kultur kuman dari spesimen sputum/dahak sewaktu-pagi-
sewaktu.
- Untuk TB non paru, spesimen dapat diambil dari bilas lambung, cairan
serebrospinal, cairan pleura ataupun biopsi jaringan.
- Radiologi dengan foto toraks PA-Lateral/ top lordotik.
- Pada TB, umumnya di apeks paru terdapat gambaran bercakbercak
awan dengan batas yang tidak jelas atau bila dengan batas jelas
membentuk tuberkuloma. Gambaran lain yang dapat menyertai yaitu,
kavitas (bayangan berupa cincin berdinding tipis), pleuritis (penebalan
pleura), efusi pleura (sudut kostrofrenikus tumpul).

Terapi
Pengobatan skrofuloderma secara garis besar dibagi dalam :
1. Pengobatan non farmakologi
Edukasi yang diberikan kepada pasien diantaranya:
- Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga tentang penyakit
tuberkulosis
- Pengawasan ketaatan minum obat dan kontrol secara teratur.
- Pola hidup sehat dan sanitasi lingkungan

2. Pengobatan farmakologi
Pada dasarnya prinsipnya sama dengan pengobatan TB paru:
1. Dosis FDC

2. Dosis TB berdasarkan berat badan

Panduan OAT lini pertama yang digunakan oleh Program Nasional


Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia adalah sebagai berikut :
1. Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3
Artinya pengobatan tahap awal selama 2 bulan diberikan tiap hari dan tahap
lanjutan selama 4 bulan diberikan 3 kali dalam seminggu. Jadi lama
pengobatan seluruhnya 6 bulan.
2. Kategori 2 : 2HRZES/HRZE/5H3R3E3
Diberikan pada TB paru pengobatan ulang (TB kambuh, gagal pengobatan,
putus berobat/default). Pada kategori 2, tahap awal pengobatan selama 3
bulan terdiri dari 2 bulan RHZE ditambah suntikan streptomisin, dan 1 bulan
HRZE. Pengobatan tahap awal diberikan setiap hari. Tahap lanjutan diberikan
HRE selama 5 bulan, 3 kali seminggu. Jadi lama pengobatan 8 bulan.

3. OAT sisipan : HRZE


Apabila pemeriksaan dahak masih positif (belum konversi) pada akhir
pengobatan tahap awal kategori 1 maupun kategori 2, maka diberikan
pengobatan sisipan selama 1 bulan dengan HRZE.

Kriteria Rujukan
1. Pasien dengan sputum BTA (-), klinis (+) tapi tidak menunjukkan perbaikan
setelah pengobatan dalam jangka waktu tertentu
2. Pasien dengan sputum BTA (-), klinis (-/ meragukan)
3. Pasien dengan sputum BTA tetap (+) setelah jangka waktu tertentu
4. TB dengan komplikasi/keadaan khusus (TB dengan komorbid)
5. Suspek TB MDR harus dirujuk ke pusat rujukan TB-MDR.

6. Unit Rawat jalan.


Terkait

Anda mungkin juga menyukai