Anda di halaman 1dari 90

Hand Out

Tugas Akhir
Perencanaan

Desain
S t ru kt u r
G ed u n g
Hanggoro Tri Cahyo A.
Jurusan Teknik Sipil - Universitas Negeri Semarang
Pengantar : Pencerahan untuk Anak Bangsa

Gunungpati, 27 Januari 2009

Hand Out desain struktur gedung ini ditujukan untuk mahasiswa akhir untuk kelas D3 Teknik
Sipil di Jurusan Teknik Sipil Universitas Negeri Semarang. Berdasarkan hasil pengamatan kami
dalam proses penyelesaian mata kuliah Tugas Akhir, pengetahuan mahasiswa akan desain
struktur gedung yang baik dan benar belumlah mencukupi. Sehingga ditemukan kendala
pada saat bimbingan dan pendadaran, dan kasus yang sering dijumpai adalah mahasiswa
hanya dapat menjawab pertanyaan berdasarkan hasil pekerjaan kakak angkatannya tanpa
mengetahui jawaban yang sesungguhnya. Hal ini tentunya menjadi perhatian kami sebagai
dosen yang sekaligus juga praktisi di dunia konstruksi.

Berbekal keprihatinan akan kemampuan lulusan D3 Teknik Sipil dalam pengusaan ilmu
struktur bangunan gedung, kami berusaha menyusun materi yang relevan dan membagi
pelatihan ini menjadi beberapa sesi yakni :

Sesi 1 : Tentang Bangunan Gedung


Sesi 2 : Tentang Struktur Bangunan Gedung
Sesi 3 : Tentang Pembebanan Gedung
Sesi 4 : Tentang Besaran Mekanika Material
Sesi 5 : Tentang Profesi
Sesi 6-10 : Catatan Pelatihan SAP2000

Besar harapan kami agar nantinya mutu lulusan D3 Teknik Sipil menjadi lebih dan lebih baik
lagi. Taklupa kami ucapkan terimakasih kepada para guru dan kolega kami yang telah banyak
memberikan pencerahan. Semoga sumbangsih kecil ini bermanfaat, mari terus berbagi untuk
masa depan anak bangsa.

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 1


SESI 1 : Tentang Bangunan Gedung

1. Persyaratan Bangunan Gedung

Bangunan gedung adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan
kegiatannya untuk kegiatan hunian atau tinggal, kegiatan usaha, kegiatan sosial, kegiatan
budaya, dan/atau kegiatan khusus. Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan
administratif dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung.

Persyaratan administratif bangunan gedung meliputi:


Status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah
Status kepemilikan bangunan gedung
Izin mendirikan bangunan

Persyaratan teknis bangunan gedung meliputi :


Persyaratan tata bangunan yang meliputi persyaratan :
Peruntukan dan intensitas bangunan gedung
Persyaratan peruntukan merupakan persyaratan peruntukan lokasi yang
bersangkutan sesuai dengan RTRW kabupaten/kota, RDTRKP, dan/atau Rencana
Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).
Persyaratan intensitas bangunan gedung meliputi persyaratan kepadatan,
ketinggian, dan jarak bebas bangunan gedung yang ditetapkan untuk lokasi yang
bersangkutan.
Arsitektur bangunan gedung
Persyaratan pengendalian dampak lingkungan

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 2


Persyaratan keandalan bangunan gedung yang meliputi persyaratan :
Keselamatan
Persyaratan keselamatan meliputi persyaratan kemampuan bangunan gedung
untuk mendukung beban muatan, serta kemampuan bangunan gedung dalam
mencegah dan menanggulangi bahaya kebakaran dan bahaya petir.
Kesehatan
Persyaratan kesehatan bangunan gedung meliputi persyaratan sistem penghawaan,
pencahayaan, sanitasi, dan penggunaan bahan bangunan gedung.
Kenyamanan
Persyaratan kenyamanan bangunan gedung meliputi kenyamanan ruang gerak dan
hubungan antarruang, kondisi udara dalam ruang, pandangan, serta tingkat getaran
dan tingkat kebisingan.
Kemudahan
Persyaratan kemudahan meliputi kemudahan hubungan ke, dari, dan di dalam
bangunan gedung, serta kelengkapan prasarana dan sarana dalam pemanfaatan
bangunan gedung.

Pada persyaratan keandalan bangunan gedung, kemampuan struktur bangunan gedung


yang stabil dan kukuh dalam mendukung beban muatan disyaratkan hingga dengan kondisi
pembebanan maksimum dalam mendukung beban muatan hidup dan beban muatan mati,
serta untuk daerah/zona tertentu kemampuan untuk mendukung beban muatan yang timbul
akibat perilaku alam. Besarnya beban muatan dihitung berdasarkan fungsi bangunan gedung
pada kondisi pembebanan maksimum dan variasi pembebanan agar bila terjadi keruntuhan
pengguna bangunan gedung masih dapat menyelamatkan diri.

Setiap bangunan gedung, strukturnya harus direncanakan kuat/kokoh, dan stabil dalam
memikul beban/kombinasi beban dan memenuhi persyaratan kelayanan (serviceability)
selama umur layanan yang direncanakan dengan mempertimbangkan fungsi bangunan
gedung, lokasi, keawetan, dan kemungkinan pelaksanaan konstruksinya. Kemampuan
memikul beban diperhitungkan terhadap pengaruh-pengaruh aksi sebagai akibat dari beban-
beban yang mungkin bekerja selama umur layanan struktur, baik beban muatan tetap
maupun beban muatan sementara yang timbul akibat gempa dan angin.

Dalam perencanaan struktur bangunan gedung terhadap pengaruh gempa, semua unsur
struktur bangunan gedung, baik bagian dari sub struktur maupun struktur gedung, harus
diperhitungkan memikul pengaruh gempa rencana sesuai dengan zona gempanya. Struktur
bangunan gedung harus direncanakan secara daktail sehingga pada kondisi pembebanan
maksimum yang direncanakan, apabila terjadi keruntuhan kondisi strukturnya masih dapat
memungkinkan pengguna bangunan gedung menyelamatkan diri.

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 3


Jangka waktu bangunan dapat tetap memenuhi fungsi dan keandalan bangunan
diperhitungkan 50 tahun, sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan. Adapun ilustrasi
tetang umur layanan rencana untuk setiap bangunan gedung disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1.1. Umur Layanan Rencana


Ketegori Umur layanan rencana Contoh bangunan
Bangunan < 10 tahun Bangunan tidak permanen,
Sementara rumah pekerja sederhana,
ruang pamer sementara.
Jangka waktu 25-49 tahun Bangunan industri dan
menengah gedung parkir
Jangka waktu 50-99 tahun Bangunan rumah, komersial
lama dan perkantoran.
Bangunan rumah sakit dan
sekolah.
Gedung parkir dilantai
basement/dasar.
Bangunan Minimum 100 tahun Bangunan monumental dan
Permanen bangunan warisan budaya.
Sumber : http://www.canadianarchitect.com

2. Pembangunan Bangunan Gedung

Pembangunan bangunan gedung diselenggarakan melalui tahapan perencanaan teknis dan


pelaksanaan beserta pengawasannya.

a) Perencanaan teknis bangunan gedung dilakukan oleh penyedia jasa perencanaan


bangunan gedung yang memiliki sertifikat sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. Lingkup pelayanan jasa perencanaan teknis bangunan gedung meliputi:
penyusunan konsep perencanaan;
prarencana;
pengembangan rencana;
rencana detail;
pembuatan dokumen pelaksanaan konstruksi;
pemberian penjelasan dan evaluasi pengadaan jasa pelaksanaan;
pengawasan berkala pelaksanaan konstruksi bangunan gedung; dan
penyusunan petunjuk pemanfaatan bangunan gedung.
Perencanaan teknis bangunan gedung dilakukan berdasarkan kerangka acuan kerja
dan dokumen ikatan kerja. Dokumen rencana teknis bangunan gedung berupa
rencana-rencana teknis arsitektur, struktur dan konstruksi, mekanikal dan elektrikal,

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 4


pertamanan, tata ruang-dalam, dalam bentuk gambar rencana, gambar detail
pelaksanaan, rencana kerja dan syarat-syarat administratif, syarat umum dan syarat
teknis, rencana anggaran biaya pembangunan (Engineering Estimate), volume (Bill of
Quantity) yang siap lelang dan/atau laporan perencanaan (laporan arsitektur;
perhitungan struktur; dan perhitungan utilitas).

b) Kegiatan pelaksanaan konstruksi bangunan gedung meliputi pemeriksaan


dokumen pelaksanaan, persiapan lapangan, kegiatan konstruksi, pemeriksaan akhir
pekerjaan konstruksi dan penyerahan hasil akhir pekerjaan.
Pemeriksaan dokumen pelaksanaan meliputi pemeriksaan kelengkapan,
kebenaran, dan keterlaksanaan konstruksi (constructability) dari semua
dokumen pelaksanaan pekerjaan.
Persiapan lapangan meliputi penyusunan program pelaksanaan, mobilisasi
sumber daya, dan penyiapan fisik lapangan.
Kegiatan konstruksi meliputi pelaksanaan pekerjaan konstruksi fisik di
lapangan, pembuatan laporan kemajuan pekerjaan, penyusunan gambar kerja
pelaksanaan (shop drawings) dan gambar pelaksanaan pekerjaan sesuai
dengan yang dilaksanakan (as built drawings), serta kegiatan masa
pemeliharaan konstruksi. Pelaksanaan konstruksi harus menerapkan prinsip-
prinsip keselamatan dan kesehatan kerja (K3).
Kegiatan pemeriksaan akhir pekerjaan konstruksi meliputi pemeriksaan hasil
akhir pekerjaan konstruksi bangunan gedung terhadap kesesuaian dengan
dokumen pelaksanaan. Hasil akhir pekerjaan pelaksanaan konstruksi berwujud
bangunan gedung yang laik fungsi termasuk prasarana dan sarananya yang
dilengkapi dengan dokumen pelaksanaan konstruksi, gambar pelaksanaan
pekerjaan sesuai dengan yang dilaksanakan (as built drawings), pedoman
pengoperasian dan pemeliharaan bangunan gedung, peralatan serta
perlengkapan mekanikal dan elektrikal bangunan gedung serta dokumen
penyerahan hasil pekerjaan.

c) Pengawasan konstruksi bangunan gedung berupa kegiatan pengawasan


pelaksanaan konstruksi atau kegiatan manajemen konstruksi pembangunan
bangunan gedung.
Kegiatan pengawasan pelaksanaan konstruksi bangunan gedung meliputi
pengawasan biaya, mutu, dan waktu pembangunan bangunan gedung pada
tahap pelaksanaan konstruksi, serta pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan
gedung.
Kegiatan manajemen konstruksi pembangunan bangunan gedung meliputi
pengendalian biaya, mutu, dan waktu pembangunan bangunan gedung, dari

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 5


tahap perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi bangunan gedung, serta
pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan gedung.
Pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan gedung meliputi pemeriksaan kesesuaian
fungsi, persyaratan tata bangunan, keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan
kemudahan, terhadap izin mendirikan bangunan gedung yang telah diberikan.

3. Perawatan dan Pemeliharaan Bangunan Gedung

Pelestarian adalah kegiatan perawatan, pemugaran, serta pemeliharaan bangunan gedung


dan lingkungannya untuk mengembalikan keandalan bangunan tersebut sesuai dengan
aslinya atau sesuai dengan keadaan menurut periode yang dikehendaki seperti disajikan pada
Gambar 1.
Perawatan bangunan adalah usaha memperbaiki kerusakan yang terjadi agar
bangunan dapat berfungsi dengan baik sebagaimana mestinya.
Pemugaran bangunan gedung yang dilindungi dan dilestarikan adalah kegiatan
memperbaiki, memulihkan kembali bangunan gedung ke bentuk aslinya.
Pemeliharaan bangunan adalah usaha mempertahankan kondisi bangunan agar tetap
berfungsi sebagaimana mestinya atau dalam usaha meningkatkan wujud bangunan,
serta menjaga terhadap pengaruh yang merusak. Pemeliharaan bangunan juga
merupakan upaya untuk menghindari kerusakan komponen/elemen bangunan akibat
keusangan/ kelusuhan sebelum umurnya berakhir.

Pemeriksaan berkala adalah kegiatan pemeriksaan keandalan seluruh atau sebagian


bangunan gedung, komponen, bahan bangunan, dan/atau prasarana dan sarananya dalam
tenggang waktu tertentu guna menyatakan kelaikan fungsi bangunan gedung.

http://www.canadianarchitect.com
Gambar 1.1. Hubungan umur layan bangunan dengan kualitas layanan.

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 6


4. Kerusakan dan Kegagalan Bangunan Gedung

Kerusakan bangunan adalah tidak berfungsinya bangunan atau komponen bangunan akibat
penyusutan/berakhirnya umur bangunan, atau akibat ulah manusia atau perilaku alam seperti
beban fungsi yang berlebih, kebakaran, gempa bumi, atau sebab lain yang sejenis. Intensitas
kerusakan bangunan dapat digolongkan atas tiga tingkat kerusakan, yaitu:

Kerusakan ringan
Kerusakan ringan adalah kerusakan terutama pada komponen nonstruktural, seperti
penutup atap, langit-langit, penutup lantai dan dinding pengisi.
Kerusakan sedang
Kerusakan sedang adalah kerusakan pada sebagian komponen non struktural, dan
atau komponen struktural seperti struktur atap, lantai, dll.
Kerusakan berat
Kerusakan berat adalah kerusakan pada sebagian besar komponen bangunan, baik
struktural maupun non-struktural yang apabila setelah diperbaiki masih dapat
berfungsi dengan baik sebagaimana mestinya.

Kegagalan pekerjaan konstruksi adalah keadaan hasil pekerjaan konstruksi yang tidak
sesuai dengan spesifikasi pekerjaan sebagaimana disepakati dalam kontrak kerja
konstruksi baik sebagian maupun keseluruhan sebagai akibat kesalahan pengguna jasa
atau penyedia jasa. Pemerintah berwenang untuk mengambil tindakan tertentu apabila
kegagalan pekerjaan konstruksi mengakibatkan kerugian dan atau gangguan terhadap
keselamatan umum.

Kegagalan Bangunan merupakan keadaan bangunan yang tidak berfungsi, baik secara
keseluruhan maupun sebagian dari segi teknis, manfaat, keselamatan dan kesehatan kerja,
dan atau keselamatan umum sebagai akibat kesalahan Penyedia Jasa dan atau Pengguna Jasa
setelah penyerahan akhir pekerjaan konstruksi. Pengguna jasa dan penyedia jasa wajib
bertanggung jawab atas kegagalan bangunan. Kegagalan bangunan yang menjadi tanggung
jawab penyedia jasa ditentukan terhitung sejak penyerahan akhir pekerjaan konstruksi dan
paling lama 10 (sepuluh) tahun. Kegagalan bangunan ditetapkan oleh pihak ketiga selaku
penilai ahli. Pemerintah berwenang untuk mengambil tindakan tertentu apabila
kegagalan bangunan mengakibatkan kerugian dan atau menimbulkan gangguan pada
keselamatan umum, termasuk memberikan pendapat dalam penunjukan, proses penilaian
dan hasil kerja penilai ahli yang dibentuk dan disepakati oleh para pihak.

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 7


Menurut HAKI (Himpunan Ahli Konstruksi Indonesia) pada tahun 2001, suatu bangunan baik
sebagian maupun keseluruhan dinyatakan mengalami kegagalan bila tidak mencapai atau
melampaui nilai-nilai kinerja tertentu (persyaratan minimum , maksimum dan toleransi) yang
ditentukan oleh Peraturan, Standar dan Spesifikasi yang berlaku saat itu sehingga bangunan
tidak berfungsi dengan baik. Sedangkan definisi kegagalan bangunan akibat struktur adalah
suatu bangunan baik sebagian maupun keseluruhan dinyatakan mengalami kegagalan
struktur bila tidak mencapai atau melampaui nilai-nilai kinerja tertentu (persyaratan
minimum, maksimum dan toleransi) yang ditentukan oleh Peraturan, Standar dan Spesifikasi
yang berlaku saat itu sehingga mengakibatkan struktur bangunan tidak memenuhi unsur-
unsur kekuatan (strength), stabilitas (stability) dan kenyamanan laik pakai (serviceability) yang
disyaratkan.

Hadirnya software struktur komersial yang serba otomatis tidak jarang menjerumuskan
praktisi konstruksi hingga tidak sedikit yang merasa mampu melakukan perhitungan dan
perencanaan bangunan berbagai bentuk walau kurang didukung dengan pengalaman dan
pemahaman yang baik mengenai standar praktek sesuai Code yang ada. Fakta akan
lemahnya code enforcement yang diikuti dengan adanya praktek-praktek pembangunan
yang tidak sepenuhnya mengikuti ketentuan Standard dan Code yang ada, terutama yang
dipicu oleh dorongan pengembang yang hanya mementingkan Rp./m2 yang serendah
mungkin atau oleh perencana yang sadar atau tidak sadar semata-mata mempromosikan
layanannya yang mampu memberikan struktur yang lebih murah tetapi sesungguhnya tidak
sepenuhnya memenuhi persyaratan Code yang ada.

Hal ini terjadi kemungkinan karena para pihak terkait tidak memahami bahwa ketentuan
dalam Code adalah rekomendasi minimum untuk kondisi standar dan bukan rekomendasi
maksimum untuk segala kondisi yang secara legal bisa ditawar. Semuanya dikaitkan pada
konsep bahwa Code dibuat untuk menjaga keamanan publik. Mengingat bahwa biaya
struktur gedung tinggi (termasuk pondasi) umumnya hanya berkisar antara 20-25 % dari biaya
total gedung, sikap memaksakan penghematan struktur yang bisa menyebabkan turunnya
kenyamanan layan atau bahkan turunnya tingkat keamanan struktur jelas merupakan langkah
yang tidak dapat dibenarkan.

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 8


Sanksi administratif dan/atau pidana. Sanksi kegagalan bangunan menurut Undang -
Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi, penyelenggara
pekerjaan konstruksi dapat dikenai sanksi administratif dan/atau pidana atas pelanggaran
Undang-undang ini. Sanksi administratif yang dapat dikenakan kepada penyedia jasa berupa:
peringatan tertulis;
penghentian sementara pekerjaan konstruksi;
pembatasan kegiatan usaha dan/atau profesi;
pembekuan izin usaha dan/atau profesi;
pencabutan izin usaha dan/atau profesi.

Sanksi administratif yang dapat dikenakan kepada pengguna jasa berupa :


peringatan tertulis;
penghentian sementara pekerjaan konstruksi;
pembatasan kegiatan usaha dan/atau profesi;
larangan sementara penggunaan hasil pekerjaan konstruksi;
pembekuan izin pelaksanaan pekerjaan konstruksi;
pencabutan izin pelaksanaan pekerjaan konstruksi.

Sanksi pidana yang dapat dikenakan berupa :

Jika terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan karena kesalahan


perencana atau pengawas konstruksi, dan hal tersebut terbukti menimbulkan
kerugian bagi pihak lain, maka perencana atau pengawas konstruksi wajib
bertanggung jawab sesuai dengan bidang profesi dan dikenakan ganti rugi.

Barang siapa yang melakukan perencanaan pekerjaan konstruksi yang tidak


memenuhi ketentuan keteknikan dan mengakibatkan kegagalan pekerjaan
konstruksi atau kegagalan bangunan dikenai pidana paling lama 5 (lima)
tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 10% (sepuluh per
seratus) dari nilai kontrak.

Barang siapa yang melakukan pengawasan pelaksanaan pekerjaan konstruksi


dengan sengaja memberi kesempatan kepada orang lain yang melaksanakan
pekerjaan konstruksi melakukan penyimpangan terhadap ketentuan
keteknikan dan menyebabkan timbulnya kegagalan pekerjaan konstruksi
atau kegagalan bangunan dikenai pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara
atau dikenakan denda paling banyak 10% (sepuluh per seratus) dari nilai
kontrak.

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 9


Jika terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan karena kesalahan
pelaksana konstruksi dan hal tersebut terbukti menimbulkan kerugian bagi pihak
lain, maka pelaksana konstruksi wajib bertanggung jawab sesuai dengan bidang
usaha dan dikenakan ganti rugi.

Barang siapa yang melakukan pelaksanaan pekerjaan konstruksi yang


bertentangan atau tidak sesuai dengan ketentuan keteknikan yang telah
ditetapkan dan mengakibatkan kegagalan pekerjaan konstruksi atau
kegagalan bangunan dikenakan pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara
atau dikenakan denda paling banyak 5% (lima per seratus) dari nilai kontrak.

Jika terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan karena kesalahan


pengguna jasa dalam pengelolaan bangunan dan hal tersebut menimbulkan
kerugian bagi pihak lain, maka pengguna jasa wajib bertanggung jawab dan dikenai
ganti rugi.

Gambar 1.2. Trend persaingan harga yang sangat merugikan keagungan profesi.

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 10


Gambar 1.3. Kegagalan bangunan pengaman gedung parkir.

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 11


5. Tingkat Resiko How safe we are ?

Pekerjaan engineering sebenarnya adalah pekerjaan keahlian dan seni memadu berbagai
kegiatan, material, proses, sistem perancangan, variasi dan tingkat keahlian para teknisi dan
pekerja yang terlibat, metode konstruksi, sistem Q/C dan berbagai sistem monitoring dan
kontrol. Untuk meningkatkan mutu bangunan gedung, khususnya mutu struktur diperlukan
disiplin dan kejujuran dari semua pihak yang terlibat. Disiplin yang kuat hanya dapat dicapai
dengan menyadari sepenuhnya tingkat resiko kegagalan yang dapat terjadi. Ada faktor aman,
faktor pembebanan, indek reliabilitas, peraturan SNI, manual dan sebagainya diciptakan
untuk memberikan jawaban atas tantangan resiko ini. Pertanyaan yang timbul mungkin dalah
dengan adanya jawaban ini berapa jauh keamanan yang ada (how safe we are?).

Kelemahan suatu mata rantai cukup untuk meningkatkan resiko. Jika mata rantai yang
mempunyai kelemahan ini ternyata dipengaruhi oleh berbagai faktor atau variabel dan
ternyata proses Q/C atas variabel ini tidak terwujud, masalahnya akan menjadi lebih besar.
Masalah dapat meningkat menjadi kritis jika menghadapi lebih dari satu titik kelemahan, baik
pada satu mata rantai atau pada lebih dari satu mata rantai sehingga dapat memicu
terjadinya satu pertikaian (dispute). Kesulitan yang dihadapi sebenarnya terletak pada begitu
banyaknya ketidakpasitian yang harus diterima sebagai fakta yang harus diperhitungkan
seperti di bawah ini.

1) Ketidakpastian yang diakibatkan oleh faktor alamiah yang dapat dianalisis oleh studi
probabilitas :
Ketidakpastian mengenai mutu dan sifat bahan atau kombinasi bahan.
Ketidakpastian sifat dan besaran pengaruh luar dan kombinasinya.
Ketidakpastian analisis akibat adanya simplifikasi, asusmsi, modeling atau
idealisasi yang tidak bisa tepat mewakili keadaan sesungguhnya.
Ketidakpastian mutu pelaksanaan.
Ketidakpastian nilai yang diberikan masyarakat atas tingkat keamanan.

2) Ketidakpastian yang diakibatkan oleh faktor keterbatasan ketepatan manusia dalam


memilih, mengolah, meramu, mengawasi, mengendalikan proses yang dianggap
tepat, mengevaluasi masalah, melihat kekurangan-kekurangan, menentukan langkah
kebijaksanaan dan memberikan pengarahan.

3) Ketidakpastian yang diakibatkan oleh keterbatasan dan tingkat kebenaran dari data
laboratorium bahan, dari lapangan dan dari riset dan dari proses pengendalian mutu
termasuk juga keterbatasan dan variasi kemampuan ahli dalam berbagai bidang dan
tingkatannya.

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 12


Ketidakpastian pada kelompok 2 dan 3 merupakan faktor utama yang berpengaruh pada
terjadinya kegagalan. Disini faktor kesalahan manusia (human error) banyak terlibat, tingkat
workmanship cukup menentukan, dan technical judgement banyak berperan. Sehingga
dapat dikatakan bahwa memperkecil human error merupakan faktor utama yang sangat
diperlukan untuk mengingkatkan keamanan, mengurangi kebocoran angka keamanan, dan
memperkecil resiko. Human error dari tenaga ahli profesional, khususnya menyangkut
kesalahan penilaian (error of judgement) tidak dapat begitu saja dikategorikan kelalaian.

Kebocoran-kebocoran bagian demi bagian faktor keamanan dan kebiasaan buruk


mentoleransi kebocoran tersebut dengan kesadaran yang sesat dan over confidence dapat
menimbulkan resiko keamanan yang tersisa tidak mampu lagi menampung ketidakpastian
yang begitu banyak tak terhindarkan. Tanpa disadari, kegagalan dapat terjadi sewaktu-waktu.

Pangkal dan cabang keburukan itu ada enam.


Pangkalnya tiga yaitu iri hati, serakah dan cinta berlebih kepada dunia.
Cabangnya juga ada tiga yaitu gila kekuasaan, pujian dan kehormatan
The Wisdom of Hasan al-Bashri

Gambar 1.4. Kegagalan atap baja ringan salah satu rumah sakit di Jombang.

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 13


SESI 2 : Tentang Struktur Bangunan Gedung

1. Kestabilan Struktur

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 14


The Simplified Structural System

Jika suatu struktur dalam keadaan keseimbangan,


maka harus dipenuhi syarat keseimbangan gaya :

Rx = 0 Mx = 0
Ry = 0 My = 0
Rz = 0 Mz = 0

Apabila salah satu syarat keseimbangan tidak dipenuhi,


struktur dalam kondisi labil dan dapat mengalami keruntuhan.

Strength, Stiffness, Stability, Synergy :

Strength to prevent breaking


Stiffness to prevent excessive deformation
Stability to prevent collapse
Synergy to reinforce architectural design

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 15


Ilustrasi : koran Kompas

Kearifan lokal (local genius) masyarakat Indonesia yang terancam


punah dan tergerus dengan budaya dan teknologi asing

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 16


2. Persyaratan Perencanaan Struktur

1. Analisis struktur harus dilakukan dengan cara-cara mekanika teknik yang baku.

2. Analisis dengan komputer, harus disertai dengan penjelasan mengenai prinsip cara
kerja program, data masukan serta penjelasan mengenai data keluaran.
3. Percobaan model diperbolehkan bila diperlukan untuk menunjang analisis teoritis.
4. Analisis struktur harus dilakukan dengan model-model matematis yang
mensimulasikan keadaan struktur yang sesungguhnya dilihat dari segi sifat bahan
dan kekakuan unsur-unsurnya.
5. Bila cara perhitungan menyimpang dari tata cara ini, maka harus mengikuti
persyaratan sebagai berikut :
a. Struktur yang dihasilkan harus dapat dibuktikan cukup aman dengan
bantuan perhitungan dan/atau percobaan.
b. Tanggung jawab atas penyimpangan yang terjadi dipikul oleh perencana
dan pelaksana yang bersangkutan.
c. Perhitungan dan/atau percobaan tersebut diajukan kepada panitia yang
ditunjuk oleh pengawas bangunan yang berwenang, yang terdiri dari ahli-
ahli yang diberi wewenang menentukan segala keterangan dan cara-cara
tersebut. Bila perlu, panitia dapat meminta diadakan percobaan ulang,
lanjutan atau tambahan. Laporan panitia yang berisi syarat-syarat dan
ketentuan-ketentuan penggunaan cara tersebut mempunyai kekuatan yang
sama dengan tata cara ini.

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 17


3. Klasifikasi Struktur

Permodelan atau idealisasi struktur diperlukan untuk keperluan analisis struktur. Permodelan
ini dilakukan dengan membagi struktur menjadi elemen-elemen dasar dengan cara
memisahkan hubungan antara elemen-elemen struktur, kemudian mengganti aksi elemen
dengan sekumpulan gaya dan/atau momen, yang mempunyai efek ekivalen.

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 18


3.1. Sistem Pemikul Beban Gravitasi

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 19


3.2. Sistem Pemikul Beban Lateral

Moment Resisting Frame Shear Wall - Frame Braced Frame

Tubular Structure Braced Tube Systems

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 20


3.3. Sistem Pondasi

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 21


4. Klasifikasi Struktur

GEOMETRI
Elemen garis/batang : Struktur rangka kaku (frame), Struktur rangka (truss), Struktur
pelengkung.
Elemen bidang : Pelat (plate), Cangkang (shell), Pelat lipat (folding plate), Kubah
(dome), Dinding geser (Shear wall).

KEKAKUAN
Struktur kaku : Struktur tidak mengalami perubahan bentuk yang berarti akibat
pengaruh pembebanan, misalnya Struktur balok (beam), dan Frame.
Struktur tidak kaku : Struktur mengalami perubahan bentuk tergantung pada kondisi
pembebanan, misalnya Struktur kabel.

MATERIAL
Material struktur : Struktur beton bertulang, Struktur Baja, Struktur Kayu,
Struktur Komposit.

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 22


4.1. Jenis dan Bentuk Struktur Kaku

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 23


5. Pembebanan Struktur

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 24


Beban Ledakan

Beban Gempa

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 25


5.1. Model Pembebanan pada Struktur

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 26


Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 27
6. Jenis / Model Tumpuan Struktur

Model Tumpuan Rol Model Tumpuan Sendi

Model Tumpuan Jepit Model Tumpuan Elastomer

Model-model tumpuan ini hanya merupakan sebuah


idealisasi dari kondisi sebenarnya yang dimaksudkan
untuk keperluan analisis struktur.

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 28


7. Elemen Lentur : Balok

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 29


Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 30
8. Elemen Tekan : Kolom

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 31


9. Pengaruh Variasi Kekakuan Elemen

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 32


10. Acuan Awal Perencanaan

Untuk mempermudah pelaksanaan dan biaya bekisting, sedapat mungkin ukuran kolom
disamakan atau variasinya dibuat minimal dengan mutu beton dan jumlah tulangan yang
diturunkan pada lantai yang lebih tinggi.

Ukuran Balok Beton


H = L/14 L/12 (tanpa prestress), L/24 (prestress) ; B = H/2
Ukuran Pelat Lantai
Untuk beban tipikal kantor dan apartment,
Biasa : tp = L/35
Flat slab : tp = L/25
Prestressed : tp =L/35 L/45
sedang untuk beban besar (parkir, taman, public) diasumsikan 1,2x nya.
Ukuran Kolom Beton
Ac = Ptot / 0,33.fc
Ac = luas penampang kolom beton
Ptot = luas Tributari Area x Jumlah Lantai x Factored load

Cost Analysis
- Setiap disain harus diperiksa terhadap cost total struktur
- Pedoman nilai adalah sbb :
Volume beton = 0.25-0.4 m3 beton / m2 lantai
Berat baja = 90-150 kg baja / m3 beton

Sistem Struktur
Sistem Struktur pemikul beban gravitasi = slab, balok, kolom
Sistem Struktur pemikul beban lateral = portal daktail (balok-kolom) dan shearwall
P-delta effect perlu ditinjau karena wall cukup langsing (h>40meter) dan jumlah lantai > 10
tingkat.

Pemilihan Sistem Struktur


Jumlah Lantai
1-3 lantai 4-20 lantai 15-30 lantai > 30 lantai
Frame daktail Balok-Kolom Wall-slab Core + Frame
Balok-kolom Wall-Slab Wall+Frame Tube
Flat slab Flat slab Core+Frame
Braced Frame Braced+Frame

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 33


LATIHAN DESAIN MANDIRI :

Desainlah keyplan balok-kolom dan struktur atap untuk gedung asrama 2 lantai seperti pada
gambar denah, tampak dan potongan berikut ini :

DENAH LANTAI 1

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 34


DENAH LANTAI 2

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 35


DENAH ATAP

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 36


TAMPAK DEPAN

TAMPAK SAMPING

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 37


POTONGAN 1-1

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 38


POTONGAN 2-2

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 39


SESI 3 : Tentang Pembebanan Gedung

1. Pembebanan Gedung

Ketentuan mengenai perencanaan didasarkan pada asumsi bahwa struktur direncanakan


untuk memikul semua beban kerjanya. Beban kerja diambil berdasarkan SNI 03-1727-1989-
F, Tata cara perencanaan pembebanan untuk rumah dan gedung. Dalam perencanaan
terhadap beban gempa, seluruh bagian struktur yang membentuk kesatuan harus memenuhi
SNI 03-1726-2003, Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung.
Harus pula diperhatikan pengaruh dari gaya prategang, beban kran, vibrasi, kejut, susut,
perubahan suhu, rangkak, perbedaan penurunan fondasi, dan beban khusus lainnya yang
mungkin bekerja.

Beban Mati (D)


Berat dari semua bagian gedung yang bersifat tetap termasuk segala unsur tambahan
yang merupakan bagian tak terpisahkan dari gedung. Berat sendiri bahan bangunan
dan komponen gedung menurut SNI 03-1727-1989-F,

Bahan Bangunan :
Baja 7850 kg/m3
Batu alam 2600 kg/m3
Batu belah (berat tumpuk) 1500 kg/m3
Beton Bertulang 2400 kg/m3
Kayu kelas 1 1000 kg/m3
Kerikil, Koral kondisi lembab 1650 kg/m3
Pasangan bata merah 1700 kg/m3
Pasangan batu belah 2200 kg/m3
Pasir jenuh air 1800 kg/m3
Pasir kerikil, koral kondisi lembab 1850 kg/m3
Tanah lempung dan lanau jenuh air 2000 kg/m3

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 40


Komponen Gedung :
2
Adukan semen per cm tebal 21 kg/m
2
Aspal per cm tebal 14 kg/m
Dinding pasangan bata merah
2
Satu batu 450 kg/m
2
Setengah batu 250 kg/m
Pernutup lantai dari ubin semen portland, teraso, beton tanpa
2
adukan, per cm tebal 24 kg/m
Langit-langit eternit 4 mm termasuk rusuk-rusuknya
tanpa penggantung langit-langit atau pengaku 11 kg/m2
Penggantung langit-langit dari kayu dengan bentang
maksimum 5 meter dengan jarak s.k.s minimum 0,80 meter 7 kg/m2
2 2
Penutup atap genting dengan reng dan usuk per m bidang atap 50 kg/m
Penutup atap seng gelombang tanpa gording 10 kg/m2
Penutup atap asbes gelombang 5 mm tanpa gording 11 kg/m2

Beban Hidup (L)


Semua beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan suatu gedung dan
termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari barang-barang yang dapat
berpindah dan beban genangan maupun tekanan jatuh air hujan. Semua beban hidup
mempunyai karakteristik dapat berpindah atau, bergerak. Apabila beban hidup
memberikan pengaruh yang menguntungkan bagi struktur, maka pembebanan atau
kombinasi pembebanan tersebut tidak boleh ditinjau.
Besarnya beban hidup terbagi merata ekuivalen yang harus diperhitungkan pada
struktur bangunan gedung, pada umumnya dapat ditentukan berdasarkan standar
yang berlaku. Beban hidup untuk bangunan gedung adalah :

Rumah tinggal = 125 kg/m2


Apartment = 200 kg/m2

Sekolah/Kantor/Hotel/Asrama/R.Sakit/Toko/Restoran = 250 kg/m2


Koridor, tangga/bordes = 300 kg/m2

Gd.Pertemuan/R. Pagelaran/R. Olah Raga/Masjid = 400 kg/m2


Panggung penonton dng penonton yang berdiri = 500 kg/m2
Ruang pelengkap = 250 kg/m2
Tangga/bordes = 500 kg/m2

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 41


Beban Perpus/R.Arsip/Toko Buku/ Pabrik/Bengkel/
2
Ruang ME/Gudang/Kluis ditentukan sendiri minimal = 400 kg/m

2
Balkon yang menjorok bebas keluar = 300 kg/m
2
Parkir, Heavy (Lantai Bawah) = 800 kg/m
2
Parkir, Light = 400 kg/m
Pot kembang / Planter = h x soil
Water feature/Pool = hw x water
Beban Lift, berat lift x faktor kejut = Wlift x 2,0
(Wlift dari konsultan ME)

Beban Eskalator, berat eskalator x faktor kejut = Wesk x f.kejut


(Wesk dari konsultan ME)
Faktor kejut bersifat lokal dapat diambil 1,1 - 1,5
(untuk disain keseluruhan tidak perlu dimasukkan)

Beban diatas roof :


Roof tank (q ) = q water/luasan
Chiller, Boiler, Cooling Tower
(Berat dari Konsultan ME)

Beban hidup pada lantai gedung sudah termasuk perlengkapan ruang sesuai kegunaan
lantai ruang yang bersangkutan dan juga partisi / dinding pemisah ringan dengan berat
tidak lebih dari 100 kg/m.

Beban hidup pada atap atau lantai dak yang dapat dicapai dan dibebani orang harus
diambil minimum 100 kg/m2 bidang datar. Pada balok tepi / gording tepi dari atap yang
tidak ditunjang oleh dinding dan pada kantilever harus ditinjau kemungkinan adanya
beban hidup terpusat minimum 200 kg.

Berhubung peluang terjadinya beban hidup penuh yang membebani semua bagian
secara serempak selama umur gedung tersebut sangat kecil, maka beban hidup
tersebut dianggap tidak efektif sepenuhnya, sehingga dapat dikalikan oleh koefisien
reduksi seperti pada tabel di bawah ini.

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 42


Koefisien Reduksi Beban Hidup
Penggunaan Gedung Perencanaan Untuk Peninjauan
Balok Gempa
Perumahan / Penghunian 0,75 0,3
Pendidikan 0,90 0,5
Pertemuan Umum 0,90 0,5
Kantor 0,60 0,3
Perdagangan 0,80 0,8
Penyimpanan 0,80 0,8
Industri 1,00 0,9
Tempat Kendaraan 0,90 0,5
Tangga :
Perumahan / Penghunian 0,75 0,3
Pendidikan, kantor 0,75 0,5
Pertemuan Umum,
Perdagangan, Penyimpanan,
Industri, Tempat Kendaraan 0,90 0,5

Untuk memperhitungkan peluang terjadinya beban hidup yang berubah-ubah, maka


untuk perhitungan gaya aksial, jumlah komulatif beban hidup terbagi rata dapat
dikalikan dengan koefisien reduksi yang nilainya tergantung pada lantai yang dipikul
seperti pada tabel di bawah ini. Untuk lantai gudang, arsip, perpustakaan, ruang
penyimpanan lain sejenis dan ruang yang memikul beban berat yang bersifat tetap,
beban hidup direncanakan penuh tanpa dikalikan koefisien reduksi. Pada perencanaan
pondasi, pengaruh beban hidup pada lantai yang menumpu di atas tanah harus turut
ditinjau.

Koefisien reduksi
Jumlah Lantai
yang dikalikan beban
yang dipikul
hidup komulatif
1 1,0
2 1,0
3 0,9
4 0,8
5 0,7
6 0,6
7 0,5
8 dan lebih 0,4

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 43


Beban Angin (W)
Semua beban yang bekerja pada gedung yang disebabkan oleh selisih tekanan udara.
Beban angin ditentukan dengan menganggap adanya tekanan positif fan tekanan
2
negatif (hisap) yang bekerja tegak lurus pada bidang yang ditinjau dalam satuan kg/m .
2
Tekanan tiup minimum 25 kg/m , sedangkan khusus sejauh 5 km dari di tepi laut
2
tekanan tiup minimum 40 kg/m . Untuk daerah dekat laut atau daerah yang dapat
2 2
menghasilkan tekanan tiup lebih dari 40 kg/m , nilai tekanan tiup (p) = V /16, dimana
parameter V = kecepatan angin dalam m/detik.

Beban Gempa (E)


Semua beban statik ekwivalen yang bekerja pada gedung yang menirukan pengaruh
gerakan tanah akibat gempa. Jika pengaruh gempa pada struktur gedung ditentukan
berdasarkan analisis dinamik, maka beban gempa adalah gaya-gaya di dalam struktur
yang terjadi oleh gerakan tanah akibat gempa.

Analisis beban gempa statik ekuivalen pada struktur gedung beraturan.


suatu cara analisis statik 3 dimensi linier dengan meninjau beban-beban gempa statik
ekuivalen, sehubungan dengan sifat struktur gedung beraturan yang praktis berperilaku
sebagai struktur 2 dimensi, sehingga respons dinamiknya praktis hanya ditentukan oleh
respons ragamnya yang pertama dan dapat ditampilkan sebagai akibat dari beban
gempa statik ekuivalen.

Analisis ragam spektrum respons


suatu cara analisis untuk menentukan respons dinamik struktur gedung 3 dimensi yang
berperilaku elastik penuh terhadap pengaruh suatu gempa melalui suatu metoda
analisis yang dikenal dengan analisis ragam spektrum respons, di mana respons dinamik
total struktur gedung tersebut didapat sebagai superposisi dari respons dinamik
maksimum masing-masing ragamnya yang didapat melalui spektrum respons Gempa
Rencana.

Beban Khusus
Semua beban yang bekerja pada gedung akibat selisih suhu, pengangkatan,
pemasangan, penurunan pondasi, susut, gaya rem dari crane, gaya sentrifugal dan gaya
dinamik dari mesin.

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 44


2. Kombinasi Pembebanan untuk Metode LFRD

Metode LFRD (Load Resistance Factor Design) merupakan metode perhitungan yang
mengacu pada prosedur metode kekuatan batas (Ultimate strength method), dimana di
dalam prosedur perhitungan digunakan dua faktor keamanan yang terpisah yaitu faktor
beban () dan faktor reduksi kekuatan bahan (). Kuat rencana setiap komponen struktur
tidak boleh kurang dari kekuatan yang dibutuhkan yang ditentukan berdasarkan kombinasi
pembebanan LRFD,

Ru Rn
Ru = kekuatan yang dibutuhkan (LRFD)
Rn = kekuatan nominal
= faktor tahanan (< 1.0) (SNI: faktor reduksi)

Setiap kondisi beban mempunyai faktor beban yang berbeda yang memperhitungkan derajat
uncertainty, sehingga dimungkinkan untuk mendapatkan reliabilitas seragam. Dengan kedua
faktor ini, ketidakpastian yang berkaitan dengan masalah pembebanan dan masalah kekuatan
bahan dapat diperhitungkan dengan lebih baik.

2.1. Kombinasi Pembebanan untuk Desain Struktur Beton

Perencanaan komponen struktur beton bertulang mengikuti ketentuan semua komponen


struktur harus direncanakan cukup kuat sesuai dengan ketentuan yang dipersyaratkan dalam
SNI 03-2847-2002 Standar Tata Cara Perencanaan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung,
dengan menggunakan metode faktor beban dan faktor reduksi kekuatan (LRFD). Struktur dan
komponen struktur harus direncanakan hingga semua penampang mempunyai kuat rencana
minimum sama dengan kuat perlu, yang dihitung berdasarkan kombinasi beban dan gaya
terfaktor yang sesuai dengan ketentuan tata cara ini.

1) Kuat perlu U untuk menahan beban mati D paling tidak harus sama dengan
U = 1,4 D (1)
Kuat perlu U untuk menahan beban mati D, beban hidup L, dan juga beban
atap A atau beban hujan R, paling tidak harus sama dengan
U = 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (A atau R) (2)

2) Bila ketahanan struktur terhadap beban angin W harus diperhitungkan


dalam perencanaan, maka pengaruh kombinasi beban D, L, dan W berikut
harus ditinjau untuk menentukan nilai U yang terbesar, yaitu:
U = 1,2 D + 1,0 L 1,6 W + 0,5 (A atau R) (3)

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 45


Faktor beban untuk W boleh dikurangi menjadi 1,3 bilamana beban angin
W belum direduksi oleh faktor arah. Faktor beban untuk L boleh direduksi
menjadi 0,5 kecuali untuk ruangan garasi, ruangan pertemuan, dan semua
2
ruangan yang beban hidup L-nya lebih besar daripada 500 kg/m .
Kombinasi beban juga harus memperhitungkan kemungkinan beban hidup
L yang penuh dan kosong untuk mendapatkan kondisi yang paling
berbahaya, yaitu:
U = 0,9 D 1,6 W (4)
Faktor beban untuk W boleh dikurangi menjadi 1,3 bilamana beban angin
W belum direduksi oleh faktor arah. Perlu dicatat bahwa untuk setiap
kombinasi beban D, L, dan W, kuat perlu U tidak boleh kurang dari
persamaan 2.

3) Bila ketahanan struktur terhadap beban gempa E harus diperhitungkan


dalam perencanaan, maka nilai kuat perlu U harus diambil sebagai:
U = 1,2 D + 1,0 L 1,0 E (5)
Faktor beban untuk L boleh direduksi menjadi 0,5 kecuali untuk ruangan
garasi, ruangan pertemuan, dan semua ruangan yang beban hidup L-nya
lebih besar daripada 500 kg/m2, atau
U = 0,9 D 1,0 E (6)
dalam hal ini nilai E ditetapkan berdasarkan ketentuan SNI 03-1726-2003,
Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung.

4) Bila ketahanan terhadap tekanan tanah H diperhitungkan dalam


perencanaan, maka pada persamaan 2, 4 dan 6 ditambahkan 1,6H, kecuali
bahwa pada keadaan dimana aksi struktur akibat H mengurangi pengaruh
W atau E, maka beban H tidak perlu ditambahkan pada persamaan 4 dan 6.

5) Bila ketahanan terhadap pembebanan akibat berat dan tekanan fluida, F,


yang berat jenisnya dapat ditentukan dengan baik, dan ketinggian
maksimumnya terkontrol, diperhitungkan dalam perencanaan, maka beban
tersebut harus dikalikan dengan faktor beban 1,4, dan ditambahkan pada
persamaan 1, yaitu:
U = 1,4 (D + F) (7)
Untuk kombinasi beban lainnya, beban F tersebut harus dikalikan dengan
faktor beban 1,2 dan ditambahkan pada persamaan 5.

6) Bila ketahanan terhadap pengaruh kejut diperhitungkan dalam


perencanaan maka pengaruh tersebut harus disertakan pada perhitungan
beban hidup L.

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 46


7) Bila pengaruh struktural T dari perbedaan penurunan fondasi, rangkak,
susut, ekspansi beton, atau perubahan suhu sangat menentukan dalam
perencanaan, maka kuat perlu U minimum harus sama dengan:
U = 1,2(D +T ) + 1,6L + 0,5(A atau R) (8)
Perkiraan atas perbedaan penurunan fondasi, rangkak, susut, ekspansi
beton, atau perubahan suhu harus didasarkan pada pengkajian yang
realistis dari pengaruh tersebut selama masa pakai.

8) Untuk perencanaan daerah pengangkuran pasca tarik harus digunakan


faktor beban 1,2 terhadap gaya penarikan tendon maksimum.

9) Jika pada bangunan terjadi benturan yang besarnya P, maka pengaruh


beban tersebut dikalikan dengan faktor 1,2.

2.2. Kombinasi Pembebanan untuk Desain Struktur Baja

Berdasarkan SNI 03 - 1729 2002, Tata Cara Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan
Gedung maka struktur baja harus mampu memikul semua kombinasi pembebanan di bawah
ini:

1) 1,4D
2) 1,2D + 1,6 L + 0,5 (La atau H)
3) 1,2D + 1,6 (La atau H) ) + (L. L atau 0,8W)
4) 1,2D + 1,3 W + L. L + 0,5 (La atau H)
5) 1,2D 1,0E + L. L
6) 0,9D (1,3W atau 1,0E)

Keterangan:

D adalah beban mati yang diakibatkan oleh berat konstruksi permanen, termasuk dinding,
lantai, atap, plafon, partisi tetap, tangga, dan peralatan layan tetap.
L adalah beban hidup yang ditimbulkan oleh penggunaan gedung, termasuk kejut, tetapi
tidak termasuk beban lingkungan seperti angin, hujan, dan lain-lain.
La adalah beban hidup di atap yang ditimbulkan selama perawatan oleh pekerja,
peralatan, dan material, atau selama penggunaan biasa oleh orang dan benda bergerak
H adalah beban hujan, tidak termasuk yang diakibatkan genangan air.
W adalah beban angin.
E adalah beban gempa.

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 47


dengan,
L = 0,5 bila L< 5 kPa, dan L = 1 bila L 5 kPa.
Kekecualian : Faktor beban untuk L di dalam kombinasi pembebanan pada persamaan 3, 4,
dan 5 harus sama dengan 1,0 untuk garasi parkir, daerah yang digunakan untuk pertemuan
umum, dan semua daerah di mana beban hidup lebih besar daripada 5 kPa.

Setiap aksi yang dapat mempengaruhi kestabilan, kekuatan, dan kemampuan-layan struktur,
termasuk yang disebutkan di bawah ini, harus diperhitungkan:

1) gerakan-gerakan pondasi;
2) perubahan temperatur;
3) deformasi aksial akibat ketaksesuaian ukuran;
4) pengaruh-pengaruh dinamis;
5) pembebanan pelaksanaan.

Jika ada pengaruh struktural akibat beban yang ditimbulkan oleh fluida (F), tanah (S),
genangan air (P), dan/atau temperatur (T) harus ditinjau dalam kombinasi pembebanan di
atas dengan menggunakan faktor beban: 1,3F, 1,6S, 1,2P, dan 1,2T, sehingga menghasilkan
kombinasi pembebanan yang paling berbahaya.

3. Kombinasi Pembebanan untuk Desain Struktur Beton dengan Metode ASD

Pada desain dengan kekuatan ijin (Allowable Strength Design), kuat ijin setiap komponen
struktur tidak boleh kurang dari kekuatan yang dibutuhkan,

Ru Rn /
Ru = kekuatan yang dibutuhkan (ASD)
Rn = kekuatan nominal
= faktor keamanan
Rn/ = kuat ijin

Gaya dalam pada komponen struktur dilakukan dengan analisis elastis orde pertama pada
kondisi beban kerja. Faktor keamanan diterapkan hanya pada sisi tahanan, dan keamanan
dihitung pada kondisi beban kerja (tak terfaktor). Kombinasi pembebanan untuk desain
struktur baja dengan metode ASD :

Pembebanan Tetap : DL + LL
Pembebanan Sementara : DL + LL + E atau DL + LL + W

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 48


4. Kombinasi Pembebanan untuk Desain Pondasi

Pada metode desain berdasarkan tegangan kerja (working stress design), kapasitas dukung
aman ditentukan dari nilai ultimit kapasitas dukung tanah dibagi dengan faktor aman (S.F).
Selain meninjau kapasitas dukung aman, perencana harus mempertimbangkan kondisi batas
kemampulayanan agar tidak terlampaui. Pada saat kriteria penurunan mendominasi,
tegangan tanah yang bekerja di bawah dasar pondasi dibatasi oleh nilai yang sesuai tentunya
dibawah nilai kapasitas dukung aman, yang disebut dengan kapasitas dukung ijin tanah.

Kombinasi pembebanan untuk perhitungan pondasi :

Pembebanan Tetap : DL + LL
Pembebanan Sementara : DL + LL + E atau DL + LL + W

Pada peninjauan beban kerja pada tanah pondasi, maka untuk kombinasi pembebanan
sementara, kapasitas dukung tanah yang diijinkan dapat dinaikkan menurut tabel :

Jenis Tanah Pembebanan Tetap. Faktor Pembebanan


2
Pondasi qall (kg/cm ) Kenaikan Sementara.
qall qall (kg/cm2)
Keras 5 1,5 7,5
Sedang 2-5 1,3 2,6 6,5
Lunak 0,5 - 2 1 1,3 0,65 2,6
Amat Lunak 0 0,5 1 0 0,5

Pada peninjauan beban kerja pada pondasi tiang untuk kombinasi pembebanan sementara,
selama tegangan yang diijikan di dalam tiang memenuhi syarat-syarat yang berlaku untuk
bahan tiang, kapasitas dukung tiang yang diijinkan dapat dikalikan 1,5.

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 49


SESI 4 : Tentang Besaran Mekanika Material

1. Sifat Beban-Deformasi pada Material Secara Umum

Adanya beban pada elemen struktur selalu menyebabkan terjadinya perubahan dimensional
pada elemen struktur tersebut. Struktur tersebut mengalami perubahan ukuran atau bentuk
atau kedua-duanya. Pada sebagian besar jenis material, misalnya baja, perubahan
dimensional yang terjadi dapat secara kasar dikelompokkan ke dalam dua jenis, yaitu
deformasi elastis dan deformasi plastis yang terjadi secara berurutan dengan semakin
bertambahnya beban. Apabila elemen struktur tersebut mula-mula dibebani, maka deformasi
yang terjadi masih dalam daerah elastis dari material seperti pada Gambar 4.1.

Regangan (Strain)
=L / L

Gambar 4.1. Hubungan tegangan dan regangan pada material baja.

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 50


Dalam daerah ini, elemen struktur tersebut masih dapat kembali kepada keadaan semula
apabila bebannya dihilangkan (perilaku demikian sama dengan perilaku pegas). Deformasi
dalam daerah elastis bergantung langsung pada besar taraf tegangan yang terjadi pada
elemen struktur. Apabila bebannya bertambah terus, maka akan terjadi deformasi yang
termasuk ke dalam daerah plastis dari material, hal ini terjadi apabila tegangan pada material
sedemikian besarnya sehingga dapat menyebabkan terjadinya perubahan permanen di
dalam struktur internal material. Apabila perubahan internal material ini terjadi, maka
keadaan semula tidak dapat tercapai meskipun beban dihilangkan. Dengan demikian, apabila
material sudah masuk kedalam daerah plastis, maka pada material terjadi perubahan dimensi
tak dapat balik (irreversible) dan terjadi perubahan bentuk yang permanen meskipun
bebannya dihilangkan seperti pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2. Perbedaan material elastis dan plastis.

Taraf beban atau tegangan yang diasosiasikan dengan daerah plastis, deformasinya tidak
berbanding lurus dengan beban atau tegangan yang ada. Deformasi dalam daerah plastis
jauh lebih besar daripada dalam daerah elastis, bahkan pada material tertentu dapat terjadi
deformasi berlebihan tanpa adanya penambahan beban.

Seperti yang akan dibahas lebih rinci berikut ini, tidak semua material mempunyai perilaku
elastis dan plastis apabila bebannya bertambah. Sebagai contoh, baja dapat sedangkan beton
polos (plain concrete) tidak (Gambar 4.3).

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 51


Gambar 4.3. Hubungan tegangan dan regangan pada material beton.

2. Elastisitas

Perilaku Elastis. Bagian ini membahas secara lebih rinci perilaku material yang masih berada
dalam daerah elastis, yaitu material dapat kembali ke ukuran dan bentuk semula apabila
tegangan dihilangkan. Hingga saat ini konsep mengenai tegangan telah banyak dibahas. Cara
utama dalam menjelaskan perubahan ukuran dan bentuk adalah dengan menggunakan
konsep regangan (). Secara umum regangan didefinisikan sebagai rasio (perbandingan)
antara perubahan ukuran atau bentuk suatu elemen yang mengalami tegangan, terhadap
ukuran atau bentuk semula (S) elemen [yaitu = S/(S + S)]. Karena merupakan
perbadingan, regangan tidak mempunyai dimensi fisis. Ada hubungan umum antara
tegangan dan regangan untuk material elastis yang pertama kali dinyatakan oleh Robert
Hooke (1635-1703) dan dikenal sebagai Hukun Hooke. Hukum Hooke ini menayatakan
bahwa untuk benda elastis, perbandingan antara tegangan yang ada pada elemen terhadap
regangan yang dihasilkan adalah konstan. Jadi :

tegangan = konstanta untuk suatu material


regangan
= modulus elastisitas = E

Besar konstanta ini merupakan sifat material dan, seperti telah disinggung di atas, biasanya
disebut sebagai modulus elastisitas. Satuan untuk konstanta ini sama dengan satuan
tegangan (yaitu gaya per satuan luas) karena regangan tidak mempunyai dimensi. Hubungan

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 52


antara tegangan dan regangan di atas mengandung arti bahwa regangan pada suatu elemen
struktur bergantung linear pada tegangan untuk taraf tegangan yang ada. Konstanta yang
menghubungkan tegangan dan regangan (modulus elastisitas) ditentukan secara
eksperimental.

Apabila elemen struktur mengalami gaya tarik murni, maka elemen struktur tersebut akan
mengalami perpanjangan. Jika L menunjukkan panjang semula dan L adalah perubahan
panjang, maka regangan yang ada pada batang tersebut adalah :

regangan = pertambahan panjang atau = L


panjang semula L

Seperti telah tersebut diatas, regangan tidak mempunyai dimensi. Kita dapat memandang
regangan sebagai besar deformasi per satuan panjang. Dengan pengertian ini, regangan
dapat dipandang seolah-olah mempunyai dimensi mm/mm atau in/in.

Cara yang biasa dipakai untuk menentukan modulus elastisitas (E) material adalah dengan
menggunakan suatu batang dari material tersebut, yang mempunyai panjang serta luas
tertentu, kemudian diberi beban yang diketahui, dan mengukur besarnya perpajangan L.
Karena tegangan yang ada dapat secara langsung dihitung dengan menggunakan hubungan
f = P/A, dan regangan dapat diperoleh dari hubungan = L/L, maka modulus elastisitas
material tersebut dapat ditentukan dengan menggunakan E = f/. Modulus elastisitas untuk
berbagai material dapat diperoleh dengan prosedur umum seperti ini.

Untuk baja (steel) ES = 204000 MPa, dan untuk aluminium, Ea = 77900 MPa. Harga
yang umum untuk beton (concrete) adalah Ec = 20700 MPa, dan untuk kayu
(timber) adalah Et = 11000 MPa. Nilai E untuk kayu dan beton bergantung pada
karakteristik deformasi beton atau mutu jenis kayu yang digunakan.

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 53


Apabila nilai telah diketahui, E dapat dipakai sebagai konstanta dalam memprediksi deformasi
material yang mengalami deformasi akibat berbagai kondisi tegangan. Dengan
memperhatikan Gambar 4.4, terlihat bahwa modulus elastisitas adalah kemiringan kurva
tegangan-regangan di dalam daerah elastis material.

Gambar 4.4. Grafik tipikal tegangan dan regangan.

Untuk tegangan yang semakin tinggi pada elemen struktur, suatu titik dicapai dimana
regangannya akan menjadi tidak bergantung linear lagi terhadap tegangan. Ini adalah titik
transisi antara daerah elastis dan plastis untuk material tersebut, atau disebut juga sebagai
limit proporsional untuk material. Sesudah titik ini dilalui, konsep modulus elastisitas konstan
sudah tidak berlaku lagi. Untuk kebanyakan material, seperti baja, besar deformasi yang dapat
terjadi di dalam daerah plastis jauh lebih besar dibandingkan dengan di dalam daerah elastis.
Perlu diingat bahwa beberapa material, seperti aluminium, tidak menunjukkan limit
proporsional yang jelas. Bahkan material lain, seperti besi tuang, tidak menunjukkan
deformasi plastis sama sekali. Dengan demikian material yang berbeda akan menunjukkan
perilaku yang berbeda-beda terhadap beban.

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 54


Deformasi Lateral di dalam Daerah Elastis. Seperti yang terlihat pada Gambar 4.5 di bawah
ini, batang yang diberi beban aksial akan mengalami perubahan elastis dalam dimensi lateral
selain juga dalam arah longitudinal.

Gambar 4.5. Perubahan elastis dalam dalam arah longitudinal dan lateral.

Dimensi lateral batang berkurang apabila batang tersebut mengalami beban tarik, dan
bertambah apabila batang tersebut mengalami beban tekan. Ada suatu konstanta di antara
kedua perubahan lateral ini dengan yang terjadi dalam arah longitudinal.
Konstanta hubungan ini biasanya disebut sebagai angka Poisson () yang didefinisikan
sebagai = -y / x. Untuk baja, angka poisson ini adalah sekitar 0,3.

3. Kekuatan

Sebutan kekuatan sering digunakan sebagai acuan dalam menentukan kapasitas-pikul-beban


material. Sebagaimana telah disinggung diatas, material sering kali menunjukkan perilaku
yang tidak sederhana apabila dibebani sehingga perlu ada definisi yang lebih tepat untuk
menyebut kekuatan. Sebagai contoh, banyak material dapat terus memikul beban
tambahan bahkan setelah limit proporsional material terlampaui. Baja dapat terus memikul

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 55


taraf tegangan di atas limit proporsional, tetapi disertai deformasi yang sangat berlebihan
utnuk penambahan tegangan yang sedikit saja. Titik kritis, yang disebut titik leleh, dicapai
apabila baja berdeformasi tanpa adanya penambahan tegangan sama sekali. Sebenarnya,
apabila baja diuji tarik dengan menggunakan mesin-uji-tarik (yang pada umumnya dapat
memberi deformasi dan mengukur tegangan atau bebannya, bukan sebaliknya),
pengurangan aktual dalam taraf tegangan akan terjadi. Apabila beban diberikan langsung
(bukan deformasi), titik leleh dengan mudah akan terlihat dengan adanya pertambahan
deformasi secara tiba-tiba. Selanjutnya material akan mengalami deformasi permanen (dalam
selang plastis) pada taraf tegangan yang relatif konstan. Akan tetapi, pada saat deformasinya
bertambah, baja mulai tidak aman untuk memikul sedikit saja pertambahan beban, dan taraf
tegangan yang ada bertambah lagi. Ini adalah yang disebut sebagai kekuatan batas (ultimate
strength) material. Sesudah tegangan ini tercapai, baja berdeformasi dengan sangat cepat,
disertai dengan berkurangnya luas penampang, yaitu terbentuk apa yang disebut takik
(notch), dan akhirnya putus.

4. Material Daktail (Ductile) versus Getas (Brittle)

Perilaku Daktail dan Getas. Material yang dapat mengalami deformasi plastis seperti yang
baru saja dibahas di atas, sampai keadaan sebelum putus biasanya disebut sebagai material
daktail. Baja adalah contoh klasik dari material daktail. Sebaliknya apabila material tidak
menunjukkan perilaku plastis apabila dibebani, tetapi dapat putus pada saat deformasi yang
tidak besar, disebut material getas (brittle). Besi tuang adalah material getas, begitu pula
beton polos (plain concrete). Kurva tegangan-regangan seperti terlihat pada Gambar 4.6 di
bawah ini menggambarkan perbedaan perilaku yang ada diantara kedua jenis umum
material.

Gambar 4.6. Perbedaan grafik hubungan tegangan-regangan pada


material getas dan daktail.

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 56


Besar daktalitas atau kegetasan yang ada pada material seperti baja secara aktual dapat
dikontrol dengan mengatur konsistensi atau metode prosesnya. Dengan menambah kadar
karbon di dalamnya, daktalitas akan berkurang. Alternatif lain, baja yang menunjukkan
daktalitas kecil dapat semakin daktail dengan menempanya (dipanaskan pada temperatur
tinggi dan dibiarkan mendingin secara perlahan-lahan).

Implikasi Daktalitas dalam Desai Struktural. Dari tinjauan desain struktural, material
seperti baja yang menunjukkan perilaku daktail atau plastis seperti yang dijelaskan sebelum
ini sangat diinginkan karena daerah plastisnya (yaitu adanya sedikit pertambahan kapasitas-
pikul-beban di atas titik leleh), memberikan arti sebagai ukuran cadangan kekuatan. Taraf
tegangan desain, atau taraf tegangan izin, selalu menggunakan tegangan dibawah tegangan
leleh material, dan benar-benar di dalam daerah elastis material. Balok baja, misalnya akan
dirancang agar mempunyai taraf tegangan yang sama atau lebih kecil daripada harga
tegangan izin. Taraf tertentu dari defleksi balok elastis adalah sehubungan dengan taraf
tegangan tersebut, dan diasosiasikan dengan regangan elastis. Apabila beban pada balok
bertambah hingga di atas taraf desain yang diantisipasi, maka taraf tegangan lentur dan
regangannya juga bertambah sampai titik leleh material tercapai. Pada saat tersebut baja
leleh, tetapi secara fisik belum putus dan balok mulai mengalami defleksi permanen yang
diasosiasikan dengan daerah plastis material. Defleksi ini dengan jelas dapat terlihat dengan
mata, dan jauh lebih besar dibandingkan defleksi yang digunakan dalam desain sehingga
dapat dipakai sebagai peringatan akan adanya kegagalan. Karena bertambahnya tegangan
yang diperlukan untuk mencapai kekuatan batas material, balok masih dapat memikul beabn
yang sedikit lebih besar sekalipun sudah terjadi defleksi permanen. Hanya apabila kekuatan
batas material sudah tercapai, balok tersebut akan gagal. Karena fenomena ini dikaitkan
dengan bertambahnya kapasitas-pikul-beban sebagai akibat adanya redistribusi tegangan
plastis yang terjadi, maka balok tersebut mempunyai cadangan kapasitas-pikul-beban yang
cukup besar. Dengan demikian, plastisitas material sangat berguna dan merupakan sifat
material yang sangat diinginkan.
Material getas tidak menunjukkan perilaku plastis. Elemen struktur yang menggunakan
material getas, seperti balok dari besi tuang, tidak dapat berdefleksi secara cukup besar untuk
memberi peringatan sebelum terjadinya collapse. Elemen struktur demikian cukup berbahaya
apabila digunakan. Beton juga merupakan material yang getas, tetapi apabila digunakan
bersama material daktail seperti baja (sebagai tulangannya), material gabungannya (disebut
beton bertulang) dapat mempunyai sifat daktail yang ukuran daktailnya dapat direncanakan.

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 57


5. Sifat Mekanis Lainnya

Efek Laju Regangan


Apabila laju pembebanan pada struktur bertambah, biasanya material yang secara normal
daktail mulai berperilaku sebagai material getas (deformasi palstis yang ada hanya sedikit).
Limit proporsional dan titik leleh sering kali bertambah apabila laju regangan bertambah.

Efek Temperatur
Tempertur rendah seringkali menyebabkan material yang secara normal daktail seperti baja,
mulai menunjukkan perilaku getas. Dalam banyak hal efek temperatur rendah pada material
sama dengan efek laju regangan tinggi.

Efek Rangkak
Sebutan rangkak (creep) di sini dimaksudkan sebagai deformasi terus-menerus dengan
bertambahnya waktu untuk suatu keadaan tegangan konstan. Bahan plastik dan beton polos,
misalnya mempunyai kecenderungan demikian, sedangkan baja tidak. Defleksi jangka
panjang pada struktur akibat rangkak sering kali cukup besar sehingga tidak dapat diabaikan.
Rangkak dapat juga menyebabkan redistribusi tegangan yang tidak diinginkan pada elemen
struktur beton bertulang.

Efek Fatik
Matrial yang mengalami siklus tegangan yang bolak-balik dapat mengalami kegagalan pada
tegangan yang relatif rendah (meskipun masih di bawah kekuatan elastis material). Batas daya
tahan material adalah tegangan satuan maksimum di mana material dapat menahan tak
hingga siklus tanpa mengalami kegagalan. Kebanyakan material yang mengadung ferrum
(seperti baja) mempunyai limit daya tahan yang terdefinisi dengan baik. Material yang tak
mengandung ferrum, seperti aluminium, tidak demikian. Pada umumnya fatik (fatigue) bukan
merupakan masalah pada gedung karena tidak ada beban dominan yang menyebabkan
terjadinya tegangan bolak-balik. Kebanyakan getaran tidak cukup lama untuk menyebabkan
masalah fatik.

Efek Pemusatan Tegangan, Retak, dan Cacat


Pada banyak struktur sangat mungkin terjadi retak mikro maupun cacat-cacat lainnya. Pada
titik-titik demikian sering timbul tegangan yang sangat tinggi pada luasan yang kecil. Inilah
yang disebut pemusatan (atau konsentrasi) tegangan. Apabila yang digunakan material getas,
maka pada titik-titik di mana terjadi pemusatan tegangan terjadi retak yang menjalar terus
hingga dapat menyebabkan terjadinya kegagalan pada elemen struktur tersebut. Apabila
material daktail yang digunakan, maka material akan berdeformasi sedikit sedikit secara lokal
saja sehingga memungkinkan terjadinya redistribusi tegangan. Dengan demikian, retak yang
terjadi pada material daktail akan menjalar lebih lambat dibandingkan dengan pada material

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 58


getas. Karena itulah retak minor yang biasa ada pada elemen struktur, seperti penampang
baja sayap lebar (wide flange) tidak merupakan masalah serius dan tidak banyak pengaruhnya
pada kapasitas-pikul-beban elemen struktur tersebut. Hal seperti ini tidak terjadi pada elemen
struktur yang getas.

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 59


SESI 5 : Tentang Profesi

Kita telah menyaksikan sekelompok orang yang lebih suka mendahulukan dunia daripada
akhirat, akhirnya mereka menjadi hina, binasa dan tercela.

The Wisdom of Hasan al-Bashri

1. A professional engineer

Structural engineering, being considered a field of specialty within the realm of civil
engineering, is the application of math and science to the design of structures, including
buildings, bridges, storage tanks, transmission towers, roller coasters, aircraft, space vehicles,
and much more, in such a way that the resulting product will safely resist all loads imposed
upon it. The design of structures has always involved theory, buttressed by testing and direct
observation, and a professional engineer is able to make wise use of intuition and experience
to bring theoretical truths into reality. In order to develop an adequate understanding of
structures that are designed, an engineer must make justifiable approximations and
assumptions in regards to materials used and loading imposed and must also simplify the
problem in order to develop a workable mathematical model.

We are all living and working in a rapidly changing environment and more changes are
expected to come. Therefore, to survive and to be a leader of constant change, a new kind of a
structural designer has to emerge, who will be able to meet the challenges of the future.
He/she will have the following major abilities :

To understand engineering design in its complexity and in the context of the ever-
changing societies and technology.
To understand engineering knowledge on both the systems level and on the level of
details necessary for engineering purposes.
To use various analytical and design methods and tools.

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 60


To find inventive solutions to complex problems.
To continuously learn and use new knowledge, including new inventive design
methods.
To utilize Information Technology in every-day practice for designing and learning.

Structural engineers usually begin training long before theyve even dreamed of joining the
profession. Structural engineering is much more than just a careerit is a lifelong experience,
meant to be passed along to future generations. The process of designing a structure cannot
be truly understood within textbooks or example problems.

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 61


Sometimes a problem or issue should be seen in a new and refreshing light, opening the
doors to better, more creative solutions. Structural engineering is truly a profession of science
married to art, where creative expression of antitypical, original designs instills confidence in
the practitioner as well as those who must build the system.

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 62


In order to be successful, a graduate engineer must be trained in the following areas:

1. Ethics and liability:


Because an engineer is expected to create a product that safeguards the life and welfare of the
public, this profession can have some painful legal penalties when negligence is proven.
Engineers need to understand their responsibility to the public, employers, clients, and their
families, keeping ethical practice firmly embedded within the process of earning a living.

2. Business knowledge:
All engineers need clients, whether the government funding research or a local homeowner
with a dream to fulfill. Managing clients and business aspects, including scheduling, deadlines,
and resource management, is not only a business owners concern, but that of every
employee who is instrumental in delivering a product.

3. Communicating and delivering a product:


An engineers work will be reviewed by an agency having the right to give or refuse a building
permit. A building, for example, requires a set of structural calculations to prove that a
particular design works and complies with adopted codes, notes, or specifications to indicate
a desired product to use in the construction, and a set of drawings to show the complete
assembly of the building from foundation and roof framing to means of weather-protection.
These documents must be organized, straightforward, and easy to follow through.

4. Technical knowledge:
There will always be room to learn new things and to expand on existing knowledge related
to the technical aspects of structural engineering including new technologies and discoveries,
building- or bridgecode changes, new design standards, or design methods.

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 63


Overall Design Process : Conception, Modeling, Analysis, Design,
Detailing, Drafting, and Costing.

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 64


2. Building Information Modelling (BIM)

BIM is not software. It is a process built on consistent, coordinated, computable, and reliable
information about a project from design to construction to building operations. With BIM,
architects, engineers, contractors, and owners create coordinated digital design information
and documentation. They then use that information to accurately visualize, simulate, and
analyze performance, appearance, and cost. The outcome is delivering reliable and faster
results that are more economical, and have less impact on the environment.

BIM has started to transform the way many structural engineering firms do business, directly
influencing their rapidly evolving practices. The building industry, for the most part, has
adopted the word processor approach to documenting building designs over the past 20
years. CAD tools are primarily used to create electronic drawings of buildings. Even some 3D
models are little more than 3D drawings. Although the output of these systems may resemble
the output of a BIM solution just as the financial table in the word processor looks the same
as the spreadsheet table it is not computable information. It's quite common to try to use
this incomputable building design data for analysis and find that the data, although
seemingly computable, is actually an empty shell a collection of graphic elements with no
implicit knowledge of building elements such as walls, beams or ducts. For the most part,
humans look at the data, interpret it, and transfer it to new applications for additional analysis.
Architects make occasional use of analysis packages, lighting studies, or baseline energy
calculations, for example, which are typically outsourced to specialized engineering firms.
Whereas the structural engineer is heavily dependent on analysis, which is an integral part of
the structural design process. As a result, a computable building model is a key ingredient for
efficient structural design processes.

Traditional structural processes (those that don't use a building information model) begin
with the architectural document set, be it paper or CAD-based. The structural engineering
team interpret the architectural design to create an overall structural design, then create
specialized analytical models, using different software applications for the multiple types of
structural analyses required for the project; gravity, dynamic (e.g., seismic), and wind analyses.
In parallel, the structural drafters create yet another representation of the building in the
construction documentation process creating multiple drawings of the same information.

This traditional workflow results in multiple models (including the drawings set) that are not
coordinated, requiring manual efforts to keep them in sync. Opportunity for errors abound.
For instance, one of the analysis programs prompts a change to a structural column, but the
structural drafter misses the change, so the analytical representation doesn't match the
physical representation. The documentation falls out of sync. The other analytical models

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 65


become outdated, the downstream analyses are compromised, and the validity of the design
suffers.

Revit Structure allows engineers and designers to create a single building model combining a
physical representation of the building which is fully associated with an analytical
representation. This building model is used for the complete production of construction
documents and (since it is computable) can be used for different types of analyses. The
physical representation denotes the physical layout of the structure in the building beams,
columns, walls, footings, etc. It also drives the construction documentation. As the physical
representation develops, the analytical representation is created automatically, containing the
necessary data needed for third-party analysis applications. The analytical representation is an
abstract (usually simplified) 3D digital model used for structural analysis. The engineer adds
specific loads, material properties, and so forth and then runs the analysis. Currently, Revit
Structure is linked via an application programming interface (API) to several leading industry
applications for building analysis: ETABS from CSI (http://www.csiberkeley.com), RISA-3D
from RISA Technologies (http://www.risatech.com) and ROBOT Millennium from RoboBAT
(http://www.robot-structures.com).

If the engineers chooses to, the analysis program can then return information that
dynamically updates the building model and therefore the documentation as well. This
capability eliminates much of the redundant work done by structural engineers to model and
analyze single- or multi-material building frames (steel, concrete, masonry, wood) using many
different applications. The value of using BIM for structural design becomes clear when
comparing and contrasting the traditional structural workflow and a workflow supported by a
building information model.

Traditional Structural Workflow = Multiple Models

Traditional structural workflows have two main branches, the iterative design/analysis process
and the documentation process. Both begin with the architects design, communicated
through drawings. As mentioned earlier, the structural engineers interpret the architectural
design to create an overall structural design, and then create specialized analytical models in
different software applications for the different types of analyses required. Time constraints
usually dictate that the documentation effort parallels the design effort, so as the structural
engineers begin their analyses, the structural drafters begin developing the documentation
set framing plans, bracing elevations, typical details, etc.

This use of multiple models models that are not coordinated with each other or the
documentation requires a manual effort to keep them and the documentation package
synchronized, to the detriment of a firm's efficiency, quality, and flexibility. Whereas the use of

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 66


a common building information model to drive analysis, coordination, and documentation
reduces these problems. The use of a building information model gives structural firms an
integrated modeling environment for analysis and documentation so that the structural
design and documentation are always coordinated, consistent, and complete. Leveraging
existing architectural digital design information and sharing the structural building
information model with architects and engineers further coordinates the building design and
documentation a winning combination for all parties involved in the design, construction,
and operation of a building.

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 67


Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 68
3. Penyusunan Laporan Perencanaan

Ada lima laporan yang harus disusun :

Laporan perencanaan struktur bawah


Laporan perencanaan struktur atas
Laporan Spesifikasi Teknis
Laporan Metode Konstruksi
Laporan Engineer Estimate (Volume and Cost) untuk owner
Gambar Detail Struktur Bawah
Gambar Detail Struktur Atas
Metode Pelaksanaan Struktur Bawah
Metode Pelaksanaan Struktur Atas

Laporan Perencanaan Struktur Bawah :

Penjelasan Sistem Struktur


Ringkasan Langkah Perencanaan
Penjelasan Software yang digunakan
Penjelasan Peraturan yang digunakan
Mutu bahan yang digunakan
Parameter Tanah yang diambil
Beban rencana
Metode Pelaksanaan
Perhitungan struktur penahan galian
Pengaruh akibat beban vertikal pada galian
Pengaruh gempa pada dinding penahan tanah
Perhitungan sistem basement
Kontrol Heave
Perhitungan penanggulangan air hujan
Pengaruh penurunan air tanah sekitar
Settlement akibat dewatering
Laporan Penyelidikan tanah
Laporan pumping test
Gambar struktur detail

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 69


Laporan Perencanaan Struktur Atas :

Penjelasan Sistem Struktur


Ringkasan Langkah Perencanaan
Penjelasan Software yang digunakan
Penjelasan Peraturan yang digunakan
Mutu Bahan yang digunakan
Beban pada struktur atas
Perhitungan struktur sekunder
Perhitungan struktur pratekan (kalau ada)
Kurva spring nonlinear
Pemodelan dan analisis struktur
Model struktur pada sofware
Analisis statik
Analisis dinamik
Summary analisis
Koreksi eksentrisitas
Koreksi base shear
Desain slab dan balok
Desain wall dan kolom
Desain struktur sekunder : tangga, struktur atap, dsb
Perencanaan Basement, Tie-Beam dan Sloof
Gambar struktur detail

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 70


Contoh Daftar Gambar Gedung Asrama 2 Lantai :

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 71


Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 72
4. Pendetailan Gambar Struktur

At Structural Drafting Design, we provide accurate, clear and concise construction cost
estimation. At Structural Drafting Design, we are experts in preparing accurate, quick and cost
effective construction documents. Our construction documents include coordinated drawings
that integrate architectural, civil, electrical, mechanical and structural drawings into one set of
drawings.

Di dalam peninjauan satu sistem struktur selalu dilalui proses simplifikasi, idealisasi,
penyesuaian produk akhir, dan peninjauan atas detail dan urutan pelaksanaan. Pada
perencanaan struktur tidak ada detail yang sama sekali tidak boleh diubah, sehingga pada
prinsipnya perubahan dan penyesuaian detail dapat dibenarkan jika tidak menimbulkan suatu
pengaruh keandalan dari hubungan antar komponen. Di dalam gambar detail segalanya
menjadi jelas baik dimensi maupun sistem dan urutan pelaksanaannya. Tanpa detail dapat
terjadi kesalah pahaman yang pada waktunya akan sampai pada tingkat yang fatal. Beberapa
kejadian kegagalan yang terjadi diakibatkan oleh masalah detail yang tidak dipersiapkan dan
ini akan mengakibatkan kerugian baik materiil maupun waktu yang tidak sedikit termasuk
kerugian mengenai nama baik.

Kondisi persaingan yang tidak sehat pada dunia konsultansi dan permintaan owner agar
penyelesaian desain dalam periode yang sangat pendek akhirnya berdampak pada ditekan
biaya produksi serendah mungkin. Sehingga seolah-olah karena konsultan diberikan imbal
jasa yang minim, konsultan memberikan tugas pendetailan gambar (yang sebenarnya bagian
dari tugasnya) sepenuhnya kepada kontraktor. Namun sayangnya, kontraktor juga tidak
mempunyai cukup tenaga ahli dalam mempersiapkan detail (detailer) sehingga berujung
pada keliru dalam membaca gambar. Bahkan terkadang kontraktor tidak mengerti apa yang
perlu dipersiapkan dalam detail untuk kemudahan pelaksanaan dan kesempurnaan
pelaksanaaan. Ini membuka peluang resiko yang lebih besar akan terjadinya kegagalan
dimana pengguna bangunan dan lingkungan masyarakat di sekitarnya harus menaggung
resiko yang tidak semestinya. Untuk itu diperlukan chek dan rechek antara pembuat detail,
perencana, pengawas/MK, dan kontraktor sebagai sarana jala pengamanan untuk me-
minimize kemungkinan terjadinya kekeliruan.

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 73


SESI 6-10 : Catatan Pelatihan SAP2000

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
STEP BY STEP SAP2000 v9.0.1
BASIC LEVEL : FRAME / TRUSS DENGAN BEBAN STATIS

1. MEMILIH SATUAN YANG DIPILIH


2. MEMODIFIKASI GRID DAN JOINTS
Edit Grid Data.
3. MENENTUKAN MATERIAL
Define Material
4. MENENTUKAN FRAME SECTION DAN AREA SECTION
Define Frame Sections
Define Area Sections (jika ada elemen shell)
5. MENENTUKAN KONDISI BEBAN YANG BEKERJA DAN KOMBINASINYA
Define Load Cases
Define Analysis Cases
Define Combination
6. MENGGAMBAR ELEMEN STRUKTUR (DRAW DAN PENGEDITAN) Draw Frame
Draw Draw Frame/Cable/Tendon
Draw Draw Poly Area atau Draw Draw Rectangular Area (jika ada elemen shell)
Assign Frame Frame Section (jika diperlukan)
Assign Frame Release (jika diperlukan)
Assign Area Sections (jika ada elemen shell)
Edit Devide Frame (jika diperlukan)
Edit Mesh Areas (jika ada elemen shell)
Edit Replicate (jika diperlukan)
Edit Move (jika diperlukan)
7. RESTRAINTS TUMPUAN
Assign Joint Restraints ( Suatu joint yang tidak bebas berdeformasi karena di-
restraints)

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 74


8. MEMASUKKAN BESARNYA BEBAN YANG BEKERJA UNTUK SETIAP KONDISI
Assign Joint Loads Forces
Assign Joint Loads Displacements
Assign Frame Load Distributed
Assign Area Loads Uniform (jika ada elemen shell)
Assign Clear Display of Assigns
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
9. PENGECEKAN ULANG MODEL STRUKTUR DAN PELABELAN ULANG
Display Show Undeformed Shape, Load Assigns, Misc Assigns
Edit Change Labels (jika diperlukan)
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
10. RUN ANALISIS
Analyze Set Analysis Option (D.O.F= Drajat kebebasan suatu joint untuk
berdeformasi)
Analyze Run Analysis
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
11. PEMBACAAN HASIL ANALISIS STRUKTUR
Display Show Deformed Shape, Show Forces/Stresses Joints, Show Forces/Stresses
Frames
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
12. PENDESAINAN STRUKTUR
Option Preferences Steel Frame Design atau Design Concrete Frame Design
Design Steel Frame Design atau Design Concrete Frame Design

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 75


DIMENSI PENAMPANG ELEMEN FRAME

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 76


DIMENSI PENAMPANG NON-PRISMATIK

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 77


END OFFSETS - ELEMEN FRAME

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 78


ORIENTASI ELEMEN FRAME
(KOORDINAT LOKAL)

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 79


PEMBEBANAN STRUKTUR
(KOORDINAT LOKAL DAN GLOBAL)

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 80


PEMBEBANAN JOINTS DISPLACEMENT
(KOORDINAT LOKAL DAN GLOBAL)

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 81


INTERNAL FORCE ELEMEN FRAME
(KOORDINAT LOKAL)

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 82


ELEMEN SHELL
(KOORDINAT LOKAL)

Sumbu 1 (merah), Sumbu 2 (putih) dan Sumbu 3 (biru)

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 83


PENYUSUNAN ELEMEN SHELL

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 84


INTERNAL FORCES - ELEMEN SHELL
(KOORDINAT LOKAL)

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 85


MODEL TUMPUAN
(KOORDINAT GLOBAL)

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 86


MODEL RIGID FLOOR SLAB

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 87


Daftar Pustaka

Adams, D,K., 2008,The Structural Engineers Professional Training Manual, ISBN 0-07-159399-3,
McGraw-Hill Companies.
Anwar, N., 2002, Building Structures Modeling and Analysis Concepts, International Seminar
on Computer Aided Analysis and Design of Building Structures, Malaysia.
Dradjat Hoedajanto, 2007, Apakah Jakarta Aman Terhadap Gempa Disain Maksimum, Seminar
dan Pameran HAKI KONSTRUKSI TAHAN GEMPA DI INDONESIA
Keputusan Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah Nomor: 332/KPTS/M/2002, Pedoman
Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara.
Madutujuh, N.., 2004, Short Course : Building Design with SANS for Windows, Engineering
Software Research Center, Bandung.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan
Jasa Konstruksi.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Bangunan Gedung.
Schierle G.G, 2006, Architectural Structures, Univ. Southem California
Schodek D.L., 1995, Struktur (Terjemahan Ir. Bambang Suryoatmono, MSc) , Penerbit Eresco,
Bandung.
Shahab, H., 1996, Menata Pengertian Keamanan dan Pengamanan Struktur, Penerbit
Djambatan.
Shahab, H., 2001, Detail Peran : Meningkatkan Pengamanan bagi Pemilik, Pengguna dan
Lingkungan, Penerbit Djambatan, Jakarta.
Steffie Tumilar, 2006, Latar Belakang dan Kriteria dalam Menentukan Tolok Ukur Kegagalan
Bangunan, HAKI, Jakarta.
Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi.
Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung.

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 88


Penyaji Materi
Hanggoro Tri Cahyo A.
Staf pengajar di Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Negeri
Semarang (UNNES) ini menyelesaikan studi S1 Teknik Sipil di Universitas
Diponegoro (1999) dan S2 Teknik Sipil Geoteknik di Universitas Gadjah Mada
(2003). Sejak lulus S2, penulis bekerja sebagai dosen luar biasa di UNNES
sekaligus menjadi structural engineer di konsultan PT. POLA DWIPA
Semarang.

Kecintaannya pada dunia pendidikan telah mengantarnya menjadi dosen


tetap di UNNES pada tahun 2005 dengan mata kuliah yang diampu Teknik
Pondasi, Mekanika Tanah dan Sistem Informasi Geografis. Hingga sekarang
penulis masih aktif menangani berbagai proyek desain struktur bangunan
gedung seperti perkantoran, pabrik, bank, rumah sakit, dan apartemen milik
swasta. Hasil desain struktur yang sekarang (2009) sedang dalam
pelaksanaan konstruksi adalah gedung Indosat Semarang 12 Lantai di Jalan
Pandanaran Semarang.

Penulis dapat dihubungi melalui E-mail : hangs.geotek@yahoo.com

Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 89

Anda mungkin juga menyukai