Anda di halaman 1dari 30

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi Lensa

Gambar Anatomi Lensa

Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tidak berwarna dan


hampir transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm.
Di belakang iris, lensa digantung oleh zonula, yang menghubungkannya
dengan korpus siliare. Di sebelah anterior lensa terdapat humor aquoeus, di
sebelah posteriornya, vitreus. Kapsul lensa adalah suatu membran yang
semipermeable (sedikit lebih permeabel daripada dinding kapiler) yang akan
memperoleh air dan elektrolit masuk. Di sebelah depan terdapat selapis epitel
subkapsular. Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya. Sesuai dengan
bertambahnya usia, serat-serat lameral subepitel terus diproduksi, sehingga
lensa lama-kelamaan menjadi lebih besar dan kurang elastik. Nukleus dan
korteks terbentuk dari lamellae konsentris yang panjang. Masing-masing
serat lamelar mengandung sebuah inti gepeng. Pada pemeriksaan mikroskop,
inti ini jelas dibagian perifer lensa di dekat ekuator dan bersambung dengan
lapisan epitel subkapsul. Lensa ditahan di tempatnya oleh ligamentum yang
dikenal dengan zonula (zonula zinni), yang tersusun dari banyak fibril dari
permukaan korpus siliare dan menyisip ke dalam ekuator lensa. Enam puluh

3
lima persen terdiri dari air, sekitar 35 % protein (kandungan protein tertinggi
di antara jaringan-jaringan tubuh) dan sedikit sekali mineral yang biasa ada di
jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada
dikebanyakan jaringan lain. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam
bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada serta nyeri, pembuluh darah
atau syaraf di lensa.4
Pada mata normal, otot siliaris melemas dan lensa mendatar untuk
penglihatan jauh, tetapi otot tersebut berkontraksi untuk memungkinkan lensa
menjadi lebih cembung dan lebih kuat untuk penglihatan dekat. Otot siliaris
dikontrol oleh sistem saraf otonom. Serat-serat saraf simpatis menginduksi
relaksasiotot siliaris untuk penglihatan jauh, sementara sistem saraf
parasimpatis menyebabkan kontraksi otot untuk penglihatan dekat. Lensa
adalah suatu struktur elastis yang terdiri dari serat-serat transparan. Kadang-
kadang serta-serat ini menjadi keruh (opak),sehingga berkas cahaya tidak
dapat menembusnya, suatu keadaan yang dikenal sebagai katarak. Lensa
defektif ini biasanya dapat dikeluarkan secara bedah dan penglihatan
dipulihkan dengan memasang lensa buatan atau kacamata kompensasi.5
Lensa ditahan di tempatnya oleh sekelompok serat yang tersusun radial
yang disebut zonula, yang satu sisinya tertanam di kapsul lensa dan sisi
lainnya pada badan siliar. Serat zonula serupa dengan miofibril serat elastin.
Sistem ini penting untuk proses akomodasi, yang dapat memfokuskan objek
dekat dan jauh dengan mengubah kecembungan lensa. Bila mata sedang
istirahat atau memandang objek yang jauh, lensa tetap diregangkan oleh
zonula pada bidang yang tegak lurus terhadap sumbu optik. Bila melihat
dekat, muskulus siliaris akan berkontraksi, dan koroid beserta badan siliar
akan tertarik ke depan. Ketegangan yang dihasilkan zonula akan berkurang
dan lensa menebal sehingga fokus objek dapat dipertahankan.5

2.2. Histologi Lensa


Secara histologis, lensa memiliki tiga komponen utama:6
1. Kapsul lensa

4
Lensa dibungkus oleh simpai tebal (10-20 m), homogen, refraktil, dan
kaya akan karbohidrat, yang meliputi permukaan luar sel-sel epithel.
Kapsul ini merupakan suatu membran basal yang sangat tebal dan
terutama terdiri atas kolagen tipe IV dan glikoprotein. Kapsul lensa paling
tebal berada di ekuator (14 m) dan paling tipis pada kutub posterior (3
m). Kapsul lensa bersifat semipermeabel, artinya sebagian zat dapat
melewati lensa dan sebagian lagi tidak.
2. Epitel subkapsular
Epitel subkapsular terdiri atas sel epitel kuboid yang hanya terdapat pada
permukaan anterior lensa. Epitel subkapsular yang berbentuk kuboid akan
berubah menjadi kolumnar di bagian ekuator dan akan terus memanjang
dan membentuk serat lensa. Lensa bertambah besar dan tumbuh seumur
hidup dengan terbentuknya serat lensa baru dari sel-sel yang terdapat di
ekuator lensa. Sel-sel epitel ini memiliki banyak interdigitasi dengan
serat-serat lensa.
3. Serat lensa
Serat lensa tersusun memanjang dan tampak sebagai struktur tipis dan
gepeng. Serat ini merupakan sel-sel yang sangat terdiferensiasi dan
berasal dari sel-sel subkapsular. Serat lensa akhirnya kehilangan inti serta
organelnya dan menjadi sangat panjang. Sel-sel ini berisikan sekelompok
protein yang disebut kristalin.

Gambar Histologi Lensa

5
2.3. Katarak Diabetik
2.3.1. Definisi Katarak

Gambar Katarak Diabetik

Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies, bahasa


Inggris Cataract, dan bahasa Latin Cataracta yang berarti air terjun.
Dalam bahasa Indonesia disebut bular di mana penglihatan seperti
tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap
keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau terjadi akibat
kedua-duanya.3

2.3.2. Etiologi dan Patofisiologi Katarak Diabetik


Ada 3 mekanisme yang diduga berperan untuk terjadinya
katarak diabetic yaitu glikasi non-enzimatik, stress oksidatif, dan jalur
polyol. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang
dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, atau akibat
denaturasi protein lensa. Pada diabetes mellitus terjadi akumulasi
sorbitol pada lensa yang akan meningkatkan tekanan osmotic dan
menyebabkan cairan bertambah dalam lensa. Sedangkan denaturasi
protein terjadi karena stress oksidatif oleh ROS yang mengoksidasi
protein lensa (kristalin).1,3,4

6
2.3.3. Klasifikasi dan Gejala Klinis
Katarak pada diabetes terbagi menjadi :4
a. Katarak Diabetes Sejati (Jarang)
Katarak bilateral kadang-kadang berkembang dalam waktu singkat
pada diabetes juvenilis yang parah. Lensa mungkin menjadi keruh
total dalam beberapa minggu.
Dapat bilateral, onset terjadi secara tiba-tiba dan menyebar
sampai lensa subkapsular
Biasanya terjadi pada usia muda dengan diabetes melitus
yang tidak terkontrol
b. Katarak Senilis Pada Pasien Diabetes
Sklerosis nuclear senilis, kelainan subkapsular posterior, dan
kekeruhan korteks terjadi lebih sering dan lebih dini pada pengidap
diabetes.

Katarak diabetic merupakan katarak yang terjadi akibat adanya


penyakit diabetes mellitus. Katarak pada pasien diabetes mellitus dapat
terjadi dalam 3 bentuk :3
1. Pasien dengan dehidrasi berat, asidosis dan hiperglikemia nyata,
pada lensa akan terlihat kekeruhan berupa garis akibat kapsul lensa
berkerut. Bila dehidrasi lama akan terjadi kekeruhan lensa,
kekeruhan akan hilang bila terjadi rehidrasi dan kadar gula kembali
normal.
2. Pasien dibetes juvenile dan tua tidak terkontrol, di mana terjadi
katarak serentak pada kedua mata dalam 48 jam, bentuk dapat
snow flake atau bentuk piring subkapsular.
3. Katarak pada pasien diabetes dewasa di mana gambaran secara
histology dan biokimia sama dengan katarak pasien nondiabetik.

7
Katarak biasanya terbentuk secara perlahan sehingga terkadang
gejala yang timbul tidak dirasakan oleh penderitanya. Gejala yang
sering dikeluhkan oleh penderita katarak :1,3,4
1. Penurunan tajam penglihatan
2. Penglihatan berkabut, berasap
3. Peningkatan derajat myopia
4. Silau
5. Halo (melihat lingkaran disekitar lampu)
6. Penglihatan ganda

2.3.4. Diagnosis dan Pemeriksaan Katarak


Pada mata akan tampak kekeruhan lensa dalam bermacam-
macam bentuk dan tingkat. Kekeruhan ini juga dapat ditemukan pada
berbagai lokalisasi di lensa seperti kortek dan nucleus. Pemeriksaan
yang dilakukan pada pasien katarak adalah pemeriksaan sinar celah
(slitlamp), funduskopi pada kedua mata bila mungkin, tonometer selain
daripada pemeriksaan bedah yang diperlukan lainnya seperti adanya
infeksi pada kelopak mata, konjungtiva, karena dapat penyulit yang
berat berupa panoftalmitis pasca bedah dan fisik umum. Katarak
terlihat hitm terhadap refleks fundus ketika mata diperiksa. Pada
katarak sebaiknya dilakukan pemeriksaan tajam penglihatan sebelum
dilakukan pembedahan untuk melihat apakah kekeruhan sebanding
dengan turunnya tajam penglihatan. Pada katarak dengan nuclear tipis
dengan myopia tinggi akan terlihat tajam penglihatan yang tidak
sesuai, sehingga mungkin penglihatan yang turun akibat kelainan pada
retina dan bila mungkin pembedahan memberikan hasil tajam
penglihatan yang tidak memuaskan. Sebaliknya pada katarak kortikal
posterior yang kecil akan mengakibatkan penurunan tajam penglihatan
yang sangat berat pada penerangan yang sedang ataupun keras akan
tetapi bia pasien berada di tempat gelap maka tajam penglihatan akan
memperlihatkan banyak kemajuannya. Pemeriksaan tambahan untuk

8
katarak diabetik adalah pemeriksaan tes urin dan pengukuran gula
darah puasa.3

2.3.5. Tata Laksana Katarak


Pengobatan katarak adalah tindakan pembedahan. Setelah
pembedahan lensa diganti dengan kaca mata afakia, lensa kontak atau
lensa tanam intraocular.
Adapun indikasi operasi :
1. Indikasi Optik
Merupakan indikasi terbanyak dari pembedahan katarak. Jika
penurunan dari tajam penglihatan pasien telah menurun hingga
mengganggu kegiatan sehari-hari, maka operasi katarak bisa
dilakukan.
2. Indikasi Medis
Pada beberapa keadaan di bawah ini, katarak perlu dioperasi
segera, bahkan jika prognosis kembalinya penglihatan kurang baik:
- Katarak hipermatur
- Glaukoma sekunder
- Uveitis sekunder
- Dislokasi/Subluksasio lensa
- Benda asing intra-lentikuler
- Retinopati diabetika
- Ablasio retina
3. Indikasi Kosmetik
Jika penglihatan hilang sama sekali akibat kelainan retina atau
nervus optikus, namun kekeruhan katarak secara kosmetik tidak
dapat diterima, misalnya pada pasien muda, maka operasi katarak
dapat dilakukan hanya untuk membuat pupil tampak hitam
meskipun pengelihatan tidak akan kembali.

TEKNIK OPERASI KATARAK :3,4

9
1. Intracapsular Cataract Extraction ( ICCE)
Pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa besama kapsul.
Dapat dilakukan pada zonula Zinn telah rapuh atau bergenerasi dan
mudah diputus. Pada katarak ekstraksi intrascapular tidak akan
terjadi katarak sekunder dan merupakan tindakan pembedahan
yang sangat lama populer. Akan tetapi pada tehnik ini tidak boleh
dilakukan atau kontraindikasi pada pasien berusia kurang dari 40
tahun yang masih mempunyai segmen hialoidea kapsular. Penyulit
yang dapat terjadi pada pembedaha ini yaitu astigmat, glaucoma,
uveitis, endoftalmitis dan perdarahan, sekarang jarang dilakukan.

2. Extracapsular Cataract Extraction (ECCE)


Tindakan pembedahan pada lensa katarak di mana dilakukan
pengeluaran isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa
anterior sehingga massa lensa dan korteks lensa dapat keluar
melalui robekan tesebut. Termasuk dalam golongan ini ekstraksi
linear, aspirasi dan ligasi. Pembedahan ini dilakukan pada pasien
katarak muda, pasien dengan kelainan endotel, bersama-sama
keratoplasti, implantasi lensa intra ocular, kemungkinan akan
dilakukan bedah glaucoma, mata dengan predisposisi untuk
tejadinya prolaps badan kaca, sebelumnya mata mengalami ablasi
retina, mata dengan sitoid macula edema, pasca bedah ablasi, untuk
mencegah penyulit pada saat melakukan pembedahan katarak
seperti prolaps badan kaca. Penyulit yang dapat timbul pada
pembedahan ini yaitu dapat terjadinya katarak sekunder.

3. Phacoemulsification
Phacoemulsifikasi adalah teknik yang paling mutakhir. Hanya
diperlukan irisan yang sangat kecil saja. Dengan menggunakan
getaran ultrasonic yang dapat menghancurkan nukleus lensa.
Sebelum itu dengan pisau yang tajam, kapsul anterior lensa

10
dikoyak. Lalu jarum ultrasonik ditusukkan ke dalam lensa,
sekaligus menghancurkan dan menghisap massa lensa keluar. Cara
ini dapat dilakukan sedemikian halus dan teliti sehingga kapsul
posterior lensa dapat dibiarkan tanpa cacat. Dengan teknik ini
maka luka sayatan dapat dibuat sekecil mungkin sehingga penyulit
maupun iritasi pasca bedah sangat kecil. Irisan tersebut dapat pulih
dengan sendirinya tanpa memerlukan jahitan sehingga
memungkinkan pasien dapat melakukan aktivitas normal dengan
segera. Teknik ini kurang efektif pada katarak yang padat.

11
Gambar Teknik Operasi Katarak

2.3.6. Komplikasi Katarak


Terdapat banyak komplikasi yang bisa terjadi dari operasi katarak dan
komplikasi ini bisa dibagi menjadi :8
a. Intraoperation :
Selama ECCE atau phacoemulsification, ruangan anterior
mungkin akan menjadi dangkal karena pemasukan yang tidak
adekuat dari keseimbangan solution garam ke dalam ruangan
anterior, kebocoran akibat insisi yang terlalu lebar, tekanan luar
bola mata, tekanan positif pada vitreus, perdarahan pada
suprachoroidal.

b. Postoperation
Komplikasi selama postoperative dibagi dalam Early
Complication Post Operation dan Late Complication Post
Operation.
1. Hilangnya vitreous. Jika kapsul posterior mengalami
kerusakan selama operasi maka gel vitreous dapat masuk ke
dalam bilik anterior, yang merupakan resiko terjadinya
glaucoma atau traksi pada retina. Keadaan ini

12
membutuhkan pengangkatan dengan satu instrument yang
mengaspirasi dan mengeksisi gel (vitrektomi).
2. Prolaps iris. Iris dapat mengalami protrusi melalui insisi
bedah pada periode pasca operasi dini. Terlihat sebagai
daerah berwarna gelap pada lokasi insisi. Pupil mengalami
distorsi. Keadaan ini membutuhkan perbaikan segera
dengan pembedahan.
3. Endoftalmitis. Komplikasi infektif ekstraksi katarak yang
serius namun jarang terjadi. Pasien datang dengan :
- Mata merah yang terasa nyeri.
- Penurunan tajam penglihatan, biasanya dalam beberapa
hari setelah pembedahan.
- Pengumpulan sel darah putih di bilik anterior (hipopion).
4. Astigmatisme pascaoperasi. Mungkin diperlukan
pengangkatan jahitan kornea untuk mengurangi
astigmatisme kornea. Ini dilakukan sebelum pengukuran
kacamata baru namun setelah luka insisi sembuh.
5. Ablasio retina. Tehnik-tehnik modern dalam ekstraksi
katarak dihubungkan dengan rendahnya tingkat komplikasi
ini. Tingkat komplikasi ini bertambah bila terdapat
kehilangan vitreous.
6. Edema macular sistoid. Makula menjadi edema setelah
pembedahan, terutama bila disertai hilangnya vitreous.
Dapat sembuh seiring waktu namun dapat menyebabkan
penurunan tajam penglihatan yang berat.
7. Opasifikasi kapsul posterior. Pada sekitar 20% pasien,
kejernihan kapsul posterior berkurang pada beberapa bulan
setelah pembedahan ketika sel epitel residu bermigrasi
melalui permukaannya. Penglihatan menjadi kabur dan
mungkin didapatkan rasa silau.

13
2.3.7. Prognosis
Tidak adanya penyakit okular lain yang menyertai pada saat
dilakukannya operasi yang dapat mempengaruhi hasil dari operasi,
seperti degenerasi makula atau atropi nervus optikus memberikan hasil
yang baik dengan operasi standar yang sering dilakukan yaitu ECCE
dan Phacoemulsifikasi.8

2.4. Anatomi dan Histologi Retina

Retina adalah bagian mata yang sensitif terhadap cahaya yang terletak
di segmen posterior mata. Retina merupakan struktur yang terorganisasi
memberikan informasi visual ditransmisikan melalui nervus optikus ke
korteks visual. Retina berkembang dari cawan optikus eksterna yang
mengalami invaginasi mulai dari akhir empat minggu usia janin.3,4
Bola mata orang dewasa memiliki diameter sekitar 22 mm - 24,2 mm
(diameter dari depan ke belakang). Bola mata anak ketika lahir berdiameter
16,5 mm kemudian mencapai pertumbuhannya secara maksimal sampai umur

14
7-8 tahun. Dari ukuran tersebut, retina menempati dua pertiga sampai tiga
perempat bagian posterior dalam bola mata. Retina melapisi bagian posterior
mata, dengan pengecualian bagian nervus optikus, dan memanjang secara
sirkumferensial anterior 360 derajat pada ora serrate. Tebal retina rata-rata
250 m, paling tebal pada area makula dengan ketebalan 400 m, menipis
pada fovea dengan ukuran 150 m, dan lebih tipis lagi pada ora serrata
dengan ketebalan 80 m. Retina mendapatkan vaskularisasi dari arteri
oftalmika (cabang pertama dari arteri karotis interna kanan dan kiri) dan
arteri siliaris (berjalan bersama nervus optikus). Arteri siliaris memberikan
vaskularisasi pada lapisan luar dan tengah, termasuk lapisan pleksiform luar,
lapisan fotoreseptor, lapisan inti luar, dan lapisan epitel pigmen.3,4

HISTOLOGI RETINA:
Terdiri dari 10 lapisan :3
1. Epitelium pigmen retina, merupakan lapisan kubik tunggal dari sel
epithelial berpigmen.
2. Lapis fotoreseptor, merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel batang
yang mempunyai bentuk ramping dan juga terdiri dari sel kerucut.
3. Membran limitan eksterna, merupakan membrane ilusi.
4. Lapis nucleus luar, merupakan susunan lapis nucleus sel kerucut dan
batang.
5. Lapis pleksiform luar, merupakan lapis aselular dan merupakan tempat
sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.
6. Lapis nucleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal, dan sel
Muller. Lapis ini mendapat metabolisme dari arteri retina central.
7. Lapis pleksiform dalam, merupakan lapis aselular merupakan tempat
sinaps sel bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion.

15
8. Lapis sel ganglion yang merupakan lapis badan sel daripada neuron
kedua.
9. Lapis serabut saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju ke arah
saraf optic. Di dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh
darah retina.
10. Membran limitan interna, merupakan membrane hialin antara retina dan
badan kaca.

Gambar Lapisan Retina


2.5. Retinopati Diabetik
2.5.1. Definisi
Retinopati diabetic adalah suatu mikroangiopati progresif yang
ditandai oleh kerusakan dan sumbatan pembuluh-pembuluh kecil.4

Gambar Retina Normal dibanding Retinopati Diabetic

2.5.2. Klasifikasi
Secara umum klasifikasi retinopati diabetik dibagi menjadi:4
1. Retinopati diabetik non proliferative

16
Merupakan stadium awal dari proses penyakit ini. Selama
menderita diabetes, keadaan ini menyebabkan dinding pembuluh
darah kecil pada mata melemah. Pada retinopati non proliferative
ringan ditandai dengan timbul sedikitnya satu tonjolan kecil pada
pembuluh darah (mikroaneurisma) yang dapat pecah sehingga
membocorkan cairan dan protein ke dalam retina. Pada Retinopati
nonproliferatif sedang terdapat mikroaneurisma luas, perdarahan
intraretina, gambaran manik-manik pada vena dan bercak-bercak
cotton wool berwarna abu-abu atau putih akibat menurunnya aliran
darah ke retina. Pada Retinopati nonproliferatif berat ditandai oleh
bercak-bercak cotton wool, gambaran manic-manik pada vena dan
kelainan mikrovaskular intraretina (IRMA). Stadium ini
terdiagnosis dengan ditemukannya perdarahan intraretina di empat
kuadran, gambaran manic-manik vena di dua kuadran, atau
kelainan mikrovaskular intraretina berat di satu kuadran.

Gambar Retinopati diabetik non proliferatif

2. Makulopati
Makulopati diabetic bermanifestasi sebagai penebalan atau edema
retina setempat atau difus, yang terutama disebabkan oleh
kerusakan sawar darah-retina pada tingkat Endotel kapiler retina,
yang menyebabkan terjadinya kebocoran cairan dan konstituen
plasma ke retina sekitarnya. Makulopati lebih sering dijumpai pada
pasien DM tipe II dan memerlukan penanganan segera setelah
kelainannya bermakna secara klinis, yang ditandai dengan

17
penebalan retina sembarang pada jarak 500 mikrondari fovea.
Makulopati juga bisa terjadi karena iskemia, yang ditandai oleh
edema macula, perdarahan dalam dan sedikit eksudasi.
Gejala Makulopati dilihat pada funduskopi adalah sebagai berikut:
- Edema fokal
- Edemadifus
- Iskemi
- Campuran(mixed)
Gangguan penglihatan pada makulopati diabetes biasanya
merupakan hasil dari edema macular namun tidak terdapat korelasi
langsung antara gambaran klinis dan derajat kehilangan
penglihatan. Edema macular agak sulit untuk dideteksi.
Karakteristiknya adalah adanya penebalan retina pada
pemeriksaan slit lamp binokular stereoskopik. Apabila makulopati
terjadi dalam batas satu diameter diskus pada fovea, maka secara
klinis dinamakan edema macular yang signifikan(CSMO). Karena
pada kondisi ini dianggap mengancam penglihatan.

3. Retinopati diabetik proliferatif.


Retinopati nonproliferatif dapat berkembang menjadi retinopati
proliferatif yaitu stadium yang lebih berat pada penyakit retinopati
diabetik. Bentuk utama dari retinopati proliferatif adalah
pertumbuhan (proliferasi) dari pembuluh darah yang rapuh pada
permukaan retina. Pembuluh darah yang abnormal ini mudah
pecah, terjadi perdarahan pada pertengahan bola mata sehingga
menghalangi penglihatan. Juga akan terbentuk jaringan parut yang
dapat menarik retina sehingga retina terlepas dari tempatnya. Jika
tidak diobati, retinopati proliferatif dapat merusak retina secara
permanen serta bagian-bagian lain dari mata sehingga
mengakibatkan kehilangan penglihatan yang berat atau kebutaan.5

18
Gambar Retinopati diabetik proliferatif

Klasifikasi retinopati diabetes menurut bagian mata fakultas


kedokteran UI:3
- Derajat I. terdapat mikroaneurisma dengan atau tanpa eksudat
lemak pada fundus okuli
- Derajat II. Terdapat mikroaneurisma, perdarahan bintik dan
bercaak dengan atau tanpa eksudat lemak pada fundus okuli
- Derajat III. Terdapat mikroaneurisma, perdarahan bintik dan
bercak terdapat neovaskularisasi dan proliferasi pada fundus
okuli

2.5.3. Patogenesis
Ada tiga proses biokimiawi yang diduga berkaitan dengan timbulnya retinopati
diabetik yaitu jalur poliol (akumulasi sorbitol), glikasi nonenzimatik dan
pembentukan protein kinase C dan pembentukan reactive oxygen
speciasi (ROS).1,3,4

19
Skemapatogenesis katarak dengan retinopati diabetik

20
Mekanisme terjadinya RD masih belum jelas, namun beberapa studi
menyatakan bahwa hiperglikemi kronis merupakan penyebab utama
kerusakan multipel organ. Komplikasi hiperglikemia kronis pada retina
akan menyebabkan perfusi yang kurang adekuat akibat kerusakan
jaringan pembuluh darah organ, termasuk kerusakan pada retina itu
sendiri.Terdapat 4 proses biokimiawi yang terjadi pada hiperglikemia
kronis yang diduga berhubungan dengan timbulnya retinopati diabetik,
antara lain:1,3,4

1. Akumulasi Sorbitol
Produksi berlebihan serta akumulasi dari sorbitol sebagai
hasil dari aktivasi jalur poliol terjadi karena peningkatan aktivitas
enzim aldose reduktase yang terdapat pada jaringan saraf, retina,
lensa, glomerulus, dan dinding pembuluh darah akibat
hiperglikemi kronis. Sorbitol merupakan suatu senyawa gula dan
alkohol yang tidak dapat melewati membrana basalis sehingga
akan tertimbun dalam jumlah yang banyak dalam sel. Kerusakan
sel terjadi akibat akumulasi sorbitol yang bersifat hidrofilik
sehingga sel menjadi bengkak akibat proses osmotik.
Selain itu, sorbitol juga meningkatkan rasio NADH/NAD+
sehingga menurunkan uptake mioinositol. Mioinositol berfungsi
sebagai prekursor sintesis fosfatidilinositol untuk modulasi enzim
Na-K-ATPase yang mengatur konduksi syaraf.Secara singkat,
akumulasi sorbitol dapat menyebabkan gangguan konduksi saraf.
Percobaan pada binatang menunjukkan inhibitor enzim
aldose reduktase (sorbinil) yang bekerja menghambat
pembentukan sorbitol, dapat mengurangi atau memperlambat
terjadinya retinopatik diabetik. Namun uji klinik pada manusia
belum menunjukkan perlambatan dari progresifisitas retinopati.

2. Pembentukan protein kinase C (PKC)

21
Dalam kondisi hiperglikemia, aktivitas PKC di retina dan
sel endotel vaskular meningkat akibat peningkatan sintesis de
novo dari diasilgliserol, yang merupakan suatu regulator PKC
dari glukosa.PKC diketahui memiliki pengaruh terhadap agregasi
trombosit, permeabilitas vaskular, sintesis growth factor dan
vasokonstriksi. Peningkatan PKC secara relevan meningkatkan
komplikasi diabetika, dengan mengganggu permeabilitas dan
aliran darah vaskular retina.
Peningkatan permeabilitas vaskular akan menyebabkan
terjadinya ekstravasasi plasma, sehingga viskositas darah
intravaskular meningkat disertai dengan peningkatan agregasi
trombosit yang saling berinteraksi menyebabkan terjadinya
trombosis. Selain itu, sintesis growth factor akan menyebabkan
peningkatan proliferasi sel otot polos vaskular dan matriks
ekstraseluler termasuk jaringan fibrosa, sebagai akibatnya akan
terjadi penebalan dinding vaskular, ditambah dengan aktivasi
endotelin-1 yang merupakan vasokonstriktor sehingga lumen
vaskular makin menyempit. Seluruh proses tersebut terjadi secara
bersamaan, hingga akhirnya menyebabkan terjadinya oklusi
vaskular retina.

3. Pembentukan Advanced Glycation End Product (AGE)


Glukosa mengikat gugus amino membentuk ikatan kovalen
secara non enzimatik. Proses tersebut pada akhirnya akan
menghasilkan suatu senyawa AGE. Efek dari AGE ini saling
sinergis dengan efek PKC dalam menyebabkan peningkatan
permeabilitas vaskular, sintesis growth factor, aktivasi endotelin
1 sekaligus menghambat aktivasi nitrit oxide oleh sel endotel.
Proses tersebut tentunya akan meningkatkan risiko terjadinya
oklusi vaskular retina.

22
AGE terdapat di dalam dan di luar sel, berkorelasi dengan
kadar glukosa. Akumulasi AGE mendahului terjadinya kerusakan
sel. Kadarnya 10-45x lebih tinggi pada DM daripada non DM
dalam 5-20 minggu. Pada pasien DM, sedikit saja kenaikan
glukosa maka meningkatkan akumulasi AGE yang cukup
banyak, dan akumulasi ini lebih cepat pada intrasel daripada
ekstrasel.

4. Pembentukan Reactive Oxygen Speciesi (ROS)


ROS dibentuk dari oksigen dengan katalisator ion metal
atau enzim yang menghasilkan hidrogen peroksida (H2O2),
superokside (O2-). Pembentukan ROS meningkat melalui
autooksidasi glukosa pada jalur poliol dan degradasi AGE.
Akumulasi ROS di jaringan akan menyebabkan terjadinya stres
oksidatif yang menambah kerusakan sel.
Kerusakan sel yang terjadi sebagai hasil proses biokimiawi
akibat hiperglikemia kronis terjadi pada jaringan saraf (saraf
optik dan retina), vaskular retina dan lensa. Gangguan konduksi
saraf di retina dan saraf optik akan menyebabkan hambatan
fungsi retina dalam menangkap rangsang cahaya dan
menghambat penyampaian impuls listrik ke otak. Proses ini akan
dikeluhkan penderita retinopati diabetik dengan gangguan
penglihatan berupa pandangan kabur. Pandangan kabur juga
dapat disebabkan oleh edema makula sebagai akibat ekstravasasi
plasma di retina, yang ditandai dengan hilangnya refleks fovea
pada pemeriksaan funduskopi.
Neovaskularisasi yang tampak pada pemeriksaan
funduskopi terjadi karena angiogenesis sebagai akibat
peningkatan sintesis growth factor, lebih tepatnya disebut
Vascular Endothelial Growt Factor (VEGF). Sedangkan
kelemahan dinding vaksular terjadi karena kerusakan perisit

23
intramural yang berfungsi sebagai jaringan penyokong dinding
vaskular. Sebagai akibatnya, terbentuklah penonjolan pada
dinding vaskular karena bagian lemah dinding tersebut terus
terdesak sehingga tampak sebagai mikroaneurisma pada
pemeriksaan funduskopi. Beberapa mikroaneurisma dan defek
dinding vaskular lemah yang lainnya dapat pecah hingga terjadi
bercak perdarahan pada retina yang juga dapat dilihat pada
funduskopi. Bercak perdarahan pada retina biasanya dikeluhkan
penderita dengan floaters atau benda yang melayang-layang pada
penglihatan.

Gambar retina penderita DM

2.5.4. Gambaran Klinis


Adapun gejala subjektif dari retinopati diabetes adalah:9
Penglihatan kabur
Floaters (benda yang melayang-layang pada penglihatan)

Sedangkan gejala objektif dari retinopati diabetes diantaranya adalah:3


1. Mikroaneurisma merupakan penonjolan dinding kapiler terutama
daerah vena, dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang

24
terletak di dekatpembuluh darah terutama polusposterior. Kadang
pembuluh darah inisering tidak terlihat. Mikroaneurisma
merupakankelainan diabetes mellitus dini pada mata .

Gambar Mikroaneurisma dan perdarahan intraretina


2. Dilatasi pembuluh darah balik dengan lumennya yang ireguler
dan berkelok-kelok, bentuk ini seakan-akan dapat memberikan
perdarahan tapi hal ini tidaklah demikian. Hal ini terjadi akibat
kelainan sirkulasi, dan kadang-kadang disertai kelainan endotel
dan eksudasi plasma.

Gambar Dilatasi pembuluh darah balik

3. Perdarahan, dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang


biasanya terletak dekat mikroaneurisma di polus posterior.
Bentuk perdarahan dapat memberikan prognosis penyakit di
mana perdarahan yang luas memberikan prognosis yang
lebihburuk dibandingkan dengan perdarahan yang kecil.

25
Perdarahan terjadi akibat gangguan permeabilitas pada
mikroaneurisma atau pecahnya kapiler.

Gambar Perdarahan pada retinopati diabetik nonproliferatif

4. Hard eksudat, merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina.


Gambarannya khusus yaitu ireguler dan berwarna kekuning-
kuningan. Pada permulaan eksudat berupa sebuah pungtata,
kemudian membesar dan bergabung.

Gambar Edema makula dan hard eksudat di fovea

5. Soft eksudat yang sering disut cotton wool patches merupakan


iskemia retina. Pada pemeriksaan oftalmoskopi akan terlihat
bercak berwarna kuning bersifat difus dan berwarna putih.
Biasanya terletak di bagian tepi daerah nonirigasi dan
dihubungkan dengan iskemia retina.

6. Pembuluh darah baru pada retina biasanya terletak di permukaan


jaringan. Neovaskularisasi terjadi akibat proliferasi sel endotel
pembuluh darah. Tampak sebagai pembuluh yang berkelok-

26
kelok, dalam kelompok-kelompok, dan bentuknya irregular. Hal
ini merupakan awal penyakit yang berat pada retinopati diabetic.
Mula-mula terletak di dalam jarigan retina, kemudian
berkembang ke daerah preretinal, ke badan kaca. Pecahnya
neovaskularisasi pada daerah-daerah ini dapat menimbulkan
perdarahan retina, perdarahan subhialoid (preretinal), maupun
perdarahan badan kaca. Proliferasi preretinal dari suatu
neovaskularisasi biasanya diikuti proliferasi jaringan ganglia dan
perdarahan.

7. Edema retina
Edema retina ditandai dengan hilangnya gambaran retina
terutama di daerahmakula. Edema dapat bersifat fokal atau difus
dan secara klinis tampak sebagairetinayang menebal dan keruh
disertai mikroaneurisma dan eksudat intra retina.Dapat
berbentuk zona-zona eksudat kuning kaya lemak, berbentuk
bundar disekitarkumpulan mikroaneurisma dan eksudat intra
retina.
Edema makular signifikan secara klinis (Clinically
significant macularoedema(CSME)) jika terdapat satu atau lebih
dari keadaan dibawah ini:
Edema retina 500 m (1/3 diameter diskus) pada fovea
sentralis.
Hard eksudat jaraknya 500 mdari fovea sentralis, yang
berhubungan dengan retina yang menebal.
Edema retina yang berukuran 1 disk (1500 m) atau lebih,
dengan jarak dari fovea sentralis 1 disk.

8. Hiperlipidemia suatu keadaan yang sagat jarang, tanda ini akan


segera hilang bila diberikan pengobatan.

27
2.5.5. Pengobatan dan Pencegahan
Tujuan utama pengobatan retinopati diabetik ialah untuk
mencegah terjadinya kebutaan permanen. Kontrol glukosa darah yang
baik merupakan dasar dalam mencegah timbulnya retinopati diabetik
atau memburuknya retinopati diabetik yang sudah ada. Metode
pengobatan retinopati diabetik saat ini meliputi :10
1. Kontrol glukosa darah
Pengendalian glukosa secara intensif pada pasien dengan DM
tergantung insulin (IDDM) menurunkan insidensi dan progresi
retinopathy DM.
2. Kontrol Tekanan darah
Kelompok pasien dengan kontrol tekanan darah secara ketat
mengalami penurunan resiko progresifitas retinopati sebanyak
34%.
3. Fotokoagulasi dengan sinar laser :
Pengobatan fotokoagulasi dengan sinar laser apabila dilakukan
tepat pada waktunya, sangat efektif untuk pasien dengan
retinopati diabetic proliferatif dan edema makula. Indikasi terapi
fotokoagulasi ialah retinopati diabetic proliferative, edema
makula dan neovaskular yang terletak pada sudut chamber
anterior. Ada tiga metode terapi fotokoagulasi dengan laser,
yaitu:
a) Scatter (panrentinal) photocoagulation, dilakukan pada kasus
dengan kemunduran visus yang cepat dan untuk
menghilangkan neovaskular pada saraf optikus dan
permukaan retina atau pada sudut chamber anterior.
b) Focal photocoagulation ditujukan pada mikroaneurisma di
fundus posterior yang mengalami kebocoran untuk
mengurangi atau menghilangkan edema makula.
c) Grid photocoagulation suatu teknik penggunaan sinar laser
dimana pembakaran dengan bentuk kisi-kisi diarahkan pada

28
daerah edema. Terapi edema makula sering dilakukan
dengan menggunakan kombinasi fokal dan grid
photocoagulation.
d) Virektomi
Virektomi dini perlu dilakukan pada pasien yang
mengalami kekeruhan (opacity) vitreus dan yang
mengalami neovaskularisasi aktif. Vitrektomi dapat juga
membantu bagi pasien dengan vaskularisasi yang ekstensif
atau yang mengalami proliferasi fibrovaskular. Selain itu,
vitrektomi juga diindikasikan bagi pasien yang mengalami
ablatio retina, perdarahan vitreus setelah fotokoagulasi,
RDP berat, dan perdarahan vitreus yang tidak mengalami
perbaikan.

4. Medikamentosa
Obat-obatan dimasukkan ke dalam mata melalui injeksi
intravitreus. Intravitreal triamcinolone digunakan dalam terapi
edema makular diabetik.

Tata laksana retinopati diabetik dilakukan berdasarkan


tingkat keparahan penyakit. Retinopati diabetik nonproliferatif
derajat ringan hanya perlu dievaluasi setahun sekali. Penderita
retinopati diabetik nonproliferatif derajat ringan-sedang tanpa
edema makula yang nyata harus menjalani pemeriksaan rutin setiap
6-12 bulan. Retinopati diabetik nonproliferatif derajat ringan-sedang
dengan edema makula signifikan merupakan indikasi laser
photocoagulation untuk mencegah perburukan. Setelah dilakukan
laser photocoagulation, penderita perlu dievaluasi setiap 2-4 bulan.1
Penderita retinopati diabetik nonproliferatif derajat berat
dianjurkan untuk menjalani panretinal laser photocoagulation,
terutama apabila kelainan berisiko tinggi untuk berkembang

29
menjadi retinopati diabetik proliferatif. Penderita harus dievaluasi
setiap 3-4 bulan pasca tindakan. Panretinal laser photocoagulation
harus segera dilakukan pada penderita retinopati diabetic
proliferatif. Apabila terjadi retinopati diabetik proliferatif disertai
edema makula signifikan, maka kombinasi focal dan panretinal
laser photocoagulation menjadi terapi pilihan.1

Pencegahan
Pada tahun 2010, The American Diabetes Association menetapkan
beberapa rekomendasi pemeriksaan untuk deteksi dini retinopati
DM.11
1. Orang dewasa dan anak berusia lebih dari 10 tahun yang
menderita DM tipe I harus menjalani pemeriksaan mata lengkap
oleh dokter spesialis mata dalam waktu lima tahun setelah
diagnosis DM ditegakkan.
2. Penderita DM tipe II harus menjalani pemeriksaan mata lengkap
oleh dokter spesialis mata segera setelah didiagnosis DM.
3. Pemeriksaan mata penderita DM tipe I dan II harus dilakukan
secara rutin setiap tahun oleh dokter spesialis mata.
4. Frekuensi pemeriksaan mata dapat dikurangi apabila satu atau
lebih hasil pemeriksaan menunjukkan hasil normal dan dapat
ditingkatkan apabila ditemukan tanda retinopati progresif.
5. Perempuan hamil dengan DM harus menjalani pemeriksaan
mata rutin sejak trimester pertama sampai dengan satu tahun
setelah persalinan karena risiko terjadinya dan/atau perburukan
retinopati DM meningkat, dan ia harus menerima penjelasan
menyeluruh tentang risiko tersebut.

30
2.5.6.Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan dari retinopati diabetic yaitu : 1,3
1. Perdarahan vitreous
2. Ablatio retina
3. Glaukoma
4. Kebutaan

2.5.7. Prognosis
Prognosis berupa :1
1. Pasien DRNP minimal dengan hanya ditandai mikroaneurisma
yang jarang memiliki prognosis baik sehingga cukup dilakukan
pemeriksaan ulang setiap 1 tahun.
2. Pasien yang tergolong DRNP sedang tanpa disertai oedema
macula perlu dilakukan pemeriksaan ulang setiap 6-12 bulan
karena sering bersifat progresif.
3. Pasien DRNP derajat ringan sampai sedang dengan disertai
edema macula yang secara klinik tidak signifikan perlu dilakukan
pemeriksaan ulang setiap 4-6 bulan karena dapat berkembang
menjadi clinically significant macular edema (CSME).
4. Untuk pasien DRNP dengan CSME harus dilakukan
fotokoagulasi. Dengan terapi fotokoagulasi, resiko kebutaan
untuk grup pasien ini dapat berkurang 50%.
5. Pasien DRNP berat beresiko tinggi untuk menjadi DRP. Separuh
dari pasien DRNP berat akan berkembang menjadi DRP dalam 1
tahun adalah 75% dimana 45% diantaranya tergolong DRP resiko
tinggi. Oleh sebab itu pasien DRNP sangat berat perlu dilakukan
pemeriksaan ulangan tiap 3-4 bulan.

31
6. Pasien dengan DRP resiko tinggi harus segera diterapi
fotokoagulasi. Teknik yang dilakukan adalah scatter
photocoagulation
7. Pasien DRP resiko tinggi yang disertai CSME terapi mula-mula
menggunakan metode focal atau panretinal (scatter). Oleh karena
metode fotokoagulasi metode panretina dapat menimbulkan
eksaserbasi dari edema macula, maka untuk terapi dengan metode
ini harus dibagi menjadi 2 tahap.

32

Anda mungkin juga menyukai