ABSTRAK
Pengembangan dan validasi metode analisis hidroklorotiazid tablet telah dilakukan dengan
metode absorbansi dan metode luas daerah di bawah kurva secara spektrofotometri ultraviolet.
Penelitian ini menggunakan prinsip perhitungan absorban dan luas daerah di bawah kurva yang
diperoleh dari pengukuran larutan analit dengan menggunakan alat spektrofotometer UV-Vis dan
larutan natrium hidroksida 0,1 N sebagai pelarut terbaik. Linearitas hidroklorotiazid diperoleh pada
rentang konsentrasi 4-14 g/mL; nilai koefisien korelasi dengan metode absorbansi dan metode luas
daerah di bawah kurva masing masing 0,99984 dan 0,99671. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kadar sampel yang diperoleh dengan metode absorbansi dan metode luas daerah di bawah kurva
masing-masing adalah 99,50 0,015 % dan 99,97 0,017 %. Rata-rata persen perolehan kembali
yang diperoleh dengan metode absorbansi dan metode luas daerah di bawah kurva masing-masing
adalah 96,99 0,012 % dan 104,78 0,017 %.
Kata kunci: Metode absorbansi, metode luas daerah di bawah kurva, spektrofotometri ultraviolet,
hidroklorotiazid.
ABSTRACT
PENDAHULUAN
Diuretik adalah senyawa yang dapat menyebabkan eksresi urin yang lebih banyak
(Mutschler, 1991). Diuretik bekerja meningkatkan ekskresi natrium, klorida dan sejumlah air. Salah
satu obat diuretik yaitu hidroklorotiazid. Hidroklorotiazid adalah prototipe golongan tiazid dan
dianjurkan untuk sebagian kasus hipertensi ringan sampai sedang dan dalam kombinasi dengan
berbagai anti hipertensi lain (Nafrialdi, 2007). Nama kimia dari hidroklorotiazid yaitu 6 kloro-3,4-
dihidro-2H-1,2,4-benzotiadiazina-7-sulfonamida 1,1dioksida (Kementerian Kesehatan RI, 2014).
Hidroklorotiazid merupakan senyawa sulfamoyl yang diturunkan dari klortiazid yang
dikembangkan dari senyawa sulfanilamida. Obat ini bekerja di bagian muka tubuli distal. Efek
1
diuretiknya lebih ringan dari diuretik kuat tetapi bertahan lebih lama yaitu 6 sampai 12 jam. Daya
hipotensifnya lebih kuat sehingga banyak digunakan pilihan pertama untuk hipertensi ringan sampai
sedang (Tjay & Rahardja, 2007).
Menurut Farmakope Indonesia edisi V tahun 2014, penetapan kadar hidroklorotiazid
dilakukan secara kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) yang dilengkapi dengan detektor 254 nm
dan kolom 25 cm x 4,6 mm berisi bahan pengisi L1. Laju alir lebih kurang 2 mL per menit dengan
fase gerak campuran natrium posfat monobasa 0,1 M-asetonitril P (9:1) (Kementerian Kesehatan
RI, 2014). Menurut Farmakope Inggris tahun 2009, penetapan kadar hidroklorotiazid dilakukan
secara spektrofotometri ultraviolet dengan menggunakan pelarut NaOH 0,01 M pada panjang
gelombang maksimum 273 nm dan 323 nm diperoleh kadar 98 % sampai 102 % (British
Pharmacopoeia, 2009).
Beberapa penelitian sebelumnya telah dilakukan penetapan kadar hidroklorotiazid. Salah
satunya dengan spektrofotometri ultraviolet. Pada penelitian ini diperoleh panjang gelombang 272
nm, menggunakan pelarut NaOH 0,01 N dan air suling. Konsentrasi yang digunakan 5 g/mL
sampai 30 mg/mL dalam air suling dan 1 g/mL sampai 30 g/mL untuk NaOH 0,01 N. Metode ini
memenuhi persyaratan akurasi karena ditemukan linear dengan persamaan regresi y = 0,198 +
0,043x dengan koefisien regresi 0,999 dan y = 0,029 + 0,059x dengan koefisien regresi 0,998
sedangkan persentase akurasi yang diperoleh yaitu 98,75 % dan 98,88 % (Hapse et al., 2012).
Pada penelitian lain juga telah dikembangkan metode spektrofotometri ultraviolet dengan
dua metode. Metode pertama yaitu luas daerah di bawah kurva dengan daerah pengukuran 265 nm
sampai 275 nm. Metode kedua yaitu spektrofotometri derivatif pada panjang gelombang 270 nm.
Konsentrasi yang digunakan pada kedua metode tersebut adalah 1 sampai 5 g/mL dengan pelarut
metanol. Kadar hidroklorotiazid yang diperoleh pada kedua metode ini, yaitu 99,72 % dengan
simpangan baku 0,3123. Kedua metode ini memenuhi persyaratan validasi yang mana diperoleh
nilai koefisien regresi 0,999 dan nilai RSD < 2 % (Ahmed et al., 2012).
Selain itu, penetapan kadar hidroklorotiazid telah dikembangkan dengan kromatografi cair
kinerja tinggi (KCKT) yang dilengkapi dengan detektor 210 nm dan kolom 25 cm x 4,6 mm. Laju
alir lebih kurang 2 mL per menit dengan fase gerak campuran metanol dan asam fosfat dalam air
(25:75 v/v). Pada metode ini diperoleh kadar hidroklorotiazid yaitu 98,7 % 0,8. Nilai koefisien
korelasi 0,99 dan nilai RSD 0,86 (Kirschbaum et al., 1983).
Metode-metode yang disebut di atas menggunakan alat khusus, membutuhkan biaya yang
mahal, dan memerlukan waktu yang cukup lama. Selain itu juga menggunakan pelarut yang relatif
mahal. Pengembangan metode analisis dalam penentuan mutu suatu produk dengan metode yang
lebih mudah dapat dilakukan. Dalam hal ini, analisis tablet hidroklorotiazid dapat dilakukan dengan
menggunakan metode spektrofotometri ultraviolet karena metode ini lebih mudah, murah dan
terandalkan dibandingkan dengan metode lainnya. Metode analisis dengan spektrofotometri
ultraviolet yang sudah ada sebelumnya yaitu berdasarkan nilai absorban, transmitan, dan
absorbtivitas. Namun, metode luas daerah di bawah kurva belum banyak yang menggunakannya.
Selain itu, penatapan kadar hidroklorotiazid dengan metode luas daerah di bawah kurva yang
dibandingkan dengan metode absorbansi, belum ada yang melakukannya.
Berdasarkan uraian di atas maka peneliti bermaksud melakukan penelitian mengenai
pengembangan dan validasi metode analisis hidrklorotiazid tablet dengan absorbansi dan luas
daerah di bawah kurva secara spektrofotometri ultraviolet. Metode ini diharapkan dapat
memberikan hasil yang lebih tepat dan teliti untuk penetapan kadar pada hidroklorotiazid tablet.
METODE PENELITIAN
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah spektrofotometer UV-Vis (Shimadzu UV-
1800), sonikator (Brason 1800), pH meter, timbangan analitik (Precisa XB 220A), erlenmeyer
(Iwaki Pyrex), gelas piala (Iwaki Pyrex), labu ukur (Iwaki Pyrex), corong (Iwaki Pyrex), pipet mikro
(Iwaki Pyrex), kertas saring (Whatman No. 41), pipet tetes, bola hisap, spatel, pengaduk, kertas
perkamen, aluminium foil, dan alat-alat lainnya yang menunjang penelitian.
2
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah hiroklorotiazid (PT Kimia Farma),
Hidroklorotiazid Generik tablet 25 mg (PT Kimia Farma, No. Batch 151554B, Exp. Desember
2020), natrium hidroksida (PT Brataco), metanol (PT Merck), etanol (PT Merck), kalii dihidrogen
fosfat (PT Merck) dan air suling (CV Novalindo).
Pembuatan pelarut
1. Pelarut NaOH 0,1 N
Larutkan 162 gram natrium hidroksida P dalam 150 mL air bebas karbon dioksida.
Dinginkan larutan hingga suhu kamar, saring melalui kertas saring yang dikeraskan. Masukkan 54,5
mL filtrat jernih ke dalam wadah bertutup rapat dan encerkan dengan air bebas karbon dioksida
hingga 1000 mL. Pipet 100 mL dari larutan, masukkan ke dalam labu ukur 1000 mL cukupkan
sampai tanda batas dengan air bebas karbon dioksida dan homogenkan (Kementerian Kesehatan RI,
2014).
3. Uji Akurasi
Uji akurasi dilakukan melalui uji perolehan kembali dengan metode spiking yaitu dengan
cara menambahkan sejumlah larutan baku hidroklorotiazid dalam suatu larutan uji yang kadarnya
diketahui dari konsentrasi larutan baku yang ditambahkan yaitu 80 %, 100 % dan 120 %, masing-
masing dilakukan 3 kali pengulangan. Kemudian dihitung nilai perolehan kembali baku
pembanding yang ditambahkan pada larutan uji yang dinyatakan dengan persen perolehan kembali.
Metode validasi memenuhi syarat jika persen perolehan kembalinya dengan nilai rentang 80 %
sampai 120 % (Gandjar & Rohman, 2013).
4. Uji Presisi
Uji presisi dilakukan pada tingkat keterulangan dengan cara mengukur kadar larutan baku
hidroklorotiazid dengan konsentrasi 10 g/mL, 12 g/mL dan 14 g/mL pada 3 waktu yang
berbeda dalam satu hari (intraday) dengan pengulangan masing-masing 6 kali. Pengukuran larutan
baku hidroklorotiazid dengan konsentrasi yang sama pada 3 hari berturut-turut (interday) dengan
pengulangan masing-masing 6 kali. Nilai RSD antara 1 sampai 2 % (Gandjar & Rohman, 2013).
4
Analisis Data
1. Penetapan kadar
Kadar hidroklorotiazid dalam tablet ditentukan berdasarkan persamaan regresi linier y = a +
bx.
=
n
n xy x.
=
( )
Keterangan:
y = absorban / luas daerah di bawah kurva
x = konsentrasi (g/mL)
a = intersep / titik potong pada sumbu Y
b = slope
r
x y x y /n
i i i i
2 2
(x x) ( y y)
i i
Persamaan regresi ini dapat digunakan jika faktor korelasinya 0,99 r 1 (Gandjar & Rohman,
2013).
S y2. x
Y a Y b XY
n2
2
Sy / x S y/ x
4. Akurasi
Tujuan dilakukan akurasi yaitu untuk mengetahui bahwa metode analisis mempunyai derajat
kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Akurasi diukur sebagai banyaknya
analit yang diperoleh kembali.
5
% perolehan kembali = x 100
5. Presisi
Tujuan dilakukan presisi yaitu untuk mengetahui kedekatan hasil analisis apabila dilakukan oleh
analis yang sama dengan waktu yang berbeda. Presisi dinyatakan dengan simpangan baku relatif
(RSD) atau koefisien variasi.
= x 100 %
Simpangan baku relatif (RSD) dinyatakan memenuhi validasi metode jika nilai RSD antara 1 - 2
% (Gandjar & Rohman, 2013).
6
Gambar 1. Spektrum hidroklorotiazid dalam larutan NaOH 0,1 N
8
Gambar 6. Kurva kalibrasi hidroklorotiazid dengan metode luas daerah di bawah kurva
Pada penetapan kadar hidroklorotiazid tablet (No. Batch 151554B, Exp. Desember 2020)
didapatkan persen kadar yaitu 99,50 % dengan simpangan baku 0,015 dengan metode absorbansi
dan 99,97 % dengan simpangan baku 0,017 dengan metode luas daerah di bawah kurva (Tabel 1
dan 2). Kadar hidroklorotiazid tablet memenuhi persyaratan sesuai Farmakope Indonesia edisi V
yaitu 90 % sampai 110 % (Kementerian Kesehatan RI, 2014).
Tabel 2. Penetapan kadar hidroklorotiazid tablet dengan metode luas daerah di bawah kurva
9
Selain itu, kadar hidroklorotiazid yang diperoleh juga memenuhi persyaratan Farmakope
Amerika edisi 30 tahun 2007 yaitu 90 % sampai 110 % (USP, 2007), dan memenuhi persyaratan
Farmakope British tahun 2009 yaitu 90 sampai 110 %. Namun dengan identifikasi menggunakan
spektrofotometri ultraviolet pada panjang gelombang 273 nm dan 232 nm diperoleh kadar 98 %
sampai 102 % yang mana ini berarti kadar yang diperoleh juga memenuhi persyaratan (British
Pharmacopoeia, 2009). Pada penelitian sebelumnya dengan metode absorbansi dengan pelarut
NaOH 0,1 N diperoleh kadar 99,12 % dengan simpangan baku 0,49 (Sayyed et al., 2015),
sedangkan metode luas daerah dibawah kurva dengan pelarut metanol diperoleh kadar
hidroklorotiazid 99,63 % dengan simpangan baku 0,74 (Ilango et al., 2012)
Pada pembuatan kurva kalibrasi yang menghubungkan antara konsentrasi dengan absorban
dan hubungan konsentrasi dengan luas daerah di bawah kurva telah ditentukan linearitasnya. Tujuan
penentuan linearitas adalah untuk mengetahui seberapa baik kurva kalibrasi yang menghubungkan
antara respon (y) dan konsentrasi (x). Linearitas dengan metode absorbansi diperoleh koefisien
korelasi sebesar 0,99982 dan linearitas dengan metode luas daerah di bawah kurva diperoleh
koefisien korelasi sebesar 0,99671. Kedua nilai koefisien korelasi di atas memiliki nilai lebih baik
karena lebih mendekati 1 sesuai dengan literatur yang menyatakan kriteria penerimaan yaitu nilai
koefisien korelasi (r) mendekati 1 (0,995 r 1) (Gandjar & Rohman, 2013).
Penentuan batas deteksi dan batas kuantitasi merupakan parameter yang sensitivitas. Tujuan
penentuan batas deteksi yaitu untuk mengetahui jumlah terkecil analit yang masih bisa dideteksi
namun tidak perlu dapat terukur dan tujuan penentuan batas kuantitasi yaitu untuk mengetahui
jumlah terkecil analit yang masih bisa diukur dengan akurat (Harmita, 2004). Batas deteksi dan
batas kuantitasi yang diperoleh dari metode absorbansi yaitu 0,56871 dan 1,72337 g/mL,
sedangkan batas deteksi dan batas kuantitasi yang diperoleh dari metode luas daerah di bawah kurva
yaitu 1,13111 dan 3,42760 g/mL.
Pengujian akurasi pada penelitian bertujuan untuk mengetahui bahwa metode analisis
mempunyai derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Ini menggunakan
metode adisi dengan menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi tertentu pada sampel yang
diperiksa, lalu dianalisis dengan metode tersebut. Persen perolehan kembali ditentukan dengan
menentukan berapa persen analit yang telah ditambahkan dapat ditemukan. Persen analit yang
ditambahkan adalah 80 %, 100 %, dan 120 %. Dari hasil uji perolehan kembali hidroklorotiazid
dengan metode absorbansi didapatkan persen perolehan kembali 98,40 %; 96,33 % dan 96,25 %
dengan rata-rata 96,99 % dengan simpangan baku 0,012 dan persen perolehan kembali untuk
metode luas daerah di bawah kurva yaitu 105,91 %, 106,01 %, dan 102,43 % dengan rata-rata
104,78 % sehingga kedua metode berada pada rentang yang diperbolehkan yaitu (80 % sampai 120
%) dengan simpangan baku 0,17 (Gandjar dan Rohman, 2013).
Penentuan presisi intraday hidroklorotiazid dilakukan pada waktu pagi, siang dan sore hari
dengan tiga konsentrasi berbeda. Pada metoda absorbansi dengan konsentrasi 10 g/mL diperoleh
RSD yaitu 0,90 %; 0,88 % dan 0,90 %. Konsentrasi 12 g/mL diperoleh RSD yaitu 0,65 %; 0,64 %
dan 0,28 %. Konsentrasi 14 g/mL diperoleh RSD yaitu 0,65 %; 0,59 % dan 0,72 % sedangkan
pada metode luas daerah di bawah kurva dengan konsentrasi 10 g/mL diperoleh RSD yaitu 1,17
%; 1,28 % dan 1,16 %. Konsentrasi 12 g/mL diperoleh RSD yaitu 0,83 %; 0,79 % dan 0,16 %.
Konsentrasi 14 g/mL diperoleh RSD yaitu 0,49 %; 0,47 % dan 0,80 %.
Penentuan presisi interday hidroklorotiazid dilakukan selama 3 hari dengan tiga konsentrasi
berbeda. Pada metode absorbansi, hari pertama, kedua, dan ketiga dengan kosentrasi 10 g/mL
diperoleh RSD yaitu 1,15 %; 0,81 % dan 1,05 %. Konsentrasi 12 g/mL pada hari pertama, kedua,
dan ketiga diperoleh RSD berturut-turut yaitu 1,60 %; 0,87 % dan 0,57 %. Konsentrasi 14 g/mL
pada hari pertama, kedua, dan ketiga diperoleh RSD berturut-turut yaitu 0,62 %; 0,71 % dan 0,65 %
sedangkan pada metode luas daerah dibawah kurva, hari pertama, kedua, dan ketiga dengan
kosentrasi 10 g/mL diperoleh RSD Konsentrasi 10 g/mL pada hari pertama, kedua, dan ketiga
diperoleh RSD yaitu 1,37 %; 1,00 % dan 1,29 %. Konsentrasi 12 g/mL pada hari pertama, kedua,
10
dan ketiga diperoleh RSD berturut-turut yaitu 1,28 %; 0,63 % dan 0,41 %. Konsentrasi 14 g/mL
pada hari pertama kedua dan ketiga diperoleh RSD berturut-turut yaitu 0,48 %; 0,53 % dan 0,50 %.
KESIMPULAN
Pelarut terbaik yang digunakan untuk analisis hidroklorotiazid tablet dengan metode
spektrofotometri ultraviolet yaitu NaOH 0,1 N. Metode absorbansi dan luas daerah di bawah kurva
menunjukkan bahwa kedua metode tersebut adalah metode yang valid untuk analisis
hidroklorotiazid tablet. Metode absorbansi dan luas daerah di bawah kurva secara spektrofotometri
ultraviolet yang telah divalidasi dapat digunakan untuk penetapan kadar hidroklorotiazid tablet,
yaitu 99,50 % dengan metode absorbansi dan 99,70 % dengan metode luas daerah di bawah kurva.
Kadar hidroklorotiazid tablet yang diperoleh memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia edisi V
tahun 2014 dengan kadar hidroklorotiazid tablet yang tertera 90 sampai 110 %.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmed, M., Jamadar, N., & Shetty, S. (2012). Silmutaneous Estimation of Atenolol and
Hydrochlorotiazide in Combined Dosage Form By UV-Spctrophotometric Methods. Acta
Chim Pharm Indica. 2, (3), 134-142.
British Pharmacopoeia. (2009). British Pharmacopoeia, Volume I & II. London: The British
Pharmacopoeia Commision.
Gandjar, I. G., & Rohman, A. (2013). Kimia Farmasi Analisis. (Edisi XI) Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Gangola, R., Kaushik, S., & Sharma, P. (2011). Spectrophotometric Simultaneous Determination of
Hydrochlorothiazide and Telmisartan in Combined Dosage Form. Journal of Applied
Pharmaceutical Science. 1(1), 46-49.
Hapse. S. A., Wagh. V. S., Kadaskar. P. T., Dokhe. M. D., & Shirsath. A. S. (2012).
Spectrophotometric Estimation and Validation of Hydrochlorothiazide in Tablet Dosage
Forms By Using Differnt Solvent. Der Pharma Chemica, 4(1), 10-14.
Ilango, K., & Kumar, S. (2012). Simultaneous Determination of Omelsartan Medoxomil and
Hydrochlorothiazide by Area Under Curve and Dual Wavelength Spectrophotometric
Methods. Journal of Pharmaceutical Sciences and Research. 4(10), 1946-1949
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Farmakope Indonesia. (Edisi V). Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kirschbaum, J., & Perilman, S. (1983). Analisys of Captopril and Hydrochlorothiazide
Combination Tablet Formulations by Liquid Chromatography. American Pharmaceutical
Association. 73(5), 686-687.
Mali, A. D., (2015). Simultaneous Determination Of Carvedilol And Hydrochlorotiazide In
Pharmaceutical Dosage Form By Pirst Order Derivative UV Spectrophotometry. International
Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, 7(9), 0975-1491.
Mutschler, E. (1991). Dinamika Obat Buku Ajar Farmakologi dan Toksikologi. (Edisi 5). Bandung:
Penerbit ITB.
Nafrialdi. (2007). Obat yang Mempengaruhi Metabolisme Elektrolit dan konservasi Air. In S.G
Gunawan., R. Setiabudy., Nafrialdi & Elysabeth (Eds). Farmakologi dan Terapi. (Edisi V).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Sayyed, Z. M., Shinde, S. A., Chaudhari, B. P., & Biyani, K. B. (2015). Deploment and Validation
of UV Spectrophotometric Method for Simultaneous Estimation of Amlodipine Besylate
and Hydrochlorothiazide in Combined Dosage Form Including Stability Study. Journal of
Pharmaceutical Science and Bioscientific Research (JPSBR). 5(5), 487-493.
11
Sowjanya, G., Gangadhar, P., Rao, R., Subrahmanyam, P., & Suresh, P. (2012). Simultaneous UV
spectrphotometric estimation of enalapril maleate and hydrochlorothiazide in tablets. Journal
of Chemical and Pharmaceutical Research. 4(7), 3483-3488.
Sridharan, D., Thenmozhi, A., Rajamanickam, V., Sundaranandavalli, S., & Palanikumar, B.
(2010). Simultaneous Estimation of Irbesartan and Hydrochlorothiazide in Combined
Pharmaceutical Dosage Form by UV Spectroscopy using Multicomponent Mode of Analysis.
International Journal of ChemTech Research, 2(2), 876-879.
Tjay, T. H. & Rahardja, K. (2007). Obat-obat Penting, Khasiat dan Penggunaannya. Edisi VI.
Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
U.S. Pharmacopoeia. (2007). Unitid States Pharmacopoeia (USP). Edisi 30. Maryland : U.S.
Pharmacopoeia Convention.
Watson, D. G. (2009). Analisis Farmasi: Buku Ajar untuk Mahasiswa Farmasi dan Praktisi Kimia
Farmasi. (Edisi 2). Penerjemah: W.R. Syarief. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
12