Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK

MODUL IV
ANALISA GULA REDUKSI MENGGUNAKAN METODE DNS

KELOMPOK II/KAMIS
Hosea Amadeus Hariputra
NRP : 02211940000062
Astri Nawwar Kusumaningtyas
NRP : 02211940000023
Nidya Ahmadya Rosalin
NRP : 02211940000024

DOSEN:
Prida Novarita Trisanti, S.T., M.T.
NIP : 198311142015042002

Tanggal Percobaan : 10 Desember 2020


Tanggal Pengumpulan Laporan : 17 Desember 2020

LABORATORIUM KIMIA ORGANIK


DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI DAN REKAYASA SISTEM
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
2020/2021
TUJUAN
1. Membuat kurva larutan standar antara absorbansi terhadap konsentrasi gula
pereduksi
2. Menentukan konsentrasi gula pereduksi dengan metode DNS
DASAR TEORI
Gula pereduksi (reducing sugar) merupakan golongan karbohidrat yang memiliki
kemampuan untuk mereduksi senyawa-senyawa penerima elektron. Pada struktur molekul
dari suatu gula pereduksi terdapat gugus aldehida atau keton bebas (α-hidroksiketon) pada
bagian ujungnya. Gugus aldehida atau keton bebas inilah yang membuat gula pereduksi
memiliki kemampuan mereduksi tersebut. Monosakarida yang termasuk ke dalam golongan
gula pereduksi diantaranya adalah glukosa, fruktosa, gliseraldehida, dan galaktosa. Untuk
disakarida, yang termasuk sebagai gula pereduksi adalah laktosa dan maltosa. Sedangkan,
yang tidak termasuk sebagai gula pereduksi contohnya adalah sukrosa dan pati (polisakarida).
Gula yang tidak termasuk ke dalam golongan gula pereduksi dapat dicirikan dengan tidak
adanya struktur rantai terbuka, sehingga tidak rentan terhadap proses oksidasi reduksi.
(Almatsier, 2004)
Untuk dapat menentukan konsentrasi dari suatu gula pereduksi dapat dilakukan
dengan bebeberapa cara seperti dengan metode kolorimetri ataupun kromatografi. Metode
kolorimetri lebih sederhana dan ekonomis namun tidak memberikan hasil yang akurat karena
hasilnya dapat dipengaruhi oleh karbohidrat lain yang terdapat di dalam sampel. Sehingga,
metode yang lebih sering digunakan untuk tujuan analisis adalah metode kromatografi
karena lebih sederhana dan memiliki sensitivitas yang tinggi. Salah satu metode
kromatografi yang dapat digunakan adalah spektromotometri.
(Wang, et al., 2010)
Spektrofotometer merupakan sebuah alat yang terdiri dari spektrometer dan
fotometer. Spektrometer berfungsi menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang
gelombang tertentu yang bersifat monokromatik. Sedangkan, fotometer yaitu merupakan
suatu piranti yang berfungsi sebagai alat pengukur intensitas cahaya yang di transmisikan
atau yang di absorpsi. Pada umumnya terdapat tiga jenis spektrofotometer yang sering
digunakan dalam analisis secara kimiawi diantaranya adalah spektrofotometer Vis,
spektrofotometer UV, dan spektrofotometer UV-Vis. Spektrofotometer umumnya memiliki
komponen berupa sumber energi radiasi, monokromator, detektor, penguat, dan pembaca.
(Khophar, 1990)
Spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi itu
ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. Bila
cahaya (monokromatik maupun campuran) jatuh pada suatu medium homogen sebagian dari

III-1
sinar yang masuk akan dipantulkan sebagian diserap dalam medium itu dan sisanya
diteruskan. Banyaknya cahaya atau energi yang diserap oleh partikel-partikel dinyatakan
dalam nilai absorbansi sedangkan persentase cahaya yang diteruskan melalui medium
homogen tersebut dinyatakan dalam persen transmitansi.
(Hasibuan, 2015)
Berdasarkan hukum Bouguer-Beer, persamaan yang dapat digunakan untuk
menentukan banyaknya cahaya yang diteruskan atau ditransmisikan pada spektrofotometer
adalah sebagai berikut :
I
%T = I 𝑡 × 100% …..(1)
0

Dimana %T merupakan persen transmitansi, I0 merupakan intensitas cahaya datang, dan It


merupakan intensitas cahaya setelah melewati sampel. Sementara itu, untuk menentukan
banyaknya cahaya yang diserap (nilai absorbansi) dapat dinyatakan dalam persamaan berikut
ini :
A = − log T = ε. b. C …..(2)
Dengan A merupakan nilai absorbansi, T merupakan nilai transmitansi, ε merupakan
absorbtivitas molar dalam satuan M-1 cm-1, b merupakan lebar atau ketebalan kuvet dalam
satuan cm, dan C merupakan konsentrasi larutan dalam satuan M.
(Day & Underwood, 2002)
DNS (dinitrosalicylic acid) merupakan senyawa aromatis yang jika bereaksi dengan
gula pereduksi akan membentuk asam 3-amino-5-nitrosalisilat, yakni senyawa yang dapat
menyerap radiasi gelombang elektromagnetik pada panjang gelombang maksimum 550 nm.
Semakin tinggi kadar gula pereduksi yang terdapat dalam sampel, maka akan semakin
banyak pula molekul asam 3-amino-5-nitrosalisat yang terbentuk, sehingga absorbansi
sampel akan semakin tinggi. Berikut di bawah ini merupakan reaksi antara DNS dengan gula
pereduksi yang menghasilkan asam 3-amino-5-nitrosalisilat dan asam glukonat :

Gambar 1. Reaksi antara DNS dengan gula pereduksi

Reaksi gula pereduksi dengan reagen DNS merupakan reaksi redoks dimana gugus aldehid
yang bertindak sebagai pereduksi akan teroksidasi menjadi karboksil, sedangkan DNS yang
bertindak sebagai oksidator akan tereduksi membentuk asam 3-amino-5-nitrosalisat.
(Agustini & Kusmiati, 2010)

III-2
ALAT DAN BAHAN PRAKTIKUM
ALAT BAHAN
1. Labu takar (10 mL) 10 buah 1. DNS 1 gram
2. Labu takar (50 mL) 1 buah 2. NaOH 1,6 gram
3. Labu takar (100 mL) 1 buah 3. Glukosa 50 mg
4. Beaker glass 1 buah 4. Potasium Sodium Tartate 30 gram
5. Gelas Ukur 1 buah 5. Aquades secukupnya
6. Tabung reaksi 10 buah 6. Supernatant 2 mL
7. Rak tabung reaksi 1 buah
8. Pipet ukur 1 buah
9. Ball filler 1 buah
10. Spatula 1 buah
11. Klem 1 buah
12. Corong 1 buah
13. Gelas Arloji 1 buah
14. Neraca Analitik 1 buah
15. Waterbath 1 buah
16. Kuvet 1 buah
17. Spektrofotometer 1 buah
18. Botol pencuci 1 buah
19. Termometer 1 buah
20. Stopwatch 1 buah
SKEMA ALAT
Pada percobaan modul “Analisa Gula Reduksi Menggunakan Metode DNS” ini,
dilakukan pembacaan absorbansi dari tiap larutan dengan bantuan sebuah alat bernama
spektrofotometer. Berikut di bawah ini merupakan skema alat serta komponen pada alat
spektrofotometer :

Gambar 2. Skema alat spektrofotometer

III-3
Gambar 3. Komponen pada spektrofotometer

VARIABEL
Besarnya nilai absorbansi yang didapatkan pada pembacaan di spektrofotometer
untuk suatu larutan dipengaruhi oleh besar konsentrasi larutan tersebut. Dimana hubungan
antara nilai absorbansi dengan konsentrasi larutan adalah berbanding lurus. Sehingga,
semakin besar konsentrasi larutan maka semakin besar pula nilai absorbansinya. Hal tersebut
sesuai dengan persamaan pada hukum Bouguer-Beer berikut ini :
A = ε. b. C …..(1)
Dengan A merupakan nilai absorbansi, ε merupakan absorbtivitas molar dalam satuan M-1
cm-1, b merupakan lebar kuvet, dan C merupakan konsentrasi larutan dalam satuan M.
(Day & Underwood, 2002)
PROSEDUR
Dalam melaksanakan percobaan pada modul “Analisa Gula Reduksi Menggunakan
Metode DNS” ini, terdapat beberapa prosedur percobaan yang harus diikuti secara urut dan
benar. Penjelasan mengenai prosedur percobaannya secara lengkap dapat dilihat pada video
yang tersedia di classroom.
A. Pembuatan Larutan Reagen DNS
Pertama, menimbang massa dari DNS dan NaOH terlebih dahulu masing-masing
sebanyak 1 gram dan 1,6 gram dengan menggunakan neraca analitik. Kemudian,
membuat larutan DNS (2% w/v) dengan cara melarutkan 1 gram DNS tadi dengan
aquades hingga 50 mL di dalam labu takar 50 mL. Lalu, membuat larutan NaOH dengan
cara melarutkan 1,6 gram NaOH tadi dengan aquades hingga 15 mL di dalam beaker
glass. Setelah selesai membuat kedua larutan tersebut, mencampurkan kedua larutan tadi
hingga homogen dengan cara memanaskannya di dalam waterbath pada suhu 45°C.
Kemudian, memasukkan larutan ke dalam labu takar 100 mL. Menambahkan potassium
sodium tartate sebanyak 30 gram dan juga aquades hingga 100 mL ke dalam labu takar
tersebut. Setelah itu, mengaduk larutan hingga tercampur secara sempurna.

III-4
B. Pembuatan Larutan Standar Glukosa
Pertama, menimbang glukosa sebanyak 50 mg dengan menggunakan neraca analitik.
Lalu, membuat larutan induk dengan konsentrasi 1 mg/mL dengan cara mencampurkan
50 mg glukosa tadi dengan aquades hingga 50 mL. Selanjutnya adalah proses
pengenceran larutan induk untuk mendapatkan larutan standar glukosa dengan variasi
konsentrasi yang diinginkan yaitu 0,1 mg/mL, 0,2 mg/mL, 0,3 mg/mL, 0,4 mg/mL, dan
0,5 mg/mL. Proses pengenceran tersebut dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah
larutan induk dengan volume V1 dan mencampurkannya dengan aquades hingga 10 mL
di dalam labu takar 10 mL. Dimana volume V1 sendiri dapat ditentukan melalui
persamaan berikut ini :
M1 × V1 = M2 × V2 …..(2)
Dengan M1 merupakan konsentrasi awal larutan induk yaitu sebesar 1 mg/mL, M2
merupakan konsentrasi akhir larutan yang ingin didapatkan setelah pengenceran, dan V2
merupakan volume larutan setelah pengenceran yaitu sebesar 10 mL.
C. Pembuatan Kurva Kalibrasi
Larutan standar glukosa yang telah didapatkan sebelumnya kemudian dapat
digunakan untuk pembuatan kurva kalibrasi. Langkah kerjanya yang pertama yaitu
mengambil masing-masing larutan standar glukosa yang telah dibuat tadi serta larutan
blanko (aquades) sebanyak 1 mL dan memasukkannya ke dalam tabung reaksi.
Kemudian, menambahkan 3 mL larutan reagen DNS yang telah dibuat sebelumnya
dengan menggunakan pipet ukur 5 mL ke dalam tiap tabung reaksi tersebut. Setelah itu,
memanaskannya pada suhu 100°C selama 10 menit untuk mereaksikan reagen dengan
glukosa. Setelah 10 menit, mendinginkannya secara mendadak di dalam air es untuk
menghentikan reaksi dan membiarkannya hingga mencapai suhu ruang. Lalu,
menambahkan 2 mL aquades pada masing-masing tabung reaksi tersebut. Mengkalibrasi
spektrofotometri selama 15 menit sebelum dipakai untuk mencapai kesetimbangan
termal dan elektris. Mencuci kuvet yang akan digunakan dengan menggunakan aquades
terlebih dahulu dan mengkeringkannya. Lalu, memasukkan masing-masing larutan yang
telah dibuat tadi ke dalam kuvet hingga ¾ volume kuvet. Setelah itu, melakukan
pembacaan absorbansi pada tiap larutan tersebut. Dari nilai absorbansi yang telah
didapatkan dapat dibuat kurva kalibrasi yang kemudian dapat digunakan dalam
penentuan kadar gula pereduksi.
D. Pengukuran konsentrasi gula reduksi
Pertama, mengambil 2 mL supernatant dari sampel penelitian yang diinginkan
(larutan tugas) dan mengencerkannya dengan menggunakan aquades hingga 10 mL
dengan menggunakan labu takar 10 mL. Kemudian, mengambil sebanyak 1 mL larutan

III-5
hasil pengenceran tersebut dengan menggunakan pipet ukur dan memasukkannya ke
dalam tabung reaksi. Lalu, menambahkan sebanyak 3 mL larutan reagen DNS yang telah
dibuat sebelumnya ke dalam tabung reaksi tadi. Setelah itu, memanaskannya di dalam
waterbath pada suhu 100°C selama 10 menit untuk mereaksikan supernatant dengan
reagen. Setelah 10 menit, mendinginkannya secara mendadak di dalam air es untuk
menghentikan reaksi dan membiarkannya hingga mencapai suhu ruang untuk
menstabilkan warna larutan. Menambahkan 2 mL aquades ke dalam tabung reaksi
tersebut. Lalu, memasukkan larutan yang telah dibuat ke dalam kuvet hingga ¾ volume
kuvet. Setelah itu, melakukan pembacaan absorbansi dan melakukan perhitungan
konsentrasinya.
KARAKTERISASI
Setelah melakukan percobaan “Analisa Gula Reduksi Menggunakan Metode DNS”
ini, maka akan didapatkan data berupa nilai absorbansi dari tiap larutan yang ada. Maka
untuk dapat menentukan konsentrasi gula reduksi pada sampel yang digunakan dapat
dilakukan perhitungan sebagai berikut.
Pertama, dari data nilai absorbansi untuk tiap campuran larutan standar glukosa
dengan larutan reagen DNS dibuatkan sebuah kurva kalibrasi. Kurva tersebut merupakan
kurva nilai absorbansi (sumbu y) terhadap konsentrasi larutannya (sumbu x). Dari kurva
tersebut dapat ditentukan regresinya dan akan didapatkan persamaan garis sebagai berikut :
y = mx + c …..(3)
Dengan m merupakan gradien garis, y merupakan nilai pada sumbu y (nilai absorbansi), x
merupakan nilai pada sumbu x (konsentrasi larutan), dan c merupakan konstanta.
Setelah itu, untuk mendapatkan konsentrasi dari gula reduksi pada sampel dilakukan
dengan cara memasukkan nilai absorbansi yang didapat pada pembacaan oleh
spektrofotometer untuk larutan sampel ke dalam persamaan garis tersebut.
DATA HASIL PERCOBAAN
Berikut di bawah ini merupakan data hasil percobaan setelah melakukan percobaan
pada modul “Analisa Gula Reduksi Menggunakan Metode DNS” ini :
A. Data absorbansi untuk larutan standar pada berbagai konsentrasi :
Tabel 1. Data absorbansi untuk larutan standar pada berbagai konsentrasi

No Konsentrasi A (absorbansi)
1 0,0 mg/mL 0,0
2 0,1 mg/mL 0,197
3 0,2 mg/mL 0,298
4 0,3 mg/mL 0,491
5 0,4 mg/mL 0,655
6 0,5 mg/mL 0,802

III-6
Dari data yang terdapat pada tabel (1), maka dapat dibuatkan sebuah kurva kalibrasi
seperti berikut ini :

Gambar 4. Tabel data absorbansi untuk larutan standar

Pada kurva kalibrasi tersebut, didapatkan persamaan garisnya yaitu y = 1,5934x + 0,0088
dan nilai R2 sebesar 0,9958. Nilai R2 mendekati 1 (satu) sehingga kurva kalibrasi telah
sangat baik dan dapat digunakan dalam perhitungan selanjutnya.
B. Data absorbansi gula pereduksi untuk proses degradasi onggok pada suhu 40°C
menggunakan metode ultrasonik pada berbagai waktu :
Tabel 2. Data absorbansi gula pereduksi untuk proses degradasi onggok pada berbagai waktu

No t (waktu) A (absorbansi)
1 0 menit 0,0287
2 10 menit 0,0490
3 20 menit 0,0686
4 30 menit 0,0858
5 40 menit 0,1173
6 50 menit 0,1475

Dari data pada tabel (2), maka dapat dilakukan perhitungan untuk konsentrasi gula
pereduksi pada sampel onggok untuk berbagai waktu dengan menggunakan persamaan
garis yang telah didapatkan sebelumnya seperti berikut ini :
a. Sampel onggok dengan waktu sonikasi t = 0 menit
y = 1,5934x + 0,0088
Karena y = A dan nilai A (absorbansi) sebesar 0,0287, maka :
0,0287 = 1,5934x + 0,0088
0,0287 − 0,0088
x=
1,5934
x = 0,0125 mg/mL
b. Sampel onggok dengan waktu sonikasi t = 10 menit
y = 1,5934x + 0,0088
0,0490 = 1,5934x + 0,0088
III-7
0,0490 − 0,0088
x=
1,5934
x = 0,0252 mg/mL
c. Sampel onggok dengan waktu sonikasi t = 20 menit
y = 1,5934x + 0,0088
0,0686 = 1,5934x + 0,0088
0,0686 − 0,0088
x=
1,5934
x = 0,0375 mg/mL
d. Sampel onggok dengan waktu sonikasi t = 30 menit
y = 1,5934x + 0,0088
0,0858 = 1,5934x + 0,0088
0,0858 − 0,0088
x=
1,5934
x = 0,0483 mg/mL
e. Sampel onggok dengan waktu sonikasi t = 40 menit
y = 1,5934x + 0,0088
0,1173 = 1,5934x + 0,0088
0,1173 − 0,0088
x=
1,5934
x = 0,0681 mg/mL
f. Sampel onggok dengan waktu sonikasi t = 50 menit
y = 1,5934x + 0,0088
0,1475 = 1,5934x + 0,0088
0,1475 − 0,0088
x=
1,5934
x = 0,0870 mg/mL

Berikut di bawah ini merupakan tabel hasil perhitungan konsentrasi gula reduksi
pada sampel onggok pada berbagai waktu sonikasi :
Tabel 3. Data hasil perhitungan konsentrasi gula reduksi dalam sampel onggok

No t (waktu) Konsentrasi
1 0 menit 0,0125 mg/mL
2 10 menit 0,0252 mg/mL
3 20 menit 0,0375 mg/mL
4 30 menit 0,0483 mg/mL
5 40 menit 0,0681 mg/mL
6 50 menit 0,0870 mg/mL

III-8
PEMBAHASAN
Percobaan pada modul “Analisa Gula Reduksi Menggunakan Metode DNS” ini
dilakukan dengan tujuan untuk membuat kurva larutan standar antara absorbansi terhadap
konsentrasi gula pereduksi dan menentukan konsentrasi gula pereduksi dengan metode DNS.
Langkah pertama yang dilakukan pada percobaan kali ini adalah membuat larutan reagen
DNS dan larutan standar glukosa.
Untuk dapat membuat larutan reagen DNS, diperlukan DNS dan NaOH masing-
masing sebanyak 1 gram dan 1,6 gram. Penimbangan massa dari DNS dan NaOH dapat
dilakukan dengan menggunakan gelas arloji pada neraca analitik untuk mendapatkan hasil
pengukuran massa yang paling akurat. Neraca analitik diketahui memiliki tingkat ketelitian
pengukuran yang sangat tinggi. Neraca analitik dapat melakukan pembacaan massa dengan
ketelitian hingga 0,0001 gram. Sehingga, diharapkan dengan menggunakan neraca analitik
ini dapat mengurangi potensi kesalahan dalam melakukan pengukuran massanya.
(Day & Underwood, 2002)
Kemudian, melarutkan 1 gram DNS dan 1,6 gram NaOH tadi dengan menggunakan
aquades. DNS dilarutkan dengan aquades hingga 50 mL, sedangkan NaOH dilarutkan
dengan aquades hingga 15 mL. Setelah itu, mencampurkan kedua larutan tersebut di dalam
erlenmeyer dan memanaskannya di dalam waterbath pada suhu 45°C agar kedua larutan
tersebut dapat tercampur secara homogen. Setelah itu, memasukkan larutan tersebut dari
dalam erlenmeyer ke dalam labu takar 100 mL. Pada saat memasukkan larutan ke dalam
labu takar dilakukan dengan bantuan corong kaca untuk mencegah larutan tertumpah saat
dimasukkan ke dalam labu takar. Lalu, memasukkan 30 gram sodium tartate ke dalam labu
takar tersebut, menambahkan aquades hingga 100 mL, dan mengocoknnya hingga tercampur
secara sempurna. Penggunaan labu takar 100 mL ini dilakukan agar volume penambahan
aquades tersebut dapat dilakukan dengan tepat melalui tanda batas pada bagian leher labu
takar yang menandakan banyaknya volume larutan yang tertera pada badan labu ukur (100
mL). Selain itu, penggunakan labu takar ini juga dapat mempermudah pengocokkan larutan
sehingga larutan yang terbentuk dapat homogen atau tercampur secara sempurna.
Lalu, untuk dapat membuat larutan standar glukosa diperlukan glukosa sebanyak
50mg. Penimbangan massanya juga dapat dilakukan dengan menggunakan gelas arloji pada
neraca analitik untuk mendapatkan hasil pengukuran massa yang akurat. Kemudian,
melarutkannya dengan aquades hingga 50 mL dengan menggunakan labu takar 50 mL
sehingga didapatkan larutan induk dengan konsentrasi 1 mg/mL. Lalu, melakukan
pengenceran larutan induk untuk mendapatkan larutan standar glukosa dengan variasi
konsentrasi yang diinginkan yaitu 0,1 mg/mL, 0,2 mg/mL, 0,3 mg/mL, 0,4 mg/mL, dan 0,5
mg/mL. Proses pengenceran ini dilakukan cara dengan memasukkan larutan induk berturut-

III-9
turut sebanyak 1 mL, 2 mL, 3 mL, 4 mL, dan 5 mL (perhitungan volume terdapat pada
appendiks) ke dalam labu takar 10 mL dan mencampurkannya dengan aquades hingga 10
mL. Semua proses pengenceran dilakukan pada labu ukur 10 mL agar diperoleh konsentrasi
larutan yang akurat.
Setelah selesai melakukan pembuatan larutan reagen DNS dan larutan standar
glukosa, dilanjutkan dengan pembuatan kurva kalibrasi. Langkah kerjanya yang pertama
yaitu mengambil masing-masing larutan standar glukosa yang telah dibuat tadi serta larutan
blanko (aquades) sebanyak 1 mL dengan menggunakan pipet ukur dan memasukkannya ke
dalam tabung reaksi. Pengambilan larutan dengan menggunakan pipet ukur dilakukan untuk
mendapatkan volume pengambilan yang lebih akurat karena volume pengambilannya dapat
diamati dengan mudah pada skala volume yang terdapat pada bagian badan pipet ukur.
Sementara itu, penggunaan tabung reaksi dilakukan dengan tujuan agar perubahan yang
terjadi pada tiap tabung reaksi dapat terlihat dengan lebih jelas serta untuk menghemat
penggunaan reagen.
Setelah itu, menambahkan larutan reagen DNS yang telah dibuat sebelumnya ke
dalam tiap tabung reaksi tersebut masing-masing sebanyak 3 mL. DNS sendiri diketahui
akan mengalami reaksi redoks dengan gula pereduksi dimana DNS yang bertindak sebagai
oksidator dan gula pereduksi sebagai reduktor membentuk 3-amino-5-nitrosalicylic acid
yang berwarna kuning kecoklatan/jingga kemerahan. Sehingga, setelah reagen DNS bereaksi
dengan larutan standar glukosa, larutan dalam tabung reaksi akan mengalami perubahan
warna menjadi kuning kecoklatan. Intensitas kegelapan warna pada larutannya sendiri
berbanding lurus dengan besarnya konsentrasi dari larutan standar glukosa. Semakin tinggi
konsentrasi larutan standar glukosanya, semakin gelap pula warna larutan yang dihasilkan.
(Kulkarni, 2016)
Untuk mempercepat reaksi tersebut dapat dilakukan dengan memanaskannya pada
suhu 100°C selama 10 menit. Pemanasan jangan dilakukan terlalu lama untuk mencegah
gula pereduksi habis akibat bereaksi terlalu banyak dengan DNS. Setelah 10 menit,
mendinginkannya secara mendadak di dalam air es untuk menghentikan reaksi yang terjadi.
Kemudian, membiarkannya selama beberapa saat hingga mencapai suhu ruang untuk
menstabilkan warna. Lalu, menambahkan 2 mL aquades pada masing-masing tabung reaksi
tersebut untuk menurunkan konsentrasi larutan. Apabila konsentrasi larutan terlalu tinggi
atau pekat, maka dapat mengurangi kemampuan pengabsorbsian sinar dengan panjang
gelombang tertentu akibat jarak antar partikel pengabsorbsian menjadi terlalu berdekatan.
Sehingga, hanya sedikit sinar yang dapat diteruskan oleh larutan sedangkan sinar yang
dipantulkan, dihamburkan, atau diserap menjadi terlalu banyak. Hal tersebut dapat
menyebabkan penyimpangan pada hukum Bouger-Beer.

III-10
Kemudian, percobaan dilanjutkan dengan menyalakan alat spektrofotometri dan
membiarkannya selama 15 menit sebelum digunakan untuk mencapai kesetimbangan termal
dan elektris. Dengan begitu alat spektrofotometri akan menjadi lebih akurat pada proses
pembacaan nilai absorbansi dan transmitansi. Kesetimbangan termal yang dimaksud di sini
adalah kondisi dimana sistem mencapai suhu yang sama dan tidak ada lagi perubahan energi
melalui panas. Sedangkan kesetimbangan elektris adalah kondisi dimana sistem tidak lagi
mengalami pertukaran arus.
(Slowinski, 2015)
Lalu, memasukkan masing-masing larutan yang telah dibuat tadi ke dalam kuvet
hingga ¾ volume kuvet (3,5 mL) untuk mencegah larutan tertumpah saat dimasukkan ke
dalam tempat kuvet pada alat spektofotometri serta mencegah munculnya gelembung gas
agar kerapatan molekul larutannya tidak berbeda-beda pada tiap titik kuvet. Hal yang perlu
diperhatikan saat memasukkan kuvet ke dalam tempat kuvet adalah mengarahkan sisi bening
pada kuvet ke monokromator agar detektor dapat melakukan pembacaan nilai absorbansi
dengan baik. Apabila mengarahkan sisi buramnya ke monokromator, maka sinar akan
terhalang dan tidak dapat diteruskan secara maksimal ke detektor sehingga pembacaan nilai
absorbansinya menjadi keliru. Selain itu, pada saat menyentuh kuvet lakukan pada sisi
buramnya saja untuk mencegah terganggunya pembacaan nilai absorbansi akibat bekas sidik
jari pada sisi bening kuvet yang ditimbulkan akibat memegangnya pada sisi tersebut.
Setelah memasukkan kuvet berisi larutan tersebut ke dalam spektrofotometri,
melakukan pembacaan absorbansi untuk tiap larutan tersebut pada panjang gelombang 520
nm. Dari nilai absorbansi yang telah didapatkan tersebut dapat dibuat sebuah kurva kalibrasi.
Kurva tersebut merupakan kurva nilai absorbansi (sumbu y) terhadap konsentrasi larutannya
(sumbu x). Dari kurva tersebut dapat ditentukan persamaan garisnya yaitu y = 1,5934x +
0,0088 dengan nilai R2 sebesar 0,9958. Nilai R2 yang mendekati 1 (satu) menunjukan bahwa
kurva kalibrasi tersebut telah sangat baik dan dapat digunakan dalam perhitungan untuk
menentukan konsentrasi gula pereduksi pada sampel.
Setelah didapatkan kurva kalibrasi serta persamaan garisnya, maka dapat dilanjutkan
penentuan konsentrasi gula pereduksi pada sampel. Sampel yang digunakan pada percobaan
ini adalah onggok. Onggok sendiri merupakan limbah padat basah yang dihasilkan pada
pengolahan umbi singkong. Komposisi utama yang terdapat di dalam onggok diantaranya
adalah pati, selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Karbohidrat yang terdapat di dalam onggok
dapat dikonversi menjadi bahan kimia yang bernilai guna lebih tinggi seperti glukosa dan
oligosakarida. Metode yang digunakan untuk mendegradasi onggok menjadi gula pereduksi
adalah metode sonikasi dan hidrotermal dengan penambahan katalis asam oksalat.
(Djuma'ali, 2013)

III-11
Pada percobaan ini, dilakukan pembacaan nilai absorbansi gula pereduksi untuk
proses degradasi onggok pada suhu 40°C menggunakan metode ultrasonik pada berbagai
waktu. Variasi waktu yang digunakan diantaranya adalah 0 menit, 10 menit, 20 menit, 30
menit, 40 menit, dan 50 menit. Setelah proses degradasi selama berbagai variasi waktu
tersebut, maka gula pereduksi yang didapatkan dari onggok dapat diketahui konsentrasinya
dengan melakukan pembacaan nilai absorbansi pada spektrofotometri seperti yang telah
dilakukan sebelumnya pada campuran larutan DNS dan glukosa.
Pertama, mengambil 2 mL larutan hasil proses degradasi tersebut dan
mengencerkannya dengan menggunakan aquades hingga 10 mL dengan menggunakan labu
takar 10 mL. Kemudian, mengambil sebanyak 1 mL larutan hasil pengenceran tersebut
dengan menggunakan pipet ukur dan memasukkannya ke dalam tabung reaksi. Lalu,
menambahkan sebanyak 3 mL larutan reagen DNS ke dalam tiap tabung reaksi tersebut.
Setelah itu, memanaskannya di dalam waterbath pada suhu 100°C selama 10 menit untuk
mempercepat reaksi sampel tersebut dengan reagen DNS. Setelah 10 menit,
mendinginkannya secara mendadak di dalam air es untuk menghentikan reaksi dan
membiarkannya hingga mencapai suhu ruang untuk menstabilkan warna larutan.
Menambahkan 2 mL aquades ke dalam tabung reaksi tersebut untuk menurunkan
konsentrasinya. Lalu, memasukkan larutan yang telah dibuat ke dalam kuvet hingga ¾
volume kuvet (3,5 mL). Setelah itu, melakukan pembacaan absorbansi pada tiap sampel
tersebut pada panjang gelombang yang sama seperti pada pembacaan nilai absorbansi untuk
larutan DNS dengan glukosa yaitu sebesar 520 nm.
Pada pembacaan tersebut, maka didapatkan nilai absorbansi gula pereduksi untuk
proses degradasi onggok pada 0 menit, 10 menit, 20 menit, 30 menit, 40 menit, dan 50 menit
berturut-turut adalah sebesar 0,0287; 0,0490; 0,0686; 0,0858; 0,1173; 0,1475. Kemudian,
dengan memasukkan data nilai absorbansi tersebut ke persamaan garis yang didapatkan pada
kurva kalibrasi maka diketahui konsentrasi gula pereduksi untuk proses degradasi onggok
pada 0 menit, 10 menit, 20 menit, 30 menit, 40 menit, dan 50 menit berturut-turut adalah
sebesar 0,0125 mg/mL, 0,0252 mg/mL, 0,0375 mg/mL, 0,0483 mg/mL, 0,0681 mg/mL. Dari
hasil perhitungan konsentrasi tersebut diketahui bahwa semakin lama proses degradasi yang
dilakukan terhadap onggok akan berakibat pada semakin tingginya konsentrasi gula
pereduksi di dalamnya.
Dari percobaan pada modul “Analisa Gula Reduksi Menggunakan Metode DNS”
yang telah dilakukan, maka dapat dibuat simpulan untuk menjawab tujuan awal dalam
percobaan ini. Simpulan yang pertama adalah bahwa kurva larutan standar antara absorbansi
terhadap konsentrasi gula pereduksi (larutan standar glukosa) membentuk garis dengan
persamaan garis y = 1,5934x + 0,0088 dan nilai R2 sebesar 0,9958. Lalu, untuk simpulan

III-12
yang kedua adalah bahwa kandungan gula reduksi untuk proses degradasi onggok pada 0
menit, 10 menit, 20 menit, 30 menit, 40 menit, dan 50 menit berturut-turut adalah sebesar
0,0125 mg/mL, 0,0252 mg/mL, 0,0375 mg/mL, 0,0483 mg/mL, 0,0681 mg/mL.

III-13
DAFTAR PUSTAKA
Agustini, N. W., & Kusmiati. (2010). Pemanfaatan Limbah Onggok untuk Produksi Asam
Sitrat dengan Penambahan Mineral Fe dan Mg pada Substrat Menggunakan Kapang
Tricoderma sp dan Aspergillus Niger. Seminar Nasional Biologi, 856-866.
Almatsier, S. (2004). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Day, R. A., & Underwood, A. L. (2002). Analisis Kimia Kuantitatif. (I. Sopyan, Trans.)
Jakarta: Penerbit Erlangga.
Djuma'ali. (2013). Biokonversi Onggok Menjadi Etanol dengan Menggunakan Multienzim .
Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Hasibuan, E. (2015). Pengenalan Spektrofotometri pada Mahasiswa yang Melakukan
Penelitian di Labotarium Terpadu Fakultas Kedokteran USU. Sumatera Utara:
Universitas Sumatera Utara.
Khophar, S. M. (1990). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.
Kulkarni, R. (2016). Conjugation of Dextran with Antibiotic Drugs and Release Studies.
India: Indian Institute of Technology.
Slowinski, E. J. (2015). Chemical Principles in the Laboratory. USA: Cengage Learning.
Wang, H., Zhesheng, Z., Liya, L., Shengping, W., Chunyan, L., & Xiaojun, X. (2010). A
Comparative Study of High Performance Liquid Chromatography and Colorimetric
Methond for Inulin Determination. Eur Food Res Tachnol, 230, 701-706.

III-14
APPENDIKS
Berikut ini merupakan perhitungan volume larutan induk (dengan konsentrasi 1 mg/mL)
yang dibutuhkan untuk membuat larutan standar glukosa dengan beberapa variasi
konsentrasi sebanyak 10 mL :
A. Larutan standar glukosa dengan konsentrasi 0,1 mg/mL
M1 × V1 = M2 × V2
M2 × V2
V1 =
M1
0,1 mg/mL × 10 mL
V1 = = 1 mL
1 mg/ mL
B. Larutan standar glukosa dengan konsentrasi 0,2 mg/mL
M2 × V2
V1 =
M1
0,2 mg/mL × 10 mL
V1 = = 2 mL
1 mg/ mL
C. Larutan standar glukosa dengan konsentrasi 0,3 mg/mL
M2 × V2
V1 =
M1
0,3 mg/mL × 10 mL
V1 = = 3 mL
1 mg/ mL
D. Larutan standar glukosa dengan konsentrasi 0,4 mg/mL
M2 × V2
V1 =
M1
0,4 mg/mL × 10 mL
V1 = = 4 mL
1 mg/ mL
E. Larutan standar glukosa dengan konsentrasi 0,5 mg/mL
M2 × V2
V1 =
M1
0,5 mg/mL × 10 mL
V1 = = 5 mL
1 mg/ mL

III-15

Anda mungkin juga menyukai