Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK

BIOKIMIA

KROMATOGRAFI KERTAS

Disusun Oleh :
NAMA
: ANA VERA
NIM
: 03 / 176693/BI/7473
GOL / KEL
: II.A/03
ASISTEN
: SETYO A

LABORATORIUM BIOKIMIA
FAKULTAS BIOLOGI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2005

SPEKTROFOTOMETRI
I.

TUJUAN

Tujuan praktikum ini adalah untuk mempelajari tipe alat spektrofotometer dan
aksesorisnya serta cara mengoperasikannya, mengukur konsenterasi suatu senyawa dalam suatu
sampel dengan spektrofotometer dan membuat kurva standar yang dibutuhkan dalam pengukuran
tersebut.

II.

DASAR TEORI

Teknik spektrofotometri adalah suatu teknik yang digunakan untuk mendeteksi,


identifikasi, dan mengukur kadar senyawa kimia dalam suatu larutan berdasarkan pengukuran sinar
yang ditransmisikan melalui larutan tersebut. Alat yang digunakan dalam teknik ini disebut dengan
spektrofotometer (Kalthoff and Sandel, 1952).
Menurut Singh et al. (1980), berdasar jenis sinar yang digunakan, spektrofotometer
dibedakan atas:
1. spektrofotometer visibel range (kisaran sinar tampak), yaituspektrofotometer yang
menggunakan lampu tungstam halogen dan panjang gelombang yang digunakan >360 nm.
2. spektrofotometer UV range (kisaran sinar UV), yaitu spektrofotometer yang menggunakan
lampu UV (deuterum) dan panjang gelombang yang digunakan <360 nm.
3. spektrofotometer visibel dan UV range, yaitu spektrofotometer yang menggunakan 2 macam
lampu (tungstam dan deuterum)
Sedangkan menurut Khopkar (1990) berdasarkan rancangan dasarnya spektrofotometer
dibedakan atas :
1. Spektrofotometer Berkas Tunggal (Single Beam)
Alat ini hanya terdiri dari satu berkas sinar sehingga dalam prakteknya prngukuran
sampel dan larutan blanko atau standar harus dilakukan secara bergantian dengan menggunakan
sel yang sama.
2. Spektrofotometer Berkas Ganda (Double Steam)
Spektrofotometer jenis ini telah memakai outoscanning panjang gelombang dan
mencatat absorbansi (A) secara otomatis sebagai fungsi panjang gelombang. Alat ini memiliki 2
berkas sinar sehingga pengukuran absorbansi larutan sampel dan larutan blanko dapat dilakukan
secara pararel dan tidak perlu bergantian.
3. Spektrofotometer Gilford
Spektrofotometer ini mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan dengan spektofotometer
biasa karena mampu membaca absorbansi (A) sampai 3 angka (Spektrofotometer biasa : 0,1
1,0). Hal ini disebabkan karena alat ini menggunakan komponen yang disebut dengan
photomulti feed-back circuit.
Untuk melarutkan larutan sampel di dalam spektrofotometer digunakan wadah yang
disebut kuvet atau sel. Kuvet harus dibuat dari bahan yang tembus radiasi pada panjang gelombang
yang akan digunakan untuk pengukuran absorbansi. Menurut Plummer (1978), berdasarkan bahan
pembuatnya kuvet dibedakan atas kuvet kaca yang dapat digunakan pada panjang gelombang 360
800 nm dan kuvet yang terbuat dari silika yang dapat digunakan pada panjang gelombang 200 800
nm. Sebelum digunakan kuvet dibersihkan dengan menggunakan tissue, karena pada dinding luar
kuvet tersebut mungkin saja terdapat sisik jari yang menghambat absorbsi sinar.
Komponen utama spektrofotometer antara lain sumber radiasi yang satabil dan
berkelanjutan (kontinu), sistem lensa, cermin dan celah untuk membatasi, semua paralel dan

memfokuskan berkas sinar, monokromator untuk menyeleksi sinar menjadi panjang gelombang
tertentu, kontainer transparan utnuk tempat sampel (kuvet atau sel), detektor radiasi yang
dirangkaikan dengan suatu pembaca (Nur dan Adijuwana, 1989)
Cara kerja spektrofotometer adalah sinar dari sumber radiasi jatuh tegak lurus pada
grating (monokromator) yang berupa cermin datar, kemudian sinar dipantulkan ke lensa. Stelah itu
sinar tadi terbagi menjadi dua, sebagian melewati sampel dan sebagian lagi ke larutan pembanding.
Pada kedua larutan ini sinar yang diserap ada yang diteruskan. Sinar yang diteruskan tersebut
dilanjutkan ke lensa berikutnya dan sampai di photomultiplayer. Di dalam photomultiplayer signal
sinar tersebut diperkuat kemudian dilanjtukan ke dalam detektor dan akhirnya diteruskan di Sistem
Pembacaan Hasil. Pada SPH ini, angka yang tertera menunjukkan nilai absorbansi larutan sampel
yang digunakan (Khopkar, 1990)
Bentuk aplikasi spektrofotometer dalam kehidupan adalah untuk mengidentifikasi
senyawa, antara lain :
1. protein, panjang gelombang yang digunakan adalah 280 nm. Ini didasarkan pada asam
aminotirosin dan triptofan penyusunnya, kemampuan memberikan sensitifitas dan bentuk
nondestruktif pengujian kadar logam.
2. asam nuklet dengan menggunakan panjang gelombang 260 nm. Tingkat absorbsi asam
nukleat adalah pada pengukuran integritasnya.
3. hemoglobin, aplikasi spektrofotometri pada hemoglobin digunakan untuk mengetahui
pengaruh dari konsumsi obat-obatan atau kadar CO2
Dalam percobaan dengan spektrofotometer, intensitas sinar diukur setelah melalui
larutan. Intensitas sinar yang diserap dapat ditentukan dengan membandingkan intensitas tanpa ada
serapan dan intensitas dengan serapan. Pada analisis dengan metode spektrofotometri ini digunakan
2 macam larutan yaitu : larutan standar, dan larutan sampel yang diberi perlakuan sama dengan
larutan sampelnya tapi tidak menyerap sinar yang melewatinya. Dengan larutan blanko intensitas
yang diukur adalah intensitas mula-mula dikurangi kehilangan intensitas karena pemantulan atau
penghamburan. Apabila larutan blanko diganti dengan larutan sampel maka intensitas mula-mula
adalah intensitas yang telah terkoreksi (Anonim, 1986).
Menurut Plummer (1978), banyak senyawa yang tidak berwarna tapi bisa menyerap
cahaya pada wilayah tampak oleh reaksi dengan menggunakan reagen yang sesuai.
Spektrofotometer menggunakan prinsip kerja kolorimeter yaitu sifat ketika cahaya melewati larutan
berwarna, sebagian panjang gelombang diserap, sebagian dihamburkan dan sebgian ditransmisikan.
Jika intensitas sinar mula-mula sebesar I0 diserab sebesar Ia dihamburkan sebesar Ir dan
ditransmisikan sebesar It
Maka diperoleh hubungan :
I0 = Ia + Ir + It
Pengaruh penghamburan sebagian radiasi sinar digantikan dengan membandingkan
intensitas sinar yang ditransmisikan melalui larutan. Penggantian ini merupakan ketetapan secara
kualitatif yaitu pelarut dan zat terlarut mempunyai indeks pemantulan yang sama, sehingga
diperoleh:
I0 = Ia + It
Apabila sinar baik polikromatis maupun monokromatis mengenai suatu media maka
intensitasnya akan berkurang. Berkurangnyan intensitas sinar terjadi karena adanya serapan oleh
media tersebut. Spektrum cahaya yang dapat dilihat oleh mata antara 400 nm sampai 800 nm. Pada
teknik spektrofotometri, cahaya dari sumber yang diuraikan dengan menggunakan prisma sehingga
diperoleh cahaya monokromatis yang diserap oleh zat yang akan diperiksa. Cahaya monokromatis
merupakan cahaya satu warna dengan satu panjang gelombang sehingga cahaya yang diserap dapat
diukur (Kalhoff and Sandel, 1952)
Grafik antara absorbansi A dan konsentrasi c menurut hukum Lambert-Beer seharusnya
selalu memberikan kurva yang linier, namun demikian penyimpangan terhadap hukum ini kadangkadang sering terjadi, penyebabnya antara lain :
1. Faktor Sejati (Real Factor)

2. Faktor Instrumental
3. Faktor Kimiawi
Kegunaan spektrofotometer antara lain untuk mengukur konsentrasi senyawa
makromolekul, pengukuran aktivitas enzim dan mengukur pertumbuhan mikroorganisme.
Keuntungan menggunakan spektrofotometer adalah dapat digunakan untuk menganalisis campuran
yang terdiri dari 2 warna yang memiliki absorbsi maksimal pada panjang gelombang berbeda dan
untuk mengetahui konsentrasi suatu senyawa tidak harus memisahkan senyawa tersebut dari
senyawa yang lainnya.

III.

METODE

A. ALAT
Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah tabung reaksi dan rak sebagai
wadah untuk mencampur larutan, propipet untuk membantu pengambilan larutan dengan
menggunakan pipet ukur, pipet ukur 1 ml, dan 10 ml untuk mengambil larutan, gelas beker
untuk mendinginkan larutan yang sudah dipanaskan dalam penangas air, penjepit kayu
untuk megembil tabung tempat larutan dipanaskan, spektrofotometer untuk mengukur
absorbansi sinar dan kuvet sebagai larutan yang dimasukkan ke dalam spektrofotometer.
B. BAHAN
Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah reagen Nelson A dan B, kristal
glukosa, reagen aresenomolibdad, dan akuades.
C. CARA KERJA
Sebelum digunakan, spektrofotometer dinyalakan selama 5 10 menit, kemudian
panjang gelombang diukur pada 540 nm dan spektrofotometer diatur untuk pembacaan
absorbansi (ABS). Alat dikaliberasi dengan larutan blanko dalam kuvet (sampai kuvet terisi
kira-kira nya) dengan nilai absorbansi 0.
1. Pembuatan Kurva Standar
Sebanyak 10 mg glukosa dalam 100 ml akuades kemudian diencerkan dengan
konsenterasi seperti dalam tabel
Tabel 1 : Pengenceran larutan standar
Larutan
Nomor Tabung
1
2
3
4
5
Standar (ml)
0 0.2 0.4 0.6 0.8
Akuades (ml)
1 0.8 0.6 0.4 0.2
Kadar Gula (Mg/ml)
0 2
4
6
8

6
1.0
0.1
10

Kemudian 1 ml reagen Nelson C (campur reagen Nelason a dan b) dengan


perbandingan 25 : 1 dimasukkan ke dalam masing-masing tabung dan dipanaskan dengan
penangas air mendidih selama 20 menit. Setelah itu semua tabung diambil dan didinginkan
di dalam gelas piala yang berisi air dingin sehingga suhu tabung mencapai 25 oC. Setelah
dingin ditambahkan reagen arsenomolibdad, divortex sampai semua endapan Cu2O yang
berwarna merah bata larut. Kemudian ke dalam masing-masing tabung ditambahkan 7 ml
akuades, digojok sampai homogen dan optical density (DO) masing-masing larutan ditera
dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 540 nm, dengan 3 kali
pengulangan.
2. Penentuan Kadar Gula Reduksi
Larutan sampel A dan B diencerkan masing-masing 100.000 dan 1000.000 kali.
Kemudian ditambahkan 1 ml reagen Nelson C, dipanaskan dalam penangas air yang berisi
air mendidih selama 20 menit. Setelah itu semua tabung diambil dan didinginkan di dalam

gelas piala yang berisi air dingin sampai semua suhu tabung mencapai 25o C. Kemudian tiap
tabung ditambahkan 7 ml akuades dan digojok sampai homogen. Stelah itui, tiap-tiap larutan
ditera dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 540 nm, dengan 3 kali
pengulangan.

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Hasil
Hasil pengamatan pada percobaan ini adalah sebagai berikut :
Tabel 2. Nilai absorbansi larutan glukosa standar
konsentrasi
Ulangan
0
1
0
2
0
0

2
0.228
0.232
0.230

4
0.209
0.265
0.237

6
1.450
1.453
1.415

8
1.466
1.437
1.4545

10
1.464
1.468
1.466

Tabel 3 nilai absorbansi larutan dengan menggunakan larutan glukosa standar dap digunakan
standar
Ulangan larutan
1
2
3
X

sampel

A
10-3
0,7145
0.276
0.05
0.350

B
10-6
1.443
1.465
0.707
1.205

10-3
0.1386
0.2835
0.222
0.2297

10-6
0.093
0.046
0.098
0.0791

b. Pembahasan
Dari penghukuran absorbansi dengan menggunakan larutan glukosa standar dapat dibuat kurva
standar sebagai berikut :
Tabel 4 : regresi linier larutan glukosa standar
X
Y
XY
0
0
0
2
0.23
0.46
4
0.237
0.948
6
1.4515
8.709
8
1.4514
11.612
10
1.466
14.66
X = 30
Y = 4.836
XY = 36.389

X2
0
4
16
36
64
100
X2 = 220

Y2
0
0.0529
0.056169
2.106852
2.106852
2.149156
Y2 = 6.47193

Berdasarkan nilai yang diperoleh dari kurva standar dapat dibuat grafik kadar glukosa standar,
sebagai berikut :

Dari grafik tersebut dapat ditentukan konsentrasi larutan sampel A dan B berdasarkan
nilai absorbansi masing-masing larutan dengan pengenceran 105 dan 106 kali, yaitu larutan A
dengan pengenceran 105 mempunyai konsentrasi 2.5 dan dengan pengenceran 106 mempunyai
konsentrasi 8.7 sedangkan larutan B dengan pengenceran 105 mempunyai konsentrasi 1,6 dan
dengan pengenceran 106 mempunyai konsentrasi 1,5.
Untuk menentukan konsentrasi larutan B juga dapat dilakukan dengan cara
menggunakan regresi linier, yaitu :
Persamaan Umum : y = bx + a
x=
ya
b
a=

n . (xy) - x. y
[n. x (x)2] [ n. y2 (y)2]
2

a=
6. 36,389 4,386 .30
[(6. 200) 900] [(6.6,472) 23,387]
= 0.9095
b = n . (xy) - x. y
n . x2 (y2)
b = (6. 36,389) (4,389 . 30)
( 6. 220) 900
b = 0.1744
konsentrasi larutan A dengan pengenceran :
a. 105
y = bx + a
Xa1 = y a
b
= 0,35 . 0,910
0,174
= 3,218

b. 106

Xa2 = y a
b
= 1,205 0,910
0,174
= 1,695

konsentrasi larutan B dengan pengenceran :


a. 105
y = bx + a
Xb1 = y a

b
= 0,2297 0,910
0,174
= - 3,910
b. 106

Xb2 = y a
b
= 0,0791 0,910
0,174
= - 4,775

Dari hasil yang diperoleh dari kedua cara tersebut diatas, trerdapat perbedaan
konsentrasi larutan A dan B. jika dilihat dari data awal yaitu tentang data larutan glukosa standar,
semakin besar konsentrasi maka absorbansi sinar juga semakin besar, begitu juga sebaliknya.
Pada tabel 3 terdapat penyimpangan dari teori yaitu semakin besar faktor pengenceran,
jumlah absorbansinya juga semakin besar. Padahal menurut teori semakin besar pengenceran maka
sinar yang diabsorbansi semakin kecil karena zat yang terlarut yang akan menyerap sinar jumlahnya
sedikit. Adanya penyimpangan ini mungkin disebabkan karena adanya kesalahan dalam pengukuran
antara lain kecerobohan praktikan dalam melakukan pengukuran, dengan menggunakan
spektrofotometer yaitu setelah dikaliberasi dengan menggunakan lartutan blanko, larutan sampel
tidak langsung dimasukkan ke dalam spektrofotometer, sehingga nilai hasil kaliberasi mengalami
perubahan. Kesalahan pengukuran ini mungkin juga disebabkan oleh kurang bersihnya pengusapan
yang dilakukan pada kuvet, sehingga sidik jari yang menempel pada kuvet juga mempengaruhi
pembacaan absorbansi pada spektrofotometer, yaitu menmbah nilai absorbansi.
Dari penentuan konsentrasi larutan A dan B dengan menggunakan Regresi Linier
diperoleh konsentrasi larutan A dengan pengenceran 105 kali adalah -3,218 dan pengenceran 106 kali
adalah 1,695 sedangkan konsentrasi larutan B pada pengenceran yang sama berturut-turut adalah
-3,910 dan -4,775. berdasarkan hasil ini dapat diketahui bahwa data yang diperoleh pada praktikum
tidak ajurat dan teliti. Ini ditunjukkan oleh tidak sesuainya hasil yang diperoleh dengan teori yaitu
semakin besar pengenceran maka nilai absorbansinya semakin kecil.disamping itu yang dapat
dilihat bahwa data yang diperoleh tidak akurat adalah pada nilai konsentrasi larutan A dan B yang
bertanda negatif. Sebenarnya jika dibandingkan dengan metode grafik, metode regresi linier bisa
memiliki tingkat keakuratan yang tinggi di dalam penentuan konsentrasi karena analisis data
menggunakan rumus tertentu sedangkan penentuan konsentrasi larutan dengan menggunakan grafik
bersifat subjektif, jadi setiap orang akan mempunyai hasil masing-msing.

V.

KESIMPULAN
Spetrofotometri adalah teknik pengukuran konsentrasi suatu senyawa
berdasarkan transmisi sinar yang melewati senyawa tersebut. Alat yang digunakan pada
metode ini adalah spektrofotometer yang komponennya terdiri dari kuvet, siste m lensa,
cermin dan celah, monokromator, kontainer transparan. Sumber radiasi, detektor radiasi dan
sistem pembacaan hasil.
Dari penentuan konsentrasi larutan A dan B dengan menggunakan Regresi Linier
diperoleh konsentrasi larutan A dengan pengenceran 105 kali adalah -3,218 dan pengenceran 106 kali
adalah 1,695 sedangkan konsentrasi larutan B pada pengenceran yang sama berturut-turut adalah
-3,910 dan -4,775. Pada pengukuran dengan kurva standar konsentrasi larutan A pada pengenceran

105 adalah 2,5 dan pengenceran 106 adalah 8,7 sedangkan pada pengenceran yang sama pada larutan
B menunjukkan hasil berturut-turut adalah 1,6 dan 0,5.

VI.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1986. Reagen Chemical. 7 th edition. American Chemical Society. Washinton. p.


65 66
Kalthoff, I. M. and E. B. Sandel. 1952. Textbook of Quantitative Inorganic Analysis 3rd
Edition. The Mac Millan Company. New York.p. 613 629
Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Penerbit Universitas Indonesia.
Jakarta. Hal. 215 217
Nur, M. A. dan Adijuwana. 1989. Teknik Spektroskopi dalam analisis Biologis.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. IPB. Bogor 1 31
Plummer, D. T. 1978. An Introduction to Practical Biochemistery. 2nd Edition. Mc GrawHill Book Company. London. p.99 105
Singh, P. R., D. S. Gupta and K. S. Bajpai. 1980. Experimental of Oragnic Chemistry. Vol.
1. Mc graw-Hill Book Company

Anda mungkin juga menyukai