Hidrolisa bukan hanya dapat terjadi pada ester dan amida linear. Senyawa lain yang dapat
mengalami hidrolisa antara lain yang mengandung gugus lakton atau siklik ester , siklik
amida, ester karbamat, sulfonamida - termasuk golongan thiazide dan sulfonilurea , senyawa
http://syx-gf.blogspot.com/2015/01/stabilitas-bahan-aktif-dan-produk-obat.html
Diuresis berlebihan dapat menyebabkan dehidrasi dan pengurangan volume darah dengan
kolaps sirkulasi dan kemungkinan trombosis dan emboli pembuluh darah, terutama pada
pasien usia lanjut. Seperti halnya diuretik yang efektif, elektrolit deplesi dapat terjadi selama
terapi furosemide, terutama pada pasien yang menerima dosis lebih tinggi dan terbatas
asupan garam. Hipokalemia dapat berkembang dengan furosemide, terutama dengan diuresis
cepat, oral yang tidak adekuat asupan elektrolit, ketika sirosis hadir, atau selama penggunaan
bersamaan kortikosteroid, ACTH, licorice di sejumlah besar, atau penggunaan obat pencahar
dalam waktu lama. Furosemide dapat menurunkan kadar kalsium serum (jarang dilaporkan
Menurut Farmakope Indonesia edisi V tahun 2014, penetapan kadar furosemid dalam
tablet dilakukan dengan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dengan
larutan baku furosemid BPFI, larutan pengencer, larutan resolusi dan larutan uji dari 20 tablet
(Kementerian Kesehatan RI, 2014). Metode lainnya yaitu pengembangan dan validasi dengan
Kromatografi Lapis Tipis Kinerja Tinggi (KLTKT). Hasil yang diperoleh nilai presisi
1
intraday dan interday kurang dari 2 %. Nilai akurasi berkisar antara 98,51 % - 98,81 % (Kher
et al., 2013). Penetapan kadar furosemid dalam serbuk dan tablet juga dilakukan dengan
spektrofotometri ultraviolet. Pada metode ini panjang gelombang yang didapatkan yaitu 276
validasi karena nilai koefisien korelasi (r) yang diperoleh yaitu 0,9990 (Naveed et al., 2014).
Pada metode kromatografi cair kinerja tinggi menggunakan alat khusus, membutuhkan biaya
yang mahal, dan memerlukan waktu yang cukup lama. Selain itu juga menggunakan pelarut
yang relatif mahal. Pengembangan metode analisis dalam penentuan mutu suatu produk
dengan metoda yang lebih mudah dapat dilakukan. Dalam hal ini, analisis tablet furosemid
dapat dilakukan dengan menggunakan metode spektrofotometri ultraviolet karena metode ini
lebih mudah, murah dan terandalkan dibandingkan dengan metode lainnya. Berdasarkan
uraian di atas maka peneliti bermaksud melakukan penelitian mengenai pengembangan dan
validasi metode analisis furosemid tablet dengan metode absorbansi dan luas daerah di bawah
yang sudah ada sebelumnya yaitu berdasarkan nilai absorban, transmitan, dan absorbtivitas.
Namun, metode luas daerah di bawah kurva belum banyak yang menggunakannya. Selain itu,
penatapan kadar furosemid dengan metode luas daerah di bawah kurva yang dibandingkan
dengan metode absorbansi, belum ada yang melakukannya. Metode ini diharapkan diperoleh
hasil yang lebih akurat pada validasi metode analisis dan penetapan kadar pada furosemid
tablet.
METODE PENELITIAN
Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Spektrofotometer
UV-Vis (Shimadzu UV-1800), timbangan analitik (Precisa®), alat-alat gelas seperti corong
(Iwaki®), gelas ukur (Iwaki®), erlenmeyer (Iwaki®), labu ukur (Iwaki®), pipet ukur, pipet
tetes, spatel, kertas saring, aluminium foil, batang pengaduk, pH meter dan alatalat gelas
2
lainnya yang menunjang penelitian. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
furosemid baku pembanding (PT Kimia Farma), Gralixa® tablet 40 mg (PT Graha Farma,
No. Batch VF121G, Exp.Juni 2020), furosemid generik tablet 40 mg (PT. Indo Farma, No.
Batch 4510368, Exp.Juli 2019), metanol (CH3OH) (PT. Merck), kalium dihidrogen fosfat
(KH2PO4) (PT. Bratachem), natrium hidroksida (NaOH) (PT. Bratachem) dan aquadestilata
Timbang kalium dihidrogen fosfat 6,8045 gram dan natrium hidroksida 2 gram, masing-
masing masukan kedalam labu ukur 250 mL. Kemudian larutkan dengan air bebas
karbondioksida. Pipet larutan kalium dihidrogen fosfat sebanyak 125 mL dan larutan natrium
hidroksida 0,2 N sebanyak 86,75 mL campurkan didalam labu ukur 500 mL tambahkan
sebagian aqua bebas karbondioksida, ukur pH sampai 5,8 lalu tambahkan aqua bebas
Larutkan 162 gram natrium hidroksida P dalam 150 mL air bebas karbon dioksida.
Dinginkan larutan hingga suhu kamar, saring melalui kertas saring. Masukkan 54,5 mL filtrat
jernih kedalam wadah bertutup rapat dan encerkan dengan air bebas karbondioksida hingga
1000 mL. Pipet 100 mL dari larutan, masukkan kedalam labu ukur 1000 mL cukupkan
sampai tanda batas dengan air bebas karbondioksida dan homogenkan (Kementerian
3
Pembuatan Larutan Baku Furosemid 1000 ppm
1. Dengan pelarut metanol Buat larutan baku furosemida murni dengan konsentrasi 1000
ppm, dengan cara ditimbang seksama 100 mg furosemida murni menggunakan timbangan
analitik, masukkan kedalam labu ukur 100 mL, kemudian tambahkan sebagian metanol,
kocok hingga larut lalu dicukupkan dengan metanol sampai tanda batas, kocok homogen
2. Dengan pelarut Dapar Fosfat pH 5,8 Buat larutan baku furosemid dengan kadar 1000 ppm,
dengan cara timbang seksama 100 mg furosemid murni masukkan ke dalam labu ukur 100
mL, kemudian tambahkan sebagian dapar fosfat pH 5,8 kocok hingga larut, lalu dicukupkan
dengan dapar fosfat sampai tanda batas, kocok homogen (Lucida et al., 2006).
3. Dengan pelarut NaOH 0,1 N Buat larutan baku furosemid murni dengan konsentrasi 1000
ppm, dengan cara ditimbang seksama 100 mg furosemid murni menggunakan timbangan
analitik, masukkan ke dalam labu ukur 100 mL, kemudian tambahkan sebagian NaOH 0,1 N,
kocok hingga larut lalu dicukupkan dengan NaOH 0,1 N sampai tanda batas, kocok homogen
larutan baku furosemid 1000 ppm dengan berbagai macam pelarut (metanol, dapar fosfat pH
5,8 dan NaOH 0,1 N), lakukan pengenceran hingga didapatkan konsentrasi 100 ppm dengan
cara pipet sebanyak 10 mL masukkan kedalam labu ukur 100 mL, kemudian encerkan dengan
baku furosemid 100 ppm dengan berbagai macam pelarut, dipipet dengan mikro pipet 1,0 mL
sampai tanda batas, kocok homogen sehingga didapat konentrasi 10 ppm, serapan diukur
4
pada rentang panjang gelombang 200 – 400 nm dengan Spektrofotometer Ultraviolet
https://anzdoc.com/renografie-met-furosemide-kinderen.html
https://dokumen.tips/documents/buku-metode-kuantitatifpdf.html
Mekanisme Kerja
Furosemide bekerja pada bagian segmen tebal pars asendens lengkung henle dengan
Kerja NKCC2 mereabsorpsi ketiga elektrolit natrium, kalium, dan klorida. Paska reabsorpsi
via NKCC2, kadar ion K+ berlebihan di dalam sel sehingga ion kalium berdifusi kembali ke
lumen tubular. Hal ini memicu reabsorpsi kation (Mg2+, Ca2+) ke dalam cairan interstisial
via jalur paraselular. Akibatnya pemberian furosemide akan menghambat reabsorpsi natrium,
kalium, dan klorida. Selain meningkatkan ekskresi NaCl, obat ini juga meningkatkan ekskresi
magnesium dan kalsium. Penurunan reabsorpsi tersebut akan meningkatkan konsentrasi zat
terlarut yang dihantarkan ke bagian distal nefron serta penurunan osmolaritas interstisium
medula ginjal. Penurunan osmolaritas medulla ginjal mengakibatkan reabsorpsi cairan pada
duktus koligentes menurun serta memicu penurunan absorpsi air dari pars desenden ansa
henle. Pada akhirnya tak hanya ekskresi ion-ion tersebut yang meningkat tetapi eksresi air
reabsorbsi Na+ dan transport air pada tubulus kolektivus yang dimediasi oleh ADH [1]
Timbang kalium dihidrogen fosfat 6,8045 gram dan natrium hidroksida 2 gram, masing-
masing masukan kedalam labu ukur 250 mL.Kemudian larutkan dengan air bebas karbon
5
dioksida. Pipet larutan kalium dihidrogen fosfat sebanyak 125 mL dan larutan natrium
hidroksida 0,2 N sebanyak 86,75 mL campurkan didalam labu ukur 500 mL tambahkan
sebagian aqua bebas karbon dioksida, ukur pH sampai 5,8 lalu tambahkan aqua bebas karbon
2. Pelarut NaOH 0,1 N Larutkan 162 gram natrium hidroksida P dalam 150 mL air bebas
karbon dioksida. Dinginkan larutan hingga suhu kamar, saring melalui kertas saring.
Masukkan 54,5 mL filtrate jernih ke dalam wadah bertutup rapat dan encerkan dengan air
bebas karbon dioksida hingga 1000 mL. Pipet 100 mL dari larutan, masukkan kedalam
labuukur 1000 mL cukup kan sampai tanda batas dengan air bebas karbon dioksida dan
1. Dengan pelarut methanol Buat larutan baku furosemida murni dengan konsentrasi 1000
ppm, dengan cara ditimbang seksama 100 mg furosemida murni menggunakan timbangan
analitik, masukkan kedalam labu ukur 100 mL, kemudian tambahkan sebagian metanol,
kocok hingga larut lalu dicukupkan dengan methanol sampai tanda batas, kocok homogen
2. Dengan pelarut Dapar Fosfat pH 5,8 Buat larutan baku furosemid dengan kadar 1000
ppm, dengan cara timbang seksama 100 mg furosemid murni masukkan kedalam labu ukur
100 mL, kemudian tambahkan sebagian dapar fosfat pH 5,8 kocok hingga larut, lalu
dicukupkan dengan dapar fosfat sampai tanda batas, kocok homogen (Lucida et al., 2006).
3. Dengan pelarut NaOH 0,1 N Buat larutan baku furosemid murni dengan konsentrasi
1000 ppm, dengan cara ditimbang seksama 100 mg furosemid murni menggunakan
timbangan analitik, masukkan kedalam labu ukur 100 mL, kemudian tambahkan sebagian
6
NaOH 0,1 N, kocok hingga larut lalu dicukupkan dengan NaOH 0,1 N sampai tanda batas,
Photochemical Degradation
Several diuretic drugs give rise to adverse photosensitivity responses in vivo, and many
have been the subject of photodegradation and other photochemical studies in vitro (32, 33).
the sunlight region above 280nm; among these, chlorothiazide (318nm) and furosemide
(330nm) are the most studied. Furosemide is known to initiate adverse light-induced
biological effects, and has been found to produce photosensitivity, phototoxicity, oxygen-
photoproducts do not seem to be phototoxic in vitro (35). In aqueous and organic solution,
hydrolyses to CSA and furfuryl alcohol (36–38), which would be quickly converted into
levulinic acid (39, 40). A scheme of this degradation is shown in Figure 1. The process is
faster in acidic solution (34, 36–38), and in the presence of sulfate ions (39), as in normal
urine. The preparation of furosemide solutions in alkaline media protected from light is then
mandatory to avoid degradation problems (40, 41). In fact, Rowbotham et al. (42) found that
sulfamoyl group to sulfonic acid with hydrolysis of the furfuryl group, after UV irradiation
during 48h. It should be noted that CSA may be an impurity in the pharmaceutical
subjected to controversy. Moore et al. (43, 44) reported that both furosemide and CSA suffer
reversed-phase liquid chromatography (RPLC) and GC, both coupled to mass spectrometry
7
(MS). According to Bungaard et al. (36), furosemide losses the chlorine atom to give FSA,
but its substitution with a hydroxyl group may also be imaginated. Vargas et al. (34) analyzed
by 1H- and 13C-NMR spectroscopy, IR and GC-MS, the products formed under aerobic and
anaerobic conditions in methanolic and buffered (pH 7.4) aqueous medium. Three main
hydroxyl abstraction. The analysis of furosemide in pharmaceutical dosage forms using 1H-
NMR spectroscopy revealed only the formation of CSA (45). More recent reports have
extended the stability studies of furosemide to different media. Carda-Broch et al. (46) found
that furosemide solutions prepared in micellar media of sodium dodecyl sulfate (SDS) were
stable at pH 3–5, when protected from light. Exposed to light, the degradation gave rise to
several products. The degradation rate was higher under sunlight exposure than under
artificial laboratory light with half-lives of 8h and 9 days, respectively, being also faster in
aqueous-organic solutions. This point was also confirmed by Guzma ´n et al. (47). In all
cases, apparent first-order kinetics was found. Furfuryl alcohol and CSA were identified
among other degradation products. CSA was observed to suffer also an extensive and rapid
urine samples (48). In this matrix, furosemide was stable at pH , 4. A plot of the degradation
rate of furosemide in urine micellar solutions under different light sources is shown in Figure
2.
Degradasi fotokimia
bawah pengaruh radiasi UV: ia menghidrolisis menjadi CSA dan furfuryl alkohol (36-
38), yang akan dengan cepat diubah menjadi asam levulinic (39, 40).
8
Beberapa obat diuretik menimbulkan respons fotosensitifitas yang merugikan, dan banyak
yang menjadi subjek fotodegradasi dan studi fotokimia lainnya secara in vitro (32, 33).
Diuretik fotoreaktif yang paling penting dicirikan oleh spektrum penyerapan di daerah sinar
adalah yang paling banyak dipelajari. Furosemide diketahui memprakarsai efek biologis yang
fototoksisitas, photohemolysis yang bergantung pada oksigen, dan fotoperoksidasi lipid (34),
tetapi fotoproduk degradasinya tampaknya bukan fototoksik in vitro (35). Dalam larutan
berair dan organik, furosemide menderita degradasi fotokimia di bawah pengaruh radiasi UV:
ia menghidrolisis menjadi CSA dan furfuryl alkohol (36-38), yang akan dengan cepat diubah
menjadi asam levulinic (39, 40). Skema degradasi ini ditunjukkan pada Gambar 1. Proses ini
lebih cepat dalam larutan asam (34, 36-38), dan dengan adanya ion sulfat (39), seperti pada
urin normal. Persiapan solusi furosemide dalam media alkali yang dilindungi dari cahaya
kemudian wajib untuk menghindari masalah degradasi (40, 41). Bahkan, Rowbotham et al.
(42) menemukan bahwa larutan alkali furosemide yang tidak terlindungi masih menghasilkan
CSA dengan oksidasi gugus sulfamoil menjadi asam sulfonat dengan hidrolisis gugus
furfuryl, setelah penyinaran UV selama 48 jam. Perlu dicatat bahwa CSA dapat menjadi
pengotor dalam sediaan farmasi furosemide. Namun, sifat dari proses komposisi foto masih
menjadi kontroversi. Moore et al. (43, 44) melaporkan bahwa furosemide dan CSA menderita
sulfamoylanthranilic, dalam larutan bebas oksigen. Ini dikonfirmasi oleh kromatografi cair
fase terbalik (RPLC) dan GC, keduanya digabungkan ke spektrometri massa (MS). Menurut
Bungaard et al. (36), furosemide kehilangan atom klor untuk menghasilkan FSA, tetapi
substitusi dengan gugus hidroksil juga dapat dibayangkan. Vargas et al. (34) dianalisis
dengan spektroskopi 1H- dan 13C-NMR, IR dan GC-MS, produk yang terbentuk di bawah
9
kondisi aerob dan anaerob dalam media berair metanol dan buffer (pH 7,4). Tiga produk
utama ditemukan setelah fotodeklorinasi atau dekarboksilasi, dengan hidrogen atau abstraksi
hidroksil. Analisis furosemide dalam bentuk sediaan farmasi menggunakan spektroskopi 1H-
NMR hanya mengungkapkan pembentukan CSA (45). Laporan yang lebih baru telah
menemukan bahwa solusi furosemide disiapkan dalam media misel natrium dodecyl sulfate
(SDS) stabil pada pH 3–5, ketika dilindungi dari cahaya. Terkena cahaya, degradasi
memunculkan beberapa produk. Tingkat degradasi lebih tinggi di bawah paparan sinar
matahari daripada di bawah cahaya laboratorium buatan dengan waktu paruh 8 jam dan 9
hari, masing-masing, juga lebih cepat dalam larutan organik-air. Poin ini juga dikonfirmasi
oleh Guzma ´n et al. (47) Dalam semua kasus, kinetika orde pertama jelas ditemukan.
Furfuryl alkohol dan CSA diidentifikasi antara produk degradasi lainnya. CSA diamati juga
mengalami dekomposisi yang luas dan cepat. Fotodekomposisi furosemide juga diselidiki
dalam sampel urin berduri dan dikeluarkan (48). Dalam matriks ini, furosemide stabil pada
pH, 4. Sebuah plot laju degradasi furosemide dalam larutan mikellar urin di bawah sumber
10