Anda di halaman 1dari 89

PENELITIAN AGENSI DALAM AKUNTANSI MANAJERIAL: KAJIAN KEDUA

Stanley Baiman
Carnegie Mellon University

Abstrak

Artikel ini menampilkan survei literatur agensi terbaru, dengan

penekanan pada implikasi-implikasi akuntansi manajerialnya.

Pertama-tama dijabarkan dan diperbandingkan tiga cabang

literatur agensi. Perhatian utamanya adalah pada asumsi-asumsi,

fokus, kontribusi-kontribusi dan kritisisme dari tiap cabang.

Ditinjau pula pengujian-pengujian empiris mengenai implikasi-

implikasi dari model agensi. Selanjutnya makalah-makalah terbaru

teori-teori agensi dengan implikasi-implikasi akuntansi

manajerial juga akan dibahas. Bagian terakhir dari artikel ini

membicarakan kemungkinan-kemungkinan arah penelitian mendatang

guna memperdalam wawasan yang bisa diambil dari paradigma agensi

untuk penelitian akuntansi manajerial.

Tujuan artikel ini adalah menyurvei literatur agensi

terbaru, dengan penekanan pada implikasi-implikasinya untuk

penelitian akuntansi manajerial. Tujuan survei ini berbeda dari

tujuan survei terdahulu oleh penulis yang sama (Baiman, 1982).

Tujuan dari survei terdahulu adalah memberikan pengenalan

pertama atau pendahuluan awal untuk salah satu cabang literatur

1
agensi, yaitu model prinsipal-agen, dan untuk mengkaji potensi

implikasi-implikasinya untuk akuntansi manajerial. Cabang-cabang

lain literatur agensi tidak ikut dibicarakan, bukan karena tidak

penting, tapi agar penjabarannya tidak terlalu membingungkan.

Meski artikel ini juga berkutat pada model prinsipal-agen, tapi

salah satu tujuannya adalah menekankan pertalian diantara

cabang-cabang yang berbeda dari literatur agensi dan menunjukkan

bahwa wawasan dari cabang-cabang literatur lain dapat memperkaya

pertanyaan-pertanyaan yang dijawab dalam literatur prinsipal-

agen. Tujuan kedua artikel ini adalah membahas sejauh mana janji

implikasi-implikasi akuntansi manajerial masa datang yang

disebutkan dalam survei terdahulu telah tercapai.

Hubungan agensi terjadi bilamana satu atau lebih individu

(yang disebut prinsipal) menyewa individu-individu lain (disebut

agen) untuk mendelegasikan tanggung jawab-tanggung jawab kepada

mereka. Hak-hak dan tanggung jawab pihak prinsipal dan agen-agen

ditetapkan dalam hubungan kerja yang disepakati bersama. Didalam

ketentuan hubungan kerja tersebut penulis menyertakan hal-hal

berikut: kesepakatan kompensasi, sistem-sistem informasi,

alokasi tugas, dan alokasi hak-hak kepemilikan.

Di semua model agensi, individu-individu diasumsikan

sepenuhnya termotivasi oleh kepentingan pribadi. Permasalahan

2
agensi muncul jikalau sikap kerjasama (atau terbaik-pertama),

yang memaksimalkan kesejahteraan kelompok, tidak konsisten

dengan kepentingan-kepentingan pribadi tiap-tiap individu. Hal

ini terjadi jika hubungan kerja tersebut berlangsung sedemikian

rupa, dimana semua pihak sudah bersikap kooperatif, tapi ada

satu atau dua individu yang mencari keuntungan dengan menyimpang

dari sikap kooperatif mereka. Tentunya, jika ada satu atau lebih

individu yang melanggar kerjasama, individu-individu yang lain

juga berpikir untuk melakukan hal yang sama demi kepentingan

mereka. Hasil akhirnya adalah sikap kerjasama yang tidak

konsisten dengan sikap berkepentingan pribadi (misalnya, tidak

ada kesadaran diri), maka kelompok tersebut akan kehilangan

efisiensinya dan semua pihak berpotensi menjadikannya makin

memburuk.

Ketiga cabang dalam literatur agensi menyediakan kerangka

yang sama untuk menganalisa interaksi individu-individu

berkepentingan pribadi didalam konteks ekonomi; yaitu memahami

faktor-faktor penentu dan penyebab hilangnya efisiensi yang

diciptakan oleh persimpangan antara sikap kooperatif dengan

sikap mementingkan diri (misalnya, hilang akibat permasalahan-

permasalahan agensi); serta menganalisa dan memahami implikasi-

implikasi dari proses-proses kontrol yang berbeda (misalnya,

3
sistem penganggaran, kontrak-kontrak kerja, sistem pengawasan,

dll) untuk mencegahnya hilangnya efisiensi akibat permasalahan-

permasalahan agensi. Tapi ketiga cabang literatur agensi

memiliki perbedaan pokok dalam dua hal. Pertama, ketiganya

menekankan sumber-sumber yang berbeda untuk penyimpangan antara

perilaku kooperatif dengan perilaku mementingkan diri. Kedua,

ketiga cabang tersebut menekankan aspek-aspek yang berbeda dari

agenda penelitian yang sama. Agenda penelitian yang sama

tersebut adalah: (a) memodelkan secara cermat landasan konteks

ekonomi yang menimbulkan permasalahan-permasalahan agensi; (b)

merumuskan hubungan-hubungan kerja yang optimal dan memahami

bagaimana hubungan-hubungan kerja mengurangi permasalahan-

permasalahan agensi; ( c) membandingkan hasil-hasilnya dengan

observasi praktek untuk dicocokkan dengan dengan analisis dan

pemodelan awal. Kesamaan dan perbedaan dari ketiga cabang agensi

yang berbeda ini dijabarkan berikut ini.

PERBANDINGAN MODEL-MODEL

Model prinsipal-agen

Cabang pertama agensi yang akan dibahas adalah model

prinsipal-agen. Model ini biasanya menggunakan organisasi

perusahaan, termasuk alokasi tugas dan hak-hak kepemilikan,

4
sebagaimana adanya dan lebih berkonsentrasi pada sistem-sistem

informasi dan kontrak-kontrak kerja secara ex ante.

Asumsi. Dalam model prinsipal-agen, individu-individu

dianggap bersikap rasional dan memiliki kemampuan komputasi /

hitungan yang tidak terbatas. Mereka juga bisa menilai dan

mengantisipasi segala kemungkinan keadaan dimasa datang. Segala

keadaan aktual yang bisa diobservasi bersama-sama bisa digunakan

tanpa ongkos sebagai argumen-argumen dalam kontrak (misalnya,

keadaan yang bisa dipastikan secara ex post). Kontrak-kontrak

diasumsikan memiliki kekuatan hukum yang ditegakkan secara

akurat dan tanpa ongkos. Alhasil, kontrak-kontrak yang dikaji

tergolong lengkap dan komprehensif, dalam artian untuk setiap

kejadian yang bisa dipastikan, kontrak-kontrak tersebut bisa

menetapkan langkah-langkah yang akan diambil oleh pihak-pihak

yang terikat kontrak. Selain itu, biasanya diasumsikan bahwa

pengadilan akan mengukuhkan kontrak yang telah disepakati

sebelumnya bahkan jika, di masa-masa mendatang, semua pihak yang

terikat kontrak lebih memilih untuk menegosiasi ulang kontrak

tersebut. Jadi, pengukuhan pribadi tidak diperlukan dalam

kontrak-kontrak.

Dalam model prinsipal-agen, tiap-tiap tindakan individu

muncul secara endogen, berdasarkan preferensi-preferensi dan

5
keyakinan-keyakinan yang dipegangnya. Selain itu, tiap individu

berharap individu-individu yang lain untuk bertindak sepenuhnya

berdasarkan preferensi-preferensi dan keyakinan-keyakinan mereka

sendiri-sendiri.

Satu hal yang sama di semua model prinsipal-agen adalah asumsi

asimetri informasi. Agen diasumsikan memiliki information

pribadi yang tidak bisa diakses oleh prinsipal secara gratis.

Informasi pribadi ini mungkin adalah soal putusan tindakan agen

dan / atau informasi keadaan. Dan terakhir, agen biasanya

diasumsikan bersikap enggan-resiko dan enggan-kerja.

Apa yang menghalangi tercapainya solusi kooperatif. Hal

yang bisa menghalangi tercapainya solusi kooperatif adalah

asimetri informasi ditambah dengan sikap enggan-resiko dan

enggan-kerja pihak agen yang bersikap mementingkan diri sendiri.

Jadi, asimetri informasi ditambah dengan sikap agen yang enggan-

resiko dan enggan-kerja menghalangi tercapainya alokasi resiko

kooperatif dan tingkat produksi kooperatif secara sekaligus.

Sebagai contoh, untuk bisa berbagi-resiko secara efisien

prinsipal yang netral-resiko harus menanggung semua resiko yang

terkait dengan produksi dengan cara memberikan upah tetap kepada

agen yang enggan-resiko. Akan tetapi, upah tetap tidak bisa

memberikan insentif atau dorongan bagi agen yang enggan-kerja.

6
Untuk mencapai produksi yang efisien prinsipal harus menjual

perusahaan ke agen dengan bea tetap. Tapi hal ini secara tidak

efisien akan membebankan semua resiko produksi ke pihak agen

yang enggan-resiko. Oleh karena itu harus dibuat perimbangan

antara berbagi-resiko secara efisien dengan produksi yang

efisien. Khususnya, agar optimal prinsipal mungkin perlu

membebankan lebih dari tingkat resiko kooperatif ke pihak agen

guna meningkatkan motivasi agen untuk berproduksi.

Focus. Dalam agenda penelitian agensi yang telah dibahas

pada bagian pendahuluan, cabang prinsipal-agen lebih menekankan

pada dua langkah pertama dibandingkan langkah ketiga. Literatur

lebih menitikberatkan pada analisis formal model lingkungan

ekonomi yang eksplisit dan konsisten secara internal guna

memahami bagaimana bentuk hubungan kerja mempengaruhi hilangnya

efisiensi akibat permasalahan-permasalahan agensi. Dengan cara

ini kemudian para peneliti merumuskan hubungan kerja yang

optimal untuk lingkungan yang dimaksud.

Penelitian akuntansi manajerial berbasis model prinsipal-

agen secara khusus menggunakan fokus ini untuk mempelajari peran

yang dimainkan oleh, serta kebutuhan akan, prosedur-prosedur

akuntansi manajerial dan proses-proses didalam perusahaan.

Beberapa contoh prosedur-prosedur dan proses-proses yang dikaji

7
adalah: sistem-sistem pengawasan, sistem-sistem anggaran, sistem

penyidikan penyimpangan, sistem-sistem alokasi biaya, dan sistem

penetapan harga transfer. Penelitian ini telah menyelidiki efek

dari prosedur-prosedur ini maupun proses-proses lain akuntansi

manajerial pada interaksi individu-individu didalam perusahaan.

Perhatian khusus diarahkan pada kondisi-kondisi seperti apa

sistem-sistem ini bisa berguna untuk mengurangi permasalahan-

permasalahan agensi didalam perusahaan dan bagaimana

mengaplikasikan informasi yang dihasilkan tersebut kedalam

kontrak-kontrak kerja agar bisa mengurangi permasalahan-

permasalahan agensi.

Kontribusi. Kontribusi utama model prinsipal-agen bagi

penelitian akuntansi manajerial adalah menyediakan kerangka

kerja yang koheren dan bermanfaat sebagai pijakan untuk

mengamati prosedur-prosedur akuntansi manajerial dan mengajukan

pertanyaan-pertanyaan akuntansi manajerial. Sebagai contoh,

berdasarkan model prinsipal-agen, kita bisa menemukan prosedur

akuntansi manajerial hanya dalam konteks dimana individu-

individunya akan mendapatkan keuntungan dari penggunaan prosedur

tersebut dengan cara mengurangi permasalahan-permasalahan

motivasional didalam perusahaan yang terdiri dari individu-

individu dengan kepentingan-kepentingan pribadi.

8
Meski gagasan ini sederhana, tapi seringkali terabaikan

dalam penelitian akuntansi manajerial terdahulu. Penelitian-

penelitian terdahulu seringkali tidak menyebutkan secara jelas

peran prosedur-prosedur akuntansi manajerial (misalnya, sebagai

cara yang paling efisien untuk mengurangi permasalahan-

permasalahan motivasional) dan tidak menyebutkan prasyarat

penggunaannya (misalnya, adanya permasalahan motivasional besar

yang harus diatasi). Sebagai contoh, penelitian terdahulu

tentang peran alokasi biaya dan penetapan harga transfer

menyelidiki prosedur-prosedur ini didalam model-model yang tidak

memiliki permasalahan-permasalahan motivasional dasar dan dimana

solusi kooperatif bisa dicapai tanpa prosedur akuntansi

manajerial terkait. Alhasil, meski rumusan alokasi biaya dan

penetapan harga transfer yang dihasilkan dari penelitian-

penelitian tersebut tergolong sederhana dan tidak ribet, tapi

relevansinya patut dipertanyakan. Bagaimana orang bisa belajar

tentang prosedur-prosedur akuntansi manajerial tertentu dari

model-model yang tidak memiliki kebutuhan endogen akan prosedur-

prosedur tersebut, yaitu dimana penggunaan prosedur tersebut

tidak membuat para pemainnya menjadi lebih diuntungkan (dan

dalam beberapa kasus bahkan membuatnya lebih dirugikan)

dibandingkan dengan menggunakan prosedur lain?

9
Penekanan model prinsipal-agen pada konsistensi internal,

pelaku yang rasional dan solusi-solusi optimal mendorong

peneliti untuk menyelidiki penggunaan prosedur-prosedur

akuntansi manajerial didalam konteks model-model yang mengandung

ketidakefisienan dimana penggunaan prosedur-prosedur tersebut

mungkin bisa menjadi solusi yang optimal. Apresiasi baru

terhadap peran prosedur-prosedur akuntansi manajerial dan

pemahaman yang lebih baik atas kebutuhan akan dan efek dari

kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur akuntansi manajerial

inilah yang dimunculkan oleh model prinsipal-agen.

Kritisisme. Ada beberapa kritisisme mengenai model

prinsipal-agen ini. Disini penulis akan menyebutkan beberapa

kritisisme tersebut dan kemudian membahas artikel-artikel

terbaru yang mengangkat kritisisme tersebut dan kritisisme-

kritisisme lain.

Kumpulan kritisisme pertama berkaitan dengan realisme

beberapa asumsi dasar dibalik model prinsipal-agen. Pertama,

persyaratan komputasional dalam perumusan prinsipal-agen, asumsi

bahwa pengadilan bisa mengukuhkan semua kontrak secara akurat

dan tanpa ongkos serta asumsi bahwa pengadilan akan mengukuhkan

kontrak bahkan bilamana semua pihak kemudian ingin menegosiasi-

ulang kontrak tersebut menjadikan semuanya tidak realistis.

10
Kumpulan kritisisme kedua berkaitan dengan kesederhanaan

model-model yang dianalisa. Karena model prinsipal-agen

menekankan pada konsistensi internal dan solusi-solusi optimal

(beserta persyaratan komputasional yang diasumsikan pada si

peneliti) maka penelitian prinsipal-agen menjadi terbatas pada

model-model sederhana yang konvensional. Sebagai contoh, model-

model prinsipal-agen kebanyakan mengambil sudut pandang yang

terbatas terhadap lingkungan dimana perusahaan beroperasi.

Analisis terhadap interaksi antara kontrak optimal dengan tenaga

kerja dan pasar-pasar produk seringkali terabaikan dalam

merumuskan permasalahan agensi. Terkait dengan hal ini, model

prinsipal-agen biasanya mengabaikan pengaruh pasar-pasar modal

dengan mengasumsikan kepemilikan tunggal dan bukannya

mengasumsikan sekelompok pemilik dan pemegang-hutang. Selain

itu, karakteristik yang lekat pada perusahaan-perusahaan adalah

mereka terorganisr secara hirarkis. Akan tetapi, karakteristik

hirarkis ini tidak banyak disinggung atau dirumuskan dalam

literatur prinsipal-agen. Dan terakhir, model prinsipal-agen

seringkali dikritik karena terlalu dangkal, karena model ini

tampaknya tidak menyisakan ruang untuk aspek kepercayaan dan

keadilan, yang diklaim juga mempengaruhi perilaku.

11
Kumpulan kritisisme ketiga berkaitan dengan hasil-hasil

dari model prinsipal-agen. Meski kita seringkali menemukan

penggunaan bentuk-bentuk kontrak yang sederhana dan kuat (yaitu,

kontrak-kontak yang tidak sensitif terhadap parameter-parameter

dasar permasalahan), sebagai hasil dari penekanan model

prinsipal-agen pada konsistensi internal, rasionalitas dan

optimalitas kontrak, namun hal ini biasanya berujung pada

kontrak-kontrak yang rumit yang sangat sensitif terhadap asumsi-

asumsi model. Oleh karena itu, beberapa kritisisme menyebutkan

bahwa hasil-hasil penelitian prinsipal-agen tidak banyak

memberikan gambaran mengenai bentuk dan rupa dari kontrak-

kontrak yang sebenarnya (lihat misalnya, Baker et al. (1988)).

Kritisisme mengenai kesederhanaan model dan kerumitan

solusinya perlu mendapat beberapa ulasan berikut ini. Ada dua

respon yang bisa dibuat menyangkut hal ini. Pertama, kritisisme

ini tergolong kritisisme besar jika kita melihat peran

penelitian prinsipal-agen sebagai penyedia rumusan-rumusan

akuntansi manajerial yang bisa diterapkan secara langsung dalam

praktek. Tapi kritisisme ini tidak terlalu kuat jika kita

melihat model prinsipal-agen sebagai kerangka untuk menganalisa

permasalahan dan menyoroti permasalahan-permasalahan yang muncul

dan perlu diperhitungkan dalam menerapkan prosedur-prosedur

12
akuntansi manajerial dalam situasi-situasi dunia nyata. Kedua,

kontrak-kontrak aktual yang kita bandingkan dengan kontrak-

kontrak prinsipal-agen yang optimal biasanya hanya merupakan

bagian eksplisit atau berdasarkan-rumusan dari hubungan-hubungan

kerja yang sebenarnya. Di semua tingkatan perusahaan seringkali

ada kebijaksanaan-kebijaksanaan dalam menentukan kompensasi

aktual yang diberikan, khususnya dalam kasus promosi jabatan,

penugasan kerja, serta pemberian bonus dan uang tambahan.

Perbedaan-perbedaan dalam hal sensitifitas dan kompleksitas

antara kontrak-kontrak prinsipal-agen dengan kontrak-kontrak

aktual bisa jadi jauh lebih kecil jika kita memperhitungkan

aspek-aspek kebijaksanaan atau keleluasaan dalam kontrak-kontrak

aktual.

Aspek-aspek keleluasaan dalam hubungan-hubungan kerja

aktual ini memunculkan kritisisme lain terhadap penelitian

prinsipal-agen. Keputusan seperti siapa yang patut dipromosikan

dan bagaimana bonus diberikan, pada prakteknya, seringkali

ditentukan menurut kebijaksanaan supervisor dan bukan sepenuhnya

ditetapkan dalam kontrak kerja. Padahal penelitian prinsipal-

agen terutama menitikberatkan pada perumusan kontrak-kontrak

yang eksplisit, dan tidak banyak menyelidiki kemungkinan peran

keleluasaan dalam memberikan penghargaan untuk agen-agen.

13
Kritisisme terakhir berkaitan dengan muatan empiris dalam

literatur dan bukan terhadap perumusan modelnya. Sejauh ini

relatif baru ada sedikit pengujian empiris langsung terhadap

hasil-hasil model prinsipal-agen.

Model Ekonomi Biaya Transaksi

Sebelum mulai, perlu dicatat bahwa pendekatan ekonomi biaya

transaksi, sejauh ini, belum membawa efek yang signifikan pada

arah penelitian akuntansi manajerial. Sejumlah artikel mengusung

penggunaan model ini untuk memahami evolusi prosedur-prosedur

akuntansi manajerial (Johnson, 1983) dan sebagai rangkuman

konseptual untuk proses akuntansi manajerial (Spicer & Ballew,

1983; Swieringa & Waterhouse, 1982). Akan tetapi, sepertinya

belum ada orang yang menindaklanjuti usulan ini. Jadi, model

ekonomi biaya transaksi diulas disini, bukan karena telah

diterapkan untuk isu-isu akuntansi manajerial, tapi karena model

ini memiliki potensi untuk memperkaya pemahaman kita mengenai

peran proses akuntansi manajerial.

Asumsi-asumsi. Seperti halnya model prinsipal-agen, model

ekonomi biaya transaksi mengasumsikan bahwa semua individu

bertindak berdasarkan kepentingan pribadi mereka masing-masing

(yang disebut sebagai perilaku oportunistik). Akan tetapi,

berbeda dengan model prinsipal-agen, model ekonomi biaya

14
transaksi berasumsi bahwa orang tidak memiliki kemampuan

komputasi yang tidak terbatas. Alih-alih, meski semua orang

bertindak untuk memaksimalkan utilitas mereka sendiri, tapi

keberhasilan mereka dibatasi oleh kapasitas mereka yang terbatas

untuk mendapatkan dan mengolah informasi (sebagai akibat dari

rasionalitas yang terbatas) dan biaya yang harus dikeluarkan

untuk pengambilan keputusan dan pembuatan kontrak. Dan juga,

berbeda dengan cabang prinsipal-agen, model ekonomi biaya

transaksi berasumsi bahwa pengadilan adalah pengukuh atau

penegak kontrak yang tidak sempurna.

Sebagai akibat dari rasionalitas yang terbatas, orang tidak

bisa meramalkan semua kemungkinan di masa mendatang sehingga

mereka juga tidak bisa memasukkan kemungkinan-kemungkinan yang

tidak diketahui tersebut kedalam kontrak kerja secara ex ante.

Lebih lanjut, akibat adanya ongkos-ongkos pembuatan kontrak dan

ketidaksempurnaan pengadilan sebagai pengukuh kontrak, maka

orang akan memilih untuk tidak memasukkan kedalam kontrak

beberapa kemungkinan yang bisa diprediksikan, termasuk pula

kemungkinan-kemungkinan yang bisa dipastikan secara ex post.

Dengan demikian, berbeda dengan model prinsipal-agen, kontrak-

kontrak diasumsikan tidak lengkap atau tidak komprehensif. Jadi

asumsinya adalah ada keadaan-keadaan di masa datang yang tidak

15
disebutkan dalam kontrak mengenai tindakan-tindakan apa yang

harus diambil oleh semua pihak yang terikat kontrak bilamana itu

terjadi. Bilamana keadaan yang tidak dijelaskan dalam kontrak

tersebut benar-benar terjadi, dan karena adanya oportunistisme,

maka masing-masing pihak akan berusaha mengeksploitasi keadaan

tersebut (secara oportunis) sejauh kondisi-kondisi pasar

memungkinkan. Jadi, bilamana timbul keadaan yang tidak

dinyatakan dalam kontrak, maka perilaku kooperatif dan perilaku

mementingkan diri akan berjalan terpisah.

Perhatikan bahwa penggunaan kontrak yang tidak lengkap

menimbulkan potensi hilangnya efisiensi dibandingkan dengan

penggunaan kontrak lengkap. Alasannya adalah pihak-pihak yang

terikat kontrak tidak pernah dirugikan, seringkali justru

diuntungkan, dengan menetapkan terlebih dulu didalam kontrak apa

tindakan yang akan diambil jika muncul keadaan tertentu di masa

datang. Separah-parahnya, orang bisa selalu bertekad untuk akan

bertindak dengan cara yang sama sebagaimana tanpa adanya

ketentuan terlebih dahulu dalam kontrak, misalnya bertekad untuk

bertindak secara oportunistik. Berdasarkan ketentuan, kontrak

yang lengkap memperbolehkan pihak-pihak dalam kontrak untuk

mengambil tindakan tertentu untuk set hasil yang lebih besar.

Karena, jika muncul keadaan yang tidak dapat diprediksikan atau

16
tidak dijelaskan dalam kontrak, maka orang tidak bisa dipercaya

akan mengambil tindakan yang seharusnya dikala keadaan tersebut

benar terjadi.

Apa Yang Menghambat Tercapainya Solusi Kooperatif

Jadi, rasionalitas terbatas, pembuatan kontrak yang costly

dan ketidaksempurnaan penegakkan kontrak, serta implikasi dari

kontrak yang tidak sempurna, yang berpotensi menghambat

tercapainya solusi kooperatif oleh perilaku yang mementingkan

diri sendiri. Perhatikan bahwa berbeda dengan model prinsipal-

agen, solusi kooperatif mungkin juga tidak tercapai bahkan

dengan tidak adanya sikap enggan-resiko, enggan-kerja ataupun

pertanggungjawaban terbatas dari pihak agen.

Fokus. Dalam beberapa hal literatur ekonomi biaya transaksi

memiliki fokus yang berbeda dari literatur prinsipal-agen.

Pertama, gagasan yang memotivasi penelitian biaya transaksi

adalah bahwa transaksi dibuat untuk meminimalisir biaya-biaya

transaksi, dimana istilah biaya transaksi ini tidak mencakup

biaya yang dikeluarkan (seperti ongkos komputasi dan ongkos

membuat dan mengukuhkan kontrak) serta biaya oportunistik akibat

kontrak yang tidak efisien. Kedua, penelitian prinsipal-agen

cenderung berfokus pada hubungan-hubungan kontraktual diantara

individu-individu didalam perusahaan, sedangkan kajian ekonomi

17
biaya transaksi cenderung berfokus pada hubungan-hubungan

kontraktual diantara perusahaan-perusahaan. Ketiga, terkait

dengan agenda penelitian yang disebutkan di bagian pendahuluan,

dibandingkan dengan penelitian prinsipal-agen, kajian ekonomi

biaya transaksi tidak terlalu menekankan pada perumusan formal

dasar lingkup ekonominya dan juga tidak terlalu menekankan untuk

mencari solusi-solusi yang optimal. Kajian ekonomi biaya

transaksi lebih menekankan pada pengujian hipotesa-hipotesa

penjelasan secara empiris untuk hubungan-hubungan organisasional

yang terjadi. Keempat, karena peran pengadilan berkurang dalam

penegakkan kontrak, maka kajian ekonomi biaya transaksi lebih

fokus pada perumusan hubungan-hubungan kerja yang swadaya

ketimbang hubungan-hubungan yang dikukuhkan melalui pengadilan.

Dan terakhir, karena model ekonomi biaya transaksi

memperbolehkan kontrak-kontrak yang tidak lengkap (termasuk pula

sinyalemen-sinyalemen yang bisa dilihat bersama-sama oleh pihak-

pihak yang membuat kontrak tapi tidak dimasukkan dalam kontrak),

maka model ini sudah sewajarnya melahirkan penelitian kontrak-

kontrak yang memungkinkan ditentukannya kompensasi berdasarkan

kebijaksanaan.

Prosedur-prosedur yang digunakan untuk membatasi perilaku

oportunistik yang muncul dari kontrak-kontrak yang tidak lengkap

18
disebut prosedur-prosedur penataan. Intinya, prosedur-prosedur

penataan menetapkan aturan-aturan permainan negosiasi ulang yang

harus dilakukan bilamana muncul keadaan yang tidak disebutkan

dalam kontrak secara ex ante. Faktor-faktor seperti persaingan

pasar juga berfungsi untuk mendisiplinkan perilaku oportunistik

yang muncul di kala terjadi keadaan yang tidak disebutkan dalam

kontrak. Model ekonomi biaya transaksi khususnya tertarik dengan

situasi-situasi dimana peran persaingan sebagai sarana

pendisiplinan mengalamai penurunan. Salah satu situasi semacam

ini terjadi dengan adanya kekhususan aset. Kondisi ini terjadi

bilamana nilai suatu aset dalam suatu hubungan jangka panjang

lebih besar dari nilai aset tersebut diluar hubungan; artinya,

ada kuasi-rente yang bisa didapatkan dengan terus melanjutkan

hubungan beraset-khusus tersebut. Contoh-contoh kekhususan aset

antara lain: sumber modal manusia atau belajar dari pengalaman

kerja; kekhususan tempat atau lokasi seperti misalnya lokasi

yang berdekatan antara pertambangan batu bara dengan fasilitas

pembakaran batu bara; dan penggunaan modal fisik bertujuan

khusus untuk meminimalkan biaya produksi yang harus dikeluarkan.

Setelah pihak-pihak yang terlibat transaksi

menginvestasikan aset-aset khusus, maka pihak-pihak yang

bertransaksi tersebut tidak lagi sepenuhnya terlindungi oleh

19
pasar dari perilaku oportunistik pihak lain, karena pasar tidak

lagi menyediakan pengganti yang sempurna untuk pihak yang

lainnya. Dengan demikian, kekhususan aset memperburuk

permasalahan yang terkait dengan kontrak-kontrak yang tidak

lengkap karena dalam situasi-situasi seperti ini kadar perilaku

oportunistik yang bisa ditolerir sebelum mengakhiri hubungan dan

mengalokasikan aset untuk kegunaan lain menjadi jauh lebih

besar. Jadi potensi untuk berinvestasi dalam aset-aset khusus-

hubungan menciptakan kebutuhan yang lebih besar untuk prosedur-

prosedur penataan yang bisa mengurangi efek perilaku

oportunistik bilamana terjadi situasi yang tidak dinyatakan

dalam kontrak. Fokus utama model ekonomi biaya transaksi adalah

menyelidiki bagaimana perumusan hubungan-hubungan

organisasional, termasuk prosedur-prosedur penataan,

mempengaruhi investasi dalam aset-aset khusus-hubungan, dengan

kontrak-kontrak yang tidak lengkap.

Kontribusi. Dengan kontrak-kontrak yang tidak lengkap,

pembagian surplus bilamana muncul kejadian yang tidak dinyatakan

dalam kontrak akan tergantung pada posisi tawar-menawar relatif

para pemainnya. Posisi tawar-menawar relatif seseorang bisa

dipengaruhi oleh investasi yang pernah dibuatnya dalam aset-aset

khusus-hubungan dan pada cara bagaimana transaksi tersebut

20
diatur, termasuk prosedur-prosedur penataan yang telah

disepakati. Jadi investasi yang pernah ditanam seseorang bisa

mempengaruhi jumlah total surplus yang bisa didapatkannya maupun

posisi tawar-menawar relatif si pemain bilamana terjadi keadaan

yang tidak tercakup dalam kontrak. Pada tingkatan dimana posisi

tawar-menawar relatif mempengaruhi keputusan-keputusan investasi

sebelumnya, masih ada distorsi investasi. Karena cara bagaimana

transaksi tersebut diatur juga bisa mempengaruhi posisi-posisi

tawar-menawar relatif para pemainnya, atau bisa juga secara tak

langsung mempengaruhi keputusan investasi ex ante seseorang.

Dengan demikian, pokok pengetahuan yang bisa diambil dari

literatur ekonomi biaya transaksi adalah prosedur penataan itu

penting. Jadi, kontrak-kontrak yang tidak lengkap memunculkan

perilaku oportunistik ex post yang mendistorsikan investasi-

investasi ex ante dalam aset-aset khusus-hubungan. Perubahan

kepemilikan aset dan perubahan prosedur-prosedur penataan akan

mempengaruhi hasil-hasil karena mengubah posisi-posisi tawar-

menawar ex post semua pihak yang terikat kontrak, yang

selanjutnya juga mempengaruhi investasi ex ante. Perhatikan

bahwa pengertian bahwa prosedur penataan itu penting sangat

dipengaruhi oleh adanya keadaan-keadaan yang tidak tercakup

dalam kontrak dan termasuk pula tawar-menawar ex post. Hal ini

21
hanya muncul bila digunakan kontrak-kontrak yang tidak lengkap.

Dalam model prinsipal-agen tatacara pengaturan transaksinya

tidaklah penting karena kontrak-kontraknya dianggap lengkap

sehingga tidak ada tawar-menawar ex post.

Seperti disebutkan sebelumnya, model ekonomi biaya

transaksi belum diterapkan untuk isu-isu tertentu akuntansi

manajerial. Akan tetapi model ekonomi biaya transaksi ini telah

memberikan kontribusi yang signifikan dalam literatur organisasi

industrial. Model ini bisa menyediakan penjelasan alternatif

untuk berbagai macam tatacara dimana perusahaan-perusahaan

mengorganisir hubungan-hubungan mereka. Khususnya, sebelum

adanya model ekonomi biaya transaksi, penjelasan utama yang

ditawarkan untuk hubungan-hubungan non-baku diantara perusahaan-

perusahaan adalah bahwa mereka berupaya membangun atau

mengeksploitasi kekuasaan monopoli. Analisis ekonomi biaya

transaksi menunjukkan bahwa beberapa dari bentuk hubungan

tersebut bisa dijelaskan sebagai upaya-upaya untuk memperkecil

biaya-biaya transaksi.

Kritisisme. Ada beberapa kritisisme terhadap model ekonomi

biaya transaksi. Kebanyakan kritisismenya berkaitan dengan

ketidaktepatan perincian model dan konteks yang sedang

dianalisa. Pertama, sumber dan besaran biaya yang harus

22
dikeluarkan untuk pembuatan kontrak, meski seringkali digunakan

untuk memotivasi kontrak-kontrak yang tidak lengkap, tidaklah

tepat. Selain itu, tidak pernah dijelaskan dengan gamblang

mengapa penggunaan bentuk kontrak yang tidak lengkap adalah

respon yang optimal untuk biaya-biaya pembuatan kontrak

tersebut. Kedua, konsep rasionalitas terbatas, meski seringkali

memotivasi penggunaan kontrak-kontrak yang tidak lengkap, tidak

didefinisikan dengan jelas. Hal ini menimbulkan beberapa

pertanyaan. Sejauh manakah keterbatasan tersebut menghambat

orang untuk menjadi lebih baik? Bagaimana orang-orang mengatasi

keterbatasan-keterbatasan mereka? Dan lagi, mengapa rasionalitas

terbatas melahirkan asumsi bentuk kontrak yang tidak lengkap?

Selain itu, jika memang benar rasionalitas terbatas yang menjadi

penyebab ketidaklengkapan kontrak, lalu bagaimana orang bisa

mengevaluasi secara ex ante dan memilih diantara prosedur-

prosedur penataan yang berbeda jikalau alasan keberadaannya

adalah karena orang tidak bisa menaksir kemungkinan atau bahkan

meramalkan keadaan-keadaan dimana prosedur-prosedur penataan

tersebut akan dignakan? Perhatikan bahwa kritisisme ini tidak

akan muncul jikalau alasan atau penyebab ketidaklengkapan

kontrak adalah biaya yang harus dikeluarkan untuk memasukkan

keadaan-keadaan tersebut kedalam kontrak.

23
Permasalahan lain perincian modelnya adalah konsep

kesetimbangan yang melahirkan rancang organisasional tertentu

yang digunakan oleh perusahaan seringkali tidak disebutkan dan

konteks dimana isu tersebut dijawab seringkali tidak dijelaskan

sepenuhnya. Akibatnya, analisis teoritis yang dilakukan dalam

kajian ekonomi biaya transaksi cenderung kurang formal dan

lengkap bila dibandingkan dengan penelitian prinsipal-agen. Dan

terakhir, meski permasalahan-permasalahan ekonomi biaya

transaksi biasanya ditempatkan dalam seting multi-periode, namun

literatur belum sepenuhnya menelaah peran reputasi sebagai

pengganti untuk prosedur-prosedur penataan.

Model Rochester

Cabang terakhir literatur agensi yang akan dibahas diambil

dari buah tulisan Jensen & Meckling (1976), termasuk teori

akuntansi positif (Watts & Zimmerman, 1986). Literatur ini

memiliki banyak kesamaan asumsi dan metode analisis dengan model

ekonomi biaya transaksi.

Asumsi-asumsi. Model Rochester mirip dengan model ekonomi

biaya transaksi dimana keduanya menekankan pada biaya-biaya

transaksi dan perilaku oportunistik. Akan tetapi, dalam model

Rochester tenaga kerja eksternal dan pasar-pasar modal, yang

diasumsikan sebagai efisien dan secara akurat bisa

24
mengantisipasi insentif-insentif manajemen, memainkan peranan

yang jauh lebih sentral dibandingkan di dua cabang yang lain.

Jadi model Rochester menjawab salah satu kritisisme terhadap

model prinsipal-agen. Literatur ini juga mengasumsikan bahwa

hubungan kerja dan kontrak-kontrak keuangan yang terjadi sudah

optimal, dengan memperhitungkan biaya-biaya transaksi. Model

teori positif tidak hanya dilandaskan pada model agensi

perusahaan ini saja, tapi juga pada teori ekonomi regulasi

pemerintah yang memandang proses politik sebagai persaingan

diantara individu-individu dengan kepentingan pribadi untuk

mentransfer kekayaan.

Apa yang menghambat tercapainya solusi kooperatif. Seperti

halnya model ekonomi biaya transaksi, keberadaan biaya-biaya

transaksi menyiratkan penggunaan kntrak-kontrak yang tidak

lengkap, dan bersama-sama dengan perilaku oportunistik

berpotensi menghambat dicapainya solusi kooperatif oleh perilaku

mementingkan diri.

Fokus. Cabang-cabang literatur teori Rochester dan teori

prinsipal-agen keduanya memiliki kesamaan tujuan untuk memahami

bagaimana permasalahan-permasalahan agensi bisa terjadi dan

bagaimana permasalahan-permasalahan tersebut bisa diminimalisir

dengan rumusan kontraktual, dan secara lebih umum, rancang

25
organisasional. Tapi fokus dan penekanan diantara kedua cabang

ini berbeda. Seperti halnya dengan penelitian biaya transaksi,

tapi berbeda dengan penelitian prinsipal-agen, cabang literatur

Rochester berkutat dengan model-model yang tidak terlalu formal

dan tidak eksplisit serta menganalisa dan menekankan pada

pengujian empiris hasil-hasilnya. Khususnya, penelitian model

Rochester menyelidiki insentif-insentif yang dihadapi oleh

pihak-pihak yang membuat kontrak dengan memperhitungkan kontrak-

kontrak aktualnya dan faktor-faktor apa saja yang bisa mendorong

dibuatnya kontrak-kontrak tersebut. Caranya adalah dengan

menyelidiki efek (perubahan) hubungan kerja dan kontrak-kontrak

pendanaan pada perilaku manajemen (misalnya, keputusan-keputusan

investasi dan pendanaan mereka) serta pada harga saham

perusahaan. Teori positif memusatkan fokusnya pada keputusan

manajemen dalam memilih prosedur-prosedur pelaporan akuntansi

keuangannya. Perhatikan bahwa cabang literatur Rochester ini

tidak menekankan pada perumusan formal kontrak-kontrak yang

optimal karena, seperti disebutkan diatas, cabang ini

mengasumsikan bahwa kontrak-kontrak yang terjadi sudah optimal

dengan memperhitungkan biaya-biaya transaksi yang ada.

Kontribusi. Semua model agensi mengasumsikan bahwa

manajemen bertindak menurut kepentingan terbaik mereka sendiri

26
sehingga akan merespon insentif-insentif ekonomi yang diberikan

dalam kontrak kerja mereka. Salah satu kontribusi model

Rochester dan teori positif adalah aplikasi awal kerangka kerja

agensi pada isu-isu kontrol manajemen dan pemilihan kebijakan

akuntansi keuangan. Khususnya, teori positif memperluas peran

informasi akuntansi keuangan dalam pasar yang efisien dengan

menyertakan peran pembuatan kontrak, sehingga memperkaya

penjelasan untuk keputusan-keputusan dipilihnya prosedur-

prosedur akuntansi keuangan yang berbeda. Kontribusi kedua, dan

masih berlangsung, literatur Rochester adalah menguji model

agensi perusahaan secara empiris dan mengidentifikasi

keberaturan empiris yang terkait dengan perilaku manajemen dan

bentuk kontrak-kontrak kompensasi eksekutif.

Kritisisme. Seperti halnya dengan model ekonomi biaya

transaksi, konsep kesetimbangan dan efisiensi serta sumber dan

besar biaya transaksi, meski sangat penting dalam analisis,

tidak diperinci secara jelas. Selain itu, dalam literatur

Rochester perumusan konteks secara jelas termasuk kontrak-

kontrak optimal yang dihasilkan kurang mendapat penekanan karena

kontrak-kontrak yang dibuat dianggap sudah efisien, dengan

memperhitungkan biaya-biaya transaksinya (biasanya tidak

dinyatakan dan tidak diukur). Tapi akibatnya, hal ini

27
menyulitkan untuk menjelaskan apa yang memotivasi dipilihnya

kontrak-kontrak manajerial tersebut (apakah insentif,

sinyalemen, penyaringan, pajak, dll) atau mengapa kontrak bisa

berbeda-beda diantara perusahaan-perusahaan yang berlainan

maupun antar-waktu yang berlainan dalam perusahaan. Sebagai

contoh, meskipun penelitian Healy (1985) merupakan penelitian

yang sangat baik dalam mendokumentasikan hubungan antara

manipulasi pendapatan dengan bentuk skema kompensasi, tapi

penelitian tersebut tidak memberikan penjelasan yang meyakinkan

mengenai mengapa para pemegang saham merasa perlu untuk memicu

perilaku tersebut. Tanpa adanya penjelasan mengenai hal ini maka

akan sulit memastikan apakah kita menafsirkan fenomena yang

terjadi dengan benar.

Dalam upaya untuk menjelaskan fenomena yang terjadi,

ketiadaan rumusan seringkali memunculkan pertimbangan untuk

menggunakan biaya politik dan biaya transaksi yang tidak

dirumuskan. Tapi hal ini akan membuat argumen-argumen yang

dibuat menjadi kurang meyakinkan. Ini terutama terjadi dalam

teori positif yang bertumpu pada biaya-biaya politik untuk

menjelaskan keputusan manajemen dalam memilih prosedur-prosedur

akuntansi keuangan. Sebagai contoh, Watts & Zimmerman (1986, p.

247) mengatakan, Untuk menghindari perhatian agensi regulatif

28
dan kongresional beserta ongkos-ongkos terkait (dan pengurangan

kompensasi manajemen), manajer lebih memilih menggunakan metode

penangguhan karena metode ini biasanya bisa menurunkan tingkat

dan variasi pendapatan yang dilaporkan. Tapi metode penangguhan

bisa dikonversi menjadi metode flow-through hampir tanpa

menimbulkan ongkos kognitif. Lalu biaya transaksi apakah yang

menghambat konversi tersebut dan memicu dipilihnya teknik

akuntansi ini?

PENGUJIAN EMPIRIS PARADIGMA AGENSI

Semua model agensi yang telah dibahas sejauh ini memiliki

kesamaan pandangan terhadap interaksi antara para pemilik,

manajer dan kontrak-kontrak kerja: (1) manajer bertindak untuk

memaksimalkan utilitas mereka sehingga perilaku mereka dapat

dipengaruhi oleh rumusan kontrak-kontrak kerja mereka; dan (2)

para pemilik dan manajer secara kolektif menanggung ongkos

segala permasalahan agensi, sehingga mereka memiliki insentif

untuk merumuskan kontrak-kontrak yang secara efisien menghambat

munculnya permasalahan-permasalahan agensi. Poin pertama

menunjukkan bahwa kita sebaiknya memandang respon perilaku

manajerial terhadap (perubahan) rumusan skema kompensasi dengan

cara-cara yang dapat diprediksi. Poin kedua menunjukkan bahwa

dengan adanya permasalahan-permasalahan agensi kita perlu

29
menerapkan rencana-rencana yang dapat mengurangi permasalahan-

permasalahan tersebut.

Mayoritas penelitian agensi empiris yang berhubungan dengan

akuntansi adalah penelitian-penelitian mengenai permasalahan-

permasalahan akuntansi keuangan dan bukan permasalahan-

permasalahan akuntansi manajerial dan bertumpu pada teori model

akuntansi positif. Selain itu, penelitian-penelitian tersebut

sudah pernah disurvei sebelumnya (lihat Holthausen & Leftwich

1983; Kelly, 1983; Lambert & Larcker, 1985; Watts & Zimmerman,

1986). Oleh karena itu, pada bagian ini penulis membatasi

pembahasan hanya mengenai artikel-artikel yang menyediakan

pengujian terhadap dua implikasi model agensi diatas.

Bukti-Bukti Mengenai Perilaku Manajemen

Mayoritas literatur berkutat dengan pengujian proposisi

bahwa keputusan-keputusan manajerial dipengaruhi oleh skema-

skema kompensasi manajerial. Pengujian-pengujian empiris secara

umum membenarkan pernyataan bahwa keputusan-keputusan investasi

modal (Larcker, 1983), keputusan-keputusan merjer dan akuisisi

(Lewellen et al 1985; Tehranian et al 1987; Walking & Long,

1984) dan pilihan-pilihan prosedur akuntansi keuangan (Healy,

1985) semuanya berhubungan dengan skema-skema kompensasi

manajerial.

30
Akan tetapi, pengujian-pengujian tersebut sifatnya tidak

langsung dan tidak menjelaskan hubungan sebab-akibatnya. Sebagai

contoh, Larcker ( 1983) membuktikan hubungan antara penggunaan

rencana kinerja jangka panjang dengan perubahan-perubahan pada

investasi modal perusahaan. Mungkin saja penerapan rencana-

rencana jangka panjang membuat rentang horison perencanaan

manajemen menjadi lebih panjang dan membuat mereka meningkatkan

investasi-investasi jangka panjang mereka. Akan tetapi, seperti

disebutkan oleh Larkcer, mungkin juga manajemen telah memutuskan

untuk meningkatkan investasi modal dan penerapan rencana-rencana

jangka panjang merupakan cara untuk memberikan sinyalemen ke

pasar dan memungkinkan manajemen untuk mengambil keuntungan dari

keputusan ini. Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah skema-skema

kompensasi yang berlaku diterapkan untuk mengatasi permasalahan-

permasalahan agensi ataukah untuk alasan-alasan lain, seperti

pajak dan sinyalemen.

Bukti-Bukti Mengenai Perumusan Kontrak Untuk Mengatasi


Permasalahan-Permasalahan Agensi

Murphy (1986) dan Lewellen dkk. (1987) berupaya menjawab

masalah identifikasi ini. Murphy menganalisa bagaimana skema-

skema kompensasi bisa berbeda-beda tergantung pada apakah

permasalahan yang hendak diatasi tersebut terkait dengan

insentif versus terkait dengan pembelajaran tipe agen. Dari

31
model-model yang berbeda, Murphy mendapatkan implikasi-implikasi

yang berbeda untuk variasi gaji eksekutif dan untuk hubungan

antara gaji dengan kinerja jangka panjang dan membandingkannya

dengan profil-profil aktual gaji-pengalaman para eksekutif.

Meski hipotesa-hipotesanya tidak sama-saam eksklusif, namun

datanya tampaknya lebih mendukung model pembelajaran ketimbang

model kelalaian.

Lewellen dkk. (1987) menyelidiki apakah skema-skema gaji

eksekutif dapat dijelaskan sebagai upaya-upaya untuk mengurangi

ongkos agensi yang timbul karena manajemen memiliki rentang

keputusan yang lebih pendek dibandingkan pemilik perusahaan.

Jika benar demikian, maka kita bisa menemukan komponen-komponen

gaji eksekutif (seperti kas versus kompensasi berbasis-saham)

yang secara sistematis berbeda-beda antar-perusahaan tergantung

pada seberapa pelik permasalahan horison di perusahaan-

perusahaan itu. Lewellen dkk. (1987) berhipotesa bahwa tingkat

kepelikan masalah horison berkaitan dengan variabel-variabel

tertentu spesifik-perusahaan dan menguji hubungan variabel-

variabel tersebut dengan komponen-komponen gaji eksekutif

senior. Komponen-komponen dalam skema gaji eksekutif ternyata

bervariasi dengan cara-cara yang sesuai dengan prediksi,

32
sehingga membenarkan argumen bahwa skema-skema kompensasi ini

dirancang untuk mengatasi permasalahan-permasalahan agensi.

Wolfson (1985) menyelidiki kontrak-kontrak di pasar

kemitraan terbatas migas dimana ada resiko moral yang

substansial terkait dengan keputusan mitra umum untuk

menyelesaikan pengeboran sumur minyak dan implikasi-implikasi

penting pajak terhadap skema kontrak. Wolfson mengidentifikasi

empat tipe kontrak yang berbeda antara mitra-mitra umum dan

terbatas yang membuat perimbangan-perimbangan yang berbeda

antara efek-efek insentif dengan pajak. Wolfson kemudian

merumuskan hipotesa-hipotesa mengenai tipe-tipe kontrak yang

bisa ditemukan dalam jenis-jenis pengeboran yang berbeda, dimana

masalah-masalah resiko moral memiliki tingkat kepelikan yang

berbeda pula. Data-datanya mendukung hipotesa-hipotesanya.

Wolfson juga merumuskan hipotesa tentang penetapan harga

reputasi untuk mitra-mitra umum migas. Data mendukung hipotesa

dimana kinerja masa lalu (reputasi) mitra umum terkait didalam

harga penawaran kemitraan barunya. Singkatnya, hasil-hasil

penelitian Wolfson konsisten dengan pendapat bahwa insentif-

isntf eksplisit dan reputasi digunakan untuk mengendalikan

masalah-masalah resiko moral dalam kemitraan terbatas migas.

33
Selain itu, Wolfson (1985) juga dikenal karena secara langsung

menggabungkan pajak dengan aspek-aspek insentif dalam kontrak.

Penelitian-penelitian lain menguji secara formal hasil-

hasil yang didapat dari model prinsipal-agen dimana permasalahan

agensi muncul dikarenakan oleh resiko moral di pihak agen.

Hasil-hasil dari model-model prinsipal-agen menunjukkan bahwa

dikala output-output agen terkena kejutan-kejutan yang

berkaitan, maka kontrak-kontrak evaluasi kinerja relatifnya

menjadi optimal (lihat Baiman & Demski, 1980; Holmstrom,

1982b). Antle & Smith (1986) secara empiris menguji hasil ini

dan menemukan bukti-bukti yang lemah. Banker & Datar (1989)

membuktikan bahwa untuk sekelompok besar fungsi-fungsi produksi,

besaran relatif bobot yang harus ditempatkan oleh tolok ukur

evaluasi kinerja pada sinyal-sinyal yang berbeda, berhubungan

dengan sensitifitas sinyal-sinyal tersebut terhadap tindakan

agen dan ketepatan sinyal-sinyal tersebut dalam memperhitungkan

tindakan agen. Lambert & Larcker (1987) menguji hasil ini

dengan menggunakan hasil-hasil pasar sekuritas dan hasil-hasil

akuntansi sebagai sinyal-sinyal kinerja. Hasil yang mereka

dapatkan lemah tapi konsisten.

Penelitian-penelitian Wolfson (1985), Murphy (1986) dan

Lewellen dkk. (1987) tersebut diatas mencoba menyediakan

34
pengujian secara langsung terhadap pernyataan bahwa kontrak-

kontrak kompensasi yang berlaku digunakan untuk mengurangi

permasalahan-permasalahan tertentu agensi. Khususnya, penelitian

Murphy dan Lewellen dkk mencoba untuk membedakan antara

tuntutan-tuntutan yang berbeda untuk kompenssi eksekutif dan

mengujinya secara empiris. Akan tetapi, ada dua artikel baru

yang mempertanyakan apakah data yang bisa diamati oleh peneliti

luar tersebut sudah cukup untuk membeda-bedakan beberapa

tuntutan yang berlainan untuk kontrak-kontrak kompensasi

eksekutif. Jika kita menggunakan model Murphy (1986) tapi

mengasumsikan bahwa agen sudah tahu tipenya sendiri, maka

Hagerty dan Siegel (1988) menunjukkan bahwa, dalam dunia

berperiode tunggal, kontrak yang ditulis untuk mengatasi masalah

resiko moral (dimana informasi pribadi yang dimiliki agen adalah

tentang tindakannya sendiri) secara observasional tidak dapat

dibedakan dari kontrak yang ditulis untuk mengatasi masalah

pilihan yang buruk (dimana informasi pribadi yang dimiliki agen

adalah tentang realisasi keadaan). Dengan cara yang sama,

Amershi & Butterworth (1988) menunjukkan bahwa kontrak yang

optimal antara prinsipal dengan agen yang dirancang untuk

mengatasi masalah resiko moral dalam lingkungan dengan

keyakinan-keyakinan yang sama secara empiris tidak dapat

dibedakan dari kontrak optimal yang murni berbagi-resiko antara

35
prinsipal dengan agen yang memiliki keyakinan-keyakinan yang

berbeda tapi tidak ada masalah resiko moral.

Hasil-hasil penelitian Hagerty & Siegel (1988) maupun

Amershi & Butterworth (1988) jelas-jelas mempertanyakan

kemampuan penelitian empiris untuk menguji hasil-hasil analisis

agensi dan untuk membeda-bedakan diantara tuntutan-tuntutan yang

berlainan untuk kontrak-kontrak kompensasi eksekutif.

Penelitian-penelitian tersebut menunjukan bahwa mengamati bentuk

kontrak-kontraknya saja, tanpa tambahan informasi lain, akan

menyulitkan bagi peneliti untuk menyimpulkan lingkungan ekonomi

yang memicu dibuatnya kontrak. Jadi, dalam situasi-situasi

demikian, peneliti harus tahu terlebih dulu alasan dibuatnya

kontrak sebelum ia bisa menguji secara empiris apakah kontrak

yang dibuat tersebut secara efisien bisa memenuhi tujuannya.

Satu cara untuk mengetahui apakah kontrak yang dibuat

tersebut dipilih untuk secara efisien mengatasi permasalahan-

permasalahan tertentu agensi adalah dengan menciptakan secara

aktual lingkungan dimana kontrak tersebut dipilih. Ini adalah

pendekatan yang digunakan dalam ilmu ekonomi eksperimental. Berg

dkk. (1985a) membangun pasar laborat eksperimental yang terdiri

dari subyek-subyek yang bertindak sebagai prinsipal-prinsipal

dan agen-agen. Tiap-tiap agen diminta memilih beberapa tindakan

36
yang tidak terlihat dimana ia bisa mendapatkan disutilitasnya.

Tiap-tiap prinsipal diminta untuk memilih sebuah kontrak kerja

untuk seorang agen, dari sejumlah kontrak yang sidah ditetapkan

sebelumnya. Berg dkk. (1985a) menemukan bahwa para prinsipal dan

agen sama-sama bertindak secara konsisten dengan hasil-hasil

model prinsipal-agen. Jadi, eksperimen ini menyediakan bukti

langsung bahwa agen-agen bertindak secara oportunistik tapi

merespon terhadap skema-skema kompensasi mereka, dan bahwa para

prinsipal menyadari akan hal ini dan memilih kontrak-kontrak

kerja yang secara efisien bisa mengurangi permasalahan agensi

ini.

Mayoritas buku diktat akuntansi manajemen menekankan

penggunaan Responsibility Accounting and the Controllability

Principle sebagai dasar untuk merancang sistem-sistem evaluasi

kinerja dan pembuatan laporan akuntansi manajerial. Akan tetapi,

Holmstrom (1979, 1982b) menunjukkan arti penting sentral the

Informativeness Condition sebagai dasar untuk menentukan sinyal-

sinyal apa yang sebaiknya digunakan sebagai dasar untuk kontrak-

kontrak prinsipal-agen. Secara umum, the Controllability

Principle dan the Informativeness Condition tidaklah sama dan

bisa menuntun ke pilihan-pilihan sistem informasi yang berbeda.

Oleh karena itu, salah satu pengujian model prinsipal-agen

37
adalah untuk melihat kaidah mana dari kedua kaidah ini yang

memiliki kesahihan deskriptif yang lebih baik. Berg (1988)

menjalankan eksperimen laborat untuk menguji kaidah mana yang

bisa menjadi prediktor yang lebih baik untuk sinyal-sinyal yang

digunakan oleh subyek sebagai dasar pemilihan kontrak mereka.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa meski pada awalnya perilaku

pilihan para subyek konsisten dengan kaidah the Controllability

Principle dan bukan dengan kaidah the Informativeness Condition,

tapi sejalan dengan waktu perilaku pilihan subyek cenderung

sejalan dengan yang diprediksikan oleh kaidah the

Informativeness Condition. Jadi, setelah melalui masa-masa awal,

para subyek bertindak dengan cara-cara yang konsisten dengan

hasil-hasil prinsipal-agen.

Dan terakhir, penelitian empiris berdasarkan data dari

situasi-situasi yang terjadi secara alamiah juga berhasil dalam

mendeteksi beberapa keberaturan empiris yang konsisten dengan

kerangka agensi, tapi agak kurang berhasil dalam menguji hasil-

hasil tertentu prinsipal-agen. Akan tetapi, hasil-hasil tersebut

harus ditafsirkan dengan mengingat keterbatasan-keterbatasan

penelitian empiris dalam bidang ini seperti yang telah dibahas

sebelumnya. Selain itu, ada permasalahan-permasalahan lain yang

terkait dengan penelitian dalam bidang ini. Pertama, paling-

38
paling, peneliti eskternal biasanya hanya bisa mengamati bagian-

bagian kontrak yang eksplisit. Akan tetapi, tentunya ada banyak

kebijaksanaan atau keleluasaan dalam implementasi aktual dari

kontrak-kontrak tersebut. Kebijaksanaan yang diterapkan dalam

skema kompensasi mengurangi kemampuan peneliti untuk membuat

kesimpulan-kesimpulan hanya berdasarkan dari apa yang tertulis

dalam kontrak. Selain itu, penelitian-penelitian empiris yang

menjadi bahan rujukan tidak berpijak pada pengkajian kontrak-

kontrak manajerial melainkan pada estimasi-estimasi kompensasi

yang dibayarkan. Tapi hanya dengan melihat dari pembayaran-

pembayaran saja berarti mengabaikan ketentuan-ketentuan untuk

kejadian-kejadian yang tidak terjadi termasuk pula mengabaikan

ketentuan-ketentuan penting dalam kontrak. Permasalahan lain

adalah kontrak-kontrak dalam model-model agensi dibuat

berdasarkan sinyal-sinyal tertentu, dan bisa jadi sulit untuk

mendeskripsikan dan mengukur dengan benar variabel-variabel

penting tersebut mengingat peneliti hanya memiliki akses ke data

yang tersedia secara eksternal. Alih-alih, peneliti terpaksa

mengasumsikan bahwa yang tercakup didalam set data yang tersedia

tersebut adalah variabel-variabel sulih untuk sinyal-sinyal yang

digunakan dalam model agensi dan dalam implementasi kontrak-

kontrak aktual.

39
Jadi penelitian empiris yang berpijak pada data-data dari

situasi-situasi yang terjadi secara alamiah memiliki beberapa

kesulitan besar yang harus diatasi dalam menguji implikasi-

implikasi model agensi. Pendekatan pasar-pasar eksperimental

bisa menjawab banyak dari permasalahan ini karena memiliki

kontrol eksperimental yang lebih ketat. Akan tetapi, tentunya

kekayaan konteks yang bisa dianalisa dalam pasar laborat

eksperimental akan jauh berkurang. Dan terakhir, penelitian

empiris dan eksperimental tidak bisa menjelaskan mengapa kita

menemukan keberaturan-keberaturan empiris; hanya literatur

teoritis yang bisa menjelaskannya. Oleh karena itu dalam

pembahasan berikut penulis akan beralih ke pembahasan hasil-

hasil teoritis terbaru.

PERKEMBANGAN-PERKEMBANGAN BARU DALAM PARADIGMA PRINSIPAL-AGEN

Artikel-artikel yang akan dibahas berikut ini bisa

digolongkan menjadi dua kelompok. Kelompok pertama mengembangkan

model prinsipal-agen untuk menjawab beberapa kritisisme seperti

tersebut diatas dan juga untuk menambahkan beberapa aspek dari

model ekonomi biaya transaksi. Meskipun artikel-artikel tersebut

tidak secara langsung menyinggung permasalahan-permasalahan

akuntansi manajerial, tapi tetap saja perlu dibahas disini

karena dua alasan. Pertama, beberapa artikel ini mengusulkan

40
penggunaan-penggunaan dan implikasi-implikasi yang menarik dari

prosedur-prosedur akuntansi manajemen yang tidak dikemukakan

dalam model-model prinsipal-agen terdahulu. Kedua, beberapa

artikel lain memberikan wawasan tambahan mengenai model

prinsipal-agen dengan menjawab beberapa kritisisme terhadap

model prinsipal-agen seperti yang telah dibahas sebelumnya.

Apakah gagasan-gagasan yang termuat dalam artikel-artikel ini

akan bisa membuahkan pemahaman yang lebih baik mengenai proses

akuntansi manajerial masih harus menunggu penelitian lanjutan

dengan menerapkan gagasan-gagasan tersebut untuk permasalahan-

permasalahan akuntansi manajerial. Kelompok kedua artikel-

artikel prinsipal-agen, yang secara langsung menjawab

permasalahan-permasalahan akuntansi manajemen, akan dibahas

dalam sub-bab lima.

Pengukuhan Oleh Pengadilan Dan Ketidaklengkapan Kontrak

Dua perbedaan utama antara paradigma prinsipal-agen dengan

paradigma ekonomi biaya transaksi adalah pada asumsi tingkat

kelengkapan kontrak dan asumsi apakah pengadilan berfungsi

sebagai penegak kontrak yang efisien. Salah satu perkembangan

baru yang positif adalah respon para ahli teori prinsipal-agen

terhadap beberapa sanggahan dan wawasan dari teori ekonomi biaya

transaksi terkait dengan perbedaan-perbedaan ini.

41
Pengukuhan kontrak oleh pengadilan. Ingat bahwa model

prinsipal-agen berasumsi bahwa pengadilan bisa mengukuhkan semua

kontrak dengan akurat dan tanpa ongkos. Lalu apa yang terjadi

dengan bentuk kontrak prinsipal-agen yang optimal dan pilihan

tindakan agen yang optimal jika kita tetap membuat kontrak-

kontrak yang lengkap tapi mengasumsikan bahwa pengadilan tidak

mencegah pihak-pihak dalam kontrak untuk menegosiasikan kembali

kontrak mereka di kemudian hari? Lalu, ongkos apa yang timbul

bilamana negosiasi ulang diperbolehkan?

Fudenberg & Tirole (1988) menyelidiki persoalan-persoalan

ini didalam permasalahan prinsipal-agen sebagaimana lazimnya

dimana agen mendapatkan disutilitas dari pilihan tindakan

mereka. Akan tetapi, tidak seperti lazimnya model agensi,

prinsipal dan agen diperbolehkan menegosiasikan kembali kontrak

mereka sekali, setelah pilihan tindakan tapi sebelum hasil-

hasilnya terwujud. Karena kontrak-kontrak tersebut masih

lengkap, maka kontrak yang disepakati oleh prinsipal dan agen

pada saat negosiasi ulang bisa saja disepakati sebelum negosiasi

ulang. Oleh karena itu, generalitasnya tidak akan hilang dengan

membatasi perhatian pada kontrak-kontrak yang anti-negosiasi

ulang. Pertama-tama, Fudenberg & Tirole

42
(1988) menunjukkan bahwa strategi-strategi tindakan agen yang

bisa dipicu dalam situasi seperti ini adalah (1) strategi dimana

agen memilih upaya minimum dan (2) strategi-strategi acak.

Ditemukan pula bahwa untuk kelompok besar permasalahan, ongkos

untuk mengimplementasikan strategi upaya-agen yang bisa

dijalankan adalah sama, dengan atau tanpa penegakan kontrak oleh

pengadilan. Dalam kasus-kasus demikian, mengesampingkan

penegakkan kontrak oleh pengadilan tidak mengubah proses (atau

ongkos) yang memicu diambilnya strategi-strategi agen tersebut.

Ini hanya akan mengubah strategi-strategi apa yang bisa

dimunculkan.

Ketidaklengkapan Kontrak Dan Negosiasi Ulang

Penelitian prinsipal-agen juga sudah mulai menganalisa

pengaruh ketidaklengkapan kontrak pada perumusan hubungan-

hubungan kontraktual. Model-model ini mengasumsikan bahwa

Ketidaklengkapan tersebut terjadi, bukan karena rasionalitas

terbatas, melainkan karena beberapa keadaan dunia atau output,

meski bisa dilihat bersama, tapi tidak bisa dipastikan oleh

orang luar sehingga tidak bisa dirumuskan dalam kontrak

(misalnya, Green & Laffont, 1988a, 1988b; Hart & Moore,

1987; Riordan, 1987).

43
Dengan kontrak-kontrak yang tidak lengkap, tuntutan untuk

negosiasi ulang muncul karena alasan-alasan yang berbeda dari

yang dikemukakan dalam model Fudenberg & Tirole (1988).

Negosiasi ulang dalam model Fudenberg & Tirole (1988) terjadi,

bahkan pada kontrak-kontrak lengkap, karena setelah agen memilih

tindakannya tapi sebelum muncul informasi baru (seperti misalnya

realisasi hasil), pembagian resiko masih bisa ditingkatkan

dengan mengubah kontrak. Negosiasi ulang terjadi pada kontrak-

kontrak tidak lengkap bilamana, pasca kesepakatan kontrak

pertama, muncul kejadian yang tidak disebutkan dalam kontrak

pertama tersebut dan dimana belum ada kesepakatan mengenai

tindakan atau imbalan atas kejadian tersebut. Pada titik ini

negosiasi ulang layak dilakukan jika bisa meningkatkan respon

individu-individu terhadap kejadian tersebut bila dibandingkan

dengan tanpa adanya perumusan kontrak.

Hart & Moore (1987) serta Green & Laffont (1988a) menjawab

persoalan dasar kepentingan dalam model ekonomi biaya transaksi,

yaitu pengaruh kontrak-kontrak yang tidak lengkap pada investasi

ex ante untuk aset khusus-hubungan, tapi dengan cara yang lebih

formal dari yang pernah dilakukan dalam literatur ekonomi biaya

transaksi. Dengan kontrak-kontrak yang tidak lengkap, apa yang

disebutkan oleh Fudenburg & Tirole (1988) tidak lagi berlaku,

44
bahwa kita bisa membatasi perhatian pada kontrak-kontrak anti-

negosiasi ulang tanpa kehilangan generalitasnya. Lebih optimal

untuk memperbolehkan negosiasi ulang dilakukan bilamana terjadi

keadaan-keadaan yang tidak dirumuskan dalam kontrak. Hart &

Moore (1987) maupun Green & Laffont (1988a) menunjukkan

keadaan-keadaan dimana perumusan kontrak ex ante bisa

mempengaruhi permainan negosiasi ulang ex post ini dan

mengurangi ketidakefisienan investasi ex ante yang timbul akibat

ketidaklengkapan kontrak.

Dimasukkannya perumusan kontrak tidak lengkap dalam model

prinsipal-agen menimbulkan persoalan-persoalan akuntansi

manajerial yang menarik. Sepertinya logis jika prosedur-prosedur

akuntansi manajerial yang pertama dipilih bisa mempengaruhi

permainan negosiasi ulang yang dilakukan bilamana muncul

keadaan-keadaan yang tidak dirumuskan dalam kontrak. Sebagai

contoh, kekuatan seseorang dalam negosiasi ulang bisa tergantung

pada informasi apa yang menjadi pengetahuan umum atau distribusi

informasi diantara pihak-pihak yang bernegosiasi. Distribusi

informasi ini jelas bisa dipengaruhi oleh prosedur-prosedur

akuntansi manajerial yang dipilih sebelumnya (misalnya, skema

prosedur-prosedur analisis variasi, sistem pengawasan dan sistem

anggaran). Oleh karena itu, mengakui kemungkinan akan kontrak-

45
kontrak yang tidak lengkap dan memperbolehkan negosiasi ulang

sebagai cara untuk mengatasi ketidaklengkapan kontrak

mendatangkan elemen strategik baru dalam pemilihan prosedur-

prosedur akuntansi manajerial yang selama ini diabaikan dalam

model-model prinsipal-agen.

Pertimbangan-pertimbangan strategik mengenai distribusi

informasi seperti ini bisa menyediakan penjelasan parsial

tentang mengapa, dalam perusahaan-perusahaan multi-divisi yang

kinerja divisi-divisinya saling terkait secara stokastik /

acak, kita seringkali menemukan kinerja manajer divisi yang

dievaluasi berdasarkan laba divisinya sendiri, dan mungkin juga

laba korporat, bukan dengan cara seperti yang diprediksikan oleh

model prinsipal-agen (Baiman & Demski, 1980; Holmstrom,

1982b), yaitu berdasarkan laba divisional keseluruhan. Dalam

kasus-kasus ini, mungkin saja kantor pusat perusahaan

mengantisipasi kemungkinan akan perlunya untuk menegosiasikan

kembali kesepakatan-kesepakatan dengan manajer-manajer divisi

(tentang anggaran, alokasi sumber daya, kompensasi, harga

transfer, dll) dan memutuskan bahwa kekuatan tawar-menawarnya

bisa ditingkatkan dengan menutup akses langsung manajer divisi

ke informasi tentang kinerja divisi lain. Dengan cara ini kantor

pusat perusahaan bisa membuka informasi secara selektif selama

46
proses negosiasi ulang. Tapi kelemahan dari hal ini adalah

evaluasi kinerja dan kompensasi manajer divisi tidak bisa dibuat

berdasarkan informasi, seperti misalnya informasi tentang

kinerja divisi-divisi lain, yang tidak bisa diaksesnya.

Peningkatan posisi tawar-menawar strategik kantor pusat

perusahaan dengan cara membatasi pengetahuan langsung manajer

divisi mengenai kinerja divisi-divisi lain, mungkin lebih besar

bila dibandingkan dengan berkurangnya keuntungan-keuntungan

motivasional dan berbagi-resiko karena membuat penilaian kinerja

divisional berdasarkan laba tiap divisinya sendiri dibandingkan

berdasarkan laba keseluruhan divisi.

Ketidaklengkapan Kontrak Dan Reputasi

Karena mayoritas penelitian prinsipal-agen mengasumsikan

kontrak yang lengkap, oleh karena itu reputasi, termasuk pula

potensinya untuk mendisiplinkan perilaku dalam seting multi-

periode, selama ini telah banyak diabaikan. Akibatnya,

penelitian prinsipal-agen seringkali dikritik karena tidak

memberikan perhatian pada pengaruh pilihan tindakan seseorang

pada reputasi orang tersebut dalam hal kepercayaan dan keadilan.

Memperbolehkan informasi yang bisa dilihat bersama tapi tidak

bisa dipastikan dan menyertakan kontrak-kontrak yang tidak

lengkap dalam seting multi-periode memungkinkan munculnya

47
perhatian terhadap persoalan-persoalan kepercayaan dan keadilan,

atau secara lebih umum, reputasi. Menariknya, model ekonomi

biaya transaksi, yang berpijak pada kontrak tidak lengkap, juga

tidak mengkaji secara ekstensif potensi peran reputasi sebagai

pendisiplin dan sebagai pengganti atau pelengkap untuk struktur-

struktur penataan formal.

Transaksi-transaksi diantara individu-individu yang

memiliki nama baik bisa dicapai dengan lebih efisien

dibandingkan diantara individu-individu yang tidak memiliki

reputasi seperti itu karena bisa mengurangi ongkos untuk

mengumpulkan informasi maupun ongkos untuk membuat kontrak

tertulis dan juga meningkatkan banyaknya tindakan-tindakan yang

bisa diambil. Tapi perhatikan bahwa membangun dan menjaga

reputasi hanya efisien jika hal ini bisa membuat seseorang

membuat transaksi-transaksi di kemudian hari yang membuahkan

angka hasil diatas rata-rata. Karena jika tidak, ongkos yang

terkait dengan kehilangan reputasi tidaklah cukup untuk membuat

pihak yang memiliki nama baik untuk tidak berperilaku secara

oportunistik. Dalam kasus di sebuah perusahaan dimana supervisor

memiliki kuasa untuk memberikan imbalan bagi seorang agen

bilamana muncul keadaan yang tidak dirumuskan dalam kontrak,

maka supervisor akan bertindak secara adil jika dengan

48
bertindak seperti itu akan meningkatkan peluang-peluangnya di

kemudian hari untuk mendapatkan hasil yang lebih besar. Dalam

artikelnya yang menarik dan berwawasan jauh, Kreps (1984)

merangkum literatur ini dan mengemukakan pandangan bahwa

perusahaan-perusahaan pada dasarnya adalah pengusung reputasi

dan kultur perusahaan adalah sarana untuk membentuk dan menjaga

reputasi tersebut.

Menyertakan kontrak-kontrak yang tidak lengkap dan

pertimbangan-pertimbangan reputasi mendatangkan sejumlah

implikasi-implikasi akuntansi manajerial yang berpotensi

menarik. Semua penelitian akuntansi manajerial berbasis

prinsipal-agen mengambil sudut pandang kontrak lengkap. Alhasil,

penelitian ini memandang prosedur-prosedur akuntansi manajerial

sebagai input-input produksi yang hanya digunakan dalam kontrak-

kontrak insentif eksplisit dan bukan digunakan untuk proses

pembentukan reputasi. Jadi penelitian ini mengabaikan

kegunaannya untuk informasi akuntansi manajerial dan implikasi-

implikasi dari penggunaannya tersebut pada perumusan prosedur-

prosedur akuntansi manajerial. Perumusan kontrak-kontrak

insentif eksplisit dan prosedur-prosedur akuntansi manajerial

dalam dunia kontrak-kontrak yang tidak lengkap dimana ada banyak

keleluasaan dan ada pertimbangan-pertimbangan reputasional bisa

49
jadi sangat berbeda dari apa yang sudah kita dapatkan sejauh

ini, yang berpijak pada dunia kontrak-kontrak lengkap.

Analisis diatas menimbulkan pertanyaan-pertanyaan lain.

Bilamanakah ongkos-ongkos agensi bisa dikurangi dengan

memberikan hak kepada supervisor (atau prinsipal) untuk

menjalankan kebijaksanaan / keleluasaan dalam evaluasi kinerja

dan kompensasi agen? Apa saja karakteristik-karakteristik

industri, persaingan, informasional dan fungsi produksi yang

mempengaruhi keputusan tentang seberapa besar kewenangan yang

bisa dijalankan oleh supervisor? Apakah karakteristik-

karakteristik sistem akuntansi manajerial juga berbeda di

perusahaan-perusahaan yang memberikan besar keleluasaan yang

berbeda-beda kepada supervisor-nya? Apakah ada perbedaan

karakteristik informasi yang menjadi pijakan untuk kontrak-

kontrak eksplisit dan yang menjadi pijakan untuk pemberian

keleluasaan? Semuanya ini merupakan pertanyaan-pertanyaan

menarik yang perlu dijawab melalui kajian empiris dan teoritis.

Jadi perhatikan bahwa kajian teoritis yang membicarakan

tentang kontrak-kontrak tidak lengkap, negosiasi ulang dan

reputasi ini, meskipun tidak menyinggung persoalan-persoalan

akuntansi manajerial, tetap memiliki implikasi-implikasi

potensial untuk penelitian akuntansi manajerial. Khususnya,

50
kajian teoritis ini mengusulkan kebutuhan-kebutuhan akan

prosedur-prosedur akuntansi manajerial beserta implikasi-

implikasinya yang selama ini terabaikan dalam literatur.

Kompleksitas Kontrak-Kontrak

Salah satu kritisisme utama model prinsipal-agen adalah

kontrak-kontrak yang dihasilkan cenderung lebih rumit dan lebih

sensitif terhadap parameter-parameter teknis dasarnya

dibandingkan kenyataan yang ditemukan dalam praktek. Hal ini

tentunya memunculkan pertanyaan kesahihan deskriptif terhadap

model. Beberapa artikel prinsipal-agen terbaru mencoba menjawab

permasalahan kompleksitas ini.

Kontrak-kontrak linier. Skema-skema insentif linier

tergolong sederhana dan mudah diamati. Holmstrom & Milgrom

(1987) menunjukkan bahwa, dengan memperkaya strategi-strategi

yang tersedia bagi agen, tapi tanpa membebankan ongkos

kompleksitas ataupun ongkos perumusan kontrak, kita dapat

menyusun model-model dengan skema-skema kompensasi yang optimal

dimana akun-akunnya teragregasi waktu secara linier. Uniknya,

diperlukan model yang sangat kompleks untuk menghasilkan

optimalitas dari skema linier sederhana ini.

Menu-menu dalam kontrak-kontrak linier juga ternyata bisa

optimal dalam beberapa model dimana agen memiliki informasi

51
kondisi pribadi pada saat kontrak kerja mereka dinegosiasikan

(Laffont & Tirole, 1986; Melumad & Reichelstein, 1989).

Akan tetapi, Rogerson (1987) menunjukkan bahwa kelompok

permasalahan untuk kontrak-kontrak linier yang optimal tersebut

mungkin tidaklah besar. Selain itu, temuan dalam artikel diatas

adalah optimalitas menu kontrak-kontrak linier dimana ada jumlah

entri yang tidak terbatas dalam menunya (satu untuk setiap

realisasi keadaan). Artinya, meskipun tiap entri dalam kontrak

tersebut sederhana, namun jumlah entrinya membuat menu dalam

kontrak-kontrak tersebut menjadi cukup rumit.

Kontrak-kontrak multi-periode. Penelitian Lambert (1983)

dan Rogerson (1985) menunjukkan bahwa dalam konteks-konteks

agensi berulang, kontrak-kontrak jangka panjang memiliki memori

sehingga mungkin bisa jauh berbeda (dan jauh lebih rumit) dari

rentetan kontrak satu periode yang sudah tergolong rumit. Akan

tetapi, Fudenberg et al. (1987) menunjukkan bahwa hasil-hasil

dari kontrak jangka panjang dalam model Lambert dan Rogerson

terutama disebabkan oleh keterbatasan kemampuan agen untuk

meminjam dan menabung. Bentuk kontrak yang multi-periode seperti

ini digunakan sebagai pengganti untuk jaminan diri yang hanya

bisa didapatkan oleh agen jika mereka boleh mengakses pasar-

pasar modal.

52
Khususnya, Fudenberg dkk. (1987) menunjukkan bahwa jika (a)

preferensi-preferensi prinsipal dan agen atas kontrak-kontrak

masa datang menjadi pengetahuan umum (misalnya tidak ada

informasi kondisi pribadi); (b) batasan kemungkinan utilitas

yang dihasilkan oleh kontrak-kontrak yang efisien insentif makin

menurun; dan (c) pegawai bisa meminjam dan menabung pada nilai

yang sama seperti halnya prinsipal, maka kontrak-kontrak jangka

panjang menjadi tidak lebih baik dari serangkaian kontrak satu-

periode. Jadi, dalam seting multi-periode dengan situasi-situasi

demikian, kompleksitas kontrak-kontrak optimal tidak lebih besar

dari kompleksitas kontrak-kontrak satu periode tunggal.

Penggunaan tolok ukur kinerja ordinal dan kardinal.

Artikel-artikel diatas mengkaji kondisi-kondisi dimana kontrak-

kontrak optimal terwujud dalam bentuk sederhana, tanpa membatasi

kontrak tersebut secara eksogen agar menjadi bentuk sederhana

seperti itu. Tentunya, salah satu alasan untuk bentuk-bentuk

kontrak sederhana adalah karena adanya ongkos pengolahan

informasi dan kognitif untuk membuat kontrak yang kompleks. Satu

pendekatan untuk mendapatkan bentuk kontrak yang lebih sederhana

adalah dengan memasukkan ongkos perumusan kontrak kedalam model

agensi. Sayangnya, bentuk ongkos ini kurang dipahami dengan

baik. Pendekatan lain untuk menyederhanakan kontrak-kontrak

53
prinsipal-agen adalah dengan secara eksogen membatasi bentuk

kontraknya atau bagaimana informasi digunakan didalam kontrak.

Contoh pembatasan penggunaan informasi dalam kontrak adalah

penggunaan tolok ukur kinerja ordinal (peringkat relatif)

ketimbang tolok ukur kardinal (absolut). Skema-skema seperti

ini, yang disebut sebagai turnamen, digunakan misalnya untuk

menghitung imbalan bagi pramuniaga berdasarkan kinerja relatif

mereka, bukan berdasarkan kinerja absolut.

Skema-skema turnamen seperti ini sudah banyak mendapat

kajian (lihat Mookherjee (1988) untuk rangkuman kepustakaannya).

Salah satu permasalahan dengan skema turnamen adalah agen-agen

memiliki insentif yang kuat dan nyata untuk bersekongkol melawan

prinsipal tapi tidak punya insentif untuk membantu satu sama

lain, bahkan jika kinerja absolut mereka nantinya bisa

ditingkatkan. Akan tetapi, salah satu keunggulan skema turnamen

adalah tidak banyak memberikan peluang bagi prinsipal untuk

tidak mematuhi kontrak bilamana verifikasi sulit dilakukan. Ini

karena jumlah total kompensasi yang dibayarkan dalam skema

turnamen, berbeda dengan skema-skema kompensasi lain, tidak

berubah-ubah berdasarkan kinerja individu-individunya. Sehingga

dalam skema turnamen akan lebih mudah untuk memeriksa apakah

prinsipal telah mematuhi kontrak.

54
Salah satu contoh skema turnamen yang paling banyak ditemui

adalah insentif berbasis-promosi dimana kompensasi seseorang

diberikan hanya berdasarkan kedudukannya dalam hirarki. Satu-

satunya pengaruh langsung tolok ukur kinerja pada kompensasi

adalah melalui pengaruhnya pada promosi jabatan. Bahkan, Baker

dkk. (1988) menyebutkan bahwa insentif berbasis-promosi lebih

dominan atau lebih lazim ditemukan daripada insentif berbasis-

kinerja di tingkatan-tingkatan bawah dalam perusahaan.

Pertanyaan yang belum terjawab adalah mengapa sistem-sistem

kompensasi insentif, seperti insentif berbasis-promosi dan

turnamen, yang hanya menggunakan sebagian dari data yang

tersedia, ternyata begitu dominan.

Aspek-Aspek Strategik Pilihan Kontrak

Mayoritas penelitian prinsipal-agen mengabaikan pengaruh

tak langsung pilihan skema kompensasi agen pada partisipan-

partisipan lain yang beroperasi di pasar tenaga kerja, pasar

modal dan pasar produk. Ini karena mereka mengasumsikan bahwa

perusahaan bermain-main melawan alam, atau beroperasi di pasar

yang begitu kecil sehingga tindakan-tindakannya tidak

berpengaruh pada tindakan-tindakan para pesaignya. Akan tetapi,

Fershtman & Judd (1984, 1986), Fershtman dkk. (1987) serta

Sklivas (1987) menyelidiki permasalahan kontrak agen dalam

55
situasi dimana sejumlah kecil perusahaan yang dikelola-agen

bersaing di pasar output yang sama. Mereka mendapatkan dua

implikasi terkait yang menarik dari perusahaan-perusahaan yang

dikelola-agen dan bersaing di pasar-pasar produk yang sama dan

bukan dari perusahaan-perusahaan yang bermain-main melawan alam.

Pertama, mereka menunjukkan bahwa kontrak-kontrak agen optimal

yang dihasilkan dari dua asumsi yang berbeda ini juga berbeda.

Kedua, Second, akibat adanya perbedaan-perbedaan pada kontrak-

kontrak tersebut, mereka menunjukkan bahwa perilaku agen (atau

perusahaan) yang muncul dikedua situasi ini juga berbeda secara

signifikan. Hasil-hasil ini muncul karena begitu kita membiarkan

persaingan diantara perusahaan-perusahaan, pilihan kontrak-

kontrak insentif agen membawa implikasi-implikasi strategik yang

diabaikan dalam model-model prinsipal-agen dimana perusahaan

bermain-main melawan alam. Implikasi-implikasi strategik

kontrak-kontrak agen dapat digambarkan dengan skenario berikut.

Pertama, ambil contoh sebuah pasar dimana ada dua

perusahaan yang beroperasi. Misalkan lagi, masing-masing pemilik

perusahaan tersebut mendelegasikan operasional perusahaan mereka

ke agen-agen yang berbeda; tiap pemilik perusahaan menjanjikan

kontrak kompensasi untuk agennya; dan tiap agen tahu akan

kontrak kompensasi agen lainnya. Sekarang tiap kompensasi agen

56
tergantung pada kinerjanya, yang tergantung pada kontrak

kompensasinya, pilihan tindakannya dan tindakan yang diambil

oleh agen lainnya / agen kedua, yang dipengaruhi oleh kontrak

kompensasi agen kedua tersebut. Oleh karena itu, tiap pilihan

kontrak kompensasi yang diambil si pemilik perusahaan bukan

hanya mempengaruhi tindakan-tindakan agennya tapi juga

mempengaruhi tindakan-tindakan agen kedua / agen perusahaan

lain. Ini adalah aspek strategik dari skema kontraknya. Artinya,

tiap pemilik perusahaan merancang kontrak untuk agennya bukan

hanya untuk memanipulasi insentif-insentif agennya tapi juga

untuk memanipulasi insentif-insentif agen perusahaan lain.

Pertimbangan seperti ini dalam menyusun kontrak kompensasi

tentunya tidak termasuk didalam model-model dimana perusahaan

bermain-main dengan alam. Jadi, bisa diduga bahwa kontrak-

kontrak kerja di kedua situasi ini akan jauh berbeda.

Singkatnya, memperhitungkan pengaruh-pengaruh strategik

suatu skema kontrak mendorong prinsipal menerapkan kontrak-

kontrak dan memicu perilaku agen yang bisa jadi sangat berbeda

dari skema-skema kontrak dimana pengaruh strategik ini

diabaikan. Bisa diduga sistem-sistem akuntansi manajerial (yang

sebagian dirancang untuk menunjang kontrak-kontrak kerja) juga

akan sensitif terhadap tingkat persaingan di pasar-pasar produk.

57
Menarik untuk merumuskan hubungan teoritis ini dan kemudian

mengujinya secara silang pada sampel-sampel industri. Bukti-

bukti yang diberikan oleh Fershtman & Judd (1984,1986),

Fershtman dkk. (1987), serta Sklivas (1987) juga mendorong kita

untuk mengkaji kembali beberapa pengujian empiris terdahulu

terhadap hasil-hasil penelitian prinsipal-agen. Sebagai contoh,

pengujian-pengujian empiris yang dilakukan oleh Antle & Smith

(1986) maupun oleh Lambert & Larcker (1987), berkaitan dengan

hasil-hasil yang didapat dari model-model yang mengasumsikan

bahwa perusahaan bersaing melawan alam. Tapi pengujiannya

dilakukan terhadap data-data dari perusahaan-perusahaan yang

dikelola-agen yang saling bersaing satu sama lain.

Pasar Tenaga Kerja Kesetimbangan Parsial

Seperti telah disebutkan diatas, mayoritas literatur

prinsipal-agen mengabaikan pengaruh-pengaruh strategik pilihan

kontrak pada pasar-pasar tenaga kerja, pasar modal dan pasar

produk. Mayoritas literatur juga mengabaikan pengaruh pasar

tenaga kerja pada skema kontrak kerja dan pengaruhnya pada

permasalahan agensi itu sendiri.

Fama (1980) mengatakan bahwa permasalahan-permasalahan

manajemen agensi diminimalisir oleh pengaruh reputasi pada upah

pasar seseorang. Fama juga menambahkan bahwa kepedulian pada

58
reputasi saja akan mengatasi semua insentif-insentif yang

menyimpang; tidak diperlukan insentif-insentif yang eksplisit.

Holmstrom (1982a) memformalisasikan model teori Fama tersebut

dan menemukan bahwa meskipun pertimbangan-pertimbangan reputasi

bisa mengurangi permasalahan-permasalahan agensi, namun pada

umumnya tidak cukup kuat untuk menghilangkan permasalahan-

permasalahan tersebut. Hasil penelitian Holmstrom ini konsisten

dengan hasil-hasil empiris Wolfson (1985) seperti disebutkan

diatas.

Bahkan, Holmstrom & Ricart-Costa (1986) menunjukkan bahwa

operasi pasar tenaga kerja justru mungkin berperan sebagai

sumber permasalahan-permasalahan agensi bukannya sebagai sumber

untuk mengurangi permasalahan-permasalahan agensi. Ambil contoh

seorang agen yang enggan-resiko tapi netral-kerja dan ia harus

memilih sebuah proyek investasi yang akan mendatangkan hasil

selama jangka waktu tertentu. Terus, agen tersebut memiliki tipe

kemampuan yang tidak diketahuinya dan juga tidak diketahui oleh

pasar tenaga kerja. Jika agen mau mendedikasikan kerja seumur

hidup dengan perusahaan (atau jika pasar tenaga kerja bisa

diabaikan), maka solusi kooperatif bisa dicapai dengan

memberikan gaji tetap kepada agen yang netral-kerja tersebut.

Akan tetapi, tanpa adanya pra-komitmen, pasar tenaga kerja akan

59
menggunakan hasil-hasil dari investasi yang dipilih si agen

sebagai sinyal-sinyal mengenai tipe si agen dan akan

menyesuaikan upah pasarnya. Alhasil, si agen akan memilih

investasi yang memaksimalkan hasil-hasil modal sumber daya

manusianya sendiri sementara prinsipal menginginkan si agen

untuk memaksimalkan nilai finansial perusahaan. Maka dari itu

operasi tenaga kerja inilah yang menciptakan permasalahan

agensi.

Memasukkan pasar tenaga kerja kedalam model prinsipal-agen

juga menimbulkan implikasi-implikasi untuk perumusan prosedur-

prosedur akuntansi manajerial. Seringkali ditemukan bahwa agen-

agen dievaluasi berdasarkan informasi yang lebih kasar dari yang

tersedia bagi perusahaan. Penggunaan insentif-insentif berbasis-

promosi adalah salah satu contohnya. Contoh lain adalah dimana

seseorang dievaluasi dan diberi kompensasi berdasarkan

peringkatnya, apakah ketiga dari atas, ketiga menengah atau

ketiga dari bawah didalam kelompok sejawat mereka. Jika manajer

memiliki pemilahan yang terperinci seperti ini, lalu mengapa

perusahaan tidak menggunakan pemilahan terperinci tersebut untuk

mengevaluasi para pekerjanya? Salah satu alasannya dikemukakan

oleh Holmstrom & Ricart-Costa (1986). Dengan menggunakan

informasi yang lebih terperinci untuk mengevaluasi agen,

60
perusahaan dapat meningkatkan motivasi agen. Akan tetapi, bila

evaluasi terhadap agen didasarkan pada informasi yang lebih

terperinci, maka itu berarti perusahaan membiarkan pasar ikut

menggunakan evaluasi kinerja tersebut sehingga pasar bisa

merevisi upah peluang agen dengan lebih baik. Bila hal ini

meningkatkan upah peluang agen, maka perusahaan juga harus

menambah jumlah gaji yang harus dibayarkan atas jasa kerja si

agen di masa sekarang dan selanjutnya. ices now and in the

future.

Jadi perusahaan merancang sistem informasi evaluasi kinerja

(termasuk anggaran, prosedur-prosedur analisis variasi, metode-

metode alokasi biaya) untuk mengimbangi efek-efek insentifnya

termasuk pula efek-efeknya pada upah masa mendatang. Penjelasan

ini juga konsisten dengan penggunaan insentif berbasis-promosi

versus insentif berbasis-kinerja. Jadi, memperluas model

prinsipal-agen dengan menyertakan efek-efek pasar bisa

memberikan implikasi-implikasi tambahan untuk pilihan sistem-

sistem evaluasi kinerja akuntansi manajerial dan menawarkan

penjelasan yang mungkin untuk penggunaan sistem-sistem evaluasi

kinerja akuntansi manajerial yang dikaji.

61
ARTIKEL-ARTIKEL TEORITIS BARU DENGAN IMPLIKASI-IMPLIKASI
AKUNTANSI MANAJERIAL

Pada bagian ini penulis akan membahas beberapa artikel baru

prinsipal-agen yang memodelkan permasalahan-permasalahan

akuntansi manajerial secara lebih langsung.

Nilai Monitoring

Banyak dari kajian prinsipal-agen yang terkait dengan

akuntansi manajerial yang membahas tentang nilai monitoring.

Beberapa artikel baru mengembangkan topik ini dan memebrikan

wawasan tambahan mengenai rancang bangun sistem-sistem

monitoring yang optimal. Sebagai contoh, mayoritas literatur

tentang nilai monitoring mengasumsikan teknologi monitoring

tetap yang mutunya ditentukan secara eksogen. Akan tetapi, Kumar

(1989b) serta Suh & Kim (1989) merumuskan kualitas sistem

monitoring sebagai variabel keputusan.

Kumar (1988b) menyelidiki model agensi sebuah perusahaan

dimana prinsipalnya berinvestasi dalam sebuah proses produksi

yang dikendalikan oleh manajer. Manajer tersebut mendapat

informasi pribadi mengenai produktifitas kapital perusahaan.

Agen melapor kepada prinsipal mengenai realisasi produksi dan

bisa mengalihkan sejumlah investasi prinsipal dari produksi

untuk konsumsi pribadi (non-uang). Prinsipal secara tidak

62
sempurna bisa mengawasi jumlah investasi yang telah dialihkan.

Prinsipal harus memutuskan berapa banyak investasi untuk proses

produksi perusahaan dan berapa banyak investasi untuk sistem

monitoring. Kumar (1989b) menemukan bahwa prinsipal akan

berinvestasi lebih banyak pada sistem monitoring dan kompensasi

untuk agen akan lebih banyak didasarkan pada sinyal bilamana

agen melaporkan kondisi produktifitas yang rendah. Bilamana agen

melaporkan kondisi produktifitas yang tinggi, prinsipal akan

lebih sedikit berinvestasi dalam sistem monitoring dan

kompensasi untuk agen lebih didasarkan pada output yang

dihasilkan. Alasannya adalah dengan produktifitas rendah, dan

kompensasi diberikan semata berdasarkan output, maka agen akan

mengorbankan sedikit kompensasi uangnya dan lebih banyak

mengalihkan sumber daya untuk konsumsi non-uang. Untuk

menghindari pengalihan sumber daya ini, prinsipal harus

memberikan andil output yang lebih besar kepada agen. Jadi

motivasi melalui skema-skema insentif berdasarkan output saja

akan sangat merugikan dalam kondisi-kondisi produktifitas

rendah. Hal ini menciptakan kebutuhan akan sistem monitoring.

Untuk kondisi-kondisi produktifitas tinggi, andil output yang

lebih kecil sebagai kompensasi bisa meningkatkan preferensi agen

terhadap investasi produktif. Dalam kondisi-kondisi

produktifitas tinggi, nilai monitoring menjadi berkurang. Selain

63
itu, dengan sistem monitoring, prinsipal bisa memperkecil

penyimpangan investasi dengan menyediakan inisiatif bagi agen

untuk berkata jujur, jadi, sistem monitoring dan pembagian

kapital bisa saling menggantikan untuk mempengaruhi pengungkapan

secara jujur.

Suh & Kim (1989) juga menganalisa permasalahan monitoring

dan merumuskan monitoring kondisional yang costly tapi dalam

konteks yang sedikit berbeda. Mereka mulai dengan model

prinsipal-agen standar dimana investasi dalam proses produksi

adalah tetap, ada permasalahan resiko moral terkait dengan

pilihan tindakan agen, tapi agen tidak memiliki keunggulan

informasi keadaan. Seperti halnya penelitian Kumar (1989b ), Suh

& Kim (1989) memperbolehkan prinsipal untuk berinvestasi dalam

teknologi monitoring. Akan tetapi, Suh & Kim (1989)

memperbolehkan prinsipal untuk berkomitmen pada kebijakan

investasi monitoring yang tergantung pada hasil-hasil yang

terlihat. Suh & Kim (1989) menemukan kondisi-kondisi dimana

kebijakan investasi optimal mengalami penurunan pada hasil-hasil

yang terlihat. Artinya, semakin rendah hasil, makin banyak uang

dikeluarkan untuk mengawasi tindakan agen dan makin akurat pula

pengawasannya. Jadi disini monitoring digunakan sebagai penalti

atau sanksi ketimbang sebagai imbalan / penghargaan.

64
Dalam literatur monitoring, asumsinya adalah prinsipal

mampu mengawasi informasi keadaan pribadi agennya (e.g. Gale &

Hellwig, 1985; Townsend, 1979) atau informasi tindakan pribadi

agennya (e.g. Baiman & Demski, 1980; Dye, 1986). Dalam model

dimana agen memiliki informasi keadaan dan informasi tindakan

pribadi, Kumar (1989a) memeprbolehkan prinsipal untuk memilih

mana yang akan diawasi. Dalam modelnya tersebut, keputusan

pengawasan dibuat berdasarkan realisasi hasil dan realisasi

keadaan yang dilaporkan. Dengan asumsi bahwa ongkos monitoring

keadaan atau tindakan tersebut adalah tetap dan sama, Kumar

menunjukkan bahwa, lepas dari apakah keadaan atau tindakan yang

diawasi, monitoring akan dijalankan secara rendah terkait dengan

realisasi hasil. Kedua, terkait dengan laporan realisasi keadaan

oleh agen, tindakan-tindakan agen akan diawasi bilamana agen

melaporkan bahwa ia dalam kondisi produktifitas tinggi atau

kondisi produktifitasnya yang diawasi bilamana agen melaporkan

bahwa ia berada dalam kondisi produktifitas rendah. Alasannya

adalah tipe-tipe efisiensi tinggi memiliki insentif untuk

melaporkan efisien rendah dan kemudian mengambil upaya yang

rendah pula. Hal ini bisa diminimalisir dengan mengawasi kondisi

produktifitas bilamana dilaporkan efisiensi rendah. Sebaliknya,

dengan laporan efisiensi tinggi, penting untuk memeriksa apakah

agen telah mengambil tindakan yang seharusnya.

65
Pertanyaan yang menarik terkait dengan monitoring, adalah

apakah hasil-hasil kotor dari aktifitas monitoring selalu

berbentuk kurva cekung, sebagaimana diasumsikan untuk input-

input lain, atau apakah berbentuk kurva cembung. Singh (1985)

dan Baiman et al. (1988) menunjukkan bahwa untuk model resiko

moral dan model gabungan resiko moral / pilihan buruk, bisa

terjadi kecembungan pada nilai informasi monitoring.

Seperti telah disebutkan, salah satu temuan dasar

penelitian prinsipal-agen adalah bahwa, sebagai akibat dari

permasalahan-masalah agensi, seringkali hal terbaik yang bisa

dilakukan prinsipal adalah mengalihkan alokasi produksi, resiko

bersama dan kekayaan dari alokasi terbaik pertama. Sebagai

contoh, bilamana agen memiliki informasi keadaan pribadi, maka

tidak efisien bagi prinsipal untuk menyusun kontrak yang

menghilangkan semua rente yang dihasilkan agen dari informasi

pribadinya atau kontrak yang mempengaruhi agen untuk

mengimplementasikan aturan produksi yang sama sebagaimana ia

lakukan bilamana informasi pribadinya tersedia untuk umum.

Baiman dkk. (1988) menyelidiki bagaimana peningkatan-

peningkatan pada kemampuan sistem monitoring untuk mendeteksi

kebohongan oleh agen yang memiliki informasi pribadi akan

mempengaruhi besaran distorsi produksi dan rente yang dihasilkan

66
oleh agen dari informasi pribadinya. Orang mungkin menduga bahwa

prinsipal akan selalu meningkatkan kemampuan sistem

pengawasannya untuk mendeteksi kebohongan agen mengenai

informasi pribadinya untuk mengurangi beberapa rente yang

dimiliki agen. Akan tetapi, Baiman et al. (1988) menemukan bahwa

sejalan dengan meningkatnya kemampuan pengawasan untuk

mendeteksi informasi pribadi agen, maka terkadang solusi

optimalnya adalah meningkatkan rente si agen yang didapat dari

informasi pribadinya tersebut. Alasannya adalah, terkadang,

dengan meningkatkan rente yang dimiliki agen sejalan dengan

meningkatnya kemampuan sistem monitoring, prinsipal bisa

mengurangi distorsi atau penyimpangan produksi dalam jumlah yang

bahkan lebih besar lagi.

Dan terakhir, Riordan (1987) menyelidiki nilai monitoring

dalam model prinsipal-agen dua-periode dimana kontrak-kontraknya

dibuat tidak lengkap dengan asumsi bahwa prinsipal tidak bisa

terikat dengan kontrak dua-periode. Riordan menemukan bahwa

prinsipal tidak selalu lebih baik dengan mengawasi periode

pertama, bahkan jika aktifitas pengawasannya tersebut costless.

Alasannya adalah karena prinsipal tidak bisa menentukan

bagaimana ia akan mengunakan informasi pada periode kedua. Agen

sudah mengantisipasi bahwa prinsipal akan menggunakan informasi

67
secara oportunistik pada periode kedua, dan hal ini akan

mempengaruhi tindakan agen secara negatif di periode pertama.

Analisis Riordan (1987) ini berpotensi menarik karena dua

alasan. Pertama, analisis ini lagi-lagi menunjukkan bahwa peran

dan nilai akuntansi manajerial mungkin tidak jauh berbeda dari

kontrak-kontrak tidak lengkap dibandingkan dengan kontrak-

kontrak lengkap. Khususnya, analisis ini menunjukkan hubungan

antara penggunaan dan nilai monitoring dengan panjang kontrak.

Merupakan kajian empiris yang menarik untuk melihat apakah

perbedaan-perbedaan pada penggunaan sistem-sistem monitoring ini

berkaitan dengan perbedaan-perbedaan pada panjang kontrak yang

berlaku. Kedua, analisis ini menekankan bahwa agen bukanlah

satu-satunya pihak yang berperilaku oportunistik. Prinsipal,

bila ada kesempatan juga akan bertindak secara oportunistik.

Akan tetapi, hampir semua penelitian prinsipal-agen

mengasumsikan bahwa segala pilihan yang dibuat oleh prinsipal

dapat diverifikasi, dapat dibuat kontraknya, sehingga tidak

memiliki resiko moral.

Manipulasi Penghasilan

Fakta konvensional yang sudah beredar lama adalah bahwa

manajer cenderung meratakan, atau memanipulasi, laporan

penghasilan. Healy (1985) memberikan bukti bahwa pilihan metode

68
pelaporan keuangan oleh manajemen tampaknya dipengaruhi oleh

kontrak kompensasinya. Temuan ini memunculkan dua pertanyaan.

Mengingat prinsipal (atau atasan) sudah memutuskan untuk

mendelegasikan pemilihan metode pelaporan hasil kepada agen

(atau bawahan), lalu mengapa prinsipal merasa perlu untuk

membuat skema kompensasi yang memancing perilaku manipulatif

oleh agen? Kedua, mengapa prinsipal merasa perlu untuk

mendelegasikan pemilihan metode pelaporan hasil kepada agen?

Pertanyaan pertama akan dijawab disini sedangkan pertanyaan

kedua akan dijawab pada bagian berikutnya.

Lambert (1984) dan Ramakrishnan (1988) menyelidiki

perataan penghasilan nyata, yang melibatkan pemilihan keputusan-

keputusan produksi untuk menciptakan penghasilan yang rata. Tapi

yang menjadi persoalan dalam akuntansi adalah perataan angka

penghasilan yang dilaporkan. Hal ini tentunya melibatkan situasi

dimana agen memiliki informasi pribadi mengenai realisasi hasil

yang sebenarnya dan memberikan laporan yang tidak benar kepada

prinsipal.

Jika penjelasannya berpijak pada anggapan bahwa agen

memiliki informasi pribadi, maka the Revelation Principle (asas

pengungkapan) serta argumen pokoknya bisa digunakan untuk

mengatakan bahwa orang cenderung tidak melihat adanya perataan

69
atau manipulasi angka penghasilan yang dilaporkan oleh agen.

Alih-alih, lebih mungkin prinsipal berusaha memancing

pengungkapan atau pelaporan secara jujur oleh agen dan melakukan

perataan atau manipulasi sendiri.

Akan tetapi, syarat untuk berlakunya kaidah the Revelation

Principle ini adalah bahwa: (a) semua individu yang menerima

pesan-pesan dari agen-agen yang memiliki informasi pribadi bisa

dipercaya untuk menggunakan pesan-pesan tersebut sebagaimana

mestinya; (b) agen-agen yang memiliki informasi pribadi secara

fisik mampu menyampaikan semua informasi mereka jika mereka

berniat melakukannya dan; (c) tidak ada pembataasn-pembatasan

dalam bentuk kontrak-kontrak. Jika ada satu atau lebih dari

persyaratan ini yang tidak terpenuhi, maka kaidah the Revelation

Principle juga tidak berlaku dan tidak lagi benar bahwa

kesetimbangan yang diharapkan dapat dicapai dengan kontrak-

kontrak pemancing kejujuran. Dalam kasus demikian, lebih optimal

bagi prinsipal untuk mempengaruhi agen untuk memberikan laporan

hasil yang tidak benar. Oleh karena itu, satu cara untuk

merasionalisasikan perataan penghasilan, atau manipulasi

penghasilan, berdasarkan bahwa agen memiliki informasi pribadi,

adalah dengan melihat pada situasi dimana kaidah the Revelation

Principle tidak berlaku.

70
Ini adalah pendekatan yang digunakan oleh Baiman dkk. (1987),

Dye (1988) dan Penno (1986). Dye dan Penno memodelkan situasi

dimana asas the Revelation Principle tidak bisa diakses karena

dimensionalitas ruang pesan agen diasumsikan lebih kecil dari

dimensionalitas informasi pribadi agen. Selain itu, Dye (1988)

juga mengemukakan bahwa dalam model generasi-generasi yang

tumpang-tindih, asas the Revelation Principle tidak berlaku

karena generasi asas-asas pada periode sekarang tidak dapat

dipra-komitmenkan dengan generasi asas-asas periode berikutnya

mengenai penentuan metode pelaporan manajer. Analisis Baiman

dkk. (1987) juga berpijak pada ketidakmampuan untuk melakukan

pra-komitmen ini tapi oleh auditor. Baiman dkk. (1987)

memodelkan situasi dimana agen secara pribadi mengamati hasil

yang sebenarnya, menyerahkan laporan hasil kepada prinsipal dan

menyewa auditor enggan-kerja untuk mengaudit laporan.

Penelitiannya tersebut menunjukkan bahwa tidak ada kesetimbangan

dimana agen melaporkan hasil aktual secara lengkap dan akurat,

auditor memeriksa laporan agen sebelum diaudit dan auditor

mengerahkan upayanya untuk mengaudit laporan hasil tersebut.

Alasannya adalah jika auditor memeriksa laporan hasil dan tahu

kalau laporan tersebut benar, maka ia tidak memiliki insentif

untuk bekerja. Ia hanya tinggal mengesahkan laporan tersebut dan

bisa bebas tugas. Tapi lalu agen tidak akan melaporkan hal yang

71
sebenarnya. Akibatnya, prinsipal harus membuat si agen memilih

selain membuat laporan yang lengkap dan jujur untuk membuat

auditor melakukan tugas pengauditannya. Jadi, prinsipal harus

membuat si agen menyimpangkan laporan hasil agar laporan

tersebut bisa diaudit.

Jadi model prinsipal-agen menyediakan beberapa skenario, dimana

prinsipal mendelegasikan pemilihan metode pelaporan hasil kepada

agen, yang Pareto optimal bagi prinsipal untuk menyediakan

kontrak kompensasi bagi agen guna mendorong agen untuk membuat

laporan yang keliru mengenai hasil-hasil operasional perusahaan.

Pertanyaan yang tersisa adalah mengapa prinsipal merasa perlu

untuk mendelegasikan pemilihan metode pelaporan hasil kepada

agen. Pertanyaan ini akan dijawab dibawah ini.

Mendelegasikan Pemilihan Sistem-Sistem Monitoring

Satu alasan mengapa prinsipal merasa perlu untuk mendelegasikan

pemilihan metode pelaporan hasil perusahaan kepada agen adalah

karena terlalu costly untuk tidak melakukannya. Akan tetapi,

penjelasan ini tidak banyak membantu. Analisis prinsipal-agen

terbaru menawarkan penjelasan-penjelasan lain yang lebih

substantif.

Demski dkk. (1984) menawarkan satu penjelasan berdasarkan bahwa

agen memiliki informasi pribadi dimana prinsipal merasa perlu

72
untuk mendapatkan informasi tersebut. pprl mendelegasikan

pemilihan metode pelaporan hasil kepada agen jika pilihan yang

dibuat agen dapat diamati; pilihan yang dibuat agen tersebut

memberikan sinyal-sinyal informasi pribadi yang dimilikinya; dan

tidak ada cara lain bagi agen untuk bisa menyampaikan informasi

pribadi tersebut secara kredibel.

Ini bisa menjadi penjelasan untuk metode-metode pelaporan hasil

yang pilihan-pilihannya bisa diamati atau terlihat oleh

prinsipal (misalnya, pemilihan metode depresiasi atau akuntansi

inventori dalam laporan keuangan). Akan tetapi, ada banyak

pilihan lain yang tidak terlihat oleh prinsipal, seperti

penyesuaian estimasi-estimasi dan keputusan belanja pengeluaran

versus kapitalisasi. Baiman & Kumar (1989) menawarkan penjelasan

untuk pendelegasian pilihan metode-metode pelaporan hasil kepada

agen, terkait dengan pilihan-pilihan yang tidak bisa diamati

ini, berdasarkan model prinsipal-agen dengan resiko moral ganda.

Jika keputusan pilihan metode pelaporan hasilnya dibuat di akhir

periode dan tidak dapat dibuat kontraknya, misalnya karena tidak

dapat diobservasi / tidak terlihat, maka siapapun yang diberi

kuasa untuk memilih metode tersebut, ia akan memilihnya secara

oportunistik. Artinya, ada dua alternatif dalam memutuskan siapa

yang sebaiknya memilih metode pelaporan hasil; (1) pemilihan

73
metode dapat didelegasikan kepada agen dengan pengetahuan bahwa

agen akan memilih metode yang akan memaksimalkan utilitasnya;

(2) pemilihan metode dapat dibuat oleh prinsipal dengan

pengetahuan bahwa prinsipal akan memilih metode yang akan

memaksimalkan utilitasnya. Di kedua kasus ini, pengetahuan agen

bahwa pilihan metode pelaporan hasil tersebut nantinya akan

dipilih secara oportunistik, akan menimbulkan dampak

motivasional negatif pada pilihan tindakan agen sebelumnya,

dibandingkan dengan situasi dimana metode pelaporan hasil

tersebut dapat dibuat kontraknya. Pertanyaan yang tersisa adalah

pilihan metode pelaporan siapa yang memiliki efek-efek distorsi

paling kecil. Baiman & Kumar (1989) menemukan keadaan-keadaan

dengan distorsi yang lebih kecil, dimana prinsipal dan agen

sama-sama lebih baik, bilamana pelaporan hasilnya didelegasikan

kepada agen, dibandingkan bila pelaporan hasil didelegasikan

kepada prinsipal.

Penna (1988) menawarkan penjelasan lain yang mungkin untuk

mendelegasikan pelaporan hasil kepada manajemen. Penna

menganalisa situasi dimana ada banyak cara untuk mengawasi

tindakan agen, yaitu ada banyak macam sistem-sistem monitoring

yang tersedia. Agen bisa mengamati sinyal-sinyal dari tiap-tiap

sistem monitoring secara costless, tapi akan costly bagi

74
prinsipal untuk melakukan hal tersebut. Prinsipal memiliki dua

strategi monitoring yang bisa dipilihnya. Pertama, di awal

periode, prinsipal bisa memilih untuk nantinya menerima sinyal

dari salah satu sistem monitoring yang ada tersebut. Atau,

prinsipal bisa meminta agen, yang memiliki akses ke sinyal-

sinyal dari semua sistem monitoring yang ada, untuk memilih

sistem monitoring system dengan sinyal yang menurutnya paling

baik dan menunjukkannya kepada prinsipal untuk kemudian

dievaluasi. Alternatif kedua ini menggambarkan situasi dimana

seseorang didalam perusahaan dievaluasi berdasarkan informasi

yang ia laporkan sendiri. Alternatif kedua ini juga bisa

digolongkan sebagai prinsipal mendelegasikan pilihan pengawasan

kepada agen. Penno (1988) kemudian menyelidiki efisiensi untuk

mendelegasikan pemilihan sistem monitoring kepada agen yang akan

dievaluasi. Penna menunjukkan bahwa untuk tingkatan-tingkatan

yang lebih rendah dalam organisasi, pendelegasian seperti ini

bisa jadi Pareto superior atau lebih baik dari alternatif

pertama, mencapai solusi yang hampir terbaik pertama (solusi

kooperatif), dimana kontrak agen pada dasarnya adalah tetap.

Hasil ini konsisten dengan cara pemberian kompensasi untuk

pekerja-pekerja level rendah dalam perusahaan.

75
Alasan untuk hasil terbaik-pertama dengan pendelegasian ini

adalah karena di tingkatan-tingkatan bawah diasumsikan bahwa

sistem-sistem pengawasan yang bisa dipilih oleh agen semuanya

menghasilkan sinyal-sinyal yang terdistribusi secara identik dan

bebas; jumlah sistem pengawasan yang bisa dipilih agen cukup

besar; dan semua sistem pengawasan menghasilkan sinyal-sinyal

yang dapat diverifikasikan dan dihubungkan dengan kinerja agen.

Jadi, apapun sinyal yang ditunjukkan oleh agen, prinsipal tahu

bahwa sinyal-sinyal yang lain adalah sinyal-sinyal yang kurang

disukai. Oleh karena itu, jika agen menunjukkan sinyal yang

rendah, prinsipal memiliki tingkat keyakinan yang tinggi bahwa

agen tidak mengambil tindakan terbaik-pertama. Dalam kasus

demikian, prinsipal bisa memberikan sanksi berat kepada agen.

Cara lain, prinsipal bisa memberikan kompensasi terbaik-pertama

untuk agen. Cara ini cukup ampuh untuk memotivasi agen untuk

mengambil tindakan terbaik-pertama (kooperatif).

Di tingkatan-tingkatan yang lebih tinggi dalam perusahaan,

diasumsikan bahwa informasi yang tersedia menjadi lebih

teragregasi dan jumlah sistem pengawasan yang bisa dipilih juga

menjadi lebih sedikit. Karena lingkup informasi di level atas

perusahaan diasumsikan lebih sedikit, maka agen perlu diberi

lebih banyak resiko yang cukup untuk memotivasi mereka. Dan

76
sekali lagi hasil kompensasi ini konsisten dengan cara pemberian

kompensasi untuk agen-agen di level yang lebih tinggi dalam

perusahaan. Lebih lanjut, Penno (1988) menunjukkan bahwa bahkan

dalam kasus dimana jumlah sistem pengawasan yang bisa dipilih

tergolong sedikit (seperti misalnya di level-level tinggi dalam

perusahaan), jika prinsipal harus memilih antara memutuskan

terlebih dulu satu pilihan sistem pengawasan sebagai dasar untuk

kompensasi agen atau membiarkan agen memilih secara ex post satu

sistem pengawasan dari sekumpulan sistem yang ada setelah

mengamati semua sinyalnya, sepanjang pilihan sistem pengawasan

yang dibuat agen tersebut bisa diamati dan bisa dibuat

kontraknya, maka itu adalah pilihan yang optimal bagi prinsipal

untuk mendelegasikan pemilihan sistem pengawasan kepada agen.

Alasan untuk hasil ini pada intinya adalah sama seperti

sebelumnya. Prinsipal tidak akan dirugikan karena ia bisa selalu

membuat agen memilih sistem monitoring yang juga akan dipilihnya

sendiri. Lebih lanjut, peningkatan didapat dari kenyataan bahwa

apapun monitor dan sinyal yang dipilih agen, prinsipal tahu

bahwa monitor-monitor yang lain pastilah menghasilkan sinyal-

sinyal yang kurang menguntungkan. Informasi tambahan ini dapat

digunakan untuk mengurangi resiko yang dibebankan kepada agen.

77
Jadi Penno (1988) menyediakan jawaban lain untuk pertanyaan

mengapa prinsipal merasa perlu untuk mendelegasikan pemilihan

sistem pengawasan kepada agen yang kinerjanya sedang dievaluasi.

Selain hasil ini, masih ada satu hal yang menarik dari

penelitian Penno (1988), yaitu hipotesanya tentang

karakteristik-karakteristik yang berbeda untuk lingkup informasi

di level-level yang berbeda dalam perusahaan dan pengkajiannya

tentang bagaimana hal ini mempengaruhi bentuk skema kompensasi

agen. Tentunya masih menjadi pertanyaan empiris apakah asumsi-

asumsi informasional ini benar adanya. Akan tetapi, pendekatan

yang diambil dalam penelitian ini merupakan langkah ke arah yang

benar untuk menghasilkan hipotesa-hipotesa yang bisa diuji dan

untuk membuat model prinsipal-agen menjadi lebih baik dalam

menggambarkan organisasi perusahaan.

Alokasi Biaya

Barangkali prosedur akuntansi manajerial yang paling banyak

digunakan dan paling sulit untuk dirasionalisasikan adalah

alokasi biaya. Baiman & Noel (1985) menganalisa model agensi

multi-periode yang optimal untuk mengalokasikan biaya-biaya

kapasitas suatu proyek ke pihak agen seiring waktu walaupun

biaya-biaya tersebut sepenuhnya tidak bisa dikontrol oleh agen.

Hasil ini konsisten dengan, misalnya, penggunaan depresiasi

78
dalam tolok ukur evaluasi kinerja. Dalam model mereka, agen

mengambil tindakan-tindakan jangka panjang atau jangka pendek

yang tidak bisa dilihat oleh prinsipal. Selain itu, biaya

kapasitas saat ini yang terlihat mengandung informasi tentang

biaya-biaya kapasitas masa datang yang akan digunakan oleh

prinsipal untuk menentukan apakah akan terus beroperasi atau

tutup. Dan karena tindakan-tindakan agen bisa menimbulkan

dampak-dampak multi-periode tergantung pada keputusan prinsipal

mengenai investasi berikutnya, maka keputusan prinsipal tersebut

menjadi parameter produktifitas bagi agen. Disaat agen

memutuskan tindakan yang akan diambil, informasi terbaik yang

ada mengenai keputusan investasi prinsipal adalah realisasi

biaya kapasitas sebelumnya. Jadi tindakan agen tersebut

mengandung informasi tentang perkiraan durasi atau perkiraan

produktifitas pilihan tindakan agen saat ini. Prinsipal

menginginkan agen untuk menyesuaikan keputusannya berdasarkan

perkiraan keputusan investasi berikutnya, dan untuk melakukan

hal itu prinsipal memberikan kompensasi untuk agen berdasarkan

realisasi-realisasi biaya kapasitas sebelumnya. Jadi, kompensasi

untuk agen yang dipengaruhi oleh realisasi-realisasi biaya

kapasitas sebelumnya tersebut bukan karena mereka memiliki

informasi langsung mengenai tindakan-tindakannya di masa lalu

79
tapi karena mengandung informasi tentang tindakan-tindakan yang

akan diambil prinsipal di masa mendatang.

Satu karakteristik utama alokasi biaya diantara unit-unit

perusahaan adalah menciptakan permainan zero-sum terkait dengan

alokasi-alokasi diantara unit-unit. Artinya, karena yang akan

dialokasikan adalah biaya historis, maka jumlah satu dolar lebih

banyak yang dialokasikan untuk satu unit berarti kurang satu

dolar yang dialokasikan untuk divisi-divisi lain. Pertanyaan

yang muncul adalah mengapa perusahaan mau merancang sistem yang

mendorong unit-unitnya untuk memainkan permainan zero-sum, pada

laba akuntansi, diantara unit-unit mereka sendiri. Dalam

artikelnya, Rajan (1989) menawarkan satu penjelasan. Di

perusahaan multi-agen, bilamana ada satu atau lebih agen yang

memiliki informasi pribadi, maka asas the Revelation Principle

menjamin bahwa generalitas tidak akan hilang dengan membatasi

pilihan kontrak-kontrak untuk menciptakan laporan yang jujur.

Permasalahan dengan asas the Revelation Principle dalam seting

multi-agen adalah kontrak-kontrak kompensasi untuk mendorong

pelaporan secara jujur sebagai kesetimbangan bisa memicu

kesetimbangan-kesetimbangan lain yang non-jujur. Selain itu,

salah satu dari kesetimbangan non-jujur atu non-patuh ini bisa

membuat agen berada dalam posisi yang diuntungkan dan prinsipal

80
dalam posisi yang dirugikan. Dengan demikian, prinsipal akan

tertarik menggunakan cara-cara untuk melenyapkan kesetimbangan-

kesetimbangan non-patuh tersebut. Rajan (1989) menunjukkan bahwa

dengan memberikan kompensasi bagi agen berdasarkan alokasi biaya

historis, dan menentukan alokasi berdasarkan laporan agen

mengenai informasi pribadi mereka, untuk memasukkan aspek zero-

sum kedalam laporan-laporan mereka, kesetimbangan-kesetimbangan

non-patuh ini bisa dilenyapkan tanpa kehilangan efisiensi, hanya

menyisakan kesetimbangan berkata-jujur seperti yang diinginkan.

Perbedaan Antara Tolok Ukur Kinerja Dengan Tolok Ukur


Penghargaan

Akuntansi manajerial digunakan untuk mencari dan mengolah

informasi untuk keperluan-keperluan evaluasi kinerja. Dan

selanjutnya tolok ukur-tolok ukur evaluasi kinerja tersebut akan

digunakan sebagai input-input bagi fungsi penghargaan guna

menentukan kompensasi untuk agen. Sebagai akuntan manajerial

kita tertarik untuk menyelidiki fungsi evaluasi kinerja

tersebut.

Akan tetapi, model prinsipal-agen hanya menelaah fungsi insentif

yang merupakan gabungan dari fungsi evaluasi kinerja dan fungsi

penghargaan. Secara umum, ada banyak kombinasi yang berbeda dari

fungsi evaluasi kinerja / fungsi penghargaan ini yang membentuk

fungsi kompensasi insentif optimal. Jadi meskipun model agensi

81
menelaah perusahaan di tingkat yang lebih mikro dibandingkan

ekonomi-mikro tradisional, tapi tetap saja masih belum cukup

mikro untuk menjawab pertanyaan mengapa kita menemukan tolok

ukur-tolok ukur evaluasi kinerja tertentu atau mengapa

kompensasi pada prakteknya merupakan proses dua tahap: evaluasi

kinerja dan penghargaan / imbalan. Pertanyaan lain adalah

mengapa begitu banyak tolok ukur evaluasi kinerja yang berupa

kumpulan-kumpulan data linier. Evaluasi kinerja berdasarkan laba

total, pendapatan atau biaya adalah contoh-contoh yang paling

lazim.

Banker & Datar (1989) menjawab pertanyaan ini dalam model

prinsipal-agen dengan prinsipal netral-resiko yang menghasilkan

dua sinyal pasca-tindakan. Mereka menemukan kondisi-kondisi yang

tepat dan diperlukan bagi beberapa agregasi linier dari kedua

sinyal yang ada agar bisa optimal untuk semua agensi. Lebih

lanjut, untuk sub-kelompok distribusi-distribusi dimana beberapa

agregasi liniernya optimal, mereka bisa menyimpulkan bobot

relatif masing-masing sinyal berkenaan dengan sensitifitas dan

keakuratan sinyal-sinyal. Perhatikan bahwa meskipun tolok ukur

kinerjanya adalah agregasi sinyal-sinyal secara linier, tapi

kontrak insentif yang optimal mungkin masih tetap tidak linier

dalam agregasi linier tersebut. Hasil agregasi linier ini sangat

82
menarik karena kelompok distribusi dimana hasil-hasil linier ini

berlaku tergolong sangat besar.

STRATEGI-STRATEGI UNTUK MENINGKATKAN KONTRIBUSI MODEL AGENSI


BAGI AKUNTANSI MANAJERIAL

Mengingat penulis memiliki minat khusus pada model prinsipal-

agen, maka pada bagian terakhir ini penulis akan membahas

bagaimana penelitian berbasis model prinsipal-agen bisa

meningkatkan pengaruhnya untuk akuntansi manajerial. Salah satu

perkembangan terbaru yang pertumbuhannya di masa datang bisa

meningkatkan pengaruh model prinsipal-agen adalah integrasi

model ekonomi biaya transaksi dengan model prinsipal-agen.

Mencoba menggabungkan gagasan-gagasan mengenai kontrak-kontrak

tidak lengkap, biaya-biaya transaksi dan bahkan rasionalitas

terbatas kedalam model prinsipal-agen yang lebih formal akan

mendorong para peneliti dari kedua cabang literatur ini untuk

mendefinisikan konsep-konsep ini dan menganalisa sumber-sumber

mereka dengan lebih cermat. Hal ini akan menuntun pada perumusan

permasalahan-permasalahan akuntansi manajerial secara lebih

baik. Sebagai contoh, satu bentuk biaya transaksi adalah biaya

komunikasi dan pengolahan informasi. Akuntansi berurusan dengan

cara untuk mengumpulkan informasi. Hasil-hasil tipe Blackwell

(Holmstrom, 1979, 1982b), yang menyebutkan bahwa tidak ada yang

hilang dengan mengumpulkan informasi menjadi statistik-statistik

83
yang baik, tidak banyak berguna bagi kita karena sistem-sistem

akuntansi akan berkembang jauh melebihi dari agregasi terbatas

semacam ini. Alasan utama untuk hal ini adalah biaya untuk

mengolah dan menyampaikan informasi. Sayangnya, teori agensi

sejauh ini belum bisa memasukkan biaya-biaya informasi dan

kompleksitas kedalam model-modelnya.

Akan tetapi, literatur mekanisme jaringan (Marschak &

Reichelstein, 1987) sudah mencoba melakukan hal ini. Literatur

ini menyelidiki organisasi-organisasi yang mengalami asimetri

informasi, tapi diasumsikan tidak memiliki permasalahan-

permasalahan motivasional. Tujuan literatur ini adalah merancang

sistem-sistem komunikasi yang bisa memaksimalkan efisiensi

organisasi, termasuk biaya komunikasinya. Biaya komunikasi

biasanya diukur berdasarkan dimensionalitas pesan-pesan diantara

unit-unit organisasi. Menurut penulis persoalan-persoalan biaya

komunikasi ini sama pentingnya dengan persoalan-persoalan

motivasi dalam memahami bentuk prosedur-prosedur akuntansi

manajerial yang ada. Oleh karena itu, menggabungkan perspektif

biaya informasi dengan perspektif insentif akan membawa kita

lebih dekat dengan model akuntansi manajerial yang lebih

realistis.

84
Cara lain untuk meningkatkan pengaruh penelitian prinsipal-agen

pada akuntansi manajerial adalah dengan menciptakan konsistensi

yang lebih baik dengan kajian empiris. Pertama dan yang paling

utama, kita perlu mengeksploitasi data-data yang sudah ada dan

mengumpulkan lebih banyak data berdasarkan petunjuk dari hasil-

hasil yang kita dapatkan mengenai variabel-variabel apa saja

yang penting. Dalam kasus pertama kita bisa menggunakan beberapa

keberaturan empiris yang ditemukan dalam literatur Rochester.

Seperti telah dijelaskan, literatur ini cukup berhasil dalam

mendeteksi keberaturan-keberaturan empiris berkenan dengan

perilaku manajemen dan kontrak-kontrak kompensasi eksekutif tapi

kurang berhasil dalam menjelaskan mengapa bentuk-bentuk kontrak

seperti itu efisien. Penegasan dalam cabang literatur prinsipal-

agen tentang pentingnya konsistensi internal dan pemodelan

secara cermat bisa memabntu kita mendapatkan penjelasan-

penjelasan ekonomi untuk fakta-fakta konvensional ini. Hasil-

hasil yang diperoleh berdasarkan model-model ini kemudian dapat

digunakan sebagai arah kajian-kajian empiris baru. Topik-topik

perataan / manipulasi penghasilan dan pendelegasian pilihan

metode akuntansi yang telah dibicarakan sebelumnya bisa menjadi

pijakan awal kearah kajian empiris yang baru.

85
Menggabungkan model prinsipal-agen dengan penelitian lapangan

juga bisa menguntungkan kedua belah pihak. Pertama, menerapkan

paradigma prinsipal-agen untuk pertanyaan riset yang menjadi

dasar penelitian lapangan akan mempertajam fokus penelitian

lapangan. Kedua, menggunakan hasil-hasil dari penelitian

lapangan bisa mempertajam model-model prinsipal-agen. Sebagai

contoh, walaupun kebanyakan orang sependapat bahwa biaya-biaya

transaksi mungkin memang mempengaruhi skema prosedur-prosedur

akuntansi manajerial, tapi sumber dan besaran biaya-biaya

transaksinya masih belum dipahami dan didokumentasikan dengan

benar. Penelitian lapangan mengenai bentuk dan besaran biaya-

biaya transaksi ini serta hubungannya dengan prosedur-prosedur

akuntansi manajerial yang ada akan sangat membantu para ahli

teori agensi untuk merumuskan teori biaya-biaya transaksi dan

mengintegrasikannya kedalam model prinsipal-agen. Lebih lanjut,

penelitian agensi juga bisa diuntungkan dari penelitian lapangan

yang menyelidiki karakteristik-karakteristik informasi fungsi-

fungsi produksi yang berbeda di industri-industri yang berbeda

dan di tingkatan-tingkatan yang berbeda dalam perusahaan

sehingga hasil-hasil statika komparatif dari model-model

teoritis prinsipal-agen bisa diperbandingkan dengan data.

Penelitian-penelitian seperti penelitian Penno (1988) bisa

memanfaatkan hasil-hasil dari penelitian lapangan semacam ini.

86
Pendekatan lain untuk validasi empiris model agensi adalah

dengan mengurangi fokus pada perumusan kontrak-kontrak

kompensasi yang optimal dan lebih fokus pada aspek-aspek

perusahaan yang mudah diamati. Pertama, seperti telah dijelaskan

diatas, skema-skema kompensasi yang dihasilkan tergolong rumit

dan sensitif terhadap asumsi-asumsi teknis sehingga tidak cocok

untuk analisis statika komparatif yang berguna untuk analisis

empiris. Kedua, seperti telah dijelaskan sebelumnya, mayoritas

skema-skema kompensasi cenderung mengandung banyak aspek

kebijaksaaan dalam pelaksanaannya, terutama jika kita bicara

soal promosi jabatan. Oleh karena itu, sepertinya kita tidak

akan bisa menemukan skema kompensasi aktual yang diperinci

secara lengkap dan operasional sebagai bahan pembanding untuk

skema kompensasi yang kita teorisasikan. Alhasil, kajian yang

lebih bermanfaat dicurahkan pada variabel-variabel yang lebih

mudah diamati dan yang data-datanya tersedia. Contohnya adalah

investasi-investasi dan skema prosedur-prosedur akuntansi

seperti penyidikan variasi / diskrepansi, penganggaran, dll.

Informasi yang telah dikumpulkan sejauh ini berasal dari sumber-

sumber yang bisa diakses umum atau dari penelitian-penelitian

lapangan. Data-data dari penelitian-penelitian laborat ekonomi

eksperimental berbasis model agensi bisa memberikan kontribusi

87
yang signifikan untuk penelitian agensi pada umumnya dan untuk

akuntansi manajerial pada khususnya. Penulis telah menyebutkan

penelitian Berg dkk. (1985a) dan Berg (1988) sebagai contoh-

contoh penelitian laborat yang menguji implikasi-implikasi

paradigma prinsipal-agen. Disamping itu, penelitian laborat juga

ideal untuk membantu membuktikan konsep-konsep kesetimbangan apa

yang memiliki kesahihan deskriptif (contohnya lihat Berg dkk.

(1985b)). Selain itu, salah satu permasalahan dengan analisa

perusahaan-perusahaan multi-agen adalah jumlah kesetimbangannya

biasanya meningkat sejalan dengan banyaknya jumlah agen-agen.

Hal ini menimbulkan permasalahan koordinasi. Prosedur-prosedur

akuntansi manajerial bisa digunakan sebagai sarana untuk

menetapkan titik-titik fokus yang berbeda. Gagasan ini dapat

diuji dalam seting ekonomi eksperimental.

Akhir kata, model agensi telah menyediakan kerangka kerja yang

koheren untuk menganalisa pertanyaan-pertanyaan akuntansi

manajerial. Dalam waktu singkat masa penggunaannya, model telah

menghasilkan sejumlah wawasan mengenai proses akuntansi

manajerial. Perkembangan-perkembangan terbaru dalam bidang

penelitian agensi empiris dan teoritis sangatlah mengesankan dan

penulis yakin perkembangan-perkembangan baru ini akan membantu

88
kita meningkatkan pengaruh positif penelitian agensi pada

akuntansi manajerial.

89

Anda mungkin juga menyukai