Anda di halaman 1dari 13

TEORI

KEAGENAN
KELOMPOK 4

C30119014 Yulita Priskila

C30119040 Dwi Putri Septiani

C30119044 Devi Triana

C30119054 I putu rizky giantara

C30119094 Zilhamni nasution

C30119132 Adinda mawahda


TEORI KEAGENAN

Teori keagenan merupakan teori utama yang mendasari pengelolaan


(manajemen) sebuah perusahaan. Agency Theory mendasarkan hubungan
kontrak antar anggota-anggota dalam perusahaan dimana prinsipal dan
agen sebagai pelaku utama. Prinsipal merupakan pihak yang memberikan
mandat kepada agen untuk bertindak atas nama prinsipal, sedangkan agen
merupakan pihak yang diberi amanat oleh prinsipal untuk menjalankan
perusahaan. Agen berkewajiban untuk mempertanggungjawabkan apa
yang telah diamanat oleh prinsipal kepadanya.
1. PERSPEKTIF EKONOMI

Teori keagenan digunakan oleh berbagai bidang Titik berat teori keagenan adalah menentukan kontrak
pengetahuan, misalnya akuntansi, ekonomi, keuangan, yang paling optimal guna mengatur hubungan antara
pemasaran, politik, perilaku organisasi, dan sosiologi prinsipiel dan agen. Lebih spesifik lagi, teori itu
(Eisenhardt, 1998: 58). Namun, awal dari teori keagenan mencoba untuk memecahkan masalah hubungan
dikembangkan dalam ilmu ekonomi, seperti Kenneth prisinpiel-agen melalui penyusunan kontrak. Ada dua
Arrow pada 1971 dalam “Essay in the theory of risk macam kontrak yang dapat digunakan, yaitu kontrak
bearing” dan Robert Wilson pada 1968 dalam “On The berorientasi perilaku (behavioral oriented contract),
Theory of syndicates”. Literatur ini menjelaskan tentang misalnya sistem gaji tetap atau pengaturan melalui
masalah pembagian risiko yang muncul jika pihak-pihak hierarki dan kontrak berorientasi hasil (outcome oriented
yang melakukan kerja sama mempunyai sikap yang contract), misalnya kompensasi berdasarkan komisi,
berbeda terhadapnya. pemberian opsi saham, atau pengaturan melalui pasar.
Pemilihan salah satu dari dua jenis kontrak tersebut akan
Teori keagenan memperluas perspektif pembagian risiko menentukan efisiensi suatu hubungan keagenan.
ke dalam masalah keagenan, yaitu jika pihak-pihak yang
bekerja sama mempunyai tujuan yang berbeda dan
terdapat pembagian kerja (division of labor) di antara
mereka. Secara khusus, teori keagenan membahas
hubungan keagenan yang salah satu pihaknya
(prinsipiel) mendelegasikan pekerjaannya kepada pihak
lain (agen).
Dalam bidang ekonomi, risiko moral (bahasa Inggris:
moral hazard) terjadi ketika seseorang meningkatkan
paparan mereka terhadap risiko ketika tertanggung.
Hal ini dapat terjadi, misalnya, ketika seseorang
mengambil lebih banyak risiko karena orang lain
menanggung biaya dari risiko-risiko tersebut. Moral
hazard dapat terjadi dimana tindakan salah satu pihak 2. Moral Hazard
dapat berubah menjadi kerugian pada pihak yang lain
setelah transaksi keuangan telah terjadi. Satu pihak
membuat keputusan tentang berapa banyak risiko
yang harus diambil, sementara pihak lain yang
menanggung biaya jika hal-hal buruk terjadi, dan
pihak yang terhindar dari risiko berperilaku berbeda
dengan jika dia sepenuhnya terpapar risiko.
3. Perspektif Bisnis

Jensen & Meckling (1976) dalam Saphiro (2005: 266) menyatakan bahwa, secara sederhana, perusahaan
adalah sebuah fiksi hukum yang merupakan “nexus of contract” di antara para individu.

Kegiatan perusahaan diatur oleh regulasi. Hampir tidak ada kegiatan bisnis tanpa pengaturan oleh regulasi.
Interaksi antara perusahaan dan pemerintah dalam melaksanakan regulasi merupakan hubungan keagenan.
Perusahaan bertindak seperti agen sedangkan pemerintah sebagai prinsipiel. Selain kontrak dan regulasi,
pada waktu menjalankan kegiatannya, perusahaan terikat dengan etika untuk menunjukkan identitasnya
sebagai entitas yang berintegritas dalam menjalankan bisnis. Etika berkaitan dengan hal-hal yang belum
tercakup dalam kontrak dan regulasi. Perancangan kontrak dan kepatuhan terhadap regulasi itu sendiri,
sebetulnya, merupakan bagian dari bisnis beretika.
Hubungan keagenan merupakan acuan bagi hampir semua aspek dalam bisnis. Struktur organisasi yang
akan dibentuk, perilaku organisasi yang diinginkan, gaya (style) manajemen yang akan diterapkan, tata
kelola perusahaan yang digunakan, dan strategi yang dianut adalah aspek-aspek yang menggunakan
hubungan keagenan sebagai acuan. Semua itu akan diimplementasikan dalam kebijakan (polices) dan
prosedur yang dibuat. Keputusan-keputusan bisnis yang bersifat ekonomis menggunakan teori keagenan
sebagai acuan dalam penilaian alternatif.
4. Perspektif Organisasi
Dalam teori organisasi, kerangka pemikiran ini digunakan untuk
menentukan struktur organisasi yang dipilih, apakah berdasarkan divisi atau
matriks. Teori keagenan lebih menitik beratkan pada struktur optimal dari
hubungan pengendalian (controlling relationship) yang berasal dari pola
pelaporan dan pengambilan keputusan akibat struktur tersebut. Misalnya,
apakah para manajer dalam struktur yang dipilih perlu diberi kompensasi
dalam bentuk insentif kinerja.
Hubungan yang jelas antara teori keagenan dan teori organisasi
semakin kentara dalam kaitannya dengan pengendalian. Dalam teori
keagenan, kejelasan tugas (task programability) dan dapat diukurnya hasil
(outcome measurability) dikaitkan dengan bentuk kontrak yang akan dibuat.
Sementara itu, dalam literatur pengendalian organisasi, upaya yang
dilakukan untuk mengaitkan cara (means) dengan tujuan (end) dan
mengkristalkan sasaran (goals) dengan perilaku (behavior) akan mengarah
pada pengendalian hasil. Upaya untuk menyesuaikan tujuan di antara
individu dan organisasi dalam teori organisasi dapat disamakan dengan
mengasumsikan adanya benturan kepentingan yang rendah dalam teori
keagenan. Perbedaannya dengan teori keagenan terletak dalam
pengendalian organisasi, masalah tingkat keengganan menanggung risiko
baik dari agen maupun prinsipiel, dan ketidakpastian hasil yang tidak
diperhatikan.
5. Perspektif Manajemen
Pada awal 1990-an, paradigma teori keagenan mulai diterapkan ke dalam ranah manajemen (Shapiro, 2005). Paling tidak,
ada tiga bidang dalam manajemen yang memanfaatkan proposisi-proposisi teori keagenan. Berikut ini ketiga bidang
tersebut:

3. Biaya keagenan
Sistem dua dewan, dalam pengelolaan
2. Tata kelola perusahaan perusahaan penerapan teori keagenan
Brooks dan Dunn (2012: 360-362) dimana dewan komisaris merupakan
menyatakan bahwa teori keagenan perangkat dari pemegang saham untuk
mencoba untuk menjelaskan memonitor pekerjaan direksi (agen).
1. Kebijakan kompensasi Dengan adanya dewan komisaris,
tentang perilaku organisasi. Secara
Sistem kompensasi yang tepat peluang direksi untuk melakukan
khusus teori ini berhubungan
akan mengurangi terjadinya tindakan yang hanya mementingkan
dengan struktur tata kelola
benturan kepentingan yang terjadi diirinya sendiri dapat dikurangi. Sistem
perusahaan. Teori keagenan
antara prinsipiel dan agen. tata kelola perusahaan yang diterapkan
didasarkan atas premis adanya
benturan kepentingan yang oleh regulasi, misalnya, keharusan
melekat antara pemilik dan adanya komite audit, komite pemantau
manajemen perusahaan. risiko, dan komite remunerasi yang
independen terhadap direksi, pada
hakikatnya merupakan upaya untuk
menciptakan sistem insentif yang tepat.
6. Perspektif Kontrak

Aplikasi teori keagenan dapat terwujud dalam kontrak kerja yang akan mengatur proporsi hak dan
kewajiban masing-masing pihak dengan tetap memperhitungkan kemanfaatan secara keseluruhan. Kontrak
kerja merupakan seperangkat aturan yang mengatur mengenai mekanisma bagi hasil, baik yang berupa
keuntungan, return, maupun risiko-risiko yang disetujui oleh prinsipal dan agen. Kontrak kerja akan
menjadi optimal bila kontrak dapat fairness, yaitu menyeimbangkan antara prinsipal dan agen yang secara
matematis memperlihatkan pelaksanaan kewajiban yang optimal oleh agen dan pemberian insentif/imbalan
khusus yang memuaskan dari prinsipal ke agen.

Govindarajan (2009) menyatakan satu elemen kunci dari teori keagenan adalah bahwa prinsipal dan
agen memunyai perbedaan preferensi dan tujuan. Teori keagenan mengasumsikan bahwa semua individu
bertindak atas kepentingan mereka. Para agen diasumsikan menerima kepuasan bukan dari kompensansi
keuangan saja, tetapi juga dari syarat-syarat yang terlibat dalam hubungan keagensian.

Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa teori keagenan adalah hubungan antara
dua pihak yaitu agen dan prinsipal, dimana agen adalah manajer dan prinsipal adalah pemegang saham yang
memiliki hak dan kewajiban masing-masing. Hubungan keagenan tersebut terkadang menimbulkan masalah
antara manajer dan pemegang saham, maka dari itu harus terdapat kontrak yang tepat untuk menyelaraskan
kepentingan prinsipal dan agen
7. Perspektif Regulasi
Regulasi dalam konteks teori keagenan mencakup ketentuan tentang hubungan para pihak
dalam masyrakat yang perlu diatur melalui aturan hukum (undang-udang dan peraturan di
bawahnya). Hubungan para pihak yang dimaksudkan di sini terutama yang berkaitan dengan
perusahaan dan masalah bisnis. Contoh dari regulasi adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995
tentang pasar modal yang mengatur hubungan antara perusahaan yang mengekuarkan surat-surat
berharga (emiten) dan investor.
Dalam kaitannya dengan teori keagenan, regulasi adalah kontrak antara pemerintah (negara)
yang mewakili rakyat sebagai prinsipiel dan perusahaan sebagai agen. Asas yang dianut dalam
penyusunan regulasi, pada dasarnya, hampir sama dengan kontrak. Suatu regulasi diharapkan
dapat mengatasi benturan kepentingan antara pihak yang dalam hal ini terdiri atas tiga pihak, yaitu
perusahaan sebagai agen dengan masyarakat (kelompok masyarakat tertentu) dan pemerintah
sebagai prensipiel. Regulasi bertujuan untuk melindungi pihak yang lemah sehingga benturan
kepentingan tersebut harus diatur agar mengarah pada keseimbangan antara hak dan kewajiban
masing-masing pihak.
8. Perspektif Etika

Bagi perusahaan, hubungan keagenan pada umumnya bersifat hubungan ekonomi dan
dapat melibatkan banyak pihak. Hubungan antara perusahaan dan para stakeholder, pada
dasarnya merupakan hubungan keagenan. Hubungan itu diatur atau diikat dengan kontrak.
Dalam kaitan ini, perusahaan dihadapkan pada dua kutub pandangan yang harus dijadikan
acuan dalam menjalankan bisnis. Kedua kutub pandangan itu adalah hubungan keagenan
yang didasari atas teori keagenan dan hubungan etis berlandaskan pada filosofi yang
mendukungnya.
Etika mengatur perusahaan dalam hubungan sosial dengan masyarakat. Etika berhubungan
dengan perilaku dan perbuatan yang seharusnya diterapkan dan dilakukan seseorang atau
organisasi dalam kehidupan bermasyarakat. Perilaku atau perbuatan yang dimaksud tentulah
perilaku atau perbuatan yang mendatangkan manfaat bagi orang lain, yang memperhatikan
hak orang lain, yang mendatangkan keadilan bagi sesama dan yang didasarkan atas nilai-nilai
keutamaan. Intinya, perilaku dan perbuatan yang baik dan mementingkan kepentingan publik
(public interest).
Penyususnan kontrak yang jelas, tegas, komprehensif, adil, dan proporsional adalah contoh
untuk menyelaraskan kedua pandangan tersebut. Demikian juga dengan sistem informasi dan
sistem monitoring yang memadai. Selarasnya keputusan ekonomi dengan keputusan etis
adalah contoh lain untuk menghilangkan dikotomi (pemecahan) yang ada. Bukan sesuatu
yang mudah karena dasar pemikiran yang berbeda antara hubungan keagenan dan etika
Teori kepengurusan dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk penerapan teori
keagenan. Teori kepengurusan tampaknya, mensyaratkan bahwa para agen
adalah manusia-manusia yang menurut MC Grefor termasuk dalam tipe y.
dalam bukunya ia mengkategorikan mausia dalam 2 tipe yaitu X dan Y.
manusia tipe X adalah mereka yang tidak memilki motivasi, semangat
kerjakeras, kedisplinan, kreativitas, kepemimpinan, dan lain sebagainya.
Sementara itu, manusia tipe Y adalah yang memiliki sifat-sifat yang
berkebalikan dengan manusia tipe X. Karena tidak semua karyawan adalah
manusia tipe X, pertanyaannya bisakah manusia yang termasuk dalam tipe X
diubah menjadi tipe Y, jawabannya bisa dengan syarat yang bersangkutan
memiliki semangat dan keinginnan yang kuat untuk melakukannya.
Perusahaan dapat Menyusun program-program yang tepat guna proses
perubahan tersebut.
Secara normatif, teori kepengurusan sangat bagus. Namun, perilaku yang
dikemukakan adalah perilaku ideal yang diharapkan (dass sollen). Perilaku-
prilaku itu berbeda dengan sifat dasar manusia yang diasumsikan dalam teori
keagenan, yaitu egois dan oportunitis. Untuk kelompok budaya tertentu
perilaku tersebut barang kali sudah mandarah daging sejak kecil dan telah
terbangun sejak lama, model life time employment. Misalnya, merupakan
contoh yang baik untuk penerapan teori ini.

9. Teori Kepengurusan
TERIMA kASIH
Jika terdapat kesalahan pada pengucapan atau
penulisan, kami mohon maaf, sesungguhnya manusia
tidak luput dari kesalahan. kritik dan saran yang anda
berikan akan sangat membangun kami.
–Kelompok 4

Anda mungkin juga menyukai