Anda di halaman 1dari 15

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1. Anatomi dan Fisiologi Otak


2.1.1. Anatomi Otak
Otak terletak dalam rongga kranium (tengkorak), terdiri atas semua

bagian Sistem Saraf Pusat (SSP) diatas korda spinalis. Secara anatomis

terdiri dari cerebrum (otak besar), cerebellum (otak kecil), brainstem (

batang otak) dan limbic system (sistem limbik).

Cerebrum merupakan bagian terbesar dan teratas dari otak yang

terdiri dari dua bagian, yaitu hemisfer kiri dan hemisfer kanan. Otak besar

terdiri atas corteks (permukaan otak), ganglia basalis, dan sistem limbik.

Kedua hemisfer kiri dan kanan dihubungkan oleh serabut padat yang

disebut dengan corpus calosum. Setiap hemisfer dibagi atas 4 lobus, yaitu

lobus frontalis (daerah dahi), lobus oksipitialis (terletak paling belakang),

lobus parietalis dan lobus temporalis.

Cerebellum berada pada bagian bawah dan belakang tengkorak dan

melekat pada otak tengah. Hipotalamus mempunyai beberapa pusat

(nuklei) dan Thalamus suatu struktur kompleks tempat integrasi sinyal

sensori dan memancarkannya ke struktur otak diatasnya, terutama ke

korteks serebri.
Brainsteam (batang otak) terletak diujung atas korda spinalis,

berhubungan banyak dengan korda spinalis. Batang otak terdiri atas

diensefalon ( bagian batang otak paling atas terdapat diantara cerebellum

dengan mesencephalon, mesencephalon (otak tengah), pons varoli ( terletak

di depan cerebellum diantara otak tengah dan medulla oblongata), dan

medulla oblongata (bagian dari batang mengangkat sisa metabolit.

Kehilangan kesadaran terjadi bila aliran darah ke otak berhenti 10 detik atau

kurang. Kerusakan jaringan otak yang permanen terjadi bila aliran darah ke

otak berhenti dalam waktu 5 menit. otak yang paling bawah yang

menghubungkan pons varoli dengan medula spinalis.

Sistem limbik terletak di bagian tengah otak yang bekerja dalam

kaitan ekspresi perilaku instinktif, emosi dan hasrat-hasrat dan merupakan

bagian otak yang paling sensitif terhadap serangan.

Gambar 2.1.Anatomi Otak Normal


2.1.2. Fisiologi Otak
Otak memiliki kurang lebih 15 miliar neuron yang membangun

substansia alba dan substansia grisea. Otak merupakan organ yang sangat

kompleks dan sensitife. Fungsinya sebagai pengendali dan pengatur

seluruh aktivitas, seperti : gerakan motorik, sensasi, berpikir, dan emosi.

Sel-sel otak bekerja bersama- sama dan berkomunikasi melalui signal-

signal listrik. Kadang- kadang dapat terjadi cetusan listrik yang berlebihan

dan tidak teratur dari sekelompok sel yang menghasilkan serangan.

Darah merupakan sarana transportasi oksigen, nutrisi, dan bahan-

bahan lain yang sangat diperlukan untuk mempertahankan fungsi penting

jaringan otak dan

2.2. Epilepsi

Epilepsi menurut World Health Organization (WHO) merupakan

gangguan kronik otak yang menunjukkan gejala berupa serangan yang berulang

- ulang yang terjadi akibat adanya ketidaknormalan kerja sementara, sebagian,

dan seluruh jaringan otak karena cetusan listrik pada neuron (sel syaraf).

Epilepsi dikenal sebagai salah satu penyakit tertua di dunia (2000 tahun

SM) dan menempati urutan kedua dari penyakit syaraf setelah gangguan

peredaran darah otak. Epilepsi ditandai dengan perubahan mendadak dan selintas

dalam fungsi otak, biasanya dengan gejala motorik, sensorik, otonom atau psikis.

Keadaan ini sering disertai dengan perubahan dalam kesadaran.


Aura adalah perasaan- perasaan yang dialami penderita epilepsi yang tidak

biasanya dialami sebelum terjadinya serangan atau kejang. Dalam pemeriksaan,

adanya aura perlu diketahui secara sistematik. Bentuk- bentuk aura yang dapat

terjadi adalah seperti : sensasi aneh di dalam perut, dada atau kepala, perasaan

kesemutan, halusinasi atau ilusi, vertigo, kesulitan untuk menemukan kata-kata,

de javu, serta perasaan takut atau cemas yang luar biasa.

Kedaduratan serangan epilepsi merupakan beratnya serangan yang terjadi

pada penderita. Tingkat kedaduratan serangan epilepsi terdiri dari serangan

pertama, serangan akut berulang, breakthrough seizure, dan status epileptikus.

Status Epileptikus (SE) adalah suatu kondisi/keadaan spesifik oleh karena

adanya serangan epilepsi yang sering, berulang, berkelanjutan, dan

berkepanjangan. Keadaan status epileptikus dapat menimbulkan ancaman

kerusakan sel-sel neuron yang meluas dan permanen sampai terjadi kematian

akibat hipoksia jaringan otak , hipertensi, dan peningkatan tekanan intrakranial.

Kematian bisa terjadi karena serangan yang sering dan berulang berkisar 3-25%

yang telah dilaporkan. Kematian mendadak yang tak terduga pada epilepsi atau

sudden unexpected death in epilepsy (SUDEP) menjadi masalah yang serius.

Diperkirakan SUDEP terjadi pasca kejang pertama, aritma jantung yang tidak

baik, dan serangan pernafasan yang terganggu akibat kejang


.

Gambar 2.2. Gambar Otak Penderita Epilepsi

2.3. Klasifikasi Serangan Epilepsi


2.3.1.Serangan Epilepsi Umum Primer
Serangan epilepsi umum primer adalah kejang yang sejak awal

seluruh otak terlibat secara bersamaan. Serangan muncul karena

hilangnya kesadaran, kemudian diikuti gejala lainnya yang bervariasi.

Jenis-jenis serangan epilepsi umum dibedakan oleh ada atau tidak

adanya aktivitas motorik yang khas.

a. Absence(Petit Mal)

Pada serangan petit mal, penderita mungkin mempunyai

serangan minor atau abortif tanpa disertai dengan gerakan jatuh atau

konvulsi pada tubuh. Serangan kekososongan yang klasik ditandai

dengan ekspresi bengong mendadak (kekosongan singkat) dan

terhentinya aktivitas motorik, kadang-kadang disertai hilangnya tonus

otot. Kondisi ini umumnya dimulai pada masa kanak-kanak (onset


puncak pada usia 4-8 tahun, lebih sering pada anak perempuan).

Serangan ini hanya berlangsung 2-10 detik. Serangan ini bisa

menghilang waktu remaja atau berganti dengan serangan tonik-klonik.

Serangan absence sering dihubungkan dengan keadaan umum,

serangan tonic-klonik, tetapi pasien biasanya tidak mempunyai masalah

kelainan syaraf dan mempunyai respon yang baik pada pengobatan

yang spesifik dengan anticonvulsant.

b. Serangan Tonik-Klonik (Grand Mal)


Istilah serangan tonik - klonik mengacu pada beberapa jenis

gerakan tubuh, yang secara tiba-tiba kejang. Tonik merupakan anggota

badan dan klonik, merupakan mengacu pada sentakan yang berirama.

Suatu aura dapat menandai terjadinya serangan yang segera

akan datang. Aura biasanya khas bagi penderita per individu dan dapat

terdiri dari rasa mual atau baal, dan suatu kilatan dari daya ingat.

Penderita mungkin menjerit dan sering mengalami cedera tubuh. Tahap

klonik menyusul dengan ditandai gerakan konvulsi, dan ritmik pada

tubuh.26 Serangan ini yang paling sering dijumpai pada umur diatas

balita. Kejang tonik ini berlangsung kurang lebih 1-2 menit.

c. Serangan Mioklonik
Pada serangan mioklinik ditandai oleh kontraksi otot-otot tubuh

secara cepat, mendadak, sinkron dan bilateral atau kadang-kadang

hanya mengenal kelompok otot tertentu. Serangan terjadi sekali atau

berulang-ulang dan muncul saat penderita jatuh tertidur. Penderita


sendiri melaporkan bahwa mereka tidak menyadari adanya serangan

tersebut dan mereka hanya menemukan bahwa dirinya berada dalam

posisi yang tidak biasa.Patologis dari serangan mioklinik pada

umumnya sering dilihat dari gangguan metabolisme, penyakit

degeneratif central nervous system (CNS) atau cedera di kepala.

Serangan mioklinik biasanya berdampingan dengan gangguan serangan

umum dan penderitanya adalah remaja.Serangan ini juga dapat terjadi

pada anak-anak dengan epileptik enchepalophati, contohnya Lennox-

Gastaut syndrom.

d. Serangan Atonik
Pada epilepsi atonik ditandai dengan kehilangan tonus otot
secara mendadak. Pada keadaan ini otot-otot seluruh tubuh mendadak
melemas sehingga penderita terjatuh. Hal ini sangat berbahaya karena
memiliki resiko besar mengalami cedera kepala karena jatuhnya
penderita. Kesadaran tetap dapat baik atau menurun sebentar. Biasanya
muncul pada umur 2-5 tahun, serangan berlangsung selama 10-60 detik.

e. Serangan Tonik
Serangan tonik ditandai dengan adanya kekakuan bilateral

secara mendadak pada tubuh, lengan, dan tungkai. Serangan

berlangsung kurang dari 20 detik, kemudian muncul lebih sering pada

saat penderita tidur. Dijumpai terutama pada anak berusia muda,

biasanya berhubungan dengan gangguan metabolik atau defisit

neurologis.
2.3.2. Serangan Parsial
Serangan epilepsi parsial merupakan serangan yang berasal dari daerah
tertentu dalam otak.

a. Serangan Epilepsi Parsial Sederhana


Serangan epilepsi parsial sederhana timbul karena adanya

suatu muatan yang lepas dari area motorik korteks serebri secara

unilateral. Serangan ini bersifat kejang ritmis (klonis) pada salah satu

anggota tubuh, yang kemudian dapat menjalar ke seluruh tubuh. Jenis

ini tidak disertai gangguan atau penurunan kesadaran. Selama

serangan berlangsung, penderita tetap sadar dan mampu untuk

menjawab pertanyaan ataupun melaksanakan perintah dan kemudian

penderita akan mengingat selama serangan berlangsung.13

Manifestasi klinis biasanya berhubungan dengan area otak tertentu

yang terlibat, yaitu manifestasi motorik, sensorik, otonomik dan

psikis. Serangan berlangsung sekitar 30 detik atau kurang.

b. Serangan Epilepsi Parsial Kompleks (Lobus Temporalis,

Psikomotor)

Serangan epilepsi parsial kompleks terjadi karena adanya

gangguan kesadaran dan gejala psikis atau adanya gangguan fungsi

luhur, contohnya seperti: de-javu, ilusi, halusinasi, otomatisme

(mengunyah-unyah, menelan, gerakan-gerakan tertentu,), dan

jamais-vu (tidak kenal dengan peristiwa yang pernah dialami).

Berlangsung selama 1-3 menit. Sekitar 50% penderita terlebih


dahulu mengalami aura. Aura yang paling sering muncul adalah rasa

takut, perasaan mual, perasaan aneh atau baal, gangguan visual dan

kedutan pada wajah atau jari-jari Epilepsi kompleks parsial timbul

dari lobus temporal sekitar 60%, sekitar 30% dari lobus frontal dan

sekitar 10% dari daerah kortikal lainnya.

c. Serangan Epilepsi Umum Sekunder


Serangan epilepsi umum sekunder merupakan serangan parsial

yang berkembang menjadi serangan umum. Serangan umum sekunder

terjadi melalui beberapa tahapan refleksi dari penyebaran cetusan ke

berbagai area otak yang berbeda, seperti serangan parsial berlanjut

menjadi serangan parsial kompleks dan kemudian berkembang menjadi

serangan umum sekunder ( tonik-klonik).

2.3.3. Epilepsi Tak Tergolongkan


Tidak semua jenis kejang dapat diklasifikasikan seperti epilepsi

parsial dan epilepsi umum. Epilepsi tak tergolongkan khususnya terjadi pada

masa neonatus dan bayi.

2.4. Penyebab Epilepsi


a. Idiopatik (Penyebab tidak diketahui)
Epilepsi idiopatik seringkali menunjukkan predisposisi genetik.
Penyebabnya tidak diketahui meliputi 50% dari penderita epilepsi anak,
biasanya pada usia lebih dari 3 tahun.
b. Simtomatik (Penyebab diketahui)
b.1 Kelainan Kongenital
Kelainan kongenital dapat terjadi karena kromosom ab-normal, radiasi,

obat-obat teratogenik, infeksi intrapartum oleh toksoplasma, cytomegalovirus,

rubela dan treponema. Biasanya terjadi pada kelompok usis 0-6 bulan.6

b.2. Infeksi
Risiko akibat serangan epilepsi bervariasi sesuai dengan tipe infeksi yang

terjadi pada sistem saraf pusat, seperti meningitis, ensefalitis, dan terjadinya

abses serta infeksi lainnya.Epilepsi dapat terjadi karena adanya infeksi virus,

bakteri, parasit dan abses otak yang frekuensinya sampai 32%. Sering terjadi

pada kelompok anak-anak sampai remaja.

b.3. Trauma Kepala


Trauma kepala merupakan penyebab terjadinya epilepsi yang paling
banyak.6 Trauma kepala dapat menyebabkan kerusakan pada otak. Kejang-
kejang dapat timbul pada saat terjadi cedera kepala atau baru terjadi 2-3 tahun
kemudian.31

b.4. Tumor

Tumor otak adalah massa sel-sel tidak normal yang tersebar di dalam

otak. Tumor yang menyerang otak bisa berupa sel primer (berasal dari otak ),

central nervous system, selaput pembungkus otak (selaput meningen) atau

metastatis (penyebaran ke otak dari bagian tubuh lain). Tumor otak sering terjadi

pada usia muda.


b.5.Gangguan Vaskular
Penderita epilepsi oleh karena gangguan vaskular lebih sering diderita

oleh lansia (lanjut usia). Penyebabnya karena adanya serangan stroke yang

mengganggu pembuluh darah di otak atau peredaran darah di otak yang dapat

menimbulkan kejang. 31

b.6. Gangguan Metabolik


Serangan epilepsi dapat terjadi dengan adanya gangguan pada konsentrasi

serum glukose, kalsium, magnesium, potassium, dan sodium.6 Gangguan

metabolik, hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia,dan defisiensi piridoksin.

Hipokalsemia dapat disebabkan oleh asfiksia diabetes, prematuritas, bersamaan

dengan hipomagnesemia. Hiponatremia dapat ditemukan pada asfiksia.

Defesiensi piridoksin pada kelainan genetik atau penyakit metabolisme disertai

peningkatan piridoksin.

2.5. Pencetus Epilepsi Dengan Riwayat Epilepsi


a. Kurang tidur
Kurang tidur dapat mengganggu aktivitas dari sel-sel otak sehingga dapat

mencetuskan serangan. Diduga bahwa kurang tidur dapat menurunkan ambang

serangan yang kemudian memudahkan terjadinya serangan. Disamping

memudahkan terjadinya serangan, kurang tidur dapat memperberat dan

memperlama serangan.

b. Stres Emosional
Stres dapat meningkatkan frekuensi serangan. Stres fisik yang berat juga

dapat menimbulkan serangan. Stres dan cemas dapat memicu terjadinya

hiperventilasi. Pada penderita tertentu hiperventilasi merupakan faktor pencetus


terjadinya serangan. Penderita dapat lupa minum obat karena sedang dilanda

stres. Sementara itu stres dapat mengubah konstelasi hormon misalnya

meningkatkan kadar kortisol, peningkatan ini berpengaruh terhadap ambang

serangan.

c. Obat-obat tertentu
Beberapa obat dapat menimbulkan serangan seperti penggunaan obat-

obat antidepresan trisiklik, obat tidur, dan fenotiasin. Menghentikan obat-

obat penenang secara mendadak seperti barbiturat dan valium dapat

mencetuskan kejang.

d. Alkohol

Alkohol dapat menghilangkan faktor penghambat terjadinya

serangan. Biasanya peminum alkohol mengalami kurang tidur sehingga

memperburuk keadaannya. Penghentian minum alkohol secara mendadak

dapat menimbulkan serangan.

e.Perubahan hormonal
Pada masa haid dapat terjadi perubahan siklus hormon (peningkatan

kadar estrogen) dan stres, hal ini diduga merupakan pencetus terjadinya

serangan. Hampir setengah dari wanita yang menderita epilepsi melaporkan

adanya peningkatan serangan pada saat menjelang, selama, dan sesudah

menstruasi. Sebagian besar dari mereka mengalami peningkatan (kuantitas

dan kualitas) serangan pada periode perimenstrual dan fase folikular. Hormon
steroid dapat menembus blood-brain barrier dengan mudah. Sel-sel otak

dapat dipengaruhi estrogen dan progesteron secara langsung.

f. Terlalu lelah
Terlalu lelah atau stres fisik dapat menimbulkan hiperventilasi dimana

terjadi peningkatan kadar CO2 dalam darah yang mengakibatkan terjadinya

penciutan pembuluh darah otak yang dapat merangsang terjadinya serangan

epilepsi.

g. Fotosensitif
Ada sebagian kecil penyandang epilepsi yang sensitif terhadap

kerlipan/kilatan sinar (flashing lights) pada kisaran antara 10-15 Hz. Cahaya

yang mampu merangsang terjadinya serangan adalah cahaya yang berkedip-

kedip atau yang menyilaukan.

Anda mungkin juga menyukai